Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Sebagai salah satu negara yang masih sangat bergantung akan BBM, isu BBM ini akan selalu
menarik untuk diperbincangkan. Mengingat sekarang terdapat kebijakan baru, yakni UU 12
tahun 2014 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) bahwa
kuota BBM bersubsidi diturunkan yang semula 48 juta kilo liter, kini menjadi 46 juta kilo
liter. Oleh karena itu, Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kabinet
Keluarga Mahasiswa (KM) ITB menyelenggarakan diskusi publik mengenai subsidi BBM
pada Sabtu (06/09/14).
Sebagian besar masyarakat di Indonesia, hidupnya sangat bergantung akan BBM. Hampir
semua kebutuhan dipenuhi oleh sumber energi fosil yang satu ini. Hal itu bukanlah masalah
bagi Indonesia di masa lampau, karena dahulu Indonesia merupakan salah satu negara
penghasil dan pengekspor minyak. Banyak negara-negara yang bergantung akan pasokan
minyak dari Indonesia. Oleh karena itu, tidak heran bahwa dahulu Indonesia sempat
bergabung dalam Organization of Petroleum Exporting Countries (OPEC).
Namun kini semua itu berubah, Indonesia tidak sekaya dulu lagi khususnya mengenai sumber
cadangan minyaknya. Menurut data statistik yang dilansir dari Kementrian ESDM, 2012
disebutkan bahwa produksi minyak bumi dalam negeri terus mengalami penurunan dari tahun
ke tahun. Pada tahun 2004 tercatat produksi minyak nasional sebesar 353,94 juta barel dan
terus mengalami penurunan, hingga pada tahun 2012 tercatat bahwa produksi minyak hanya
mencapai 279,41 juta barel. Indonesia sudah menjadi negara pengimpor minyak. Hal ini turut
didukung melalui fakta bahwa Indonesia keluar dari OPEC pada tahun 2008.
Seiring dengan meningkatnya populasi di Indonesia, kebutuhan akan BBM pun turut
meningkat. Tapi sayangnya hal ini tidak diimbangi oleh produksi minyak nasional. Produksi
minyak bumi Indonesia pada 2013 825 barel per hari (bph), namun 15% nya merupakan jatah
kontraktor. Sehingga negara kurang lebih hanya mendapatkan 700 ribu bph. Dari 700 ribu
bph tersebut, yang bisa diolah dalam negeri untuk dijadikan BBM adalah kurang lebih 600
ribu bph karena keterbatasan teknologi di beberapa kilang di Indonesia. Kebutuhan BBM di
Indonesia mencapai 1,5 juta bph, sehingga Indonesia harus mengimpor kekurangannya baik
dalam bentuk BBM maupun minyak mentah.
Seputar BBM Bersubsidi
Dalam diskusi publik subsidi BBM Dosen Teknik Perminyakan ITB, Ir. Tutuka Ariaji, MSc.,
Ph.D. menjelaskan mengenai keuntungan dan kerugian masing-masing. "Subsidi BBM
mempunyai keuntungan ekonomi untuk menahan laju inflasi dan angka kemiskinan, namun
memiliki kerugian yakni pembangunan sektor lain menjadi terhambat diantaranya
infrastruktur dan menyebabkan tidak tumbuhnya energi alternatif sehingga berakibat
mengurangi ketergantungan pada energi BBM," jelas tutuka.
Subsidi BBM ini telah diatur pada amanat konstitusi UUD pasal 33. Pada tahun 2012 subsidi
BBM telah menacapai Rp 211,9 triliun atau sekitar 21% dari APBN. "Pada tahun 2013 dan
2014 masing-masing menurun di angka Rp 199,9 dan Rp 194,9 triliun. Namun angka subsidi
BBM tahun 2015 diperkirakan akan melonjak tajam menjadi Rp 291 triliun," jelas Tutuka.
Seperti yang dijelaskan bahwa tujuan subsidi adalah menekan laju kemiskinan di indonesia,
namun kenyataannya tidak seperti itu. Hal ini terkait dengan pernyataan Kementrian ESDM
yang menyebutkan bahwa 77% subsidi BBM dinikmati oleh 25% orang kaya, dan hanya 20%
subsidi BBM dinikmati 25% orang misikin. "Inilah yang harus dibenahi. Seharusnya
pembatasan subsidi BBM menjadi 46 juta kilo liter seharusnya tetap bisa mencukupi
kebutuhan BBM bersubsidi. Namun kenyataan bahwa terjadi antrian yang mengular di SPBU
dikarenakan adanya oknum-oknum yang menyalah gunakan BBM bersubdidi ini," tambah
Dr. Ir. Djoko Siswanto, M.B.A. selaku Direktur BBM Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas
Bumi (BPH Migas).
Menurut Djoko permasalahan utama dari BBM bersubsidi bukan pada kuotanya, melainkan
pada pendistribusiannya yang banyak melibakan oknum-oknum tidak bertanggung jawab.
Terdapat peraturan yang sudah dikelurakan oleh BPH Migas mengenai BBM bersubsidi,
seperti peraturan BPH Migas No.3 Tahun 2012 tentang pengendalian jenis bahan bakar
tertentu untuk mobil barang yang digunakan pada Kegiatan Perkebunan dan Pertambangan.
"Walaupun sudah diatur, tapi tetap saja ada kebocoran, maka dari itu kita semua harus saling
mendukung pengawasan, pencegahan, dan penindakan pada setiap kecurangan pemakaian
BBM bersubsidi," jelas Djoko.
Isu mengenai BBM ini bukan hanya milik pemerintah, melainkan milik semua masyarakat
Indonesia termasuk diantaranya mahasiswa. "Mahasiswa harus memiliki unsur berikut, yakni
aktif, berwawasan,dan inisiatif serta selalu mengkaji sesuatu secara multi displin. Diharapkan
melalui diskusi publik ini, mahasiswa dapat menambah wawasan dan mengkaji apa yang
sedang dilakukan pemerintah benar atau tidak. Apabila tidak benar, mahasiswa harus
berbicara dengan lantang namun tetap harus memiliki dasar yang logis dan cemerlang," tutup
Tutuka.
Sumber Gambar: Diambil dari berbagai sumber
(https://www.itb.ac.id/news/read/4495/home/tutuka-ariadji-distribusi-merupakan-
permasalahan-utama-bbm-bersubsidi)
Analisis Permasalahan Minyak dan Gas Bumi di Indonesia beserta Pemberian Solusi
dari Sudut Pandang Hukum dan Sosial
Minyak dan gas bumi merupakan sektor penting suatu negara, terkait dengan adanya
kebutuhan akan energi dan kemajuan perekonomian bangsa. Berangkat dari semangat
konstitusi kita pada pasal 33 UUD 1945, bahwa cabang produksi vital yang menguasai hajat
hidup orang banyak dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk
kemakmuran rakyat. Undang-Undang no 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi
perubahan atas Undang-Undang nomor 8 tahun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan
Minyak dan Gas Bumi Negara telah membawa banyak perubahan berarti sejak tahun 2001
baik positif maupun negatif. Digantinya UU Migas yang lama dengan yang baru karena UU
yang lama sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman termasuk perkembangan
teknologi. Seiring dengan perkembangan waktu, permintaan masyarakat akan energi semakin
meningkat sedangkan Pertamina sendiri kewalahan dalam memenuhi karena kurangnya staf
ahli, teknologi serta dana, maka persaingan pun tak lagi dimonopoli oleh Pertamina.
Persaingan dibuka untuk umum.
Perubahan yang paling besar dampaknya adalah perubahan status Pertamina yang dulunya
merupakan “penguasa tunggal” pengelola minyak dan gas bumi (Badan Usaha Milik Negara)
menjadi Perusahaan perseroan, yang menurut definisi UU no 19 tahun 2003 tentang BUMN,
adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang
seluruh atau paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara
Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan. Jadi Pertamina tidak lagi
mengatur pengelolaan, distribusi, pemurnian, eksploitasi, dll. Pertamina menjadi salah satu
pihak atau perusahaan yang akan mengusahakan pengelolaan energi. Pertamina yang tidak
lagi memonopoli pengelolaan migas digantikan oleh BP Migas untuk sektor hulu dan BPH
Migas untuk sektor hilir. BP dan BPH migas ini sesuai dengan UU 22/2001 pasal 4 ayat 3
dibentuk oleh Pemerintah dan pertanggungjawabannya juga langsung ke Pemerintah.
Namun UU Migas yang baru, selain memberikan solusi, ternyata juga menimbulkan
permasalahan tersendiri. Sisi positifnya adalah, sejak tahun 2001, dari segi pelayanan,
produksi, dan produk, Pertamina sudah jauh lebih baik dari yang dulu. Dapat kita lihat sendiri
dengan adanya Pertamina Pasti Pas, kemudian SPBU yang semakin bersih dan rapi, dari segi
pelayanan, kemudian BBM yang tidak lagi ber-timbal, dst. Hal ini merupakan dampak
adanya persaingan terbuka yang mendorong masing-masing pengusaha untuk memperbaiki
mutunya. Sisi positif lainnya adalah, konsumen semakin bebas menentukan bahan bakar atau
gas yang ingin mereka gunakan. Tergantung kebutuhan.
Permasalahan pada UU ini adalah kembali lagi kepada persaingan usaha. Karena bebasnya
persaingan, perusahaan asing pun bisa berinvestasi untuk mengelola energi bangsa ini.
Muncul ketakutan bahwa perusahaan-perusahaan asing itu akan menguasai pasar, atau
melakukan eksploitasi besar-besaran. Pada pasal 22 ayat (1) pun dijelaskan bahwa Badan
Usaha Tetap paling banyak menyerahkan 25% untuk kebutuhan dalam negeri. Jadi jelas
bahwa pengusaha-pengusaha asing itu akan mengeruk keuntungan yang sangat banyak dari
“bisnis” ini. Kita sungguh tidak ingin kasus seperti Freeport itu terulang lagi di negara ini.
Juga menurut Hanan Nugroho dalam presentasinya di Seminar Akademik Tahunan Ekonomi
I, Pasca Sarjana Ekonomi Universitas Indonesia & Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia, Jakart
a, 8 hingga 9 Desember 2004 , mengatakan bahwa peraturan peraturan turunan berupa PP
dibentuk terlalu lama. Sehingga dalam masa transisi bentuk Pertamina, terjadi
kekacauan sistem, kesimpangsiuran wewenang dan tanggung jawab. Serta berlarutnya
masalah transfer pembiayaan organisasi dari sebelumnya Pertamina ke Pemerintah.
Kemudian terkait dengan hak atas tanah yang dapat dimiliki oleh pihak asing sesuai dengan
UU Agraria adalah hanya hak pakai dan hak sekunder lainnya setelah mendapat izin
pemerintah. Waktu yang diberikan oleh UU no 22 tahun 2001, itu maksimal 50 tahun. Jika
dibandingkan dengan waktu yang ditetapkan oleh UU Agraria, 50 tahun termasuk waktu
yang cukup lama.
Pasal 22 ayat 1, pasal 12 ayat 3, dan pasal 28 ayat 2 dan 3 yang dibatalkan oleh Mahkamah
Konstitusi membuktikan bahwa UU tersebut secara keseluruhan harus dikaji kembali dan di
revisi setelah 10 tahun berlaku dengan aroma liberalisme yang kuat.
Jadi walaupun pengelolaan minyak dan gas bumi tidak sepenuhnya dikontrol oleh
pemerintah, pemerintah haruslah tetap melakukan pengawasan dan kontrol pada Kegiatan
Usaha Hulu maupun Kegiatan Usaha Hilir. Pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh
BP dan BPH Migas haruslah berjalan sesuai dengan tanggung jawabnya masing-masing.
Liberalisasi ekonomi yang sedang Indonesia masuki saat ini sebaiknya tidak dikontrol
sepenuhnya oleh pasar. Konstitusi sendiri mengatur bahwa sektor usaha yang terkait dengan
kepentingan masyarakat luas haruslah digunakan sepenuhnya untuk kesejahteraan rakyat.
Rakyat sudah seharusnya menikmati kekayaan alam yang Indonesia miliki dengan sebaik-
baiknya.
Tenaga kerja terdidik dan terlatih juga harus dicetak oleh Negara ini. Sungguh sia-sia sekali
kekayaan alam yang melimpah yang kita punya tidak bisa dimanfaatkan dengan maksimal,
bahkan dikuasai bertahun-tahun oleh pihak asing.
Juga terkait Kontrak Kerja Sama yang telah diatur oleh Undang-Undang harus dilakukan
pengawasan ketat, agar perjanjian yang disepakati tidak mengambil hak rakyat, sesuai dengan
konstitusi.
Regulasi yang jelas dan kuat sudah seharusnya dibuat dengan segera terkait hal ini. Hanya be
rmodalkan Peraturan Pemerintah tidaklah cukup untuk memperkuat law enforcement-
nya. RUU Migas yang sudah dimasukkan dalam Prolegnas haruslah dikawal oleh kita
semua agar tercapai kesejahteraan masyarakat Indonesia.
(https://arintadds.wordpress.com/2012/02/22/analisis-permasalahan-minyak-dan-gas-bumi-
di-indonesia-beserta-pemberian-solusi-dari-sudut-pandang-hukum-dan-sosial/)
Pengertian Minyak Bumi
Minyak bumi berasal dari bahasa Inggris yaitu petroleum dan dari bahasa Latin petrus yang
artinya karang dan oleum yang artinya minyak. Selain itu, minyak bumi dijuluki juga sebagai
emas hitam, yaitu cairan kental, coklat gelap, atau kehijauan yang mudah terbakar, yang berada
di lapisan atas dari beberapa area di kerak Bumi. Minyak bumi disebut juga minyak mineral
karena diperoleh dalam bentuk campuran dengan mineral lain.Minyak bumi terdiri dari campuran
kompleks dari berbagai hidrokarbon, sebagian besar seri alkana, tetapi bervariasi dalam
penampilan, komposisi, dan kemurniannya.
Minyak bumi tidak dihasilkan dan didapat secara langsung dari hewan atau tumbuhan,
melainkan dari fosil. Karena itu, minyak bumi dikatakan sebagai salah satu dari bahan bakar
fosil. Namun, menurut beberapa ilmuwan menyatakan bahwa minyak bumi merupakan zat
abiotik, yang berarti zat ini tidak berasal dari fosil tetapi merupakan zat anorganik yang
dihasilkan secara alami di dalam bumi. Namun, pandangan ini diragukan secara ilmiah karena
hanya memiliki sedikit bukti yang mendukung.
Setelah ganggang-ganggang ini mati, maka akan teredapkan di dasar cekungan sedimen.
Keberadaan ganggang ini bisa juga dilaut maupun di sebuah danau. Jadi ganggang ini bisa saja
ganggang air tawar, maupun ganggang air laut. Tentu saja batuan yang mengandung karbon ini
bisa batuan hasil pengendapan di danau, di delta, maupun di dasar laut. Batuan yang
mengandung banyak karbonnya ini yang disebut Source Rock (batuan Induk) yang kaya
mengandung unsur Carbon (high TOC-Total Organic Carbon).
Proses pembentukan carbon dari ganggang menjadi batuan induk ini sangat spesifik. Itulah
sebabnya tidak semua cekungan sedimen akan mengandung minyak atau gasbumi. Kalau saja
carbon ini teroksidasi maka akan terurai dan bahkan menjadi rantai carbon yang tidak mungkin
dimasak.
Proses pengendapan batuan ini berlangsung terus menerus. Kalau saja daerah ini terus
tenggelam dan terus ditumpuki oleh batuan-batuan lain diatasnya, maka batuan yang
mengandung karbon ini akan terpanaskan. Semakin kedalam atau masuk amblas ke bumi, akan
bertambah suhunya.
Minyak terbentuk pada suhu antara 50-180 derajat Celsius. Tetapi puncak atau kematangan
terbagus akan tercapai bila suhunya mencapai 100 derajat Celsius. Ketika suhu terus bertambah
karena cekungan itu semakin turun dalam yang juga diikuti penambahan batuan penimbun,
maka suhu tinggi ini akan memasak karbon yang ada menjadi gas.
Minyak mentah merupakan campuran yang amat kompleks yang tersusun dari berbagai
senyawa hidrokarbon. Di dalam kilang minyak tersebut, minyak mentah akan mengalami
sejumlah proses yang akan memurnikan dan mengubah struktur dan komposisinya sehingga
diperoleh produk yang bermanfaat.
Secara garis besar, proses yang berlangsung di dalam kilang minyak dapat digolongkan menjadi
5 bagian, yaitu:
1) Proses Distilasi, yaitu proses penyulingan berdasarkan perbedaan titik didih. Proses ini
berlangsung di Kolom Distilasi Atmosferik dan Kolom Destilasi Vakum.
2) Proses Konversi, yaitu proses untuk mengubah ukuran dan struktur senyawa hidrokarbon.
Termasuk dalam proses ini adalah:
a) Dekomposisi dengan cara perengkahan termal dan katalis (thermal and catalytic cracking)
b) Unifikasi melalui proses alkilasi dan polimerisasi
c) Alterasi melalui proses isomerisasi dan catalytic reforming
3) Proses Pengolahan (treatment). Proses ini dimaksudkan untuk menyiapkan fraksi-fraksi
hidrokarbon untuk diolah lebih lanjut, juga untuk diolah menjadi produk akhir.
4) Formulasi dan Pencampuran (Blending), yaitu proses pencampuran fraksi-fraksi hidrokarbon
dan penambahan bahan aditif untuk mendapatkan produk akhir dengan spesikasi tertentu.
5) Proses-proses lainnya, antara lain meliputi: pengolahan limbah, proses penghilangan air asin
(sour-water stripping), proses pemerolehan kembali sulfur (sulphur recovery), proses
pemanasan, proses pendinginan, proses pembuatan hidrogen, dan proses-proses pendukung
lainnya.
Tahap awal proses pengilangan berupa proses distilasi (penyulingan) yang berlangsung di
dalam Kolom Distilasi Atmosferik dan Kolom Distilasi Vacuum. Di kedua unit proses ini minyak
mentah disuling menjadi fraksi-fraksinya, yaitu gas, distilat ringan (seperti minyak bensin), distilat
menengah (seperti minyak tanah, minyak solar), minyak bakar (gas oil), dan residu. Pemisahan
fraksi tersebut didasarkan pada titik didihnya.
Kolom distilasi berupa bejana tekan silindris yang tinggi (sekitar 40 m) dan di dalamnya terdapat
tray-tray yang berfungsi memisahkan dan mengumpulkan fluida panas yang menguap ke atas.
Fraksi hidrokarbon berat mengumpul di bagian bawah kolom, sementara fraksi-fraksi yang lebih
ringan akan mengumpul di bagian-bagian kolom yang lebih atas.
Fraksi-fraksi hidrokarbon yang diperoleh dari kolom distilasi ini akan diproses lebih lanjut di unit-
unit proses yang lain, seperti: Fluid Catalytic Cracker, dll.
2. Kajian Geofisika
Setelah kajian secara regional dengan menggunakan metoda geologi dilakukan, dan hasilnya
mengindikasikan potensi hidrokarbon, maka tahap selanjutnya adalah tahapan kajian geofisika.
Pada tahapan ini metoda - metoda khusus digunakan untuk mendapatkan data yang lebih akurat
guna memastikan keberadaan hidrokarbon dan kemungkinannya untuk dapat di ekploitasi. Data-
data yang dihasilkan dari pengukuran pengukuran merupakan cerminan kondisi dan sifat-sifat
batuan di dalam bumi. Ini penting sekali untuk mengetahui apakan batuan tersebut memiliki sifat
- sifat sebagai batuan sumber, reservoar, dan batuan perangkap atau hanya batuan yang tidak
penting dalam artian hidrokarbon. Metoda-metoda ini menggunakan prinsip-prinsip fisika yang
digunakan sebagai aplikasi engineering. Metoda-metoda tersebut adalah:
a) Eksplorasi seismik
Ini adalah ekplorasi yang dilakukan sebelum pengeboran. Kajiannya meliputi daerah yang luas.
Dari hasil kajian ini akan didapat gambaran lapisan batuan didalam bumi.
b) Data resistiviti
Prinsip dasarnya adalah bahwa setiap batuan berpori akan diisi oleh fluida. Fluida ini bisa berupa
air, minyak, atau gas. Membedakan kandungan fluida di dalam batuan salah satunya dengan
menggunakan sifat resistan yang ada pada fluida. Fluida air memiliki nilai resistan yang rendah
dibandingkan dengan minyak, demikian pula nilai resistan minyak lebih rendah dari pada gas.
Dari data log kita hanya bisa membedakan resistan rendah dan resistan tinggi, bukan jenis fluida
karena nilai resitan fluida berbeda beda dari tiap daerah. sebagai dasar analisa fluida perlu kita
ambil sampel fluida didalam batuan daerah tersebut sebagai acuan kita dalam interpretasi jenis
fluida dari data resistiviti yang kita miliki.
c) Data porositas
d) Data berat jenis
Data ini diambil dengan menggunakan alat logging dengan bantuan bahan radioaktif yang
memancarkan sinar gamma. Pantulan dari sinar ini akan menggambarkan berat jenis batuan.
Dapat kita bandingkan bila pori batuan berisi air dengan batuan berisi hidrokarbon akan
mempunyai berat jenis yang berbeda.
Pertumbuhan kebutuhan minyak bumi di Indonesia mencapai 7 persen per tahun. Dengan
hitungan itu, kebutuhan minyak bumi pada 2025 sebesar 1 juta barel per hari. Saat ini, lifting
minyak mentah Indonesia berada pada 954 ribu barel per hari. Angka ini masih di bawah target
dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, 960 barel per hari. Hingga saat ini tercatat
29,1 persen perusahaan nasional yang bergerak di bidang migas. Sedangkan perusahaan asing
60,4 persen, dan konsorsium 10,4 persen.
Cadangan minyak bumi di Indonesia diprediksi tersisa sekitar 3,9 miliar barel. Dengan kondisi
yang semakin menipis ini, cadangan minyak hanya cukup untuk 11 tahun ke depan. Untuk
mengatasi hal itu, masyarakat Indonesia alangkah baiknya mulai berhemat dan mengurangi
ketergantungan pada penggunaan minyak bumi. Jika tidak bisa direm, maka minyak bumi
Indonesia akan terkikis.
Cara yang paling banyak digunakan untuk memperkirakan mulainya krisis minyak adalah
Hubbert Peak yang diperkenalkan oleh ahli geofisika M. King Hubbert. Hubbert Peak adalah
sebuah model untuk mengestimasi puncak dari produksi minyak dunia. Pada tahun 1971,
Hubbert mencoba untuk memprediksi puncak produksi minyak, kali ini untuk produksi minyak
dunia. Menurut beliau, puncak produksi minyak dunia akan terjadi pada tahun 1995-2000.
Prediksi ini meleset karena sampai saat ini produksi minyak dunia masih menunjukkan
peningkatan. Tetapi ada kemungkinan ini disebabkan oleh faktor-faktor lain yang dapat menunda
peak ini, yaitu: krisis energi 1997, perang teluk, dan resesi pada tahun 1980 dan 1990-an.
Freddie Hutter dari Trendlines.ca –salah satu kritikus dari ASPO– berpendapat bahwa Hubbert
Peak akan terjadi pada tahun 2010. Freddie Hutter juga melakukan kompilasi beberapa
pendapat mengenai kapan Hubbert Peak ini akan terjadi.
Di atas adalah perkiraan peak produksi minyak untuk seluruh dunia. Lalu bagaimana dengan
peak di Indonesia? Menurut publikasi BP yang berjudul “Statistical Review of World Energy
2005″, produksi minyak tertinggi Indonesia terjadi pada tahun 1977, dengan rata-rata sebesar
1685 ribu barrel/hari. Setelah itu, produksi minyak Indonesia tidak pernah lagi mencapai angka
tersebut. Pada tahun 2004, produksi minyak Indonesia hanyalah sebesar 1126 ribu barrel/hari.
Angka ini sudah berada di bawah konsumsi BBM Indonesia yang jumlahnya sebesar 1150 ribu
barrel/hari.
Menurut BP, cadangan minyak Indonesia yang dapat dibuktikan keberadaannya hanyalah
sekitar 4.7 miliar barrel. Memorandum ini mengatakan bahwa minyak bumi Indonesia akan habis
dalam waktu 15-20 tahun, gas alam dalam waktu 35-40 tahun dan batubara dalam waktu 60-75
tahun.
Untuk mengatasi permasalahan menipisnya cadangan minyak bumi ini masyarakat Indonesia
seharusnya harus berhati-hati, berhemat dalam pemanfaatan dan penggunaan minyak bumi.
Selain itu perlu juga mencari energi alternatif lain yang bisa menggantikan minyak bumi.
(http://kusukageo.blogspot.com/2010/10/minyak-bumi-di-indonesia-dan.html)
MigasReview, Bandung – Hampir 100 persen dan selama hampir 100 tahun, dunia
mengandalkan minyak bumi sebagai sumber daya energi. Tak heran, penggunaan
sumber daya energi hidrokarbon yang besar berimbas pada pengembangan
teknologi mengikuti perkembangan sumber daya tersebut. Oleh karena itu, semua
teknologi, semua mesin konversi energi dikembangkan untuk menggunakan atau
dicocokkan dengan bahan bakar dari hidrokarbon, termasuk bahan bakar minyak
(BBM).
Menurut Ketua Umum Ikatan Ahli Bioenergi Indonesia (IKABI) Tatang Hernas
Soerawidjaja, meski minyak bumi hingga abad 22 masih tetap akan ada,
kemampuan untuk mengeksploitasi dari perut bumi jauh lebih rendah daripada
mengonsumsinya. Hal inilah yang menyebabkan penggunaan energi fosil harus
mulai dikurangi atau berhemat memakai BBM.
Mengetahui sulitnya mendapatkan emas hitam, mulailah para ahli energi di dunia
mencari sumber daya energi terbarukan yang mirip atau mudah diubah menjadi
hidrokarbon. Berikut penjelasan Tatang saat ditemuiMigasReview.com di kampus
Institut Teknologi Bandung (ITB), beberapa waktu lalu.
---
Kapan sebenarnya mulai terinisiasi pengembangan energi terbarukan?
Mulai awal 2000 memang sudah dipikirkan tentang energi terbarukan. Di dunia,
terutama bioenergi sangat diperlukan. Pertama kali inisiasinya oleh Brasil pada
1970-an. Berawal dari pemikiran bahwa sebelum 1970, Brasil merupakan pengimpor
minyak yang sangat besar. Pada 1974, presiden Brasil terpilih adalah Ernesto
Beckmann Geisel, mantan presiden Petrobras yang juga seorang jenderal. Geisel
mengetahui berapa banyak biaya yang dihabiskan untuk mengimpor minyak. Suatu
hari pada 1975, dia berkunjung ke sebuah laboratorium milik pemerintahan Brasil,
kalau di sini seperti BPPT, yang sedang melakukan penelitian campuran etanol
(Gasohol) ke mesin.
Geisel melihat penelitian tersebut itu sebagai jawaban dari permasalahan impor
minyak di negaranya, hingga mengatakan ke stafnya, “Batalkan semua agenda
pertemuan saya hari ini”. Dia mau berada di laboratorium itu meminta penjelasan
dari penelitian tersebut, sehingga rencana kunjungan setengah jam menjadi
setengah hari. Dua minggu kemudian, keluarlah dekrit program bensin beralkohol,
hingga sekarang Brasil terkenal dengan penggunaan bahan bakar bioetanol
meskipun pada 1980-an Petrobras menemukan cadangan minyak lepas pantai yang
saat ini melampaui cadangan minyak Indonesia.
Artinya, butuh political will yang memiliki tujuan, mau diapakan energi ini.
Apakah ada energi terbarukan yang bisa menggantikan atau mirip minyak
bumi?
Jawabannya ada. Anda tahu apa itu asam lemak? Asam karboksilat rantai panjang
terdiri atas unsur CH2 dan COOH. Contoh Asam Palmitat (C15H31COOH). Kalau
orang energi bilang, ini hidrokarbon terkontaminasi. Ada 2 cara agar dapat menjadi
hidrokarbon. Pertama, tarik CO2 sehingga menjadi C15H32. Kedua, tekan CO2 dengan
hidrogen keluar menjadi air (H2O) sehingga berubah menjadi C16H34. Apa ini? Inilah
heksadekan, yang merupakan bahan bakar diesel dengan angka oktan 100. Dari
mana mendapatkan asam palmitat? Itu merupakan salah satu asam lemak yang
paling mudah diperoleh dari tumbuh-tumbuhan famili Palmaceae, seperti kelapa
(cocos nucifera) dan kelapa sawit (elaeis guineensis).
Jadi kita punya energi terbarukan. Teknologi mengonversi asam lemak menjadi
hidrokarbon ini sudah berkembang. Namanyahydrodeoxygenation fatty oil, dan di
dunia, pabriknya baru ada lima, termasuk yang mau berjalan di Gresik, meski
teknologinya agak berbeda dengan keempat pabrik yang lain. Tiga di antaranya
punya Neste Oil, perusahaan migas asal Finlandia, yang terletak satu di Porvoo,
Finlandia, satu di Singapura, dan satu lagi di Rotterdam. Kapasitas yang cukup
besar yang di Singapura. Bayangkan, kita mengekspor 1 juta ton minyak kelapa
sawit untuk diubah menjadi bahan bakar hidrokarbon. Dan yang di Rotterdam,
perkiraan saya juga mendapatkan minyak kelapa sawit dari Indonesia.
Neste Oil dengan pabrik pengubah asam lemak menjadi hidrokarbon itu,
menggunakan suplai minyak kelapa sawit dari Indonesia, sedangkan kita masih
memikirkan atau mengandalkan minyak mentah dari negara lain. Padahal, energi
terbarukan ada di depan mata. Sehingga, dari penerapan teknologi saja kita sudah
tertinggal karena masih memikirkan cara mendapatkan sumber minyak, sementara
yang lain sudah mulai menerapkan energi dari minyak nabati.
Artinya, teknologi hydrodeoxygenation fatty oil bisa menciptakan bahan bakar
dari tumbuh-tumbuhan?
Ini yang saya sebut generasi satu setengah. Berbasis kesadaran bahwa pada
minyak-lemak nabati sebenarnya memiliki 85-90 persen hidrokarbon yang relatif
mudah dikonversi menjadi biohidrokarbon alias renewable hydrocarbon dan dapat
diolah dengan teknologi-teknologi yang sudah mapan diterapkan di kilang-kilang
minyak bumi. Kini berkembang kilang-kilang hidrodeoksigenasi minyak-lemak nabati
menjadi biohidrokarbon, seperti Neste Oil tadi. Hasil produknya BioHydrofined Diesel
(BHD), Bioavtur (Jet Biofuel), Biogasoline, Bioelpiji. Beberapa negara di dunia kini
juga mengembangkan semua pohon potensial penghasil minyak-lemak nabati non-
pangan. Keanekaragaman hayati Indonesia adalah gudang aneka pohon potensial
penghasil minyak-lemak nabati.
Mengapa bioenergi?
Sistem energi dunia harus (dan sedang diupayakan) beralih dari sebuah sistem
energi berbasis sumber daya fosil ke sistem energi berbasis sumber daya
terbarukan. Sistem energi dunia yang ada sekarang telah dibangun, selama hampir
satu abad, dengan berdasar (atau merujuk) pada aneka keunggulan sumber daya
fosil. Sumber daya fosil adalah sumber daya bahan bakar. Karena itu, semua
teknologi dan mesin pengonversi sumber daya bahan bakar menjadi aneka bahan
bakar bermutu tinggi, listrik, kalor, dan sebagainya, kini sudah tersedia. Industri
energi sangat butuh sumber daya terbarukan yang langsung sesuai dengan
teknologi dan mesin tersebut.
Misal, produksi timah kita terbilang cukup besar di dunia, tapi riset timah diserahkan
semua ke asosiasi negara-negara penghasil timah (International Tin Council/ITC) di
London. Mereka lakukan riset untuk memenuhi keinginan semua anggota, akibatnya
keinginan rata-rata yang disepakati, sehingga yang memiliki sumber besar tidak
akan bisa kebutuhan risetnya tidak bisa terpenuhi. Maka seharusnya yang memiliki
sumber daya besar harus melakukan riset sendiri, tapi tidak dilakukan. Hingga saat
cadangan timah sendiri mulai menipis, mereka mulai kebingungan mau dibuat
apalagi. Padahal, dalam kandungan timah masih ada kadar mineral lain. Itulah yang
sering jadi pertanyaan, kita memiliki sumber daya alam besar, kenapa harus
mengikuti kemauan orang lain?
Oleh karena itu, untuk setiap masalah yang krusial kita harus ngomong yang
benarnya bagaimana, dan kebijakan pemerintah harus ada dasar ilmu pengetahuan
dan teknologi (iptek), bukan kebijakan dibuat kemudian iptek disuruh mengikutinya.
Ini gila!
Hal ini akan terus terjadi dan terus membebani rakyat. Sampai kapan, bisa
jadi sampai harga BBM sama dengan harga pasar.
Penghematan bukan langkah yang strategis dalam mengatasi BBM dan
energi di dalam negeri karena dengan penghematan yang dilakukan
Pemerintah Indonesia tidak akan pernah menyelesaikan permasalahan
apalagi penghematannya tidak terlalu signifikan.
Apabila mau melihat lebih kritis antara untung rugi dengan adanya
penghematan ini maka bisa dilihat, dana yang dihemat sekitar Rp 7 triliun
tapi dampat dari penghematan tersebut dengan kenaikkan BBM melebihi
dari Rp 7 triliun.
https://www.rmol.co/read/2013/06/20/115245/Tujuh-Langkah-Menuntaskan-
Permasalahan-BBM-dan-Energi-
Kontinuitas Minyak
Cadangan dan produksi bahan bakar minyak bumi (fosil) di Indonesia mengalami penurunan
10% setiap tahunnya sedangkan tingkat konsumsi minyak rata-rata naik 6% per tahun.
Permasalahan yang terjadi di Indonesia saat ini yaitu produksi bahan bakar minyak bumi
tidak dapat mengimbangi besarnya konsumsi bahan bakar minyak, sehingga Indonesia
melakukan impor minyak untuk memenuhi kebutuhan energi bahan bakar minyak setiap
harinya. Hal ini dikarenakan tidak adanya perkembangan produksi pada kilang minyak dan
tidak ditemukannya sumur minyak baru.
Dalam pengelolaan sumber daya non-renewable, memang dibutuhkan suatu energi alternatif
yang terbarukan dan dapat menggantikan energi minyak bumi yang sudah semakin menipis
keberadaannya di indonesia. Namun ada beberapa kendala yang muncul akibat penggunaan
energi terbarukan. Menurut LEMHANNAS RI, hal pertama yang menjadi permasalahan
adalah belum tersedianya infrastruktur yang memadai dari produksi energi terbarukan karena
masih terkendala pendanaan dan kesinambungan dalam pengembangannya. Kedua,
dibutuhkannya langkah- langkah tepat dalam prosedur pelaksanaan dan pemanfaatan energi
terbarukan. Ketiga, bagaimana merubah paradigma dan pemikiran masyarakat dalam
mengurangi dan menggunakan energi dengan efektif dan hemat.