Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
TINJAUAN PUSTAKA
A. Uraian sampel
1. Klasifikasi
Alam : Tumbuhan
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Order : Liliales
Keluarga : Cactaceae
Genus : Pereskia
Spesies : P. sacharosa
Nama binomial : Pereskia sacharosa
2. Morfologi Daun Bilah
Pokok renek separa berkayu, bersaiz besar dan boleh tumbuh
sehingga 5 m tinggi sekiranya tidak dicantas. Batang berwarna hijau ketika
muda, bertukar coklat selepas matang, mempunyai 7 batang duri panjang,
halus sperti jarum yang keluar berhampiran tangkai daun. Daun tunggal,
susunan berpilin, bentuk bukur dengan hujung serta pangkalnya tirus,
pucuk muda berwarna kemerahan dan bertukar warna menjadi hijau,
permukaan berkilat, mudah bertunas. Bunga tunggal, bersaiz sederhana
besar, keluar di hujung dahan, banyak kelopak bersusun berlapis-lapis,
berwarna jingga, merah tua atau ungu. Buah sederhana besar, berbentuk
bulat rata di atasnya seakan buah teratai, hijau ketika muda, kuning setelah
tua, mengandungi beberapa biji hitam bersaiz sederhana besar.
3. Kandungan kimia
4. Kegunaan
Dapat mengobati: mulut/gusi bermasalah, perut kembung,
tenggorokan bermasalah, usus/lambung yang bermasalah, darah tinggi,
diabetes, kanker rahim, kanker usus besar, kanker hidung dan kanker
lainnya, ambein, pasca operasi, ginjal, anti racun, infeksi, reumatik ( 10
helai direbus, konsumsi 3 – 4 kali sehari ).
C. Metode Ekstraksi
1. Maserasi
Maserasi adalah proses penyarian dengan cara merendaman serbuk
dalam air atau pelarut organik sampai meresap yang akan melunakkan
susunan sel, sehingga zat-zat yang terkandung di dalamnya akan terlarut
(Mohamad Fajar, et.al. 2011: 56).
Istilah maserasi berasal dari bahasa latin ”macerare” yang artinya
mengairi, melunakkan, merupakan cara ekstraksi yang paling sederhana.
Bahan jamu yang dihaluskan sesuai dengan syarat farmakope (umumnya
terpotong-potong atau diserbuk kasarkan) disatukan dengan bahan ekstraksi.
Rendaman tersebut disimpan terlindungi dari cahaya langsung (mencegah
reaksi yang dikatalisis cahaya atau perubahan warna) dan dikocok kembali.
Waktu maserasi adalah berbedabeda, masing-masing farmakope
mancantumkan 4-10 hari. Namun pada umumnya 5 hari, setelah waktu
tersebut keseimbangan antara bahan yang diekstraksi pada bagian dalam sel
dengan luar sel telah tercapai. Pengocokan dilakukan agar cepat mendapat
kesetimbangan antara bahan yang diekstraksi dalam bagian sebelah dalam
sel dengan yang masuk ke dalam cairan. Keadaan diam tanpa pengocokan
selama maserasi menyebabkan turunnya perpindahan bahan aktif. Semakin
besar perbandingan jamu terhadap cairan ekstraksi, akan semakin baik hasil
yang diperoleh (Voight, 1994).
2. Perkolasi
3. Sokletasi
Ekstraksi dengan cara ini pada dasarnya ekstraksi secara
berkesinambungan. Cairan penyari dipanaskan sampai mendidih. Uap
penyari akan naik melalui pipa samping, kemudian diembunkan lagi oleh
pendingin tegak. Cairan penyari turun untuk menyari zat aktif dalam
simplisia. Selanjutnya bila cairan penyari mencapai sifon, maka seluruh
cairan akan turun ke labu alas bulat dan terjadi proses sirkulasi. Demikian
seterusnya sampai zat aktif yang terdapat dalam simplisia tersari seluruhnya
yang ditandai jernihnya cairan yang lewat pada tabung sifon (Dirjen POM,
1986).
Prosedur ekstraksi sokletasi
a. Menimbang simplisia kering dan telah dihaluskan lolos ayakan mesh 44
sebanyak kurang lebih 50 gram
b. Membungkus simplisia dengan kertas saring kemudian diikat dengan
tali atau ditutup kapas bebas lemak dan dimasukkan dalam tabung
soxhlet.
c. Memasang alat ekstraksi
d. Menambahkan pelarut yang digunakan
e. Melakukan ekstraksi sebanyak 7 kali sirkulasi selama 2 jam
f. Mengambil sampel yang berada dalam tabung soxhlet denga pinset
g. Melakukan ekstraksi sampai hampir semua pelarut masuk ke dalam
soxhlet, jangan sampai pelarut tumpah. Pelarut yang berada dalam
tabung soxhlet ditampung dalam botol agar dapat digunakan lagi untuk
ekstraksi berikutnya
h. Pelarut yang berada dalam labu, harus benar-benar teruapkan dengan
cara penyulingan hingga pelarut yang digunakan sudah kelihatan jernih.
i. Labu dipanaskan di dalam alat pemanas pada suhu 105-110oC selama 1
jam. Kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh berat
konstan
j. Untuk setiap variable pelarut dilakukan pengulangan 3 kali
(Darmawan, 2009: 285).
4. Refluks
Ekstraksi dengan cara ini pada dasarnya adalah ekstraksi
berkesinambungan. Bahan yang akan diekstraksi direndam dengan cairan
penyari dalam labu alas bulat yang dilengkapi dengan alat pendingin tegak,
lalu dipanaskan sampai mendidih. Cairan penyari akan menguap, uap
tersebut akan diembunkan dengan pendingin tegak dan akan kembali
menyari zat aktif dalam simplisia tersebut, demikian seterusnya. Ekstraksi
ini biasanya dilakukan 3 kali dan setiap kali diekstraksi selama 4 jam
(Rusdi, 2013).
5. Destilasi Uap
Metode yang banyak digunakan untuk memisahkan dan memurnikan
senyawa-senyawa organik dalam bentuk cair adalah dengan cara destilasi.
Terdapat tiga teknik destilasi, yang sering digunakan adalah destilasi
sederhana, destilasi uap, dan destilasi fraksi. Destilasi uap didasarkan pada
volatilitas dari beberapa senyawa organik terhadap uap yang terjadi pada
temperatur kurang dari 1000 C (Sastrohamidjojo, 2004 : 203-238).
Destilasi juga bisa dikatakan sebagai suatu metode pemisahan bahan
kimia berdasarkan perbedaan kecepatan atau kemudahan menguap.
Komponen yang memiliki titik didih lebih rendah akan menguap terlebih
dahulu (Wikipedia, 2008). Destilasi juga bisa dikatakan sebagai suatu
metode pemisahan bahan kimia berdasarkan perbedaan kecepatan atau
kemudahan menguap. Komponen yang memiliki titik didih lebih rendah
akan menguap terlebih dahulu (Wikipedia, 2008).
Destilasi uap adalah istilah yang secara umum digunakan untuk destilasi
campuran air dengan senyawa yang tidak larut dalam air, dengan
caramengalirkan uap air ke dalam campuran sehingga bagian yang dapat
menguap berubahmenjadi uap pada temperatur yang lebih renda (Anonim ).
Prinsip destilasi uap adalah melibatkan kodestilasi campuran air dan
senyawa organik yang mudah menguap dan tidak bercampur dengan air.
Salah satu keuntungan isolasi minyak atsiri dengan menggunakan destilasi
uap diantaranya penetrasi uap ke dalam sel-sel tanaman cukup baik dan
membagi uap lebih merata ke seluruh bagian ketel. Selama proses destilasi
berlangsung, uap air masuk menembus jaringan material dan melarutkan
sebagian minyak yang ada di dalam sel. Uap air menembus dengan cara
osmosis yang mengakibatkan pembengkakan membran dan akhirnya
minyak sampai pada permukaan. Kemudian minyak langsung diuapkan
bersama-sama dengan uap airyang berlangsung terus menerus sampai semua
minyak yang ada di dalam sel keluar
(http://www.pps.unud.ac.id/thesis/pdf_thesis/unud-156-1654965666-bab
%20ii.pdf ).
Bila cairan diwadahi dalam ruang tanpa tutup, cairan akan perlahan
menguap, dan akhirnya habis. Bila ruangnya memiliki tutup dan cairannya
terisolasi, molekulnya kehilangan energinya dengan tumbukan, dsb, dan
energi kinetic beberapa molekul menjadi demikian rendah sehingga molekul
tertarik dengan gaya antarmolekul pada permukaan cairan dan kembali
masuk ke cairan. Ini adalah kondensasi uap dalam deskripsi makroskopik
(Anonim, Minyak Atsiri. http://id.wikipedia.org/wiki/minyak-atsiri).
D. Ekstraksi Cair-Cair
Ekstraksi cair-cair merupakan cara pemisahan satu atau lebih senyawa
dengan menggunakan dua pelarut yang tidak saling bercampur di mana
senyawa tersebut akan terdistribusi diantara dua fase sesuai dengan derajat
kelarutannya sehingga masing-masing jenuh dengan perbandingan
konsentrasi tertentu dan terjadi pemisahan. Metode ekstraksi ini sering kali
disebut proses partisi dari “crude extract” atau ekstrak kasar sehingga
diperoleh sekumpulan senyawa kimia dengan tingkat polaritas yang
berbeda-beda (Rusdi, 2013: 10).
Penyarian merupakan proses pemisahan dimana suatu zat terbagi dalam
dua pelarut yang tidak bercampur. Kerap kali sebagai pelarut pertama adalah
air sedangkan sebagai pelarut kedua adalah pelarut organic yang tidak
bercampur dengan air. Dengan demikian ion anorganik atau senyawa
organik polar sebagian besar akan terdapat dalam fase organik. Hal ini yang
dikatakan “like dissolves like” yang berarti bahwa senyawa polar akan
mudah larut dalam pelarut polar dan sebaliknya. Dalam suatu larutan encer
actor kadar tidak mempengaruhi koefisien distribusinya (Rusdi, 2013: 10).
Jika suatu cairan ditambahkan ke dalam ekstrak cairan lain yang tidak
dapat bercampur dengan yang pertama, akan terbentuk dua lapisan. Satu
komponen dari campuran akan memiliki kelarutan ke dalam dua lapisan
tersebut (biasanya disebut fase) dan setelah beberapa waktu dicapai
kesetimbangan konsentrasi dalam kedua lapisan. Waktu diperlukan untuk
tercapainya keseimbangan biasanya dipersingkat oleh pencampuran kedua
fase tersebut dalam corong pisah (Rusdi, 2013: 10).
sebagai bagian dari sistem siklik. Alkaloid seringkali beracun bagi manusia
hanya sedikit yang berupa cairan ( misalnya nikotina pada suhu kamar ).
Prazat alkaloid yang paling umu adalah asam amino, meskipun sebenarnya
tumbuhan sekunder yang terbesar. Tidak ada satu pun istilah alkoloid yang
basa mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan
sebagai bagian dari sistem siklik. Alkoloid sering kali beracun bagi
tetapi hanya sedikit yang berupa cairan (misalnya nikotina) pada suhu
kamar .uji sederhana tetapi yang sama sekali tidak satu sempurna, untuk
alkoloid dalam daun atau buah segar adalah rasa pahitnya di lidah.
Misalnya, alkoloid kinina adalah zat yang dikenal paling pahit dan pada
alkoloid yang paling umum adalah asam amino, meski pun sebenarnya,
crocus musim gugur ) yang mengandung gugus basa sebagai gugus rantai
samping. Banyak sekali alkoloid yang khas pada suatu suku tumbuhan
Iodida). Endapan ini berbentuk amorf atau terdiri dari kristal dari berbagai
protein. sebagian dari protein akan membuat tidak larut dari bahan yang
asam encer (misalnya : Tartarat),larutan haus bebas dari protein dan siap
a. Alkaloid Sesungguhnya
b. Protoalkaloid
dimetiltriptamin.
c. Pseudoalkaloid
Senyawa biasanya bersifat basa. Ada dua seri alkaloid yang penting
dalam khas ini, yaitu alkaloid steroidal (contoh: konessin dan purin
(kaffein) (Teyler.V.E,1988).
Kalium iodide 2% dan diencerkan dengan air sampai 500 ml. untuk
2. Senyawa flavonoid
a. Flavonoid minor
1) Khalkon
Khalkon adalah pigmen fenol kuning yang berwarna coklat
kuat dengan sinar UV bila di kromatografi kertas; bila kertas diuapi
dengan uap amonia warna mungkin berubah menjadi jerau kuat,
walaupun beberapa khalkon tidak memberikan reaksi seperti. KLT
dapat dilakukan pada silika gel memakai dapar Natrium asetat dan
pengembang benzen : etil asetat : asam formiat (9:7:4)
2) Auron
Senyawa ini tampak pada kromatogram kertas berupoa
bercak kuning. Dengan sinar UV berwarna kuning kuat dan berubah
menjadi merah jingga bila diuapi amonia.
3) Flavonon
Beberapa flavon berwarna hijau-kuning atau biru muda pada
kertas bila disinari dengan sinar UV dan diuapi amonia. Pada plat
KLT dengan menyemprotkan pertama kali dengan memakai larutan
Natrium borohidrida (kira-kira 1%) dalam alkohol dan kemudian
disemprotkan lagi dengan larutan Natrium klorida dalam etanol.
4) Dihidrokhalkion
Dideteksi dengan menyemprot kertas dengan p-nitroanilina
yang terdiasotasi dan dengan AlCl3 dalam alkohol. Floridzin
menghasilkan warna merah jingga dengan pereaksi pertama dan
fluoresen kehijauan yang kuat dengan pereaksi kedua.
5) Isoflavon
Beberapa isoflavon memberikan warna biru muda cemerlang
dengan sinar UV bila diuapi dengan amoniak, tetapi kebanyakan
yang lain tampak sebagai bercak lembayung pudar yang dengan
amoniak berubah menjadi coklat pudar.
3. Senyawa Steroid
Steroid adalah suatu golongan senyawa triterpenoid yang
mengandung inti siklopentana perhidrofenantren yaitu dari tiga cincin
sikloheksana dan sebuah cincin siklopentana. Dahulu sering digunakan
sebagai hormon kelamin, asam empedu, dan sebagainya. Tetapi pada
tahun-tahun terakhir ini makin banyak senyawa steroid yang ditemukan
dalam jaringan tumbuhan. Tiga senyawa yang biasa disebut fitosterol
terdapat pada hampir setiap tumbuhan tinggi yaitu: sitosterol,
stigmasterol, dan kampesterol (Harborne, 1996).
Menurut asalnya senyawa steroid dibagi atas:
a. Zoosterol, yaitu steroid yang berasal dari hewan misalnya kolesterol
b. Fitosterol, yaitu steroid yang berasal dari tumbuhan misalnya
sitosterol dan stigmasterol
c. Mycosterol, yaitu steroid yang berasal dari fungi misalnya ergosterol
d. Marinesterol, yaitu steroid yang berasal dari organisme laut misalnya
spongesterol
Berdasarkan jumlah atom karbonnya, steroid terbagi atas:
a. Steroid dengan jumlah atom karbon 27, misalnya zimasterol
b. Steroid dengan jumlah atom karbon 28, misalnya ergosterol
c. Steroid dengan jumlah atom karbon 29, misalnya stigmasterol
4. Senyawa Tanin
Tanin terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh, dalam
angiospermae terdapat khusus dalam jaringan kayu. Menurut batasanya,
tanin dapat bereaksi dengan protein membentuk kepolumer mantap yang
tidak larut dalam air. Dalam industri, tanin adalah senyawa yang berasal
dari tumbuhan, yang mampu mengubah kulit hewan yang mentah
menjadi kulit siap pakai karena kemampuanya menyambung silang
protein.
Di dalam tumbuhan letak tanin terpisah dari protein dan enzim
sitoplasma, tetapi bila jaringan rusak, misalnya bila hewan memakanya,
maka reaksi penyamakan dapat terjadi. Reaksi ini menyebabkan protein
lebih sukar dicapai oleh cairan pencernaan hewan. Pada kenyataanya,
sebagian besar tumbuhan yang banyak bertanin dihindari oleh hewan
pemakan tumbuhan karena rasanya yang sepat. Kita menganggap salah
satu fungsi utama tanin dalam tumbuhan ialah sebagai penolak hewan
pemakan tumbuhan. Secara kimia terdapat dua jenis utama tanin yang
tersebar tidak merata dalam dunia tumbuhan. Tanin –terkondensasi
hampir terdapat semesta di dalam paku-pakuan dan gimnosperae, serta
tersebar luas dalam angiospermae, terutama pada jenis tumbuhan
berkayu. Sebaliknya, tanin yang terhidrolisiskan penyebaranya terbatas
pada tumbuhan berkeping dua (Harbrone.J.B,1987)
5. Senyawa Saponin
Saponin Saponin merupakan senyawa dalam bentuk glikosida yang
tersebar luas pada tumbuhan tingkat tinggi. Saponin membentuk larutan
koloidal dalam air dan membentuk busa yang mantap jika dikocok dan
tidak hilang dengan penambahan asam
F. Bioassay
1. Brine Shrimp Lethality Test (BST)
Brine Shrimp Lethality Test (BST) merupakan salah satu metode
skrining untuk menentukan ketoksikan suatu ekstrak ataupun senyawa.
Metode ini juga sering digunakan untuk bioassay dalam usaha mengisolasi
senyawa toksik tersebut dari ekstrak. Pertama kali metode ini digunakan
untuk menentukan keberadaan residu insektisida seperti DDT, Parathion,
Dieldrin, dan lain-lain, serta menentukan potensi senyawa anestetik.
Metode ini kemudian berkembang sebagai salah satu metode bioassay
dalam mengisolasi senyawa aktif yang terdapat dalam suatu ekstrak
tanaman, karena metode ini ternyata peka, cepat, sederhana, dan dapat
diulang tanpa terjadi penyimpangan. Lebih jauh lagi bahwa bioassay ini
sering dikaitkan sebagai metode dalam isolasi senyawa antikanker dari
tumbuhan (Wahyuono, 1995).
Uji toksisitas dengan metode BST ini merupakan uji toksisitas akut
di mana efek toksik dari suatu senyawa ditentukan dalam waktu singkat,
yaitu rentang waktu selama 24 jam setelah pemberian dosis uji. Metode ini
menggunakan larva Artemia salina sebagai hewan coba.
Brine Shrimp Lethality test (BST) merupakan salah satu metode
untuk menguji bahan-bahan yang bersifat sitotoksik. Metode ini
menggunakan larva Artemia salina sebagai hewan coba. Uji toksisitas
dengan metode BST ini merupakan uji toksisitas akut dimana efek toksik
dari suatu senyawa ditentukan dalam waktu singkat setelah pemberian
dosis uji. Prosedurnya dengan menentukan nilai LC50 dari aktivitas
komponen aktif tanaman terhadap larva Artemia salina. Suatu ekstrak
dikatakan aktif sebagai antikanker berdasarkan metode BST jika harga
LC50 < 1000 μg/ ml. Penelitian Carballo dkk menunjukkan adanya
hubungan yang konsisten antara sitotoksisitas dan letalitas pada ekstrak
tanaman. Metode BST dapat dipercaya untuk menguji aktivitas toksikologi
dari bahan-bahan alami (Ramadhani, 2009).
2. KLT Bioautografi