Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Klasifikasi fraktur
a. Kerusakan pada Jaringan Keras Gigi dan Pulpa
charmelita clara siahaan,. pemeriksaan ekstra oral dan intra oral. universitas jenderal
soedirmanfakultas kedokteran dan ilmu-ilmu kesehatan jurusan kedokteran gigi 2012.
2. Pemeriksaan fraktur mandibula dan maksila
a. Mandibula
Pada penderita trauma dengan fraktur mandibula harus diperhatikan adanya
kemungkinan obstruksi jalan nafas yang bisa diakibatkan karena fraktur mandibula
itu sendiri ataupun akibat perdarahan intraoral yang menyebabkan aspirasi darah.4
Setelah dilakukan primary survey dan kondisi penderita stabil, dapat dilanjutkan
dengan pemeriksaan secondary survey meliputi: 1. Anamnesis, pada anamnesis
keluhan subyektif berkaitan dengan fraktur mandibula dicurigai dari adanya nyeri,
pembengkakan oklusi abnormal, mati rasa pada distribusi saraf mentalis,
pembengkakan, memar, perdarahan dari soket gigi, gigi yang fraktur atau tanggal,
trismus, ketidakmampuan mengunyah. Selain itu keluhan biasanya disertai riwayat
trauma seperti kecelakaan lalu lintas, kekerasan, terjatuh, kecelakaan olah raga
ataupun riwayat penyakit patologis. 2. Pemeriksaan klinis meliputi; A. pemeriksaan
klinis pasien secara umum: pada umumnya trauma maksilofasial dapat diketahui
keberadaannya pada 12 pemeriksaan awal atau primary survey atau pemeriksaan
sekunder atau secondary survey. 4 Pemeriksaan saluran nafas merupakan suatu hal
penting karena trauma dapat saja menyebabkan gangguan jalan nafas. Penyumbatan
dapat disebabkan oleh lidah terjatuhnya lidah ke arah belakang, dapat pula oleh
tertutupnya saluran nafas akibat adanya lendir, darah, muntahan dan benda asing.
B. pemeriksaan lokal fraktur mandibula, antara; a. pemeriksaan klinis ekstraoral,
tampak diatas tempat terjadinya fraktur biasanya terjadi ekimosis dan
pembengkakan. Sering pula terjadi laserasi jaringan lunak dan bisa terlihat jelas
deformasi dari kontur mandibula yang bertulang. Jika terjadi perpindahan tempat
dari fragmen-fragmen pasien tidak bisa menutup geligi anterior dan mulut
menggantung kendur dan terbuka. Pasien sering kelihatan menyangga rahang
bawah dengan tangan. Dapat pula air ludah bercampur darah menetes dari sudut
mulut pasien. Palpasi lembut dengan ujung-ujung jari dilakukan terhadap daerah
kondilus pada kedua sisi, kemudian diteruskan kesepanjang perbatasan bawah
mandibula. Bagian-bagian melunak harus ditemukan pada daerah-daerah fraktur,
demikian pula terjadnya perubahan kontur dan krepitasi tulang. b. pemeriksaan
klinis intraoral, setiap serpihan gigi yang patah harus dikeluarkan dari mulut. Sulkus
bukal diperiksa adanya ekimosis dan kemudian sulkus lingual. Hematoma didalam
sulkus lingual akibat trauma rahang bawah hampir selalu patognomonik fraktur
mandibular.
Robert E. Lincoln. Pratical Diagnosis and Management of Mandibular and
Dentoalveolar Fracture in Facial Plastic, Reconstructive and Trauma Surgery. 2004.
P.597-627
b. Maksila
Diagnosis Pemeriksaan klinis selalu diperlukan, serta pemeriksaan computed
tomography (CT) scan. Saat evaluasi klinis menunjukkan adanya fraktur, penting
juga untuk melakukan pemeriksaan yang berhubungan dengan fungsi.7 1.
Pemeriksaan penglihatan Pemeriksaan yang teliti dan terarah pada orbita sebaiknya
dilakukan pada pasien mengalami trauma pada maksilofasial.6 Penting juga untuk
memeriksa pergerakan bola mata sebagai petunjuk adanya otot ekstraokular yang
terperangkap (dan/atau trauma saraf).7 2. Pemeriksaan nervus kranial Nervus
kranial sebaiknya diperiksa, termasuk fungsi nervus yang mempengaruhi mata
(nervus kranial II,III,IV dan VI), nervus trigeminal pada semua bagian dan terutama
fungsi nervus wajah, tidak hanya untuk dokumentasi tetapi juga untuk
kemungkinan dekompresi nervus jika diperlukan.7,12 3. Palpasi bimanual Fraktur
Le Fort biasanya dievaluasi dengan memeriksa pergerakan relatif dari os maksila
dengan kranium. Arkus maksila anterior dipegang dan digoyang, dengan tangan
yang lain di dahi. Jika ada pergerakan relatif arkus maksila dan maksila terhadap os
frontal, fraktur Le Fort dapat dicurigai. Level pergerakan mungkin sulit dideteksi,
tetapi CT scan akan memperkirakannya.7 4. Radiografi Radiografi konvensional
kurang ideal. Radiografi konvensional secara frekuen gagal untuk memberikan
informasi yang detail mengenai sifat dan luas fraktur dasar tengkorak, trauma
dinding orbita, fraktur pterigoid plate, fraktur sagital maksila dan prosesus condylar
mandibular. CT scan adalah investigasi diagnostik utama dengan multiplanar dan
rekonstruksi 3D. 13 CT scan memberikan manfaat untuk evaluasi tulang dan
memberikan informasi detail tentang alur fraktur. CT scan juga memberikan
informasi tentang jaringan lunak termasuk perluasan edema, adanya benda asing,
hematom retrobulbar dan terjepitnya otot ekstraokular.
Dewi Yuri Lestari, Al Hafiz2, Effy Huriyati,. 2018. Diagnosis dan Penatalaksanaan
Fraktur Le Fort I-II disertai Fraktur Palatoalveolar Sederhana. Fk Unand
marisa edyans, hreriandi sutadi., 2006. Perawatan Fraktur Ellis kelas II akibat trauma pada gigi
insisif sentral atas permanen anak laki.laki usia 9 tahun. Departemen ilmu kesehatan gigi anak
fakultas kedokteran gigi universitas lndonesia
b. Gigi direndam dalam media penyimpanan (HBSS, susu, salin, atau saliva).
9. Komplikasi reimplatasi
Komplikasi seriusnya adalah berupa kerusakan periodontium atau yang paling
sering adalah ankilosis dengan resorpsi yang parah. Oleh karena itu, pemeriksaan
lanjutan jangka panjang sangat perlu dilakukan. Jika problemnya terus berkembang,
pencabutan merupakan indikasi dari kasus tersebut.
Walton RE. Torabinejad M. 2003. Prinsip&Praktik Ilmu Endodonsia, Edisi Ketiga.
EGC. jakarta