Вы находитесь на странице: 1из 30

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian


4.1.1 Gambaran umum
RSUD Ulin Banjarmasin beralamat di Jalan Jendral A. Yani Km 1
No. 43 Banjarmasin. RSUD Ulin berdiri di atas lahan seluas 63.920
m2 dan luas bangunan 55.000 m2, dengan batas wilayah yaitu :
sebelah utara berbatasan dengan Jalan Veteran, sebelah Timur
berbatasan dengan Jalan Simpang Ulin dan RSGM, sebelah Selatan
berbatasan dengan Jalan Jendral A.Yani.

RSUD Ulin Banjarmasin adalah Rumah Sakit Umum dengan


klasifikasi Kelas A yang berada di Kota Banjarmasin Kalimantan
Selatan yang berfungsi : Rumah Sakit yang memberikan pelayanan
spesialis dan sub spesialis, sebagai Rumah Sakit Pusat Rujukan
Provinsi Kalimantan Selatan, juga banyak menerima rujukan dari
Provinsi Kalimantan Tengah, dan RSUD Ulin Banjarmasin
merupakan Rumah Sakit Pendidikan bagi tenaga kesehatan dan juga
sebagai lahan praktik untuk mahasiswa khususnya tenaga kesehatan.

RSUD Ulin merupakan rumah sakit yang ditetapkan oleh


Kementerian Kesehatan sebagai Pusat Rujukan Provinsi yang
menerima rujukan dari rumah sakit Kabupaten/Kota di Wilayah
Kalimantan Selatan maupun Provinsi terdekat yaitu Kalimantan
Tengah dan Kalimantan Timur. Di samping itu, juga menerima
rujukan balik bagi klien yang dirujuk ke RS di Wilayah Jawa untuk
kasus – kasus sulit yang tidak bisa ditangani di RSUD Ulin (Sumber
data : Humas RSUD Ulin Banjarmasin, 2018).

59
60

4.1.2 Sejarah berdirinya RSUD Ulin Banjarmasin


RSUD Ulin Banjarmasin berdiri sejak tahun 1943, renovasi rumah
sakit ini pertama kali pada tahun 1985, bangunan kayu ulin diganti
dengan konstruksi beton. Tahun 1997 dibangun Ruang Paviliun
Aster, kemudian direnovasi lagi dan dibangun bersama Poliklinik
Rawat Jalan dan Ruang Rawat Inap Aster tahun 2002. Sejak itu
RSUD Ulin Banjarmasin terus mengalami berbagai kemajuan fisik
secara bertahap sampai pada kondisi sekarang.

4.1.3 Sejarah perkembangan RSUD Ulin Banjarmasin


RSUD Ulin Banjarmasin merupakan rumah sakit pusat rujukan di
Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur.
Saat ini sebagai Lembaga Teknis Daerah Provinsi Kalimantan
Selatan klasifikasi Kelas A ditetapkan sebagai PPK Badan Layanan
Umum Daerah (BLUD) bertahap melalui Keputusan Gubernur
Kalimantan Selatan No.188.44/0456/Kum/2007 tanggal 27
Desember Tahun 2007. PPK-BLUD penuh melalui Keputusan
Gubernur Kalimantan Selatan No.188.44/0456/Kum/2009. Sebagai
RS-BLUD, RSUD Ulin Banjarmasin mempunyai tugas utama
melaksanakan “Pelayanan Medik, Pendidikan Kesehatan, Penelitian
dan Pengabdian Masyarakat”. Adapun tujuannya adalah
terselenggaranya pelayanan Upaya Kesehatan Perorangan (UKP)
secara efektif dan efisien melalui pelayanan kuratif dan rehabilitatif
yang dilaksanakan secara terpadu dengan pelayanan preventif dan
promotif serta pelayanan rujukan, pendidikan, pelatihan dan
penelitian – pengembangan (Sumber data : Humas RSUD Ulin
Banjarmasin, 2018).

4.1.4 Visi dan misi RSUD Ulin Banjarmasin


Visi dan misi RSUD Ulin Banjarmasin yaitu “Terwujudnya
Pelayanan Rumah Sakit yang Profesional dan Mampu Bersaing di
Masyarakat Ekonomi ASEAN, Mengutamakan Mutu Pelayanan,
61

Pendidikan dan Penelitian serta Keselamatan Klien”. Maksud kata


profesional adalah rumah sakit mampu menunjukkan sikap atau
perilaku SDM (Sumber Daya Masyarakat) yang dipekerjakannya
dalam memberikan pelayanan mencerminkan knowledge, skills dan
behaviour. Maksud kata mampu bersaing di masyarakat ekonomi
ASEAN adalah RSUD Ulin Banjarmasin memiliki kesetaraan
kedudukan dan kemampuan dengan negara – negara ASEAN,
dengan misi sebagai berikut :
4.1.4.1 Menyelenggarakan pelayanan terakreditasi paripurna yang
berorientasi pada kebutuhan dan keselamatan klien,
bermutu serta terjangkau oleh seluruh masyarakat.
4.1.4.2 Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan, penelitian
dan pengembangan sub spesialis sesuai kebutuhan
pelayanan kesehatan, kemajuan ilmu pengetahuan dan
penapisan teknologi kedokteran.
4.1.4.3 Menyelenggarakan manajemen rumah sakit dengan kaidah
bisnis yang sehat, terbuka, efisien, efektif, akuntabel sesuai
ketentuan perundang – undangan yang berlaku.
4.1.4.4 Menyiapkan SDM, sarana pra sarana dan peralatannya
untuk mampu bersaing dalam era pasar bebas ASEAN.
4.1.4.5 Mengelola dan mengembangkan SDM sesuai dengan
kebutuhan pelayanan dan kemampuan rumah sakit.

4.1.5 Sejarah Ruang Tulip 1B (Ortopedi)


Ruang Rawat Inap Tulip 1B adalah salah satu ruang rawat inap yang
khusus memberikan pelayanan perawatan ortopedi. Ruang Tulip
atau Ruang Ortopedi menangani berbagai kelainan dan perlukaan
system muskuloskeletal. Ruang Tulip memiliki tujuan yaitu
tercapainya kesehatan yang optimal sesuai standar RSUD Ulin
Banjarmasin. Ruang Tulip memiliki tenaga kesehatan sebanyak 15
orang, yang terdiri dari 3 orang dokter dan 12 orang perawat.
62

Visi Ruang Tulip yaitu menjadi ruang ortopedi yang profesional dan
bermutu dalam pelayanan, sedangkan misi ruang Tulip antara lain:
4.1.5.1 Memberikan pelayanan terintegrasi sesuai standar
4.1.5.2 Meningkatkan sumber daya manusia melalui peningkatan
pendidikan dan pengetahuan sesuai dengan kebutuhan.
4.1.5.3 Meningkatkan dan melengkapi sarana dan pra sarana
penunjang dalam pelayanan.

4.2 Hasil Penelitian


4.2.1 Karakteristik responden
Adapun karakteristik responden pada penelitian ini dapat dilihat
pada tabel berikut ini:
4.2.1.1 Karakteristik responden berdasarkan umur

Tabel 4.1 Distribusi frekuensi responden berdasarkan


umur di RSUD Ulin Banjarmasin
Kelompok Kelompok
Range Of Range Of Kelompok
No. Umur Motion Motion Kontrol
(ROM) Aktif (ROM) Pasif
F % F % F %
1. 20 – 28 1 14,3 3 42,9 3 42,9
tahun
2. 29 – 37 4 57,1 - - 1 14,3
tahun
3. 38 – 46 1 14,3 - - 2 28,6
tahun
4. 47 – 55 - - 3 42,9 - -
tahun
5. 56 – 64 1 14,3 1 14,3 1 14,3
tahun
Jumlah 7 100 7 100 7 100

Dari tabel 4.1 dapat dilihat karakteristik dari 21 responden


penelitian yang terdiri dari 7 orang pada kelompok Range
Of Motion (ROM) aktif, 7 orang pada kelompok Range Of
Motion (ROM) pasif dan 7 orang pada kelompok kontrol.
Proporsi responden berdasarkan umur, pada kelompok
Range Of Motion (ROM) aktif 14,3% responden berumur
63

20 – 28 tahun, 57,1% responden berumur 29 – 37 tahun,


14,3% responden berumur 38 – 46 tahun dan 14,3%
responden berumur 56 – 64 tahun. Kemudian pada
kelompok Range Of Motion (ROM) pasif 42,9% responden
berumur 20 – 28 tahun, 42,9% responden berumur 47 – 55
tahun, dan 14,3% responden berumur 56 – 64 tahun.
Sedangkan pada kelompok kontrol 42,9% responden
berumur 20 - 28 tahun, 14,3% responden berumur 29 – 37
tahun, 28,6% responden berumur 38 – 46 tahun, dan 14,3%
responden berumur 56 – 64 tahun.
4.2.1.2 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin

Tabel 4.2 Distribusi frekuensi responden berdasarkan


jenis kelamin di RSUD Ulin Banjarmasin
Kelompok
Kelompok
Range Of
Range Of Kelompok
Jenis Motion
No. Motion Kontrol
Kelamin (ROM)
(ROM) Pasif
Aktif
F % F % F %
1. Laki – Laki 5 71,4 5 71,4% 5 71,4
2. Perempuan 2 28,6 2 28,6% 2 28,6
Jumlah 7 100 7 100 7 100

Dari tabel 4.2 dapat dilihat bahwa dari 21 responden,


jumlah jenis kelamin responden terbesar pada kelompok
Range Of Motion (ROM) Aktif adalah laki – laki sebanyak
5 orang (71,4%), dan jumlah jenis kelamin kelompok
Range Of Motion (ROM) pasif adalah laki – laki sebanyak
5 orang (71,4%). Sedangkan jumlah jenis kelamin kontrol
adalah laki –laki juga sebanyak 5 orang (71,4%).
64

4.2.2 Analisis univariat


Analisa univariat digunakan untuk mengetahui karakteristik setiap
variabel yang akan diteliti.
4.2.2.1 Identifikasi kekuatan otot pada kelompok Range of Motion
(ROM) aktif pada pasien post operasi fraktur ekstremitas di
RSUD Ulin Banjarmasin

Tabel 4.3 Kekuatan otot responden pada pengukuran


pre test - post test pada kelompok Range Of
Motion (ROM) aktif di RSUD Ulin
Banjarmasin
Pre Test Post Test
No.
Kekuatan Otot Kekuatan Otot
Responden
1. 3 4
2. 2 4
3. 1 2
4. 2 3
5. 2 3
6. 1 3
7. 2 3
Rata - rata 1,86 3,14

Berdasarkan pada tabel 4.3 dapat diketahui bahwa skala


kekuatan otot yaitu 0 = tidak ada, 1 = sisa, 2 = buruk, 3 =
sedang, 4 = baik, 5 = normal. Sehingga dapat dilihat
sebagian besar responden sebelum pemberian latihan
Range Of Motion (ROM) aktif dengan nilai sisa 2
responden (28,6%), nilai buruk 4 responden (57,1%), nilai
sedang 1 responden (14,3%). Kemudian sebagian besar
responden sesudah pemberian latihan Range Of Motion
(ROM) aktif dengan nilai buruk 1 responden (14,3%), nilai
sedang 4 responden (57,1%), nilai baik 2 responden
(28,6%).
4.2.2.2 Identifikasi kekuatan otot pada kelompok Range Of Motion
(ROM) pasif pada pasien post operasi fraktur ekstremitas di
RSUD Ulin Banjarmasin
65

Tabel 4.4 Kekuatan otot responden pada pengukuran


pre test - post test pada kelompok Range Of
Motion (ROM) Pasif di RSUD Ulin
Banjarmasin
Pre Test Post Test
No. Responden
Kekuatan Otot Kekuatan Otot
1. 2 2
2. 1 2
3. 0 1
4. 1 1
5. 1 1
6. 2 2
7. 2 3
Rata - rata 1,28 1,71

Berdasarkan pada tabel 4.4 dapat diketahui bahwa skala


kekuatan otot yaitu 0 = tidak ada, 1 = sisa, 2 = buruk, 3 =
sedang, 4 = baik, 5 = normal. Sehingga dapat dilihat
sebagian besar responden sebelum pemberian latihan
Range Of Motion (ROM) pasif dengan nilai tidak ada 1
responden (14,3%), nilai sisa 3 responden (42,9%), nilai
buruk 3 responden (42,9%) Kemudian sebagian besar
responden sesudah pemberian latihan Range Of Motion
(ROM) pasif dengan nilai sisa 3 responden (42,9%), nilai
buruk 3 responden (42,9%), nilai sedang 1 responden
(14,3%).
4.2.2.3 Identifikasi kekuatan otot pada kelompok kontrol tanpa
pemberian latihan Range Of Motion (ROM) pada pasien
post operasi fraktur ekstremitas di RSUD Ulin Banjarmasin
66

Tabel 4.5 Kekuatan otot responden pada pengukuran


pre test - post test pada kelompok kontrol di
RSUD Ulin Banjarmasin
Pre Test Post Test
No. Responden
Kekuatan Otot Kekuatan Otot
1. 1 1
2. 1 1
3. 1 1
4. 1 1
5. 0 0
6. 2 2
7. 1 2
Rata - rata 1,00 1,14

Berdasarkan pada tabel 4.5 dapat diketahui bahwa nilai


skala kekuatan otot yaitu 0 = tidak ada, 1 = sisa, 2 = buruk,
3 = sedang, 4 = baik, dan 5 = normal. Sehingga dapat dilihat
sebagian besar responden sebelum yang tidak diberikan
latihan Range Of Motion (ROM) dengan nilai tidak ada 1
responden (14,3%), nilai sisa 5 responden (71,4%), nilai
buruk 2 responden (28,6%). Kemudian sebagian besar
responden sesudah yang tidak diberikan latihan Range Of
Motion (ROM) dengan nilai tidak ada 1 responden (14,3%),
nilai sisa 4 responden (57,1%), nilai buruk 2 responden
(28,6%).

4.2.3 Analisis bivariat


Sebelum analisa bivariat, dilakukan uji normalitas untuk
menentukan uji yang akan dilakukan baik pada kelompok perlakuan
yang diberikan latihan Range Of Motion (ROM) aktif dan pasif,
maupun pada kelompok kontrol yang tidak diberikan latihan ROM.
Dan didapatkan nilai signifikansi lebih besar dari taraf signifikansi
(α = 0,05). Dapat disimpulkan bahwa sebaran nilai pada kelompok
aktif, pasif, dan kontrol tersebut berdistribusi normal, sehingga uji
parametrik Paired Sample T-Test dapat digunakan.
67

Tabel 4.6 Analisa kekuatan otot pre test dan post test pada
kelompok Range Of Motion (ROM) aktif
Kekuatan otot pada
Range Of Motion Mean SD Signifikan n (2-tailed)
(ROM) aktif
Pre Test 1,86 0,690

Post Test 3,14 0,690 0,000

Tabel 4.6 pada kelompok Range Of Motion (ROM) aktif


menunjukkan nilai rerata kekuatan otot sebelum pemberian latihan
Range Of Motion (ROM) aktif adalah 1,86 dengan standar deviasi
0,690. Sedangkan setelah pemberian latihan Range Of Motion
(ROM) aktif didapat rerata kekuatan otot 3,14 dengan standar
deviasi 0,690. Terlihat nilai perbedaan rerata kekuatan otot sebelum
dan sesudah pemberian latihan Range of Motion (ROM) aktif. Hasil
uji statistik Paired T-Test dengan derajat keperayaan 95%
menunjukkan nilai ρ = 0,000 < nilai α (0,05). Maka, hipotesis Ho
ditolak, dengan demikian dapat disimpulkan ada perbedaan
kekuatan otot pasien post operasi fraktur ekstremitas sebelum dan
sesudah latihan Range Of Motion (ROM) aktif di RSUD Ulin
Banjarmasin.

Tabel 4.7 Analisa kekuatan otot pre test dan post test pada
kelompok Range Of Motion (ROM) pasif
Kekuatan otot pada
Range Of Motion Mean SD Signifikan n (2-tailed)
(ROM) pasif
Pre Test 1,28 0,75593

Post Test 1,71 0,75593 0,078

Tabel 4.7 pada kelompok Range Of Motion (ROM) pasif


menunjukkan nilai rerata kekuatan otot sebelum pemberian latihan
Range Of Motion (ROM) pasif adalah 1,28 dengan standar deviasi
0,75593. Sedangkan setelah pemberian latihan Range Of Motion
(ROM) pasif didapat rerata kekuatan otot adalah 1,71 dengan standar
68

deviasi 0,75593. Terlihat nilai ada perbedaan rerata kekuatan otot


sebelum dan sesudah pemberian latihan Range Of Motion (ROM)
pasif. Hasil uji statistik Paired T-Test dengan derajat keperayaan
95% menunjukkan nilai ρ = 0,078 > nilai α (0,05). Maka hipotesis
Ho diterima, dengan demikian dapat disimpulkan tidak terdapat
perbedaan kekuatan otot pasien post operasi fraktur ekstremitas
sebelum dan sesudah latihan Range Of Motion (ROM) pasif di
RSUD Ulin Banjarmasin.

Tabel 4.8 Analisa kekuatan otot pre test dan post test pada
kelompok kontrol
Kekuatan otot kelompok
Mean SD Signifikan n (2-tailed)
kontrol
Pre Test 1,00 0,81650

Post Test 1,14 0,69007 0,356

Tabel 4.8 pada kelompok kontrol menunjukkan nilai rerata kekuatan


otot pengukuran pertama (pre test) adalah 1,00 dengan standar
deviasi 0,81650. Sedangkan, setelah pengukuran kedua (post test)
didapat rerata kekuatan otot 1,14 dengan standar 0,69007. Terlihat
ada nilai perbedaan rerata kekuatan otot pada pengukuran pertama
dan pengukuran kedua. Hasil uji statistik Paired T-Test dengan
derajat keperayaan 95%menunjukkan nilai ρ = 0,356 > nilai α (0,05).
Maka, Ho diterima, dengan demikian dapat disimpulkan tidak
terdapat perbedaan kekuatan otot pasien post operasi fraktur
ekstremitas sebelum dan sesudah pada kelompok kontrol di RSUD
Ulin Banjarmasin.
69

Tabel 4.9 Perbedaan kekuatan otot pada kelompok Range Of


Motion (ROM) aktif dan pasif
Pre Post
Pre Post
Test Test Rentang No. Rentang
No. % Test Test %
aktif aktif aktif pasif
Pasif pasif
1. 3 4 1 11,1 1. 2 2 0 0
2. 2 4 2 22,2 2. 1 2 1 33,3
3. 1 2 1 11,1 3. 0 1 1 33,3
4. 2 3 1 11,1 4. 1 1 0 0
5. 2 3 1 11,1 5. 1 1 0 0
6. 1 3 2 22,2 6. 2 2 0 0
7. 2 3 1 11,1 7. 2 3 1 33,3
Rata- Rata-
1,86 3,14 1,28 100 1,28 1,71 0,42 100
rata rata

Tabel 4.9 hasil analisis peningkatan kekuatan otot pada kelompok


Range Of Motion (ROM) aktif, dan kelompok Range Of Motion
(ROM) pasif dengan menggunakan uji statistik diperoleh nilai ρ =
0,009 < α (0,05). Maka hipotesis HO ditolak, dengan demikian dapat
disimpulkan ada perbedaan antara kelompok Range Of Motion
(ROM) aktif dan kelompok Range Of Motion (ROM) pasif terhadap
peningkatan kekuatan otot pada pasien post operasi fraktur
ekstremitas di RSUD Ulin Banjarmasin.

Tabel 4.10 Perbedaan kekuatan otot pada kelompok Range Of


Motion (ROM) aktif dan kelompok kontrol
Pre Post
Pre Post
Test Test Rentang Rentang
No. % No. Test Test %
aktif aktif aktif kontrol
kontrol kontrol

1. 3 4 1 11,1 1. 1 1 0 0
2. 2 4 2 222 2. 1 1 0 0
3. 1 2 1 11,1 3. 1 1 0 0
4. 2 3 1 22,2 4. 1 1 0 0
5. 2 3 1 11,1 5. 0 0 0 0
6. 1 3 2 22,2 6. 2 2 0 0
7. 2 3 1 11,1 7. 1 2 1 100
Rata- Rata-
1,86 3,14 1,28 100 1,00 1,14 0,14 100
rata Rata

Tabel 4.10 hasil analisis peningkatan kekuatan otot pada kelompok


Range Of Motion (ROM) aktif, dan kelompok kontrol dengan
70

menggunakan uji statistik diperoleh nilai ρ = 0,000 < α (0,05). Maka


hipotesis HO ditolak, dengan demikian dapat disimpulkan ada
perbedaan antara kelompok Range Of Motion (ROM) aktif dan
kelompok kontrol terhadap peningkatan kekuatan otot pada pasien
post operasi fraktur ekstremitas di RSUD Ulin Banjarmasin.

Tabel 4.11 Perbedaan kekuatan otot pada kelompok Range Of


Motion (ROM) pasif dan kelompok kontrol
Pre Post
Rentang Pre Test Post Test Rentang
No. Test Test % No. %
pasif kontrol kontrol kontrol
Pasif pasif

1. 2 2 0 0 1 1. 1 0 0
2. 1 2 1 33,3 1 2. 1 0 0
3. 0 1 1 33,3 1 3. 1 0 0
4. 1 1 0 0 1 4. 1 0 0
5. 1 1 0 0 0 5. 0 0 0
6. 2 2 0 0 2 6. 2 0 0
7. 2 3 1 33,3 1 7. 2 1 100
Rata- Rata-
1,28 1,71 0,42 100 1,00 1,14 0,14 100
rata rata

Tabel 4.11 hasil analisis peningkatan kekuatan otot pada kelompok


Range Of Motion (ROM) pasif, dan kelompok kontrol dengan
menggunakan uji statistik diperoleh nilai ρ = 0,271 > α (0,05). Maka
hipotesis HO diterima, dengan demikian dapat disimpulkan tidak
terdapat perbedaan antara kelompok Range Of Motion (ROM) pasif
dan kelompok kontrol terhadap peningkatan kekuatan otot pada
pasien post operasi fraktur ekstremitas di RSUD Ulin Banjarmasin.

4.3 Pembahasan
4.3.1 Kekuatan otot pasien post operasi fraktur ekstremitas sebelum dan
sesudah latihan Range of Motion (ROM) aktif di RSUD Ulin
Banjarmasin
Berdasarkan pada tabel 4.1 dan tabel 4.2 dapat dilihat bahwa dari 7
orang responden sebagai kelompok pemberian Range Of Motion
(ROM) aktif paling banyak responden dengan jenis kelamin laki –
laki (71,4%) dan berada pada rentang usia 29 - 37 tahun (57,1%).
71

Kemudian dari 7 responden yang terpilih sebagai kelompok


pemberian Range Of Motion (ROM) pasif paling banyak responden
dengan jenis kelamin laki - laki (71,4%) dan berada pada rentang
usia 20 – 28 tahun (42,9%) serta 47 – 55 tahun (42,9%). Serta dilihat
juga bahwa dari 7 responden yang terpilih sebagai kelompok kontrol
(tidak diberikan latihan ROM) paling banyak responden dengan
jenis kelamin laki - laki (71,4%) dan berada pada rentang usia 20–
28 tahun (42,9%).

Pada jenis kelamin, beberapa kasus laki – laki lebih banyak


mengalami kecelakaan yang menyebabkan fraktur daripada
perempuan. Pada umumnya laki – laki lebih aktif dan lebih banyak
melakukan aktivitas daripada perempuan. Misalnya aktivitas di luar
rumah untuk bekerja sehingga mempunyai risiko lebih tinggi
mengalami cedera pada laki – laki dibandingkan perempuan (Debby,
2017).

Pada umur kebanyakan berusia produktif. Penelitian ini sejalan


dengan teori Aukerman (2008), yang menyebutkan bahwa fraktur
sebagian besar terjadi pada usia produktif antara 25-65 tahun karena
banyak aktifitas sehingga peluang terjadi trauma lebih besar
(Mintarsih, 2015).

Berdasarkan pada tabel 4.3 dapat dilihat sebelum diberi latihan


Range Of Motion (ROM) aktif dengan skala kekuatan otot 1 yaitu
2 responden (28,6%), skala kekuatan otot 2 yaitu 4 responden
(57,1%), skala kekuatan otot 3 yaitu 1 responden (14,3%).
Kemudian sebagian besar responden sesudah diberi latihan Range
Of Motion (ROM) aktif skala kekuatan otot meningkat dengan skala
kekuatan otot 2 yaitu 1 responden (14,3%), skala kekuatan otot 3
yaitu 4 responden (57,1%), skala kekuatan otot 4 yaitu 2 responden
(28,6%).
72

Berdasarkan asumsi peneliti, skala kekuatan otot sebelum dan


sesudah diberikan latihan Range Of Motion (ROM) aktif didapatkan
peningkatan skala kekuatan otot pada setiap responden. Hal ini
disebabkan karena latihan Range Of Motion (ROM) aktif untuk
melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara
menggunakan otot-ototnya secara aktif, Kemudian adanya
pengurangan dari nyeri dan oedema pada bagian fraktur ekstremitas
serta adanya keberanian dari pasien untuk menggerakkan atau
mengkontraksikan anggota tubuh yang cidera. Dengan
berkurangnya nyeri maka kemampuan pasien untuk menggerakkan
anggota yang sakit akan meningkat. Dengan motor unit yang banyak
terangsang maka semakin banyak serabut-serabut otot yang ikut
berkontraksi sehingga kekuatan otot meningkat. beberapa faktor
yang mempengaruhi pada peningkatan kekuatan otot pada jenis
kelamin laki- laki lebih meningkat dibandingkan perempuan karena
adanya hormon testosteron dan perbedaan maximal musculur power,
dan dari faktor motivasi pasien yang memiliki motivasi kuat untuk
sembuh.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan


oleh Aulia (2017) latihan Range Of Motion (ROM) aktif dapat
digunakan untuk meningkatkan kekuatan otot karena berpengaruh
terhadap otot, gerakan ini memaksa otot untuk melawannya,
sehingga bergerak untuk melawan gerakan tersebut dan secara tidak
langsung kekuatan otot akan meningkat.

Hal ini sesuai teori yang diungkapkan oleh Astrand (1986) kekuatan
otot setelah pubertas pada laki-laki lebih tinggi dibandingkan pada
perempuan. Perbedaan ini disebabkan karena laki-laki ada
pertambahan sekresi horman testosteron, yang berhubungan dengan
bertambahnya massa otot (Pramesthi, 2011).
73

Berdasarkan pada tabel 4.6 dapat dilihat nilai rerata kekuatan otot
sebelum dan sesudah diberikan latihan Range Of Motion (ROM)
aktif mempunyai nilai signifikan ρ(0,000) <α(0,05) artinya dapat di
tarik kesimpulan bahwa HO ditolak, ini berarti ada perbedaan
kekuatan otot pasien post operasi fraktur ekstremitas sebelum dan
sesudah latihan Range Of Motion (ROM) aktif di RSUD Ulin
Banjarmasin.

Hal ini sesuai dengan teori-teori yang ada, salah satu diantaranya
yang diungkapkan oleh Potter dan Perry (2006) yaitu teori rentang
gerak sendi, yang mana teori ini menyatakan bahwa dengan adanya
latihan rentang gerak sendi, hematoma akan mengalami organisasi
terbentuk benang-benang fibrin dalam jendela darah sehingga
membentuk jaringan untuk invasi fibroblas dan osteoblas. Fibroblas
dan osteoklas (berkembang dari osteosit, sel endotel dan sel
periosteum) akan menghasilkan kolagen sebagai matriks kolagen
pada patahan tulang. Terbentuk jaringan ikat fibrosa dan tulang
rawan (osteoid). Tulang yang sedang aktif tumbuh menunjukkan
potensial elektronegatif, oleh karenanya kekuatan otot akan
meningkat atau bahkan menjadi normal.

Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Kun Ika Nur Rahayu
(2013) menunjukkan bahwa nilai rata-rata kekuatan otot sebelum
dan sesudah dilakukan latihan Range Of Motion (ROM) pada pasien
stroke menjadi berubah atau meningkat, karena latihan ini dapat
menimbulkan rangsangan sehingga meningkatkan aktivitas dari
kimiawi neuromuskuler dan muskuler. Rangsangan melalui
neuromuskuler akan meningkatkan rangsangan pada serat saraf otot
ekstremitas terutama saraf parasimpatis yang merangsang untuk
produksi asetilcholin, sehingga mengakibatkan kontraksi.
Mekanisme melalui muskulus terutama otot polos ekstremitas akan
meningkatkan metabolism pada metakonderia untuk menghasilkan
74

ATP yang dimanfaatkan oleh otot ekstremitas sebagai energi untuk


kontraksi dan meningkatkan tonus otot polos ekstremitas.

Berdasarkan uraian yang diatas bahwa Range Of Motion (ROM)


aktif mengalami perubahan yang signifikan dalam meningkatkan
kekuatan otot pasien karena latihan gerak sendi mempercepat proses
penyembuhan tulang sehingga kekatan otot akan meningkat atau
normal.

4.3.2 Kekuatan otot pasien post operasi fraktur ekstremitas sebelum dan
sesudah latihan Range Of Motion (ROM) pasif di RSUD Ulin
Banjarmasin
Berdasarkan pada tabel 4.4 dapat dilihat sebelum diberi latihan
Range Of Motion (ROM) pasif dengan skala kekuatan otot 0 yaitu
1 responden (14,3%), skala kekuatan otot 1 yaitu 3 responden
(42,9%), skala kekuatan otot 2 yaitu 3 responden (42,9%).
Kemudian sebagian besar responden sesudah diberi latihan Range
Of Motion (ROM) pasif dengan skala kekuatan otot 1 yaitu 3
responden (42,9%), skala kekuatan otot 2 yaitu 3 responden
(42,9%), skala kekuatan otot 3 yaitu 1 responden (14,3%).

Berdasarkan asumsi peneliti, skala kekuatan otot sebelum dan


sesudah diberikan latihan Range Of Motion (ROM) pasif didapatkan
skala kekuatan otot ada yang mengalami peningkatan dan ada yang
tidak mengalami peningkatan, di karenakan responden yang
mengalami peningkatan dipengaruhi oleh jenis fraktur jika jenis
fraktur ringan maka kekuatan otot akan bisa meningkat jika
diberikan latihan walaupun tidak terlalu signifikan seperti latihan
Range Of Motion (ROM) aktif karena latihan Range Of Motion
(ROM) pasif untuk fleksibilitas sendi dengan meregangkan semua
otot dari masing-masing sendi secara maksimal dengan bantuan
perawat. Kemudian skala kekuatan otot tetap tidak ada peningkatan
75

hal ini dapat disebabkan oleh faktor umur semakin tua seseorang
maka semakin menurun kekuatan otot, dan jenis fraktur bisa juga
mempengaruhi kekuatan otot yang menetap hal ini disebakan fraktur
ekstremitas bawah gangguan mobilasi akan lebih berat
dibandingkan ekstremitas atas.

Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Anggariani (2015)


yang mengungkapkan dari hasil penelitiannya usia mempengaruhi
sistem tubuh termasuk musculoskeletal. Semakin bertambah usia
maka fungsi muskuloskeletal akan semakin berkurang. Pada usia 60
tahun kehilangan total adalah 10-20% dari kekuatan otot yang
dimiliki pada usia 30 tahun. Kekuatan statis dan dinamis otot
berkurang 5% setelah usia 45 tahun. Sedangkan daya tahan otot akan
berkurang 1% tiap tubuhnya. Komposisi otot berubah sepanjang
waktu manakala miofibril digantikan oleh lemak, kolagen dan
jaringan parut. Aliran darah ke otot berkurang sejalan dengan
menuanya seseorang, diikuti dengan berkurangnya jumlah nutrient
dan energy yang tersedia untuk otot sehingga kekuatan otot
berkurang. Hasil penelitian ini didukung oleh Ririn Purwanti (2013)
yang menyatakan usia produktif 20-55 tahun memiliki fleksibilitas
yang baik. Pada usia dewasa tua fleksibilitas cenderung mengalami
penurunan pada tingkat aktivitas dan kekuatan otot, sehingga dapat
menurunkan rentang gerak sendi.

Kemudian hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian lain yang


dilakukan oleh Seviya Gani Maisyaroh (2015) menyatakan bahwa
lokasi fraktur bisa menjadi penentu beratnya gangguan mobilitas
yang dialami oleh pasien. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
paling banyak pasien mengalami fraktur pada bagian ekstremitas
bawah. Ketika seseorang mengalami fraktur pada bagian ekstremitas
bawah maka gangguan mobilisasi yang dialami akan lebih besar
dibandingkan dengan seseorang yang mengalami fraktur pada
76

bagian ekstremitas atas dan lebih ringan dari pasien yang mengalami
fraktur multiple. dalam penelitiannya setelah pembedahan pasien
dengan fraktur akan mengalami penurunan kemampuan mobilisasi.

Berdasarkan pada tabel 4.9 dapat dilihat nilai rerata kekuatan otot
sebelum dan sesudah diberikan latihan Range Of Motion (ROM)
pasif mempunyai nilai signifikan ρ(0,078) >α(0,05) yang artinya
tidak terdapat perbedaan kekuatan otot pasien post operasi fraktur
ekstremitas sebelum dan sesudah latihan Range Of Motion (ROM)
pasif di RSUD Ulin Banjarmasin.

Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian anggita (2015)


tentang pengaruh latihan ROM terhadap gerak sendi ekstremitas atas
pada pasien post operasi fraktur humerus menunjukan bahwa ada
peningkatan derajat sendi 100-250. Hasil penelitian lain oleh Zainal
Abidin (2013) Terapi latihan yang digunakan untuk meningkatkan
lingkup gerak sendi berupa force passive movement yang
merangsang dengan perubahan panjang otot pada saat terjadi
kontraksi otot.

Hal ini sesuai dengan teori-teori yang diungkapkan oleh Setiawati


(2008) bahwa gerakan merangsang propioseptif dengan perubahan
panjang otot pada saat terjadi kontraksi otot, darah akan mengalir ke
jaringan tubuh sehingga pada sendi terjadi pertambahan nutrisi
makanan dan zat atau enzim yang mencegah timbulnya perlengketan
jaringan pada daerah sekitar sendi, maka lingkup gerak sendi akan
bertambah.

Berdasarkan uraian diatas bahwa Range Of Motion (ROM) pasif


tidak mengalami banyak peningkatan kekuatan otot karena gerakan
hanya untuk mempertahankan kekuatan otot dan fleksibilitas sendi.
77

4.3.3 Kekuatan otot pasien post operasi fraktur ekstremitas sebelum dan
sesudah pada kelompok kontrol di RSUD Ulin Banjarmasin
Berdasarkan pada tabel 4.5 dapat dilihat yang tidak diberi latihan
Range Of Motion (ROM) dengan skala kekuatan otot 0 yaitu 1
responden (14,3%), skala kekuatan otot 1 yaitu 5 responden
(71,4%), skala kekuatan otot 2 yaitu 2 responden (28,6%).
Kemudian sebagian besar responden sesudah yang tidak diberikan
latihan Range Of Motion (ROM) dengan skala kekuatan otot 0 yaitu
1 responden (14,3%), skala kekuatan otot 1 yaitu 4 responden
(57,1%), skala kekuatan otot 2 yaitu 2 responden (28,6%).

Berdasarkan asumsi peneliti, skala kekuatan otot sebelum dan


sesudah yang tidak diberikan latihan Range Of Motion (ROM)
didapatkan skala kekuatan otot pada setiap responden ada yang
meningkat dan tetap. Hal ini disebabkan tidak mengalami
peningkatan kekuatan otot karena otot tidak dilatih sehingga
kemampuan otot berkurang atau tetap. Tetapi kemampuan otot
mulai kembali tanpa dilakukan Range Of Motion (ROM) sesuai
dengan tahap penyembuhan tulang.

Hasil ini didukung oleh penelitian Indriana (2008) yang


mengungkapkan Adanya oedema akan dapat menekan nociceptor
sehingga merangsang timbulnya nyeri. Nyeri juga timbul karena
adanya luka sayatan pada saat operasi yang dapat menyebabkan
ujung-ujung saraf sensoris teriritasi sehingga penderita enggan
untuk menggerakkan daerah yang sakit. Keadaan ini apabila
dibiarkan terus menerus akan menimbulkan spasme otot dan terjadi
penurunan lingkup gerak sendi (LGS) yang lama kelamaan akan
mengakibatkan terjadinya penurunan kekuatan otot diikuti dengan
penurunan aktivitas fungsional.
78

Dari tabel tabel 4.8 dapat dilihat nilai rerata kekuatan otot sebelum
dan sesudah yang tidak diberikan latihan Range Of Motion (ROM)
mempunyai nilai signifikan ρ(0,0356) >α(0,05) yang artinya tidak
terdapat perbedaan kekuatan otot pasien post operasi fraktur
ekstremitas sebelum dan sesudah pada kelompok kontrol di RSUD
Ulin Banjarmasin.

Adanya oedema akan dapat menekan nociceptor sehingga


merangsang timbulnya nyeri. Nyeri juga timbul karena adanya luka
sayatan pada saat operasi yang dapat menyebabkan ujung-ujung
saraf sensoris teriritasi sehingga penderita enggan untuk
menggerakkan daerah yang sakit. Keadaan ini apabila dibiarkan
terus menerus akan menimbulkan spasme otot dan terjadi penurunan
lingkup gerak sendi (LGS) yang lama kelamaan akan mengakibatkan
terjadinya penurunan kekuatan otot diikuti dengan penurunan
aktivitas fungsional (Zainal, 2013).

Hal ini sesuai dengan teori- teori yang ada diungkapkan oleh kneale
(2011) bahwa sendi yang tidak bergerak dalam interval yang reguler
akan kaku dan akhirnya terjadi kontraktur sendi karena ligamen dan
tendon tidak teregang, melainkan menjadi lebih keras, berkontraksi,
dan kurang elastis. Bila otot tidak digunakan maka otot tersebut akan
kehilangan kemampuan untuk berkontraksi dan berkurang
ukurannya.

Berdasarkan uraian diatas kelompok kontrol tidak mengalami


peningkatan kekuatan otot karena otot tidak dilatih sehingga
kemampuan otot berkurang atau tetap.
79

4.3.4 Perbedaan perubahan kekuatan otot antara kelompok perlakuan


(Range Of Motion (ROM) aktif serta pasif) dan kelompok kontrol
pada pasien post operasi fraktur ekstremitas di RSUD Ulin
Banjarmasin.
Berdasarkan tabel 4.9 dapat dilihat nilai rentang rata-rata Range Of
Motion (ROM) aktif 1,28 sedangkan nilai rentang rata-rata Range Of
Motion (ROM) pasif 0,42, sehingga kekuatan otot pada kelompok
aktif, dan pasif diperoleh nilai ρ = 0,009 < α (0,05). Artinya dapat
di tarik kesimpulan bahwa HO ditolak, ini berarti ada perbedaan
antara kelompok Range Of Motion (ROM) aktif dan kelompok
Range Of Motion (ROM) pasif terhadap peningkatan kekuatan otot
pada pasien post operasi fraktur ekstremitas.

Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan


oleh Murtaqib (2013) mendapatkan bahwa adanya perbedaan
rentang gerak sendi fleksi dan ekstensi pada Range Of Motion
(ROM) pasif dan aktif pada penderita stroke. Range Of Motion
(ROM) pasif lebih memberikan peningkatan sudut rentang gerak
dari aktif, karena Range Of Motion (ROM) pasif dihasilkan oleh
kekuatan eksternal ketika otot-otot tidak bisa berkontraksi secara
voluenter untuk melakukan pergerakan, maka latihan ini
membutuhkan bantuan perawat untuk menggerakkan setiap
persendian sehingga mencapai rentang gerak penuh dan
meregangangkan semua otot dari masing-masing sendi secara
maksimal.

Hal ini sesuai dengan teori- teori yang ada diungkapkan oleh Reese
(2009) yaitu tujuan dari Range Of Motion (ROM) pasif untuk
mempertahankan kelenturan sendi tetapi tidak meningkatkan
kekuatan otot dan mencegah demineralisasi tulang karena tidak
terjadi kontraksi volunter otot, tekanan pada tulang dan
pemanjangan masa otot, kekuatan otot 50% dan tujuan Range Of
80

Motion (ROM) aktif untuk meningkatkan kekuatan otot, mencegah


demineralisasi tulang dan mempertahankan fungsi otot, kekuatan
otot 75%, selain itu juga bertujuan untuk membantu proses
pembelajaran motorik, setiap gerakan yang dilakukan yaitu secara
perlahan dan anggota gerak yang mengalami kelumpuhan ikut aktif
melakukan gerakan seoptimal mungkin dan sesuai kemampuan.

Sesuai dengan hasil penelitian yang didapat, bahwa ada perbedaan


antara kelompok Range Of Motion (ROM) aktif dan kelompok
Range Of Motion (ROM) pasif terhadap peningkatan kekuatan otot
pada pasien post operasi fraktur ekstremitas. Tentunya hasil ini juga
sesuai dengan teori yang terpapar di atas bahwa manfaat dari Range
Of Motion (ROM) pasif untuk mempertahankan kelenturan sendi
tidak meningkatkan kekuatan otot karena pasien dalam melakukan
gerakan harus dibantu oleh perawat sehingga gerakan yang
dilakukan terbatas sebaliknya untuk Range Of Motion (ROM) aktif
bermanfaat untuk meningkatkan kekuatan otot karena pasiennya
sendiri yang berusaha melakukan gerakan tersebut sedangkan
perawat hanya mengawasi proses pelaksanaan gerakan ROM.

Berdasarkan tabel 4.10 dapat dilihat nilai rentang rata-rata Range Of


Motion (ROM) aktif 1,28 sedangkan nilai rentang rata-rata
kelompok kontrol 0,14 sehingga kekuatan otot pada kelompok aktif,
dan kontrol diperoleh nilai ρ = 0,000 < α (0,05). Artinya dapat di
tarik kesimpulan bahwa H0 ditolak, ini berarti ada perbedaan antara
kelompok Range Of Motion (ROM) aktif dan kelompok kontrol
terhadap peningkatan kekuatan otot pada pasien post operasi fraktur
ekstremitas.

Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian (Olivia 2013) bahwa


peningkatan nilai kekuatan otot disebabkan karena adanya
pengurangan nyeri dan oedema pada pergelangan kaki kanannya
81

serta adanya keberanian dari pasien untuk menggerakkan atau


mengkontraksikan anggota tubuh yang cidera. Dengan
berkurangnya nyeri maka kemampuan pasien untuk menggerakkan
anggota yang sakit akan meningkat. dengan motor unit yang banyak
terangsang maka semakin banyak serabut-serabut otot yang ikut
berkontraksi sehingga kekuatan otot meningkat.

Hal ini sesuai dengan teori faktor-faktor mempengaruhi kekuatan


otot menurut Nanda (2017) faktor psikologis mempengaruhi
kekuatan otot dengan motivasi yang kuat dari responden agar lebih
cepat dalam peningkatan kekuatan otot. Keberhasilan pemberian
Range Of Motion (ROM) aktif sangat dipengaruhi oleh tingkat
kekuatan otot motorik pasien dan peran aktif pasien dalam mengikuti
latihan Range Of Motion (ROM) aktif (Suarti, dkk. 2009). Kemudian
Semakin besar ukuran fibrilnya dan semakin banyak fibrilnya, otot
tersebut semakin besar sehingga kemampuannya pun semakin
bertambah (Sudjarwo).

Sedangkan untuk kelompok kontrol berdasarkan hasil penelitian


menurut M.Suhron (2015) mengatakan bahwa pasien yang tidak
diberikan latihan Range Of Motion (ROM) pada pasien stroke tidak
ada perbedaan kekuatan otot sebelum dan sesudah. Pasien tanpa
perlakuan latihan Range Of Motion (ROM) kekuatan otot tetap
bahkan menurun dibandingkan kelompok perlakuan, hal ini
disebabkan karena tidak ada kontraksi atau gerakan pada otot
sehingga kekuatan otot menurun atau tetap dan mengalami atropi.

Hal ini sesuai dengan teori yang ada yaitu Individu normal yang
mengalami tirah baring akan kehilangan kekuatan otot rata – rata 3%
per hari (atropi disuse). Imobilisasi juga dapat menurunkan kekuatan
otot 1% - 1,5% per hari dan 4% - 5% per minggu selama tirah baring,
82

bahkan penurunan kekuatan otot dapat mencapai 10% dalam


keadaan tirah baring total (Serrano, 2011).

Sesuai dengan hasil penelitian yang didapat, bahwa ada perbedaan


antara kelompok Range Of Motion (ROM) aktif dan kelompok
kontrol terhadap peningkatan kekuatan otot pada pasien post operasi
fraktur ekstremitas yaitu Range Of Motion (ROM) aktif mengalami
peningkatan kekuatan otot karena pasien secara aktif melakukan
gerakan tersebut secara bertahap dengan motivasi yang kuat dari
pihak keluarga akan menambah keinginan untuk cepat sembuh
sehingga dengan latihan yang teratur maka akan mempercepat
proses penyembuhan dan meningkatkan kekuatan otot dibandingkan
dengan kelompok kontrol yang sedikit mengalami peningkatan
kekuatan otot, karena apabila pasien tidak mendapatkan latihan
untuk melatih ototnya agar terus berkontraksi dan ototnya dibiarkan
saja maka otot akan mengalami penurunan atau tetap.

Berdasarkan tabel 4.11 dapat dilihat nilai rentang rata-rata Range Of


Motion (ROM) pasif 0,42 sedangkan nilai rentang rata-rata
kelompok kontrol 0,14 sehingga kekuatan otot pada kelompok pasif,
dan kontrol diperoleh nilai ρ = 0,271 > α (0,05). Artinya dapat di
tarik kesimpulan bahwa H0 diterima, ini berarti tidak terdapat
perbedaan antara kelompok Range Of Motion (ROM) pasif dan
kelompok kontrol terhadap peningkatan kekuatan otot pada pasien
post operasi fraktur ekstremitas.

Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Debby (2017) dalam


penelitiannya mengatakan pada kekuatan otot, usia merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi kekuatan otot sebagai dampak
proses penuaan dapat mengakibatkan penurunan massa otot dan
kekuatan maksimal otot. Massa otot dan kekuatan maksimal otot
dapat mengalami penurunan sampai 50% diantara usia 20-50 tahun.
83

Perubahan tersebut terjadi karena adanya perubahan aktivitas,


penurunan sirkulasi, penyakit kardiovaskuler, dan masalah nutrisi.
Selain itu juga disebabkan oleh adanya trauma langsung pada sistem
musculoskletal yang menyebabkan terjadinya fraktur, dan adanya
perasaan nyeri akibat adanya incisi (luka operasi) didaerah paha
tempat fraktur terjadi . setelah pembedahan nyeri terasa sangat berat,
edema, hematom, dan spasma otot, sehingga hal ini dapat berdampak
terjadi ganguan pada kontraksi dan relaksasi otot hal inilah yang
menyebabkan pasien yang mendapat jenis fraktur yang lebih dari
satu kekuatan ototnya menetap.

Hasil penelitian didukung oleh penelitian Reni (2014) yang


menyatakan bahwa latihan rentang gerak sendi pasif efektif harus
dilaksanakan dalam membantu mencegah terjadinya gangguan
fleksibilitas sendi karena hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
ada perbedaan derajat kelenturan sendi pada kelompok eksperimen
dibandingkan kelompok kontrol pada pasien fraktur femur terpasang
fiksasi interna.

Hasil penelitian didukung oleh penelitian Reni (2014) yang


menyatakan bahwa latihan rentang gerak sendi pasif efektif harus
dilaksanakan dalam membantu mencegah terjadinya gangguan
fleksibilitas sendi karena hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
ada perbedaan derajat kelenturan sendi pada kelompok eksperimen
dibandingkan kelompok kontrol pada pasien fraktur femur terpasang
fiksasi interna.

Sesuai dengan hasil penelitian yang didapat, bahwa ada perbedaan


antara kelompok Range Of Motion (ROM) pasif dan kelompok
kontrol terhadap peningkatan kekuatan otot pada pasien post operasi
fraktur ekstremitas yaitu Range Of Motion (ROM) pasif sedikit
mengalami peningkatan kekuatan otot karena pasien setidaknya
84

melakukan gerakan walaupun mendapatkan bantuan dari perawat


selain itu usia juga mempengaruhi kekuatan otot pasien, pasien yang
telah berusia lanjut atau para lansia biasanya akan mengalami
penurunan otot. sedangkan kelompok kontrol tidak mengalami
peningkatan kekuatan otot atau tetap karena tidak ada latihan
gerakan sama sekali.

Jadi berdasarkan uraian diatas maka faktor yang mempengaruhi


meningkatkan kekuatan otot salah satunya adalah faktor jenis
kelamin, usia, jenis fraktur yng dialami, serabut otot dan motivasi
dari pihak keluarga. Sedangkan dari ketiga jenis Range Of Motion
(ROM) yang telah dilaksanakan antara Range Of Motion (ROM)
aktif, Range Of Motion (ROM) pasif, dan kelompok kontrol yang
lebih dominan berdampak baik dalam proses meningkatkan
kekuatan otot pasien adalah Range Of Motion (ROM) aktif.
sedangkan untuk Range Of Motion (ROM) pasif hanya mengalami
sedikit peningkatan tetapi baik untuk fleksibelitas sendi sedangkan
kelompok kontrol tidak mengalami peningkatan atau tetap karena
otot tidak mengalami kontraksi.

4.4 Keterbatasan Penelitian


Dalam penelitian ini penulis menyadari bahwa banyak keterbatasan baik
keterbatasan tenaga maupun waktu dan dana memberikan kesulitan bagi
peneliti, sehingga pada penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan
diantaranya sebagai berikut :
4.4.1 Keterbatasan dari penelitian ini yaitu hanya menunggu sampel
karena pada tekhnik aksidental sampling siapa saja yang yang
bertemu dengan peneliti saat peneliti melakukan penelitian selama
satu bulan dan memenuhi kriteria yang telah ditentukan maka
menjadi bagian dari sampel sehingga untuk jumlah sampel tidak bisa
dimaksimalkan.
85

4.4.2 Beberapa responden yang bersedia, mengalami nyeri pada saat


proses pelaksanaan latihan ROM, sehingga ada fase istirahat
diantara proses latihan.

4.4.3 Pemberian latihan Range of Motion (ROM) terbatas oleh lama hari
rawat pasien fraktur yang menjalani prosedur operatif yang
ditentukan oleh pihak BPJS.

4.5 Implikasi Hasil Penelitian Dalam Keperawatan


4.5.1 Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pendidikan
keperawatan dan dapat menambah keberagaman pengetahuan dan
informasi dalam bidang keperawatan muskoluskletal.

4.5.2 Hasil penelitian ini juga dapat dijadikan dasar bagi penelitian lain
mengenai tata laksana mobilisasi dini pasien post operasi, khususnya
pada pasien dengan fraktur ekstremitas.

4.5.3 Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi


perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien fraktur
dengan melibatkan keluarga untuk lebih memotivasi responden agar
tidak terjadi kehilangan kekuatan otot maupun kontraktur akibat
imobilisasi post operasi.
BAB 5
PENUTUP

5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka simpulan yang
dapat diambil adalah sebagai berikut :
5.1.1 Dilakukan perlakuan Range Of Motion (ROM) aktif didapatkan nilai
signifikan ρ(0,000) <α=0,05 yang artinya.ada perbedaan kekuatan
otot sebelum dan sesudah latihan Range Of Motion (ROM) aktif.

5.1.2 Dilakukan perlakuan Range Of Motion (ROM) pasif didapatkan nilai


signifikan ρ(0,078) >α=0,05 yang artinya tidak terdapat perbedaan
kekuatan otot sebelum dan sesudah latihan Range Of Motion (ROM)
pasif.

5.1.3 Skala kekuatan otot sebelum dan sesudah pada kelompok kontrol
didapatkan nilai signifikan ρ(0,356) >α=0,05 yang artinya tidak
terdapat perbedaan kekuatan otot sebelum dan sesudah pada
kelompok kontrol.

5.1.4 Terdapat perbedaan antara kelompok Range Of Motion (ROM) aktif


dan kelompok Range Of Motion (ROM) pasif dengan nilai ρ(0,009)
<α=0,05, kemudian terdapat perbedaan antara kelompok Range Of
Motion (ROM) aktif dan kelompok kontrol dengan nilai ρ(0,000)
<α=0,05, sedangkan tidak ada perbedaan antara kelompok Range Of
Motion (ROM) pasif dan kelompok kontrol dengan nilai ρ(0,271)
>α=0,05.

86
87

5.1 Saran
5.1.1 Bagi responden
Responden diharapan agar melakukan mobilisasi salah satunya
latihan rentang gerak (ROM) karena bisa menjadi salah satu cara
untuk meningkatkan kekuatan otot dan mempercepat proses
penyembuhan pasien, respondenpun tidak perlu lagi khawatir dan
merasa takut untuk bergerak setelah pembedahan melihat manfaat
dari penelitian ini.

5.1.2 Bagi penelitian selanjutnya


Diharapkan meneliti lebih dalam tentang latihan ROM dalam
hubungannya meningkatkan kekuatan otot pasien yang melakukan
operasi, khususnya pada gangguan muskuloskeletal.

5.1.3 Bagi petugas kesehatan


Diharapkan memberikan penyuluhan kepada pasien dan keluarga
serta berperan aktif dalam pemberian mobilisasi dini post operasi
untuk mencegah kekakuan sendi dan kelemahan otot, terutama pada
pasien fraktur ekstremitas. dan dapat diterapkan menjadi salah satu
intervensi dalam asuhan keperawatan pada pasien pascabedah
dalam upaya untuk mempercepat penyembuhan pasien.
88

Вам также может понравиться