Вы находитесь на странице: 1из 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Konflik sudah menjadi bagian dari kehidupan manusia. Ketika orang memperebutkan
sebuah area, mereka tidak hanya memperebutkan sebidang tanah saja, namun juga sumber
daya alam seperti air dan hutan yang terkandung di dalamnya. Upreti (2006) menjelaskan
bahwa pada umunya orang berkompetisi untuk memperebutkan sumber daya alam karena
empat alasan utama. Pertama, karena sumber daya alam merupakan “interconnected space”
yang memungkinkan perilaku seseorang mampu mempengaruhi perilaku orang lain. Sumber
daya alam juga memiliki aspek “social space” yang menghasilkan hubungan-hubungan
tertentu diantara para pelaku. Selain itu sumber daya alam bisa menjadi langka atau hilang
sama sekali terkait dengan perubahan lingkungan, permintaan pasar dan distribusi yang tidak
merata. Yang terakhir, sumber daya alam pada derajat tertentu juga menjadi sebagai simbol
bagi orang atau kelompok tertentu.

Konflik merupakan kenyataan hidup, tidak terhindarkan dan sering bersifat kreatif.
Konflik terjadi ketika tujuan masyarakat tidak sejalan, berbagai perbedaan pendapat dan
konflik biasanya bisa diselesaikan tanpa kekerasaan, dan sering menghasilkan situasi yang
lebih baik bagi sebagian besar atau semua pihak yang terlibat (Fisher, 2001).

Dalam setiap kelompok social selalu ada benih-benih pertentangan antara individudan
individu, kelompok dan kelompok, individu atau kelompok dengan pemerintah. Pertentangan
ini biasanya berbentuk non fisik. Tetapi dapat berkembang menjadi benturan fisik,
kekerasaan dan tidak berbentuk kekerasaan. Konflik berasal dari kata kerja Latin, yaitu
configure yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu
proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak
berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkan atau membuatnya tidak berdaya.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apakah pengertian konflik sosial?

1.2.2 Apakah faktor-faktor penyebab konflik sosial?

1.2.3 Apa sajakah tanda-tanda adanya konflik sosial?

1.2.4 Apa sajakah bentuk-bentuk konflik sosial?

1
1.2.5 Apa sajakah dampak konflik sosial?

1.2.6 Bagaimana upaya penyelesaian konflik sosial?

1.2.7 Apa sajakah contoh konflik sosial dalam masyarakat?

1.2.8 Apakah landasan hukum penanganan konflik sosial di Indonesia?

1.3 Tujuan

1.3.1 Untuk mengetahui pengertian konflik sosial.

1.3.2 Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab konflik sosial.

1.3.3 Untuk mengetahui tanda-tanda adanya konflik sosial

1.3.4 Untuk mengetahui bentuk-bentuk konflik sosial.

1.3.5 Untuk mengetahui dampak konflik sosial.

1.3.6 Untuk mengetahui upaya penyelesaian konflik sosial.

1.3.7 Untuk mengetahui contoh konflik sosial dalam masyarakat.

1.3.8 Untuk mengetahui landasan hukum penanganan konflik sosial di Indonesia.

2
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Konflik Sosial

Menurut tinjauan etimologis, istilah konflik berasal dari bahasa Latin configere yang
berarti saling menghantam. Akan tetapi, pengertian tersebut masih sangat luas. Adapun
pendapat dari beberapa ahli sosiologi mengenai konflik sosial sebagai berikut.

1. Menurut pakar sosiologi Indonesia, Soerjono Soekanto dalam bukunya, Kamus


Sosiologi dijelaskan bahwa konflik sosial adalah pertentangan sosial yang bertujuan
untuk menguasai atau menghancurkan pihak lain atau proses pencapaian tujuan
dengan cara melemahkan pihak lawan tanpa memperhatikan norma dan nilai yang
berlaku.
2. Dr. Robert M.Z. Lawang, konflik adalah perjuangan untuk memperoleh nilai, status,
kekuasaan, di mana tujuan dari mereka yang berkonflik tidak hanya memperoleh
keuntungan, tetapi juga untuk menundukkan saingannya.
3. Hendropuspito, konflik adalah suatu proses yang dilakukan dua pihak dalam usahanya
menyingkirkan pihak lain dengan cara menghancurkan atau membuatnya tidak
berdaya.
4. Drs. Ariyono Suyono, konflik adalah proses keadaan di mana dua pihak berusaha
menggagalkan tercapainya tujuan masing-masing disebabkan adanya perbedaan
pendapat, nilai-nilai, ataupun tuntutan dari masing-masing pihak.
5. James W. Vander Zanden, konflik diartikan sebagai suatu pertentangan mengenai
nilai atau tuntutan hak atas kekayaan, kekuasaan, status atau wilayah tempat pihak
yang saling berhadapan bertujuan untuk menetralkan, merugikan, ataupun
menyisihkan lawan mereka.
6. Berstein, konflik merupakan suatu pertentangan atau perbedaan yang tidak dapat
dicegah. Lebih lanjut dijelaskan bahwa konflik terjadi pada setiap masyarakat dengan
skala besar maupun skala kecil. Selanjutnya, konflik dapat berpotensi memberikan
pengaruh-pengaruh yang positif maupun pengaruh-pengaruh yang negatif.
7. Menurut Gillin dan Gillin: Pengertian konflik menurut gillin dan gillin adalah bagian
dari proses sosial yang terjadi karena adanya perbedaan-perbedaan fisik, emosi,
kebudayaan, dan perilaku.

3
8. Menurut De Moor: Pengertian konflik menurut de moor adalah konflik yang terjadi
ika para anggotanya secara besar- besaran membiarkan diri dibimbing oleh tujuan
(nilai) yang bertentangan.
9. Menurut Lewis A. Coser: Pengertian konflik menurut Lewis A. Coser adalah sebuah
perjuangan mengenai nilai-nilai atau tuntutan atas status, kekuasaan, bermaksud untuk
menetralkan, mencederai, atau melenyapkan lawan.
10. Menurut Taquiri dalam Newstorm dan Davis (1997): Pengertian konflik menurut
Taquiri dalam Newstorm dan Davis adalah warisan kehidupan sosial yang boleh
berlaku dalam berbagai keadaan akibat daripada berbangkitnya keadaan
ketidaksetujuan, kontraversi dan pertentangan di antara dua pihak atau lebih pihak
secara berterusan
11. Menurut Minnery: Pengertian konflik menurut minnery adalah interaksi antara dua
atau lebih pihak yang satu sama lain berhubungan dan saling ketergantungan, namun
terpisahkan oleh perbedaan tujuan.

Berdasarkan pengertian dari para pakar tersebut dapat disimpulkan secara sederhana
bahwa konflik sosial adalah salah satu bentuk hubungan antarindividu ataupun
antarkelompok dalam masyarakat untuk mendapatkan sesuatu yang dihargai dan langka yang
diikuti dengan tindakan yang saling ancam serta menghancurkan.

2.2 Faktor-Faktor Penyebab Konflik Sosial

Konflik terjadi karena adanya perbedaan antara dua individu atau kelompok dalam
masyarakat. Menurut Morton Deutsch (1973), konflik timbul karena pola hubungan saling
ketergantungan yang negatif antara pihak yang berkonflik. Setiap konflik memiliki dimensi
kooperatif dan kompetitif sekaligus. Konflik dengan kadar kompetisi yang tinggi akan
mengakibatkan destruktif. Sementara itu, konflik dalam iklim kooperasi yang tinggi akan
mengakibatkan konstruktif.

Selain itu, faktor lain penyebab timbulnya konflik dalam masyarakat. Berikut ini
merupakan sebab-sebab terjadinya konflik dalam masyarakat.

1. Perbedaan pendirian dan keyakinan setiap orang yang menyebabkan konflik


antarindividu. Dalam hal ini, masing-masing pihak berusaha membinasakan lawan,
baik fisik maupun pikiran-pikiran dan ide yang tidak disetujuinya.

4
2. Perbedaan kebudayaan akan menimbulkan konflik antarindividu, bahkan
antarkelompok. Perbedaan kebudayaan memengaruhi pola pemikiran dan tingkah
laku perseorangan dalam kelompok kebudayaan yang bersangkutan.
3. Perbedaan kepentingan. Hal itu terjadi karena masing-masing pihak berusaha
mengejar tujuan untuk memenuhi kebutuhan masing-masing yang berbeda. Konflik
karena perbedaan kepentingan ini dalam rangka memperebutkan kesempatan dan
sarana.
4. Perubahan sosial yang cepat akan mengakibatkan disorganisasi dan perbedaan
pendirian.
5. Bentrokan antar kepentingan, antara lain karena masalah ekonomi, sosial, politik, dan
hukum.
6. Ketidakadilan dalam masyarakat.
7. Terkikisnya nilai-nilai kebersamaan dan keharmonisan.

Soerjono Soekanto juga menjelaskan penyebab konflik dalam masyarakat karena tiga
hal sebagai berikut.

1. Perbedaan antarindividu karena perasaan, pendirian, dan pendapat.


2. Bentrokan Kepentingan, baik ekonomi maupun politik.
3. Perubahan sosial dalam masyarakat dapat mengubah nilai sosial sehingga
menimbulkan perbedaan pendirian.

Dari berbagai sebab konflik tersebut, unsur perasaan memegang peran penting dalam
mempertajam perbedaan sehingga setiap pihak berusaha saling mengalahkan. Konflik yang
terjadi dalam masyarakat bisa berubah menjadi kekerasan apabila konflik sudah pada taraf
mencederai, menyebabkan matinya orang lain, dan menimbulkan kerusakan fisik atau barang
orang lain.

2.3 Tanda-Tanda Adanya Konflik Sosial

Dalam kehidupan bermasyarakat terkadang kita merasakan bahwa akan terjadi konflik
baik antarindividu, antarkelompok, atau individu dengan kelompok. Indikator yang diberikan
oleh Charles Lewis Taylor dan Michael C. Hudson untuk mengetahui apakah di masyarakat
sedang terjadi konflik atau tidak sebagai berikut.

1. Demonstrasi (A Protest Demonstration)

5
Demonstrasi adalah sejumlah orang yang tanpa menggunakan kekerasan
mengorganisasikan diri untuk melakukan protes. Pihak yang sering menjadi sasaran
demonstrasi adalah pemerintah, pengusaha, dan pimpinan. Contohnya adalah para
buruh pabrik berdemonstrasi agar perusahaan menghapuskan sistem outsourcing dan
memberikan gaji yang layak.
2. Kerusuhan (Riot)
Maksud dan tujuan kerusuhan hampir sama dengan demonstrasi. Hanya saja dalam
kerusuhan disertai dengan kekerasan fisik, kerusakan barang-barang, dan tindakan
anarkis. Perbedaan antara kerusuhan dan demonstrasi terletak pada sifatnya yang
spontan dan dipicu oleh suatu insiden atau perilaku kelompok yang kacau, sedangkan
demonstrasi sifatnya sudah direncanakan terlebih dahulu.
3. Serangan Senjata (Armed Attack)
Serangan senjata dapat dilakukan oleh kelompok sosial mana pun, baik oleh pihak
pemerintah atau aparat keamanan maupun oleh pihak nonpemerintah dengan tujuan
untuk melemahkan atau menghancurkan kelompok lain. Serangan fisik selalu
melibatkan kekerasan fisik, pertumpahan darah, atau perusakan barang-barang.
Perbedaan serangan bersenjata dengan kerusuhan terletak pada sifatnya yang
terorganisasi dan biasanya untuk kepentingan politik.
2.4 Bentuk-bentuk Konflik Sosial

Konflik sosial merupakan gejala sosial yang akan kita temui dalam kehidupan
bermasyarakat. Karakteristik manusia yang beragam baik pada ciri-ciri fisik, unsur-unsur
kebudayaan, emosi, pola-pola perilaku, gagasan, dan kepentingan maka konflik sosial yang
terjadi juga beragam macamnya. Secara garis besar, konflik dibedakan menjadi beberapa
bentuk sebagai berikut.

1. Berdasarkan Subjeknya yang Terlibat dalam Konflik


1) Konflik individual adalah konflik dalam masyarakat antara seorang individu
dengan individu lain. Contoh, konflik antarpelajar yang memperebutkan
tempat duduk.
2) Konflik kolektif adalah konflik yang melibatkan kelompok individu dengan
kelompok individu lain. Contoh, konflik antara Israel dan Palestina dalam
memperebutkan wilayah.
2. Berdasarkan Posisi Pihak-Pihak yang Terlibat dalam Konflik.

6
1) Konflik vertikal adalah konflik yang melibatkan dua pihak atau lebih yang
mempunyai kedudukan tidak sejajar, melainkan antara atasan dan bawahan
dalam suatu instansi. Contoh, konflik antara guru dengan murid.
2) Konflik horizontal adalah konflik antara dua pihak atau lebih yang keduanya
mempunyai strata yang sejajar bisa dalam satu lingkungan kerja (intern) bisa
juga antarlembaga (ekstern). Contoh, konflik antarpartai politik.
3. Berdasarkan Bidang-Bidang Kehidupan yang Menjadi Sumber Konflik
1) Konflik ideologi adalah konflik vertikal atau horizontal yang melibatkan dua
pihak atau lebih dengan inti permasalahan adanya perbedaan ideologi.
2) Konflik politik adalah aktivitas Individu atau kelompok Individu untuk
memperoleh kekuasaan, menjalankan kekuasaan, dan mempertahankan
kekuasaan.
3) Konflik ekonomi adalah konflik antara dua pihak atau lebih dalam bidang
ekonomi yang mencakup materi atau finansial. Meskipun demikian,
visualisasinya dapat berbentuk konflik-konflik politik atau konflik antarnegara
yang termasuk konflik pertahanan dan keamanan.
4) Konflik sosial budaya adalah konflik yang Inti permasalahannya menyangkut
bidang-bidang sosial dan budaya, misalnya menyangkut perbedaan ras,
struktur budaya.
5) Konflik pertahanan dan keamanan adalah konflik antar pemerintah atau
Negara yang memperebutkan wilayah kedaulatan dengan mengerahkan
prajurit atau tentara negara masing-masing.
4. Berdasarkan Akibat yang Ditimbulkan
1) Konflik sosial konstruktif adalah konflik sosial yang bersumber dari koreksi
atau kontrol sosial dari satu pihak terhadap pihak yang lain. Akan tetapi,
kontrol sosial ini bermaksud untuk meluruskan bentuk-bentuk penyimpangan
yang terjadi yang dilakukan pihak lain. Contoh, konflik antara penguasa
dengan para mahasiswa mengenai kebijakan-kebijakan yang tidak prorakyat.
2) Konflik sosial destruktif adalah konflik sosial antara dua pihak atau lebih yang
berakhir dengan kerusakan-kerusakan dan kondisi-kondisi sosial yang justru
makin buruk. Contoh, konflik Pemerintah Daerah Batam dengan para buruh
perusahaan yang menyebabkan rusaknya fasilitas-fasilitas Pemerintah Daerah.
5. Berdasarkan Ruang Lingkupnya

7
1) Konflik antarkelas adalah pertentangan antara dua kelas sosial. Konflik itu
terjadi umumnya dipicu oleh perbedaan kepentingan antara kedua golongan
tersebut. Misalnya, ketika krisis moneter melanda Indonesia, PHK (Pemutusan
Hubungan Kerja) terjadi di perusahaan-perusahaan sehingga mengakibatkan
banyak buruh yang di-PHK melakukan unjuk rasa.
2) Konflik antarkelompok adalah persaingan dalam mendapatkan mata
pencaharian hidup yarig sama atau karena pemaksaan unsur-unsur budaya
asing. Selain itu, karena ada pemaksaan agama, dominasi politik, atau adanya
konflik tradisional yang terpendam. Misalnya, hubungan antara golongan
mayoritas dan minoritas. Koalisi golongan minoritas mungkin dalam bentuk
sikap menerima, agresif, dan menghindari atau asimilasi.
3) Konflik Internasional merupakan pertentangan yang melibatkan beberapa
kelompok Negara (blok) karena perbedaan kepentingan. Banyak kasus
terjadinya konflik Internasional sebenarnya bermula dari konflik antara dua
Negara karena masalah politik atau ekonomi. Konflik berkembang menjadi
konflik internasional karena masing-masing pihak mencari kawan atau sekutu
yang memiliki kesamaan visi atau tujuan terhadap masalah yang
dipertentangkan. Tak jarang pertentangan ini mengakibatkan timbulnya perang
antarnegara Dengan demikian, terjadilah konflik internasional. Misalnya,
perebutan Blok Ambalat di perairan Laut Sulawesi antara Indonesia dengan
Malaysia. Wilayah ini diperebutkan karena kaya akan minyak bumi.

2.5 Dampak Konflik Sosial

Dalam karyanya yang berjudul Sosiologi, James W. Vander Zanden memaknai


konflik sebagai suatu pertentangan mengenal tuntutan hak atas kekayaan atau nilai,
kekuasaan, wilayah atau status, dan pihak-pihak yang terlibat di dalamnya bertujuan untuk
menetralkan ataupun menyisihkan lawan mereka. Konflik yang terjadi di dalam masyarakat
Juga memunculkan dampak positif maupun negatif. Adapun dampak konflik sosial tersebut
sebagai berikut.

1. Dampak Positif Konflik Sosial


1) Dapat memperjelas aspek-aspek kehidupan yang belum jelas atau belum
tuntas dipelajari.

8
2) Memungkinkan adanya penyesuaian kembali norma-norma dan nilai-nilai
serta hubungan sosial dalam kelompok bersangkutan sesuai dengan kebutuhan
individu atau kelompok.
3) Merupakan jalan mengurangi ketegangan antarindividu dan kelompok.
4) Merupakan jalan untuk mengurangi atau menekan pertentangan yang terjadi
dalam masyarakat.
5) Membantu menghidupkan kembali norma-norma lama dan menclptakan
norma-norma baru.
6) Dapat berfungsi sebagai sarana untuk mencapai keseimbangan antara
kekuatan-kekuatan dalam masyarakat.
2. Dampak Negatif yang Ditimbulkan oleh Konflik Sosial
1) Meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok (in group solidarity) yang
sedang mengalami konflik dengan kelompok lain.
2) Retaknya persatuan kelompok, hal ini terjadi apabila dalam suatu kelompok
terjadi pertentangan antarwarga.
3) Perubahan kepribadian individu karena konflik menyebabkan pribadi-pribadi
tertentu merasa tertekan sehingga mentalnya tersiksa.
4) Hancurnya harta benda dan jatuhnya korban manusia.
5) Akomodasi, dominasi, bahkan takluknya salah satu pihak, ini terjadi apabila
pihak-pihak yang berkonflik tidak seimbang, menyebabkan dominasi oleh satu
pihak terhadap pihak lawannya dan pihak yang kalah akan merasa takluk.

2.6 Upaya Penyelesaian Konflik

Konflik yang terjadi di dalam masyarakat harus segera diselesaikan. Apabila konflik
yang terjadi dibiarkan, kemungkinan akan terjadi tindak kekerasan atau hal-hal lain yang
tidak dikehendaki. Terdapat beberapa upaya penyelesaian konflik yang dapat dilakukan
sebagai berikut.

1. Toleransi (Tolerance)
Toleransi adalah suatu sikap di mana kedua belah pihak mempertahankan
pendiriannya masing-masing, tetapi bersedia menghormati pendirian pihak lain
sehingga tidak perlu menimbulkan permusuhan. Misalnya, toleransi antarumat
beragama.
2. Kompromi (Compromise)

9
Kompromi merupakan salah satu.bentuk akomodasi, di mana pihak-pihak yang
terlibat masing-masing mengurangi tuntutannya agar tercapai suatu penyelesaian
terhadap pertentangan yang ada. Sikap dasar yang dibutuhkan dalam kompromi
adalah kesediaan salah satu pihak yang terlibat untuk merasakan dan memahami
keadaan pihak lainnya. Contoh, kesepakatan antara Gubernur dengan warga yang
rumahnya akan digusur, dengan cara memberikan ganti rugi kepada warga tersebut.
3. Mediasi (Mediation)
Pada dasarnya yang dimaksud dengan mediasi adalah upaya penyelesaian pertikaian
oleh pihak ketiga, tetapi tidak diberikan keputusan yang mengikat. Pihak ketiga
adalah pihak netral dan kedudukannya hanya sebagai penasihat saja dan tidak
berwenang memberi keputusan untuk menyelesaikan perselisihan. Contoh
penyelesaian sengketa antara pemerintah Republik Indonesia dengan Gerakan Aceh
Merdeka (GAM) oleh Negara Finlandia sebagal mediator dengan melalui Perjanjian
Helsinki.
4. Gencatan Senjata (Cease Fire)
Gencatan senjata biasanya dilakukan pada konflik yang berskala besar melibatkan
banyak orang dan menggunakan senjata. Gencatan senjata adalah upaya penangguhan
permusuhan dalam jangka waktu tertentu guna melakukan suatu pekerjaan tertentu
yang tidak boleh diganggu. Misalnya, untuk merawat yang luka-luka, mengubur yang
meninggal, perundingan perdamaian, merayakan hari suci keagamaan.
5. Rekonsiliasi (Reconcillation)
Rekonsiliasi adalah usaha-usaha untuk menemukan keinginan-keinginan pihak-pihak
yang berselisih guna mendapatkan suatu persetujuan bersama. Rekonsiliasi sifatnya
lebih lunak dibandingkan dengan coercion dan membuka kesempatan kepada pihak-
pihak yang bersengketa untuk mengadakan asimilasi. Contoh, penyelesaian tentang
masalah penentuan UMR, kesejahteraan buruh, dan keselamatan kerja yang dilakukan
oleh perserikatan buruh dengan pihak perusahaan melalui Kementerian Tenaga Kerja.
6. Arbitrasi (Arbitration)
Arbitrasi adalah upaya menyelesaikan konflik dengan menggunakan orang ketiga
yang memberi keputusan dan diterima serta ditaati oleh kedua belah pihak. Kejadian
seperti ini terlihat setiap hari dan berulang-ulang di dalam masyarakat. Arbitrasi
sifatnya spontan dan jika pihak ketiga tidak dipilih, ditunjuk oleh pemerintah, yaitu
pengadilan. Contoh, penyelesaian masalah perselisihan antarwarga masyarakat oleh

10
ketua rukun tangga atau rukun warga jika tidak dapat terselesaikan dilaporkan kepada
lembaga pengendali (kepolisian atau pengadilan).
7. Adjudikasi (Adjudication)
Adjudikasi adalah penyelesaian perkara atau sengketa di pengadilan, tetapi prosesnya
diperlukan pihak-pihak terkait yang mempunyai kepentingan pada tingkat nasional
maupun tingkat internasional. Contoh, sengketa tanah warisan yang tidak dapat
diselesaikan secara kekeluargaan kemudian diputuskan melalui pengadilan.
8. Coercion
Coercion adalah salah satu bentuk akomodasi yang prosesnya dilaksanakan oleh suatu
paksaan. Coercion terjadi apabila salah satu pihak berada dalam keadaan yang sangat
lemah, sementara di pihak lain sangat kuat. Contoh, penggusuran permukiman kumuh
(slum) yang ada di bantaran sungai oleh pemerintah yang dilakukan polisi pamong
praja.
9. Stalemate
Stalemate adalah suatu keadaan di mana pihak-pihak yang bertentangan memiliki
kekuatan yang seimbang, namun berhenti pada titik tertentu dalam melakukan
pertentangannya karena kedua belah pihak sudah tidak mungkin lagi maju atau
mundur. Contoh, perlombaan senjata antara Amerika Serikat dengan Uni Soviet
(Rusia) pada masa lalu.

2.7 Contoh Konflik Sosial dalam Masyarakat

Sebagai Negara yang ber-Bhinneka Tunggal Ika, Indonesia tidak lepas dirundung
berbagai masalah terjadinya konflik sosial di antara masyarakat. Heterogenitas yang dimiliki
sebagai salah satu kelebihan Indonesia di mata dunia internasional dan penyebab terciptanya
masyarakat majemuk dan multikultural justru menjadi sumber konflik. Semakin lunturnya
Bhinneka Tunggal Ika, fungsi Pancasila sebagai dasar negara yang semakin memudar, serta
tidak hadirnya Negara dalam melindungi hak dan kewajiban warga negaranya ditengarai
menjadi penyebab maraknya konflik sosial akhir-akhir ini. (baca : Hak dan Kewajiban Warga
Negara dalam UUD 1945)

Menilik data yang diperoleh dari laman Kesbangpol-Kementerian Dalam Negeri,


konflik sosial yang terjadi di Indonesia dapat dikelompokkan berdasarkan isu/pola konflik,
sumber konflik, dan wilayah konflik.

11
1. Berdasarkan isu/pola konflik sosial. Pada rentang waktu 2013-2015 (pertengahan
kuartal Januari s/d April) telah terjadi total 201 kasus dengan rincian

 bentrok antar warga total berjumlah 85 kasus


 isu keamanan total berjumlah 45 kasus
 isu SARA total berjumlah 10 kasus
 konflik kesenjangan sosial total berjumlah 2 kasus
 konflik pada institusi pendidikan total berjumlah 3 kasus
 konflik ORMAS total berjumlah 10 kasus
 sengketa lahan total berjumlah 31 kasus
 ekses politik total berjumlah 15 kasus.

2. Berdasarkan sumber konflik. Merujuk pada ketentuan dalam UU No. 7/2012 pada
tahun 2013-2015 (pertengahan kuartal Januari s/d April) yang menjadi sumber
terjadinya konflik adalah :

 permasalahan ideologi, politik, ekonomi, dan sosial budaya total berjumlah


159 kasus
 perseteruan SARA total berjumlah 9 kasus
 sengketa SDA/Lahan total berjumlah 33 kasus.

3. Berdasarkan pengelompokan wilayah/Provinsi. Wilayah terjadinya konflik sosial


selama pertengahan kuartal di tahun 2015 (Januari s/d April) didominasi oleh :

 Provinsi DKI Jakarta terjadi 5 peristiwa konflik


 Provinsi Jawa Timur terjadi 4 peristiwa konflik
 Provinsi Nusa Tenggara Barat terjadi 3 peristiwa konflik
 Provinsi Sulawesi Utara dan Provinsi Sulawesi Selatan masing-masing terjadi
2 peristiwa konflik, dan
 Provinsi Riau, Kepri, Jambi, Lampung, Jawa Tengah, Kalimantan Timur,
Sulawesi Tengah, Maluku, Papua, dan Papua Barat masing-masing terjadi 1
peristiwa konflik.

Berikut beberapa contoh konflik sosial dalam masyarakat yang pernah terjadi di
Indonesia yang dirangkum dari pemberitaan beberapa media massa serta data dari BNPB.

12
1. Konflik Sosial yang terjadi di Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2012

Konflik ini terjadi pada tanggal 27 Oktober 2012 hingga 29 Oktober 2012. Yang menjadi
penyebab konflik adalah saat ada dua gadis yang berasal dari Desa Agom diganggu oleh
sekelompok pemuda yang berasal dari desa Balinuraga. Kedua gadis ini sedang naik sepeda
motor kemudian diganggu hingga kedua terjatuh dan mengalami luka-luka. Sontak kejadian
ini memicu amarah dari warga desa Agom. Mereka kemudian mendatangi Desa Balinuraga
yang mayoritas beretnis Bali dengan membawa sajam dan senjata. Bentrok pun tak
terhindarkan hingga menewaskan total 10 orang.

2. Konflik Sosial yang terjadi di Tolikara Tahun 2016

Konflik terjadi karena pembagian bantuan dana respek antar distrik yang dirasa tidak adil.
Konflik ini menimbulkan korban jiwa dan kehilangan harta benda. Selain itu, konflik juga
menyebabkan sebagian warga mengungsi dan terjadi penjarahan.

3. Konflik Sosial yang terjadi di Kabupaten Flores Timur, NTT Tahun 2013

Konflik sosial yang terjadi pada tanggal 11 Mei 2013 di Desa Wulublolong dan Desa
Lohayong II Kecamatan Solor Timur Kabupaten Flores Timur Provinsi NTT. Penyebabnya
adalah saling rebut material yang berada di batas desa yang diklaim oleh kedua warga desa
sebagai pemilik. Konflik menimbulkan kerugian materi, korban jiwa serta sebagian warga
mengungsi.

4. Konflik Sosial yang terjadi di Rembang, Jawa Tengah Tahun 2016

Merupakan konflik dalam bidang pertambangan. Terjadi antara Semen Indonesia dengan
warga masyarakat Pegunungan Kendeng, Rembang Jawa Tengah. Penyebabnya adalah
berbagai kejanggalan yang telah dilakukan oleh Semen Indonesia seperti masalah Amdal
yang tidak sesuai dan hak ekonomi.

5. Konflik Sosial yang terjadi di Kabupaten Sumbawa Besar, NTB Tahun 2013

Konflik sosial yang terjadi pada tanggal 23 Januari 2013 di Desa Seketeng, Kecamatan
Sumbawa, Kabupatan Sumbawa Besar, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Konflik ini
menyebabkan banyak warga masyarakat yang mengungsi.

13
6. Konflik yang terjadi di Kabupaten Maluku Tengah, Maluku

Konflik sosial yang terjadi di Kecamatan Saparua, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi
Maluku. Merupakan konflik yang sering terjadi dan berkelanjutan. Konflik menyebabkan
kerugian materi.

7. Konflik sosial yang terjadi di Aceh Singkil, Tahun 2015

Aksi pembakaran beberapa gereja yang terjadi tanggal 13 Oktober 2015 di Aceh Singkil
diawali dengan demonstrasi yang dilakukan oleh remaja Muslim. Mereka menuntut
pemerintah setempat untuk melakukan pembongkaran terhadap sejumlah gereja yang
dianggap tidak memiliki izin. Karena tensi yang tinggi, sebanyak 600 orang kemudian
memutuskan melakukan pembakaran terhadap beberapa gereeja yang ada. Konflik ini
mengakibatkan 1 orang tewas dan 4 orang luka-luka.

8. Konflik sosial yang terjadi di Tolikara, Tahun 2015

Banyak pihak yang berpendapat bahwa konflik sosial yang terjadi di Tolikara ini tidak
hanya berlatar belakang agama, namun juga masalah kesenjangan ekonomi serta keamanan.
Konflik yang terjadi saat Hari Raya Idul Fitri ini berawal dari penyerangan yang dilakukan
oleh sekelompok orang kepada warga yang tengah melakukan Sholat Id. Aksi ini berlanjut
pada pembakaran masjid, bangunan rumah serta kios yang ada di sekitarnya.

2.8 Landasan Hukum Penanganan Konflik Sosial di Indonesia

Konflik sosial yang berdampak besar pada masalah kemanusiaan menjadikan konflik
sosial sebagai salah satu dari jenis-jenis pelanggaran HAM. Sebagai Negara yang kaya akan
suku, agama dan budaya membuat Indonesia dikenal sebagai Negara demokrasi dengan
tingkat toleransi yang tinggi. Namun, maraknya konflik sosial yang terjadi menunjukkan
bahwa fungsi toleransi tidak berjalan dan ada yang salah dengan cara kita merawat kekayaan
itu sebagai kekuatan.

Salah satu upaya mencegah terjadinya konflik sosial adalah dengan cara merawat
kemajemukan bangsa Indonesia yang dimiliki melalui dibumikannya kembali 4 Pilar Bangsa
Indonesia, yaitu :

14
1. Menjaga keutuhan NKRI
2. Menghayati dan mengamalkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila;
3. Menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara berdasar pada UUD 1945; (baca :
Manfaat UUD Republik Indonesia Tahun 1945 bagi Warga Negara serta Bangsa dan
Negara dan Peran Konstitusi dalam Negara Demokrasi)
4. Mempererat rasa persatuan sebagai bangsa yang ber-Bhinneka Tunggal Ika

Guna menangani konflik sosial yang terjadi di Indonesia disahkanlah Peraturan


Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial. Adapun hal-hal
yang diatur dalam PP ini adalah sebagai berikut :

1. Upaya pencegahan konflik;


2. Berbagai tindakan darurat yang diperlukan guna menyelamatkan dan melindungi
korban;
3. Penggunaan kekuatan TNI sebagai bantuan; (baca : Tugas dan Fungsi TNI-Polri)
4. Pemulihan paska konflik;
5. Partisipasi masyarakat dalam penanganan konflik, dan
6. Dilakukannya monitoring dan evaluasi.

Peraturan Pemerintah ini merupakan landasan hukum bagi pemerintah dalam menangani
konflik sosial dengan tujuan :

1. Terciptanya kehidupan masyarakat yang aman, tenteram, damai, dan sejahtera;


2. Terpeliharanya kehidupan bermasyarakat yang damai dan harmonis;
3. Ditingkatkannya rasa tenggang rasa dan toleransi dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara;
4. Terpeliharanya keberlangsungan fungsi pemerintahan;
5. Terlindunginya jiwa, harta benda, serta sarana dan prasarana umum;
6. Terlindunginya dan terpenuhinya hak korban;
7. Pemulihan kondisi fisik dan mental masyarakat;
8. Pemulihan sarana dan prasarana umum.

Dengan telah diterbitkannya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun


2015 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang

15
Penanganan Konflik Sosial diharapkan penanganan konflik sosial akan lebih baik karena
melibatkan berbagai pihak. Hal ini juga menunjukkan kehadiran negara dalam melindungi
hak dan kewajiban warga negara.

16
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Semua lapisan masyarakat di dunia pernah mengalami konflik. Secara teortis konflik
sosial sebenarnya membawa manfaat yang baik bagi masyarakat hanya saja cara dan jalannya
kebanyakan mengarah ke dampak negative. Sehingga di masyarakat banyak terjadi kerusuhan
di mana-mana. Konflik sosial juga membawa dampak positif walaupun pada kenyataannya
yang terjadi dimasyarakat kebanyakan dampak negative.

Konflik atau perselisihan maupn gesekan antara komunitas, suku, dan yang lainya,
sebenarnya dapat dihindari jika kita semua sebagai warga negara yang baik mau ikut menjaga
ketertiban dan keamanan negara kita dan menghindari yang namanya perpecahan, perang
saudara.

3.2 Saran

Sebaiknya kita sebagai bangsa dan negara yang beragama dan juga bernegara hukum,
seharusnya kita berusaha menghindari adanya konflik sosial di antara masyarakat, agar
Negara kita ini bisa menjadi Negara yang penuh dengan kedamaian, kerukunan dan bebas
dari segala jenis konflik dan pertentangan.

17
DAFTAR PUSTAKA

http://guruppkn.com/contoh-konflik-sosial-dalam-masyarakat

http://www.artikelsiana.com/2015/06/konflik-pengertian-penyebab-macam-macam.html

http://www.katapengertian.com/2016/02/pengertian-konflik-sosial-dalam.html

18

Вам также может понравиться