Вы находитесь на странице: 1из 16

Jenis Kejang

Menurut Hidayat (2006) jenis kejang

dibagi dalam dua kategori

besar yakni :

a. Kejang Parsial (fokal atau Lokal)

Kejang parsial terdiri atas dua yakni

yang bersifat sederhana

dan kompleks. Kejang sederhana

memiliki ciri sebagai berikut : kesadarannya tidak terganggu,

adanya tanda seperti kedutan pada

wajah, tangan, atau salah satu

bagian sisi tubuh, biasanya disertai

dengan adanya muntah, berkeringat,

muka merah, serta adanya dilatasi

pupil dan adanya tanda keseimbangan

terganggu seperti mau jatuh, dan

adanya rasa takut.

Sedangkan gejala dari kejang parsial

yang kompleks memiliki

ciri sebagai berikut : adanya

gangguan kesadaran meskipun pada

awalnya sebagai gejala yang

sederhana,adanya gerakan otomatis

seperti mengecap-ngecapkan bibir,

gerakan mengunyah atau adanya

gerakan tangan

. b. Kejang umum (konvulsif dan

nonkonvulsif)

Kejang umum terdiri dari :

1) Kejang mioklonik

Memiliki ciri kedutan pada daerah


otot yang dapat terjadi

secara mendadak.

2) Kejang Tonik klonik

Ditandai dengan hilangnya

kesadaran , kaku pada otot

ekstremitas, batang tubuh dan wajah, yang dapat terjadi kurang dari

satu menit, adanya gerakan klonik

pada ekstremitas atas dan

bawah.

3) Kejang atonik

Dapat bterjadi kehilangan tonus

secara mendadak sehingga

dapat menyebabkan kelopak mata

menurun, kepala menunduk, dan

dapat jatuh ke tanah yang terjadi

secara singkat tanpa adanya

peringatan.

4) Status epileptikus

Dapat didahului dengan kejang

tonik- klonik umum secara

berulang, tidak sadar, dapat terjadi

depresi pernafasan, hipotensi,

dan hipoksia Patofisiologi Kejang Pada

Meningoencephalitis

Infeksi mikroorganisme terutama

bakteri dari golongan kokus

seperti streptokokus, stapilokokos,

meningokokus, pnemokokus, dan

dari

golongan lain seperti tersebut di atasmenginfeksi tonsil, bronkus, dan

saluran cerna. Mikroorganisme


tersebut mencapai otak mengikuti

aliran

darah.

Di otak mikroorganisme

berkembangbiak membentuk koloni.

Koloni mikroorganisme itulah yang

yang mampu menginfeksi lapisan otak

7(meningen). Mikroorganisme

menghasilkan toksik dan merusak

meningen.

Kumpulan toksik mikroorganisme,

jaringan meningen yang rusak, cairan

sel berkumpul menjadi satu

membentuk cairan yantg kental yang

disebut

pustula. Karena sifat cairanya

tersebut penyakit ini populerdisebut

meningitis purulenta.

Toksik yang dihasilkan oleh

mikroorganisme melalui hematogen

sampai hipotalamus. Hipotalamus

kemudian menaikkan suhu sebagai

tanda adanya bahaya. Kenaikkan suhu

di hipotalamus akan diikuti dengan

peningkatan mediator kimiawi akibat

peradangan seperti prostaglandin,

epinefrin, norepinefrin. Kenaikan

mediator tersebut dapat merangsang

peningkatan metabolisme sehingga

dapat terjadi kenaikkan suhu di

seluruh
tubuh, rasa sakit kepala, peningkatan

gastrointestinal yang memunculkan

rasa mual dan muntah.

Volume pustula yang semakinmeningkat dapat mengakibatkan

peningkatan desakan di dalam

intrakranial. Desakan tersebut

dapatmeningkatan rangsangan di korteks

serebri yang terdapat pusat pengaturan

gastrointestinal sehingga merangsangmunculnya muntah dengan cepat,

juga dapat terjadi gangguan pusat

pernafasan. Peningkatan tekanan

intrakranial tersebut juga dapat

mengganggu fungsi sensorik

maupun

motorik serta fungsi memori yang

terdapat pada serebrum sehingga

penderita mengalami penurunan

respon kesadaran terhadap

lingkungan

(penurunan kesadaran). Penurunan

kesadaran ini dapat menurunkan

pengeluaran sekresi trakeobronkial

yang berakibat penumpukan sekret di

trakea dan bronkial. Kondisi ini

berdampak pada penumpukan

sekret di

trakea dan bronkus sehingga trakeadan bronkus menjadi sempit.

Peningkatan tekanan intrakranial

juga dapat berdampak pada

munculnya fase eksitasi yang

telalu cepat pada neuron


sehingga

memunculkan kejang. Respon saraf

perifer juga tidak bisa berlangsung

secara kondusif, ini yang secara

klinis dapat memunculkan respon

yang

patologis pada jaringan tersebut

seperti munculnya tanda kernig dan

brudinsky. Kejang yang terjadi pada

anak dapat mengakibatkan spasme

pada otot bronkus. Spasme dapat

mengakibatkan penyempitan jalan

nafasTanda Kernig/Kernig Sign

- Caranya: Penderita baring, salah satu pahanya difleksikan sampai membuat sudut 90°. Lalu
tungkai bawah diekstensikan pada persendian lutut. Biasanya ekstensi dilakukan sampai
membentuk sudut 135°

Tes Kernig

- Interpretasi: Tanda Kernig Sign (KS) (+) bila terdapat tahanan dan rasa nyeri sebelum
mencaai sudut 135°
- Kernig Sign (+) dijumpai pada penyakit – penyakit seperti yang terdapat pada tanda lasegue
(+)

4. Brudzinski (I, II, III, IV)

 Brudzinski I (Brudzinski’s Neck Sign)


- Caranya: Tangan ditempatkan di bawah kepala yang sedang baring. Kita tekuk kepala (fleksi)
sampai dagu mencapai dada. Tangan yang satu lagi sebaiknya ditempatkan di dada pasien
untuk mencegah diangkatnya badan.
Tes Brudzinski I

- Interpretasi: Tanda brudzinski I (+) bila terdapat fleksi pada kedua tungkai

 Brudzinski II (Brudzinski’s Contra-Lateral Leg Sign)


- Caranya: Pada pasien yang sedang baring, satu tungkai di fleksikan pada persendian
panggul, sedang tungkai yang satunya lagi berada dalam keadaan ekstensi (lurus).

Tes Brudzinski II

- Interpretasi: Tanda Brudzinski II (+) bila tungkai yang satunya ikut pula terfleksi.

 Brudzinski III
- Caranya: Tekan os zigomaticum
- Interpretasi: Tanda Brudzinski III (+) bila terjadi fleksi involunter ekstremitas superior (lengan
tangan fleksi)

 Brudzinski IV
- Caranya: Tekan simfisis ossis pubis (SOP)
- Interpretasi: Tanda Brudzinski IV (+) bila terjadi fleksi involunter ekstremitas inferior (kaki)

Pada orang dewasa, gejala meningitis yang paling sering


adalah sakit kepala hebat, yang terjadi pada hampir 90% kasus
meningitis bakterial, diikuti oleh kaku kuduk (ketidakmampuan
untuk menggerakkan leher ke depan karena terjadi
peningkatan tonus otot leher dan kekakuan).[5] Triad klasik dari
tanda-tanda meningitis adalah kaku kuduk, demam tinggi tiba-tiba,
dan perubahan status mental; namun, ketiga ciri-ciri ini hanya
muncul pada 44–46% kasus meningitis bakteri. [5][6] Jika tidak
terdapat satu pun dari ketiga gejala tersebut, dapat dikatakan
bukan meningitis.[6] Ciri lain yang dihubungkan dengan meningitis
termasuk fotofobia(intoleransi terhadap cahaya terang)
dan fonofobia(intoleransi terhadap suara keras). Pada anak kecil,
gejala yang telah disebutkan di atas seringkali tidak tampak, dan
dapat hanya berupa rewel dan kelihatan tidak sehat.[1] Ubun-
ubun (bagian lembut di bagian atas kepala bayi) dapat menonjol
pada bayi berusia hingga 6 bulan. Ciri lain yang membedakan
meningitis dari penyakit lain yang tidak berbahaya pada anak adalah
nyeri kaki, kaki-tangan yang dingin, dan warna kulitabnormal.[7][8]
Kaku kuduk terjadi pada 70% pasien meningitis bakteri pada
dewasa.[6] Tanda lain dari meningismus adalah "Kernig's
sign" atau "Brudziński sign" yang positif. Untuk pemeriksaan "Kernig's
sign" pasien dibaringkan telentang, dengan panggul dan lutut
difleksikan membuat sudut 90 derajat. Pada pasien dengan
"Kernig’s sign” yang positif, rasa nyeri akan membatasi ekstensi
lutut secara pasif. Tanda "Brudzinski" positif apabila fleksi pada
leher menyebabkan fleksi pada lutut dan panggul secara involunter.
Meskipun "Kernig's sign" dan "Brudzinski’s sign" sering digunakan
untuk menegakkan diagnosis meningitis, sensitivitas kedua
pemeriksaan ini terbatas.[6][9] Walaupun demikian, kedua
pemeriksaan ini mempunyai spesifisitas yang baik untuk meningitis:
tanda ini jarang ada pada penyakit lain.[6]Pemeriksaan lain, yang
dikenal sebagai "jolt accentuation maneuver" membantu
menentukan apakah terdapat meningitis pada pasien yang
mengeluh demam dan sakit kepala. Orang tersebut diminta untuk
memutar kepalanya ke arah horizontal dengan cepat; jika sakit
kepala tidak bertambah buruk, artinya bukan meningitis.[6]
Meningitis yang disebabkan oleh bakteri Neisseria
meningitidis (dikenal sebagai "meningitis meningokokus") dapat
dibedakan dengan jenis meningitis lain apabila ruam ruam
petechial menyebar dengan cepat, yang dapat timbul sebelum timbul
gejala lain.[7]Ruam ini berupa bintik kecil dan banyak, tidak
beraturan berwarna merah atau ungu ("petechiae") di
badan , anggota badan bagian bawah, membran mukosa, konjungtiva,
dan (kadang-kadang) telapak tangan dan telapak kaki. Ruam
biasanya tidak memucat; warna merahnya tidak memudar saat
ditekan dengan jari atau batang gelas. Walaupun ruam tidak selalu
timbul pada meningitis meningokokus, ruam ini cukup spesifik untuk
meningitis meningokokus; namun ruam kadang-kadang juga dapat
timbul pada meningitis yang disebabkan oleh bakteri lain.[1] Ciri lain
yang dapat membantu menentukan penyebab meningitis adalah
tanda pada kulit yang disebabkan oleh penyakit tangan, kaki dan
mulut dan herpes genitalis, yang keduanya berhubungan dengan
beberapa bentuk meningitis virus.[10Dengan jaringan otak
membengkak, tekanan di dalam tengkorak akan meningkat dan otak
yang membengkak dapat mengalami herniasimelalui dasar
tengkorak. Hal ini terlihat dari menurunnya kesadaran,
hilangnya refleks pupil terhadap cahaya, dan postur tubuh abnormal.
[4] Terjadinya ini pada jaringan otak juga dapat menyumbat aliran
normal LCS di otak (hidrosefalus).[4] Kejang dapat terjadi karena
berbagai penyebab; pada anak, kejang biasanya terjadi pada tahap
awal meningitis (30% kasus) dan tidak selalu menunjukkan adanya
penyakit yang mendasari.[3] Kejang disebabkan oleh peningkatan
tekanan dan luasan daerah radang di otak.[4] Kejang parsial(kejang
yang melibatkan salah satu anggota badan atau sebagian tubuh),
kejang terus menerus, kejang pada orang dewasa dan yang sulit
terkontrol dengan pemberian obat menunjukkan luaran jangka
panjang yang lebih buruk.[1]
Radang meningen dapat menyebabkan abnormallitas pada saraf
kranial, kelompok saraf yang berasal dari batang otak yang mensuplai
kepala dan leher dan mengontrol, dari berbagai fungsi diantaranya,
gerakan mata, otot wajah, dan fungsi pendengaran.[1][6]Gangguan
penglihatan dan tuli dapat menetap setelah episode meningitis.
[1] Radang pada otak (ensefalitis) atau pembuluh darahnya(vaskulitis
serebral), dan juga pembentukan bekuan darah pada vena
(penyumbatan vena serebral), dapat menyebabkan kelemahan,
hilangnya sensasi, atau gerakan dan fungsi berbagai bagian tubuh
yang abnormal, yang disuplai oleh bagian otak yang terkena. [1][

Gambaran Klinis

Gejala klasik ensefalitis adalah berupa ensefalopati dengan gejala neurologis difus
atau fokal termasuk:

 perubahan perilaku dan kepribadian, dengan penurunan derajat kesadaran;

 kaku kuduk, fotofobia, dan letargi;

 kejang general atau fokal;

 kebingungan atau amnesia;

 paralisis flasid.

Gejala lain termasuk nyeri kepala dan gejala-gejala rangsang meningeal.


Kesadaran ditentukan oleh kondisi pusat kesadaran yang berada di kedua hemisfer
serebri dan Ascending Reticular Activating System (ARAS) yang terdapat dibatang
otak. Ascending Reticular Activating System merupakan suatu rangkaian
atau network systemyang dari kaudal berasal dari medulla spinalis menuju rostral
yaitu diensefalon melalui brain stem sehingga kelainan yang mengenai lintasan
ARAS tersebut berada diantara medulla, pons, mesencephalon menuju ke
subthalamus, hipothalamus, thalamus dan akan menimbulkan penurunan derajat
kesadaran. Neurotransmiter yang berperan pada ARAS antara lain
neurotransmiter kolinergik, monoaminergik dan gamma aminobutyric acid
(GABA). Secara garis besar penyebab penurunan kesadaran dapat dibagi menjadi
3, yaitu a. penurunan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal/ lateralisasi dan
tanpa disertai kaku kuduk contohnya iskemik, metabolik, epilepsi; b. penurunan
kesadaran tanpa disertai kelainan fokal/ lateralisasi disertai dengan kaku kuduk
contohnya meningoensefalitis, perdarahan subarakhnoid; dan c. penurunan
kesadaran disertai dengan kelainan fokal contohnya tumor otak. Berdasarkan
gejala kemungkinan penurunan kesadaran yang dialami oleh pasien saat ini
disebabkan karena meningoensefalitis karena tanpa adanya lateralisasi dan
ditemukan adanya demam. Meningoensefalitis adalah merupakan proses
inflamasi pada parenkim otak dan selaput otak, dapat menimbulkan disfungsi
neuropsikologis difus dan/atau fokal yang menyebabkan gangguan pada ARAS
sehingga mengakibatkan penurunan kesadaran. Pasien mengeluhkan demam
menandakan adanya suatu reaksi infeksi dan nyeri kepala yang disebabkan karena
rangsangan terhadap nosiseptor nyeri di kepala.
Patofisiologi Meningoensefalitis

Dalam proses perjalanan penyakit meningitis yang disebabkan oleh bakteri, invasi
organisme harus mencapai ruangan subarachnoid. Proses ini berlangsung secara
hematogen dari saluran pernafasan atas dimana di dalam lokasi tersebut sering
terjadi kolonisasi bakteri. Walaupun jarang, penyebaran dapat terjadi secara
langsung yaitu dari fokus yang terinfeksi seperti (sinusitis, mastoiditism, dan otitis
media) maupun fraktur tulang kepala.

Penyebab paling sering pada meningitis yang mengenai pasien < 1 bulan
adalah Escherichia colli dan streptococcus group B. Infeksi Listeria
monocytogenes juga dapat terjadi pada usia < 1 bulan dengan frekuensi 5-10%
kasus. Infeksi Neisseria meningitides juga dapat menyerang pada golongan usia
ini. Pada golongan usia 1-2 bulan, infeksi golongan streptococcus grup B lebih
sering terjadi sedangkan infeksi enterik karena bakteri golongan gram negatif
frekuensinya mulai menurun. Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenzae,
dan N. Meningitidis akhir-akhir ini menyebabkan kebanyakan kasus meningitis
bakterial. H. influenzae dapat menginfeksi khususnya pada anak-anak yang tidak
divaksinasi Hib.

Organisme yang umum menyebabkan meningitis


(seperti N.Meningitidis, S.pneumoniae, H. influenzae) terdiri atas kapsul
polisakarida yang memudahkannya berkolonisasi pada nasofaring anak yang sehat
tanpa reaksi sistemik atau lokal. Infeksi virus dapat muncul secara sekunder akibat
penetrasi epitel nasofaring oleh bakteri ini. Selain itu melalui pembuluh darah,
kapsul polisakarida menyebabkan bakteri tidak mengalami proses opsonisasi oleh
pathway komplemen klasik sehingga bakteri tidak terfagosit.

Terdapat bakteri yang jarang menyebabkan meningitis yaitu pasteurella


multocida, yaitu bakteri yang diinfeksikan melalui gigitan anjing dan kucing.
Walaupun kasus jarang terjadi namun kasus yang sudah terjadi menunjukan
morbiditas dan mortalitaas yang tinggi. Salmonella meningitis dapat dicurigai
menyebabkan meningitis pada bayi berumur < 6 bulan. Infeksi bermula saat ibu
sedang hamil.

Pada perjalanan patogenesis meningitis bakterial terdapat fase bakterial dimana


pada fase ini bakteri mulai berpenetrasi ke dalam cairan serebropsinal melalui
pleksus choroid. Cairan serebrospinal kurang baik dalam menanggapi infeksi
karena kadar komplomen yang rendah dan hanya antibody tertentu saja yang dapat
menembus barier darah otak.

Dinding bakteri gram positif dan negatif terdiri atas zat patogen yang dapat
memacu timbulnya respon inflamasi. Asam teichoic merupakan zat patogen bakteri
gram positif dan lipopolisakarida atau endotoksin pada gram negatif. Saat
terjadinya lisis dinding sel bakteri, zat-zat pathogen tersebut dibebaskan pada
cairan serebrospinal.

Meningitis viral atau meningitis aseptik adalah infeksi umum pada sebagian besar
infeksi sistem saraf pusat khususnya pada anak-anak < 1 tahun. Enterovirus adalah
agen penyebab paling umum dan merupakan penyebab penyakit demam tersering
pada anak. Patogen virus lainnya termasuk paramyxoviruses, herpes, influenza,
rubella, dan adenovirus. Meningitis dapat terjadi pada hampir setengah kejadian
dari anak-anak < 3 bulan dengan infeksi enterovirus. infeksi enterovirus dapat
terjadi setiap saat selama tahun tetapi dikaitkan dengan epidemi di musim panas
dan gugur. Infeksi virus menyebabkan respon inflamasi tetapi untuk tingkat yang
lebih rendah dibandingkan dengan infeksi bakteri. Kerusakan dari meningitis viral
mungkin karena adanya ensefalitis terkait dan tekanan intrakranial meningkat.

Meningitis karena jamur jarang terjadi tetapi dapat terjadi pada pasien
immunocompromised; anak-anak dengan kanker, riwayat bedah saraf sebelumnya,
atau trauma kranial, atau bayi prematur dengan tingkat kelahiran rendah. Sebagian
besar kasus pada anak-anak yang menerima terapi antibiotik dan memiliki riwayat
rawat inap. Etiologi meningitis aseptik yang disebabkan oleh obat belum dipahami
dengan baik. Namun jenis meningitis ini jarang terjadi pada populasi anak-anak.

Skenario 3

Tuan G Kejang- kejang dan Tak Sadar

Tuan G, 28 tahun dibawa keluarganya ke IGD dengan keluhan kejang seluruh


tubuh sejak 30

menit sebelum dibawa ke rumah sakit (RS) dan kejang masih berlanjut saat pasien
tiba di

IGD. Kejang berhenti sesaat setelah pasien diberikan obat melalui rektal di IGD.
Setelah

kejang berhenti Tn G tetap tidak sadar. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD :


130/90

mmHg, Nadi 112 x/menit, RR : 22x/menit, Temperatur 38,5ºC, GCS : E3, M5, V3.

Pupil bulat isokor, dengan diameter 3 mm, reflek cahaya langsung dan tak
langsung

positif, ditemukan kaku kuduk, refleks Babinski positif dan Brudzinski sign positif.

Dari anamnesis di dapatkan informasi bahwa sejak dua minggu sebelumnya, Tn G


mengeluh

nyeri kepala berat dan menurut keluarga bicaranya mulai tidak nyambung, pasien
tampak

semakin kurus dan batuk-batuk ringan.

Tidak ada riwayat trauma sebelumnya. Riwayat konsumsi alkohol, penggunaan


obat- obatan

terlarang dan riwayat sex bebas disangkal.

Apakah permasalahan yang terjadi pada Tn.G?

Bagaimana penatalaksanaan gawat darurat pada Tn.G ?

Level kompetensi 3B

Kaku kuduk adalah suatu keluhan Nyeri Kepala yang menjalar ke tengkuk dan punggung.
Apa penyebab kaku kuduk ?

Penyebab kaku kuduk adalah mengejangnya otot-otot ekstensor tengkuk.


Kejang akibat area fokal kortikal yang peka dan peningkatan TIK akibat eksudat purulen dan edema
serebral dengan tanda-tanda perubahan karakteristik tanda-tanda vital(melebarnya tekanan pulsa
dan bradikardi), pernafasan tidak teratur, sakit kepala, muntah dan penurunan tingkat kesadaran

Meningitis bakteri dimulai sebagai infeksi dari orofaring dan diikuti dengan septikemia,
yang menyebar ke meningen otak dan medula spinalis bagian atas. Organisme masuk ke dalam aliran
darah dan menyebabkan reaksi radang di dalam meningen dan di bawah korteks, yang dapat
menyebabkan trombus dan penurunan aliran darah serebral. Jaringan serebral mengalami gangguan
metabolisme akibat eksudat meningen, vaskulitis dan hipoperfusi. Eksudat purulen dapat menyebar
sampai dasar otak dan medula spinalis. Radang juga menyebar ke dinding membran ventrikel
serebral. Meningitis bakteri dihubungkan dengan perubahan fisiologis intrakranial, yang terdiri dari
peningkatan permeabilitas pada darah, daerah pertahanan otak (barier oak), edema serebral dan
peningkatan TIK.
Pemeriksaan fisik dimulai dengan memeriksa TTV. Pada klien meningitis biasanya didapatkan
peningkatan suhu tubuh lebih daru normal, yaitu 38-41 0 C, dimulai dari fase sistemik. Kemerahan,
panas, kulit kering, berkeringat. Keadaan ini biasanya dihubungkan dengan proses inflamasi dan
iritasi meningen yang sudah mengganggu pusat pengatur suhu tubuh. Penurunan denyut nadi terjadi
berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan TIK. Apabila disertai peningkatan frekuensi
pernafasan sering berrhubungan dengan peningkatan laju metabolism umum dan adanya infeksi
pada system pernafasan sebelum mengalami meningitis. Tekanan darah biasanya normal atau
meningkat karena tanda-tanda peningkatan TIK.

B1 (BREATHING)

Inspeksi apakah klien batuk, produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas, dan
peningkatan prekuensi pernapasan yang sering didapatkan pada klien meningitis yang disertai
adanya gangguan pada system pernapasan. Palpasi thoraks hanya dilakukan apabila terdapat
deformitas pada tulang dada pada klien dengan efusi fpeura massif (jarang terjadi pada klien dengan
meningitis). Auskultasi bunyi nafas tambahan sepetti ronkhi pada kien dengan meningitis
tuberkulosa dengan penyebaran primer dari paru.

 B2 (BLOOD)

Pengkajian pada system kardiovaskuler terutama dilakukan pada klien meningitis pada tahap lanjut
seperti apabila klien sudah mengalami renjatan (syok). Infeksi fulminating terjadi pada sekitar 10%
klien dengan meningitis meningokokus, dengan tanda-tanda septicemia: demam tinggi yang tiba-tiba
muncul, lesi purpura yang menyebar (sekitar wajah dan ekstremitas), syok, dan tanda-tanda
koagulasi intravascular desiminata (disseminated intravascular coagulation-DIC). Kematian mungkin
terjadi dalam beberapa jam setelah serangan infeksi.
 B3 (BRAIN)

Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan focus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian
pada system lainnya.

a. Tingkat kesadaran

Kualitas kesadaran kliien merupakan parameter yang paling mendasar dan parameter yang
paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat kesadaran klien dan respons terhadap
lingkungan adalah indicator paling sensitive untuk disfungsi system persarafan. Beberapa system
digunakan untuk membuat peringkat perubahan dalam kewasspadaan dan kesadaran.

Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien meningitis biasanya berkisar pada tingkat latergi,
stupor, dan semikomatosa. Apabila klien sudah mengalimi koma maka penilaian GCS sangat penting
untuk menilai tingkat kasadaran klien dan bahan evaluasi untuk memantau pembarian asuhan
keparawatan.

b. Fungsi serebri

Status mental: observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai gaya bicara klien dan
observasi ekspesi wajah dan aktifitas motorik yang pada klien meningitis tahap lanjut biasanya status
mental klien mengalami perubahan.

c. Pemeriksaan saraf cranial

Saraf I. Biasanya pada klien meningitis tiidak ada kelainan dan fungsi penciuman tidak ada
kelainan.

Saraf II. Tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal. Pemeriksaan papiledema mungkin
didapatkan terutama pada meningitis supuratif disertai abses serebri dan efusi ssubdural yang
menyebabkan terjadinya peningkatan TIK berlangsung lama.

Saraf III,IV, dan VI.Pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil pada klien meningitis yang tidak
disertai penurunan kesadaran biasanya yanpa kelainan. Pada tahap lanjut meningitis yang telah
mengganggu kesadaran, tanda-tanda perubahan dari fungsi dan reksi pupil akan didapatkan. Dengan
alas an yang tidak diketahui, klien meningitis mengeluh mengalami fotofobia atau sensitive yang
berlebihan terhadap cahaya.
Saraf V. Pada klien meningitis umumnya tidak didapatkan paralisis pada otot wajah dan refleks
kornea biasanya tidak ada kelainan.

Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah simetris.

Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.

Saraf IX dan X.kemampuan menelan baik.

Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius. Adanya usuha dari klien
untuk melakukan fleksi leher dan kaku kuduk (rigiditas nukal).

Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi. Indra
pengecapan normal.

d. System motorik

Kekuatan otot menurun, control keseimbangan dan koordinasi pada meningitis tahap lanjut
mengalami perubahan.

e. Pemeriksaan refleks

Pemeriksaan refleks dalam, pengetukan pada tendon, lagamentum atau periosteum derajat
refleks pada respons normal. Refleks patologis akan didapatkan pada klien meningitis dengan tingkat
kesadaran koma. Adanya refleks Babinski (+) merupakan tanda adanya lesi UMN.

f. Gerakan involunter

Tidak ditemukan adanya tremor, kedutan saraf, dan distonia. Pada keadaan tertentu klien
biasanya mengalami kejang umum, terutama pada anak dengan meningitis disertai peningkatan suhu
tubuh yang tinggi. Kejang dan peningkatan TIK juga berhubungan dengan meningitis. Kejang terjadi
sekunder akibat area fokal kortikal yang peka.

g. System sensorik
Pemeriksaan sensorik pada meningitis biasanya didapatkan sensasi raba, nyeri, dan suhu
normal, tidak ada perasaan abnormal dipermukaan tubuh. Sensasi proprioseptif dan diskriminatif
normal.

Pemeriksaan fisik lainnya terutama yang berhubungan dengan peningkatan TIK. Tanda-tanda
peningkatan TIK sekunder akibat eksudat purulen dan edema serebri terdiri atas perubahan
karakteristik tanda-tanda vital (melebarnya tekanan pulsa dan bradikardi), pernapasan tidak teratur,
sakit kepala, muntah, dan penurunan tingkat kesadaran

Adanya ruang merupakan salah satu cirri yang menyolok pada meningitis meningokokal
(neisseria meningitis). Sekitar setengah dari semua kloien dengan tipe meningitis, mengalami lesi-lesi
pada kulit diantaranya ruam ptekia dengan lesi purpura sampai ekimosis pada daerah yang luas.

Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda yang mudah dikenali yang umumnya terlihat
pada semua tipe meningitis. Tanda tersebut adalah rigiditas nukal, tanda kering (positif) dan adanya
tanda brudzinski. Kaku kuduk adalah tanda awal adanya upaya untuk fleksi kepala mengalami
kesukaran karena adanya spasme otot leher. Fleksi paksaan menyebabkan nyeri berat. Tanda pernig
(positif) ketika klien dibaringkan dengan paha dalam keadaan fleksi kearah abdomen, kaki tidak dapat
diekstgensikan sempurna.

Tanda brutzinski: tanda ini didapatkan bila leher klien difleksikan, maka dihasilnya fleksi lutut
dan pinggul; bila didapatkan fleksi pasif, maka ekstremitas bawah pada salah satu sisi, maka gerakan
yang sama terlihat pada sisi ekstremitas yang berlawanan.

 B4 (BLADDER)

Pemeriksaan pada system perkemihan biasanya didapatkan volume haluaran urine, hal ini
berhubungan dengan penurunan perfusi dan penurunan curah jantung ke ginjal.

 B5 (BOWEL)

Mual sampai muntah karena peningkatan produksi asam lambung. Pemenuhan nutrrisi pada klien
meningitis menurun karena anoreksia dan adanya kejang.

 B6 (BONE)

Adanya bengkak dan nyeri pada sendi-sendi besar (khususnya lutut dan pergelangan kaki). Ptekia dan
lesi purpura yang didahului oleh ruam. Pada penyakit yang berat dapat ditemukan ekimosis yang
besar pada wajah. Klien sering mengalami penurunan kekuatan otot dan kelemahan fisik secara
umum sehingga mengganggu aktifitas hidup sehari-hari (ADL)
Meningitis bakteri dimulai sebagai infeksi dari oroaring dan diikuti dengan
septikemia, yang menyebar ke meningen otak dan medula spinalis bagian atas.

Faktor predisposisi mencakup infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media,
mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, prosedur bedah saraf
baru, trauma kepala dan pengaruh imunologis. Saluran vena yang melalui
nasofaring posterior, telinga bagian tengah dan saluran mastoid menuju otak dan
dekat saluran vena-vena meningen; semuanya ini penghubung yang menyokong
perkembangan bakteri.

Organisme masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan reaksi radang di dalam
meningen dan di bawah korteks, yang dapat menyebabkan trombus dan
penurunan aliran darah serebral. Jaringan serebral mengalami gangguan
metabolisme akibat eksudat meningen, vaskulitis dan hipoperfusi. Eksudat
purulen dapat menyebar sampai dasar otak dan medula spinalis. Radang juga
menyebar ke dinding membran ventrikel serebral. Meningitis bakteri dihubungkan
dengan perubahan fisiologis intrakranial, yang terdiri dari peningkatan
permeabilitas pada darah, daerah pertahanan otak (barier oak), edema serebral
dan peningkatan TIK.

Вам также может понравиться