Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
Juvenile delinquency atau kenakalan remaja adalah perilaku jahat atau kenakalan
anak-anak muda, merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan
remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka
mengembangkan bentuk perilaku yang menyimpang. Istilah kenakalan remaja
mengacu pada suatu rentang yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima
sosial sampai pelanggaran status sehingga tindak sosial. Kenakalan remaja adalah
dampak dari perilaku remaja yang menyimpang (Kartono, 2014). Kenakalan remaja
kebanyakan dilakukan oleh remaja laki-laki dibandingkan remaja perempuan, karena
remaja laki laki cenderung lebih agresif.
1
Perilaku agresif pada remaja dapat berupa mengejek, memaki, memukul, menampar,
tawuran. Remaja laki-laki cenderung lebih sering melakukan agresif yang bersifat
lebih kejam terhadap teman dan orang lain, sedangkan remaja perempuan melakukan
perilaku agresif umumnya kepada teman sebayanya (Nando & Pandjaitan, 2012).
Remaja laki-laki lebih sering menunjukkan agresif fisik dibandingkan remaja
perempuan, sehingga remaja laki-laki lebih sering tercatat melakukan agresif, seperti
pada beberapa kasus tawuran yang dilakukan oleh siswa SMA yang lebih banyak
dilakukan oleh remaja laki-laki. Berbagai faktor berpengaruh terhadap berperilaku
agresif, termasuk faktor keluarga. Anggota keluarga memberi pengaruh positif untuk
mengurangi perilaku agresif (Taufik, Nurfarhanah dan Rahayu 2013). Perilaku
remaja merupakan salah satu yang disebabkan oleh faktor keluarga, karena keluarga
yang harmonis akan membawa perilaku yang hal positif, tapi sebaliknya keluarga
yang kurang harmonis akan menimbulkan perilaku hal negatif.
Keluarga yang harmonis menjadi tempat yang baik bagi tumbuh kembang seorang
anak, sehingga mampu menjadi individu yang sejahtera. Keluarga yang harmonis
merupakan keluarga dimana terdapat kasih sayang, saling hidup rukun dan saling
menghormati, sehingga tercipta perasaan tentram dan damai yang lebih lanjut
diharapkan dapat mengurangi masalah-masalah sosial yang terjadi di masyarakat.
Keharmonisan keluarga memiliki peranan yang penting dalam tumbuh kembang
seseorang (Marmin, 2013). Apabila didalam keluarga terdapat kasih sayang, hidup
rukun dan saling menghormati, maka terciptalah keluarga yang harmonis.
Keluarga yang harmonis dapat mengurangi perilaku kenakalan remaja, remaja yang
memiliki persepsi positif terhadap keharmonisan keluarganya cenderung tidak
melakukan kenakalan remaja dibanding remaja yang memiliki persepsi negatif
terhadap keharmonisan keluarganya dan begitu pula sebaliknya. Keluarga yang
kurang harmonis berkaitan dengan adanya ketegangan di dalam keluarga mampu
2
membuat anak atau remaja menjadi tidak nyaman berada di dalam keluarga dan
mempengaruhi perkembangan emosi dan perilaku agresifnya. Keluarga yang terdapat
kekerasan di dalamnya juga dapat mempengaruhi kecenderungan perilaku agresif
remaja (Hariz, 2013). Remaja yang memiliki persepsi yang positif cenderung tidak
melakukan kenakalan remaja, sedangkan remaja yang memiliki persepsi yang negatif
cenderung melakukan kenakalan remaja atau tidakan menyimpang. Apabila anak
dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang harmonis, seorang anak akan dapat
melakukan penyesuaian diri secara sehat dan baik. Rasa dekat dengan keluarga
merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi perkembangan jiwa seorang anak. Orang
tua yang terlalu sibuk mencari nafkah sering ditanggapi negatif oleh remaja, dengan
merasa dirinya kurang diperhatikan, tidak disayangi, diremehkan, atau dibenci.
(Fatimah, 2010). Maka dari itu suatu keluarga harus saling menghormati dan saling
menyayangi satu sama lain agar menjadi keluarga yang baik dan keluarga yang
harmonis.
Ketidakharmonisan keluarga dan tidak sesuainya pola asuh yang diterapkan oleh
orang tua berakibat anak yang menjadi korban. Anak, cenderung mengalami konflik-
konflik internal, pemikiran kritis, perasaan mudah tersinggung, cita-cita dan kemauan
yang tinggi sukar dikerjakan sehingga menjadi frustasi, bahkan bisa mengalami
pergaulan yang tidak sehat (Murni & Suharnan 2014). Semakin banyak konflik
internal anak semakin agresif dan mengakibatkan perilaku yang menyimpang. Ada
beberapa macam-macam kenakalan remaja yaitu, tawuran, seks bebas, bolos sekolah,
pembunuhan dengan latar belakang geng atau kelompok, minum-minuman keras dan
pengunaan narkoba.
Menurut Budi Waseso, jumlah kasus narkoba juga meningkat drastis. Pada tahun
2016 (Badan Narkotika Nasional) BNN menangkap 1.238 tersangka kasus narkoba.
Selama tahun 2017 (Badan Narkotika Nasional) BNN menakap 58.365 tersangka.
Berdasarkan data kenakalan remaja, terhitung sejak Januari sampai Desember,
3
meningkat 35% dibandingkan tahun sebelumnya. Pelakunya rata-rata berusia 13
hingga 17 tahun. Sebuah survei yang dilakukan (badan Narkotika Nasional) BNN
pada tahun 2016, melaporkan bahwa sebanyak 22% pengguna narkoba di Indonesia
berasal dari kalangan pelajar. Kasus pengguna narkoba di Jawa Tengah juga cukup
tinggi. Hingga tahun 2016, sebanyak 600.000 ribu lebih masyarakat di Jawa Tengah
yang positif menggunakan narkoba (liputan 6, 2017). Sedangkan menurut AKBP
Firman Darmansyah, Jumlah kasus selama tahun 2016, terhitung hingga 28
Desember 2016 ada 29 kasus meski dalam targetnya hanya sekitar 19 kasus. Dari
jumlah kasus itu, polres Tegal juga berhasil mengamankan 32 tersangka. Dari catatan
itu terjadi peningkatan jumlah kasus dibandingkan dua tahun sebelumnya. Hingga
tutup tahun 2014, dari target 12 kasus, satuan narkoba Polres Tegal Kota berhasil
ungkap 15 kasus dengan 22 tersangka (Radar Tegal, 2016).
Berdasarkan survei pendahuluan, yang peneliti lakukan pada 17 Maret 2017 melaui
wawancara pada kepala Desa Rengas Pendwa Kecamatan Larangan di peroleh data
tentang kenakalan remaja, kenakalan remaja yang dilakukan di Desa tersebut adalah
sering berkelahi antar kampung, salah satu kejadian yang pernah terjadi, pada acara
dangdut dan pada waktu kejadian para pemuda ikut berjoged dan karena desak-
desakan salah satu pemuda ada yang tidak terima saat tersenggol oleh pemuda lain
dan terjadilah kegaduhan sampai berkelahi ditempat acara tersebut. Kejadian tersebut
sampai mengakibatkan salah satu pemuda tewas ditempat kejadian akibat dikeroyok
oleh sekelompok pemuda yang habis minum-minuman keras. Data lain dengan cara
wawancara dari 10 remaja didapatkan bahwa 8 remaja diantaranya mengalami
perilaku yang kurang baik seperti, tawuran, minum-minuman keras, penggunaan
narkoba. Hal ini disebabkan keharmonisan keluarga yang mengakibatkan anak itu
sendiri menjadi kurang baik. Anak selalu mengabaikan nasehat saudara atau orang
tua, Berdasarkan fenomena diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
Persepsi keharmonisan keluarga dengan kenakalan remaja Desa Rengas Pendawa
Kecamatan Larangan Kabupaten Brebes.
4
1.2 Tujuan penelitian
5
6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Persepsi
2.1.1.2 Aspek afeksi berhubungan dengan perasaan dan emosi individu, pemahaman
yang didapat dari peroses kognisi dapat memahami apa yang individu rasakan, yang
menyangkut senang atau tidak senang, sedih atau bahagia.
7
2.1.2.2 Adanya kesepakatan antara Ayah, Ibu dan anak, tentang segala hal yang harus
dijalankan untuk meningkatkan kedisiplinan dalam keluarga.
2.1.2.3 Cara mendidik anak yang penuh kasih sayang bukan kekerasan.
2.1.2.4. Meningkatkan volume interaksi dengan keluarga (sering kumpul, memberi
informasi, reaksi dll).
Keluarga yang harmonis menjadi tempat yang baik bagi tumbuh kembang seorang
anak, sehingga mampu menjadi individu yang sejahtera. Keluarga yang harmonis
merupakan keluarga dimana terdapat kasih sayang, saling hidup rukun dan saling
menghormati, sehingga tercipta perasaan tentram dan damai yang lebih lanjut
diharapkan dapat mengurangi masalah-masalah sosial yang terjadi di masyarakat.
Keharmonisan keluarga memiliki peranan yang penting dalam tumbuh kembang
seseorang (Marmin, 2013).
Membina keluarga yang harmonis merupakan dambaan setiap orang. Namun, untuk
meraihnya diperlukan pemahaman, pengertian, bahkan pengorbanan dari setiap
anggota keluarga. Apabila hal tersebut tidak terpenuhi maka dapat dipastikan akan
menimbulkan permasalahan dalam perjalanannya. Secara umum, fokus masalah
dalam berkeluarga ditimbulkan oleh komunikasi yang kurang dan terbatas antar
anggota keluarga (Sarwendah & Neni 2014).
Dari beberapa pengertian keluarga yang telah dikemukakan di atas, dapat diambil
kesimpulan bahwa keluarga adalah suatu kelompok terkecil dalam masyarakat yang
terdiri dari sepasang laki-laki dan wanita, serta anak-anaknya yang manamereka
terikat oleh perkawinan, di dalam keluarga itu juga menjunjung tingginilai-nilai dan
norma-norma serta peran dan fungsi untuk mencapai harapantertentu dalam keluarga.
8
2.1.3 Keharmonisan Keluarga
Keharmonisan keluarga memiliki peranan yang penting dalam tumbuh kembang
seseorang. Seorang anak atau remaja yang dibesarkan dalam lingkungan sosial
keluarga yang tidak baik atau disharmoni keluarga, maka resiko anak mengalami
gangguan kepribadian menjadi berkepribadian antisosial dan berperilaku
menyimpang lebih besar dibandingkan dengan anak yang dibesarkan dalam keluarga
sehat atau harmonis (Marmin, 2013). Keluarga yang harmonis dapat mengurangi
perilaku kenakalan remaja. Pernyataan tersebut didukung dengan penelitian yang
dilakukan remaja yang memiliki persepsi positif terhadap keharmonisan keluarganya
cenderung tidak melakukan kenakalan remaja dibanding remaja yang memiliki
persepsi negatif terhadap keharmonisan keluarganya, dan begitu pula sebaliknya
(Hariz, 2013).
9
bersama, menemani anak bermain dan mendengarkan masalah dan keluhan-keluhan
anak, dalam kebersamaan ini anak merasa dirinya dibutuhkan dan diperhatikan oleh
orang tuanya, sehingga anak betah tinggal di rumah.
2.1.4.4 Saling menghargai antar sesama anggota keluarga : Keluarga yang harmonis
adalah keluarga yang memberikan tempat bagi setiap keluarga menghargai perubahan
yang terjadi dan mengajarkan keterampilan berinteraksi sedini mungkin pada anak
dengan lingkungan yang lebih luas.
2.1.4.5 Kualitas dan kuantitas konflik yang minim : Faktor lain yang tidak kalah
pentingnya dalam menciptakan keharmonisan keluarga adalah kualitas dan kuantitas
konflik yang minim, jika dalam keluarga sering terjadi perselisihan dan pertengkaran,
maka suasana dalam keluarga tidak lagi menyenangkan. Dalam keluarga harmonis,
setiap anggota keluarga berusaha menyelesaikan masalah dengan kepala dingin dan
mencari penyelesaian terbaik dari setiap permasalahan.
2.1.4.6 Adanya hubungan atau ikatan yang erat antar anggota keluarga : Hubungan
yang erat antar anggota keluarga juga menentukan harmonisnya sebuah keluarga,
apabila dalam suatu keluarga tidak mempunyai hubungan yang erat, maka antar
anggota keluarga tidak ada lagi rasa salingmemiliki dan rasa kebersamaan akan
kurang. Hubungan yang erat antar anggota keluarga ini dapat diwujudkan dengan
10
adanya kebersamaan, komunikasi yang baik antar anggota keluarga dan saling
menghargai.
Keenam aspek tersebut mempunyai hubungan yang erat satu dengan yang lainnya.
Proses tumbuh kembang anak sangat ditentukan dari berfungsi tidaknya ke enam
aspek di atas, untuk menciptakan keluarga harmonis peran dan fungsi orangtua sangat
menentukan, keluarga yang tidak bahagia atau tidak harmonis.
2.1.5.4 Ekonomi keluarga : Suami istri mempunyai penghasilan yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan pokok, pengeluaran tidak melebihi pendapatan.
2.1.5.5 Hubungan sosial keluarga yang harmonis : Hubugan suami istri saling
mencintai, menyayangi, saling membantu, menghormati, mempercayai, dan saling
terbuka, apabila ada masalah di musyawarahkan dengan baik dan saling mempunyai
jiwa pemaaf.
11
keharmonisan keluarga. Faktor-faktor yang mempengaruhi keharmonisan keluarga
(Lilik, 2009).
2.1.6.2 Tingkat ekonomi keluarga : Tingkat ekonomi keluarga juga merupakan salah
satu faktor yang menentukan keharmonisan keluarga. Tingkat ekonomi hanya
berpengaruh terhadap kebahagian keluarga, apabila berada pada taraf yang sangat
rendah sehingga kebutuhan dasar saja tidak terpenuhi dan inilah nantinya akan
menimbulkan konflik dalam keluarga.
2.1.6.3 Sikap orang tua : Sikap orang tua juga berpengaruh terhadap keharmonisan
keluarga terutama hubungan orangtua dan anak-anaknya, semua keputusan di tangan
orangtuanya sehingga membuat remaja itu merasa tidak mempunyai peran dan
merasa kurang dihargai dan kurang kasih sayang serta memandang orangtuanya tidak
bijaksana.
2.1.6.4 Ukuran keluarga : Jumlah anak dalam satu keluarga cara orangtua mengontrol
perilaku anak, menetapkan aturan, mengasuh dan perlakuan efektif orangtua terhadap
anak. Keluarga yang lebih kecil mempunyai kemungkinan yang lebih besar
mengontrol anaknya dan lebih baik anak dengan orangtua.
Keluarga yang memiliki latar belakang pendidikan orang tua yang cukup baik,akan
mendorong putra dan putri mereka untuk mengikuti langkah yang sama terhadap
tingkah laku orang tua, pengaruh yang diterima oleh anak baik positif dan negatif,
orang tua bisa mengontrol anaknya.
12
2.2 Pengertian Remaja
Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa. Masa
transisi ini seringkali menghadapakan individu yang bersangkutan kepada situasi
yang membingungkan, disatu pihak masih kanak-kanak, tetapi dilain pihak ia sudah
harus bertingkah laku seperti orang dewasa. Situasi-situasi yang menimbulkan
konflik seperti ini, sering menyebabkan perilaku-perilaku yang aneh, canggung dan
kalau tidak dikontrol bisa menjadi kenakalan (Sarwono, 2012)
Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa
dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada
usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun (Feldman, Papalia & Olds,
2008). Masa remaja sebagai usia bermasalah karena ketidakmampuannya untuk
mengatasi sendiri masalahnya menurut cara yang mereka yakni, banyak remaja
akhirnya menemukan bahwa penyelesaiannya tidak selalu sesuai dengan harapan
mereka (Hurlock, 2012).
Remaja lebih mudah dipengaruhi oleh teman-temannya daripada ketika mereka masih
kanak-kanak. Ini berarti bahwa pengaruh orangtua semakin lemah. Anak remaja
berperilaku dan mempunyai kesenangan yang berbeda bahkan bertentangan dengan
13
perilaku dan kesenangan keluarga. Contoh-contoh yang umum adalah dalam hal
mode pakaian, potongan rambut, kesenangan musik yang kesemuanya harus
mutakhir..
Remaja mengalami perubahan fisik yang luar biasa, baik pertumbuhannya maupun
seksualitasnya. Perasaan seksual yang mulai muncul bisa menakutkan,
membingungkan dan menjadi sumber perasaan salah dan frustrasi.
Remaja sering menjadi terlalu percaya diri (over confidence) dan ini bersama-sama
dengan emosinya yang biasanya meningkat, mengakibatkan sulit menerima nasihat
dan pengarahan oangtua.
Variasi kondisi kejiwaan: Suatu saat mungkin ia terlihat pendiam, cemberut, dan
mengasingkan diri, tetapi pada saat yang lain terlihat sebaliknya, periang, berseri-seri
dan yakin. Perilaku yang sulit ditebak dan berubah-ubah ini bukanlah sesuatu yang
abnormal.
Rasa ingin tahu seksual dan coba-coba: Hal ini merupakan sesuatu yang normal dan
sehat. Rasa ingin tahu seksual dan bangkitnya rasa birahi adalah normal dan sehat.
Ingat, perilaku tertarik pada seks sendiri juga merupakan cirri yang normal pada
perkembangan masa remaja.
Rasa ingin tahu seksual dan birahi jelas menimbulkan bentuk-bentuk perilaku
seksual, membolos.
14
Perilaku anti sosial : seperti suka mengganggu, berbohong, kejam dan menunjukkan
perilaku agresif. Sebabnya mungkin bermacam-macam dan banyak tergantung pada
budayanya. Penyalahgunaan obat bius.
Psikosis, bentuk psikosis yang paling dikenal orang adalah skizofrenia (setengah gila
hingga gila beneran).
2.2.1.3 Dari berbagai penjelasan di atas, dapatlah dipahami tentang berbagai ciri
remaja. Ciri-ciri tersebut adalah :
Masa remaja sebagai periode yang penting Pada periode remaja, baik akibat langsung
maupun akibat jangka panjang tetaplah penting. Perkembangan fisik yang begitu
cepat disertai dengan cepatnya perkembangan mental, terutama pada masa awal
remaja.
Masa remaja sebagai periode peralihan : Pada fase ini, remaja bukan lagi seorang
anak dan bukan juga orang dewasa, kalau remaja berperilaku seperti anak-anak, ia
akan diajari untuk bertindak sesuai dengan umurnya. Kalau remaja berusaha
berperilaku sebagaimana orang dewasa, remaja seringkali dituduh terlalu besar
ukurannya dan dimarahi karena mencoba bertindak seperti orang dewasa.
Masa remaja sebagai periode perubahan tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku
selama masa remaja sejajar dengan tingkat perubahan fisik : Selama awal masa
remaja, ketika perubahan fisik terjadi dengan pesat, perubahan perilaku dan sikap
juga berlangsung pesat. Kalau perubahan fisik menurun, maka perubahan sikap dan
perilaku juga menurun.
15
mereka yakini, banyak remaja akhirnya menemukan bahwa penyelesaiannya tidak
selalu sesuai dengan harapan mereka.
Masa remaja sebagai masa mencari identitas pada tahun-tahun awal masa remaja,
penyesuaian diri terhadap kelompok masih tetap penting bagi anak laki-laki dan
perempuan : Lambat tahun mereka mulai mendambakan identitas diri dan tidak puas
lagi dengan menjadi sama dengan teman-teman dalam segala hal, seperti sebelumnya.
Status remaja yang mendua ini menimbulkan suatu dilema yang menyebabkan remaja
mengalami “krisis identitas” atau masalah-masalah identitas-ego pada remaja.
Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan: Anggapan stereotip budaya
bahwa remaja suka berbuat semaunya sendiri atau “semau gue”, yang tidak dapat
dipercaya dan cenderung berperilaku merusak, menyebabkan orang dewasa yang
harus membimbing dan mengawasi kehidupan remaja yang takut bertanggung jawab
dan bersikap tidak simpatik terhadap perilaku remaja yang normal.
Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik: Masa remaja cenderung memandang
kehidupan melalui kacamata berwarna merah jambu. Ia melihat dirinya sendiri dan
orang lain sebagaimana yang ia inginkan dan bukan sebagaimana adanya, terlebih
dalam hal harapan dan cita-cita. Harapan dan cita-cita yang tidak realistik ini, tidak
hanya bagi dirinya sendiri tetapi juga bagi keluarga dan teman-temannya,
menyebabkan meningginya emosi yang merupakan ciri dari awal masa remaja.
Remaja akan sakit hati dan kecewa apabila orang lain mengecewakannya atau kalau
ia tidak berhasil mencapai tujuan yang telah ditetapkannya sendiri.
Masa remaja sebagai ambang masa dewasa Semakin mendekatnya usia kematangan
yang sah, para remaja menjadi gelisah untuk meninggalkan stereotip belasan tahun
dan untuk memberikan kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa. Berpakaian dan
bertindak seperti orang dewasa ternyata belumlah cukup: Oleh karena itu, remaja
mulai memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan status dewasa, yaitu
merokok, minum-minuman keras, menggunakan obat-obatan, dan terlibat dalam
16
perbuatan seks bebas yang cukup meresahkan. Mereka menganggap bahwa perilaku
yang seperti ini akan memberikan citra yang sesuai dengan yang diharapkan mereka.
2.2.1.5 Remaja adalah suatu masa perubahan. Pada masa remaja terjadi perubahan
yang cepat baik secra fisik, maupun psikologis. Ada beberapa perubahan yang terjadi
selama masa remaja yang sekaligus sebagai ciri-ciri masa remaja (Jahja, 2011).
Peningkatan emosional yang terjadi secara cepat pada masa remaja awal yang dikenal
sebagai masa storm & stress. Peningkatan emosional ini merupakan hasil dari
perubahan fisik terutama hormon yang terjadi pada masa remaja. Dari segi kondisi
sosial, peningkatan emosi ini merupakan tanda bahwa remaja berada dalam kondisi
bari yang berbeda dari masa-masa yang sebelumnya.
Pada fase ini banyak tuntutan dan tekanan yang ditujukan kepada remaja, misalnya
mereka diharapkan untuk tidak lagi bertingkah laku seperti anak-anak, mereka harus
lebih mandiri, dan bertanggung jawab. Kemandirian dan tanggung jawab ini akan
terbentuk seiring berjalannya waktu, dan akan tampak jelas pada remaja akhir yang
duduk di awal-awal masa kuliah di perguruan tinggi.
Perubahan yang cepat secara fisik juga disertai dengan kematangan seksual.
Terkadang perubahan ini membuat remaja merasa tidak yakin akan diri dan
kemampuan mereka sendiri. Perubahan fisik yang terjadi secara cepat, baik
perubahan internal seperti sistem sirkulasi, pencernaan, dan sistem respirasi maupun
perubahan eksternal seperti tinggi badan, berat badan, dan proporsi tubuh sangat
berpengaruh terhadap konsep diri remaja.
Perubahan dalam hal yang menarik bagi dirinya dan hubungannya dengan orang lain.
Selama masa remaja banyak hal-hal yang menarik bagi dirinya dibawa dari masa
kanak-kanak digantikan dengan hal menarik yang baru dan lebih matang. Hal ini juga
dikarenakan adanya tanggung jawab yang lebih besar pada masa remaja, maka remaja
17
diharapkan untuk dapat mengarahkan ketertarikan mereka pada hal-hal yang lebih
penting.
Perubahan nilai, di mana apa yang mereka anggap penting pada masa kanak-kanak
menjadi kurang penting, karena telah mendekati dewasa. Kebanyakan remaja
bersikap ambivalen dalam menghadapi perubahan yang terjadi, di satu sisi mereka
menginginkan kebebasan, tetapi di sisi lain mereka takut akan tanggung jawab yang
menyertai kebebasan itu, serta meragukan kemampuan mereka sendiri untuk memikul
tanggung jawab itu.
Masa remaja merupakan peralihan masa perkembangan yang berlangsung sejak usia
sekitar 10 atau 11 tahun, atau bahkan lebih awal sampai masa remaja akhir atau usia
dua puluh awal, serta melibatkan perubahan besar dalam aspek fisik, kognitif, dan
psikososial yang saling berkaitan (Papalia, 2009). Dalam hal tersebut pada
pengasuhan yang lebih menekankan kepada hukuman fisik yang diberikan kepada
18
anak membuat remaja menaruh rasa dendam. Hal ini dapat merupakan sumber dari
kenakalan remaja seperti menentang, membolos dan lain sebagainya.
Kenakalan remaja yang menimbulkan korban fisik pada orang lain, seperti
perkelahian, pemerkosaan dan pembunuhan. Kenakalan remaja yang menimbulkan
korban materi, seperti pengrusakan, pencurian, pencopetan dan penodongan.
Kenakalan sosial yang tidak menimbulkan korban fisik pada orang lain, seperti
pelacuran, penyalahgunaan obat, kumpul kebo dan lain-lain. Kenakalan yang
melawan status, mengingkari kasus pelajar dengan cara membolos, mengingkari
status orang tua dengan minggat dari rumah atau melawan orang tua.
2.2.3.2 Menurut Asmani, (2012) kenakalan remaja yang sering dilakukan di sekolah
adalah sebagai berikut : Rambut panjang bagi siswa putra, , rambut disemir, mentato
kulit, merokok, berkelahi, mencuri, merusak sepeda/motor temannya, pergaulan
bebas, pacaran, tidak masuk sekolah, sering bolos, tidak disiplin, ramai di dalam
kelas, bermain play station, mengotori kelas dan halaman sekolah.
Psikologis mental remaja masih tergolong labil dengan didukung keingintahuan yang
kuat, maka mereka biasa cenderung melakukan apa saja tanpa mempertimbangkan
yang akan ditimbulkan. Dalam kondisi seperti ini para orang tua tidaklah membiarkan
19
dengan begitu saja bagi anaknya khususnya saat masa reamaja, di usia yang rentang
lebih baik diarahkan dalam pendidikan yang positif, seperti hal nya menikuti kegiatan
remaja Masjid (Remas), yang ada dilingkungannya.
Semua orang tua pasti ingin memberikan yang terbaik bagi anaknya, juga ingin
memberikan pengaruh yang positif terhadap perkembangan anak. Keadaan keluarga
yang terpecah broken home maupun keluarga yang broken hom semu, keduannya
pasti ingin memberi yang terbaik terhadap anak-anaknya agar tidak melakukan
tidakan nakal di masyarakat. Orang tua yang terlalu sibuk diluar rumah tak dapat
memberikan cukup waktu bagi anak-anaknya, ini sering digunakan anak untuk
mencari kepuasan diluar rumah, dengan kawan-kawannya yang senasib yang
akhirnya membentuk gank-gank yang memiliki sifat-sifat agresif, sehingga dapat
mengganggu masyarakat. Hal ini bisa mengarahkan kepada yang dinamakan
kenakalan remaja (juvenile delinquency).
20
mencontohnya dalam kehidupan sehari-hari akhinya secara tidak disadari mereka
telah meniru apa yang terdapat dalam film maupun dalam bacaan-bacaan tersebut.
Secara psikologis para pelajar mempunyai sifat imitatif, yaitu ingin meniru apa yang
dilakukan oleh idolanya yang diperoleh ketika membaca buku, film, komputer/laptop
yang sekarang ini seperti kebutuhan sehari-hari dan sebagainya. Tidak selektifnya
anak dalam memilih buku bacaan, film, dalam bermain komputer atau laptop dan
sebagainya serta kurangnya pengawasan orang tua dapat mengakibatkan siswa
melakukan tindakan negatif dari apa yang telah dibaca, dilihat, karena anak sifatnya
mencontoh.
Dari beberapa faktor yang menyebabkan kenakalan remaja tersebut di atas, maka
yang perlu diperhatikan bahwa harus adanya keaadaan yang harmonis didalam suatu
keluarga, dimana keluarga yang harmonis akan membentuk perilaku anak dan
keluarga yang baik, agar anak terhindar dari kenakalan remaja. Maka orang tua harus
mengontrol dan perilaku anak, dan memberikan kasih sayng kepada anak. Dari
kutipan di atas telah kita ketahui bahwasannya memilih wanita untuk pendamping
hidup juga hati-hati karena itu dapat berpengaruh dalam keturunan kita selanjutnya.
Teman pergaulan perilaku seseorang tidak akan jauh dari teman pergaulannya.
Remaja itu cenderung hidup berkelompok (geng) dan selalu ingin diakui identitas
kelompoknya di mata orang lain. Oleh sebab itu, sikap perilaku yang muncul diantara
mereka itu sulit untuk dilihat perbedaannya. Dampak kenakalan remaja pasti akan
berimbas pada remaja tersebut. Bila tidak segera ditangani, agar terhidar dari hal-hal
yang tidak diinginkan.
21
dingginkan dengan itu pula dapat menjadikan remaja bisa atau dapat menerima
keadaan dilingkungannya secara wajar (Kartini & Kartono, 2010).
22
Orang tua harus berupaya memahami kebutuhan anak-anaknya tidak bersikap yang
berlebihan, sehingga anak tidak akan menjadi manja. Menanamkan disiplin pada
anaknya. Orang tua tidak terlalu mengawasi dan mengatur setiap gerak gerik anak,
sehingga kebebasan berdiri sendiri.
Upaya ini bisa diwujudkan dengan jalan memberi peringatan atau hukuman kepada
remaja diliquent terhadap setiap pelangaran yang dilakuan setiap remaja. Bentuk
hukuman tersebut bersifat psikologis yaitu, mendidik dan menolong agar mereka
menyadari akan perbuatannya dan tidak akan mengulangi kesalahannya.
23
meninggalkan kegiatannya yang tidak sesuai dengan seperangkat norma yang
berlaku, yakni norma hukum, sosial, susila dan agama.
Membicarakan dengan orang tua anak yang bersangkutan dan dicarikan jalan keluar
untuk anak tersebut. Sebagai langkah terakhir masyarakat untuk lebih berani
melaporkan kepada yang berwajib tentang adanya perbuatan dengan disertai bukti-
bukti yang nyata, sehingga bukti tersebut dapat dijadikan dasar yang kuat bagi
instansi yang berwenang didalam menyelesaikan kasus kenakalan remaja. Dalam
lingkungan sekolah tindakan represif dapat diambil sebagai langkah awal adalah
dengan memberi teguran dan peringatan jika anak didik kita melakukan pelanggaran
terhadap tata tertib di sekolah. Bentuk hukuman tersebut bisa berupa melarang
bersekolah untuk sementara waktu. Hal ini dilakukan agar menjadi contoh bagi siswa
lainya, sehingga dengan demikian mereka tidak mudah melakukan pelangaran atau
tata tertib sekolah.
Tindakan kuratif dan rehabilitasi dalam mengatasi kenakalan remaja berarti usaha
untuk memulihkan kembali (menolong) anak yang terlibat kenakalan agar kembali
dalam perkembangan yang normal atau sesuai dengan aturan-aturan/norma-norma
hukum yang berlaku. Sehingga pada diri anak remaja tumbuh kesadaran dan terhindar
dari keputusasaan (frustasi). Penanggulangan ini dilakukan melalui pembinaan secara
khusus maupun perorangan yang ahli dalam bidangnya.
24
2.3 Kerangka teori
Faktor harmonisan
keluarga :
1. Proses keterbukaan
keluarga
2. Adanya kesepakatan
keluarga
Indikator keluarga
harmonis :
1. Kehidupan beragam
2. Pendidikan keluarga
3. Kesehatan keluarga
Faktor yang
mempengaruhi
keharmonisan keluarga :
1. Kounikasi Interpersonal
2. Tingkat ekonomi
3. Sikap orang tua
Kenkalan Remaja
Persepsi Keharmonisan
Keluarga
Faktor eksternal :
1. Filem
2. Komik
25
2.3 Kerangka konsep penelitian
Persepsi keharmonisan
keluarga. Kenakalan remaja
Hipotesis Nol (Ho) : Tidak ada hubungan antara pola asuh orang tua
perspsi keharmonisan keluarga dengan kenakalan
remaja di Desa Rengas Pendawa Kecamatan
Larangan Kabupaten Brebes.
26
BAB 3
METODE PENELITIAN
27
pertanyaan maka tergolong pola asuh demokratis dan jika item pertanyaan 11-
15 terjawab “Ya” ≥3 pertanyaan maka tergolong
28
3.3.2 Cara Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data dari responden dalam penelitian yang dilakukan di
Desa Karanganyar Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal, peneliti
melaksanakan prosedur pengumpulan data sebagai berikut
29
responden untuk menjaga kerahasiaan jawaban responden, yang selanjutnya
dilakukan pengolahan dan analisa data.
3.3.1 Populasi
3.3.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut. Dalam mengambil sampel penelitian ini digunakan cara
atau teknik-teknik tertentu, sehingga sampel tersebut dapat mewakili
populasi (Sugiyono, 2009).
30
sampel yang dikehendaki harus sesuai dengan kriteria tertentu yang telah
ditetapkan dalam penelitian.
31
Penentuan besar sample dalam penelitian ini menggunakan rumus
notoadjmojo (2005).
𝑛 = N Keterangan :
1+ N (e²) 𝑛: Jumlah sampel
N: Jumlah populasi
e: error level (tingkat kesalahan)
error level yang digunakan 0,1
(10%)
n = N
1 + N ( e²)
= 715
1 + 715 ( 0,1²)
= 715
1 + 715 ( 0,01 )
= 87
32
Pola asuh Merupakan suatu Kuesioner pola Jika item pertanyaan Nominal
orang tua proses mendidik, asuh (otoriter, 1-5 terjawab “Ya” ≥3
membimbing, dan 1,2,3,4,5) pertanyaan maka
mendisiplinkan tergolong pola asuh
serta melindungi (demokratis, otoriter.
anak khususnya 6,7,8,9,10) Jika item pertanyaan
remaja untuk 6-10 terjawab “Ya” ≥3
mencari jati dirinya (permisif, pertanyaanmaka
dan mencapai 11,12,13,14,15) tergolong pola asuh
kedewasaan sesuai demokratis.
dengan norma Jika item pertanyaan
dalam masyarakat 11-15 terjawab “Ya”
≥3 pertanyaan maka
tergolong pola asuh
permisif.
3.6.1 Validitas
Item-Total Statistics
33
Scale Mean Scale Variance Corrected
If Item if Item Item-Total
Deleted Deleted Correlation R tabel Keterangan
Item 1 18.80 32.400 .815 .6 Valid
Item 2 18.90 32.544 .807 .6 Valid
Item 3 19.00 32.222 .932 .6 Valid
Item 4 18.90 32.100 .899 .6 Valid
Item 5 18.90 32.989 .727 .6 Valid
Item 6 19.00 32.222 .932 .6 Valid
Item 7 19.00 33.778 .633 .6 Valid
Item 8 19.10 33.878 .715 .6 Valid
Item 9 19.10 33.878 .715 .6 Valid
Item 10 19.00 33.778 .633 .6 Valid
Item 11 18.80 32.400 .815 .6 Valid
Item 12 18.90 32.544 .807 .6 Valid
Item 13 19.00 32.222 .932 .6 Valid
Item 14 18.90 32.100 .889 .6 Valid
Item 15 18.90 32.989 .727 .6 Valid
Item-Total statistics
Scale Mean Scale Corrected
If Item Variance Item-Total
Deleted if Item Correlation R tabel Keterangan
Deleted
Item 1 24.30 36.678 .801 .6 Valid
Item 2 24.30 36.678 .801 .6 Valid
Item 3 24.40 36.711 .922 .6 Valid
Item 4 24.20 43.289 .288 .6 Valid
Item 5 24.20 39.733 .246 .6 Valid
Item 6 24.40 36.711 .922 .6 Valid
Item 7 24.30 36.678 .801 .6 Valid
Item 8 24.40 36.711 .922 .6 Valid
Item 9 24.40 36.711 .922 .6 Valid
Item
24.30 36.678 .801 .6 Valid
10
34
3.6.2 Reliabilitas
Tabel 3.4 Reliabilitas kuesioner hubungan pola asuh orang tua dengan
kenakalan remaja
35
lembaran tabel kerja guna mempermudah pembacaan. Pemberian kode
meliputi :
Pola asuh orang tua
Otoriter diberi kode 1
Demokratis diberi kode 2
Permisif diberi kode 3
Kenakalan remaja
Nakal tidak diberi kode 0
Nakal diberi kode 1
3.7.1.4 Entry data yaitu proses memasukan data ke dalam kategori tertentu untuk
dilakukan analisis data terkait tentang pola asuh orang tua dan kenakalan
remaja dengan menggunakan bantuan program komputer.
3.7.1.5 Cleaning yaitu mengecek kembali data yang sudah dientry apakah ada
kesalahan atau tidak saat memasukkan data ke computer.
36
mengetahui hubungan antara variabel adalah chi square. Variabel
independent yaitu pola asuh orang tua. Variabel dependent yaitu kenakalan
remaja.
37
pemusnahan kuesioner dilakukan dalam batas waktu yang telah ditentukan
(1 tahun).
38