Вы находитесь на странице: 1из 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gagal ginjal kronis ( GGK) atau Chronic Kidney Disease ( CKD)
merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan
sampah nitrogen lain dalam darah). Penyakit ini merupakan sindrom klinis
yang terjadi pada stadium gagal ginjal yang dapat mengakibatkan
kematian kecuali jika dilakukan terapi pengganti pada sistem sekresi
tubuhnya.
Sedangkan salah satu penatalaksanaan pada penderita gagal ginjal
kronik adalah hemodialisa. Hal ini karena hemodialisa merupakan terapi
pengganti ginjal yang bertujuan untuk mengeluarkan sisa-sisa
metabolisme protein atau mengoreksi gangguan keseimbangan air dan
elektrolit. Terapi hemodialisa yang dijalani penderita gagal ginjal tidak
mampu mengimbangi hilangnya aktivitas metabolik atau endokrin yang
dilaksanakan ginjal akan berpengaruh terhadap kualitas hidup pasien
(Raharjo, 2006).
CKD biasanya berkembang secara perlahan dan progresif, kadang
sampai bertahun-tahun, dengan pasien sering tidak menyadari bahwa
kondisi mereka telahn parah. Kondisi fungsi ginjal memburuk,
kemampuan untuk memproduksi erythropoietin yang memadai terganggu,
sehingga terjadi penurunan produksi baru sel-sel darah merah dan
akhirnya terjadi anemia. Dengan demikian, anemia merupakan komplikasi
yang sering terjadi pada CKD, dan sekitar 47% pasien dengan CKD
anemia (Denise, 2007).
Diseluruh dunia menurut National Kidney Foundation (2004), 26
juta orang dewasa Amerika telah mengalami CKD, dan jutaan orang lain
beresiko terkena CKD. Perhimpunan nefrologi indonesia menunjukkan
12,5 persen dari penduduk indonesia mengalami penurunan fungsi ginjal,
itu berarti secara kasar lebih dari 25 juta penduduk mengalami CKD.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mendapatkan gambaran secara umum tentang
Asuhan Keperawatan Pada pasien dengan Diagnosa CKD (Chronic
Kidney Disease).

2. Tujuan Khusus
a Mampu memahami tentang Penyakit CKD (Chronic Kidney

Disease).

b Mampu melakukan pengkajian pada penderita CKD (Chronic

Kidney Disease).

c Mampu merumuskan diagnosa keperawatan untuk pasien yang

menderita CKD (Chronic Kidney Disease).

d Mampu menyusun rencana keperawatan untuk pasien yang

menderita CKD (Chronic Kidney Disease)


BAB II

KONSEP DASAR

A. Definisi
Gagal ginjal yaitu ginjal kehilangan kemampuannya untuk
mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh dalam keadaan
asupan makanan normal. Gagal ginjal biasanya dibagi menjadi 2 kategori
yaitu kronik dan akut. Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal
ginjal yang progresif dan lambat pada setiap nefron (biasanya
berlangsusng beberapa tahun dan tidak reversible) gagal ginjal akut
seringkali berkaitan dengan penyakit kritis, bekembang cepat dalam
hitungan beberapa hari hingga minggu, dan biasanya reversible bila pasien
dapat bertahan dengan penyakit kritisnya. (Nanda Nic-Noc, 2015)

Anemia adalah penurunan jumlah sel darah merah (eritrosit):


sering dilaporkan sebagaipenurunan hematokrit (HCT) atau
penurunan konsentrasi hemoglobin (Hb). WHOmendefinisikan
anemia sebagai konsentrasi Hb < 13 g/dL pada pria, < 12 g/dL pada
wanitadan anak usia 6 sampai 14 tahun, dan < 11 g/dL pada anak usia 6
bulan sampai 6 tahun.Anemia pada CKD disebabkan karena ginjal yang
rusak tidak mampu memproduksi hormoneritropoetin (EPO) sehingga
pembentukan eritrosit menjadi berkurang dan menyebabkananemia.

B. Etiologi
Penyebab dari gagal ginjal kronis antara lain :
1. Infeksi saluran kemih (pielonefritis kronis)
2. Penyakit peradangan (glomerulonefritis).
3. Penyakit vaskuler hipertensif (nefrosklerosis, stenosis arteri
renalis).
4. Gangguan jaringan penyambung (SLE, poliarteritis nodusa,
sklerosissitemik).
5. Penyakit kongenital dan herediter (penyakit ginjal polikistik,
asidosistubulus ginjal).
6. Penyakit metabolik (DM, gout, hiperparatiroidisme).
7. Nefropati toksik.
8. Nefropati obstruktif (batu saluran kemih)

C. Manifestasi Klinis
Menurut Brunner & Suddart (2002) setiap sistem tubuh pada gagal
ginjal kronis dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka pasien akan
menunjukkan sejumlah tanda dan gejala. Keparahan tanda dan gejala
bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal, usia pasien dan
kondisi yang mendasari. Tanda dan gejala pasien gagal ginjal kronis
adalah sebagai berikut :
a) Manifestasi kardiovaskuler
Mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi
sistem renin- angiotensin-aldosteron), pitting edema
(kaki,tangan,sakrum), edema periorbital, Friction rub perikardial,
pembesaran vena leher.
b) Manifestasi dermatologi
Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering, bersisik, pruritus,
ekimosis, kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar.
c) Manifestasi Pulmoner
Krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal, pernapasan Kussmaul
d) Manifestasi Gastrointestinal
Napas berbau amonia, ulserasi dan pendarahan pada mulut, anoreksia,
mual,muntah, konstipasi dan diare, pendarahan saluran
gastrointestinal.
e) Manifestasi Neurologi
Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan
tungkai, panas pada telapak kaki, perubahan perilaku.
f) Manifestasi Muskuloskeletal
Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot drop
g) Manifestasi Reproduktif
Amenore dan atrofi testikuler

D. Patofisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk
glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa
nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi
volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam
keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan
ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan
yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi
berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena
jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi
produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi
lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira
fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang
demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih
rendah itu.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang
normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi
uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan
produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia
membaik setelah dialisis. (Brunner & Suddarth, 2001 : 1448).

Klasifikasi gagal ginjal kronik dibagi menjadi 5 stadium :


1. Stadium 1, bila kadar gula tidak terkontrol, maka glukosa akan
dikeluarkan lewat ginjal secara berlebihan. Keadaan ini membuat
ginjal hipertrofi dan hiperfiltrasi. Pasien akan mengalami poliuria.
Perubahan ini diyakini dapat menyebabkan glomerulusklerosis fokal,
terdiri dari penebalan difus matriks mesangeal dengan bahan
eosinofilik disertai penebalan membran basalin kapiler.
2. Stadium 2, insufisiensi ginjal, dimana lebihb dari 75 % jaringan telah
rusak, Blood Urea Nitrogen ( BUN ) meningkat, dan kreatinin serum
meningkat.
3. Stadium 3, glomerulus dan tubulus sudah mengalami beberapa
kerusakan. Tanda khas stadium ini adalah mikroalbuminuria yang
menetap, dan terjadi hipertensi.
4. Stadium 4, ditandai dengan proteinuria dan penurunan GFR.
Retinopati dan hipertensi hampir selalu ditemui.
5. Stadium 5, adalah stadium akhir, ditandai dengan peningkatan BUN
dan kreatinin plasma disebabkan oleh penurunan GFR yang cepat.
E. Pathway

CKD

Kerusakan
ginjal

Sekresi
eritropoeitin ↓

Produksi Hb
Defisiensi zat
Hemodialisa dan sel darah
besi
merah ↓

Darah tidak seluruhnya kembali Pembentukan


Anemia
ke tubuh, kerusakan SDM SDM ↓

Kelelahan, Suplai oksigen


kelemahan ↓

Imbalance suplai dan


Intoleransi
kebutuhan oksigen Kerja jantung ↑
jaringan
aktivitas

Dekompensasi

Gangguan perfusi
jaringan Aliran balik darah Gagal
ke paru dan hepar jantung
F. Pemeriksaan Penunjang
Didalam memberikan pelayanan keperawatan terutama intervensi
maka perlu pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan baik secara medis
ataupun kolaborasi antara lain :
1. Pemeriksaan Laboratorium.
a. Laboratorium darah :
BUN, Kreatinin, elektrolit (Na, K, Ca, Phospat),
Hematologi (Hb, trombosit, Ht, Leukosit), protein,
antibody (kehilangan protein dan immunoglobulin).
b. Pemeriksaan Urin
Warna, PH, BJ, kekeruhan, volume, glukosa, protein,
sedimen, SDM, keton, SDP, TKK/CCT2.
2. Pemeriksaan EKG
Untuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda perikarditis,
aritmia, dan gangguan elektrolit (hiperkalemi, hipokalsemia).
3. Pemeriksaan USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan
parenkim ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter proksimal,
kandung kemih serta prostate.
4. Pemeriksaan Radiologi
Renogram, Intravenous Pyelography, Retrograde Pyelography,
Renal Aretriografi dan Venografi, CT Scan, MRI, Renal Biopsi,
pemeriksaan rontgen dada, pemeriksaan rontgen tulang, foto polos
abdomen

G. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin timbul akibat gagal ginjal kronis antara lain:
1. Hiperkalemia.
2. Perikarditis.
3. Hipertensi.
4. Anemia.
5. Penyakit tulang
(Smeltzer & Bare, 2001)

H. Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan pasien GGK adalah untuk
mempertahankan fungsi ginjal yang tersisa dan homeostasis tubuh selama
mungkin serta mencegah atau mengobati komplikasi (Smeltzer, 2001;
Rubenstain dkk, 2007). Terapi konservatif tidak dapat mengobati GGK
namun dapat memperlambat progres dari penyakit ini karena yang
dibutuhkan adalah terapi penggantian ginjal baik dengan dialisis atau
transplantasi ginjal.
Penatalaksanaan konservatif dihentikan bila pasien sudah
memerlukan dialisi tetap atau transplantasi. Pada tahap ini biasanya GFR
sekitar 5-10 ml/mnt. Dialisis juga diiperlukan bila :
• Asidosis metabolik yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan
• Hiperkalemia yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan
• Overload cairan (edema paru)
• Ensefalopati uremic, penurunan kesadaran
• Efusi perikardial
• Sindrom uremia ( mual,muntah, anoreksia, neuropati) yang
memburuk.

Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan CKD dibagi tiga yaitu :


1. Konservatif
a. Dilakukan pemeriksaan laboratorium darah dan urin.
b. Observasi balance cairan.
c. Observasi adanya odema.
d. Batasi cairan yang masuk.
2. Dialysis.
a. peritoneal diálisis biasanya dilakukan pada kasus – kasus
emergency.
b. Sedangkan dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang
tidak bersifat akut adalah CAPD ( Continues Ambulatori
Peritonial Dialysis).
c. Hemodialisis.
d. Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di
vena dengan menggunakan mesin. Pada awalnya
hemodiliasis dilakukan melalui daerah femoralis namun
untuk mempermudah maka dilakukan : AV fistule :
menggabungkan vena dan arteri, Double lumen :
langsung pada daerah jantung (vaskularisasi ke jantung)
3. Operasi.
a. Pengambilan batu.
b. transplantasi ginjal

I. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian.
a. Aktifitas dan Istirahat Kelelahan, kelemahan, malaise,
gangguan tidur, kelemahan otot dan tonus, penurunan
ROM.
b. Sirkulasi Riwayat hipertensi lama atau berat, palpitasi,
nyeri dada, peningkatan JVP, tachycardia, hipotensi
orthostatic, friction rub.
c. Integritas Ego Faktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada
kekuatan, menolak, cemas, takut, marah, irritable.
d. Eliminasi Penurunan frekuensi urin, oliguri, anuri,
perubahan warna urin, urin pekat warna merah/coklat,
berawan, diare, konstipasi, abdomen kembung.
e. Makanan/Cairan Peningkatan BB karena edema,
penurunan BB karena malnutrisi, anoreksia, mual,
muntah, rasa logam pada mulut, asites, penurunan otot,
penurunan lemak subkutan.
f. Neurosensori Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot,
kejang, kebas, kesemutan, gangguan status mental,
penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan
berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan
tingkat kesadaran, koma.
g. Nyeri/Kenyamanan Nyeri panggul, sakit kepala, kram
otot, nyeri kaki, distraksi, gelisah.
h. Pernafasan Pernafasan Kussmaul (cepat dan dangkal),
paroksismal nokturnal dyspnea (+), batuk produkrif
dengan frotty sputum bila terjadi edema pulmonal.
i. Keamanan Kulit gatal, infeksi berulang, pruritus, demam
(sepsis dan dehidrasi), petekie, ekimosis, fraktur tulang,
deposit fosfat kalsieum pada kulit, ROM terbatas.
j. Seksualitas Penurunan libido, amenore, infertilitas.
k. Interaksi Sosial Tidak mampu bekerja, tidak mampu
menjalankan peran seperti biasanya

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien CKD adalah:
a. Penurunan curah jantung.
b. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
c. Perubahan nutrisi.
d. Perubahan pola nafas.
e. Gangguan perfusi jaringan.
f. Intoleransi aktivitas.
g. Kurang pengetahuan tentang tindakan medis.
h. Resiko tinggi terjadinya infeksi.

3. Intervensi
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban
jantung yang meningkat
Tujuan: Penurunan curah jantung tidak terjadi dengan
kriteria hasil : mempertahankan curah jantung dengan
bukti tekanan darah dan frekuensi jantung dalam batas
normal, nadi perifer kuat dan sama dengan waktu
pengisian kapiler
Intervensi:
1) Auskultasi bunyi jantung dan paru
R: Adanya takikardia frekuensi jantung tidak teratur.
2) Kaji adanya hipertensi
R: Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada
sistem aldosteron-renin-angiotensin (disebabkan oleh
disfungsi ginjal)
3) Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikanlokasi, rediasi,
beratnya (skala 0-10)
R: HT dan GGK dapat menyebabkan nyeri.
4) Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas
R: Kelelahan dapat menyertai GGK juga anemia.
b. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
berhubungan dengan edema sekunder : volume cairan
tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O
Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa
kelebihan cairan dengan kriteria hasil: tidak ada edema,
keseimbangan antara input dan output
Intervensi:
1) Kaji status cairan dengan menimbang BB perhari,
keseimbangan masukan dan haluaran, turgor kulit
tanda-tanda vital.
2) Batasi masukan cairan
R: Pembatasan cairan akn menentukan BB ideal,
haluaran urin, dan respon terhadap terapi.
3) Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang
pembatasan cairan
R: Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan
keluarga dalam pembatasan cairan.
4) njurkan pasien / ajari pasien untuk mencatat
penggunaan cairan terutama pemasukan dan haluaran
R: Untuk mengetahui keseimbangan input dan output
c. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan anoreksia, mual, muntah
Tujuan: Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat
dengan kriteria hasil: menunjukan BB stabil
Intervensi:
1) Awasi konsumsi makanan / cairan
R: Mengidentifikasi kekurangan nutrisi.
2) Perhatikan adanya mual dan muntah
R: Gejala yang menyertai akumulasi toksin endogen
yang dapat mengubah atau menurunkan pemasukan
dan memerlukan intervensi.
3) Berikan makanan sedikit tapi sering
R: Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan
makanan.
4) Tingkatkan kunjungan oleh orang terdekat selama
makan
R: Memberikan pengalihan dan meningkatkan aspek
sosial.
5) Berikan perawatan mulut sering
R: Menurunkan ketidaknyamanan stomatitis oral dan
rasa tak disukai dalam mulut yang dapat
mempengaruhi masukan makanan.
d. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi
sekunder: kompensasi melalui alkalosis respiratorik
Tujuan: Pola nafas kembali normal / stabil.
Intervensi:
1) Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles
R: Menyatakan adanya pengumpulan sekret.
2) Ajarkan pasien batuk efektif dan nafas dalam.
R: Membersihkan jalan nafas dan memudahkan
aliran O2.
3) Atur posisi senyaman mungkin.
R: Mencegah terjadinya sesak nafas.
4) Batasi untuk beraktivitas
R: Mengurangi beban kerja dan mencegah
terjadinya sesak atau hipoksia.
e. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritis
Tujuan: Integritas kulit dapat terjaga dengan kriteria
hasil:
1) Mempertahankan kulit utuh.
2) Menunjukan perilaku / teknik untuk mencegah
kerusakan kulit.
Intervensi:
1) Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor,
vaskuler, perhatikan kadanya kemerahan.
R: Menandakan area sirkulasi buruk atau kerusakan
yang dapat menimbulkan pembentukan dekubitus /
infeksi.
2) Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan
membran mukosa.
R: Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi
berlebihan yang mempengaruhi sirkulasi dan
integritas jaringan.
3) Inspeksi area tergantung terhadap udem
R: Jaringan udem lebih cenderung rusak / robek
4) Ubah posisi sesering mungkin.
R: Menurunkan tekanan pada udem , jaringan dengan
perfusi buruk untuk menurunkan iskemia.
5) Berikan perawatan kulit
R: Mengurangi pengeringan , robekan kulit.
6) Pertahankan linen kering.
R: Menurunkan iritasi dermal dan risiko kerusakan
kulit.
7) Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan
dingin untuk memberikan tekanan pada area pruritis
R: Menghilangkan ketidaknyamanan dan
menurunkan risiko cedera.
8) Anjurkan memakai pakaian katun longgar.
R: Mencegah iritasi dermal langsung dan
meningkatkan evaporasi lembab pada kulit.
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi
jaringan yang tidak adekuat, keletihan.
Tujuan: Pasien dapat meningkatkan aktivitas yang dapat
ditoleransi.
Intervensi:
1) Pantau pasien untuk melakukan aktivitas.
2) Kaji fektor yang menyebabkan keletihan.
3) Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat.
4) Pertahankan status nutrisi yang adekuat
g. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan
tindakan medis (hemodialisa) b.d salah interpretasi
informasi.
1) Kaji ulang penyakit/prognosis dan kemungkinan
yang akan dialami.
2) Beri pendidikan kesehatan mengenai pengertian,
penyebab, tanda dan gejala CKD serta
penatalaksanaannya (tindakan hemodialisa).
3) Libatkan keluarga dalam memberikan tindakan.
4) Anjurkan keluarga untuk memberikan support
system.
5) Evaluasi pasien dan keluarga setelah diberikan
penkes.
DAFTAR PUSTAKA

Black, Joyce M. & Jane Hokanson Hawks. Medical Surgical Nursing Clinical
Management for Positive Outcome Seventh Edition. China : Elsevier inc.
2005
Herdinan, Heather T. Diagnosis Keperawatan NANDA: Definisi dan Klasifikasi
2012-2014. Jakarta: EGC. 2012.
Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma.2015.Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosis Medis & NANDA NIC-NOC.Yogyakarta : 2015
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G.2000. Brunner and Suddarth’s textbook of medical–
surgical nursing. 8th Edition. Alih bahasa : Waluyo, A. Jakarta: EGC;
(Buku asli diterbitkan tahun 1996).
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar KeperawatanMedikal
Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC.

Вам также может понравиться