Вы находитесь на странице: 1из 3

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Paru-paru sebagai organ vital pernapasan, bisa saja kena penyakit

peradangan atau pneumonia, dipicu oleh berbagai sebab. Bila hal ini terjadi,

jelas sudah bahwa penderita paru-parunya tidak normal lagi. Pneumonia

harus dianggap sebagai penyakit yang erat kaitannya dengan berbagai

penyakit organ lain dalam tubuh sehingga memerlukan perhatian besar

(Saydam, 2011).

World Health Organization (WHO) memperkirakan di akhir tahun 2015,

pneumonia akan menewaskan sekitar 922.000 anak di bawah umur 5 tahun.

Pneumonia memang menyumbang angka yang cukup besar, yaitu 15% dari

kematian balita di seluruh dunia. Angka kematian yang disebabkan oleh

pneumonia di Asia Selatan dan Sahara Afrika dibanding wilayah lain

(Warsito, 2015).

Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013

prevalensi sebesar 4,5%. Lima provinsi yang mempunyai prevalensi

pneumonia tertinggi untuk semua umur adalah Nusa Tenggara Timur

(10,3%), Papua (8,2%), Sulawesi Tengah (5,7%), Sulawesi Barat (6,1%) dan

Sulawesi Selatan (4,8%). Berdasarkan kelompok umur penduduk, period

prevalence pneumonia yang tinggi terjadi pada kelompok umur 1-4 tahun,

kemudian mulai meningkat pada umur 45-54 tahun dan terus meninggi pada

kelompok umur berikutnya. Lima provinsi yang mempunyai insiden

pneumonia balita tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur (38,5‰), Aceh

1
2

(35,6‰), Bangka Belitung (34,8‰), Sulawesi Barat (34,8‰), dan Kalimantan

Tengah (32,7‰) sedangkan di Kalimantan Selatan (30,8‰). Insidens

tertinggi pneumonia balita terdapat pada kelompok umur 12-23 bulan

(21,7‰) (Kemenkes RI, 2013).

Upaya dalam mengatasi kasus pneumonia telah banyak dilakukan,

mulai dari pencegahan sampai pengobatan. Upaya pengendalian pneumonia

balita antara lain adalah imunisasi dasar, pemberian vitamin, deteksi dini

melalui MTBS, peningkatan status gizi dan peningkatan pengetahuan orang

tua, sampai pengobatan yang dikontrol secara berkala. Namun kasus

pneumonia masih tetap tinggi, bahkan kasus pneumonia tidak terjadi hanya

sekali pada balita yang sama. Terdapat kasus balita yang terkena pneumonia

berulang, dimana terjadi kekambuhan pneumonia yang sebelumnya

(Kemenkes RI, 2012).

Menurut data Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin jumlah balita yang

mengalami pneumonia tahun 2013 sebanyak 5.863 orang, tahun 2014

sebanyak 4.811 orang sedangkan dari bulan Januari sampai November 2015

terdapat 5.305 orang. (Dinkes Kota Banjarmasin, 2015).

Dari latar belakang di atas penulis tertarik untuk melakukan penerapan

Asuhan Keperawatan pada pasien pnemonia di ruang PICU RSUD Ulin

Banjarmasin.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana penerapan asuhan keperawatan pada penyakit pnemonia.


3

C. Tujuan
1. Tujuan umum
Mahasiswa dapat melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien
dengan pneumonia.
2. Tujuan khusus
a. Mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan pneumonia
b. Mampu membuat analisis data dari hasil pengkajian
c. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan
pneumonia.
d. Mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada pasien dengan
pneumonia.
e. Mampu mengaplikasikan tindakan keperawatan dengan komprehensif
pada pasien pneumonia.
f. Mampu mengevaluasi tindakan keperawatan yang telah dilakukan
pada pasien pneumonia.

D. Manfaat
1. Rumah Sakit
Asuhan keperawatan ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai
penanganan dan penatalaksaan pada pasien dengan pneumonia.
2. Pendidikan
Asuhan keperawatan ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai
informasi tambahan dan pengetahuan dari mengenali hingga bagaimana
penaganan pasien dengan pneumonia.
3. Pasien
Asuhan keperawatan ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai
pedoman dan informasi penyakit serta penanganan dan penatalaksaan
pada pasien dengan pneumonia.
4. Mahasiswa
Asuhan keperawatan ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan
bagaimana mengenali, mengkaji hingga memberikan penanganan yang
tepat pada pasien dengan pneumonia.

Вам также может понравиться