Вы находитесь на странице: 1из 41

BAB I

PENDAHULUAN

Hernia Nukleus Pulposus (HNP) merupakan salah satu dari sekian banyak

“Low Back Pain” akibat proses degeneratif yang ditemukan di masyarakat.

Prevalensinya berkisar antara 1-2% dari populasi. Laki-laki dan wanita memiliki

resiko yang sama dalam mengalami HNP, dengan awitan paling sering antara usia

30 dan 50 tahun. HNP merupakan penyebab paling umum kecacatan akibat kerja

pada mereka yang berusia di bawah 45 tahun. Nyeri pinggang yang diderita pasien

usia kurang dari 55 atau 60 tahun adalah disebabkan oleh HNP, sedangkan yang

berusia lebih tua nyeri pinggang disebabkan oleh osteoporosis, fraktur kompresi,

dan fraktur patologis (Baehr, 2007).

HNP lumbalis paling sering (90%) mengenai diskus intervertebralis L5-S1

dan L4-L5, sedangkan 10% sisanya terjadi didaerah L3-L4. Pasien HNP lumbal

seringkali mengeluh rasa nyeri menjadi bertambah pada saat melakukan aktivitas

seperti duduk lama, membungkuk, mengangkat benda yang berat, juga pada saat

batuk, bersin dan mengejan. Biasanya nyeri belakang punggung oleh karena HNP

akan membaik dalam waktu kira-kira 6 minggu (Baehr, 2007).

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI VERTEBRAE

Tulang belakang adalah struktur lentur sejumlah tulang yang disebut

vertebra. Diantara tiap dua ruas vertebra terdapat bantalan tulang rawan.

Panjang rangkaian vertebra pada orang dewasa dapat mencapai 57 sampai 67

cm. seluruhnya terdapat 33 ruas tulang, 24 buah diantaranya adalah tulang -

tulang terpisah dan 9 ruas sisanya bergabung membentuk 2 tulang (Baehr,

2007).

Vertebrae dikelompokkan sebagai berikut :

- Cervicales (7)

- Thoracicae (12)

- Lumbales (5)

- Sacroles (5, menyatu membentuk sacrum)

- Coccygeae (4, 3 yang bawah biasanya menyatu)

2
Tulang vertebrae merupakan struktur kompleks yang secara garis

besar terbagi atas 2 bagian. Bagian anterior tersusun atas korpus vertebra,

diskus intervertebralis (sebagai artikulasi), dan ditopang oleh ligamentum

longitudinale anterior dan posterior. Sedangkan bagian posterior tersusun

atas pedikel, lamina, kanalis vertebralis, serta prosesus tranversus dan

spinosus yang menjadi tempat otot penyokong dan pelindung kolumna

vertebrale. Bagian posterior vertebrae antara satu dan lain dihubungkan

dengan sendi apofisial (fascet joint) (Baehr, 2007).

3
Tulang vertebrae ini dihubungkan satu sama lainnya oleh

ligamentum dan tulang rawan. Bagian anterior columna vertebralis terdiri

dari corpus vertebrae yang dihubungkan satu sama lain oleh diskus

fibrokartilago yang disebut discus invertebralis dan diperkuat oleh

ligamentum longitudinalis anterior dan ligamentum longitudinalis posterior

(F. Paulzen, 2012).

4
Diskus invertebralis menyusun seperempat panjang columna

vertebralis. Diskus ini paling tebal di daerah cervical dan lumbal, tempat

dimana banyak terjadi gerakan columna vertebralis, dan berfungsi sebagai

sendi dan shock absorber agar kolumna vertebralis tidak cedera bila terjadi

trauma (F. Paulzen, 2012).

Diskus intervertebralis terdiri dari dua bagian utama yaitu:

1. Anulus fibrosus, terbagi menjadi 3 lapis:

 Lapisan terluar terdiri dari lamella fibro kolagen yang

berjalan menyilang konsentris mengelilingi nucleus

pulposus sehingga bentuknya seakan akan menyerupai

gulungan per (coiled spring)

 Lapisan dalam terdiri dari jaringan fibro kartilagenus

 Daerah transisi.

Mulai daerah lumbal 1 ligamentum longitudinal posterior

makin mengecil sehingga pada ruang intervertebra L5-S1

5
tinggal separuh dari lebar semula sehingga mengakibatkan

mudah terjadinya kelainan didaerah ini (F. Paulzen, 2012).

2. Nucleus Pulposus

Nukleus Pulposus adalah suatu gel yang viskus terdiri dari

proteoglycan (hyaluronic long chain) mengandung kadar air

yang tinggi (80%) dan mempunyai sifat sangat higroskopis.

Sifat setengah cair dari nukleus pulposus, memungkinkannya

berubah bentuk dan vertebrae dapat mengjungkit kedepan dan

kebelakang diatas yang lain, seperti pada flexi dan ekstensi

columna vertebralis (F. Paulzen, 2012).

Nukleus pulposus berfungsi sebagai bantalan dan berperan

menahan tekanan/beban. Kemampuan menahan air dari nucleus

pulposus berkurang secara progresif dengan bertambahnya usia.

Mulai usia 20 tahun terjadi perubahan degenerasi yang ditandai

dengan penurunan vaskularisasi kedalam diskus disertai

berkurangnya kadar air dalam nucleus sehingga diskus

mengkerut dan menjadi kurang elastic (F. Paulzen, 2012).

6
Diskus intervertebralis, baik anulus fibrosus maupun nukleus

pulposusnya adalah bangunan yang tidak peka nyeri. Bagian yang

merupakan bagian peka terhadap rasa nyeri adalah:

 Lig. Longitudinale anterior

 Lig. Longitudinale posterior

 Corpus vertebra dan periosteumnya

 Articulatio zygoapophyseal

 Lig. Supraspinosum

 Fasia dan otot

7
Stabilitas vertebrae tergantung pada integritas korpus vertebra dan

diskus intervertebralis serta dua jenis jaringan penyokong yaitu ligamentum

(pasif) dan otot (aktif). Untuk menahan beban yang besar terhadap kolumna

vertebrale ini stabilitas daerah pinggang sangat bergantung pada gerak

kontraksi volunter dan refleks otot-otot sakrospinalis, abdominal, gluteus

maksimus, dan hamstring (F. Paulzen, 2012).

2.2 DEFINISI HERNIA NUKLEUS PULPOSUS

Hernia Nucleus Pulposus (HNP) adalah suatu keadaan, dimana

bantalan lunak diantara ruas-ruas tulang belakang (soft gel disc atau Nucleus

Pulposus) mengalami tekanan di salah satu bagian posterior atau lateral

sehingga nucleus pulposus pecah dan luruh sehingga terjadi penonjolan

melalui anulus fibrosus ke dalam kanalis spinalis dan mengakibatkan

penekanan radiks saraf (Foster M., 2012).

8
Penyakit HNP ini bisa terjadi pada seluruh ruas tulang belakang,

mulai dari tulang leher sampai tulang ekor (cervical, thorakal, lumbal atau

sacrum). Herniasi diskus dapat terjadi pada dua sisi, tetapi lebih sering

terjadi pada satu sisi. Keluhan nyeri dapat unilateral, bilateral atau bilateral

tetapi lebih berat ke satu sisi. Daerah sakitnya tergantung di mana terjadi

penjepitan, semisal di leher maka akan terjadi migrain atau sakit sampai

ke bahu. Bisa juga terjadi penjepitan di tulang ekor, maka akan terasa sakit

seperti otot ketarik pada bagian paha atau betis, kesemutan, sakit pinggang

yang menjalar ke tungkai bawah sesuai dengan distribusi dermatof saraf

yang terkena terutama pada saat aktifitas mengangkat beban yang berat dan

membungkuk, bahkan bisa sampai pada kelumpuhan. Penderita penyakit ini

sering mengeluh hernia diskus lebih banyak terjadi pada daerah

lumbosakral, namun juga dapat terjadi pada daerah servikal dan thorakal

tetapi kasusnya jarang terjadi. HNP dapat terjadi pada semua usia, rata-rata

35 - 45 tahun (Foster M., 2012).

2.3 PATOMEKANISME

1. Proses Degenaratif

Diskus intervertebralis tersusun atas jaringan fibrokartilago yang

berfungsi sebagai shock absorber, menyebarkan gaya pada kolumna

vertebralis dan juga memungkinkan gerakan antar vertebra. Kandungan

air diskus berkurang dengan bertambahnya usia (dari 90% pada bayi

sampai menjadi 70% pada orang usia lanjut). Selain itu serabut-serabut

menjadi kasar dan mengalami hialinisasi yang ikut membantu terjadinya

9
perubahan ke arah herniasi nukleus pulposus melalui anulus dan

menekan radiks saraf spinal. Pada umumnya hernia paling mungkin

terjadi pada bagian kolumna vertebralis dimana terjadi peralihan dari

segmen yang lebih mobil ke yang kurang mobil (perbatasan

lumbosakral dan servikotorakal) (Price, 2005).

2. Proses Traumatik

Dimulainya degenerasi diskus mempengaruhi mekanika sendi

intervertebral, yang dapat menyebabkan degenerasi lebih jauh. Selain

degenerasi, gerakan repetitive, seperti fleksi, ekstensi, lateral fleksi,

rotasi, dan mengangkat beban dapat memberi tekanan abnormal pada

nukleus. Jika tekanan ini cukup besar sampai bisa melukai annulus,

nucleus pulposus ini berujung pada herniasi. Trauma akut dapat pula

menyebabkan herniasi, seperti mengangkat benda dengan cara yang

salah dan jatuh. (Price, 2005).

Hernia Nukleus Pulposus terbagi dalam 4 grade berdasarkan

keadaan herniasinya, dimana ekstrusi dan sequestrasi merupakan hernia

yang sesungguhnya, yaitu (Price, 2005) :

a. Protrusi diskus intervertebralis : nukleus terlihat menonjol ke satu

arah tanpa kerusakan annulus fibrosus.

b. Prolaps diskus intervertebral : nukleus berpindah, tetapi masih

dalam lingkaran anulus fibrosus.

c. Extrusi diskus intervertebral : nukleus keluar dan anulus fibrosus

dan berada di bawah ligamentum, longitudinalis posterior.

10
d. Sequestrasi diskus intervertebral: nukleus telah menembus

ligamentum longitudinalis posterior

Bisa juga terjadi karena adanya spinal stenosis, ketidakstabilan

vertebra karena salah posisi, mengangkat, pembentukan osteophyte,

degenerasi dan degidrasi dari kandungan tulang rawan annulus dan nucleus

mengakibatkan berkurangnya elastisitas sehingga mengakibatkan herniasi

dari nucleus hingga annulus (Sidharta, 2005).

2.4 FAKTOR RISIKO

Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi :

a. Umur: makin bertambah umur risiko makin tinggi.

b. Jenis kelamin: laki-laki lebih banyak dari wanita.

11
c. Riwayat cidera punggung atau HNP sebelumnya.

Faktor risiko yang dapat dimodifikasi :

a. Pekerjaan dan aktivitas: duduk yang terlalu lama, mengangkat atau

menarik barang-barang serta, sering membungkuk atau gerakan

memutar pada punggung, latihan fisik yang berat, paparan pada

vibrasi yang konstan seperti supir.

b. Olahraga yang tidak teratur, mulai latihan setelah lama tidak

berlatih, latihan yang berat dalam jangka waktu yang lama.

c. Merokok. Nikotin dan racun-racun lain dapat mengganggu

kemampuan diskus untuk menyerap nutrien yang diperlukan dari

dalam darah.

d. Berat badan berlebihan, terutama beban ekstra di daerah perut dapat

menyebabkan strain pada punggung bawah.

e. Batuk lama dan berulang.

Faktor-faktor yang mempengaruhi:

a. Beban yang diperkenankan, jarak angkut dan intensitas

pembebanan.

b. Kondisi lingkungan kerja yaitu licin, kasar, naik atau turun.

c. Keterampilan pekerja.

d. Peralatan kerja beserta keamanannya (J. Mcphee, 2008)

12
2.5 KLASIFIKASI

Macnab’s Classification membagi HNP berdasarkan pemeriksaan MRI

menjadi :

 Bulging Disc, suatu penonjolan atau konveksitas dari diskus melewati

batas diskus tetapi anulus tetap intak.

 Proalapsed Disc, suatu penonjolan dari diskus melalui annulus fibrosus

yang mengalami robekan yang tidak komplit.

 Extruded Disc, suatu penonjolan dari diskus melalui annulus fibrosus

yang mengalami robekan komplit, dan nucleus pulposus mendesak

ligamentum longitudinalis posterior.

 Sequesteres Disc, sebagian dari nucleus pulposus keluar melalui

annulus fibrosus yang telah robek, kehilangan kontinuitas dengan

nucleuos pulposus yang berada didalam diskus dan telah berada dalam

kanal.

Menurut lokasi penonjolan Nucleous Pulposus, terdapat 3 tipe :

 Central, tidak selalu didapatkan gejala radikular. Dapat menimbulkan

gangguan pada banyak akar saraf bila mengenai cauda equina atau

nielopati apabila mengenai medula spinalis.

 Posterolateral, pada umunya terjadi pada vertebra lumbalis sehubungan

dengan menipisnya ligamentum longitudalis posterior pada daerah

tersebut, misal HNP vertebra L4-L5 akan menimbulkan iritasi pada akar

saraf L5.

13
 Far-laterall foraminal, tidak selalu didapatkan gejala nyeri punggung

bawah. Mengenai akar saraf yang terekat, misal HNP vertebra L4-L5

akan mengenai akar saraf L4.

Berdasarkan lesi terkenanya terbagi atas :

 Hernia Lumbosacralis

Penyebab terjadinya lumbal menonjol keluar, bisanya oleh kejadian

luka pada posisi fleksi, tapi perbandingan yang sesungguhnya pada

pasien non trauma adalah kejadian yang berulang. Proses penyusutan

nucleus pulposus pada ligamentum longitudinal posterior dan annulus

fibrosus dapat diam di tempat atau ditunjukkan atau dimanifestasikan

dengan ringan, penyakit lumbal yang sering kambuh. Bersin, gerakan

tiba-tiba, biasa dapat menyebabkan nucleus pulposus prolaps,

mendorong ujungnya atau jumbainya dan melemahkan anulus posterior.

Pada kasus berat penyakit sendi, nucleus menonjol keluar sampai anulus

atau menjadi “extruded” dan melintang sebagai potongan bebas pada

canalis vertebralis. Lebih sering, fragmen dari nucleus pulposus

menonjol sampai pada celah anulus, biasanya terjadi pada satu sisi atau

lainnya (kadang-kadang ditengah), dimana mereka mengenai sebuah

serabut atau beberapa serabut saraf. Tonjolan yang besar dapat menekan

serabut-serabut saraf melawan apophysis artikuler (J. Mcphee, 2008).

14
 Hernia Servikalis

Keluhan utama nyeri radikuler pleksus servikobrakhialis. Penggerakan

kolumma vertebralis servikal menjadi terbatas, sedang kurvatural yang

normal menghilang. Otot-otot leher spastik, kaku kuduk, refleks biseps

yang menurun atau menghilang. Hernia ini melibatkan sendi antara

tulang belakang dari C5 dan C6 dan diikuti C4 dan C5 atau C6 dan C7.

Hernia ini menonjol keluar posterolateral mengakibatkan tekanan pada

pangkal syaraf. Hal ini menghasilkan nyeri radikal yang mana selalu

diawali dengan beberapa gejala dan mengacu pada kerusakan kulit.

 Hernia Thorakalis

Hernia ini jarang terjadi dan selalu berada digaris tengah hernia. Gejala-

gejalannya terdiri dari nyeri radikal pada tingkat lesi yang parastesis.

Hernia dapat menyebabkan melemahnya anggota tubuh bagian bawah,

membuat kejang paraparese, kadang-kadang serangannya mendadak

dengan paraparese (J. Mcphee, 2008)

15
Sela intervertebra lumbal L4-L5 dan L5-S1 adalah yang paling

sering terkena, terutama L5-S1. Sedangkan L3-L4 merupakan urutan

berikutnya. Ruptur diskus lumbal yang lebih tinggi jarang dan hampir selalu

akibat trauma masif. Karena hubungan anatomis pada vertebra lumbal,

protrusi diskus biasanya menekan radiks saraf yang muncul satu vertebra di

bawahnya. Jika terdapat fragmen diskus bebas, biasanya mengenai radiks

yang muncul di atas diskus yang mengalami herniasi (Sidharta, 2005).

16
Sebagian besar HNP terjadi pada L4-L5 dan L5-S1 karena:

 Daerah lumbal, khususnya daerah L5-S1 mempunyai tugas yang

berat, yaitu menyangga berat badan. Diperkirakan 75% berat badan

disangga oleh sendi L5-S1.

 Mobilitas daerah lumabal terutama untuk gerak fleksi dan ekstensi

sangat tinggi. Diperkirakan hampir 57% aktivitas fleksi dan ekstensi

tubuh dilakukan pada sendi L5-S1.

 Daerah lumbal terutama L5-S1 merupakan daerah rawan karena

ligamentum longitudinal posterior hanya separuh menutupi

permukaan posterior diskus. Arah herniasi yang paling sering adalah

postero lateral.

Selain itu serabut menjadi kotor dan mengalami hialisasi yang

membantu perubahan yang mengakibatkan herniasi nucleus pulpolus

melalui anulus dengan menekan akar–akar saraf spinal. Pada umumnya

herniassi paling besar kemungkinan terjadi di bagian koluma yang lebih

banyak bergerak (Perbatasan Lumbo Sakralis dan Servikotoralis).

2.6 MANIFESTAI KLINIK

Manifestasi klinis HNP tergantung dari radiks saraf yang terkena.

Gejala klinis yang paling sering adalah iskhialgia (nyeri radikuler sepanjang

perjalanan nervus iskhiadikus). Nyeri biasanya bersifat tajam seperti terbakar

dan berdenyut menjalar sampai di bawah lutut. Bila saraf sensorik yang besar

terkena akan timbul gejala kesemutan atau rasa tebal sesuai dengan

17
dermatomnya. Pada kasus berat dapat terjadi kelemahan otot dan hilangnya

refleks tendon patella (KPR) dan Achilles (APR). Bila mengenai konus atau

kauda ekuina dapat terjadi gangguan miksi, defekasi dan fungsi seksual (J.

Mcphee, 2008).

Sindrom kauda equina dimana terjadi saddle anasthesia sehingga

menyebabkan nyeri kaki bilateral, hilangnya sensasi perianal (anus), paralisis

kandung kemih, dan kelemahan sfingter ani. Sakit pinggang yang diderita pun

akan semakin parah jika duduk, membungkuk, mengangkat beban, batuk,

meregangkan badan, dan bergerak. Istirahat dan penggunaan analgetik akan

menghilangkan sakit yang diderita (Sidharta, 2005).

Keluhan awal biasanya nyeri punggung bawah (low back pain) yang

onsetnya perlahan-lahan, bersifat tumpul atau terasa tidak enak, sering

intermitten, walaupun kadang-kadang nyeri tersebut onsetnya mendadak dan

berat. Nyeri ini terjadi akibat regangan ligamentum longitudinalis posterior,

karena diskus itu sendiri tidak memiliki serabut nyeri. Nyeri tersebut khas yaitu

diperhebat oleh aktivitas dan pengerahan tenaga serta mengedan, batuk, atau

bersin. Nyeri ini biasanya menghilang bila berbaring pada sisi yang tidak

terkena dengan tungkai yang sakit difleksikan. Sering terdapat spasme refleks

otot-otot paravertebra yang menyebabkan nyeri dan membuat pasien tidak

dapat berdiri tegak secara penuh (Price, 2005).

Ada jenis yang akut dan ada jenis yang berlangsung perlahan. Jenis

yang berlangsung perlahan kadang-kadang lebih lama sembuhnya. Nyeri

bersifat tumpul dan semakin bertambah bila pinggang bergerak, ketika

18
berjalan pasien akan memiringkan tubuh ke arah badan yang sehat

semata-mata bertujuan untuk membuka ruang lebih luas bagi bagian ruas

tulang belakang yang bermasalah (Sidharta, 2005).

Setelah periode waktu tertentu, timbul nyeri pinggul dan sisi

posterior atau posterolateral paha serta tungkai sisi yang terkena, yang

biasanya disebut skiatika atau iskialgia. Ada kalanya pasien mengeluh

nyeri pada tepi luar telapak kaki (S1) dan tepi luar betis dan paha dalam

(L3-L4-L5). Ini semua bergantung pada radian saraf pinggang yang terkena

dorongan dari nucleus pulposus yang merosot tersebut. Pasien tidak tahan

duduk lama apalagi bila duduk bersila. Sebentar-sebentar pasien akan

menjulurkan kaki, gejala ini sering disertai rasa baal dan kesemutan yang

menjalar ke bagian kaki yang dipersarafi oleh serabut sensorik radiks yang

terkena. Kekuatan otot tungkai pada umumnya tidak terlalu terganggu,

namun sensasi raba mungkin dapat berkurang (Price, 2005).

Pada keadaan yang tidak lazim dimana protrusi diskus sentral terjadi

dengan adanya kanalis spinalis yang sempit pada regio lumbal, kompresi

kauda ekuina dapat timbul, dengan paraparesis dan hilangnya tonis sfingter.

Sindrom klaudikasio palsu telah dilaporkan dengan nyeri tungkai bila

beraktivitas, akibat sekunder dari kompresi intermitten kauda ekuina (J.

Mcphee, 2008).

19
Tanda dan gejala yang spesifik pada berbagai jenis HNP adalah :

2.6.1 Hernia Lumbosakralis

Gejala pertama biasanya low back pain yang mula-mula

berlangsung dan periodik kemudian menjadi konstan. Rasa nyeri di

provokasi oleh posisi badan tertentu, ketegangan hawa dingin dan

lembab, pinggang terfikasi sehingga kadang-kadang terdapat

skoliosis. Gejala patognomonik adalah nyeri lokal pada tekanan atau

20
ketokan yang terbatas antara 2 prosesus spinosus dan disertai nyeri

menjalar kedalam bokong dan tungkai. Low back pain ini disertai

rasa nyeri yang menjalar ke daerah iskhias sebelah tungkai (nyeri

radikuler) dan secara refleks mengambil sikap tertentu untuk

mengatasi nyeri tersebut, sering dalam bentuk skilosis lumbal.

Sindrom sendi intervertebral lumbalis yang prolaps terdiri dari:

 Kekakuan atau ketegangan, kelainan bentuk tulang

belakang.

 Nyeri radiasi pada paha, betis dan kaki.

 Kombinasi paresthesiasi, lemah, dan kelemahan refleks.

2.6.2 Hernia Cervicalis

Pasien dengan HNP cervical akan menunjukkan gejala-

gejala radiculopathy, mielopathy atau bahkan menunjukkan gejala

keduanya. Gejala radiculopathy terjadi apabila nucleus pulposus

keluar dan menekan radiks medulla spinalis, sedangkan gejala

mielopathy terjadi bila nucleus pulposus langsung menekan medulla

spinalis. HNP cervical lebih sering terjadi pada usia 30-40 tahun,

dan lebih banyak terjadi pada pria daripada wanita (Louis, 2010).

HNP cervikal dapat bermanifestasi sebagai sindrom

muskuloskeletal cervikal (6%), bentuk murni radikuler (45%),

bentuk murni medulla spinalis berupa kabel (24%) dan gabungan

radikuler dan bentuk medulla spinalis (25%). Bentuk yang murni

mengenai medulla spinalis lebih umum di pada kejadian akut

21
herniasi cervikal, sementara radikuler murni dan gabungan radikuler

dan bentuk medulla spinalis lebih sering terlihat pada kasus kronis

(Louis, 2010).

Dua segmen yang paling umum di tulang belakang leher

untuk terjadinya herniasi adalah C5-C6 dan C6-C7. Yang berikutnya

yang paling umum adalah C4-C5, dan yang jarang terjadi pada C7 -

T1, namun tetap memungkinkan terjadinya herniasi. Saraf yang

dipengaruhi oleh herniasi cervikal merupakan salah satu tulang

belakang keluar di tingkat itu, sehingga di level C5-C6 itu adalah

akar saraf (radiks nervus spinalis) C6 yang terpengaruh. Sebuah

herniasi diskus cervikal biasanya akan menyebabkan pola nyeri dan

defisit neurologis sebagai berikut (Louis, 2010) :

a. C4 - C5 (C5 akar saraf) - Bisa menyebabkan kelemahan pada

otot deltoid di atas lengan. Tidak biasanya menyebabkan mati

rasa atau kesemutan. Dapat menyebabkan nyeri bahu.

b. C5 - C6 (C6 akar saraf) - Dapat menyebabkan kelemahan pada

otot bicep (otot di bagian depan dari lengan atas) dan otot

ekstensor pergelangan tangan. Mati rasa dan kesemutan bersama

denganrasa sakit dapat menyebar ke sisi ibu jari tangan. Ini

adalah salah satu lokasi yang paling umum untuk terjadinya

herniasi cervikal.

c. C6 - C7 (C7 akar saraf) - Dapat menyebabkan kelemahan pada

tricep (otot di belakang lengan atas dan memanjang sampai

22
lengan bawah) dan otot-otot ekstensor jari. Mati rasa dan

kesemutan bersama dengan rasa sakit dapat meluas ke bawah

tricep dan ke dalam jari tengah. Ini juga salah satu lokasi yang

paling umum untuk herniasi terjadinya herniasi diskus cervikal

d. C7 - T1 (C8 akar saraf) - Bisa menyebabkan kelemahan dalam

kemampuan pegangan. Mati rasa dan kesemutan dan nyeri dapat

meluas bawah lengan ke sisi jari kelingking tangan.

2.6.2.1 Cervical Radiculopathy

Gejala yang terjadi bila terdapat ruptur discus

cervical yaitu rasa nyeri yang menjalar mulai dari leher,

bahu, lalu ke lengan. Nyeri dapat terasa tajam, namun lebih

sering dirasakan nyeri tumpul yang menetap. Gejala lain

yang dapat timbul yaitu parestesia atau rasa seperti

kesemutan, kaku, atau juga dapat terasa gatal pada daerah

yang dipersarafi oleh radiks yang tertekan. Nyeri di sekitar

tulang belikat juga sering dikeluhkan, hal ini timbul oleh

karena adanya nyeri alih. Pasien juga dapat menunjukkan

gejala berupa sakit kepala, kelemahan ekstremitas atas atau

frank atrofi dengan adanya pengurangan massa otot. Nyeri

biasanya dipicu oleh gerakan pada leher, terutama saat leher

ekstensi dan pergerakan leher ke sisi yang sakit disebut

dengan tanda Spurling. Rasa nyeri diperparah dengan

adanya batuk, mengedan atau tertawa. Rasa nyeri berkurang

23
dengan pergerakan leher menjauhi sisi yang sakit dan dengan

mengangkat lengan di sisi yang sakit sampai ke atas kepala

(Carette dan Fehlings, 2005).

2.6.2.2 Cervical Myelopathy


Bila nucleus pulposus langsung menekan medulla

spinalis gejala yang timbul berupa nyeri di leher, sekitar

tulang belikat dan bahu. Tedapat sensasi nyeri mendadak di

kaki saat pergerakan cepat dari leher. Rasa kesemutan

menjalar ke atas saat leher didongakkan ke belakang

(ekstensi). Pada anggota badan atas terdapat rasa kaku pada

tangan dan lengan, kehilangan ketangkasan juga kelemahan

ekstremitas atas yang menyeluruh. Kelainan pada anggota

badan bawah berupa ketidakstabilan dalam berjalan serta

adanya gangguan miksi dan buang air besar.

2.6.3 Hernia thorakalis

 Nyeri radikal.

 Melemahnya anggota tubuh bagian bawah dapat

menyebabkan kejang paraparesis.

 Serangannya kadang-kadang mendadak dengan paraplegia.

24
2.7 PEMERIKSAAN FISIK

Secara klinis dapat dilakukan beberapa gerakan seperti:

a. Tes Lasegue

Tes Lasegue disebut juga tes Straight Leg Raising (SLR) test. Caranya

adalah dengan membaringkan pasien dan kemudian satu tungkai lurus

diatas pembaringan meja periksa dan satu tungkai diangkat keatas.

Pasien akan menjerit kesakitan pada saat tungkai diangkat tinggi

sebelum mencapai sudut 70 derajat. Pada keadaan seperti ini dikatakan

tes Laseque positif. Bila tes Lasegue positif maka hampir dapat

dikatakan HNP positif. Bila tungkai kanan diangkat terasa sakit maka

disebut tes Lasegue kanan positif berarti lesi HNP di kanan.

Sebaliknya bila tes Lasegue kiri yang positif maka lesi HNP ada di sisi

kiri pula (Harrison, 2007).

25
b. Tes Braggard

Tes Braggard dilakukan dengan posisi sama seperti pada tes Laseque

namun ketika tungkai diangkat maka telapak kaki pasien di dorong kuat

keatas (dorsofleksi maksimal), maka akan terasa nyeri sepanjang

tungkai.

c. Tes Siccard

Tes Siccard dilakukan dengan posisi sama seperti pada tes Braggard

namun dengan ibu jari di dorong maksimal ke arah atas (dorsofleksi

maksimal) dan akan terasa nyeri sepanjang tungkai.

d. Tes Spurling’s

Spurling’s test dilakukan dengan mengekstensikan kepala dan

sedikit memiringkan ke sisi yang sakit akan memicu timbulnya nyeri

26
radicular dan paresthesia. Menahan napas sejenak atau valsava yang

ringan dalam posisi ini terkadang dapat menimbulkan nyeri, jika

dengan memposisikan saja tidak provokatif. Tes spurling’s ini

spesifik tapi tidak spesifik untuk menilai Cervical radiculopathy

(William, 2013).

e. Test Viets dan Naffziger

Meningkatnya tekanan intrakranial atau intraspinal dapat

menimbulkan nyeriradikular pada pasien dengan space occupying

lesion yang menekan radiks saraf. Tekanan dapat meningkat dengan

batuk, bersin, mengedan, dan dengan kompresi vena jugularis.

Tekanan harus dilakukan hingga penderita mengeluh adanya

rasa penuh di kepalanya, dan tes ini tidak boleh dianggap negatif

hingga venous return dihambat selama 2 menit. Kompresi vena

jugularis juga dapat dilakukan dengan sphygmomanometer cuff ,

dengan tekanan 40 mmHg selama 10 menit ( Naffziger’stest ).

Penderita dapat berbaring atau berdiri. Pada pasien ruptur diskus

intervertebra, akan didapatkan nyeri rasdikular pada radiks yang

bersangkutan (William, 2013).

f. Tes Lhermitte

Fenomena lhermite atau kadang disebut fenomena kursi tukang

cukur, adalah sensasi listrik yang menjalar di punggung menuju

anggota tubuh yang lain misalnya tangan atau kaki. Sensasi ini

ditimbulkan dengan menekuk kepala ke arah depan, ini juga dapat

27
dibangkitkan dengan mengetuk tulang bagian belakang leher saat

leher difleksikan (William, 2013).

Ada tes lain yaitu tes Patrick dan contra Patrick tetapi justru tes

ini untuk menunjukkan bahwa penyebab nyeri pinggang bukan HNP

tetapi suatu proses arthritis. Tes yang lain adalah Valsalva, dimana

pasien diminta untuk menahan nafas. Bila terasa nyeri di pinggang dan

menjalar ke tungkai disebut tes Valsalva positif dan HNP positif. Tes

Naffziger adalah dengan menekan vena jugularis jika setelah ditekan

terasa nyeri bertambah berarti terdapat HNP (Harrison, 2007).

2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Diagnosis herniasi discus antar vertebra sering dibuat hanya

berdasarkan anamnesis dan dapat dikonfirmasi melalui pemeriksaan fisik.

Perasat-perasat untuk evaluasi seperti mengangkat tungkai dan berjalan

jinjit di atas tumit juga bermanfaat untuk membuat diagnosis. Pemeriksaan

penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis pasti dari

hernia nukleus pulposus yaitu (Harrison, 2007) :

a. Foto pinggang polos

Foto pinggang polos kadang-kadang sudah menunjukkan indikasi HNP

bila sudut ruas tulang belakang miring kesalah satu sisi. Pada umumnya

bila pasien cenderung memiringkan tubuh ke kiri maka berarti HNP di

kanan. Foto polos vertebra tidak lagi dilakukan sesering masa sebelum

CT-scan. Kadang-kadang pemeriksaan ini bermanfaat untuk

28
menyingkirkan anomali atau deformitas kongenital, penyakit reumatik

tulang belakang, tumor metastatik atau primer. Pada penyakit diskus,

foto ini normal atau memperlihatkan perubahan degeneratif dengan

penyempitan sela intervertebra dan pembentukan osteofit.

b. Foto caudografi

Foto caudografi adalah foto dengan memberikan kontras ke dalam

rongga subarakhnoid yang dimasukkan dengan jarum pungsi lumbal

antara L3-L4, L4-L5 atau L5-S1. Setelah kontras dimasukkan maka

dilakukan foto dan akan terlihat pada foto ada bagian yang tidak terisi

kontras yaitu daerah yang terkena HNP (filling defects). Foto ini sangat

populer pada tahun 1980 an namun dengan masuknya tehnik CT Scan

dan MRI (magnetic resonance imaging) mulai berkurang permintaan

untuk foto caudografi ini.

c. Foto MRI

MRI mampu memperlihatkan daerah yang terkena HNP dengan jelas

tanpa pasien merasa kesakitan, hanya proses foto cukup lama dan biaya

besar. MRI terutama bermanfaat untuk diagnosis kompresi medula

spinalis atau kauda ekuina. Alat ini sedikit kurang teliti bila

dibandingkan dengan CT scan dalam hal mengevaluasi gangguan radiks

saraf.

29
d. Kadar serum kalsium, fosfat, alkali, dan asam fosfatase, serta kadar gula

harus diperiksa pada setiap pasien sebab penyakit tulang metabolik,

tumor metastatik, dan mononeurotis diabetik dapat menyerupai

penyakit diskus intervertebra.

e. Punksi lumbal

Walaupun cairan serebrospinal dapat memperlihatkan peningkatan

kadar protein ringan dengan adanya penyakit diskus, punksi lumbal

biasanya hanya kecil manfaatnya untuk diagnostik. Jika terdapat blok

spinal total, kadar protein dapat meningkat sedikit dengan manuver

Queckendstedt yang abnormal.

f. Pemeriksaan neurofisiologis

EMG dapat normal pada penyakit diskus, atau potensial fibrilasi dan

gelombang tajam positif dapat dijumpai pada otot-otot yang

dipersarafi radiks yang terkena setelah beberapa minggu.

30
g. Mielografi

Bila diagnosis sindrom diskus sudah pasti, dan tidak ada kemungkinan

tumor kauda ekuina atau beberapa kelainan lain, mielografi tidak perlu

dilakukan kecuali operasi dipertimbangkan. Mielografi untuk

menentukan tingkat protrusi diskus.

h. Diskografi,namun manfaatnya belum begitu jelas karena hasilnya sulit

ditafsirkan. Malahan, prosedur ini dapat merusak diskus intervertebra.

2.9 DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan berdasarkan amanesis, pemeriksaan klinis umum,

pemeriksaan neurologik dan pemeriksaan penunjang. Adanya riwayat

mengangkat beban yang berat dan berulang kali, timbulnya low back pain.

Gambaran klinisnya berdasarkan lokasi terjadinya herniasi.

a. Anamnesis

Dalam anamnesis perlu ditanyakan kapan mulai timbulnya, bagaimana

mulai timbulnya, lokasi nyeri, sifat nyeri, kualitas nyeri, apakah nyeri

yang diderita diawali kegiatan fisik, faktor yang memperberat atau

memperingan, ada riwayat trauma sebelumnya dan apakah ada keluarga

penderita penyakit yang sama. Perlu juga ditanyakan keluhan yang

mengarah pada lesi saraf seperti adanya nyeri radikuler, riwayat

gangguan miksi, lemah tungkai dan adanya saddle anestesi.

31
b. Pemeriksaan klinik umum

Inspeksi dapat di mulai saat penderita jalan masuk ke ruang

pemeriksaan. Cara berjalan (tungkai sedikit di fleksikan dan kaki pada

sisi sakit di jinjit), duduk (pada sisi yang sehat). Palpasi, untuk mencari

spasme otot, nyeri tekan, adanya skoliosis, gibus dan deformitas yang

lain.

c. Pemeriksaan neurologik,

 Pemeriksaan sensorik.

 Pemeriksaan motorik adalah dicari apakah ada kelemahan, atrofi

atau fasikulasi otot.

 Pemeriksaan tendon.

 Pemeriksaan yang sering dilakukan.

 Tes untuk meregangkan saraf ischiadikus (tes laseque, tes

Bragard, tes Sicard).

 Tes untuk menaikkan tekanan intratekal (tes Nafzigger, tes

Valsava).

d. Pemeriksaan penunjang

 Pemeriksaan neurofisiologi. Terdiri dari:

 Elektromiografi (EMG) bisa mengetahui akar saraf mana yang

terkena dan sejauh mana gangguannya, masih dalam tahap

iritasi atau tahap kompresi.

 Somato Sensoric Evoked Potential (SSEP)

Berguna untuk menilai pasien spinal stenosis atau mielopati

32
 Pemeriksaan Radiologi

 Foto polos untuk menemukan berkurangnya tinggi diskus

intervetebralis sehingga ruang antar vertebralis tampak

menyempit

 Kaudografi, mielografi, CT Mielo dan MRI

Untuk membuktikan HNP dan menetukan lokasinya. MRI

merupakan standar baku emas untuk HNP.

2.10 PENATALAKSANAAN

a. Terapi Konservatif

Tujuan terapi konservatif adalah mengurangi iritasi saraf,

memperbaiki kondisi fisik pasien dan melindungi serta meningkatkan

fungsi tulang punggung secara keseluruhan. Perawatan utama untuk

diskus hernia adalah diawali dengan istirahat dengan obat-obatan untuk

nyeri dan anti inflamasi, diikuti dengan terapi fisik. Dengan cara ini,

lebih dari 95% penderita akan sembuh dan kembali pada aktivitas

normalnya. Beberapa persen dari penderita butuh untuk terus mendapat

perawatan lebih lanjut yang meliputi injeksi steroid atau pembedahan.

Terapi konservatif meliputi ;

a. Tirah baring

Tujuan tirah baring untuk mengurangi nyeri mekanik dan

tekanan intradiskal,lama yang dianjurkan adalah 5-7 hari.

Tirah baring terlalu lama akan menyebabkan otot melemah.

Pasien dilatih secara bertahap untuk kembali ke aktifitas biasa.

33
Posisi tirah baring yang dianjurkan adalah dengan

menyandarkan punggung, lutut, dan punggung bawah pada

posisi sedikit fleksi. Fleksi ringan dari vertebra lumbosakral

akan memisahkan permukaan sendi dan memisahkan

aproksimasi jaringan yang meradang.

b. Medikamentosa

 Analgetik dan NSAID.

 Pelemas otot: digunakan untuk mengatasi spasme otot.

 Opioid: tidak terbukti lebih efektif dari analgetik biasa.

Pemakaian jangak panjang dapat menyebabkan ketergantungan.

 Kortikosteroid oral: pemakaian masih menjadi kontroversi

namun dapat dipertimbangkan pada kasus HNP berat untuk

mengurangi inflamasi.

 Analgetik ajuvan: dipakai pada HNP kronis

c. Terapi Fisik

 Traksi pelvis

Menurut panel penelitian di Amerika dan Inggris traksi

pelvis tidak terbukti bermanfaat. Penelitian yang

membandingkan tirah baring, korset dan traksi dengan tirah

baring dan korset saja tidak menunjukkan perbedaan dalam

kecepatan penyembuhan.

 Diatermi atau kompres panas/dingin

34
Tujuannya adalah mengatasi nyeri dengan mengatasi

inflamasi dan spasme otot. keadaan akut biasanya dapat

digunakan kompres dingin, termasuk bila terdapat edema.Untuk

nyeri kronik dapat digunakan kompres panas maupun dingin.

 Korset lumbal

Korset lumbal tidak bermanfaat pada HNP akut

namun dapat digunakan untuk mencegah timbulnya

eksaserbasi akut atau nyeri HNP kronis. Sebagai penyangga

korsetdapat mengurangi beban diskus serta dapat mengurangi

spasme.

 Latihan

Direkomendasikan melakukan latihan dengan stres minimal

punggung seperti jalan kaki, naik sepeda atau berenang. Latihan

lain berupa kelenturan dan penguatan. Latihan bertujuan untuk

memelihara fleksibilitas fisiologik, kekuatan otot, mobilitas

sendi dan jaringan lunak. Dengan latihan dapat terjadi

pemanjangan otot, ligamen dan tendon sehingga aliran darah

semakin meningkat.

 Proper Body Mechanics

Pasien perlu mendapat pengetahuan mengenai sikap tubuh

yang baik untuk mencegah terjadinya cedera maupun nyeri.

Beberapa prinsip dalam menjaga posisi punggung adalah

sebagai berikut:

35
o Dalam posisi duduk dan berdiri, otot perut ditegangkan,

punggung tegak dan lurus. Hal ini akan menjaga

kelurusan tulang punggung.

o Ketika akan turun dari tempat tidur posisi punggung

didekatkan ke pinggir tempat tidur. Gunakan tangan dan

lengan untuk mengangkat panggul dan berubah ke

posisi duduk.

o Pada saat akan berdiri tumpukan tangan pada paha

untuk membantu posisi berdiri.

o Posisi tidur gunakan tangan untuk membantu

mengangkat dan menggeser posisi panggul.

o Saat duduk, lengan membantu menyangga badan. Saat

akan berdiri badan diangkat dengan bantuan tangan

sebagai tumpuan.

o Saat mengangkat sesuatu dari lantai, posisi lutut ditekuk

seperti hendak jongkok, punggung tetap dalam keadaan

lurus dengan mengencangkan otot perut. Dengan

punggung lurus, beban diangkat dengan cara meluruskan

kaki. Beban yang diangkat dengan tangan diletakkan

sedekat mungkin dengan dada.

o Jika hendak berubah posisi, jangan memutar badan.

Kepala, punggung dan kaki harus berubah posisi secara

bersamaan. Hindari gerakan yang memutar vertebra.

36
Bila perlu, ganti wc jongkok dengan wc duduk sehingga

memudahkan gerakan dan tidak membebani punggung

saat bangkit.

d. Pembedahan

Terapi bedah berguna untuk menghilangkan penekanan dan

iritasi saraf sehingga nyeri dan gangguan fungsi akan hilang.

Tindakan operatif HNP harus berdasarkan alasan yang kuat yaitu

berupa:

 Defisit neurologik memburuk.

 Gangguan otonom (miksi, defekasi, seksual).

 Paresis otot tungkai bawah

i. Disektomi : Mengangkat fragmen herniasi atau yang keluar

dari diskus intervertebral

37
ii. Laminektomi : Mengangkat lamina untuk memajankan

elemen neural pada kanalis spinalis, memungkinkan ahli

bedah untuk menginspeksi kanalis spinalis, mengidentifikasi

dan mengangkat patologi dan menghilangkan kompresi

medula dan radiks.

iii. Laminotomi : Pembagian lamina vertebra.

iv. Disektomi dengan peleburan.

Pada discectomy, sebagian dari discus interverte

bralis diangkat untuk mengurangi tekanan pada

nervus. Discectomy dilakukan untuk memindahkan bagian

yang menonjol dengan general anesthesia. Hanya sekitar 2 –

3 hari tinggal dirumah sakit. Akan diajurkan untuk berjalan

pada hari pertama setelah operasi untuk mengurangi resiko

38
pengumpulan darah. Untuk sembuh total memakan waktu

beberapa minggu. Jika lebih dari satu diskus yang harus

ditangani jika ada masalah lain selain herniasi diskus.

Operasi yang lebih ekstensif mungkin diperlukan dan

mungkin memerlukan waktu yang lebih lama untuk sembuh

(recovery)

v. Microdisectomy

Pilihan operasi lainnya meliputi mikrodiskectomy prosed

ur memindahkan fragmen of nucleated disk melalui irisan

yang sangat kecil dengan menggunakan

raydan chemonucleosis. Chemonucleosis meliputi injeksi

enzim (yang disebut chymopapain) ke dalam herniasi

diskus untuk melarutkan substansi gelatin yang menonjol.

2.11 PROGNOSIS

Sebagian besar pasien akan membaik dalam 6 minggu dengan terapi

konservatif. Sebagian kecil berkembang menjadi kronik meskipun sudah

diterapi. Pada pasien yang dioperasi : 90% membaik terutama nyeri tungkai,

kemungkinan terjadinya kekambuhan adalah 5% (Price, 2005).

2.12 KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat timbul dari hernia nukleus pulposus adalah

atrofi otot-otot ekstremitas inferior. Otot-otot yang mengalami atrofi

tergantung dari radix saraf yang mengalami lesi. Lesi pada radix saraf L4

39
menyebabkan atrofi pada m.quadriceps femoris, lesi pada radix saraf S1

menyebabkan atrofi pada m.gastroknemius dan m.soleus. Atrofi yang tidak

mendaptkan rehabilitasi akan menyebabkan kelumpuhan ekstremitas

inferior (Harrison, 2007).

2.13 DIAGNOSIS BANDING

a. Spondylolisthesis

Spondylolisthesis adalah kondisi dari spine dimana salah satu dari

vertebra tergelinci kedepan dari satu vertebra pada lainnya dirujuk sebagai

anterolisthesis dan tergelincir kebelakan dirujuk sebagai retrolisthesis.

b. Spondylosis

Pada spondylosis terjadi degenerasi dari discus intervertebralis

dimana tulang dan ligament ditulang penipisan akibat pemakaian terus

menerus , sehingga menyebabkan penyempitan ruang diskus dan timbulnya

osteofit, pada umunya bersifat degeneratif atau timbul akibat mikrotrauma

yang terus menerus.

c. Neoplasma

Neoplasma adalah massa jaringan abnormal akibat neoplasi, yaitu

proses pertumbuhan dan perkembangan jaringan tubuh yang abnormal,

yang tumbuh aktif dengan system otonom (tidak terkendali). Jaringan yang

mengalami neoplasi tersusun oleh sel-sel yang berasal dari jaringan tubuh

itu sendiri.

40
DAFTAR PUSTAKA

Baehr, Mathias et all.( 2007). Diagnosis Topik Neurologi DUUS. Jakarta:EGC

Carette S, Fehlings MG. (2005). Clinical practice. Cervical radiculopathy. N Engl

J Med.

F. Paulzen & J. Waschke. (2012). Atlas ANatomi Manusia “Sobotta” edisi 23 Jilid

1.Jakarta : EGC

Foster M. Herniated Nucleus Pulposus. 2012 June 12

http://emedicine.medscape.com/article/1263961-overview#aw2aab6b6.

Diakses pada tanggal l0 Desember 2016

Harrison. (2007). Clinical Manifestations of Neurologc disease, Chapter 6, Back

and Neck Pain.

J. Mcphee,Stephen. 2008.Current Medical Diagnosis And Treatment. Mc Graw

Hill.

Louis J. (2010). Cervical Herniated Nucleus Pulposus.

http://www.laserspineinstitute.com/back_problems/hnp/cervical di akses

tanggal 15 Desember 2016

Price, A., Sylvia & Wilson, M., Lorraine. (2005). Patofisiologi Konsep Klinis

Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Volume 2.Jakarta : EGC

Sidharta Priguna, (2005). Tata Pemeriksaan Klinis Dalam Neurologi. Jakarta : PT

Dian Rakyat.

William, W. Campbell, (2013). Dejong’s the Neurological Wxamination ed-7.

Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins

41

Вам также может понравиться