Вы находитесь на странице: 1из 13

A.

Judul : Pembuatan Asetanilida


B. Tujuan : Mahasiswa dapat melakukan sintesis senyawa organik di
laboratorium
C. Dasar Teori
Asetanilida merupakan suatu amida dengan bentuk berupa padatan kristal putih dengan
massa jenis 1,21 gram/mL, titik lebur 113˚C - 114˚C, titik didih 305˚C, berat molekul 135,17
gram/mol. Asetanilida sangat larut dalam alkohol, sedangkan kelarutan dalam air adalah 0,53
gram dalam 100 mL dan kelarutan dalam eter adalah 7 gram dalam 100 mL (Morrison and Boyd,
1992). Asetanilida merupakan senyawa turunan asetil amina aromatis yang digolongkan sebagai
amida primer, dimana satu atom hidrogen pada anilin digantikan dengan satu gugus asetil.
Asetanilida atau sering disebut fenilasetamida mempunyai rumus molekul C6H5NHCOCH3.
Asetanilida pertama kali ditemukan oleh Friedel Kraft pada tahun 1872 dengan cara mereaksikan
asethopenon dengan NH2OH sehingga terbentuk asetophenon oxime yang kemudian dengan
bantuan katalis dapat diubah menjadi asetanilida. Tahun 1899 Beckmand menemukan asetanilida
dari reaksi antara benzilsianida dan H 2O dengan katalis HCl. Tahun 1905 Weaker menemukan
asetanilida dari anilin dan asam asetat. Asetanilida digunakan sebagai inhibitor dalam hidrogen
peroksida dan digunakan untuk menstabilkan pernis ester selulosa. Asetanilid digunakan untuk
produksi 4-asetamidobenzenesulfonil klorida, suatu perantara kunci untuk pembuatan obat sulfat.
Berdasarkan fungsi dari asetanilida tersebut maka asetanilida perlu untuk disintesis (Kirk dan
Othmer, 1981).
Proses sintesis asetanilida dapat dilakukan dalam beberapa proses salah satunya adalah
dengan cara mereaksikan asam asetat anhidrat dengan anilin. Larutan anilin dan 1,4 bagian asam
asetat anhidrid berlebih 150% dengan konversi 90% dan yield 65%, direfluks hingga tidak ada
anilin yang tersisa pada temperatur 30˚C-110˚C. Campuran hasil reaksi disaring kemudian
kristal dipisahkan dari air panasnya dengan proses pendinginan, sedangkan filtratnya digunakan
kembali. Penggunaan asam asetat anhidrid dapat diganti dengan asetil klorida (Delvira, 2011).
Anilin merupakan senyawa turunan benzene yang dihasilkan dari reduksi nitrobenzen. Anilin
memiliki rumus molekul C6H5NH2. Anilin merupakan cairan minyak tak berwarna yang mudah
menjadi coklat karena oksidasi atau terkena cahaya, bau dan cita rasa khas, basa organik penting
karena merupakan dasar bagi banyak zat warna dan obat toksik bila terkena, terhirup, atau
terserap kulit. Senyawa ini merupakan dasar untuk pembuatan zat warna diazo. Anilin dapat
diubah menjadi garam diazoinum dengan bantuan asam nitrit dan asam klorida (Groggins, 1958).
Struktur resonansi untuk anilin menunjukkan bahwa gugus NH 2 itu bersifat melepas
elektron secara resonansi meskipun N merupakan atom elekktronegatif. Adanya stabilisasi-
resonansi anilina ialah bahwa cincin menjadi negatif sebagian dan sangat menarik bagi elektrofil
yang masuk. Semua posisi (o-, m-, dan p-) pada cincin anilin teraktifkan terhadap substitusi
elektrofilik, namun posisi o- dan p- lebih teraktifkan daripada posisi m-. Struktur resonansi
terpaparkan diatas menunjukkan bahwa posisi-posisi o- dan p- mengemban muatan negatif
parsial sedangkan posisi m- tidak. Struktur resonansi untuk anilina:

NH2 NH2 NH2

NH2 NH2

Gambar 1. Struktur anilina (Fessenden dan Fessenden, 1999).

Sebuah turunan asetil lebih mudah diperoleh dengan mereaksikan asam asetat anhidrida dengan
anilina. Secara teori, asetanilida sederhana adalah dengan mereaksikan aniline dengan asam
asetat anhidrid. Anilin merupakan amina aromatis primer. Reaksi substitusi terhadap amina
aromatis dapat berupa substitusi pada cincin benzene atau substitusi pada gugus amina. Asetilasi
amina aromatis primer atau sekunder banyak dilakukan dengan asam klorida dalam suasana basa
atau dengan cara mereaksikan amina dengan asetat anhidrida. Aniline primer bereaksi dengan
asetat anhidrida panas menghasilkan turunan mono asetat (amida). Persamaan reaksi antara
aniline dan asetat anhidrida membentuk N-carboxyanilinium dan ion asetat, kemudian ion asetat
ini menyerang atom hidrogen pada gugus amida menghasilkan asetanilida dan asam asetat
(Alfina, 2013).
II.

H
O
Aniline NH2 Acetic anhydride
O O Acetalinide
N CH3 Acetic acid
+ H3C
+ H3C OH
O CH3 O

III.
Gambar 2. Reaksi asetilasi amina aromatis dengan asetat anhidrida (Alfina, 2013).

Reaksi asetat anhidrida dengan anilin membutuhkan proses refluks untuk dapat
menghasilkan anhidrida asetanilida. Refluks adalah salah satu metode dalam ilmu kimia untuk
men-sintesis suatu senyawa, baik organik maupun anorganik. Cara ini umumnya digunakan
untuk mensistesis senyawa-senyawa yang mudah menguap atau volatil. Pelarut jika dipanaskan
biasa pada keadaan ini maka pelarut tersebut akan menguap sebelum reaksi berjalan sampai
selesai. Prinsip dari refluks ini adalah penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara
sampel dimasukkan ke dalam labu alas bulat bersama-sama dengan pelarut lalu dipanaskan, uap-
uap cairan pelarut terkondensasi pada kondensor bola menjadi molekul-molekul cairan pelarut
yang akan turun kembali menuju labu alas bulat, kemudian pelarut akan kembali pada sampel
yang berada pada labu alas bulat, demikian seterusnya berlangsung secara berkesinambungan
sampai penyarian sempurna, penggantian pelarut dilakukan sebanyak 3 kali setiap 3-4 jam.
Filtrat yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan. Campuran reaksi disaring, kemudian kristal
dipisahkan dari air panasnya dengan pendinginan, sedangkan filtratnya di recycle kembali.
Pemakaian asam asetat anhidrad dapat diganti dengan asetil klorida (Sudjadi, 1986).
Rekristalisasi merupakan metode yang sangat penting untuk pemurnian komponen
larutan organik. Ada tujuh metode dalam rekristalisasi yaitu: memilih pelarut, melarutkan zat
terlarut, menghilangkan warna larutan, memindahkan zat padat, mengkristalkan larutan,
mengumpul dan mencuci kristal, serta mengeringkan produknya (hasil) (Williamson, 1999).
Ukuran kristal yang terbentuk selama pengendapan, tergantung pada dua faktor penting yaitu laju
pembentukan inti (nukleasi) dan laju pertumbuhan kristal. Laju pembentukan inti tinggi, banyak
sekali kristal akan terbentuk, tetapi tak satupun dari ini akan tumbuh menjadi terlalu besar, jadi
terbentuk endapan yang terdiri dari partikel-partikel kecil. Laju pembentukan inti tergantung
pada derajat lewat jenuh dari larutan. Semakin tinggi derajat lewat jenuh, makin besarlah
kemungkinan untuk membentuk inti baru, jadi makin besarlah laju pembentukan inti. Laju
pertumbuhan kristal merupakan faktor lain yang mempengaruhi ukuran kristal yang terbentuk
selama pengendapan berlangsung. Kristal-kristal yang besar akan terbentuk yang dipengaruhi
oleh derajat lewat jenuh apabila laju tinggi (Svehla, 1979).
Proses rekristalisasi pada dasarnya adalah melarutkan senyawa yang akan dimurnikan
kedalam pelarut yang sesuai pada atau dekat titik didihnya, menyaring larutan panas dari
molekul atau partikel tidak larut, biarkan larutan panas menjadi dingin hingga terbentuk kristal,
dan memisahkan kristal dari larutan berair. Kristal yang terbentuk dikeringkan dan ditentukan
kemurniannya dengan penentuan titik lebur, kromatografi dan metode spektroskopi. Pelarut
dalam rekristalisasi merupakan penentu keberhasilan pemisahan, jika senyawa larut dalam
keadaan panas maka penyaringan harus dilakukan dalam keadaan panas. Senyawa organik sering
mengandung senyawa berwarna. Senyawa tersebut dapat dimurnikan dengan penambahan
karbon aktif penghilang warna seperti norit (Damtith, 1994).

MekanismeReaksi

Tahap 1:

O O

+ CH3
H3C

+CH3
: NH2 NH O CH3
H
-
O O

Tahap 2:

CH2
+ O
-

+ CH3
+CH3 H2N OH
NH O CH3
H
- O
O O
Tahap 3:

CH2 O
H + O
-
+ HO
+ CH3 CH3
N OH HN CH3
H
O O

D. Alat dan Bahan :


1. Alat

No Nama Alat Kategori Gambar Fungsi

Untuk mengukur Volume


1. Gelas ukur I
larutan

2. Gelas Kimia I Sebagai wadah aquadest

Sebagai wadah saat


3. Labu Alas bulat I melakukan pemanasan
sampel
Untuk mengambil bahan
padatan
4. Spatula I

Untuk mengaduk larutan

5. Batang Pengaduk I

Tempat untuk mendiamkan


larutan
6. Erlenmeyer I

Untuk mengambil larutan


dalam dalam jumlah sedikit

7. Pipet Tetes I

Untuk mengukur bahan


8. II (sampel), atau zat kimia
Neraca Analitik

Untuk memanaskan larutan


yang berada dalam labu alas
9. Penangas II
bulat.

2. Bahan
No. Nama Bahan Kategori Sifat Fisik Sifat Kimia

- Berwujud cair - Meruakan senyawa


Anilina Khusus - Titik lebur : -6,2oC basa lemah
1.
- Titik nyala : 26oC - Dapat mengalami
- Tidak berwarna reaksi halogenasi
- Berwujud cair - Dapat bereaksi dengan
- Tidak berwarna alkohol
Asam Asetat
2. - PH 2,5 - Cukup larut dalam air
Anhidris Khusus
- Titik lebur : 17oC - Pembentuk Ester
- Titik Didih : 116-
118 oC
- Berwujud cair - Pelarut universal
- Titik beku : 0oC - Bersifat polar
3. Aquadest Umum - Titik didih : 100oC - Elektrolit kuat
- Tidak berwarna dan
berbau

E. Prosedur Kerja

Aniline

Memasukan ke dalam labu alas bulat 100 ml


Menambahkan 21,5 gr (20ml) asam cuka
anihidrid
Merefluks campuran selama 30 menit
Menuangkan campuran yang masih panas
kedalam 500 ml air dingin sambil mengaduk
Meyaring hasil yang masih kasar dengan kertas
saring
Mengeringkan diatas kertas saring

Asetanilida
kasar
F. Hasil Pengamatan

No Perlakuan Hasil Pengamatan


Mengukur aniline 20 mL dan 20 mL asam 20 mL anilin dan 20 mL asam cuka
1.
cuka anhidris anhidris
Mencampurkan anhidrin dan asam cuka Kedua larutan tidak bercampur
2.
anhidris kedalam labu alas bulat 500 mL
Melakukan refluks selama 30 menit Perlahan-lahan larutan mulai mendidih
3.
dan mulai bercampur
Menuangkan secara perlahan-lahan Campuran membentuk minyak berwarna
campuran yang masih panas kedalam 500 kuning kecoklatan yang tidak bercampur
4.
mL air dingin di atas penangas es sambil dengan air
mengaduk terus menerus
Menuangkan kedalam Erlenmeyer dan Larutan berada didalam erlenmeyer dan
5.
mendiamkan selama semalam berwarna kuning keemasan

G. Pembahasan

Praktikum kali ini yaitu sintesis asetanilida yang bertujuan untuk mempelajari reaksi
asetilasi senyawa amina aromatis dan pemurniannya menggunakan teknik rekristalisasi.
Asetanilida merupakan senyawa turunan asetil amina aromatis yang digolongkan sebagai amida
primer. Amina aromatis yang digunakan dalam percobaan ini adalah anilin. Satu atom hidrogen
pada anilin digantikan dengan satu gugus asetil.. Anilin, asetat anhidrat dan asam asetat glasial
berfungsi sebagai reaktan. Reaksi antara anilin dengan asetat anhidrida merupakan reaksi
eksoterm, karena reaksi ini menghasilkan panas yang dilepas ke lingkungan, sehingga
pencampuran kedua larutan tersebut harus dilakukan dengan hati-hati. Campuran antar reaktan
diatas berwarna kecoklatan yang berasal dari anilin. Penambahan asam asetat glasial ke dalam
labu alas bulat berfungsi sebagai pelarut yang bersifat asam (melepas ion H +/H3O+) dan sangat
mempengaruhi reaksi untuk membentuk suatu garam amina, selain itu asam asetat glasial
berfungsi sebagai katalis serta untuk menetralkan muatan oksida dari asetat anhidrida sehingga
asetanilida yang terbentuk tidak terhidrolisis kembali, karena adanya pengaruh air
Reaksi pencampuran di atas berjalan lambat sehingga dilakukan proses refluks. Proses
refluks memiliki dua fungsi, yaitu untuk mempercepat reaksi karena adanya proses pemanasan.
Pemanasan akan meningkatkan suhu dalam sistem sehingga tumbukan antar molekul akan lebih
banyak dan cepat sehingga akan mempercepat reaksi atau mengontrol reaksi secara kinetik.
Fungsi kedua adalah untuk menyempurnakan reaksi melalui proses pencampuran senyawa-
senyawa yang dilakukan dengan pemanasan dalam suatu labu alas bulat. Tabung refluks
dilengkapi dengan pendingin. Pendinginan tersebut menyebabkan uap yang terbentuk akan
mengsssembun kembali dan mengalir ke labu alas bulat tanpa mengurangi konsentrasi atau
volume larutan yang menghilang akibat pemanasan. Proses refluks dilakukan selama 30 menit,
kemudian dituangkan sambil diaduk secara cepat ke dalam gelas piala yang berisi air dingin 500
mL. Campuran tersebut membentuk minyak berwarna kuning kecoklatan yang tidak bercampur
dengan air. Campuran tersebut kemudian dipindahkan kedalam Erlenmeyer untuk didinginkan
hingga terbentuk kristal.

Gambar 1. Sampel saat direfluks dan hasil reflus

Proses refluks terjadi reaksi sebagai berikut:


O O O

+ + HO
H3C CH3 CH3
HN CH3
: NH2 Asam Asetat
Asetat Anhidrida O
Anilin Asetanilida

Sintesis asetanilida sebagai suatu amida adalah merupakan suatu reaksi substitusi
nukleofilik (SN) asil (addition/elimination) diantara anilin. Amina bersifat sebagai nukleofil dan
gugus asil dari asetat anhidrida bersifat sebagai elektofil. Asetat anhidrida mengalami
delokalisasi/resonansi memutuskan ikatan rangkap, dengan atom O memiliki muatan negatif dan
atom C memiliki muatan positif akibat dari ion H+ dari pelarutnya (asam asetat glasial).
O O O O O O
C C C C

CH3 CH3 CH3 CH3


resonansi asetat anhidrida

Karbokation sekunder ini lebih stabil dari pada karbokation primer karena lebih
tersubtitusi, sehingga pada stuktur ini tidak mengalami penataan ulang (rearrangement).
Pasangan elektron bebas dari atom nitrogen dari suatu amida tidak suka melakukan
delokalisasi/resonansi disekitar cincin aromatis. Suatu amida distabilkan oleh resonansi yang
menyertakan pasangan elektron non bonding dari atom nitrogen. Pasangan elektron bebas dari
atom N sebagai nukleofil yang menyerang karbokation pada asam asetat anhidrida membentuk
N-carboxyanilinium dan ion asetat, kemudian ion asetat ini menyerang atom hidrogen pada pada
gugus amida N-carboxyanilinium sehingga terbentuk asetanilida dan asam asetat
-
O O

+ CH3
H3C

+CH3
: NH2 NH O CH3
Asetat Anhidrida H
-
Anilin O O
CH2
+ O
-

+ CH3
+CH3 H2N OH
NH O CH3
H
- O
O O

CH2 O
H + O
-
+ HO
+ CH3 CH3
N OH HN CH3
H
O O Asam Asetat
Asetanilida

Protonasi dari suatu amida terjadi pada atom oksigen dibanding atom nitrogen. Amida ini
tersubstitusi pada orto-para. Elektron bebas nitrogen dari anilin sebagai nukleofil, lebih memilih
menyerang karbokation sekunder dari asetat anhidrida yang bersifat sebagai elektrofil, serta
menyebabkan perpindahan muatan dari atom C ke atom N yang kemudian N memiliki muatan
positif. Elektron bebas dari O membentuk ikatan rangkap dua dengan C bersamaan ketika atom
C melepas sepasang elektron ke atom O untuk membentuk struktur yang paling stabil yaitu
dengan terbentuklah asetanilida dan ion asetat. Ion asetat tersebut mengambil atom H dari N-
carboxyanilinium sehingga menghasilkan asetanilida dan asam asetat.
H. Kesimpulan

Dari hasil percobaan dan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa Pembuatan
Asetanilida adalah bereaksinya asam asetat yang bereaksi dengan menggunakan katalis asam
sehingga memungkinkan untuk masuknya gugus amina pada atom C sehingga menghasilkan
asetanilida seperti mekanisme reaksi diatas.
DAFTAR PSTAKA
Alfina, B.T., Lailatus S., Muthia N.R., Lalu H., dan Yoang E. 2013. Sintesis Asetanilida. Malang:
Universitas Brawijaya.
Damtith, J. 1994. Kamus Lengkap Kimia. Jakarta: Erlangga.
Delvira. 2011. Pra-prancangan Pabrik Pembuatan asetanilida dari anilin dan Asam asetat
dengan Kapasitas Produksi 2500 ton/tahun. Sumatra: USU Respirator.
Fessenden, R.J. dan Fessenden J. S. 1999. Kimia Organik Jilid 1 Edisi 3. Jakarta: Erlangga.
Groggins P.H. 1958. Unit Process in Organic Syntetic 5th edition. Tokyo: McGraw-Hill, Ltd.
Kirk, R.E. dan Othmer, D.F. 1981. Encyclopedia of Chemical Engineering Technology. New
York: John Wiley and Sons Inc.
Morrison, R.T. and Boyd, R.N. 1992. Organik Chemistry 5th Edition. London: Brook cole.
Svehla. 1979. Buku Ajar Vogel : Analisi Anorganik Kuntitatif Makro dan Semimikro. Jakarta: PT
Kalman Media Pusaka.
Sudjadi. 1986. Metode Pemisahan, Fakultas Farmasi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Williamson. 1999. Macroscale and Microscale Organic Experiment. USA: Houghton Mifflin
Company.

Вам также может понравиться