Вы находитесь на странице: 1из 28

MAKALAH

FARMAKOTERAPI
“ TUBERCOLOSIS PARU”

OLEH :
KELOMPOK 2

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


MANDALA WALUYA
KENDARI
2018
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah farmakoterapi yang
berjudul “Tuberculosis Paru”
Adapun makalah ini telah kami usahakan semaksimal mungkin dan tentunya dengan
bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar proses pembuatannya. Untuk itu, tidak
lupa kami sampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam
pembuatannya.
Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa ada kekurangan
baik dari segi penyusun bahasa maupun dari segi lainnya. Oleh karena itu dengan lapang dada
dan tangan terbuka kami membuka selebar-lebarnya bagi pembaca untuk memberi saran dan
kritik kepada sehingga kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhirnya penyusun mengharapkan semoga makalah yang berjudul “Tuberculosis
Paru” dapat diambil hikmah dan manfaatnya. Akhir kata penyusun ucapkan terima kasih.

Kendari, Juli 2018

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini merupakan bakteri basil yang sangat kuat
sehingga memerlukan waktu lama untuk mengobatinya. Bakteri ini lebih sering menginfeksi
organ paru-paru dibandingkan bagian lain tubuh manusia.
Tubercolosis (TB) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh mycobacterium
tuberculosis) yang mampu menginfeksi secara laten ataupun progresif. Insidensi TBC
dilaporkan meningkat secara drastis pada dekade terakhir ini di seluruh dunia. Demikian pula
di Indonesia, Tuberkulosis / TBC merupakan masalah kesehatan, baik dari sisi angka
kematian (mortalitas), angka kejadian penyakit (morbiditas), maupun diagnosis dan
terapinya. Dengan penduduk lebih dari 200 juta orang, Indonesia menempati urutan ketiga
setelah India dan China dalam hal jumlah penderita di antara 22 negara dengan masalah
TBC terbesar di dunia.
Hasil survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes RI tahun 1992, menunjukkan
bahwa Tuberkulosis (TBC) merupakan penyakit kedua penyebab kematian, sedangkan pada
tahun 1986 merupakan penyebab kematian keempat. Pada tahun 1999 WHO Global
Surveillance memperkirakan di Indonesia terdapat 583.000 penderita Tuberkulosis / TBC baru
pertahun dengan 262.000 BTA positif atau insidens rate kira-kira 130 per 100.000 penduduk.
Kematian akibat Tuberkulosis / TBC diperkirakan menimpa 140.000 penduduk tiap
tahun. Jumlah penderita TBC paru dari tahun ke tahun di Indonesia terus meningkat.
Saat ini setiap menit muncul satu penderita baru TBC paru, dan setiap dua
menit muncul satu penderita baru TBC paru yang menular. Bahkan setiap empat menit sekali
satu orang meninggal akibat TBC di Indonesia.Sehingga kita harus waspada sejak dini &
mendapatkan informasi lengkap tentang penyakit TBC.
Berdasarkan kenyataan ini, maka pada makalah ini akan dibahas mengenai
farmakoterapi dari penyakit tuberculosis.
B. RUMUSAN MASALAH
Apa itu penyakit tuberculosis? Serta bagaimana farmakoterapinya?

C. TUJUAN PENULISAN
Mengetahui tentang penyakit tuberculosis Serta farmakoterapinya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DESKRIPSI PENYAKIT TUBERCULOSIS


1. Definisi
Tubercolosis (TB) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh mycobacterium
tuberculosis) yang mampu menginfeksi secara laten ataupun progresif.secara umum, 2
milyar orang terinfeksi dan 2-3 juta orang meninggal karena tuberculosis setiap tahun.
Indonesia menempati urutan ketiga dalam jumlah penderita tuberculosis terbesar setelah
India dan Cina. M. Tuberculosis ditransmisikan dari orang ke orang melalui batuk dan bersin.
Kontak yang terlalu dekat dengan penderita TB akan memperbesar kemungkinan penularan.
HIV adalah faktor resiko yang paling penting untuk TB aktif, terutama pada umur sekitar 25-
44 tahun. Penderita yang terinfeksi HIV dengan infeksi tuberkulosis , akan berkembang
menjadi penyakit yang aktif 100 kali lebih besar dibandingkan dengan penderita yang tidak
terinfeksi HIV.
2. Patofisiologi
Infeksi primer di inisiasi oleh inplantasi organisme di alveolar melalui droplet nuklei
yang sangat kecil (1-5mm) untuk menghindari sel epithelia siliari dari saluran pernafasan
atas. Bila terimplantasi M.tuberculosis melalui saluran nafas , mikroorganisme akan
membelah diri dan dicerna oleh makrofag pulmonea, dimana pembelahan diri akan
terus berlangsung, walaupun lebih pelan. Nekrosis jaringan dan klasifikasi pada daerah yang
terinfeksi dan nodus limfe regional dapat terjadi, menghasilkan pembentukan radiodense area
menjadi komplek ghon.
Makrofag yang teraktivasi dalam jumlah besar akan mengelilingi daerah yang
ditubuhi M. Tuberculosis yang padat seperti keju (darah nekrotik) sebagai bagian dari
imunitas yang dimediasi oleh sel. Hipersensitivitas tipe tertunda juga berkembang melalui
aktivasi dan perbanyakan limfosit T. Makrofag membentuk granuloma yang mengandung
mikroorganisme. Keberhasilan dalam mengham,bat pertumbuhan M. tuberculosis
membutuhkan aktivasi dari limfosit CD4 subset, yang dikenal sebagai Th-1 , yang
mengaktivasi makrofag melalui sekresi dari interferon g. Sekitar 90% pasien yang pernah
menderita penyakit primer tidak memiliki manifestasi klinis lain selain uji kulit yang positif
dengan atau tanpa kombinasi dengan adanya granuloma stabil yang diperoleh dari hasil
radiografi. Sekitar 5% pasien (biasanya anak-anak, orang tua atau penurunan sistem imun )
mengalami poenyakit primer yang berkembang pada daerah infeksi primer. Biasanya lobus
paling bawah.. dan lebih sering dengan diseliminasi., menyebabkan terjadinya infeksi
maningitis dan biasanya juga melibatklan lobus paru-paru paling atas. Sekitar 10% dari
pasien mengalami reaktivasi , terjadi penyebaran organisme melalui darah. Biasanya
penyebaran organisme melalui darah menyebabkan pertumbuhan cepat, penyebaran penyakit
secara luas dan pembentukan granuloma yang dikenal dengan granulosma yang dikenal
sebagai tuberculosis miliari.
3. Manifetasi klinis
1) Pasien yang tidak terinfeksi HIV
a. Manifestasi klinis dari TB pulmoner tidak spesifik , indikasi hanya pada proses
infeksi yang berjalan dengan lambat (tabel 1)
b. Pemeriksaan fisik nonspesifik, dugaan perkembangan penyakit pulmoner.
c. Manifestasi klinis berhubungan dengan TB ekstra pulminar bervariasi tergantung
pada organ yang terlibat tetapi mengandung perkembangan yang lambat dari fungsi
organ yang lambat dengan demam tingkat rendah dan sindom lainnya.
Tabel 1: manifestasi klinis tuberculosis
 Ciri-ciri dan gejala
- Pasien biasanya mengalami penurunan berat badan, lemas, batuk,
demam, dan keringat malam.
- Hemofisis frank
 Pemeriksaan fisik
Suara khas pada perkusi dada, bunyi dada, dan peningkatan suara yang
bergetar lebih sering diamati pada auskultasi
 Pemeriksaan labolatorium
Peningkatan pada perhitungan sel darah putih dengan dominasi limfosit
 Radiografi dada
- Kavitasi yang menunjukkan kadar udara-air sebagai tanda
perkembangan infeksi
2) Pasien yang terinfeksi HIV
a. Manifestasi klinis dari pasien dengan infeksi HIV yang memiliki TB berbeda dengan
pasien yang tidak terinfekasi HIV ( pada penderita AIDS , TB muncul dalam bentuk
primer yang berkembang, yang melibatkan daerah ekstrapulmoner , dan melibatkan
berbagai lobus paru).
b. TB pada pasian AIDS , sepertinya kurang terlibat dalam penyakit kavitari, yang
dihubungkan dengan uji kulit positif , atau dihubungkan dengan demam.
4. Kategori penyakit tuberculosis
Kategori 1
1) Pasien baru TB paru BTA positif
2) Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif
3) Pasien TB ekstra paru
Kategori 2
Paduan OAT (obat anti TB ) ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah
diobati sebelumnya.
1) Pasien kambuh
2) Pasien gagal
3) Pasien dengan pengobatan terputus
5. Terapi
a. Pendekatan umum
Kategori 1 diobati dengan INH, rifampisin, pirazinamid dan etambutol selama 2
bulan (fase intensif) setiap hari dan selanjutnya 4 bulan (fase lanjutan) dengan INH dan
rifampisin 3 kali dalam seminggu (2HRZE/4H3R3)
Kategori 2 diobat dengan INH, rifampisin, pirazinamid, etambutol dan strreptomisin
selama 2 bulan setiap hari dan selanjutnya dengan INH dan etambutol selama 5 bulan
seminggu 3 kali ( 2HRZES/ HRZE / 5H3R3E3) .
Jika setelah dua bulan BTA masih positif, fase intensif ditambah 1 bulan sebagai
sisipan (dengan HRZE).
Tabel 2 : dosis untuk paduan OAT KDT untuk kategori 1
Berat badan Tahap intensif tiap hari Tahap lanjutan 3 kali
(kg) selama 56 hari RHZE seminggu selama 16 minggu
(150/75/400/275) RH (150/150)
30-37 2 tablet 4KDT 2 tablet 2 KDT
38-54 3 tablet 4KDT 3 tablet 2 KDT
55-70 4 tablet 4KDT 4 tablet 2 KDT
>71 5 tablet 4KDT 5 tablet 2 KDT

Tabel 3 : : dosis untuk paduan OAT KDT untuk kategori 2

Berat Tahap intensif tiap hari RHZE Tahap lanjutan 3 kali


badan (150/75/400/275) + 5 seminggu RH (150
(kg) /150) + E (275)
Selama 56 hari Selama 28 hari Selama 20 minggu
30-37 2 tab 4 KDT + 2 tablet 2 KDT 2 tab 2 DKD + 2 tab
500 mg etambutol
streptomisin inj
39-54 3 tab 4 KDT + 3 tablet 2 KDT 3 tab 2 DKD + 3 tab
750 mg etambutol
streptomisin inj
55-70 4 tab 4 KDT + 4 tablet 2 KDT 4 tab 2 DKD + 4 tab
1000 mg etambutol
streptomisin inj
>71 5 tab 4 KDT + 5 tablet 2 KDT 5 tab 2 DKD + 5 tab
1000 mg etambutol
streptomisin inj

Catatan :
untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk streptomisin adalah 500 mg
tanpa memperhatikan badan.
b. Mekanisme Kerja Obat
Isoniazid bekerja dengan menghambat sintesa asam mikolat, komponen terpenting
pada dinding sel bakteri. Rifampisin menghambat aktivitas RNA polimerase yang tergantung
DNA pada sel sel yang rentan. Pirazinamid adalah analog pirazin dari nikotinamid yang
bersifat bakteriostatik atau bakterisid terhadap Mycobacterium tuberculosis tergantung pada
dosis pemberian. Mekanisme kerja pirazinamid belum diketahui secara pasti. Etambutol
menghambat sintesis minimal 1 metabolit yang menyebabkan kerusakan pada metabolisme
sel, menghambat multiplikasi, dan kematian sel. Streptomisin adalah antibiotik bakterisid
yang mempengaruhi sintesis protein. Etionamida dapat bekerja sebagai bakteriostatik atau
bakterisid tergantung pada konsentrasi obat. Mekanisme kerja belum diketahui secara pasti
tetapi etionamid dapat menghambat sintesis peptida pada organisme yang rentan. Asam
aminosalisilat menghambat pembentukan asam folat atau menghambat pembentukan
komponen dinding sel, mikobaktin, dengan menurunkan pengambilan besi oleh M.
Tuberculosis. Rifapentin memiliki mekanisme kerja yang sama dengan rifampisin.
c. Data Farmakokinetik
Tabel 4 : Data farmakokinetik dari obat TB (Dipiro,2008)
Obat Ikatan T ½ (jam) Metabolisme Ekresi
protein
(%)
Isoniazid 30 Bervariasi Asetilasi di hati 50-70%
tergabtung isoniazid
pada kecepatan diekresikan
asetilasi. dalam
Asetilator cepat bentuk yang
memetabolisme tidak
obat 5-6 kali berubah dan
lebih cepat metabolitnya
dibandingkan melalui
asetilator ginjal dalam
lambat. waktu 24
jam.
Ripamfisin 75-80 3 jam setelah deasetilasi Eliminasi
600 mg oral melalui
dan meningkat empedu dan
menjadi 5,1 urin.
jam setelah 900
mg oral .
dengan
pemberian
berulang,
waktu paruh
menurun jadi
2-3 jam.
Pirizinamid 50 9-10 jam 70% dari
dosis oral
diekresikan
melalui urin
terutama
filtrasi
glomerulus.
Etambutol 10-20 Sekitar 20% Dalam
dimetabolisme bentuk tidak
dihati dirubah
sekitar 50%
dalam urin,
8015%
sebagai
metabolit,
dan 20-22%
dalam
bentuk tidak
dirubah di
feses.
Streptomisin Rendah 5-6 jam
Etionamida 30 2 Dalam bentuk 1% dalam
aktif dan non bentuk bebas
aktif urin.
Asam 50-60 - Asetilasi di hati 80%
aminosalisilat diekresikan
melalui urin
dengahn
50% dalam
bentuk
terasetilasi.
kapreomisin Tergantung 52%
pada bersihan diekresikan
kreatinin melalui urin.
rifapentin 97,7- 13,19 Dihidrolisis oleh 17%
93,2 enzim esterase diekresikan
membentuk 25- melalui urin
desasetil dan 70%
rifapentin yang melalui
aktif. fases.

d. Nama obat TB
1. Isoniazid (BPOM, 2008)
Indikasi :tuberculosis dalam kombinasi dengan obat lain profilaksis. Kontraindikasi: penyakit
hati yang aktif ; hipersensitivitas terhadap Isoniazid. Peringatan : gangguan fungsi hati (uji
fungsi hati); gangguan fungsi ginjal; resiko efek samping meningkat pada asetilator lambat;
epilepsi; riwayat psikosis; alkoholisme; kehamilan dan menyusui ; porfiria. Efek samping :
mual, muntah, neuritis perifer, neuritis optik, kejang, episode psikosis , reaksi hipersensitivitas
seperti eritema multiforme, demam, purpura, agranulositosis; hepatitis ( terutama pada usia lebih
dari 35 tahun); sindrom Si.Ee, pellagra,hiperglikemia dan ginekomastia.farmakokinetik:
Isoniazid di absorpsi dengan mudah secara per oral. Kadar puncak dicapai dalam waktu 1-2 jam
setelah pemberian oral. Absorpsi akan terganggu jika diminum bersama makanan, terutam
karbohidrat atau antasida yang mengandung aluminium. Di hati isoniazid terutama mengalami
asetilasi dan pada manusia kecepatan metabolisme isoniazid dipengaruhi oleh faktor genetik
yang secara bermakna mempengaruhi kadar obat dalam plasma dan masa paruhnya. Dosis:
Tuberkulosis Aktif: DEWASA; 5 mg/kgBB per hari (4-6 mg/kgBB per hari), ANAK :10
mg/kgBB per hari (10-15 mg/kgBB per hari). Untuk dewasa dengan BB 30-45 kg, dosis per hari
200 mg diberikan dalam dosis tunggal. Untuk pasien dengan BB >45 kg, dosis per hari 300 mg
diberikan dalam dosis tunggal. Tuberkulosis Latent (Monoterapi): diberikan sedikitnya 6 bulan
DEWASA; 300 mg per hari. ANAK; 10 mg/kgBB per hari (maks. 300 mg/hari). Tablet isoniazid
300 mg tidak boleh diberikan untuk anak dengan BB . Sediaan beredar : INH generik, beniazid
pembangunan, decadoxin harsen, INH CIBA Novartis indonesia, inoxin forte dexa medica.
2. Rifampisin (BPOM, 2008)
Indikasi : bruselosis, legionelosis, infeksi berat staphyllococcus dalam kombinasi dengan obat
lain , tuberkulosis , lepra. Kontraindikasi : penyakit hati aktif .Peringatan : kurangi dosis pada
gangguan fungsi hati ; lakukan pemeriksaan uji fungsi hati dan menghitung sel darah pada
pengobatan jangka panjang; gangguan fungsi ginjal ( jika dosis lebih dari 600 mg/hari),
kehamilan dan menyusui. Farmakokinetik: Reabsorpsinya di usus sangat tinggi, distribusi ke
jaringan dan cairan tubuh juga baik. Plasma-t½ nya berkisar antara 1,5 sampai 5 jam.
Ekskresinya khusus melalui empedu, sedangkan melalui ginjal berlangsung secara fakultatif.
Dosis:Tuberkulosis : DEWASA dalam dosis tunggal, BB <50kg adalah 450 mg, BB >50kg
adalah 600mg (pasien dengan gangguan fungsi hati tidak lebih dari 8mg/kgBB). ANAK: 10-20
mg/kgBB sebagai dosis harian (dosis total tidak lebih dari 600 mg). Efek samping : gangguan
saluran cerna meliputi mjual, muntah,
anoreksia, diare , pada terapi intermiten dapat terjadi sindrom influenza, gangguan respirasi
(nafas pendek) , kolaps dan syok, anemia hemolitik, anemia, gagal ginjal akut, purpura
trombositopenia,; gangguan fungsi hati, ikhterus, flusing, urtikaria, ruam, udem, kelemahan otot,
miopati, leukopenia, eosinofilia, gangguan menstruasi, warna kemerahan pada urin, saliva dan
cairan tubuh lainnya.; tromboflembitis pada pemberian infus jangka panjang. Sediaan beredar :
rifamisin generik kombipak generik, inpirif tempo, kalrifan kalbefarma, RIF armoxindo,
rifabiotik.
3. Pirazinamid (BPOM, 2008)
Indikasi : tuberkulosis dengan obat lain. Kontra indikasi : gangguan fungsi hati berat, porfiria,
hipersensitivitas terhadap pirizinamid. Peringatan : gangguan fungsi hati; gangguan fungsi
ginjal; diabetes, pirai. Famakokinetik: Reabsorpsinya cepat & sempurna, kadar maksimal dalam
plasma dicapai dalam waktu 1-2 jam . Distribusinya ke jaringan dan cairan serebrospinal baik.
Kurang lebih 70% pirazinamida diekskresikan lewat urin. Dosis: 15-30 mg/kg BB sekali sehari.
Dosis maksimal sehari 3 g. Digunakan pada 2 bulan pertama dari 6 bulan pengobatan. Untuk
pasien dengan gangguan fungsi ginjal 20-30 mg/kg BB tiga kali seminggu. Efek samping:
hepatotoksisitas, termasuk demam anoreksia, hepatomageli, ikterus, gagal hati; mual , muntah,
artralgia, anemia sideroblastik, urtikaria.Sediaan beredar: pyrazinamid generik, corsazinamide
corsa, pezeta novartis indonesia, prazina armoxindo, sanazet sanbe.
4. Etambutol (BPOM, 2008)
Indikasi : tuberkulosis dalam kombinasi dengan obat lain. Kontraindikasi : anak dibawah 6
tahun , neuritis optik, gangguan visual.Farmakokinetik:Pada pemberian oral sekitar 75-80%
etambutol di serap dari saluran cerna. Kadar puncak dari plasma di capai dalam waktu 2-4 jam
setelah pemberian. Dosis tunggal 15 mg/kg BB menghasilkan kadar plasma sekitar 5 ml pada 2-4
jam. Dosis: DEWASA dan ANAK di atas 6 tahun, 15-25 mg/kgBB sebagai dosis tunggal.
Peringatan : turunkan dosis pada gangguan fungsi ginjal, usia lanjut, kehamilan, ingatkan pasien
untuk melaporkan gangguan penglihatan.Efek samping: neuritis optik, buta warna merah / hijau
, neuritis perifer.
5. Streptomisin ( aminoglikosida) (BPOM, 2008)
Indikasi: tuberkulosis dalam kombinasi dengan obat lain.Kontraindikasi: kehamilan, mistenia
gravis. Farmakokinetik: Reabsorpsinya baik (75-80%) , plasma-t½ nya 3-4 jam .Ekskresinya
lewat ginjal (80%). Dosis: injeksi intramuskular, DEWASA: 15 mg/kgBB (12-18 mg/kgBB) per
hari (maksimal 1 g) selama 5 hari dalam seminggu atau 25-30 mg/kgBB 2 kali seminggu.
ANAK: 20-40 mg/kgBB sehari (maksimal 1 g) atau 25-30 mg/kgBB 2 kali dalam seminggu.
Selama masa pengobatan dosis kumulatif tidak boleh lebih dari 120 g. TULAREMIA: Dosis
dewasa 1 – 2 g sehari dalam dosis terbagi selama 7 – 14 hari atau sampai pasien afebris selama 5
– 7 hari. PLAGUE: Dosis dewasa 2 g (30 mg/kgBB) sehari dalam 2 dosis terbagi minimal
selama 10 hari. BRUSELLOSIS: digunakan bersamaan tetrasiklin atau doksisiklin DEWASA: 1
g streptomisin im 1 atau 2 kali sehari selama minggu pertama dan sekali sehari selama
pengobatan berikutnya. ANAK: > 8 tahun ,20mg/kgBB (sampai dengan 1 g) streptomisin im
sehari umumnya selama 2 minggu. Diberikan bersamaan dengan kotrimoksazol, streptomisin
diberikan selama 2 minggu pada awal pengobatan. STREPTOKOKAL ENDOKARDITIS:
streptomisin diberikan bersama dengan penisilin, dengan dosis 1 g 2 kali sehari selama 1 minggu
diikuti dengan 500mg 2 kali sehari selama 1 minggu. Usia 60 tahun keatas 500 mg 2 kali sehari
selama 2 minggu bersamaan dengan penisilin. ENTEROKOKAL ENDOKARDITIS: diberikan
bersama penisislin 1 g 2 kali sehari selama 2 minggu diikuti dengan 500 mg 2 kali sehari selama
4 minggu. Peringatan: gangguan fungsi ginjal, bayi dan usia lanjut, ( sesuaikan dosis , awasi
fungsi ginjal, pendengaran dan vestibuler dan periksa kadar plasma), hindari penggunaan jangka
panjang. Efek samping : gangguan vesibuler dan pendengaran, nefrotoksisitas,
hipomagnesemia, pada pemberian jangka panjang kolitis karena antibiotik. Sediaan beredar:
streptomisina sulfat generik, streptomicyn sulphate meiji, meiji Indonesia.
6. Sikloserin (BPOM, 2008)
Indikasi : tuberkulosis dalam kombinasi dengan obat lain, tuberkulosis yang resisten terhadap
obat-obat pilihan pertama. Dosis: dosis awal 250 mg setiap 12 jam selama 2 minggu, naikkan
sesuai dengan kadar darah dan respons sampai maksimal 500 mg setiap 12 jam; ANAK: dosis
awal 10 mg/kg bb/hari disesuaikan menurut kadar darah dan respon.Catatan: diperlukan
pemantauan terhadap kadar dalam darah terutama pada kelainan fungsi ginjal atau jika dosis
lebih dari 500 mg per hari atau jika tanda-tanda toksisitas; kadar darah tidak boleh melebihi 30
mg/liter. Farmakokinetik: Setelah pemberian oral absorpsinya baik. Kadar puncak dalam darah
dicapai 4-8 jam setelah pemberian obat. Dengan dosis 20 mg/kbBB diperoleh kadar dalam darah
sebesar 20-35 mg/ml pada anak anak. Dengan dosis 750 mg tiap 6 jam pada orang dewasa akan
diperoleh kadar lebih dari 50 mg/ml. Distribusi dan difusi ke seluruh cairan dan jaringan tubuh
baik sekali. Sawar darah otak dapat dilintasi dengan baik. Karena obat ini terkonsentrasi di urin,
tidak diperlukan dosis besar untuk mengobati tuberculosis saluran kemih. Ekskresi maksimal
tercapai dalam 2-6 jam setelah pemberian obat dan 50% diekskresikan melalui urin dalam bentuk
utuh selama 12 jam pertama. Bila ada insufisiensi ginjal, terjadi akumulasi obat dalam tubuh
sehingga memperbesar kemungkinan reaksi toksik. Kontraindikasi: gangguan fungsi ginjal
berat, epilepsi , depresi, ansietas,berat, keadaan psikotik, ketergantungan alkohol,
porfiria.Peringatan: hentikan atau kurangi dosis jika muncul dermatitis alergik atau gejala
toksisitas pada SSP, kurangi dosis pada gangguan fungsi ginjal (hindari jika parah), monitor
fungsi hematologi, ginjal dan hati, kehamilan dan menyusui.Efek samping : terutama
neurologis, termasuk sakit kepala, pusing, vertigo, mengantuk, tremor, kejang, psikosis, depresi,
ruam, anemia megaloblastik, perubahan pada uji fungsi hati.Sediaan beredar: cycloserine meiji
meiji indonesia
7. Etionamid (BPOM, 2008)
Indikasi: tuberkulosis dalam kombinasi dengan obat lain.Kontraindikasi: hipersensitive
terhadap etioonamid, kerusakan hati parah. Dosis: umum dewasa untuk Tuberculosis – Aktif.500
mg sampai 1 g diminum (15 to 20 mg/kg) dalam 1 atau dosis yang terbagi per hari.Dosis
maksimum: 1 g diminum per hari.Durasi: Pengobatan harus dilanjutkan sampai konversi
bacteriological permanen dan peningkatan klinis maksimal telah terjadi, pada umumnya, 18
sampai 24 bulan. Farmakokinetik: Ethionamide diabsorbsi dari saluran GI, dengan konsentrasi
plasma puncak 2 mcg/mL muncul selama 2 tahun setelah dosis oral 250 mg. terdistribusi dalam
jaringan tubuh dan cairan tubuh, dapat melewati plasenta dan dapat berpenetrasi melewati
meninge, terdapat dalam CSF pada konsentrasi yang ekivalen dengan serum.Terikat 30% dengan
protein plasma.Waktu paruh dilaporkan 2-3 jam. dimetabolisme secara luas, mungkin dalam
hati, membentuk metabolit aktif sulfokside dan metabolit inaktif dan kurang dari 1% terdapat di
urin sebagai bentuk tak berubah. Peringatan: perlu dilakukan pengukuran SGOT dan
SGPT sebelum dan selama penggunaan obat setiap bulannya. Memonitor kadar gula darah dan
fungsi tiroid secara periodic.Inrteraksi: etionamid berinteraksi dengan isoniazid dan sikloserin.
Efek samping: depresi, pusing, konvulsi, nuritis perifer, dan neuropati, gangguan olfaktori,
pandangan kabur, neuritis optik, sakit kepala, lemas, tremor, psikosis, anoreksia, mual dan
muntah, diare, rasa logam, hepatitis , joundic, stomatitis, hipertensi postural, kemerahan pada
kulit, jerawat, alopesia, trombositopenia, ginekomsastia, impotensi, kesulitan dalam mengatur
kadar gula darah.Sediaan beredar: trecator SC wyeth ayest
8. P-asam aminosalisilat (BPOM, 2008)
Indikasi: tuberkulosis dalam kombinasi dengan obat lain.Kontraindikasi: hipersensitivitas
terhadap p-asam aminosalisilat, gangguan ginjla parah. Dosis: rektum: dalam supositoria, 1 gram
satu sampai dua kali sehari. Farmakokinetik: PAS mudah diserap melalui saluran cema. Obat
ini mencapai kadar tinggi dalam berbagai cairan tubuh kecuali dalam cairan otak. Masa paruh
obat sekitar satu jam. Delapan puluh person PAS diekskresi melalui ginjal, 50% di antaranya
dalam bentuk terasetilasi. Penderita dengan insufisiensi ginjal tidak dianjurkan menggunakan
PAS karena ekskresinya terganggu.Peringatan: timbulnya sindrom malabsorbsi, menganggu
pembacaan AST dengan metode dye azoene dan uji urin kualitatif untuk keton, bilirubin,
urobilinogen atau porfofilinogen , terbentuknya kristaluria.Interaksi: berinteraksi dengan
isoniazid, dioxin, dan vitamin B12.Efek samping: mual, muntah, diare, nyeri abdominal,
demam, erupsi kulit, leukopenia agranulositosis, trombositopenia, jaundice, hepatitis,
perikarditis, hipoglikemia, neuritis optik, enselopati, vaskulitis, dan reduksi pada
protombine.Sediaan beredar: paser jacobus pharm
9. Kapreomisin (BPOM, 2008)
Indikasi : tuberkulosis dalam kombinasi dengan obat lain yang digunakan ketika obat tahap
pertama tidak efektif atau tidak dapat digunakan karena toksisitas atau resistensi.
Kontraindikasi: hipersensitivitas terhadap kapreomisin.Dosis: dosis dewasa untuk tuberkulosis-
aktif adalah 10 sampai 15 mg/kg (sampai dengan 1 g) yang dimasukkan melalui infus atau
suntikan setiap 24 jam atau 5 hari dalam seminggu.untuk anak-anakStandar dosis anak-anak
untuk tuberkulosis-aktif adalah sebesar 15 hingga 30 mg/kg (sampai dengan 1 g) ang
dimasukkan melalui infus atau suntikan dalam 5 sampai 7 hari per minggu. Farmakokinetik:
Absorpsi dan nasib kapreomisin adalah kadar plasma dicapai sesudah suntikan im 1 – 2 jam,
sebanyak 5 – 20 mcg/ml pada dosis tunggal 500 mg, dan 25 – 50 mcg/ml pada dosis 1.
Didistribusikan kedalam.jaringan tubuh dan cairan otak, dan akan dieliminasi dengan waktu
paruh 2 – 3 jam kalau ginjal normal, namun 110 jam jika ada gangguan ginjal. Peringatan:
dapat menyebabkan hambatan pada neuromuskuler parsial dengan dosis IV besar, perlu
dilakukan pemeriksaan fungsi ginjal, dan hipokalemia.Interaksi : berinteraksi dengan
aminoglokosida dan obat penghambat neuromuskular nondepolarisasi.Efek samping:
ototoksisitas, tinnitus, vertigo, nyeri, dan pendarahan berlebihan pada daerah injeksi, abses steril,
leukositosis, leukopenia, oesinofilia, abnormal pada fungsi hati, urtikaria dan kemerahan kulit
makulopapular.Sediaan beredar: capstat sulfate
e. Obat TB dan Efeknya
Tabel 5. Obat TB dan efek yang terjadi (Dipiro,2008)
Obat A Obat B Efek yang terjadi / deskripsi
isoniazid Rifampisin Terjadi pada hepatotoksisitas, jika terjadi
perubahan fungsi hati, hentikan salah satu
atau keduanya.
isoniazid asetaminofen Hepatotoksisitas meningkat akibat
hambtan penguraian asetaminofen,
kemungkinan isoniazid menginduksi
enzim oksidase P4550IIE1 pada hati dan
ginjal sehingga metabolit hepatotoksik
dari asetaminofen meningkat,monitor
toksisitas asetaminofen.
isoniazid karbamazepin Toksisitas INH naik akibat penguraian
menjadi metabolit toksik meningkat
akibat induksi enzim oleh karbamasepin
dan toksisitas karbamazepin meningkat
akibat penguraian karbamazepin menurun
akibat inhibisi enzim oleh isoniazid.
Monitor fungsi hati dan penyesuaian
dosis.
Isoniazid klorzoksazon Konsentrasi plasma klorzoksazon
meningkat, efek meningkat, efek tak
diinginkan meningkat, lakukan
pengaturan dosis.
Isoniazid Disufiram Terjadi perubahan koordinasi dan
perilaku, mekanisme tidak diketahui
kemungkinan aktivitas dopaminergik
meningkat. Dosis disulfiram dikurangi
atau dihentikan.
Isoniazid Enfluram Pada asetilator cepat, gagal ginjal
disebabkan oleh fluorida anorganik yang
nefrotoksik. Monitor fungsi ginjal pada
pasien yang menerima kombinasi ini
terurtama pada asetilator cepat.
Isoniazid Hidantoin Kadar serum hidantoin meningkat,
sehingga efek dan toksisitas hidantoin
meningkat. Pada dosis terapeutik yang
umum , toksisitas fenitoin muncul
signifikan pada asetilator lambat. Monitor
kadar serum hidantoin.
Isoniazid ketokonazol Manfaat terapeutik ketokonazol mungkin
attenuated, hindari penggunaan
kombinasi. Monitor kadar serum
ketokonazol atau aktivitas antijamur.
Isoniazid Teofilin Isoniazid meningkatkan kadar plasma
teofilin, dan terjadi sedikiut penurunan
eliminasi isoniazid, monitor dan lakukan
pengaturan dosis.
rifampisin Asam amino Asam amino salisilat menurunkan efek
salisilat, oral rifampisin, gunakan interval waktu 8-12
jam untuk masing-masing.
rifampisin Halotan Dilaporkan hepatotoksisitas dan
ensefalopati.
rifampisin Antiaritmia Konsentrasi serum antiaritmia menurun
(amiodaeron, karena terjaid induksi CYPA4 oleh
disopiramid,m rifampisin. Monitot secara ketat pada
eksiletin,propa waktu mulai menggunakan dan
fenon,kinidin,p menghentikan rifampisin
rokainamid).
rifampisin ACEinhibitor Efek farmakologi enalapril menurun
(enalaprin)
rifampisin antikongulan Rifampisin menurunkan efek
antikoangulan warfarin karena
peningkatan metabolisme oleh enzim
mikrosoma hati, peningkatan dosis
antikoangulan mungkin diperlukan,
monitor parameter koagulasi bila
rifampisin dihentikan.
rifampisin Golongan azol Rifampisin dapat menginduksi
(flukonazol, metabolisme antifungi golongan azol,
ketokonazol, ketokonazol dapat mempengaruhi
itrakonazol) absorpsi rifampisin sehingga kadar serum
rifampisin turun, monitor dan dilakukan
pengaturan dosis.
rifampisin Barbiturat Rifampisin dapat menstimulasi enzim
mikrosomal hati sehingga barbiturat cepat
diuraikan, monitor status klinik dan kadar
plasma barbiturat, jika diperlukan
tingkatkan dosis barbiturat.
rifampisin Benzodiazepin Efek farmakologi diazepam, midazolam,
(diazepam,mid triazolam menurun karena peningjkatan
azolam,triazola metabolisme benzosiazepin, monitor
m) respon klinik benzodiazepin bila mulai
menggunakan dan menghentikan
rifampisin.
rifampisin Beta bloker Efek farmakologi bisopropanolol,
(bisopropanolo metoptolol, propanolol menurun karena
l, metoprolol, peningkatan metabolisme hepatik oleh
propanolol) enzim yang diinduksi rifampisin.
rifampisin Buspiron Konsentrasi plasma buspiron dan efek
farmakologi menurun karena metabolisme
oleh CYP3A4 yang diinduksi rifampisin,
peningkatan dosis buspiron mungkin
diperlukan.
rifampisin kloramfenikol Metabolisme kloramfenikol meningkat
karena induksi enzim mikrosomal hati
oleh rifampisin.
rifampisin Kontrasepsi Mengurangi efikasi kontrasepsi oral, dan
oral kejadian abnormal pada menstruasi
meningkat, selama menggunakan
rifampisin gunakan kontrasepsi cara lain.
rifampisin kortikosteroid Efek kortikosteroid menurun setelah
beberapa hari menggunakan rifampisin
dan efek meningkat lagi setelah
dihentikan 2-3 minggu, hindari
penggunaan bersamaan.
rifampisin siklosporin Efek imunosupresan siklosporin menurun
setelah 2 hari menggunakan rifampisin,
setelah rifampisin dihenitan 1-3 minggu
efek kembali. Hal ini terjadi karena terjadi
induksi enzim sitokrom P-450 intestinal.
Diperlukan peningkatan dosis siklosporin.
rifampisin Delavirdin Rifampisin meningkatkan metabolisme
delavirdin karena induksi enzim sehingga
konsentrasi dalam plasma menurun,
hindari penggunaan bersamaan.
rifampisin Digoksin Konsentrasi digoksin menurun pada
penggunaan bersamaan, mungkin
diperlukan peniungkatan dosis digoksin.
rifampisin Doksisiklin Rifampisin dapat menurunkan konsentrasi
dan waktu paro doksisiklin yang
memungkinkan turunnya efek terapi,
monitor respon klinik.
rifampisin Estrogen Rifampisin melemahkan efektivitas
estrogen dengan menginduksi enzim
metabolisme, menurunkan AUC dan
waktu paro, gunakan metode kontrasepsi
lain.
rifampisin Fluorkinolon Rifampisin mempercepat metavbolisme
fluorkinolon, diperlukan pengaturan dosis
fluorkinolon.
rifampisin haloiperidol Rifampisin menurunkan konsentrasi
plasma dan keefektivan klinik
haloperidol, pada penambahan atau
penghentian rifampisin monitor dengan
hati-hati respon pasien. Jika diperlukan
dosis disesuaikan.
rifampisin Hidantoin Kadar serum hidantoin dapat menurun
karena rifampisin meningkatkan enzim
metabolisme hepatik, monitor kadar
serum hidantoin dan amati pasien.
rifampisin Isoniazid Hepatoroksisitas meningkat bila
dibandingkan dengan penggunaan tunggal
masing-masing, bila terjadi perubahan
pada fungsi hati hentikan salah satu atau
keduanya.
rifampisin Losartan Rifampisin dapat meningkatkan
metabolisme losartan, amati respon klinik
pasien pada waktu mulai atau penghentian
rifampisin.
rifampisin Antibiotik Metabolisme rifampisin dapat dihambat,
makrolida sebaliknya metabolisme antibiotik
(klaritromisin) makrolida dapat meningkat. Amati efek
samping yang meningkat dan penurunan
respon terhadap antibiotik makrolida.
rifampisin Analgetik Pasien dapat mengalami reaksi putus
narkotik obat. Rifampisin menstimulasi
(metadon, metabolisme metadon.
morfin)
rifampisin Nifedipin Efek terapeutik nifedipin dapat menurun.
Monitor tekanan darah dan gejala angina.
Sesuaikan dosis nifedipin atau gunakan
antihipertensi lain.
Rifampisin ondansetron Konsentrasi plasma ondansetron dapat
menurun. Gunakan antiemetik lain.
rifampisin Progestin rifampisin dapat meningkatkan laju
eliminasi progestin dalam kontrasepsi
oral, hindari penggunaan bersama.
rifampisin Inhibitor Rifampisin dapat meningkatkan
protease metabolisme inhibitor protease dan
(indinavir,nelfi inhibitor protease dan menurunkan
navir,ritonavir) metabolisme rifampisin.
Rifampisin Derivat kinin Rifamipisin meningkatkan klirens hepatik
derivat kinin. Induksi enzim tetap
bertahan setelah beberapa hari
penghentian rifampisin . untuk
memperoleh efek yang diinginkan harus
ditingkatkan dosis derivat kinin.
Penghentian rifampisin dapat
mengakibatkan tercapainya toksisitas
derivat kinin, monitor kadar serum derivat
kinik EKG.
Rifampisin Sulfasalazin Konsentrasi plasma sulfapiridin
berkurang dalam penggunaan bersama
antara sulfasalazin dan rifampisin. Hal ini
terjadi karena perubahan flora bakteri
yang dapat mereduksi sulfasalazin
menjadi sulfapiridin dam mesalazin.
Asuhan keperawatan TBC
a. Pengkajian
1). Identitas klien
Nama : Ny. B
Jenis Kelamin : perempuan
Usia : 37 Tahun
Status Perkawinan : Kawin
Agama : Kristen
Suku Bangsa : Jawa
Bahasa : Bahasa Indonesia
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alam : Jl. Miapa Mioleng no.4 rt 02/03
Sumber biaya : Jamkesmas
2). Keluhan utama
Pada saat pengkajian Ny. B mengeluh batuk berdarah, cepat lelah, letih, keringat
dimalam hari.
3). Riwayat penyakit sekarang
Pasien masuk rumah sakit. Pada pemeriksaan pasien ditemukan tanda dan gejala
penyakit tuberculosis paru, kemudian dilakukan pemeriksaan diagnostic seperti sputum,
poto thoraks terlihat adanya gumpalan putih, hasil tuberculin test positif (+), segera
dilakukan penatalaksanaan untuk menangani penyakit TB.
4). Riwayat penyakit terdahulu
-
5). Riwayat kesehatan lingkungan
Klien mengatakan bahwa klien tinggal di daerah yang pandat penduduk,
lingkungan kumuh dan rumahnya tidak ada ventilasi dan kurang pencahayaan.
6). Riwayat Psikososial
Klien merasa takut akan penyakitnya dan menganggap penyakitnya itu mematikan.
7). Riwayat pekerjaan dan pola hidup
Klien mengatakan bekerja sebagai buruh cuci dan klien tidak memakai masker
saat keluar rumah.
8) Data Fokus
DATA SUBJEKTIF DATA OBJEKTIF
- Klien mengatakan sering mengalami demam - Suhu = 38,5 oC
ringan (meriang) - Berat badan menurun dari 60
- Badan terasa letih kg menjadi 48 kg,turun 12 kg
- Berat badan menurun (anoreksia)
- Keringat pada malam hari - Keringat pada malam hari (+)
- Batuk berdarah - Sputum disertai darah (+)
- Tuberculin test (+)
- Photo thorax terlihat bercak
putih di apeks paru
- RR = 24 x permenit
- TD = 110/70 mmHg
- HR = 80 x permenit

b. Diagnosa Keperawatan
DATA FOKUS PROBLEM ETIOLOGI
DS Bersihan jalan nafas tidak Berkaitan dengan Secret
klien mengatakan: efektif kental / secret darah
- Batuk berdarah
- Demam
- Keringat pd malam hari
DO
klien terlihat :
- Batuk dgn Sputum
bercampur darah
- Tuberculin test (+)
- Suhu = 38,5 oC
- HR = 78 x permenit
- RR = 24 x permenit
- TD = 110/70 mmHg
- Rongent Thorax (+)
- Terlihat bercak putih
DS Perubahan nutrisi kurang Berkaitan dengan intake yang
klien mengatakan : dari kebutuhan tidak ade kuat
- Tidak nafsu makan
- Cepat letih
- Berat badan turun 12 kg
- Mual
- Tidak suka makan
rumah sakit
DO
klien terlihat :
- Antropometri : berat
badan turun 12 kg (60-48)
- Biokimia ; Eritrosit : 4 –
5 (juta/ul)
Haemoglobin (Hb) : 12 –
15 (g/dl)
Hematokrit (Ht) : 36 – 47
(%)
Trombo sit : 150.000 –
400.000(/ul)
Leukosit : 5.000 –
10.000(/ul)
Laju Endap Darah (LED) :
< 15 (mm/jam)
- Chemical sain : Rhonki
(+), konjungtivaanemis (+)
, mukosa bibir (kering),
togor kulit jelek
- Diathistori : klien tidak
suka makan telur, dan
sayuran

DS Ketidaktahuan tentang
klien mengatakan : penyakit
- Tidak mengetahui
tentang proses penyakit
- Pasien tidak punya dana
untuk berobat
DO
klien terlihat :
- Tinggal di daerah padat
penduduk, di pinggir kali,
- Perkampungan kumuh
- Dirumahnya kurang
ventilasi dan pencahayaan
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Tubercolosis (TB) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh mycobacterium
tuberculosis yang mampu menginfeksi secara laten ataupun progresif. Adapun
penatalaksanaan farmakoterapi dari penyakit ini tergantung dari gejala yang ditimbulkan
masing-masing.

B. SARAN
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan
disebabkan keterbatasan ilmu yang penulis miliki. Oleh karena itu kritik dan saran yang
membangun dari pembaca sangat diperlukan demi penulisan yang lebih baik untuk
kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA

Arif Mansjoer, dkk. Kapita Selekta Jilid I, EGC. 1999 : Jakarta.

Arjatmo Tjokronegoro, Prof, dr. Ilmu Penyakit Dalam. Balai Penerbit FKUI. 2001

BPOM, 2008, Informatorium Obat Nasional Indonesia, Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia, Jakarta.

DiPiro J, Talbert R, Yee G, Matzke G, Wells B, Posey Ml, eds,. Pharmacotherapy:


APathophysiologic Approach, 6th ed, McGrawHill, United. States

Dipiro, J., Talbert, R., Yee, G., Matzke, G., Wells, B., Posey, L., 2008, Pharmacotherapy: A
Pathophysiologic Approach, Seventh Edition, McGraw-Hill Medical Publishing,
New York.

Ganiswarna, S. G., Setiabudy, R., Suyatna, F. D., Ascobat, P., Nafrialdi, Ganiswarna, V. H. S.,
dkk., 2007,Farmakologi dan Terapi, Edisi 4, Bagian Farmakologi Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Marilynn Doenges. Rencana Asuhan Keperawatan, EGC. 2001 : Jakarta.

Sandina, D. 2011. 9 Penyakit Mematikan Mengenali Tanda & Pengobatannya, Smart Pustaka.
Yogyakarta : Smart Pustaka.

Sukandar, E. Y., Andrajati, R., Sigit, J. I., Adnyana, I. K., Setiadi, A. P. & Kusnandar, 2008, ISO
Farmakoterapi Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia, Jakarta

Вам также может понравиться