Вы находитесь на странице: 1из 43

BAB I

PENDAHULUAN

Otitis Media Kronis (OMK) adalah radang kronis telinga tengah dengan
perforasi membran timpani dan riwayat keluarnya sekret dari telinga (otorea)
lebih dari 3 bulan, baik terus menerus atau hilang timbul. Berdasarkan aktivitas
sekret yang keluar dikenal juga OMK aktif dan OMK tenang. OMK tenang adalah
keadaan kavum timpani yang terlihat sudah mengering. OMK dibagi menjadi dua
tipe yaitu tipe jinak (benigna) dan tipe bahaya (maligna).1,2
Salah satu insidens OMK tinggi di negara berkembang, karena lingkungan
yang padat, pelayanan kesehatan yang tidak memadai, higiene yang buruk, dan
infeksi saluran pernafasan atas yang rekuren, nutrisi yang kurang dan polusi.
Berdasarkan survey prevalensi yang dilakukan oleh World Health Organization
(WHO) tahun 2004, yang walaupun masih bervariasi dalam hal definisi penyakit,
metode sampling serta mutu metodologi, menunjukkan hasil yaitu terdapat 65-330
juta orang di seluruh dunia menderita OMK, 60% diantaranya menderita
gangguan pendengaran yang signifikan.2
OMK dapat dibagi atas 2 jenis, yaitu (1) OMK tipe aman (tipe mukosa =
tipe benigna) dan (2) OMK tipe bahaya (tipe tulang = tipe maligna).12
Penyebab OMK antara lain lingkungan, genetik, riwayat infeksi sebelumnya,
infeksi saluran napas atas, autoimun, alergi, dan gangguan fungsi tuba Eustachius.
Hubungan penderita OMK dan faktor sosial ekonomi belum jelas, tetapi
mempunyai hubungan erat antara penderita dengan OMK dan sosioekonomi,
dimana kelompok sosioekonomi rendah memiliki insiden yang lebih tinggi.
Gejala klinis yang ditemukan pada OMK antara lain telinga berair, gangguan
pendengaran, nyeri telinga, dan vertigo.

1
BAB II
STATUS PASIEN

I. Identifikasi
Nama : Ny. SM
Umur : 45 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Perumnas Tl.Kelapa Blok VI No.71
No. Rekmed : 980749

II. Anamnesis
Keluhan Utama : Keluar cairan dari telinga kiri
Riwayat Perjalanan Penyakit :
Sejak kecil (dari kelas 1 Sekolah Dasar) pasien mengeluh keluar cairan
dari telinga kanan namun terkadang cairan hilang lalu keluar kembali. Pada
tahun 2016 pasien pernah operasi mastoidektomi telinga kanan dengan
keluhan keluar cairan dari telinga kanan, kepala pusing berputar dan rasa
penuh pada telinga serta bau yang sangat menyengat dari telinga kanan
tersebut. Setelah operasi, pasien rutin kontrol kembali ke RSMH, lalu telinga
kiri mengeluarkan cairan yang sama seperti telinga kanan sebelum dioperasi
namun tidak terlalu banyak. Keluar darah dari telinga (-), keluar cairan (+),
telinga terasa gatal (+), penurunan pendengaran (+), telinga berdenging (+)
kadang-kadang, rasa penuh pada telinga kiri(+), rasa pusing berputar (-).
Keluhan lain seperti demam (-), batuk (+) kadang-kadang, pilek (+) kadang-
kadang, bersin di pagi hari (-), nyeri menelan (-), suara serak (-), sakit gigi (-).
Penderita kemudian berobat ke poliklinik THT rumah sakit Mohammad
Hoesin Palembang.

2
Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien pernah operasi mastoidektomi telinga kanan pada tahun 2016
dengan keluhan keluar cairan dari telingan kanan. Keluhan ini disertai dengan
rasa nyeri telinga dan sakit kepala serta bau yang menyengat dari telinga.
Menurut dirinya, saat berobat tersebut dokter mengatakan telinganya telah
terinfeksi bakteri sehingga gendang telinganya robek.
 Riwayat alergi tidak ada
 Riwayat asma tidak ada
 Riwayat pilek berulang ada
 Riwayat bersin di pagi hari tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga


 Riwayat alergi tidak ada
 Riwayat asma tidak ada
 Riwayat pilek berulang tidak ada
 Riwayat bersin di pagi hari tidak ada
 Keluhan yang sama pada keluarga tidak ada

Riwayat Kebiasaan
 Kebiasaan mandi di sungai yang kotor
 Kebiasaan mengorek telinga

III. Pemeriksaan Fisik


a. Status Generalikus
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 88 kali/menit
Pernafasan : 22 kali/menit
Suhu : 36,5o C

3
Status Gizi : Baik

Status Lokalis
Telinga
I. Telinga Luar Kanan Kiri
Regio Retroaurikula
-Abses - -
-Sikatrik - -
-Pembengkakan - -
-Fistula - -
-Jaringan granulasi - -

Regio Zigomatikus - -
-Kista Brankial Klep - -
-Fistula - -
-Lobulus Aksesorius

Aurikula - -
-Mikrotia - -
-Efusi perikondrium - -
-Keloid - -
-Nyeri tarik aurikula - -
-Nyeri tekan tragus - -

Meatus Akustikus Eksternus


-Lapang/sempit Lapang Lapang
-Oedema - -
-Hiperemis - -
-Pembengkakan - -
-Erosi - -
-Krusta - -

4
-Sekret (serous/seromukus/mukopus/pus) (+) (+) minimal,
-Perdarahan minimal, seromukus
-Bekuan darah seromukus -
-Cerumen plug - -
-Epithelial plug - -
-Jaringan granulasi - -
-Debris - -
-Banda asing - -
-Sagging - -
-Exostosis - -
- -
-
II.Membran Timpani
-Warna
- hiperemis
(putih/suram/hiperemis/hematoma)
-Bentuk (oval/bulat)
- oval
-Pembuluh darah
- -
-Refleks cahaya
- -
-Retraksi
- -
-Bulging
- -
-Bulla
- -
-Ruptur
ada -
-Perforasi (sentral/perifer/marginal/attic)
Sentral Sentral
(kecil/besar/ subtotal/ total)
total
-Pulsasi
- -
-Sekret (serous/ seromukus/ mukopus/
- -
pus)
Sulit dinilai Sulit dinilai
-Tulang pendengaran
- -
-Kolesteatoma
- -
-Polip
- -
-Jaringan granulasi

5
Gambar Membran Timpani

Perforasi
sentral
Perforasi
sentral
subtotal

III. Tes Khusus Kanan Kiri


1.Tes Garpu Tala
Tes Rinne - -
Tes Weber Tidak ada lateralisasi Tidak ada lateralisasi

Tes Scwabach Memanjang Memanjang

2. Tes Audiometri
Audiogram (12 April 2018)

6
AD: Gangguan pendengaran sensorineural derajat berat (76,25 Db)
AS: Gangguan pendengaran sensorineural derajat sangat berat (97,5 Db)

( Audiogram
3.Tes Fungsi Tuba Kanan Kiri
-Tes Valsava Tidak dilakukan Tidak dilakukan
-Tes Toynbee Tidak dilakukan Tidak dilakukan

4.Tes Kalori Kanan Kiri


-Tes Kobrak Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Hidung
I.Tes Fungsi Hidung Kanan Kiri
-Tes aliran udara Normal Normal
-Tes penciuman
Teh Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Kopi
Tembakau

7
II.Hidung Luar Kanan Kiri
-Dorsum nasi Normal Normal
-Akar hidung Normal Normal
-Puncak Hidung Normal Normal
-Sisi hidung Normal Normal
-Ala nasi Normal Normal
-Deformitas - -
-Hematoma - -
-Pembengkakan - -
-Krepitasi - -
-Hiperemis - -
-Erosikulit - -
-Vulnus - -
-Ulkus - -
-Tumor - -
-Duktus nasolakrimalis - -
(tersumbat/tidak tersumbat)

III.HidungDalam Kanan Kiri


1. Rinoskopi Anterior
a.Vestibulum nasi
-Sikatrik - -
-Stenosis - -
-Atresia - -
-Furunkel - -
-Krusta - -
-Sekret - -
(serous/seromukus/mukopus/pus)
b.Kolumela

8
-Utuh/tidakutuh Utuh Utuh
-Sikatrik - -
-Ulkus - -
c. Kavumnasi
-Luasnya (lapang/cukup/sempit) Lapang Lapang
-Sekret - -
(serous/seromukus/mukopus/pus) - -
-Krusta - -
-Bekuan darah - -
-Perdarahan - -
-Benda asing - -
-Rinolit - -
-Polip -
-Tumor
d. Konka Inferior
-Mukosa (erutopi/ hipertropi/atropi) Eutrofi Eutropi
(basah/kering) Basah Basah
(licin/taklicin) Licin Licin
-Warna(merah muda/ hiperemis/ Merah muda Merah muda
pucat/ livide) - -
-Tumor
e. Konka media
-Mukosa (erutopi/ hipertropi/atropi) Sulit dinilai Sulit dinilai
(basah/kering)
(licin/taklicin)
-Warna (merah muda/ hiperemis/
pucat/ livide)
-Tumor

9
f.Konka superior
-Mukosa (erutopi/ hipertropi/atropi)
(basah/kering) Sulit dinilai Sulit dinilai
(licin/taklicin)
-Warna (merah
muda/hiperemis/pucat/livide)
-Tumor

g. Meatus Medius
-Lapang/ sempit
-Sekret Sulit dinilai Sulit dinilai
(serous/seromukus/mukopus/pus)
-Polip
-Tumor

h. Meatus inferior
-Lapang/ sempit
-Sekret Sulit dinilai Sulit dinilai
(serous/seromukus/mukopus/pus)
-Polip
-Tumor

i. Septum Nasi
-Mukosa (eutropi/ hipertropi/atropi) Eutrofi Eutrofi
(basah/kering) Basah Basah
(licin/taklicin) Licin Licin
-Warna (merah Merah muda Hiperemis
muda/hiperemis/pucat/livide) - -
-Tumor - -

10
-Deviasi (ringan/sedang/berat)
(kanan/kiri)
(superior/inferior)
(anterior/posterior)
(bentuk C/bentuk S) - -
-Krista - -
-Spina - -
-Abses - -
-Hematoma - -
-Perforasi - -
-Erosi septum anterior

Gambar Dinding Lateral Hidung Dalam

11
Gambar Hidung Dalam Potongan Frontal

2.Rinoskopi Posterior Kanan Kiri


-Postnasal drip - -
-Mukosa (licin/taklicin) Licin Licin
(merah muda/hiperemis) Merah muda Merah muda
-Adenoid - -
-Tumor - -
-Koana (sempit/lapang) Lapang Lapang
-Fossa Russenmullery (tumor/tidak) - -
-Torus tobarius (licin/taklicin) Licin Licin
-Muara tuba (tertutup/terbuka) Terbuka Terbuka
(sekret/tidak) - -

Gambar Hidung Bagian Posterior

12
IV.Pemeriksaan Sinus Paranasal Kanan Kiri
-Nyeri tekan/ketok
-infraorbitalis Tidak dilakukan
-frontalis
-kantus medialis
-Pembengkakan
-Transiluminasi
-regio infraorbitalis
-regio palatum durum

Tenggorok
I.Rongga Mulut Kanan Kiri
-Lidah Normal Normal
(hiperemis/udem/ulkus/fissura)
(mikroglosia/makroglosia)
(leukoplakia/gumma)
(papilloma/kista/ulkus)
-Gusi (hiperemis/udem/ulkus) Normal Normal
-Bukal (hiperemis/udem) Normal Normal
(vesikel/ulkus/mukokel)
-Palatum durum (utuh/terbelah/fistel) Utuh Utuh
(hiperemis/ulkus)
(pembengkakan/abses/tumor)
(rata/tonus palatinus)
-Kelenjar ludah Normal Normal
(pembengkakan/litiasis)
(striktur/ranula) Normal Normal
-Gigi geligi
(mikrodontia/makrodontia)
(anodontia/supernumeri)

13
(kalkulus/karies)

II.Faring Kanan Kiri


-Palatum molle (hiperemis/ udem/ Normal Normal
asimetris/ ulkus) Ditengah Ditengah
-Uvula (udem/ asimetris/ bifida/ Normal Normal
elongating)
-Pilar anterior (hiperemis/ udem/ Normal Normal
perlengketan)
(pembengkakan/ ulkus) Normal Normal
-Pilar posterior (hiperemis/ udem/
perlengketan)
(pembengkakan/ ulkus) T1 T1
-Dinding belakang faring (hiperemis/ Rata Rata
udem) Kenyal Kenyal
(granuler/ ulkus) - -
(secret/ membran) Tidak lebar Tidak lebar
-Tonsil Palatina (derajat pembesaran) Detritus (-) Detritus (-)
(permukaan rata/tidak) - -
(konsistensi kenyal/ tidak) - -
(lekat/ tidak)
(kripta lebar/tidak)
(dentritus/membran)
(hiperemis/udem)
(ulkus/tumor)

Gambar rongga mulut dan faring

14
Rumus gigi-geligi

III.Laring Kanan Kiri


1.Laringoskopi tidak langsung (indirect)
-Dasar lidah (tumor/kista) - -
-Tonsila lingualis (eutropi/hipertropi) Eutrofi Eutrofi
-Valekula (benda asing/tumor) - -
-Fosa piriformis (benda asing/tumor) - -
-Epiglotis Normal Normal
(hiperemis/udem/ulkus/membran) Normal Normal
-Aritenoid Normal Normal
(hiperemis/udem/ulkus/membran)
-Pita suara (hiperemis/udem/menebal)
(nodus/polip/tumor) Normal Normal
(gerak simetris/asimetris) Normal Normal
-Pita suara palsu (hiperemis/udem) Normal Normal
-Rima glottis (lapang/sempit)

15
-Trakea
2.Laringoskopi langsung (direct) Tidak dilakukan Tidak
dilakukan

Gambar laring (laringoskopi tidak langsung)

III. Pemeriksaan Penunjang


- Tele endoskopi telinga

16
Gambar 1. OMK stadium perforasi

IV. Diagnosa Banding


- Otitis media kronis
- Otitis Media Akut
- Otitis Media non Supuratif

V. Diagnosa Kerja
Otitis Media Kronik AS
Post mastoidektomi AD

VI. Tatalaksana
I. Medikamentosa
a. Pemberian obat pencuci telinga berupa larutan H2O2 3% selama 3-5
hari
b. Antibiotik golongan Ampisilin Eritromisin

17
c. Pembedahan (Mastoidektomim Miringoplasti, Timpanoplasti dan
pendekatan timpano plasti)
II. Non Medikamentosa:
- Edukasi pasien untuk tidak mengorek telinga sendiri
- Edukasi pasien untuk menjaga kebersihan agar telinga tidak lembab
dan tidak masuk air untuk mencegah terjadinya kekambuhan
- Kontrol ulang ke Poliklinik THT keesokan harinya

VII. Prognosis
Quo ad vitam: dubia ad bonam
Quo ad functionam: dubia ad malam
Quo ad sanationam: dubia ad malam

18
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi Telinga


Telinga adalah alat indra yang berfungsi untuk mendengar suara di
sekitar kita sehingga kita dapat mengetahui/ mengidentifikasi yang terjadi di
sekitar kita tanpa melihat. Orang yang tidak bisa mendengar disebut tuli. Telinga
terdiri atas tiga bagian yaitu bagian luar, tengah, dan dalam. 7,8

Gambar 2. Telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam

3.1.1 Telinga Luar


Telinga luar terdiri atas auricula dan meatus akustikus eksternus.
Auricula berbentuk khas dan berfungsi mengumpulkan getaran udara, auricula
terdiri atas lempeng tulang rawan elastis tipis yang ditutupi kulit. Auricula juga
mempunyai otot intrinsik dan ekstrinsik, yang keduanya dipersarafi oleh
N.facialis.7,8
Auricula (daun telinga) terdiri dari antihelix yang membentuk huruf Y,
dengan bagian crux superior di sebelah kiri dari fossa triangularis, crux inferior

19
pada sebelah kanan dari fossa triangularis, antitragus berada di bawah tragus,
sulcus auricularis merupakan sebuah struktur depresif di belakang telinga di dekat
kepala, concha berada di dekat saluran pendengaran, angulus conchalis yang
merupakan sudut di belakang concha dengan sisi kepala, crus helix yang berada di
atas tragus, cymba conchae merupakan ujung terdekat dari concha, meatus
akustikus eksternus yang merupakan pintu masuk dari saluran pendengaran, fossa
triangularis yang merupakan struktur depresif di dekat anthelix, helix yang
merupakan bagian terluar dari daun telinga, incisura anterior yang berada di antara
tragus dan antitragus, serta lobus yang berada di bagian paling bawah dari daun
telinga, dan tragus yang berada di depan meatus akustikus eksternus.7,8,9,10

Gambar 3. Bagian-bagian dari auricula telinga luar.

Meatus akustikus eksternus (liang telinga luar) merupakan sebuah tabung


berkelok yang menghubungkan auricula dengan membran timpani. Pada orang
dewasa panjangnya lebih kurang 1 inchi atau kurang lebih 2,5 cm, dan dapat
diluruskan untuk memasukkan otoskop dengan cara menarik auricula ke atas dan
belakang. Pada anak kecil auricula ditarik lurus ke belakang, atau ke bawah dan
belakang. Bagian meatus yang paling sempit adalah kira-kira 5 mm dari membran
timpani.7,9,10
Rangka sepertiga bagian luar meatus adalah kartilago elastis, dan dua
pertiga bagian dalam adalah tulang yang dibentuk oleh lempeng timpani. Meatus
dilapisi oleh kulit, dan sepertiga luarnya mempunyai rambut, kelenjar sebasea, dan

20
glandula seruminosa. Glandula seruminosa ini adalah modifikasi kelenjar keringat
yang menghasilkan sekret lilin berwarna coklat kekuningan. Rambut dan lilin ini
merupakan barier yang lengket, untuk mencegah masuknya benda asing.8,9,10,11
Saraf sensorik yang melapisi kulit pelapis meatus berasal dari
n.auriculotemporalis dan ramus auricularis n. vagus. Sedangkan aliran
limfemenuju nodi parotidei superficiales, mastoidei, dan cervicales
superficiales.9,10

3.1.2 Telinga Tengah


Telinga tengah adalah ruang berisi udara di dalam pars petrosa ossis
temporalis yang dilapisi oleh membrana mukosa. Ruang ini berisi tulang-tulang
pendengaran yang berfungsi meneruskan getaran membran timpani (gendang
telinga) ke perilympha telinga dalam. Kavum timpani berbentuk celah sempit
yang miring, dengan sumbu panjang terletak lebih kurang sejajar dengan bidang
membran timpani. Di depan, ruang ini berhubungan dengan nasopharing melalui
tuba auditiva dan di belakang dengan antrum mastoid.9,10
Telinga tengah mempunyai atap, lantai, dinding anterior, dinding
posterior, dinding lateral, dan dinding medial. Atap dibentuk oleh lempeng tipis
tulang, yang disebut tegmen timpani, yang merupakan bagian dari pars petrosa
ossis temporalis. Lempeng ini memisahkan kavum timpani dan meningens dan
lobus temporalis otak di dalam fossa kranii media. Lantai dibentuk di bawah oleh
lempeng tipis tulang, yang mungkin tidak lengkap dan mungkin sebagian diganti
oleh jaringan fibrosa. Lempeng ini memisahkan kavum timpani dari bulbus
superior V. jugularis interna. Bagian bawah dinding anterior dibentuk oleh lem-
peng tipis tulang yang memisahkan kavum timpani dari a. carotis interna. Pada
bagian atas dinding anterior terdapat muara dari dua buah saluran. Saluran yang
lebih besar dan terletak lebih ba- wah menuju tuba auditiva, dan yang terletak
lebih atas dan lebih kecil masuk ke dalam saluran untuk m. tensor tympani.
Septum tulang tipis, yang memisahkan saluran-saluran ini diperpanjang ke bela-
kang pada dinding medial, yang akan membentuk tonjolan mirip selat. Di bagian
atas dinding posterior terdapat sebuah lubang besar yang tidak beraturan, yaitu

21
auditus antrum. Di bawah ini terdapat penonjolan yang berbentuk kerucut, sempit,
kecil, disebut pyramis. Dari puncak pyramis ini keluar tendo m. stapedius.
Sebagian besar dinding lateral dibentuk oleh membran timpani.7,8,9,10
Membran timpani adalah membrana fibrosa tipis yang berwarna kelabu
mutiara. Membran ini terletak miring, menghadap ke bawah, depan, dan lateral.
Permukaannya konkaf ke lateral. Pada dasar cekungannya terdapat lekukan kecil,
yaitu umbo, yang terbentuk oleh ujung manubrium mallei. Bila membran terkena
cahaya otoskop, bagian cekung ini menghasilkan "refleks cahaya" yang memancar
ke anterior dan inferior dari umbo.9,10
Membran timpani berbentuk bulat dengan diameter lebih-kurang 1 cm.
Pinggirnya tebal dan melekat di dalam alur pada tulang. Alur itu, yaitu sulcus tim-
panicus, di bagian atasnya berbentuk incisura. Dari sisi-sisi incisura ini berjalan
dua plica, yaitu plica mallearis anterior dan posterior, yang menuju ke processus
lateralis mallei. Daerah segitiga kecil pada membran timpani yang dibatasi oleh
plika-plika tersebut lemas dan disebut pars flaccida. Bagian lainnya tegang disebut
pars tensa. Manubrium mallei dilekatkan di bawah pada permukaan dalam
membran timpani oleh membran mucosa. Membran tympan sangat peka terhadap
nyeri dan permukaan luarnya dipersarafi oleh n.auriculotemporalis dan ramus
auricularis n. vagus.9,10
Dinding medial dibentuk oleh dinding lateral telinga dalam. Bagian
terbesar dari dinding memperlihatkan penonjolan bulat, disebut promontorium,
yang disebabkan oleh lengkung pertama cochlea yang ada di bawahnya. Di atas
dan belakang promontorium terdapat fenestra vestibuli, yang berbentuk lonjong
dan ditutupi oleh basis stapedis. Pada sisi medial fenestra terdapat perilympha
scala vestibuli telinga dalam. Di bawah ujung posterior promontorium terdapat
fenestra cochleae, yang berbentuk bulat dan ditutupi oleh membran timpani
sekunder. Pada sisi medial dari fenestra ini terdapat perilympha ujung buntu scala
timpani.9,10
Tonjolan tulang berkembang dari dinding anterior meluas ke belakang
pada dinding medial di atas promontorium dan di atas fenestra vestibuli. Tonjolan
ini menyokong m. tensor timpani. Ujung posteriornya melengkung ke atas dan

22
membentuk takik, disebut processus cochleariformis. Di sekeliling takik ini tendo
m. tensor timpani membelok ke lateral untuk sampai ke tempat insersionya yaitu
manubrium mallei.7,8,9,10
Sebuah rigi bulat berjalan secara horizontal ke belakang, di atas
promontorium dan fenestra vestibuli dan dikenal sebagai prominentia canalis
nervi facialis. Sesampainya di dinding posterior, prominentia ini melengkung ke
bawah di belakang pyramis.10

Gambar 4. Membran Timpani

Tuba eustachius terbentang dari dinding anterior kavum timpani ke


bawah, depan, dan medial sampai ke nasopharynx. Sepertiga bagian posteriornya
adalah tulang dan dua pertiga bagian anteriornya adalah cartilago. Tuba
berhubungan dengan nasopharynx dengan berjalan melalui pinggir atas m.
constrictor pharynges superior. Tuba berfungsi menyeimbangkan tekanan udara di
dalam cavum timpani dengan nasopharing.9,10
Antrum mastoid terletak di belakang kavum timpani di dalam pars
petrosa ossis temporalis, dan berhubungan dengan telinga tengah melalui auditus
ad antrum, diameter auditus ad antrum lebih kurang 1 cm.10
Dinding anterior berhubungan dengan telinga tengah dan berisi auditus
ad antrum, dinding posterior memisahkan antrum dari sinus sigmoideus dan
cerebellum. Dinding lateral tebalnya 1,5 cm dan membentuk dasar trigonum
suprameatus. Dinding medial berhubungan dengan kanalis semicircularis
posterior. Dinding superior merupakan lempeng tipis tulang, yaitu tegmen

23
timpani, yang berhubungan dengan meninges pada fossa kranii media dan lobus
temporalis cerebri. Dinding inferior berlubang-lubang, menghubungkan antrum
dengan cellulae mastoideae.10

3.1.3 Telinga Dalam


Telinga dalam terletak di dalam pars petrosa ossis temporalis, medial
terhadap telinga tengah dan terdiri atas (1) telinga dalam osseus, tersusun dari
sejumlah rongga di dalam tulang; dan (2) telinga dalam membranaceus, tersusun
dari sejumlah saccus dan ductus membranosa di dalam telinga dalam osseus. 9,10

Gambar 5. Telinga Dalam

Telinga dalam osseus terdiri atas tiga bagian: vestibulum, canalis


semicircularis, dan cochlea. Ketiganya merupakan rongga-rongga yang terletak di
dalam substantia kompakta tulang, dan dilapisi oleh endosteum serta berisi cairan
bening, yaitu perilympha, yang di dalamnya terdapat labyrinthus membra-
naceus.9,10
Vestibulum, merupakan bagian tengah telinga dalam osseus, terletak
posterior terhadap cochlea dan anterior terhadap canalis sennicircularis. Pada
dinding lateralnya terdapat fenestra vestibuli yang ditutupi oleh basis stapedis dan
ligamentum annularenya, dan fenestra cochleae yang ditutupi oleh membran
timpani sekunder. Di dalam vestibulum terdapat sacculus dan utriculus telinga
dalam membranaceus. 9,10

24
Ketiga canalis semicircularis, yaitu canalis semicircularis superior,
posterior, dan lateral bermuara ke bagian posterior vetibulum. Setiap canalis
mempunyai sebuah pelebaran di ujungnya disebut ampulla. Canalis bermuara ke
dalam vestibulum melalui lima lubang, salah satunya dipergunakan bersama oleh
dua canalis. Di dalam canalis terdapat ductus semicircularis. 7,8,9
Canalis semicircularis superior terletak vertikal dan terletak tegak lurus
terhadap sumbu panjang os petrosa. Canalis semicircularis posterior juga vertikal,
tetapi terletak sejajar dengan sumbu panjang os petrosa. Canalis semicircularis
lateralis terletak horizontal pada dinding medial aditus ad antrum, di atas canalis
nervi facial is.8,9
Cochlea berbentuk seperti rumah siput, dan bermuara ke dalam bagian
anterior vestibulum. Umumnya terdiri atas satu pilar sentral, modiolus cochleae,
dan modiolus ini dikelilingi tabung tulang yang sempit sebanyak dua setengah
putaran. Setiap putaran berikutnya mempunyai radius yang lebih kecil sehingga
bangunan keseluruhannya berbentuk kerucut. Apex menghadap anterolateral dan
basisnya ke posteromedial. Putaran basal pertama dari cochlea inilah yang tampak
sebagai promontorium pada dinding medial telinga tengah.7,9,10
Modiolus mempunyai basis yang lebar, terletak pada dasar meatus
acusticus internus. Modiolus ditembus oleh cabang-cabang n. cochlearis. Pinggir
spiral, yaitu lamina spiralis, mengelilingi modiolus dan menonjol ke dalam canalis
dan membagi canalis ini. Membran basilaris terbentang dari pinggir bebas lamina
spiralis sampai ke dinding luar tulang, sehingga membelah canalis cochlearis
menjadi scala vestibuli di sebelah atas dan scala timpani di sebelah bawah.
Perilympha di dalam scala vestibuli dipisahkan dari cavum timpani oleh basis
stapedis dan ligamentum annulare pada fenestra vestibuli. Perilympha di dalam
scala tympani dipisahkan dari cavum timpani oleh membrana tympani secundaria
pada fenestra cochleae. 7,10
Telinga dalam membranaceus terletak di dalam telinga dalam osseus, dan
berisi endolympha dan dikelilingi oleh perilympha. telinga dalam membranaceus
terdiri atas utriculus dan sacculus, yang terdapat di dalam vestibulum osseus; tiga
ductus semicircularis, yang terletak di dalam canalis semicircularis osseus; dan

25
ductus cochlearis yang terletak di dalam cochlea. Struktur-struktur ini sating
berhubungan dengan bebas.8.9.10
Utriculus adalah yang terbesar dari dua buah saccus vestibuli yang ada,
dan dihubungkan tidak langsung dengan sacculus dan ductus endolymphaticus
oleh ductus utriculosaccularis.10
Sacculus berbentuk bulat dan berhubungan dengan utriculus, seperti
sudah dijelaskan di atas. Ductus endolymphaticus, setelah bergabung dengan
ductus utriculosaccularis akan berakhir di dalam kantung buntu kecil, yaitu saccus
endolymphaticus. Saccus ini terletak di bawah duramater pada permukaan
posterior pars petrosa ossis temporalis.11
Pada dinding utriculus dan sacculus terdapat receptor sensorik khusus
yang peka terhadap orientasi kepala akibat gaya berat atau tenaga percepatan
lain.10
Ductus semicircularis meskipun diameternya jauh lebih kecil dari canalis
semicircularis, mempunyai konfigurasi yang sama. Ketiganya tersusun tegak lurus
satu terhadap lainnya, sehingga ketiga bidang terwakili. Setiap kali kepala mulai
atau berhenti bergerak, atau bila kecepatan gerak kepala bertambah atau
berkurang, kecepatan gerak endolympha di dalam ductus semicircularis akan
berubah sehubungan dengan hal tersebut terhadap dinding ductus semicircularis.
Perubahan ini dideteksi oleh receptor sensorik di dalam ampulla ductus
semicircularis.10
Ductus cochlearis berbentuk segitiga pada potongan melintang dan
berhubungan dengan sacculus melalui ductus reuniens. Epitel sangat khusus yang
terletak di atas membrana basilaris membentuk organ Corti (organ spiralis) dan
mengandung receptor-receptor sensorik untuk pendengaran. 8,10

3.2 Otitis Media Kronis


3.2.1 Definisi
Otitis media kronis (OMK) dahulu disebut otitis media perforata (OMP)
atau dalam sebutan sehari-hari congek. Yang disebut otitis media kronis ialah
infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret

26
yang keluar dari telinga tengah terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungin
encer atau kental, bening atau berupa nanah.12

3.2.2 Epidemiologi
Otitis media kronik (OMK) terjadi pada 65 dari 330 juta penduduk
didunia, dan lebih dari setengahnya memiliki gangguan pendengaran yang
signifikan. Di seluruh dunia, OMK bertanggung jawab untuk sekitar 28.000
kematian setiap tahunnya, dan berhubungan dengan beban penyakit yang
melibatkan lebih dari 2 juta orang setiap hari.11
Banyak penelitian sebelumnya telah meneliti prevalensi dan faktor risiko
dari OMK. Prevalensinya dilaporkan terjadi di Asia Tenggara, Afrika, dan negara-
negara Pasifik Barat sebesar 2-4%, dan di Amerika Utara dan negara-negara
Eropa <2%. Faktor risiko OMKadalah status sosial ekonomi yang rendah, gizi
buruk, tingginya jumlah anak dalam rumah tangga, riwayat keluarga, dan paparan
pasif dari asap rokok.14

3.2.3 Klasifikasi
OMK dapat dibagi atas 2 jenis, yaitu (1) OMK tipe aman (tipe mukosa =
tipe benigna) dan (2) OMK tipe bahaya (tipe tulang = tipe maligna).12
1. Tipe aman/tipe mukosa/tipe benigna/tubotimpani
Penyakit tubotimpani ditandai oleh adanya perforasi sentral atau pars tensa
dan gejala klinik yang bervariasi dari luas dan keparahan penyakit. Beberapa
faktor lain yang mempengaruhi keadaan ini terutama patensi tuba Eustachius,
infeksi saluran nafas atas, pertahanan mukosa terhadap infeksi yang gagal pada
pasien dengan daya tahan tubuh yang rendah, disamping itu campuran bakteri
aerob dan anaerob, luas dan derajat perubahan mukosa, serta migrasi sekunder
dari epitel skuamous. Sekret mukoid kronis berhubungan dengan hiperplasia
goblet sel, metaplasia dari mukosa telinga tengah pada tipe respirasi dan
mukosiliar yang jelek. Secara klinis penyakit tubotimpani terbagi atas:

27
Penyakit aktif
Pada jenis ini terdapat sekret pada telinga dan tuli. Biasanya
didahului oleh perluasan infeksi saluran nafas atas melalui tuba eutachius,
atau setelah berenang dimana kuman masuk melalui liang telinga luar.
Sekret bervariasi dari mukoid sampai mukopurulen. Ukuran perforasi
bervariasi dari sebesar jarum sampai perforasi subtotal pada pars tensa.
Jarang ditemukan polip yang besar pada liang telinga luas. Perluasan infeksi
ke sel-sel mastoid mengakibatkan penyebaran yang luas dan penyakit
mukosa yang menetap harus dicurigai bila tindakan konservatif gagal untuk
mengontrol infeksi, atau jika granulasi pada mesotimpanum dengan atau
tanpa migrasi sekunder dari kulit, dimana kadang-kadang adanya sekret
yang berpulsasi diatas kuadran posterosuperior.13

Penyakit tidak aktif


Pada pemeriksaan telinga dijumpai perforasi total yang kering
dengan mukosa telinga tengah yang pucat. Gejala yang dijumpai berupa tuli
konduktif ringan. Gejala lain yang dijumpai seperti vertigo, tinitus,atau
suatu rasa penuh dalam telinga.
Faktor predisposisi pada penyakit tubotimpani:13
1. Infeksi saluran nafas yang berulang, alergi hidung, rhinosinusitis kronis.
2. Pembesaran adenoid pada anak, tonsilitis kronis.
3. Mandi dan berenang dikolam renang, mengkorek telinga dengan alat yang
terkontaminasi.
4. Malnutrisi dan hipogammaglobulinemia.
5. Otitis media supuratif akut yang berulang.

2. Tipe bahaya/tipe tulang/tipe maligna


Pada tipe ini ditemukan adanya kolesteatoma dan berbahaya. Penyakit
atikoantral lebih sering mengenai pars flasida dan khasnya dengan terbentuknya
kantong retraksi yang mana bertumpuknya keratin sampai menghasilkan
kolesteatoma. Kolesteatoma adalah suatu massa amorf, konsistensi seperti

28
mentega, berwarna putih, terdiri dari lapisan epitel bertatah yang telah nekrotis.
Kolesteatoma dapat dibagi atas 2 tipe yaitu, kongenital dan didapat/akuisital.
Kolesteatoma kongenital
Terbentuk pada masa embrionik dan ditemukan pada telinga dengan
membran timpani utuh tanpa tanda-tanda infeksi. Lokasi kolesteatoma biasanya
di kavum timpani, daerah petrosus mastoid atau di cerebellopontin angle.
Kolesteatoma di cerebellopontin angle sering ditemukan secara tidak sengaja
oleh ahli bedah saraf.12

Kolesteatoma akuisital
a. Kolesteatoma akuisital primer
Kolesteatoma yang terbentuk tanpa didahului oleh perforasi membran
timpani. Kolesteatoma timbul akibat terjadi proses invaginasi dari membran
timpani pars flaksida karena adanya tekanan negatif di telinga tengah akibat
gangguan tuba.12
b. Kolesteatoma akuisital sekunder
Kolesteatoma terbentuk setelah adanya perforasi membran timpani.
Kolesteatom terbentuk sebagai akibat dari masuknya epitel kulit dari liang
telinga atau dari pinggir perforasi membran timpani ke telinga tengah atau
terjadi akibat metaplasi mukosa kavum timpani karena iritasi infeksi yang
berlangsung lama.12

Letak Perforasi
Letak perforasi di membran timpani penting untuk menentukan tipe/jenis
OMK. Perforasi membran timpani dapat ditemukan di daerah sentral, marginal,
atau atik. Oleh karena itu, disebut perforasi sentral, marginal atau atik. Pada
perforasi sentral, perforasi terdapat di pars tensa, sedangkan di seluruh tepi
perforasi masih ada sisa membran timpani. Pada perforasi marginal sebagian tepi
perforasi langsung berhubungan dengan anulus atau sulkus timpanikum.
Perforasi atik ialah perforasi yang terletak di pars flaksida.12

29
3.2.4 Etiologi
Terjadi OMK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada
anak, jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari
nasofaring (adenoiditis, tonsilitis, rhinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah
melalui tuba Eustachius. Fungsi tuba Eustachius yang abnormal merupakan faktor
predisposisi yang dijumpai pada anak dengan cleft palate dan Down’s syndrome.
Adanya tuba patulous, menyebabkan refluk isi nasofaring yang merupakan faktor
insiden OMK yang tinggi di Amerika Serikat. Faktor host yang berkaitan dengan
insiden OMK yang relatif tinggi adalah defisiensi imun sistemik. Kelainan
humoral (seperti hipogammaglobulinemia) dan cell-mediated (seperti infeksi
HIV) dapat bermanifestasi sebagai sekresi telinga kronis.13
Penyebab OMK antara lain lingkungan, genetik, riwayat infeksi
sebelumnya, infeksi saluran napas atas, autoimun, alergi, dan gangguan fungsi
tuba Eustachius. Hubungan penderita OMK dan faktor sosial ekonomi belum
jelas, tetapi mempunyai hubungan erat antara penderita dengan OMK dan
sosioekonomi, dimana kelompok sosioekonomi rendah memiliki insiden yang
lebih tinggi. Tetapi sudah hampir dipastikan hal ini berhubungan dengan
kesehatan secara umum, diet, tempat tinggal yang padat.14
Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah
insiden OMK berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai
faktor genetik. Sistem sel-sel udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis
media, tapi belum diketahui apakah hal ini primer atau sekunder. Secara umum
dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari otitis media akut dan/atau
otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui faktor apa yang menyebabkan
satu telinga dan bukan yang lainnya berkembang menjadi keadaan kronis. Bakteri
yang diisolasi dari mukopus atau mu kosa telinga tengah hampir tidak bervariasi
pada otitis media kronik yang aktif menunjukan bahwa metode kultur yang
digunakan adalah tepat. Organisme yang terutama dijumpai adalah Gram-negatif,
flora tipe-usus, dan beberapa organisme lainnya.14
Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran
nafas atas. Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah

30
menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh terhadap organisme yang secara
normal berada dalam telinga tengah, sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri.
Penderita dengan penyakit autoimun juga akan memiliki insiden lebih besar
terhadap otitis media kronis.14,15
Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi
dibanding yang bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya sebagian
penderita yang alergi terhadap antibiotik tetes telinga atau bakteria atau toksin
toksinnya, namun hal ini belum terbukti kemungkinannya.14
Pada otitis kronis aktif, dimana tuba Eustachius sering tersumbat oleh
edema tetapi apakah hal ini merupakan fenomen primer atau sekunder masih
belum diketahui. Pada telinga yang inaktif berbagai metode telah digunakan
untuk mengevaluasi fungsi tuba eustachius dan umumnya menyatakan bahwa
tuba tidak mungkin mengembalikan tekanan negatif menjadi normal.14,15
Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani
menetap pada OMK:14,15
 Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan produksi
sekret telinga purulen berlanjut.
 Berlanjutnya obstruksi tuba Eustachius yang mengurangi penutupan spontan
pada perforasi.
 Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui
mekanisme migrasi epitel.
 Pada pinggir perforasi dari epitel skuamosa dapat mengalami pertumbuhan yang
cepat diatas sisi medial dari membran timpani. Proses ini juga mencegah
penutupan spontan dari perforasi.
Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit infeksi telinga tengah supuratif
menjadi kronis majemuk, antara lain :13,14,15
 Gangguan fungsi tuba Eustachius yang kronis atau berulang.
 Perforasi membran timpani yang menetap.
 Terjadinya metaplasia skuamosa atau perubahan patologik menetap lainya pada
telinga tengah.

31
 Obstruksi menetap terhadap aerasi telinga atau rongga mastoid. Hal ini dapat
disebabkan oleh jaringan parut, penebalan mukosa, polip, jaringan granulasi atau
timpanosklerosis.
 Terdapat daerah-daerah dengan sekuester atau osteomielitis persisten di mastoid.
 Faktor-faktor konstitusi dasar seperti alergi, kelemahan umum atau perubahan
mekanisme pertahanan tubuh.

3.2.5 Patogenesis
Banyak penelitian pada hewan percobaan dan preparat tulang temporal
menemukan bahwa adanya disfungsi tuba Eustachius, yaitu suatu saluran yang
menghubungkan rongga di belakang hidung (nasofaring) dengan telinga tengah
(kavum timpani), merupakan penyebab utama terjadinya radang telinga tengah ini
(otitis media, OM). Pada keadaan normal, muara tuba Eustachius berada dalam
keadaan tertutup dan akan membuka bila kita menelan. Tuba Eustachius ini
berfungsi untuk menyeimbangkan tekanan udara telinga tengah dengan tekanan
udara luar (tekanan udara atmosfer). Fungsi tuba yang belum sempurna, tuba yang
pendek, penampang relatif besar pada anak dan posisi tuba yang datar
menjelaskan mengapa suatu infeksi saluran nafas atas pada anak akan lebih
mudah menjalar ke telinga tengah sehingga lebih sering menimbulkan OM
daripada dewasa.15
Pada anak dengan infeksi saluran nafas atas, bakteri menyebar dari
nasofaring melalui tuba Eustachius ke telinga tengah yang menyebabkan
terjadinya infeksi dari telinga tengah. Pada saat ini terjadi respons imun di telinga
tengah. Mediator peradangan pada telinga tengah yang dihasilkan oleh sel-sel
imun infiltrat, seperti netrofil, monosit, dan leukosit serta sel lokal seperti
keratinosit dan sel mastosit akibat proses infeksi tersebut akan menambah
permeabilitas pembuluh darah dan menambah pengeluaran sekret di telinga
tengah. Selain itu, adanya peningkatan beberapa kadar sitokin kemotaktik yang
dihasilkan mukosa telinga tengah karena stimulasi bakteri menyebabkan
terjadinya akumulasi sel-sel peradangan pada telinga tengah.14,15

32
Mukosa telinga tengah mengalami hiperplasia, mukosa berubah bentuk
dari satu lapisan, epitel skuamosa sederhana, menjadi pseudostratifiedrespiratory
epithelium dengan banyak lapisan sel di antara sel tambahan tersebut. Epitel
respirasi ini mempunyai sel goblet dan sel yang bersilia, mempunyai stroma yang
banyak serta pembuluh darah. Penyembuhan OM ditandai dengan hilangnya sel-
sel tambahan tersebut dan kembali ke bentuk lapisan epitel sederhana.15

Gambar 6. Bagan perjalanan penyakit OMK

33
3.2.6 Gejala Klinis
Gejala klinis yang ditemukan pada OMK antara lain telinga berair,
gangguan pendengaran, nyeri telinga, dan vertigo.

Telinga berair (otorrhea)


Sekret bersifat purulen (kental, putih) atau mukoid (seperti air dan encer)
tergantung stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan oleh aktivitas
kelenjar sekretorik telinga tengah dan mastoid. Pada OMK tipe jinak, cairan yang
keluar mukopus yang tidak berbau busuk yang sering kali sebagai reaksi iritasi
mukosa telinga tengah oleh perforasi membran timpani dan infeksi. Keluarnya
sekret biasanya hilang timbul. Meningkatnya jumlah sekret dapat disebabkan
infeksi saluran nafas atas atau kontaminasi dari liang telinga luar setelah mandi
atau berenang.13
Pada OMK stadium inaktif tidak dijumpai adannya sekret telinga. Sekret
yang sangat bau, berwarna kuning abu-abu kotor memberi kesan kolesteatoma dan
produk degenerasinya. Dapat terlihat keping-keping kecil, berwarna putih,
mengkilap. Pada OMK tipe maligna unsur mukoid dan sekret telinga tengah
berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas. Sekret yang
bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan granulasi dan polip telinga
dan merupakan tanda adanya kolesteatom yang mendasarinya. Suatu sekret yang
encer berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis.13

Gangguan pendengaran
Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran. Biasanya
dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Gangguan
pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat hebat, karena
daerah yang sakit ataupun kolesteatoma, dapat menghambat bunyi dengan efektif
ke fenestra ovalis. Bila tidak dijumpai kolesteatom, tuli konduktif kurang dari 20
dB ini ditandai bahwa rantai tulang pendengaran masih baik. Kerusakan dan
fiksasi dari rantai tulang pendengaran menghasilkan penurunan pendengaran lebih
dari 30 dB. 13

34
Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran
timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah.
Pada OMK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat karena putusnya
rantai tulang pendengaran, tetapi sering kali juga kolesteatoma bertindak sebagai
penghantar suara sehingga ambang pendengaran yang didapat harus
diinterpretasikan secara hati-hati. Penurunan fungsi koklea biasanya terjadi
perlahan-lahan dengan berulangnya infeksi karena penetrasi toksin melalui
jendela bulat (foramen rotundum) atau fistel labirin tanpa terjadinya labirinitis
supuratif. Bila terjadinya labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf berat, hantaran
tulang dapat menggambarkan sisa fungsi koklea.13

Otalgia (nyeri telinga)


Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMK, dan bila ada merupakan
suatu tanda yang serius. Pada OMK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya
drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan
pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis, atau
ancaman pembentukan abses otak. Nyeri telinga mungkin ada tetapi mungkin oleh
adanya otitis eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi
OMK seperti petrositis, subperiosteal abses atau trombosis sinus lateralis.13

Vertigo
Vertigo pada penderita OMK merupakan gejala yang serius lainnya.
Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistula labirin akibat
erosi dinding labirin oleh kolesteatoma. Vertigo yang timbul biasanya akibat
perubahan tekanan udara yang mendadak atau pada panderita yang sensitif
keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena perforasi besar membran timpani yang
akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu.
Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan menyebabkan keluhan vertigo.13
Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum. Fistula merupakan
temuan yang serius, karena infeksi kemudian dapat berlanjut dari telinga tengah
dan mastoid ke telinga dalam sehingga timbul labirinitis dan dari sana mungkin

35
berlanj ut menjadi meningitis. Uji fistula perlu dilakukan pada kasus OMK
dengan riwayat vertigo. Uji ini memerlukan pemberian tekanan positif dan
negatif pada membran timpani, dengan demikian dapat diteruskan melalui rongga
telinga tengah.13

3.2.7 Diagnosis
Diagnosis OMK dibuat berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan THT
terutama pemeriksaan otoskopi. Pemeriksaan penala merupakan pemeriksaan
sederhana untuk mengetahui adanya gangguan pendengaran. Untuk mengetahui
jenis dan derajat gangguan pendengaran dapat dilakukan pemeriksaan audiometri
nada murni, audiometri tutur dan pemeriksaan BERA bagi pasien/anak yang tidak
kooperatif dengan pemeriksaan audiometri nada murni. Pemeriksaan penunjang
lain berupa foto rontgen mastoid serta kultur dan uji resistensi kuman dari sekret
telinga.12

3.2.7 Penatalaksanaan
a. Tipe aman/benigna
Prinsip terapi OMK tipe aman ialah konservatif atau dengan
medikamentosa. Bila sekret yang keluar terus menerus, maka diberikan obat
pencuci telinga, berupa larutan H2O2 3% selama 3-5 hari. Setelah sekret
berkurang, maka terapi dilanjutkan dengan memberikan obat tetes telinga
yang mengandung antibiotika dan kortikosteroid. Secara oral diberikan
antibiotika dari golongan ampisilin atau eritromisin (bila pasien alergi
terhadap penisilin), sebelum hasil tes resistensi diterima. Pada infeksi yang
dicurigai karena penyebabnya telah resisten terhadap ampisilin dapat
diberikan ampisilin asam klavulanat.12
b. Tipe bahaya/maligna
Pengobatan yang tepat untuk OMK maligna adalah operasi. Pengobatan
konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara
sebelum dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka

36
insisi abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan
mastoidektomi.
Ada beberapa jenis pembedahan atau tehnik operasi yang dapat dilakukan
pada OMK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara
lain :12
1.Mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy)
2.Mastoidektomi radikal
3.Mastoidektomi radikal dengan modifikasi
4.Miringoplasti
5.Timpanoplasti
6.Pendekatan ganda timpanoplasti (Combined approach tympanoplasty)
Tujuan operasi adalah menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki
membran timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau
kerusakan pendengaran yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran.14

3.2.8 Komplikasi
Otitis media supuratif mempunyai potensi untuk menjadi serius karena
komplikasinya yang sangat mengancam kesehatan dan dapat menyebabkan
kematian. Tendensi otitis media mendapat komplikasi tergantung pada kelainan
patologik yang menyebabkan otore. pemberian antibiotika telah menurunkan
insiden komplikasi. Walaupun demikian organisme yang resisten dan kurang
efektifnya pengobatan, akan menimbulkan komplikasi. biasanya komplikasi
didapatkan pada pasien OMK tipe maligna, tetapi suatu otitis media akut atau
suatu eksaserbasi akut oleh kuman yang virulen pada OMK tipe benigna pun
dapat menyebabkan komplikasi.13
Komplikasi intra kranial yang serius lebih sering terlihat pada eksaserbasi
akut dari OMK berhubungan dengan kolesteatoma.
Adam dkk mengemukakan klasifikasi sebagai berikut:
a. Komplikasi ditelinga tengah :
1. Perforasi persisten
2. Erosi tulang pendengaran

37
3. Paralisis nervus fasial
b. Komplikasi di telinga dalam
1. Fistel labirin
2. Labirinitis supuratif
3. Tuli saraf (sensorineural)
c. Komplikasi ekstradural
1. Abses ekstradural
2. Trombosis sinus lateralis
3. Petrositis
d. Komplikasi ke susunan saraf pusat
1. Meningitis
2. Abses otak
3. Hindrosefalus otitis

Paparella dan Shumrick (1980) membagi dalam:


a. Komplikasi otologik
1. Mastoiditis koalesen
2. Petrositis
3. Paresis fasialis
4. Labirinitis
b. Komplikasi Intrakranial
1. Abses ekstradural
2. Trombosis sinus lateralis
3. Abses subdural
4. Meningitis
5. Abses otak
6. Hidrosefalus otitis

Cara penyebaran infeksi ada 3 yaitu penyebaran hematogen, melalui erosi


tulang, dan melalui jalan yang sudah ada. Perjalanan komplikasi infeksi telinga
tengah ke intrakranial harus melewati 3 macam lintasan: 12,13,14

38
1. Dari rongga telinga tengah ke selaput otak
Penyebaran ke selaput otak dapat terjadi akibat dari beberapa faktor
yaitu melalui jalan yang sudah ada, seperti garis fraktur tulang temporal,
bagian tulangyang lemah atau defek karena pembedahan, dapat
memudahkan masuknya infeksi.Labirin juga dapat dianggap sebagai jalan
penyebaran yang sudah ada begitu telah terinfeksi, menyebabkan
mudahnya infeksi ke fosa kranii media. Jalan lain penyebaran ialah
melalui tromboflebitis vena emisaria menembus dinding mastoid kedura
dan sinus durameter. Tromboflebitis pada susunan kanal haversian
merupakanosteitis atau osteomielitis dan merupakan faktor utama
penyebaran menembussawar tulang daerah mastoid dan telinga tengah.

2. Menembus selaput otak


Penyebaran menembus selaput otak dimulai begitu penyakit mencapai
dura, menyebabkan pakimeningitis. Durasangat resisten terhadap
penyebaran infeksi, akan menebal, hiperemi, dan lebihmelekat ketulang.
Jaringan granulasi terbentuk pada dura yang terbuka, dan ruangsubdura
yang berdekatan terobliterasi.

3. Masuk kejaringan otak


Pembentukan abses biasanya terjadi pada daerah diantara ventrikeldan
permukaan korteks atau tengah lobus serebelum. Cara penyebaran infeksi
kejaringan otak ini dapat terjadi baik akibat tromboflebitis atau perluasan
infeksi keruang Virchow Robin yang berakhir didaerah vaskular
subkortek.

39
BAB IV

ANALISIS KASUS

Diagnosis Otitis Media Kronik ditegakkan melalui hasil anamnesis dan


pemeriksaan fisik telinga yang telah dilakukan. Pada anamnesis, pasien Ny. SM
berusia 45 tahun mengeluhkan keluar cairan dari telinga kiri, gatal, berbau,
berdenging, serta telinga terasa tertutup yang merupakan gejala paling umum dari
Otitis Media Kronik. Berdasarkan epidemiologinya Otitis media supuratif kronik
(OMK) terjadi pada 65 dari 330 juta penduduk didunia, dan lebih dari
setengahnya memiliki gangguan pendengaran yang signifikan. Di seluruh dunia,
OMK bertanggung jawab untuk sekitar 28.000 kematian setiap tahunnya, dan
berhubungan dengan beban penyakit yang melibatkan lebih dari 2 juta orang
setiap hari.11
Dari hasil anamnesis juga ditemukan bahwa pasien pernah berobat ke poli
THT dengan diagnosis Otitis Media Kronik telinga kanan dan sudah pernah
mastoidektomi pada tahun 2016 lalu. Otitis media kronik merupakan kondisi
inflamasi pada telinga yang menyebabkan keluarnya cairan dari telinga secara
berkala akibat perforasi dari membran timpani. Kondisi tersebut menyebabkan
liang telinga menjadi lembab secara konstan dan dapat menyebabkan bakteri
dapat tumbuh dan berkembang.
Pasien juga mengakui kebiasaan mengorek-ngorek telinga sebelumnya
menunjukkan bahwa perjalanan timbulnya infeksi dari trauma lokal akibat
kebiasaan tersebut dan berubahnya kondisi normal dari lingkungan liang telinga,
terutama kelembaban dan pH. Peningkatan pH ini berakibat pada
ketidakseimbangan flora normal/komensal dalam liang telinga yang kemudian
menjadi patogen. Selain itu, kebiasaan pasien sering mandi di sungai yang kotor
juga merupakan masalah besar terhadap timbulnya OMK, dikarenakan sungai
tersebut terdapat banyak bakteri yang dapat menginfeksi telinga penderita.
Pada pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang juga didapatkan cairan
kental berwarna kuning kecoklatan, berbau dan rusak nya membrane timpani.

40
Penatalaksanaan pada pasien ini adalah penatalaksanaan medikamentosa
berupa pemberian obat tetes telinga H2O2 3% serta antibiotic tipe penisilin atau
eritromisin. Pasien juga diberi edukasi agar menjaga kebersihan telinga agar
telinga tidak lembab dan tidak masuk air, serta penderita diberitahu untuk tidak
mengulangi kebiasaannya yang sering mengorek telinga dan mandi menggunakan
air yang tidak bersih. Penderita juga diberitahu untuk kontrol secara teratur sesuai
petunjuk dokter. Bila diobati dengan pengobatan yang adekuat, pada umumnya
prognosis penderita otitis media kronik adalah baik. Akan tetapi resiko
kekambuhan sangat tinggi.

41
DAFTAR PUSTAKA

1. Djaafar Z. A., Helmy, Restuti R. D. 2007. Kelainan Telinga Tengah, dalam:


Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT, Fakultas Kedokteran UI, Edisi ketujuh,
Jakarta; hal:57-69.
2. World Health Organization (WHO). 2004. Chronic Suppurative Otitis Media,
Burden of Illness and Management Options. Child and Adolescent Health and
Development Prevention of Blindness and Deafness. Geneva Switzerland.
3. Anwar K, Gohar MS. Otomycosis: clinical features, presdisposing factors,
and treatment implications. 2014.
(http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4048507/pdf/pjms-30-
564.pdf )
4. Chaudhry A. Otomycosis. (http://www.rmc.edu.pk/Otomycosis.pdf)
5. Khan F, Muhammad R, Khan MR Rehman F. etc. Effifacy of Topical
Clotrimazole in Treatment of Otomycosis. 2013.
(http://www.ayubmed.edu.pk/JAMC/25-1/Farida.pdf)
6. Barati b, Okhovvat SAR, Goljanian A, Omrani MR. Otomycosis in Central
Iran: a clinical and mycological study. Iranian Red Crescent Med J. 2011;
13(12): 873-76
7. Ballantyne J and Govers J : Scott Brown’s Disease of the Ear, Nose, and
Throat.Publisher: Butthworth Co.Ltd. : 1987, vol. 5
8. Boies, adams. Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6. EGC. Jakarta .1997
9. Moore,keith L. Anatomi Klinis Dasar.EGC. Jakarta .2002
10. Snell Richard : Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6.
Penerbit: EGC. Jakarta 2006.

42
11. Acuin J. Chronic suppurative otitis media: burden of illness and management
options Child and Adolescent Health and Development Prevention of
Blindness and Deafness. World Health Organization, Geneva, Switzerland:
2004.
12. Soepardi EA, dkk. Kelainan Telinga Tengah, Dalam: Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. 6th ed. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI. 2007. Hal. 69-74.
13. Nursiah S. Pola Kuman Aerob Penyebab OMK Dan Kepekaan Terhadap
Beberapa Antibiotika Di Bagian THT FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan.
Program Pendidikan Dokter Spesialis Bidang Studi Ilmu Penyakit THT-KL
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 2003.
14. Lasisi AO, Olaniyan FA, Muibi SA, Azeez IA, Abdulwasiu KG, Lasisi TJ, et
al. Clinical and demographic risk factors associated with chronic suppurative
otitis media. Int J Pediatr Otorhinolaryngol. 2007;71: 1549–1554. [PubMed]
15. Reiss M, Reiss G. 2010. Suppurative chronic otitis media: etiology, diagnosis
and therapy. Med Monatsschr Pharm.;33(1):9-6. Available from
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20131670
16. Guiterrez P.H, Alvavez S.J. Sanudo E C G, Sanchez C R., Valdezate I, A V
Garcia L M G. Presumed diagnosis –Otomycosis: A Sutdy of 415 patients.
Acta Otorhinolaryngol Esp 2005; 56:181-86.

43

Вам также может понравиться