Вы находитесь на странице: 1из 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia memerlukan komunikasi antara sesamanya. Untuk mengadakan komunikasi itu,


tentunya memerlukan alat, yaitu alat komunikasi. Di antara berbagai alat komunikasi yang ada
dari yang sederhana hingga yang canggih sekalipun, bahasa adalah alat komunikasi yang terbaik.
Namun, apabila dalam menggunakan bahasa itu sebagai alat komunikasi tidak tepat, atau tidak
sesuai dengan hakikat maupun aturannya, proses komunikasi menjadi terhambat. Oleh karena
itu, sangat diperlukan pengetahuan pemahaman, serta pengalaman dalam komunikasi berbahasa.
Salah satu cabang dari linguistik yang mempelajari tentang ujaran dari sang penutur
adalah pragmatik. Seorang ahli bahasa Leech mengemukakan bahwa pragmatik adalah studi
mengenai makna ujaran di dalam situasi-situasi tertentu atau dalam konteks tertentu. Atau
dengan kata lain pragmatik adalah ilmu cabang lnguistik yang mengkaji hubungan timbal balik
antara fungsi dan bentuk tuturan. Dan dalam pragmatik inilah terdapat prinsip-prinsip tentang
bagaimana seorang manusia bertutur dalam situasi tertentu. Salah satu dari prinsip tersebut
adalah prinsip kesantunan atau kesopanan. Dengan mengetahui prinsip-prinsip kesantunan kita
sebagai penutur bisa menerapkan atau mengimplementasikanany dalam situasi atau konteks
tertentu dalam membuat tuturan.
Kajian linguistik yang mempelajari makna kontekstual di balik sebuah ujaran atau makna
yang tercipta pada saat sebuah ujaran tersebut diujarkan. Pragmatik tidak hanya mempelajari
makna yang melekat pada morfem, kata, frasa atau kalimat yang digunakan. Tapi juga
mempelajari konteks saat sebuah ujaran tersebut diujarkan. Pragmatik memperhatikan waktu,
tempat, siapa yang mengujarkan, dan pada siapa ujaran itu ditujukan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pragmatik?
2. Apa saja jenis-jenis dalam pragmatik itu?

3. Apa saja komponen-komponen yang terdapat pada pragmatik?


4. Apa saja teori dan prinsip-prinsip kesantunan itu?
5. Apa saja skala-skala kesantunan itu?

1
C. Tujuan penulisan
1. untuk mengetaui apa yang dimaksud dengan pragmatik.
2. Untuk mengetahui apa saja jenis-jenis dalam pragmatik itu?

3. Untuk mengetahui apa saja komponen-komponen yang terdapat pada pragmatik?


4. Untuk mengetahui apa saja teori dan prinsip-prinsip kesantunan itu?
5. Untuk mengetahui apa saja skala-skala kesantunan itu?

1.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pragmatik

Pragmatik dapat dianggap sebagai salah satu bidang kajian linguistik yang akhir-akhir ini
berkembang pesat. Wujud tuturan yang dahulu dibuang di keranjang sampah karena tidak dapat
dianalisis secara linguistik sekarang merupakan lahan subur dalam kajian pragmatik. Baik
semantik ataupun pragmatik sama-sama mengkaji “arti” namun dari sudut pandang yang
berbeda. Semantik mengkaji arti lingual yang tidak terikat konteks, sedangkan pragmatik
mengkaji “arti” yang disebut “the speaker’s meaning” atau arti menurut tafsiran menurut penutur
yang disebut “maksud”. Arti menurut tafsiran penutur atau maksud itu sangat bergantung
konteks. Tanpa memperhitungkan konteks arti itu tidak dapat dipahami. Contoh: ada seorang
mahasiswa yang datang ke sebuah warung sate terkenal di Solo, namanya “Warung Sate mbok
Galak” (karena penjualnya seorang wanita yang agak lanjut usia yang dipanggil “mbok”).
Mahasiswa itu berkata: “Bu saya dibakar, dibungkus, dibawa pulang.” Tuturan itu tidak dapat
dikaji menurut ilmu linguistik (mana mungkin penutur dibakar lalu dibungkus). Namun dengan
memperhitungkan konteks di mana tuturan itu terjadi, dengan siapa dia bertutur, pengetahuan
latar yang dimiliki bersama, komunikasi itu berjalan lancar tanpa salah paham. Pengetahuan latar
yang dimiliki bersama adalah bahwa sate itu ada yang dibakar ada yang direbus. Jadi penutur itu
hendak membeli sate yang dibakar, dibungkus (tidak dimakan disitu), dibawa pulang (dimakan
di rumah).
Pragmatik mengkaji kondisi-kondisi penggunaan bahasa manusia yang ditentukan oleh
konteks kemasyarakatan. Penggunaan bahasa bersifat real atau nyata yang melibatkan penutur
dan mitra tutur dalam situasi pemakaian tertentu, mengenai hal tertentu. Kondisi penggunaan
bahasa itu ditentukan oleh konteks kemasyarakatan.
Pengertian Pragmatik menurut Para Ahli, yaitu:
a. Menurut Leech (1993: 1), pragmatik merupakan cabang ilmu bahasa yang semakin
dikenal pada masa sekarang ini, walaupun pada kira-kira dua dasa warsa yang silam, ilmu
ini jarang atau hampir tidak pernah disebut oleh para ahli bahasa. Hal ini dilandasi oleh
semakin sadarnya para linguis, bahwa upaya untuk menguak hakikat bahasa tidak akan

3
membawa hasil yang diharapkan tanpa didasari pemahaman terhadap pragmatik, yakni
bagaimana bahasa itu digunakan dalam komunikasi. Leech (1993: 8) juga mengartikan
pragmatik sebagai studi tentang makna dalam hubungannya dengan situasi-situasi ujar
(speech situasions).
b. Purwo (1990: 16) mendefinisikan pragmatik sebagai telaah mengenai makna tuturan
(utterance) menggunakan makna yang terikat konteks. Sedangkan memperlakukan
bahasa secara pragmatik ialah memperlakukan bahasa dengan mempertimbangkan
konteksnya, yakni penggunaannya pada peristiwa komunikasi (Purwo, 1990: 31).
c. Menurut Verhaar (1996: 14), pragmatik merupakan cabang ilmu linguistik yang
membahas tentang apa yang termasuk struktur bahasa sebagai alat komunikasi antara
penutur dan pendengar, dan sebagai pengacuan tanda-tanda bahasa pada hal-hal
“ekstralingual” yang dibicarakan.

B. Jenis-jenis Pragmatik

1. Pragmalinguistik

Pragmalinguistik adalah telaah mengenai kondisi-kondisi umum penggunaan komunikatif


bahasa. Pragmalinguistik dapat diterapkan pada telaah pragmatik yang bertujuan mengarah pada
tujuan linguistik, dimana kita mempertimbangkan sumber-sumber khusus yang disediakan oleh
suatu bahasa untuk menyampaikan ilokusi-ilokusi tertentu. Ilokusi adalah cara melakukan
sesuatu tindakan dalam mengatakan sesuatu. Pragmalinguistik mempunyai hubungan erat dengan
tata bahasa.

2. Sosiopragmatik

Sosiopragmatik adalah telaah mengenai kondisi setempat atau kondisi lokal yang lebih
khusus mengenai penggunaan bahasa. Dalam masyarakat setempat lebih khusus terlihat bahwa
prinsip kerjasama dan prinsip kesopansantunan berlangsung secara berubah-ubah dalam
kebudayaan yang berbeda, dalam situasi sosial yang berbeda, di antara kelas-kelas sosial yang
berbeda. Dengan kata lain, sosiopragmatik merupakan tapal batas sosiologis pragmatik. Jadi jelas
betapa berat hubungan antara sosiopragmatik dengan sosiologi.

4
a. Tindak Tutur
1. Pengertian Tindak Tutur
Tindak tutur adalah salah satu analisis pragmatik yang mengkaji bahasa dengan aspek
pemakaian aktualnya. Tindak tutur pertama kali dikenalkan oleh Austin pada tahun 1965, yang
merupakan teori yang dihasilkan dari studinya. Kemudian teori ini dikembangkan oleh Searle
(1969) dengan menerbitkan sebuah buku Speech Acts: An Essay in the Philosophy of Language.
Ia berpendapat bahwa komunikasi bukan sekadar lambang, kata atau kalimat, tetapi akan lebih
tepat apabila disebut produk atau hasil dari lambang, kata atau kalimat yang berwujud perilaku
tindak tutur (the performance of speech acts).
Leech (1994: 4) menyatakan bahwa sebenarnya dalam tindak tutur mempertimbangkan
lima aspek situasi tutur yang mencakup: penutur dan mitra tutur, konteks tuturan, tujuan tuturan,
tindak tutur sebagai sebuah tindakan/aktivitas dan tuturan sebagai produk tindak verbal.
Chaer (dalam Rohmadi, 2004) menyatakan bahwa tindak tutur merupakan gejala
individual yang bersifat psikologis dan keberlangsungan ditentukan oleh kemampuan bahasa si
penutur dalam menghadapi situasi tertentu. Dalam tindak tutur lebih dilihat pada makna atau arti
tindakan dalam tuturannya.
Suwito dalam bukunya Sosiolinguistik: Teori dan Problem mengemukakan jika peristiwa
tutur (speech event) merupakan gejala sosial dan terdapat interaksi antara penutur dalam situasi
dan tempat tertentu, maka tindak tutur lebih cenderung sebagai gejala individual, bersifat
psikologis dan ditentukanm oleh kemampuan bahasa penutur dalam menghadapi situasi tertentu.
Dari beberapa pendapat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa tindak tutur merupakan
suatu ujaran yang mengandung tindakan sebagai suatu fungsional dalam komunikasi yang
mempertimbangkan aspek situasi tutur.

2. Jenis-Jenis Tindak Tutur


Austin (1962:1-11) membedakan tuturan yang kalimatnya bermodus deklaratif menjadi
dua yaitu konstatif dan performatif. Tindak tutur konstatif adalah tindak tutur yang menyatakan
sesuatu yang kebenarannya dapat diuji –benar atau salah—dengan menggunakan pengetahuan
tentang dunia. Misalnya seseorang mengatakan “Jakarta ibu kota Indonesia”. Sedangkan tindak

5
tutur performatif adalah tindak tutur yang pengutaraannya digunakan untuk melakukan sesuatu,
pemakai bahasa tidak dapat mengatakan bahwa tuturan itu salah atau benar, tetapi sahih atau
tidak. Contoh: Penghulu yang mengatakan “Saya nyatakan kalian sah sebagai suami istri”.
Berkenaan dengan tuturan, Austin membedakan tiga macam tindakan :

 Tindak tutur lokusi, yaitu tindak mengucapkan sesuatu dengan kata dan kalimat sesuai
dengan makna di dalam kamus dan menurut kaidah sintaksisnya.
Contoh: Ani: “Ibu sedang memasak di dapur”
Kalimat tersebut memiliki informasi bahwa ibu dari si Ani sedang memasak di dapur.

 Tindak tutur ilokusi, yaitu tindak tutur yang mengandung maksud; berkaitan dengan siapa
bertutur kepada siapa, kapan, dan di mana tindak tutur itu dilakukan,dan lain sebagainya.
Tindak tutur ilokusi berkaitan dengan beberapa fungsi dalam pikiran pembicara.
Contoh: Ayah: “Ujian sudah dekat”
Jika sang Ayah bicara pada anaknya, maka yang timbul di pikiran anak mungkin saja bisa berupa
teguran dari sang Ayah agar dia lebih rajin belajar karena ujian sudah dekat.

 Tindak tutur perlokusi, yaitu tindak tutur yang pengujarannya dimaksudkan untuk
mempengaruhi mitra tutur. Tindak tutur perlokusi memiliki akibat tuturan (hal yg
dilakukan pendengar akibat ilokusi). Tindak tutur perlokusi terjadi bila lawan tutur
melakukan sesuatu setelah adanya lokusi dan ilokusi. Dari contoh 2 maka perlokusinya
adalah anak belajar dengan rajin karena ujian sudah dekat.

3. Pembagian Tindak Tutur

1. Tindak Tutur Langsung: Tindak tutur yang sesuai dengan fungsi kalimat yang membentuknya
(kalimat berita, tanya dan perintah). Contoh: – Seorang Dokter berkata kepada pasiennya:
“Buka mulutnya!”

2. Tindak Tutur Tak Langsung: Tindak tutur yang tidak sesuai dengan fungsi kalimat yang
membentuknya.
Contoh: Andi: “Bu, mau bikin kopi, tidak ada gulanya”

6
Ibu: “Ini uangnya. Beli sana”
3. Tindak Tutur Literal: Tindak tutur yang memiliki maksud yang sama dengan kata-kata yang
menyusunnya.
Contoh: Ayah: “Nilai raportmu bagus, ya!”
Tindak tutur yang disampaikan seorang ayah kepada anaknya, ketika melihat nilai raport yang
diperolehnya bagus.
4. Tindak Tutur Non-Literal: Tindak tutur yang memiliki maksud yang berlawanan dengan kata-
kata yang menyusunnya.
Contoh: Dosen: “Bagus, berisik aja terus!”
Tindak tutur bernada ironis yang disampaikan oleh seorang dosen ketika mahasiswanya berisik.
Bukan berarti dia memuji mahasiswa, akantetapi menyuruh mereka untuk tidak berisik.

Searle menggolongkan tindak tutur menjadi lima jenis, yaitu:

 Representatif
Representatif merupakan tindak tutur yang mengikat penuturnya kepada kebenaran atas
hal yang dikatakannya. Tindak tutur jenis ini juga disebut dengan tindak tutur asertif. Yang
termasuk tindak tutur jenis ini adalah tuturan menyatakan, menuntut, mengakui, menunjukkan,
melaporkan, memberikan kesaksian, menyebutkan, berspekulasi. Contoh: “Bapak Gubernur
meresmikan gedung baru ini”.

 Direktif
Tindak tutur direktif adalah tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya agar mitra tutur
melakukan tindakan sesuai apa yang disebutkan di dalam tuturannya. Tindak tutur direktif
disebut juga dengan tindak tutur impositif. Yang termasuk ke dalam tindak tutur jenis ini antara
lain tuturan meminta, mengajak, memaksa, menyarankan, mendesak, menyuruh, menagih,
memerintah, mendesak, memohon, menantang, memberi aba-aba. Contohnya adalah “Bantu aku
memperbaiki tugas ini”. Contoh tersebut termasuk ke dalam tindak tutur jenis direktif sebab
tuturan itu dituturkan dimaksudkan penuturnya agar melakukan tindakan yang sesuai yang
disebutkan dalam tuturannya yakni membantu memperbaiki tugas. Indikator dari tuturan direktif
adalah adanya suatu tindakan yang dilakukan oleh mitra tutur setelah mendengar tuturan
tersebut.

7
 Ekspresif
Tindak tutur ini disebut juga dengan tindak tutur evaluatif. Tindak tutur ekspresif adalah
tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya agar tuturannya diartikan sebagai evaluasi tentang hal
yang disebutkan dalam tuturan itu, meliputi tuturan mengucapkan terima kasih, mengeluh,
mengucapkan selamat, menyanjung, memuji, meyalahkan, dan mengkritik. Tuturan “Sudah kerja
keras mencari uang, tetap saja hasilnya tidak bisa mencukupi kebutuhan keluarga”.

 Komisif
Tindak tutur komisif adalah tindak tutur yang mengikat penuturnya untuk melaksanakan
segala hal yang disebutkan dalam ujarannya, misalnya bersumpah, berjanji, mengancam,
menyatakan kesanggupan, berkaul. Contoh tindak tutur komisif kesanggupan adalah “Saya
sanggup melaksanakan amanah ini dengan baik”. Tuturan itu mengikat penuturnya untuk
melaksanakan amanah dengan sebaik-baiknya. Hal ini membawa konsekuensi bagi dirinya untuk
memenuhi apa yang telah dituturkannya.

 Deklarasi
Tindak tutur deklarasi merupakan tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya utuk
menciptakan hal (status, keadaan, dan sebagainya) yang baru. Tindak tutur ini disebut juga
dengan istilah isbati. Yang termasuk ke dalam jenis tuutran ini adalah tuturan dengan maksud
mengesankan, memutuskan, membatalkan, melarang, mengabulkan, mengizinkan,
menggolongkan, mengangkat, mengampuni, memaafkan. Tindak tutur deklarasi dapat dilihat
dari contoh berikut ini.

1. “Ibu tidak jadi membelikan adik mainan.” (membatalkan)

2. “Bapak memaafkan kesalahanmu.” (memaafkan)

3. “Saya memutuskan untuk mengajar di SMA almamater saya.” (memutuskan).

b. Implikatur

8
Implikatur mengacu kepada jenis “kesepakatan bersama”antara penutur dan lawan
tuturnya, kesepakatan dalam pemahaman, bahwa yang dibicarakan harus saling berhubungan.
Hubungan atau keterkaitan itu sendiri tidak terdapat pada masing-masing ujaran. Artinya,makna
keterkaitan itu tidak diungkapkan secara harafiah pada ujaran itu. Didalam implikatur, hubungan
antara tuturan yang sesungguhnya dengan maksud tertentu yang tidak dituturkan bersifat tidak
mutlak.
1. Jenis Implikatur

 Implikatur konvensional adalah implikatur yang diperoleh langsung dari makna kata,
bukan dari prinsip percakapan. Tuturan berikut ini mengandung implikatur konvensional.
Contoh:

1. Lia orang Tegal, karena itu kalau bicara ceplas-ceplos.

2. Poltak orang Batak, jadi raut mukanya terkesan galak.


· Implikatur nonkonvensional atau implikatur percakapan adalah implikasi pragmatik yang
tersirat di dalam suatu percakapan. Di dalam komunikasi, tuturan selalu menyajikan suatu fungsi
pragmatik dan di dalam tuturan percakapan itulah terimplikasi suatu maksud atau tersirat fungsi
pragmatik lain yang dinamakan implikatur percakapan.
Contoh:
Seorang kakak mengatakan pada adiknya yang sedang menangis: “Bapak datang. Jangan
menangis lagi!”

Pernyataan tersebut bukan berarti seorang bapak yang datang dari suatu tempat, tapi kebiasaan Si
Bapak yang marah jika melihat anaknya menangis, sehingga kakak menyuruh adiknya untuk
tidak menangis lagi.
A: “Jam berapa ini?”

B: “tenang saja, gerbang sekolah ditutup sepuluh menit lagi”

c. Deiksis

9
Menurut Cahyono (1995: 217), deiksis adalah suatu cara untuk mengacu ke hakekat
tertentu dengan menggunakan bahasa yang hanya dapat ditafsirkan menurut makna yang diacu
oleh penutur dan dipengaruhi situasi pembicaraan.
Agustina (dalam http://yusrizalfirzal.wordpress.com/2011/03/11/deiksis/) menyatakan
bahwa deiksis adalah kata atau frasa yang menunjuk kepada kata, frasa, atau ungkapan yang
telah dipakai atau yang akan diberikan.

Dalam kajian pragmatik, deiksis dapat dibagi menjadi jenis-jenis sebagai berikut:
 Deiksis Orang
Deiksis orang adalah pemberian rujukan kepada orang atau pemeran serta dalam
peristiwa berbahasa Dalam kategori deiksis orang, yang menjadi kriteria adalah peran pemeran
serta dalam peristiwa berbahasa tersebut. Bahasa Indonesia mengenal pembagian kata ganti
orang menjadi tiga yaitu, kata ganti orang pertama, orang kedua, dan orang ketiga.
Contoh: “Saya dan Ani makan di tempat yang kami sukai”
‘kami’ merujuk pada ‘saya dan Ani’
 Dieksis Tempat
Dieksis tempat adalah pemberian bentuk kepada lokasi ruang atau tempat yang dipandang
dari lokasi pemeran serta dalam peristiwa berbahasa itu Dalam berbahasa, orang akan
membedakan antara di sini, di situ dan di sana. Hal ini dikarenakan di sini lokasinya dekat
dengan si pembicara, di situ lokasinya tidak dekat pembicara, sedangkan di sana lokasinya tidak
dekat dari si pembicara dan tidak pula dekat dari pendengar.
Contoh: Duduklah bersamaku di sini.
 Deiksis Waktu
Deiksis waktu adalah pengungkapan atau pemberian bentuk kepada titik atau jarak waktu
yang dipandang dari waktu sesuatu ungkapan dibuat. Contoh deiksis waktu adalah kemarin, lusa,
besok, bulan ini, minggu ini, atau pada suatu hari.
Contoh:

1. Gaji bulan ini tidak seberapa yang diterimanya.

2. Saya tidak dapat menolong Anda sekarang ini.

10
 Deiksis Wacana
Deiksis wacana adalah rujukan kepada bagian-bagian tertentu dalam wacana yang telah
diberikan atau yang sedang dikembangkan. Deiksis wacana ditunjukkan oleh anafora dan
katafora. Sebuah rujukan dikatakan bersifat anafora apabila perujukan atau penggantinya
merujuk kepada hal yang sudah disebutkan.
Contoh kalimat yang bersifat anafora: Mobil keluaran terbaru itu harganya sangat mahal. Kata
‘itu’ merujuk pada ‘mobil’ yang telah disebutkan sebelumnya, sehingga berupa dieksis anafora.
Sebuah rujukan atau referen dikatakan bersifat katafora jika rujukannya menunjuk kepada
hal yang akan disebutkan. Contoh kalimat yang bersifat katafora dapat dilihat dalam kalimat
berikut.

1. Di sini, digubuk tua ini mayat itu ditemukan.

2. Setelah dia masuk, langsung Toni memeluk adiknya.


 Deiksis Sosial
Deiksis sosial adalah mengungkapkan atau menunjukkan perbedaan ciri sosial antara
pembicara dan lawan bicara atau penulis dan pembaca dengan topik atau rujukan yang dimaksud
dalam pembicaraan itu. Contoh deiksis sosial misalnya penggunaan kata mati, meninggal, wafat
dan mangkat untuk menyatakan keadaan meninggal dunia. Masing-masing kata tersebut berbeda
pemakaiannya. Begitu juga penggantian kata pelacur dengan tunasusila, kata gelandangan
dengan tunawisma, yang kesemuanya dalam tata bahasa disebut eufemisme (pemakaian kata
halus). Selain itu, deiksis sosial juga ditunjukkan oleh sistem honorifiks (sopan santun
berbahasa). Misalnya penyebutan pronomina persona (kata ganti orang), seperti kau, kamu, dia,
dan mereka, serta penggunaan sistem sapaan dan penggunaan gelar. Contoh pemakaian deiksis
sosial adalah pada kalimat berikut.

1. Apakah saya bisa menemui Bapak hari ini?

2. Saya harap Pak Haji berkenan memenuhi undangan saya.

C. Komponen-komponen yang terdapat pada Pragmatik

11
Makna dalam pragmatik dikaji dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang berkait
dengan TUTURAN (U), yaitu PENUTUR (S), MITRA TUTUR (H), dan KONTEKS (C). Hal-
hal yang disebutkan itu merupakan bagian dari situasi tutur atau lazim disebut juga sebagai
komponen pragmatik, yaitu elemen-elemen yang digunakan untuk memahami makna tuturan
(maksud penutur). Dengan istilah lain, Aziz (2001) menyebut komponen pragmatik ini dengan
istilah PERANGKAT PENGUNJUK MAKSUD TUTURAN (PPMT).
1. Tuturan (Utterance)
Pandangan sosial-interaksionis melihat bahasa sebagai hasil atau perwujudan dari aktivitas
berbicara atau menulis yang dilakukan seseorang (yang diistilahkan sebagai penutur/penulis)
untuk mengatakan (atau menulis) sesuatu kepada orang lain (yang diistilahkan sebagai mitra
tutur) pada saat tertentu dan di tempat tertentu (konteks).
Pada hakikatnya, berbicara dan menulis merupakan aktivitas penyandian pesan penutur
(maksud) ke dalam kode bahasa (encoding). Selanjutnya, seseorang yang mendengar bunyi
bahasa dari seseorang itu akan melakukan proses penafsiran bunyi untuk dapat memahami pesan
yang disampaikan penutur (decoding). Dengan demikian, dalam pandangan ini, aktivitas
berbicara dan menulis dirujuk sebagai tuturan (utterance).
Istilah tutran (utterance) berbeda dengan istilah kalimat (sentences). Tuturan sering dikatakan
sebagai kalimat yang sudah terkomunikasikan atau terucapkan, sedangkan kalimat belum
terkomunikasikan. Berdasarkan sifatnya, tuturan dapat dikatakan bersifat konkret karena sudah
jelas siapa yang menturkannya, siapa mitra tuturnya, dan dalam konteks apa tuturan itu
disampaikan. Sebaliknya, kalimat dikatakan bersifat abstrak karena tidak jelas siapa penuturnya,
kepada siapa kalimat itu dituturkan, dan dalam konteks apa kalimat itu disampaikan.
2. Penutur (Speaker)
Dalam perspektif pragmatik, penutur adalah pihak yang menyampaikan pesan melalui
bahasa (tuturan) kepada orang lain. Pesan itu disandikan melalui kode bahasa agar dapat
dipahami oleh orang lain yang diharapkannya dapat menerima peran sebagai orang yang diajak
berkomunikasi. Penutur tentunya memiliki tujuan ketika menyampaikan tuturan sebagai maksud
komunikasi (communication intention) yang Ia harapkan dapat dipahami oleh mitra tuturnya.
Sekaitan dengan hal itu, seorang penutur memiliki tujuan reklesif ketika menyampaikan tuturan
dalam konteks tertentu kepada mitra tuturnya. Tujuan reklesif adalah tujuan yang mengharapkan
agar mitra tuturnya mendapat efek dari tuturan yang Ia sampaikan.

12
3. Mitra Tutur (Hearer)
Sekaitan dengan tujuan reklesif yang dimiliki oleh seorang penutur, maka yang dimaksud
dengan mitra tutur adalah orang yang menerima efek dari sebuah tuturan yang disampaikan oleh
penutur. Wujud efek mitra tutur itu bergantung dari pemahamannya dalam menafsirkan tuturan
yang di dalamnya terdapat maksud komunikasi si penutur. Dengan demikian, berdasarkan
pemahamannya terhadap maksud komunikasi penutur, efek tuturan yang dirasakan mitra tutur itu
dapat beraneka ragam, bisa jadi efek tuturan itu melahirkan respon tindakan, jawaban,
pernyataan, persetujuan, bahkan bisa jadi efek tuturan itu bisa melahirkan pemahaman untuk
diam dan tidak berkata-kata lagi.
4. Konteks (Context)
Konteks adalah pengetahuan bersama yang diketahui penutur dan mitra tutur. Konteks
disadari penutur sebagai hal yang dipertimbangkan ketika menyampaikan sebuah tuturan,
sedangkan bagi mitra tutur konteks dipertimbangkan untuk menafsirkan tuturan. Tuturan selalu
diungkapkan dalam sebuah konteks, dan konteks merupakan sarana penjelas akan suatu maksud.
Sarana itu meliputi dua macam, yang pertama merupakan bagian ekspresi yang dapat
menjelaskan suatu maksud (co-text) dan yang kedua merupakan situasi yang berhubungan
dengan suatu kejadian (context)
.
D. Teori Dan Prinsip Kesantunan Dalam Pragmatik
Banyak dari ahli linguistik yang mengemukakan konsep tentang kesantunan. Dan
kesemua konsep kesantunan yang dikemukakan oleh para ahli tersebut berbeda-beda. Mereka
mempunyai pandangan yang berbeda-beda tentang konsep tersebut. Konsep kesantunan tersebut
ada yang dirumuskan dalam bentuk kaidah yang disebut dengan prinsip-prinsip kesantunan.
Sedangkan konsep kesantunan yang dirumuskan dalam strategi-strategi dinamakan teori
kesantunan. Prinsip kesantunan (politeness principple) itu berkenaan dengan aturan tentang hal-
hal yang bersifat sosial, estetis, dan moral dalam bertindak tutur. Didalam bertutur seorang
penutur tidak hanya menyampaikan informasi,tugas, kebutuhan, atau amanat, tetapi lebih dari
itu, yaitu menjaga dan memelihara hubungan sosial antara penutur dan mitra penutur.
Sejumlah ahli telah merumuskan konsep kesantunan mereka dalam prinsip kesantunan
seperti Lakoff (1972) dan Leech (1983). Sedangkan, Fraser (1978) danBrown dan Levinson
(1978) merumuskan konsep kesantunan mereka dalam teori kesantunan.

13
1. Prinsip Kesantunan Lakoff (1972)
Prinsip kesantunan Lakoff berisi 3 kaidah yang harus ditaati agar tuturan itu dianggap
santun. Ketiganya antara lain yaitu:
a. Kaidah Formalitas
Kaidah ini berarti ‘jangan memaksa atau jangan angkuh’. Yang artinya bahwa sebuah
tuturan yang memaksa dan angkuh dianggap kuarng santun, dan begitu juga sebaliknya, jika
sebuah tuturan dirasa tidak angkuh dan tidak memaksa maka tuturan tersebut dianggap santun.
Seperti contoh di bawah ini:
· Bersihkan lantai itu sekarang juga! (kurang santun)
b. Kaidah Ketidaktegasan
Kaidah ini berisi saran bahwa penutur supaya bertutur sedemikian rupa sehingga mitra
tuturnya dapat menentukan pilihan. Hal ini berarti sebuah tuturan dianggap santun apabila
memberikan pilihan kepada mitra tuturnya, dan juga sebaliknya jika sebuah tuturan tidak
memberikan pilhan kepada mitra tuturnya maka tuturan itu dianggap tidak santun. Seperti contoh
di bawah ini:
·Jika ada waktu dan tidak lelah, perbaiki sepeda saya! (santun)
c. Kaidah Persamaan atau Kesekawanan
Kaidah ini berisi bahwa hendaknya penutur bertindak seolah-olah mitra tuturnya itu sama
atau, dengan kata lain buatlah mitra tutur merasa senang. Hal ini berarti sebuah tuturan dianggap
santun apabila tuturan sang penutur membuat senang mitra tuturnya, dan juga sebaliknya jika
tuturan sang penutur membuat tidak senang mitra tuturnya maka tuturan tersebut dianggap tidak
santun. Seperti contoh di bawah ini:
· Halus sekali hatimu seperti kulitku. (santun)

2. Prinsip kesantunan brown dan levinson (1978)


Prinsip kesantunan Brown dan Levinson ini berkisar pada nosi muka, yaitu muka
positif dan muka negatif. Muka positif adalah muka yang mengacu pada citra diri orang yang
berkeinginan agar apa yang dilakukannya, apa yang dimilikinya, atau apa yang merupakan nilai-
nilai yang diyakininya, diakui orang sebagai suatu hal yang baik, menyenangkan, patut dihargai,
dst. Seperti contoh di bawah ini:

14
· Saya salut atas keteknan belajarmu. (santun)
Sedangkan muka negatif adalah muka yang mengacu pada citra diri orang yang
berkeinginan agar ia dihargai dengan jalan panutur membiarkannya bebas melakukan
tindakannnya atau membiarkannya bebas dari keharusan mengerjakan sesuatu.
· Jangan merokok di situ! (kurang santun)
Selain hal di atas Brown dan Levinson juga merumuskan prinsip kesantunannya ke dalam
lima strategi. Kelima strategi tersebut adalah:
1) Melakukan tindak tutur secara apa adanya, tanpa basa-basi, dengan mematuhi prinsip
kerjasama Grice.
2) Melakukan tindak tutur dengan menggunakan kesantunan posotif;
3) Melakukan tindak tutur dengan menggunakan kesantunan negatif;
4) Melakukan tindak tutur secara off records; dan
5) Tidak melakukan tindak tutur atau diam saja.
Pemilihan strategi itu tergantung kepada besar kecilnya ancaman terhadap muka. Makin
kecil ancaman terhadap muka, makin kecil nomor pilihan strateginya dan makin besar ancaman
terhadap muka, makn besar pula nomor pilihan strategi bertuturnya.

3. Prinsip kesantunan leech (1983)


Prinsip kesantunan Leech didasarkan pada kaidah-kaidah. Kaidah-kaidah itu adalah bidal-
bidal atau pepatah yang berisi nasehat yang harus dipatuhi agar tuturan penutur memenuhi
prinsip kesantunan. Prinsip kesantunan Leech itu juga didasarkan pada nosi-nosi:
biaya (cost) dan keuntungan (benefit), celaan atau penjelekan (dispraise) dan pujian (praise) kese
tujuan (agreement), serta kesimpatian dan keantipatian (sympathy/antipathy). Berikut ini adalah
bidal-bidal dalam prinsip kesantunan Leech:

1) Bidal Ketimbangrasaan (tact maxim)


a. Minimalkan biaya kepada pihak lain!
b. Maksimalkan keuntungan pada pihak lain!
Hal itu bisa dilihat dari jumlah kata atau ekspresi yang kita tuturkan jumlahnya lebih
besar dari tuturan mitra tutur yang berarti meminimalkan biaya kepada mitra tutur dan
memberika keuntungan yang sebesar-besarnya kepada mitra tutur.

15
· A : Mari saya masukkan surat anda ke kotak pos.
· B : Jangan, tidak usah! (santun)
· A : Mari saya masukkan surat anda ke kotak pos.
· B : Ni, itu baru namanya teman. (kurang santun)
2) Bidal Kemurahhatian (generosity maxim)
a. Minimalkan keuntungan kepada diri sendiri!
b. Maksimalkan keuntungan pada pihak lain!
Nasehat yang dikemukakan dalam bidal ini adalah bahwa pihak lain di dalam tuturan
hendaknya diupayakan mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya sementara itu diri
sendiri atau penutur hendaknya berupaya mendapatkan keuntungan sekrcil-kecilnya.
· A : Pukulanmu sangat keras.
· B : Saya kira biasa saja, Pak. (santun)
· A : Pukulanmu sangat keras.
· B : Siapa dulu? (tidak santun)

3) Bidal Keperkenaan (approbation maxim)


a. Minimalkan penjelekan kepada pihak lain!
b. Maksimalkan pujian pada pihak lain!
Bidal keperkenaan adalah petunjuk untuk meminimalkan penjelekan terhadap pihak lain,
dan memaksimalkan pujian kepada pihak lain. Contohnya di bawah ini:
· A : Mari Pak, seadanya.
· B : Terlalu banyak, sampai-sampai saya susah memilihnya.(santun)
· A : Mari Pak, seadanya.
· B : Ya, segini saja nanti kan habis semua. (tidak santun)

4) Bidal Kerendahhatian (modesty maxim)


a. Minimalkan pujian kepada diri sendiri!
b. Maksimalkan penjelekan kepeda diri sendiri!
Nasehat dari bidal ini adalah bahwa penutur hendaknya meminimalkan pujian kepada diri
sendiri, dan juga memaksimalkan penjelekan kepada mitra tuturnya.
· Saya ini anak kemarin, Pak. (santun)

16
· Maaf, saya ini orang kampung. (santun)
· Saya ini sudah makan garam. (tidak santun)
· Hanya saya yang bisa seperti ini. (tidak santun)

5) Bidal Kesetujuan (agreement maxim)


a. Minimalkan ketidaksetujuan antara diri sendiri dengan orang lain!
b. Maksimalkan kesutujuan antara diri sendiri dengan pihak lain!
Bidal kesetujuan adalah bidal yang memberikan nasehat untuk meminimalkan
ketidaksetujuan antara diri sendiri dengan orang lain dan memaksimalkan kesutujuan antara diri
sendiri dengan pihak lain.
· A : Bagaimana kalau lemari ini kita pindah?
· B : Boleh. (santun)
· A : Bagaimana kalau lemari ini kita pindah?
· B : Saya tidak setuju. (tidak santun)

6) Bidal Kesimpatian (sympathy maxim)


a. Minimalkan antipati antara diri sendiri dengan orang lain!
b. Maksimalkan simpati antara diri sendiri dengan pihak lain!
Bidal ini berarti bahwa penutur hendaknya meminimalkan ketidaksetujuan antara diri
sendiri dengan orang lain dan memaksimalkan kesutujuan antara diri sendiri dengan pihak lain.
Saya ikut berduka cita atas meniggalnya ibunda.
· A : Pak, Ibu saya meninggal.
· B : Tumben. (tidak santun)

E. Skala-skala kesantunan

Skala yaitu rentangan rentangan tingkatan untuk menentukan sesuatu. Skala kesantunan adalah
rentangan tingkatan untuk mementukan kesantunan suatu tuturan.

1. Skala Kesantunan menurut Leech (1983:123-126)


a. Skala kerugian dan keuntungan (cost-benefit scale) menunjuk kepada besar kecilnya
kerugian dan keuntungan yang diakibatkan oleh sebuah tindak tutur pada sebuah

17
pertuturan. Semakin tuturan tersebut merugikan diri penutur, akan semakin dianggap
santunlah tuturan itu. Demikian sebaliknya, semakin tuturan itu menguntungkan diri
penutur akan semakin dianggap tidak santunlah tuturan itu. Demikian sebaliknya, semakin
tuturan itu merugikan diri, si mitra tutur akan dianggap semakin santunlah tuturan itu.
b. Skala pilihan (Optionality Scale) menunjuk kepada banyak atau sedikitnya pilihan yang
disampaikan si penutur kepada si mitra tutur. Semakin pentuturanitu memungkinkan
penutur atau mitra tutur mementukan pilihan yang banyak dan leluasa, akan dianggap
semakin santunlah tuturan itu. Sebaliknya apabila pertuturan itu sama sekali tidak
memberikan kemungkinan memilih bagi si penutur dan si mitra tutur, tuturan tersebut
akan dianggap tidak santun.
c. Skala ketidak langsungan (Indirectness Scale) menunjuk kepada peringkat langsung atau
tudak langsugnya maksud sebuah tuturan. Semakin tuturan itu bersifat langsung akan
dianggap semakin tidak santunlah tuturan itu. Demikian sebaliknya, semakin tidak
langsung, maksud sebuah tuturan, akan dianggap semakin sanutunlah tuturan itu.
d. Skala keotoritasan (Authority Scale) menunjuk kepada hubungan status sosial antara
penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam pertuturan. Semakin jauh jarak peringkat sosial
antara penutur dengan mitra tutur, tuturan yang digunakan akan cenderung menjadi
semakin santun. Sebakinya, semakin dekat jarak peringkat status sosial diantara keduanya,
akan cenderung berkuranglah peringkat kesantunan tuturan yang digunakan dalam
bertutur itu.
e. Skala jarak sosial (Social Distance Scale) menunjuk kepada peringkat hubungan sosial
antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam bsebuah pertuturan. Ada kecenderungan
bahwa semakin dekat jarak peringkat sosial dia antara keduanya, akan menjadi semakin
kurang santunlah tuturan itu. Demikian sebaliknya, semakin jauh jarak peringkat sosial
antara penutur dengan mitra tutur, akan semakin santunlah tuturan yang digunakan itu.
2. Skala Kesantunan menurut Brown dan Levinson (1987)
a. Skala peringkat jarak sosial antara penutur dan mitra tutur (social distance between
speaker and hearer) banyak ditentukan oleh parameter perbedaan umur, jenis kelamin, dan
latar belakang sosiokltural. Berkenaan dengan perbedaan umur antara penutur dan mitra
tutur, lazimnya didapatkan bahwa semakin tua umur seseorang, peringkat kesantunan
dalam bertutur akan semakin tinggi. Sebaliknya, orang yang masih berusia muda
cenderung memiliki peringkat yang rendah di dalam kegiatan bertutur. Orang yang
berjenis kelamin wanita, cenderung memiliki kesantunan lebih tinggi dibandingkan

18
dengan orang yang berjenis kelamin pria. Hal demikian disebabkan oleh kenyataan bahwa
kaum wanita cenderung berkenaan dengan sesuatu yang bernili estetika dalam keseharian
hidupnya. Sebaliknya, pria cenderung jauh dari hal-hal itu karena, biasanya ia banyak
berkenaan dengan kerja dan pemakaian logika dalam kegiatan keseharian hidupnya. Latar
belakang sosiokltural seseorang memiliki peran sangat besar dalam menentukan peringkat
kesantunan bertutur yang dimilikinya. Orang yang memiliki jabatan tertentu didalam
masyarakat, cenderung memiliki peringkat kesantunan lebih tinggi dibandingkan dengan
kebanyakan orang seperti petani, pedagang, buruh bangunan, pembantu rumah tangga dsb.
Demikian pula orang-orang kota cenderung memiliki peringkat kesantunan lebih tinggi
dibandingkan dengan masyarakat desa.
b. Skala peringkat status sosial antara penutur dan mitra tutur atau sering kali disebut dengan
peringkat kekuasaan (power writing) didasarkan pada kedudukan asimetrik antara penutur
dan mitra tutur. Contoh: di dalam ruang periksa sebuah rumah sakit, seorang dokter
memiliki peringkat kesantunan lebih tinggi dibandingkan dengan seorang pasien.
Demikian pula di dalam kelas seorang dosen memiliki peringkat kekuasaan lebih tinggi
dibandingkan dengan seorang mahasiswa.
c. Skala peringkat tindak tutur (rank rating), didasarkan atas kedudukan relatif tindak tutur
yang satu dengan tindak tutur yang lainnya. Contoh: dalam situasi yang sangat khusus,
bertemu di rumah seorang wanita dengan melewati batas waktu bertemu yang wajar akan
dikatakan sebagai tidak tahu sopan santun dan bahkan melanggar norma kesopanan yang
berlaku pada masysrakat tutur itu. Namun demikian, hal yang sama akan dianggap sanagt
wajar dalam situasi yang berbeda. Misalnya, pada saat terjadi kerusuhan atau kebakaran
orang berada di rumah orang lain atau rumah tetangganya bahkan sampai pada waktu yang
tidak ditentukan.
3. Skala Kesantunan menurut Robin Lakoff (1973)
a. Skala formalis (formality scale) yaitu skala yang dinyatakan agar para peserta tutur dapat
merasa nyaman dalam kegiatan bertutur. Tuturan yang digunakan tudak boleh bernada
memaksa dan tidak boleh berkesan angkuh. Didalam kegiatan bertutur, masing-masing
peserta tutur harus dapat menjaga keformalitasan dan menjaga jarak yang sewajarnya
antara yang satu dengan yang lainnya.
b. Skala ketidaktegasan (hesitancy scale) yaitu skala yang menunjukkan bahwa penutur dan
mitra tutur dapat saling merasa nyaman dalam bertutur. Pilihan-pilihan dalam bertutur

19
harus diberikan oleh kedua beah pihak. Orang tidak diperbolehkan bersikap terlalu tegang
dan terlalu kaku didklam kegiatan bertutur karena akan dianggap tidak santun.
c. Peringkat kesekawanan atau atau kesamaan (equality scale) menunjukkan agar bersifat
santun. Orang harus bersikap ramah dan selalu mempertahankan persahabatan antara
pihak yang satu dengan pihak yang alin. Agar tercapai maksud demikian, penutur haruslah
menganggap mitra tutur sebagai sahabat. Dengan menganggap pihak yang satu sebagai
sahabat bagi pihak lainnya, rasa kesekawanan dan kesejajaran sebagai salah satu prasyarat
kesantunan akan dapat tercapai.

20
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pragmatik merupakan cabang ilmu bahasa yang semakin dikenal pada masa sekarang ini,
walaupun pada kira-kira dua dasa warsa yang silam, ilmu ini jarang atau hampir tidak pernah
disebut oleh para ahli bahasa.

Jenis-jenis pragmatic, yaitu Pragmalinguistik (telaah mengenai kondisi-kondisi umum


penggunaan komunikatif bahasa.), dan Sosiopragmatik (telaah mengenai kondisi setempat atau
kondisi lokal yang lebih khusus mengenai penggunaan bahasa).

Makna dalam pragmatik dikaji dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang berkait


dengan TUTURAN (U), yaitu PENUTUR (S), MITRA TUTUR (H), dan KONTEKS (C). Hal-
hal yang disebutkan itu merupakan bagian dari situasi tutur atau lazim disebut juga sebagai
komponen pragmatik, yaitu elemen-elemen yang digunakan untuk memahami makna tuturan
(maksud penutur).

Prinsip kesantunan (politeness principple) itu berkenaan dengan aturan tentang hal-hal
yang bersifat sosial, estetis, dan moral dalam bertindak tutur. Didalam bertutur seorang penutur
tidak hanya menyampaikan informasi,tugas, kebutuhan, atau amanat, tetapi lebih dari itu, yaitu
menjaga dan memelihara hubungan sosial antara penutur dan mitra penutur.

Skala yaitu rentangan rentangan tingkatan untuk menentukan sesuatu. Skala kesantunan adalah
rentangan tingkatan untuk mementukan kesantunan suatu tuturan. Menurut para ahli, seperti Skala
Kesantunan menurut Leech (1983:123-126) dan Skala Kesantunan menurut Robin Lakoff (1973).

B. Saran

Banyak hal-hal yang menarik ketika mempelajari ilmu pragmatik karena banyak aspek-
aspek yang mempengaruhi sebuah tuturan. Dalam ilmu pragmatik, bukan hanya tindak
tutur menyuruh saja yang dapat dianalisis, namun masih banyak bentuk lain seperti
memohon, melarang, meminta maaf, mengajak, dan menyarankan. Dalam kesemuanya

21
itu harus dihubungkan kembali dengan strategi kesantunan dan faktor penentu tingkat
kesantunan tuturan dalam Bahasa Jepang.

Selain itu, pemilihan korpus data juga berpengaruh pada hasil analisis. Korpus data
yang digunakan penulis ialah anime bergenre detektif sehingga hasil dari analisis
menunjukkan lebih banyak strategi bald on record yang digunakan penutur ketika menyuruh
mitra tutur.

22

Вам также может понравиться

  • Analisis Cerpen Pelajaran Mengarang
    Analisis Cerpen Pelajaran Mengarang
    Документ20 страниц
    Analisis Cerpen Pelajaran Mengarang
    Nidia
    Оценок пока нет
  • Problematik Penyusunan Frasa Kel-8 6b
    Problematik Penyusunan Frasa Kel-8 6b
    Документ9 страниц
    Problematik Penyusunan Frasa Kel-8 6b
    MOCHAMAD MUKTI IRAWAN
    Оценок пока нет
  • Sanggar Bahasa dan Sastra
    Sanggar Bahasa dan Sastra
    Документ5 страниц
    Sanggar Bahasa dan Sastra
    SalsabilaShapita
    Оценок пока нет
  • TINJAUAN PUSTAKA
    TINJAUAN PUSTAKA
    Документ15 страниц
    TINJAUAN PUSTAKA
    Ihda Auliaunnisa
    50% (2)
  • Kode Semiotik Roland Barthes
    Kode Semiotik Roland Barthes
    Документ7 страниц
    Kode Semiotik Roland Barthes
    Hijrana AP
    Оценок пока нет
  • Analisis Puisi
    Analisis Puisi
    Документ13 страниц
    Analisis Puisi
    Pira Yuniar Piryun
    Оценок пока нет
  • Makalah Pengaluran
    Makalah Pengaluran
    Документ13 страниц
    Makalah Pengaluran
    Muhammad ibdaus Sobirin
    Оценок пока нет
  • Makalah Sosiolinguistik Kelompok 7
    Makalah Sosiolinguistik Kelompok 7
    Документ20 страниц
    Makalah Sosiolinguistik Kelompok 7
    Lailatul Insiyah
    Оценок пока нет
  • Proposal
    Proposal
    Документ16 страниц
    Proposal
    Irfan Kurniawan
    Оценок пока нет
  • Pendekatan Karya Sastra
    Pendekatan Karya Sastra
    Документ20 страниц
    Pendekatan Karya Sastra
    Nurul Hamdani
    Оценок пока нет
  • Ekokritik Sastra
    Ekokritik Sastra
    Документ6 страниц
    Ekokritik Sastra
    Ismi Solihah
    Оценок пока нет
  • Karya Sastra Angkatan 66
    Karya Sastra Angkatan 66
    Документ12 страниц
    Karya Sastra Angkatan 66
    Muhammad Fandly Fadlurachman
    100% (2)
  • Materi B Ind 8
    Materi B Ind 8
    Документ16 страниц
    Materi B Ind 8
    ulif ihwansyah
    Оценок пока нет
  • Makalah Kritik Sastra
    Makalah Kritik Sastra
    Документ12 страниц
    Makalah Kritik Sastra
    Muhammad Fajrin M
    Оценок пока нет
  • Teori Kesusastraan
    Teori Kesusastraan
    Документ2 страницы
    Teori Kesusastraan
    Raida Dewi
    Оценок пока нет
  • Aliran Struktural Bloomfield
    Aliran Struktural Bloomfield
    Документ15 страниц
    Aliran Struktural Bloomfield
    Zahra Mustafawi
    Оценок пока нет
  • KAJIAN STILISTIKA KUMPULAN CERPEN "PEREMPUAN BERCAHAYA" Karya RINA RATIH
    KAJIAN STILISTIKA KUMPULAN CERPEN "PEREMPUAN BERCAHAYA" Karya RINA RATIH
    Документ14 страниц
    KAJIAN STILISTIKA KUMPULAN CERPEN "PEREMPUAN BERCAHAYA" Karya RINA RATIH
    hasrul rahman
    100% (1)
  • Sosiologi Sastra
    Sosiologi Sastra
    Документ20 страниц
    Sosiologi Sastra
    Siska
    Оценок пока нет
  • Kelompok Periodesasi Dan Angkatan Dalam Sastra
    Kelompok Periodesasi Dan Angkatan Dalam Sastra
    Документ30 страниц
    Kelompok Periodesasi Dan Angkatan Dalam Sastra
    Vinny CB
    Оценок пока нет
  • Pendekatan Mitopoik
    Pendekatan Mitopoik
    Документ10 страниц
    Pendekatan Mitopoik
    Tata
    Оценок пока нет
  • Bahasa Yang Digunakan Dalam Hasanah Sastra Nusantara
    Bahasa Yang Digunakan Dalam Hasanah Sastra Nusantara
    Документ12 страниц
    Bahasa Yang Digunakan Dalam Hasanah Sastra Nusantara
    rendy leha
    Оценок пока нет
  • TRANSLI
    TRANSLI
    Документ16 страниц
    TRANSLI
    Rifqi Hafiz
    Оценок пока нет
  • SASTRA DAERAH NUSANTARA
    SASTRA DAERAH NUSANTARA
    Документ17 страниц
    SASTRA DAERAH NUSANTARA
    Widya Prana Rini
    100% (1)
  • VARIASI BAHASA INDONESIA DI TIKTOK
    VARIASI BAHASA INDONESIA DI TIKTOK
    Документ17 страниц
    VARIASI BAHASA INDONESIA DI TIKTOK
    ajeng nusa
    Оценок пока нет
  • Fakta Cerita
    Fakta Cerita
    Документ15 страниц
    Fakta Cerita
    Talitha Adrian Hamelberg
    Оценок пока нет
  • KONFIGURASI MAKNA
    KONFIGURASI MAKNA
    Документ7 страниц
    KONFIGURASI MAKNA
    rens
    Оценок пока нет
  • Sejarah Sastra
    Sejarah Sastra
    Документ8 страниц
    Sejarah Sastra
    Sinta Agustina
    Оценок пока нет
  • Editan Tugas Kritik Sastra
    Editan Tugas Kritik Sastra
    Документ16 страниц
    Editan Tugas Kritik Sastra
    Ichan Muhammad
    Оценок пока нет
  • Buku Sosiolinguistik
    Buku Sosiolinguistik
    Документ98 страниц
    Buku Sosiolinguistik
    MUhammad Adji Pangestu
    Оценок пока нет
  • SS
    SS
    Документ7 страниц
    SS
    dian
    Оценок пока нет
  • 127 245 1 SM
    127 245 1 SM
    Документ18 страниц
    127 245 1 SM
    Gusti Mardiaty Zulfa
    Оценок пока нет
  • Analisis Wacana
    Analisis Wacana
    Документ9 страниц
    Analisis Wacana
    Rini Rahayu Febrianty
    Оценок пока нет
  • Apresiasi Puisi
    Apresiasi Puisi
    Документ42 страницы
    Apresiasi Puisi
    Noer Shiwis Ajah
    100% (2)
  • Laporan Bacaan Tentang Pembidangan Dalam Linguistik
    Laporan Bacaan Tentang Pembidangan Dalam Linguistik
    Документ7 страниц
    Laporan Bacaan Tentang Pembidangan Dalam Linguistik
    Novia Rahma Rindha
    Оценок пока нет
  • Sastra Lama Indonesia Yang Berisi Ketatanegaraan Dengan Jujur
    Sastra Lama Indonesia Yang Berisi Ketatanegaraan Dengan Jujur
    Документ20 страниц
    Sastra Lama Indonesia Yang Berisi Ketatanegaraan Dengan Jujur
    Auly P
    Оценок пока нет
  • Materi Pertemuan 5 (Aliran Psikolinguistik)
    Materi Pertemuan 5 (Aliran Psikolinguistik)
    Документ7 страниц
    Materi Pertemuan 5 (Aliran Psikolinguistik)
    Novia Rahmarindha
    Оценок пока нет
  • Angkatan Balai Pustaka
    Angkatan Balai Pustaka
    Документ25 страниц
    Angkatan Balai Pustaka
    tinina anggraeni
    Оценок пока нет
  • Peran Perempuan Dalam Novel Lasmi
    Peran Perempuan Dalam Novel Lasmi
    Документ18 страниц
    Peran Perempuan Dalam Novel Lasmi
    Dhani Chandra
    Оценок пока нет
  • Hakekat Folklor
    Hakekat Folklor
    Документ2 страницы
    Hakekat Folklor
    Feizal Fawaz K. Bouvier
    Оценок пока нет
  • TIPE BAHASA
    TIPE BAHASA
    Документ21 страница
    TIPE BAHASA
    Teater Magelang
    Оценок пока нет
  • Teori Strukturalisme
    Teori Strukturalisme
    Документ12 страниц
    Teori Strukturalisme
    yani
    Оценок пока нет
  • Aliran Tagmemik
    Aliran Tagmemik
    Документ4 страницы
    Aliran Tagmemik
    Priyo Anggono
    Оценок пока нет
  • Representasi Ketidakadilan Dalam Kumpulan Puisi Nyanyian Akar Rumput Karya Wiji Thukul
    Representasi Ketidakadilan Dalam Kumpulan Puisi Nyanyian Akar Rumput Karya Wiji Thukul
    Документ20 страниц
    Representasi Ketidakadilan Dalam Kumpulan Puisi Nyanyian Akar Rumput Karya Wiji Thukul
    Fetti Astrini Rishanjani
    100% (1)
  • Strukturalisme Dinamik
    Strukturalisme Dinamik
    Документ9 страниц
    Strukturalisme Dinamik
    Indah Anugrah
    Оценок пока нет
  • LINGUISTIK UMUM
    LINGUISTIK UMUM
    Документ2 страницы
    LINGUISTIK UMUM
    Tiya Christi Wahyuni
    Оценок пока нет
  • Modul: Pengantar Pengkajian Prosa Fiksi
    Modul: Pengantar Pengkajian Prosa Fiksi
    Документ82 страницы
    Modul: Pengantar Pengkajian Prosa Fiksi
    Teguh Firman S
    Оценок пока нет
  • Makalah Sejarah Sastra Angkatan 90an
    Makalah Sejarah Sastra Angkatan 90an
    Документ12 страниц
    Makalah Sejarah Sastra Angkatan 90an
    sentinawati siagian
    Оценок пока нет
  • FONOLOGI
    FONOLOGI
    Документ10 страниц
    FONOLOGI
    Vũ Ngọc Thùy Trinh
    Оценок пока нет
  • UTS TEORI SASTRA
    UTS TEORI SASTRA
    Документ13 страниц
    UTS TEORI SASTRA
    oca
    Оценок пока нет
  • Analisis Cerpen Robohnya Surau Kami
    Analisis Cerpen Robohnya Surau Kami
    Документ12 страниц
    Analisis Cerpen Robohnya Surau Kami
    Izchak Zhesoatoe
    Оценок пока нет
  • 4 Masyarakat Bahasa
    4 Masyarakat Bahasa
    Документ14 страниц
    4 Masyarakat Bahasa
    Hanif Zulfani
    Оценок пока нет
  • LHK-SEJARAH
    LHK-SEJARAH
    Документ14 страниц
    LHK-SEJARAH
    Pahlevipratiwi
    Оценок пока нет
  • Sejarah Psikologi Sastra
    Sejarah Psikologi Sastra
    Документ12 страниц
    Sejarah Psikologi Sastra
    salsakirana Alzahra
    Оценок пока нет
  • Dialek Regional
    Dialek Regional
    Документ7 страниц
    Dialek Regional
    Nursuki Mustaqim
    Оценок пока нет
  • Handout Bahasa Indonesia - KD 3.1
    Handout Bahasa Indonesia - KD 3.1
    Документ28 страниц
    Handout Bahasa Indonesia - KD 3.1
    Ahmad Mahfud Qhozin
    Оценок пока нет
  • Morfologi REVISI
    Morfologi REVISI
    Документ21 страница
    Morfologi REVISI
    izmimazuri uhsuar
    Оценок пока нет
  • ANALISIS FRASA
    ANALISIS FRASA
    Документ28 страниц
    ANALISIS FRASA
    JustinSyukronAlambaraCokrowinotojoyodiningrat
    0% (2)
  • PRAGMATIK
    PRAGMATIK
    Документ15 страниц
    PRAGMATIK
    zulfa fatinsa
    Оценок пока нет
  • Pragmatika Babak Awal
    Pragmatika Babak Awal
    Документ13 страниц
    Pragmatika Babak Awal
    siti maesaroh
    Оценок пока нет
  • 10.pemahaman TT DLM Percakapan
    10.pemahaman TT DLM Percakapan
    Документ10 страниц
    10.pemahaman TT DLM Percakapan
    Mang Dewi
    Оценок пока нет
  • Laporan Observasi
    Laporan Observasi
    Документ3 страницы
    Laporan Observasi
    Dhyana
    Оценок пока нет
  • Tindak Tutur
    Tindak Tutur
    Документ19 страниц
    Tindak Tutur
    Dhyana
    Оценок пока нет
  • Keterampilan Memberikan Penguatan
    Keterampilan Memberikan Penguatan
    Документ20 страниц
    Keterampilan Memberikan Penguatan
    Dhyana
    Оценок пока нет
  • Laporan Observasi
    Laporan Observasi
    Документ3 страницы
    Laporan Observasi
    Dhyana
    Оценок пока нет
  • Sampul
    Sampul
    Документ2 страницы
    Sampul
    Dhyana
    Оценок пока нет
  • Artikel Columns
    Artikel Columns
    Документ12 страниц
    Artikel Columns
    Dhyana
    Оценок пока нет
  • KWU KLP 5
    KWU KLP 5
    Документ8 страниц
    KWU KLP 5
    Dhyana
    Оценок пока нет
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Документ2 страницы
    Kata Pengantar
    Dhyana
    Оценок пока нет
  • Pendidikan Pancasila
    Pendidikan Pancasila
    Документ2 страницы
    Pendidikan Pancasila
    Dhyana
    Оценок пока нет
  • Lembah Pendidikan
    Lembah Pendidikan
    Документ20 страниц
    Lembah Pendidikan
    Dhyana
    Оценок пока нет
  • 03 Bahasa & Masyarakat
    03 Bahasa & Masyarakat
    Документ10 страниц
    03 Bahasa & Masyarakat
    Do Dhyana012
    Оценок пока нет
  • Materi Deiksis
    Materi Deiksis
    Документ18 страниц
    Materi Deiksis
    Dhyana
    Оценок пока нет
  • 03 Bahasa, Gender Dan Kebudayaan PDF
    03 Bahasa, Gender Dan Kebudayaan PDF
    Документ18 страниц
    03 Bahasa, Gender Dan Kebudayaan PDF
    Dhyana
    Оценок пока нет
  • Prosedur Pembelajaran
    Prosedur Pembelajaran
    Документ2 страницы
    Prosedur Pembelajaran
    Dhyana
    Оценок пока нет
  • Bab I Pendahuluan A. Pengertian Sistem Pendidikan
    Bab I Pendahuluan A. Pengertian Sistem Pendidikan
    Документ4 страницы
    Bab I Pendahuluan A. Pengertian Sistem Pendidikan
    Dhyana
    Оценок пока нет
  • Heidi
    Heidi
    Документ2 страницы
    Heidi
    Dhyana
    Оценок пока нет
  • Materi
    Materi
    Документ12 страниц
    Materi
    Dhyana
    Оценок пока нет
  • Materi Tindak Tutur
    Materi Tindak Tutur
    Документ18 страниц
    Materi Tindak Tutur
    Dhyana
    Оценок пока нет
  • Sintaksis Kalimat
    Sintaksis Kalimat
    Документ22 страницы
    Sintaksis Kalimat
    Dhyana
    Оценок пока нет
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Документ3 страницы
    Kata Pengantar
    Dhyana
    Оценок пока нет
  • Makalah Teori Belajar Progresivistik
    Makalah Teori Belajar Progresivistik
    Документ6 страниц
    Makalah Teori Belajar Progresivistik
    Endang Lasminawati
    Оценок пока нет
  • Implikatur Percakapan
    Implikatur Percakapan
    Документ9 страниц
    Implikatur Percakapan
    Dhyana
    Оценок пока нет
  • Unsur-Unsur Pendidikan
    Unsur-Unsur Pendidikan
    Документ11 страниц
    Unsur-Unsur Pendidikan
    Dhyana
    Оценок пока нет
  • Unsur-Unsur Pendidikan
    Unsur-Unsur Pendidikan
    Документ11 страниц
    Unsur-Unsur Pendidikan
    Dhyana
    Оценок пока нет
  • Bab I
    Bab I
    Документ13 страниц
    Bab I
    Dhyana
    Оценок пока нет
  • Panca Sila
    Panca Sila
    Документ8 страниц
    Panca Sila
    Dhyana
    Оценок пока нет
  • Latar Belakang New
    Latar Belakang New
    Документ8 страниц
    Latar Belakang New
    Dhyana
    Оценок пока нет
  • Bab I
    Bab I
    Документ22 страницы
    Bab I
    Dhyana
    Оценок пока нет
  • Latar Belakang New
    Latar Belakang New
    Документ8 страниц
    Latar Belakang New
    Dhyana
    Оценок пока нет