Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
BAB 1
PENDAHULUAN
PJK atau SKA dan Stroke dengan prosentase 36,2 % dari seluruh penyebab
kematian yang ada (RISKESDAS, 2007).
Sebagai penyebab kematian utama PJK atau SKA harus mendapatkan pertolongan
sesegera mungkin. Penatalaksanaan utama pada kasus SKA ini adalah secepat
mungkin mengatasi aliran darah yang tersumbat untuk memcegah perluasan dan
kerusakan otot jantung sehingga penderita SKA dapat kembali hidup optimal
(Yahya, 2010).
Perawat sebagai bagian integral dari tim pelayanan kesehatan diharapkan mampu
berpikir kritis dan mampu memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan
gangguan sistem kardiovaskuler khususnya pada pasien SKA tersebut dengan
komprehensif dan tepat. Perawat mempunyai peran strategis dalam melaksanakan
penanganan pasien SKA melalui pendekatan pemberian asuhan keperawatan.
Salah satu model konsep teori keperawatan yang dapat dijadikan landasan adalah
model konsep teori Orem yang dikenal sebagai self care (Tommey & Aligood,
2006).
1.2 TUJUAN
1. Tujuan Umum :
Mampu melakukan asuhan keperawatan pada klien gangguan sistem
kardiovaskuler : SKA
2. Tujuan khusus
a. Mampu memahami tentang konsep asuhan keperawatan pada pasien
SKA
b. Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada pasien SKA
c. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien SKA
d. Mampu menyusun intervensi keperawatan pada pasien SKA
e. Mampu melakukan implementasi keperawatan pada pasien SKA
f. Mampu melakukan evaluasi terhadap tindakan keperawatan yang
sudah diberikan pada pasien SKA
g. Mampu menganalisis pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien
SKA
BAB 2
TINJAUAN TEORITIS
Acute Syndrome Coronary atau Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah kejadian
kegawatan pada pembuluh darah koroner dan merupakan sekumpulan keluhan
gejala dan tanda klinis yang sesuai dengan iskemia serta bagian dari Penyakit
Jantung Koroner (PJK). SKA merupakan suatu fase akut dari Angina Pectoris
Tidak Stabil/ APTS yang disertai Infark Miocard Akut/ IMA gelombang Q (IMA-
Q) dengan non ST elevasi (NSTEMI) atau tanpa gelombang Q (IMA-TQ) dengan
ST elevasi (STEMI) yang terjadi karena adanya trombosis akibat dari ruptur plak
aterosklerosis yang tak stabil (Lewis.et.al, 2007).
2.1.2 Etiologi
Pencetus terjadinya PJK dibagi dalam dua kategori yang disebut sebagai faktor
resiko yaitu faktor yang tidak bisa dimodifikasi (non modifiable factors) dan
faktor yang bisa dimodifikasi (modifiable factors) sebagai berikut :
a. Faktor yang tidak bisa dimodifikasi (non Modifiable Factors)
1. Heriditer atau keturunan
Anak yang orangtuanya sudah mengalami penyakit jantung lebih tinggi
beresiko terkena PJK. Peningkatan resiko ini berhubungan dengan faktor
keturunan seperti hipertensi, diabetes, obesitas dan peningkatan kolesterol,
yang kesemua ini merupakan faktor resiko penyakit jantung (Black &
Hawks, 2009).
2. Umur
Peningkatan umur pada seseorang termasuk salah satu faktor resiko
terjadinya PJK. Tanda dan gejala PJK terjadi umumnya pada orang yang
umurnya diatas 40 tahun (Black & Hawks 2009)
5
3. Jenis Kelamin
PJK lebih banyak diderita pada laki-laki dibandingkan pada perempuan
(Newton & Froilecher dalam Woods, Froelicher, Motzer, 2000).
b. Faktor yang bisa dimodifikasi (modifiable factor)
1. Perokok
Perokok aktif maupun pasif beresiko PJK karena menghirup zat kimia yang
terkandung dalam rokok. Tar mengandung hidrokarbon dan subtansi
karsinogenik. Nikotin yang masuk dalam pembuluh darah akan merangsang
katekolamin dan bersama-sama dengan zat yang terkandung dalam rokok
merusak lapisan pembuluh darah koroner, kerusakan itu selanjutnya akan
mempertebal dan merapuhkan dinding pembuluh darah, disamping itu
nikotin juga meningkatkan pelepasan epinefrin dan norepinefrin yang
membuat pembuluh darah menjadi vasokontriksi. Vasokontriksi ini akan
membuat tekanan darah dan nadi meningkat, dan kebutuhan oksigen
meningkat (Black & Hawks, 2009; Yahya, 2010)
2. Hipertensi
Hipertensi diyakni meningkatkan kerja jantung, tekanan darah yang terus
menerus akan mengganggu fungsi endotel, sel-sel pelapis dinding pembuluh
darah dan meningkatkan disfungsi endotel yang mengawali proses
terbentuknya plak sehingga dapat mempersempit aliran darah (Yahya,
2010).
3. Peningkatan Kolesterol
Kolestrol merupakan komponen lemak yang ada dalam darah dan beredar ke
seluruh sel tubuh. Peningkatan kolesterol apabila nilai kolesterol melebihi
240 mg/dl atau trigliserida saat puasa lebih dari dari 150 mg/dl. Kolesterol
yang beredar dalam tubuh berbentuk HDL dan LDL. Kadar LDL yang tinggi
(> 160 mg/dl) dalam darah menjadi indikasi adanya kolesterol berlebihan
yang tidak bermanfaat dalam tubuh, LDL yang berlebihan ini akan
menembus dinding pembuluh darah dan ditelan oleh makrofag, selanjutnya
terjadi proses pengerasan dan penebalan dinding pembuluh darah yang
berujung pada penyempitan pembuluh darah. Sementara itu, kadar HDL di
kenal sebagai kolesterol yang bermanfaat dalam tubuh karena berperan
6
7. Stres
Pada saat stres, katekolamin akan dilepas sehingga meningkatkan tekanan
darah dan nadi, dan apabila berlangsung lama akan mengganggu fungsi
endotel, sel-sel pelapis dinding pembuluh darah dan meningkatkan disfungsi
endotel yang mengawali proses terbentuknya plak sehingga dapat
mempersempit aliran darah (Black & Hawks, 2009; Yahya, 2010)
a. Angina Pektoris
1. Definisi
Angina pektoris adalah suatu nyeri didaerah dada yang biasanya menjalar
ke bahu dan lengan kiri yang disebabkan oleh menurunnya suplai oksigen
ke jantung.
9
leher, rahang bawah atau perut bagian atas. Rasa nyeri biasanya tidak
lebih dari 10 menit.
c) Gejala yang menyertai
Takikardi, diaphoresis. rasa mual
b. Infark Miokard
1. Definisi
Infark miokard adalah nyeri dada yang terjadi akibat kerusakan (nekrosis)
otot jantung yang disebabkan alirah darah ke otot jantung terganggu.
2. Klasifikasi Klinis pada Infark Miokard Akut
a) Klas I : tidak ada gagal jantung kongensif (Mortalitas 6%)
b) Klas II : adanya bunyi jantung tida (gallop), ronki basal, atau keduanya
(Mortalitas 17%)
c) Klas III : adanya edem paru ( Mortalitas 30-40%)
d) Klas IV : adanya syok kardiogenik (Mortalitas 60-80%).
3. Jenis-jenis Infark Miokard
a) Infark Miokard Subendokytgardial
Daerah subendokardial merupakan daerah miokard yang amat peka
terhadap iskemia dan infark. Miokard infark subendokardial terjadi
akibat aliran darah subendokardial yang relatif menurun dalam waktu
lama sebagai akibat perubahan derajat penyempitan arteri koroner atau
dicetuskan oleh kondisi-kondisi seperti hipotensi, perdarahan dan
hipoksia. Derajat nekrosis dapat bertambah bila disertai peningkatan
kebutuhan oksigen miokard, misalnya akibat takikardia atau
hipertrofiventrikel. Walaupun pada mulanya gambaran klinis dapat
12
a. Elektrokardiogram
Pemeriksaan EKG sangat penting baik untuk diagnosis maupun stratifikasi
risiko pasien angina tak stabil. Adanya depresi segmen ST yang baru
menunjukkan kemungkinan adanya iskemia akut. Gelombang T negatif juga
salah satu tanda iskemia atau NSTEMI. Perubahan gelombang ST dan T yang
nonspesifik seperti depresi segmen ST kurang dari 0,5 mm dan gelombang T
negatif kurang dari 2 mm, tidak spesifik untuk iskemia, dan dapat disebabkan
karena hal lain. Pada angina tak stabil 4% mempunyai EKG normal, pada pada
NSTEMI 1-6% EKG juga normal.
Pemeriksaan EKG di IGD merupakan landasan dalam menentukan terapi
karena bukti kuat menunjukkan gambaran elevasi ST dapat mengidentifikasi
pasien yang bermanfaat untuk dilakukan terapi reperfusi (lihat tabel 2.2). Jika
EKG awal tidak didiagnostik untuk STEMI tapi pasien tetap simptomatik dan
terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG serial dengan interval 5-10 menit atau
pemantauan EKG 12 sandapan secara kontinu harus dilakukan untuk
mendeteksi potensi perkembangan elevasi segmen ST. Pada pasien dengan
STEMI inferior, EKG sisi kanan harus diambil untuk mendeteksi kemungkinan
infark pada ventrikel kanan.
Tabel 2.2 Identifikasi Lokasi Iskemik Dan Infark Dari Pola EKG
Area Lead Perubahan Arteri Resiprokal
Inferior II, III, aVF Q, ST, T RCA I, aVL
14
b. Laboratorium
Pemeriksaan troponin T atau I dan pemeriksaan CK-MB telah diterima
sebagai petanda paling penting dalam diagnosis SKA. Menurut European
Society of Cardiology (ESC) dan American College of Cardiology (ACC)
dianggap ada mionekrosis bila troponin T atau I positif dalam 24 jam.
Troponin tetap positif sampai 2 minggu. Risiko kematian bertambah dengan
tingkat kenaikan troponin. CK-MB kurang spesifik untuk diagnosis karena
juga diketemukan di otot skeletal, tapi berguna untuk diagnosis infark akut
dan akan meningkat dalam beberapa jam dan kembali normal dalam 24 jam
(Trisnohadi, 2007, dalam Sudoyo, 2007).
2.1.6 Terapi
3. Obat β blocker
16
Kelebihan β blocker dalam pengobatan adalah karena obat ini memiliki efek
inotropik dan kronotropik negative sehingga menurunkan kebutuhan oksigen
kejantung. β blocker non selektif seperti propanolol, telah dibuktikan efektif
mengobati angina pektoris stabil, namun tidak efektif bahkan
mengakibatkan eksaserbasi terhadap prinzmental angina. Kecuali untuk
menurunkan kerja jantung, propanolol sebaiknya tidak diberikan bersama
verapamil dan diltiazem. β blocker yang kardioselekif seperti bisoprolol
sangat efektif terhadap angina pektoris stabil dan pada silent angina.
Kelebihan β blocker golongan selektif ini jarang terjadi toleransi, dan dapat
digunakan pada pasien penyakit paru obstruksi dan diabetes melitus yang
sedang menggunakan antibiotik oral. Efek samping pemberian obat ini
adalah kenaikan berat badan, peningkatan glukosa darah, dan terkadang
membuat badan menjadi lemas.
4. Obat Calcium Channel Blocker (CCB)
CCB atau antagonis kalsium dibagi menjadi tiga kelas yaitu (1) Dihidropidin
(nifedipidin, amlodipin, nicardipin) yang vaskuloselektif; (2) Fenilalkalanin
(verapamil) kardioselektif; (3) Benzotiasepin (diltiazem = herbeser) yang
lebih netral. CCB menurunkan beban jantung karena menurunkan afterload
dan preload, meningkatkan aliran darah koroner dan mengurangi kebutuhan
oksigen jantung karena menghambat kontraktilitas miokard. Antagonis
kalsium memiliki efek antiangina, selain itu dilaporkan pula bahwa
antagonis kalsium mampu menghambat arterosklerosis karena dapat
mencegah deskuamasi sel endotel akibat berbagai rangsangan. Efek samping
dari pemberian amlodipin adalah udema pada tungkai, sedangkan efek
samping samping yang biasa terjadi adalah udem tungkai, pusing, denyut
nadi menjadi lambat dan konstipasi.
5. Trimetazidine MR (The 3-ketoacyl coenzyme A thiolase inhibitor)
Trimetazidine MR merupakan obat antiangina yang baru. Mekanisme cara
kerja obat ini adalah menghambat enzyme 3-ketoacyl rantai pada
mitokondria. Melalui jalan ini metabolisme energi otot jantung akan lebih
banyak berasal dari oksidasi glukosa dibanding dari oksidasi lemak. Hal ini
meningkatkan produksi ATP dan menghambat asidosis, selain itu obat ini
17
pemakaian obat secara terus menerus sesuai yang disarankan dokter dan
mengontrol faktor resiko, serta bila perlu melibatkan keluarga dalam
pengobatan pasien, dapat dimasukkan juga ke dalam pendidikan (Educational).
(Kabo, 2010; Yahya, 2010)
.
Konsep dan teori Orem pertama kali dipublikasikan pada tahun 1959 sebagai
panduan dalam pengembangan kurikulum praktikal keperawatan. Orem
menjelaskan tentang teori self care yang berfokus pada kemandirian pasien.
Pasien dipandang sebagai individu yang mandiri dalam melaksanakan segala
aktivitas untuk kebutuhan dasar manusia. Perawat berperan membantu pasien
untuk bertanggung jawab terhadap perawatan dirinya atau sampai ada keluarga
atau orang lain yang bertanggung jawab yang mampu untuk melakukan tindakan
dalam upaya pemenuhan kebutuhan pasien (Orem, 2001).
Orem mengemukakan tiga teori yang saling berhubungan dan menjadi penting
dalam penggunaan proses keperawatan. Pusat dari ketiga teori tersebut adalah
fungsi manusia dalam mempertahankan kehidupan, kesehatan, dan self care.
Seperti pada skema 2.1 dibawah ini:
19
R Self care R
R
Self cere agency Therapeutic self care demand
<
Self care deficit R
R
Nursing system
Skema 2.1: A conseptual framework for nursing. R, relationship; <, defisist relationship,
current or projected. Sumber dari Nursing Consepts of Practice (Orem, 2001).
Tiga teori tersebut adalah teori Self Care, teori Self Care Deficit dan teori Nursing
System, yang mencakup enam konsep sentral yaitu, self care, self care agency,
therapeutik self care demand, self care deficit, nursing agency, nursing system
dan conditioning factor. Berikut penjelasan teori-teori tersebut (Orem, 2001).:
a. Teori Self Care
Self care adalah penampilan dari aktifitas individu dalam melakukan sendiri
dalam mempertahankan hidup, sehat dan kesejahteraannya. Self care yang
dilakukan secara efektif dan menyeluruh dapat membantu menjaga integritas
struktur dan fungsi tubuh serta berkontribusi dalam perkembangan individu.
Self care agency adalah kemampuan yang dimiliki oleh individu dalam
perawatan mandiri, terjadi bila individu berada dalam kondisi yang normal.
Kemampuan individu untuk merawat diri sendiri dipengaruhi oleh
“conditioning factor”.
Conditioning factor merupakan kondisi atau situasi disekitar pasien yang
dapat mempengaruhi individu dalam memenuhi kebutuhan self carenya.
Therapeutik self care demand adalah kebutuhan individu sesuai kondisinya,
individu akan berusaha melakukan sesuai kemampuan dalam upaya
memenuhi kebutuhan akan self care-nya. Menurut Orem terdapat tiga
kategori kebutuhan akan self care, yaitu:
20
1. Universal self care adalah kebutuhan yang berkaitan dengan proses hidup
manusia, proses mempertahankan integritas dari struktur dan fungsi
tubuh manusia selama siklus kehidupan yang berlangsung, yang meliputi
keseimbangan-keseimbangan pemasukan udara, air, makanan, aktifitas
dan istirahat, eliminasi, interaksi sosial, pencegahan bahaya, serta peran
dalam kelompok.
2. Developmental self care requisites merupakan kebutuhan sesuai dengan
tingkat perkembangan, menuju fungsi yang optimal untuk mencegah
terjadinya kondisi yang dapat menghambat perkembangan.
3. Health deviation self care requisites adalah kebutuhan meningkatkan self
care, berkaitan dengan penyimpangan status kesehatan seperti sakit dapat
menurunkan individu dalam memenuhi kebutuhan self care-nya secara
permanen maupun temporer sehingga memerlukan kebutuhan orang lain.
Kebutuhan ini meliputi:
a) Mencari pengobatan yang tepat dan aman
b) Menyadari dampak patologi penyakit.
c) Memilih prosedur diagnostik
d) Memahami dampak ketidaknyamanan dalam pengobatan
e) Memodifikasi konsep diri untuk menerima status kesehatannya
f) Belajar hidup dengan keterbatasan sebagai dampak dari kondisi
patologis
Dasar sistem keperawatan menurut Orem tersebut terlihat dalam skema berikut :
Menyelesaikan Self-care
Tindakan
klien
Tindakan Mengatur latihan dan
Perawat perkembangan Self-care
Sistem Dukungan-Pendidikan
Skema 2.2 : Dasar Sistem Keperawatan Menurut Orem
Pasien PJK akan mengalami penurunan fungsi jantung akibat dari suplai dan
kebutuhan oksigen yang kurang sehingga pasien akan mengalami
ketidakmampuan memenuhi kebutuhan perawatan dirinya sendiri secara mandiri
dalam semua aspek kebutuhannya yang meliputi biopsikososial dan spiritual.
Kondisi ini membutuhkan adanya bantuan nursing system untuk memenuhi
kebutuhannya tersebut, dan apabila pasien dirawat maka kemampuan merawat
dirinya sendiri harus dibekali sejak pasien dirawat sehingga pasien siap untuk
kembali pulang ke rumah dan diharapkan kekambuhan tidak akan ada. Teori
Orem self care deficit sangat tepat untuk diaplikasikan pada pasien PJK. Teori ini
diaplikasikan dalam bentuk asuhan keperawatan yang meliputi (Orem, 2001
dalam Hasymi, 2010) :
a. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal dalam proses keperawatan, pengkajian
berdasarkan Orem meliputi basic conditioning factors dan self care requisites,
yang dijelaskan sebagai berikut :
1. Kondisi dasar (basic conditioning factors)
Pengkajian kondisi dasar meliputi :
a) Usia
Usia pada penyakit PJK merupakan salah satu faktor terjadinya PJK
karena dengan semakin bertambahnya umur maka keadaan anatomi dan
fisiologi jantung akan mengalami perubahan oleh karena itu tanda dan
gejala PJK terjadi umumnya pada orang yang umurnya diatas 40 tahun
b) Jenis kelamin
PJK lebih banyak diderita oleh laki-laki dibanding dengan perempuan
c) Status perkembangan
Pengkajian status perkembangan pasien dimulai dari bayi sampai
sekarang, ada atau tidaknya hambatan atau gangguan pada masa
perkembangan pasien
d) Status kesehatan
Status kesehatan meliputi riwayat kesehatan sebelumnya dan riwayat
penyakit pasien. Riwayat PJK sebelumnya merupakan urutan kedua dari
24
lima faktor terpenting dari riwayat klinis yang harus dikaji berhubungan
dengan adanya PJK pada pasien
e) Orientasi sosiokultural
Berpengaruh terhadap perilaku seseorang dalam menentukan pilihan
akan bantuan atau pertolongan
f) Faktor sistem pelayanan kesehatan
Sistem pelayanan kesehatan tersedia di lingkunggan tempat tinggal yang
terdekat dengan pasien dan kesediaan pasien menggunakan fasilitas
kesehatan seperti puskesmas, praktek dokter dan rumah sakit
g) Faktor sistem keluarga
Bagaimana peran dan hubungan dengan masyarakat perlu dikaji. Faktor
resiko PJK seperti hipertensi dan hiperkolesterolemia dipengaruhi oleh
faktor genetik, keluarga mempunyai peranan penting dalam menentukan
status kesehatan anggota keluarganya dan berperan dalam membantu
anggotanya dalam melakukan self care
h) Pola hidup
Pola hidup seseorang dapat menentukan status kesehatan seseorang
dalam penyimpangan hal-hal yang perlu di kaji terkait dengan pola hidup
adalah kebiasaan aktivitas dan olahraga, diet termasuk asupan yang
mengandung kolesterol dan lemak
i) Faktor lingkungan
PJK sering terjadi pada pusat kesibukan yang mendapatkan stress
j) Tersedianya sumber-sumber dan kecukupan
Sumber-sumber yang perlu dikaji adalah fasilitas pelayanan kesehatan
terdekat, sumber dana, pekerjaan dan dukungan keluarga
2. Self care requisites
a) Kebutuhan perawatan diri universal (universal self care requisites)
Kebutuhan yang pada umumnya dibutuhkan manusia selama siklus
kehidupannya
25
BAB 3
TINJAUAN KASUS
APLIKASI TOERI OREM “ SELF CARE DEFISIT ”
PADA TN. I DENGAN ACUTE SYNDROME CORONARY NSTEMI
DI RUANG BANGSAL JANTUNG RSUP M DJAMIL
4. Riwayat Alergi
Klien tidak ada riwayat alergi sebelumnya
5. Genogram
6. Status Psikososial
a. Status Kesehatan
Saat pengkajian klien terlihat sakit sedang , terbaring ditempat tidur dan
terpasang monitor, infus thereway,
b. Status Perkembangan
Pada saat ini pasien berada di tahap perkembangan dewasa
c. Orientasi sosio kultural
32
Tn. I berasal dari Padang Sumatera Barat Kebiasaan makan dirumah dahulu
sering makan makanan yang berlemak, suka makan yang berminyak dan
kurang sayuran.
d. Sistem Perawatan Kesehatan
Pasien jarang memeriksaakan kesehatannya baik kedokter atau kepuskesmas,
dan pasien jarang mengeluhkan sakit nya kepada istri
e. Sistem Keluarga
Tn. R anak tertua dari sepubuh bersaudara, menikah mempunyai satu orang
istri dan tiga orang anak, yang besar usia remaja dan usai sekolah
f. Pola Hidup
Klien merokok sehari habis 3 bungkus, tidak pernah minum-minuman
berakohol, dan jarang berolah raga.
g. Lingkungan
Tn. R merupakan bekerja di perusahan swasta, dalam bekerja klien
mempunyai prinsip sebelum pekerjaan selesai pasien belum berhenti, dan jika
libur bekerja klien lebih banyak menghabiskan waktu dirumah
h. Sumber Pendukung
Sumber-sumber pendukung yang klien miliki adalah keluarga. Selama dirawat
klien ditemani oleh istri dan anaknya
3.3 Kebutuhan Perawatan Diri Universal (Universal Self Care Requisites)
1. Udara dan Sirkulasi
a. Sistem Pernafasan
Klien mengatakan sesak nafas jika banyak bergerak
Respirasi 28 kali/menit cepat dan dangkal, terpasang O2 4 liter
1) Inspeksi : Tampak sesak nafas, pergerakan dada simetris, dan tidak
menggunakan otot bantu nafas.
2) Palpasi : Fremitus sama kiri dan kanan
3) Perkusi : Sonor area apek paru, basal paru bunyi pekak
4) Auskultasi : bunyi nafas vesikuler, ronkhi +/+, whezing -/-
b. Sistem Kardiovaskuler
TD : 96/63 mmHg, Nadi : 112 kali/menit, JVP 5-0 cmH2O, CR 3 Ol, akral
hangat
1) Inspeksi : Ictus tidak terlihat
2) Palpasi : Ictus teraba 1 jari di media ICS V
3) Auskultasi : Bunyi Jantung S1 dan S2 reguler, murmur -, gallop -
33
2. Cairan
Mukosa bibir lembab, tidak terdapat edema baik orbital edema pada lengan kiri,
ekstremitas bawah edema - , tidak ada asites, tuger kulit kering dan .
Intake cairan peroral 6 gelas sehari, terpasang IVFD RL 500 cc dalm 24 jam
Output urine 1600 cc dalam sehari
3. Nutrisi
Penampilan fisik : klien tampak baik TB 170 cm, BB = 70 Kg
Keluhan : tidak nafsu makan, mual dan muntah sudah berkurang, menghabiskan 3
sendok makan dari porsi yang disediakan
Diet : mendapatkan diet jantung III 1800 kalori
Pemeriksaan abdomen :
1) Inspeksi : simetris dan tidak membesar
2) Auskultasi : bunyi bising usus 10 x/mnt
3) Palpasi : datar dan lembut
4) Perkusi : tympani
4. Eliminasi :
1) Defekasi : BAB 1 kali sehari, konsistensi lunak, warna kuning dan tidak ada
perdarahan
2) Miksi : BAK ditampung dalm botol aqua besar 1800 ml/hari, warna kekuning-
kuningan
5. Aktivitas dan Istirahat
Kesadaran komposmentis, GCS = 15
1) Aktivitas : saat ini klien merasa lelah dan lemas serta pusing, aktivitas menjadi
kurang karenakelelahan, serta merasakan tidak nyaman, tirah baring dan
kebutuhan dibantu istri.
2) Istirahat : tidak bisa tidur nyenyak karena situasi lingkungan pasien yang rami
dan pasien sebelah tempat tidur pasien gelisah sehingga mengganggu pasien.,
tetapi tidak punya keluhan sesak nafas saat tidur dimalam hari
6. Interaksi Sosial
Interaksi sosial klien dengan dokter dan perawat serta petugas rumah sakit
lainnya baik, karena kondisi sakit pasien pasrah saja dengan apa yang akan
dilakukan padanya, contohnya mengambil darah AGD penusukannya berulang
kali dan pasien hanya menahan dan pasrah saja.
7. Pencegahan Bahaya
34
1) Proteksi integumen
Tirah baring, turgor dan intensitas kulit baik, semua aktivitas dibantu oleh
perawat, petekie -, ekimosis -, purpura -, pucat +, jaundice -.
Skala Norton
Hal yang dinilai 4 3 2 1
Kondisi fisik Baik Sedang Buruk Sangat Buruk
Status mental Sadar Apatis Bingung Stupor
Aktivitas Jalan sendiri Jalan dengan Kursi roda Ditempat tidur
bantuan
Mobilitas Bebas Agak Sangat terbatas Tidak mampu
bergerak terbatas bergerak
Inkontinensia Kontinen Kadang Selalu kontinen Inkontinen urin
kontinen dan alvi
Total 15 (resiko dekubitus)
Total nilai 16-20 : tidak ada resiko dekubitus, 12-15 : resiko dekubitus, < 12
resiko tinggi dekubitus ( skor dekubitus 20)
2) Proteksi Imun
Tidak ada tanda-tanda infeksi, suhu 360C, adanya purpura / hematome
didaerah lengan kiri dan kanan dari lengan sampai humerus kiri
2) Kimia darah
Tes Nilai Satuan Normal
SGOT u/l 8-10
SGPT u/l 0-40
Protein total gr/dl 6-8
Albumin gr/dl 3.4-4.8
Globulin gr/dl 2.5-3.0
Kalsium 7,9 Mg/dl 3 s.d. 7
Natrium 130 Mmol/L 136-145
Kalium 3,9 Mmol/L 3,5 – 5,1
clorida 99 Mmol/L 97-111
Asam Urat mg/dl <7
Ureum 51 mg/dl 10,0 – 50,0
Creatinin 0,9 mg/dl 0.8-1.3
GDP 80-100
HBA1c 5,7 % 4,8 s.d 6,639
36
3) Tes jantung
Test I II III Nilai Normal
CK 175 176 124 < 175
CK-MB 35 33 12 7-25
LDH 586 681 470 140-350
Tro T 0.47 0.7 0.1-0.2
b) EKG
Tanggal 20 September 2018
patologis AVL.
2. Terapi
Nama Obat Dosis
O2 4 liter
RL 500 cc/24 jam
ISDN 3 x 5 mg
Aspilet 1 x 16 mg
Antrovastatin 1 x 40 mg
37
Brilinat 2 x 9 mg
Spironolacton 1 x 12,5 mg
Lasix 2 x 20 mg
Ramiprol 1 x1,2 mg
Merofenam 3 x 1 gr
Flumucyl 2 x 1 Nebu
UFH 810 u / jam
Simarc Sesuai normogram
ANALISA DATA
Klien mengatakan :
- TD = 95/70 mmHg, N =
129x/mnt, RR = 24 x/mnt
- CR = 3 detik
- JVP 5-0 cmH2O
- Bunyi jantung gallop -
38
Data Objektif :
- TD = 95/70 mmHg, N =
129 x/mnt, RR = 24 x/mnt
- Paru : Vesikuler, Rh +/+
whez -/-, Sonor di apek ,
basal paru peka, taktil
premitus ki=ka
- AGD : pH;7,528, pCO2;
29,3, pO2; 167,2, SatO2
Data Subjektif : kelemahan, keletihan sekunder Intoleransi aktivitas
terhadap insufisiensi oksigen
Klien mengatakan
akibat iskemia
Cepat terasa lelah
Data Objektif :
- TD =95/70 mmHg, N =
129x/mnt, RR = 24 x/mnt
- Hb11,8 gl/dl
- Klien bedrest , tampak lesu
- Seluruh kebutuhan klien
dibantu perawat
- Tampak pucat
Data Subjektif : Efek agen Farmakologis Resiko Perdarahan
Data Objektif :
- Pengetahuan dan
40
4. Diagnosa IV
a. Terapi kebutuhan perawatan diri, area : perlindungan / keamanan
b. Keadekuatan agensi perawatan diri : perubahan
c. Diagnosa keperawatan : resiko perdarahan berhubungan dengan efek agen
farmakologi
Rasional : perdarah dibawah kulit seperti hematoe, purpura dilengaan pasien
merupakan efek terapi UHF 810 Unit dan simac dibuktikan dengan pemeriksaan
laboratorium PT dan APTT dan INR yang memanjang diatas normal. Therapi
dibutuhkan karena pasien memiliki Trombus di LV..
d. Desain sistem keperawatan : the partially compensatory nursing system
e. Metode bantuan : dukungan fisik dan psikologis
5. Diagnosa V
a. Terapi kebutuhan perawatan diri, area : kebutuhan pengembangan perawatan diri
b. Keadekuatan agensi perawatan diri : kurang informasi
c. Diagnosa keperawatan : kecemasan berhubungan dengan kurang pengetahuan
klien dan keluarga tentang proses penyakitnya
Rasional : kekurangan pengetahuan menyebabkan kecemasan baik klien maupun
keluarga karena belum pernah mengalami serangan jantung, pengetahuan
dibutuhkan untuk mempersiapkan klien agar mampu melakukan perawatan diri
secara mandiri.
d. Desain sistem keperawatan : the supportive educative nursing system
e. Metode bantuan : dukungan fisik dan psikologis
43
INTERVENSI KEPERAWATAN
4 Kecemasan berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan Pengatahuan klien 1. Kaji tingkat pemahaman klien terkait ACS/PJK
kurangnya pengetahuan klien keperawatan selama 3 x 24 bertambah 2. Diskusikan dengan klien hal-hal yang terkait
dan keluarga tentang jam diharapkan terjadi dengan keadaan patologis yang di alami klien
penyakitnya peningkatan pengetahuan klien. (pengertian PJK, penyebab, tanda dan gejala, faktor
46
Klien memahami tentang resiko, dan hal-hal yang perlu diperhatikan, serta
proses penyakitnya penerapan aktivitas)
3. Sarankan klien agar setelah pulang nanti klien rajin
melakukan pengontrolan.
CATATAN PERKEMBANGAN
08.00 102 x/mnt Lemah & teratur Sinus Takikardi, HR 107,Gel P 0,012”, Gel QRS 0,08”, PR int
10.00 129 x/mnt Lemah dan teratur 0,016”, Axis Normaal, ST depresi I,II AVL, LBBB, V3-V6, Q
3. Mengauskultasi bunyi jantung pasien setiap 2 jam Masalah penurunan curah jantung belum teratasi
sekali Perencanaan :
Lanjutkan intervensi 1,2,3,4,5,6,7,8
Jam Bunyi jantung
08.00 BJ I dan BJ II
10.00 BJ I dan BJ II
12.00 BJ I dan BJ II
14.00 BJ I dan BJ II
4. Memonitoring bunyi nafas setiap 2 jam sekali
Jam Bunyi nafas
48
2. Catat pergerakan dada, perhatikan berbicara mengatakan sesak yang dirasakan sudar berkurang
kesimetrisan, penggunaan otot bantu Objektif :
pernapasan, dan retraski didnding dada - Surara napas vesikuler, rhonki +?+
3. Auskultasi bunyi napas -
4. Berikan Terapi Nebulizer sesuai therapi - Tidak menggunaan otot bantu napas, pengembangan dada
5. Monitoring Analisa gas darah simetri
- TD = 95/60 mmHg, N = 102x/mnt, RR = 24 x/mnt
- Ph : 7,528 , pCO2 30,3, pO2 72,3, Sat O2 96,4, Hco3 : 26,9
Analisis
Masalah nyeri belum tertasi
Perencanaan :
Lanjutkan intervensi 1,2,3,4,5,
3 Manajemen energi : Subjektif :
1. Memberi jarak aktivitas keperawatan Klien mengatakan
Aktivitas keperatawan dilakukan pada pagi hari Cepat terasa lelah
2. Menjadwalkan istirahat per periode Terasa berat didada dan sesak nafas
Klien istirahat dari jam 12.00 sampai dengan Objektif :
15.00 WIB - TD = 95/70 mmHg, N = 102x/mnt, RR = 20 x/mnt
3. Meniingkatkan aktivitas terhadap rehabilitasi - Klien bedrest di rumah sakit
keperawatan langsung - Seluruh kebutuhan klien dibantu perawat
50
BAB 4
PEMBAHASAN
lengan, sesak nafas, dan lemas yang merupakan akibat dari penurunan
kardiak output sehingga menyebabkan penurunan kemampuan fisik dan
fungsi dalam memenuhi kebutuhan self care. Penurunan kemampuan fisik
dan fungsi yang dirasakan klien akan bergantung kepada orang lain, selain itu
pada usia lansia dengan mendapatkan obat-obatan kardiovaskuler maka klien
harus diobservasi secara rutin akibat efek yang diberikan obat tersebut.
57
BAB 5
PENUTUP
Acute Coronary Syndrome (ACS) merupakan salah satu manifestasi dari Penyakit
Jantung Koroner (PJK). PJK adalah suatu bentuk gangguan pembuluh darah
koroner yang termasuk dalam kategori arterosklerosis dan merupakan jenis dari
gangguan kardiovaskuler. ACS adalah suatu sindrom klinis yang bervariasi akibat
gangguan pembuluh darah koroner, terbagi dalam angina pektoris tidak stabil,
infark miokard akut non ST elevasi, dan infark miokard akut ST elevasi.
Manifestasi klinis yang akan muncul yaitu nyeri dada, yang berat dan terasa
tertekan dan berat akan menyebar keleher, rahang, bahu, dan kedua lengan disertai
dengan mual muntah, sesak nafas, lemas, pusing dan diaforesis (Davis, 2004).
Penerapan Teori Self Care Orem merupakan suatu pendekatan yang dinamis,
dimana perawat bekerja untuk meningkatkan kemampuan pasien dalam merawat
dirinya sendiri dan bukan menempatkan pasien pada posisi bergantung karena self
care merupakan perilaku yang dapat dipelajari. Pengkajian Orem terdiri dari enam
langkah yaitu (1) kondisi dasar (basic confonding factors) (2) kebutuhan
perawatan diri universal (universal self care requisites) (3) kebutuhan
perkembangan perawatan diri (development self care requisites) (4)
penyimpangan kebutuhan perawatan mandiri (health deviation self requisites).
Intervensi dan implementasi yang diberikan dengan desain yang dimiliki perawat
dan sesuai kebutuhan pasien sesuai kebutuhan pasien diberbagai tahapan seperti
sistem penyeimbang keperawatan menyeluruh (the wholy compensatory system),
sistem penyeimbang keperawatan sebagian (the partially compensatory system)
dan sistem pendukung dan pendidikan (the supportive educative nursing system).
Evaluasi tahap akhir perawatan selama empat hari pada Tn. R menggunakan teori
keperawatan Self Care Orem cukup efektif untuk diberikan kepada pasien dengan
gangguan kardiovaskuler dibuktikan dengan dua masalah keperawatan yaitu
nutrisi dan kecemasan teratasi.
59
DAFTAR PUSTAKA
Aaronson, P.I., & Ward, JPT. (2010). Sistem Kardiovaskuler : At a Glance. Edisi
Ketiga. Alih Bahasa : Surapsari. Jakarta : EGC
Black, J.M., & Hawks, J.H. (2009). Medical Surgical Nursing : Clinical
Management for Positive Outcomes. Eighth Edition. Philadelphia :
Saunders Elsevier
Deglin & Vallerand, (2005), Pedoman Obat Untuk Perawat. Alih Bahasa :
Monica Ester, Edisi : 4, Jakarta : EGC
Lewis, S.L., Heitkemper, M.M., Dirksen, S.R., O’Brien, P.G., & Bucher, L.
(2007). Medical Surgical Nursing : Assessment and Management of
Clinical Problems. Seventh Edition. Volume 1. St.Louis, Missouri :
Mosby Elsevier
Orem, D.E. (2001). Nursing Concepts of Practice. Sixth Edition. St. Louis,
Missouri : Mosby
Sibernagl & Lang. (2007). Teks Dan Atlas Bewarna Patofisiologi. Alih Bahasa :
Setiawan. Jakarta: EGC
Sudoyo, Alwi, Setihadi, Setiati & Simardibarata. (2006). Ilmu Penyakit Dalam.
Edisi V. Jakarta : Badan Penerbit Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Illahi Robbi, karena atas Rahmat dan Hidayah-Nya penulis
telah menyelesaikan Laporan Lengkap Asuhan Keperawatan Pada Tn. R Dengan
ACS STEMI Berdasarkan Pendekatan Teori Self Care Orem yang merupakan
salah satu tugas individu pada mata kuliah Aplikasi Satu Keperawatan Medikal
Bedah.
Terima kasih penulis ucapkan atas semua-bantuan baik moril maupun motivasi
yang telah diberikan selama ini serta bimbingan yang telah diberikan para
supervisor baik dari tim Aplikasi KMB I di Fakultas Keperawatan Unand
maupun di Ruang Bangsal Jantung Rumah Sakit dr M Djamil Padang. Dalam
Penyelesaian laporan ini tak lepas dari bantuan berharga dari:
1. Bapak Ns. Hendria Putra,M.Kep,SpKMB selaku pembimbing Klinik
2. Bapak Ns. Daly Rahman,M.Kep, Sp KMB Selaku pembing akademik
3. Seluruh tim supervisor Aplikasi KMB I
Dalam penulisan laporan ini masih banyak terdapat kekurangan, sehingga penulis
memohon masukan agar pada penulisan laporan selanjutnya dapat dilakukan
dengan lebih baik. Atas perhatiannya penulis ucapkan terima kasih.
DAFTAR ISI
Kata Pengatar............................................................................................. i
Daftar Isi.................................................................................................... ii
Daftar Tabel.............................................................................................. iv
Daftar Skema............................................................................................ v
BAB 1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang …………………………………………………. 1
1.2 Tujuan Penulisan………………………………………………… 2
1.3 Metode Penulisan………………………………………………... 2
1.4 Sistematika Penulisan …………………………………………… 3
BAB 3 Aplikasi Teori Orem pada Tn. I dengan Acute Coronary Syndrome
(ACS) di Ruang ICCU Rumah Sakit dr D Mjamil Padang
3.1 Data Demografi…………………………………………….…..... 33
3.2 Faktor Kondisi Dasar…….………………………………………. 34
3.3 Kebutuhan Perawatan Diri…………………………….……....... 36
3.4 Kebutuhan Pengembangan Perawatan Diri………………. ........ 39
3.5 Penyimpangan Kebutuhan Perawatan Diri.…………………….. 39
3.6 Pemeriksaan Penunjang dan Rencana Medikal........................... 39
3.7 Analisa Data......………………………………………………… 42
3.8 Diagnosa Keperawatan................................................................. 44
3.9 Intervensi ……………………………………………………….. 48
3.10 Catatan Perkembangan…………………………………………... 52
63
BAB 4 Pembahasan
4.1 Analisa Hasil Pengkajian................................................................ 76
4.2 Analisa Diagnosa Keperawatan..................................................... 92
4.3 Analisa Intervensi.......................................................................... 94
4.4 Analisa Implementasi..................................................................... 94
4.5 Analisa Evaluasi..................................................................... ....... 94
BAB 5 Penutup........................................................................................... 96
Daftar Pustaka