Вы находитесь на странице: 1из 63

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Sindrom koroner akut (SKA) adalah tanda dan gejala yang mengindikasikan
angina tak stabil (UA) dan infark miokard akut (IMA). SKA ditetapkan sebagai
manifestasi klinis penyakit jantung koroner. Penyakit jantung koroner (PJK)
merupakan tipe penyakit jantung yang paling banyak terjadi pada orang dewasa.
SKA merupakan suatu fase akut dari angina pektoris tidak stabil yang disertai
dengan infark miokard akut yang terjadi karena adanya trombosis akibat ruptur
plak arterosklerosis yang tak satabil (Smeltzer & Bare, 2008).

Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan gangguan pada pembuluh darah


koroner, apabila pembuluh darah koroner menyempit atau tersumbat akan
menganggu proses transportasi bahan-bahan energi tubuh, dengan kata lain dapat
menyebabkan penurunan suplai darah yang mengakibatkan terjadinya
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen. Pada akhirnya
ketidakseimbangan ini akan menimbulkan gangguan pompa jantung dan berakhir
pada kelemahan dan kematian sel-sel jantung (Yahya, 2010).

PJK termasuk bagian dari penyakit kardiovaskular, merupakan penyakit yang


menjadi “wabah” di dunia modern saat ini. Laporan World Health Organization
(WHO) pada September 2009 menyebutkan bahwa penyakit tersebut merupakan
penyebab kematian pertama saat ini. Pada tahun 2004, diperkirakan 17,1 juta
orang meninggal akibat PJK. Angka ini merupakan 29 % dari penyebab kematian
global, dengan perincian 7,2 juta meninggal karena PJK dan sekitar 5,7 juta orang
meninggal karena stroke (Santoso, 2010 dalam Yahya, 2010). Menurut Black dan
Hawks (2009) PJK merupakan penyebab utama kematian di Amerika Serikat saat
ini dan diperkirakan 900.000 kasus terjadi setiap tahunnya.

Di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar menjeleskan bahwa


penyebab kematian utama adalah penyakit kardiovaskuler yang didalamnya ada
2

PJK atau SKA dan Stroke dengan prosentase 36,2 % dari seluruh penyebab
kematian yang ada (RISKESDAS, 2007).
Sebagai penyebab kematian utama PJK atau SKA harus mendapatkan pertolongan
sesegera mungkin. Penatalaksanaan utama pada kasus SKA ini adalah secepat
mungkin mengatasi aliran darah yang tersumbat untuk memcegah perluasan dan
kerusakan otot jantung sehingga penderita SKA dapat kembali hidup optimal
(Yahya, 2010).

Perawat sebagai bagian integral dari tim pelayanan kesehatan diharapkan mampu
berpikir kritis dan mampu memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan
gangguan sistem kardiovaskuler khususnya pada pasien SKA tersebut dengan
komprehensif dan tepat. Perawat mempunyai peran strategis dalam melaksanakan
penanganan pasien SKA melalui pendekatan pemberian asuhan keperawatan.
Salah satu model konsep teori keperawatan yang dapat dijadikan landasan adalah
model konsep teori Orem yang dikenal sebagai self care (Tommey & Aligood,
2006).

Teori ini memandang bahwa setiap orang mempunyai kemampuan merawat


dirinya secara mandiri. Peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan
adalah sebagai self care agency yang bertugas sebagai pendamping, pembina,
pemberi dukungan dan proses memandirikan pasien. Pengkajian menurut teori
Orem self care dibagi menjadi empat langkah yaitu (1) kondisi dasar (basic
confonding factors) (2) kebutuhan perawatan diri universal (universal self care
requisites) (3) kebutuhan perkembangan perawatan diri (development self care
requisites) (4) penyimpangan kebutuhan perawatan mandiri (health deviation self
requisites). Intervensi dan implementasi yang diberikan dengan desain yang
dimiliki perawat dan sesuai kebutuhan pasien sesuai kebutuhan pasien diberbagai
tahapan seperti sistem penyeimbang keperawatan menyeluruh (the wholy
compensatory system), sistem penyeimbang keperawatan sebagian (the partially
compensatory system) dan sistem pendukung dan pendidikan (the supportive
educative nursing system). Intervensi dan implementasi tersebut adalah semata
bertujuan untuk mencapai kualitas hidup yang optimal untuk pasien SKA.
3

1.2 TUJUAN
1. Tujuan Umum :
Mampu melakukan asuhan keperawatan pada klien gangguan sistem
kardiovaskuler : SKA
2. Tujuan khusus
a. Mampu memahami tentang konsep asuhan keperawatan pada pasien
SKA
b. Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada pasien SKA
c. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien SKA
d. Mampu menyusun intervensi keperawatan pada pasien SKA
e. Mampu melakukan implementasi keperawatan pada pasien SKA
f. Mampu melakukan evaluasi terhadap tindakan keperawatan yang
sudah diberikan pada pasien SKA
g. Mampu menganalisis pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien
SKA

1.3 Manfaat Penulisan


a. Bagi Pelayanan
Bagi pelayanan dapat memberikan pedoman atau acuan dalam meberikan
asuhan keperawatan khusunya pasien dengan STEMI
b. Bagi institusi pendidikan
Mengembangkan asuhan keperawatan pada pasien STEMI khusunya
dalam penerapan intervensi keperawatan berdasarkan bukti klinis
c. Bagi penulis.
Mengembangkan kemampuan dalam memberikan asuhan keperawatan
dengan pendekatan berbasis bukti dalm penerapan intervensi keperawatan
4

BAB 2
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Acute Syndrome Coronary


2.1.1 Definisi

Acute Syndrome Coronary atau Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah kejadian
kegawatan pada pembuluh darah koroner dan merupakan sekumpulan keluhan
gejala dan tanda klinis yang sesuai dengan iskemia serta bagian dari Penyakit
Jantung Koroner (PJK). SKA merupakan suatu fase akut dari Angina Pectoris
Tidak Stabil/ APTS yang disertai Infark Miocard Akut/ IMA gelombang Q (IMA-
Q) dengan non ST elevasi (NSTEMI) atau tanpa gelombang Q (IMA-TQ) dengan
ST elevasi (STEMI) yang terjadi karena adanya trombosis akibat dari ruptur plak
aterosklerosis yang tak stabil (Lewis.et.al, 2007).

2.1.2 Etiologi

Pencetus terjadinya PJK dibagi dalam dua kategori yang disebut sebagai faktor
resiko yaitu faktor yang tidak bisa dimodifikasi (non modifiable factors) dan
faktor yang bisa dimodifikasi (modifiable factors) sebagai berikut :
a. Faktor yang tidak bisa dimodifikasi (non Modifiable Factors)
1. Heriditer atau keturunan
Anak yang orangtuanya sudah mengalami penyakit jantung lebih tinggi
beresiko terkena PJK. Peningkatan resiko ini berhubungan dengan faktor
keturunan seperti hipertensi, diabetes, obesitas dan peningkatan kolesterol,
yang kesemua ini merupakan faktor resiko penyakit jantung (Black &
Hawks, 2009).
2. Umur
Peningkatan umur pada seseorang termasuk salah satu faktor resiko
terjadinya PJK. Tanda dan gejala PJK terjadi umumnya pada orang yang
umurnya diatas 40 tahun (Black & Hawks 2009)
5

3. Jenis Kelamin
PJK lebih banyak diderita pada laki-laki dibandingkan pada perempuan
(Newton & Froilecher dalam Woods, Froelicher, Motzer, 2000).
b. Faktor yang bisa dimodifikasi (modifiable factor)
1. Perokok
Perokok aktif maupun pasif beresiko PJK karena menghirup zat kimia yang
terkandung dalam rokok. Tar mengandung hidrokarbon dan subtansi
karsinogenik. Nikotin yang masuk dalam pembuluh darah akan merangsang
katekolamin dan bersama-sama dengan zat yang terkandung dalam rokok
merusak lapisan pembuluh darah koroner, kerusakan itu selanjutnya akan
mempertebal dan merapuhkan dinding pembuluh darah, disamping itu
nikotin juga meningkatkan pelepasan epinefrin dan norepinefrin yang
membuat pembuluh darah menjadi vasokontriksi. Vasokontriksi ini akan
membuat tekanan darah dan nadi meningkat, dan kebutuhan oksigen
meningkat (Black & Hawks, 2009; Yahya, 2010)
2. Hipertensi
Hipertensi diyakni meningkatkan kerja jantung, tekanan darah yang terus
menerus akan mengganggu fungsi endotel, sel-sel pelapis dinding pembuluh
darah dan meningkatkan disfungsi endotel yang mengawali proses
terbentuknya plak sehingga dapat mempersempit aliran darah (Yahya,
2010).
3. Peningkatan Kolesterol
Kolestrol merupakan komponen lemak yang ada dalam darah dan beredar ke
seluruh sel tubuh. Peningkatan kolesterol apabila nilai kolesterol melebihi
240 mg/dl atau trigliserida saat puasa lebih dari dari 150 mg/dl. Kolesterol
yang beredar dalam tubuh berbentuk HDL dan LDL. Kadar LDL yang tinggi
(> 160 mg/dl) dalam darah menjadi indikasi adanya kolesterol berlebihan
yang tidak bermanfaat dalam tubuh, LDL yang berlebihan ini akan
menembus dinding pembuluh darah dan ditelan oleh makrofag, selanjutnya
terjadi proses pengerasan dan penebalan dinding pembuluh darah yang
berujung pada penyempitan pembuluh darah. Sementara itu, kadar HDL di
kenal sebagai kolesterol yang bermanfaat dalam tubuh karena berperan
6

mencegah timbunan kolesterol dalam pembuluh darah dengan


mengembalikan kolesterol ke dalam hati. HDL juga berperan mencegah
terjadinya PJK oleh karena itu nilai HDL diharapkan > 40 mg/dl (Yahya,
2010; Black & Hawks, 2009; Lewis et al., 2007; Woods, Froelicher, Motzer,
2000)
4. Diabetes Melitus (DM)
Kejadian PJK 2 sampai 4 kali lebih besar pada orang dengan diabetes
mellitus. DM merupakan peningkatan glukosa dalam darah, glukosa dalam
darah meningkat apabila kadar glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl atau
kadar glukosa darah puasa ≥ 160 mg/dl. Peningkatan glukosa disebabkan
karena ketidakcukupan insulin, glukosa yang terlalu banyak melewati
pembuluh darah koroner akan lebih cepat membuat pembuluh darah
menebal dan mengeras, dan bila dibiarkan pembuluh darah koroner akan
menyempit dan tersumbat, secara otomatis jantung akan mengalami
gangguan pasokan oksigen (Black & Hawks, 2009; Yahya, 2010)
5. Aktifitas Fisik
Aktivitas yang kurang merupakan faktor resiko terjadinya PJK sedangkan
orang yang rajin melakukan aktivitas fisik akan mengurangi resiko PJK
karena dapat meningkatkan kadar HDL, menurunkan kadar kolesterol,
menurunkan trigliserida dan glukosa darah, meningkatkan sensivitas insulin,
menurunkan tekanan darah serta menurunkan body mass index (Black &
Hawks, 2009).
6. Obesitas
Obesitas atau peningkatan berat badan yang melebihi berat badan ideal
termasuk dalam faktor yang menjadi resiko terjadinya PJK. Obesitas juga
menambah beban kerja jantung karena membutuhkan kerja keras dalam
memompakan darah keseluruh sel untuk mencukupi kebutuhan sel-sel
tubuh. Selain itu obesitas juga ada hubungannya dengan peningkatan kadar
kolesterol dan trigliserida serta glukosa yang kesemuanya itu merupakan
faktor terjadinya PJK (Black & Hawks, 2009)
7

7. Stres
Pada saat stres, katekolamin akan dilepas sehingga meningkatkan tekanan
darah dan nadi, dan apabila berlangsung lama akan mengganggu fungsi
endotel, sel-sel pelapis dinding pembuluh darah dan meningkatkan disfungsi
endotel yang mengawali proses terbentuknya plak sehingga dapat
mempersempit aliran darah (Black & Hawks, 2009; Yahya, 2010)

2.1.3 Patofisiologi SKA

SKA dimulai karena adanya arterosklerosis, beberapa bukti menunjukan bahwa


aterosklerosis adalah proses inflamasi kronik. Proses ini meliputi beberapa tahap
(Aaronson, 2010) :
a. Endothelial dysfunction (tidak berfungsinya endotel)
Banyak penelitian mengatakan bahwa injury pada endotel arteri adalah
awal permulaan terbetuknya aterosklerosis. Pada keadaan normal sel endotel
akan menghasilkan enzim NO (nitic oxide) yang mana berguna sebagai
endogenvasodilator, mencegah aggregasi trombosit, dan anti-inflamasi. Selain
itu sel endotel juga menghasilkan enzim anti-oxidant. Endotel bisa mengalami
disfungsi bisa diakibatkan oleh paparan agen toksik dari bahan kimia
lingkungan. Contoh: asap rokok, kadar lipid yang abnormal didalam sirkulasi,
atau karena penyakit diabetes, semua itu diketahui sebagai faktor resiko
aterosklerosis. Beberapa faktor fisik dan kimia akan mempengaruhi fungsi dari
endotel dengan manifestasi (1) Melemahnya barier pertahanan endotel (2)
Keluarnya sitokin inflamasi (3) Meningkatnya perlengkatan molekul (4)
Berubahnya substansi vasoaktif (prostacyclin dan NO). Itu semua adalah efek
dan tidak berfungsinya sel endotel.
b. Lipoprotein entry and modification (masuknya lipoprotein dan perubahannya)
Lipoprotein adalah suatu lemak pengangkut di aliran yang tidak larut air.
Disekelilingnya terdapat banyak hidrophilic phospolipid, kolesterol bebas dan
lipoprotein. Ada 5 kelas dari lipoprotein: (1) Kilomikron (2) VLDL (verry-low
density lipoprotein) (3) IDL (intermediate density lipoprotein) (4) LDL (low-
density lipoptein) (5) HDL (high-density lipoprotein)
8

Ketika sel endotel mengalami disfungsi, hal ini menyebabkan tidak


efektif sehingga hal ini berpengaruh dalam lipoprotein, dan menyebabkan
lipoprotein lebih lama dalam aliran darah. Oxidation adalah tipe yang pertama
dari perubahan dari LDL diruang subendotel. Perubahan efek biokimia tersebut
menyebabkan hal berikut,1) Perubahan LDL menjadi mLDL, perubahan ini
akan menarik sel monosit kedalam diding sel sikulasi. 2) mLDL akan memacu
endotel untuk menghasilkan mediator inflamasi.
c. Recruitment of leukocytes
Proses masuknya dan perubahan biokimia LDL, ini adalah kunci dari proses
aterogenesis yang mencakup melekatnya leukosit, terutama adalah monosit dan
limfosit T di dalam dinding sel pembuluh darah.Setelah monosit melekat dan
masuk ke ruang subendotel, monosit berubah menjadi makrofag, agar mampu
memfagosit dan memakan dari modifikasi LDL (mLDL). Namun hal ini akan
merubah LDL menjadi foam, ini adalah awal dari komponen aterosklerosis
yang disebut fatty streak.
d. Recruitment of smooth muscle cells
Perubahan dari fatty streak menjadi plak fibrous melibatkan pindahnya sel otot
halus dari tunika media ke tunika intima yang telah mengalami injuri,
kemudian sel otot halus berproliferasi di dalam lapisan intima, dan
mensekresikan jaringan pengikat.

2.1.4 Klasifikasi SKA

Klasifikasi SKA menurut Donaliazarti (2011) dibagi dalam beberapa bagian


sebagai berikut:

a. Angina Pektoris
1. Definisi
Angina pektoris adalah suatu nyeri didaerah dada yang biasanya menjalar
ke bahu dan lengan kiri yang disebabkan oleh menurunnya suplai oksigen
ke jantung.
9

2. Macam – macam Angina Pektoris


a) Classical Effort Angina (Angina Klasik)
Pada keadaan ini,obstruksi koroner tidak selalu menyebabkan terjadinya
iskemik seperti waktu istirahat. Angina pektoris akan timbul pada setiap
aktifitas yang dapat meningkatkan denyut jantung,tekanan darah dan
status inotropik jantung sehingga kebutuhan O2 akan bertambah seperti
pada aktifitas fisik, udara dingin dan makan yang banyak.
b) Variant Angina (Angina Prinzemental)
Bentuk ini jarang terjadi dan biasanya timbul pada saat istirahat,
akibat penurunan suplai O2 darah ke miokard secara tiba-tiba. Penelitian
terbaru menunjukkan terjadinya obstruksi yang dinamis akibat spasme
koroner baik pada arteri yang sakit maupun yang normal. Peningkatan
obstruksi koroner yang tidak menetap ini selama terjadinya angina
waktu istirahat jelas disertai penurunan alirandarah arteri koroner
c) Unstable Angina (Angina Pektoris Tidak Stabil / ATS)
Istilah lain yang sering digunakan adalah Angina preinfark. Bentuk ini
merupakan kelompok suatu keadaan yang dapat berubah seperti
keluhan yang bertambah progresif, sebelumnya dengan angina stabil
atau angina pada pertama kali. Angina dapat terjadi pada saat istirahat
maupun bekerja. Pada patologi biasanya ditemukan daerah iskemik
miokard yang mempunyai ciri tersendiri.
Sindroma ATS telah lama dikenal sebagai gejala awal dari infark
miokardakut (IMA). Banyak penelitian melaporkan bahwa ATS
merupakan risiko untuk terjadinya IMA dan kematian. Beberapa
penelitian retrospektif menunjukkan bahwa 60-70% penderita IMA dan
60% penderita mati mendadak pada riwayat penyakitnya mengalami
gejala prodroma ATS. Sedangkan penelitian jangka panjang
mendapatkan IMA terjadi pada 5-20% penderita ATS dengan tingkat
kematian 14-80%. ATS menarik perhatian karena letaknya di antara
spektrum angina pektoris stabil dan infark miokard, sehingga
merupakan tantangan dalam upaya pencegahan terjadinya infark
miokard. Angina pektoris tak stabil adalah suatu spektrum dari
10

sindroma iskemik miokard akut yang berada di antara angina pektoris


stabil dan anfark miokard akut.Terminologi ATS harus tercakup dalam
kriteria penampilan klinis sebagai berikut :
1) Angina pertama kali
Angina timbul pada saat aktifitas fisik. Baru pertama kali dialami
oleh penderita dalam priode 1 bulan terakhir.
2) Angina progresif.
Angina timbul saat aktifitas fisik yang berubah polanya dalam 1
bulan terakhir, yaitu menjadi lebih sering, lebih berat, lebih lama,
timbul dengan pencetus yang lebih ringan dari biasanya dan tidak
hilang dengan cara yang biasa dilakukan. Penderita sebelumnya
menderita angina pektoris stabil.
3) Angina waktu istirahat.
Angina timbul tanpa didahului aktifitas fisik ataupun hal-hal yang
dapatmenimbulkan peningkatan kebutuhan O2 miokard. Lama
angina sedikitnya 15 menit.
4) Angina sesudah IMA
Angina yang timbul dalam periode dini (1 bulan) setelah IMA.
Kriteria penampilan klinis tersebut dapat terjadi sendiri-sendiri atau
bersama-bersama tanpa adanya gejala IMA. Nekrosis miokard yang
terjadi pada IMA harus disingkirkan misalnya dengan pemeriksaan
enzim serial dan pencatatan EKG.
3 Manifestasi Klinis
Nyeri dada yang menjalar ke bahu adalah salah satu manifestasi klinis.
Dengan kriteria sebagai berikut:
a) Qualitas nyeri
Rasa tertekan/tertindih, rasa tidak nyamanan/kesusahan/kegelisahan,
rasa seperti kesempitan, rasa berat
b) Lokasi
Nyeri angina pektoris biasanya pasien tidak mengetahui letak sumber
nyeri (diffuse), dan biasanya letak nyeri berlokasi di retrosternal, atau
di perikardium kiri. Tetapi nyeri bisa menjalar ke dada, punggung,
11

leher, rahang bawah atau perut bagian atas. Rasa nyeri biasanya tidak
lebih dari 10 menit.
c) Gejala yang menyertai
Takikardi, diaphoresis. rasa mual

4 Mekanisme Nyari Dada


Rasa nyeri di daerah dada dan perut di pengaruhi oleh saraf intercostales
(T1-12), nervus simpatikus dan nervus parasimpatikus. Rasa nyeri jantung
biasanya dirasakan dari Th1-4, yang dinamakan serabut sensorik atau
viseral averen. Badan sel berada didalam ganglion posterior yang sama,
sehingga bila di daerah viseral mengalami suatu cidera maka rasa nyeri
tersebut akan terasa di bagian perifer.

b. Infark Miokard
1. Definisi
Infark miokard adalah nyeri dada yang terjadi akibat kerusakan (nekrosis)
otot jantung yang disebabkan alirah darah ke otot jantung terganggu.
2. Klasifikasi Klinis pada Infark Miokard Akut
a) Klas I : tidak ada gagal jantung kongensif (Mortalitas 6%)
b) Klas II : adanya bunyi jantung tida (gallop), ronki basal, atau keduanya
(Mortalitas 17%)
c) Klas III : adanya edem paru ( Mortalitas 30-40%)
d) Klas IV : adanya syok kardiogenik (Mortalitas 60-80%).
3. Jenis-jenis Infark Miokard
a) Infark Miokard Subendokytgardial
Daerah subendokardial merupakan daerah miokard yang amat peka
terhadap iskemia dan infark. Miokard infark subendokardial terjadi
akibat aliran darah subendokardial yang relatif menurun dalam waktu
lama sebagai akibat perubahan derajat penyempitan arteri koroner atau
dicetuskan oleh kondisi-kondisi seperti hipotensi, perdarahan dan
hipoksia. Derajat nekrosis dapat bertambah bila disertai peningkatan
kebutuhan oksigen miokard, misalnya akibat takikardia atau
hipertrofiventrikel. Walaupun pada mulanya gambaran klinis dapat
12

relatif ringan,kecenderungan iskemia dan infark lebih jauh merupakan


ancaman besar setelah pasien dipulangkan dari Rumah Sakit.

b) Infark Miokard Transmural


Pada lebih dari 90% pasien miokard infark transmural berkaitan
dengan trombosis koroner. Trombosis sering terjadi didaerah yang
mengalami penyempitan arteriosklerotik. Penyebab lain lebih jarang
ditemukan. Termasuk disini misalnya perdarahan dalam plaque
aterosklerotik dengan hematom intramural, spasme yang umumnya
terjadi di tempat aterosklerotik yang emboli koroner. Miokard infark
dapat terjadi walau pembuluh koroner normal, tetapi hal ini amat
jarang
Tabel 2.1
Perbedaan Unstable Angina, NSTEMI, STEMI
Unstable Angina Myocardial Infarction
NSTEMI STEMI
Tipe gejala Istirahat, onset baru Rasa tertekan lama dan nyeri dada
Serum biomarker Tidak Ya Ya
EGC ST Depresi atau ST Depresi, ST Elevasi
gelombang T gelombang T Inversi (gelombang Q later)
inversi

4. Komplikasi Infark Miokard


a) Gagal jantung
Hasil iskemia jantung akut pada gangguan kontraktilitas ventrikel
(disfungsisistolik) dan kekakuan miokard meningkat (disfungsi
diastolik), yang keduanya dapat menyebabkan gejala gagal jantung.
Selain itu, remodelling ventrikel, aritmia, dan komplikasi mekanik MI
akut (dijelaskan di bawah) dapat berujung pada gagal jantung. Tanda
dan gejala dekompensasi tersebut meliputi dyspnea, rales paru, dan
suara jantung ketiga (S3). Pengobatan terdiri dari terapi gagal jantung
13

standar. Iskemik jaringan disebabkan oleh 2 sebab: vasokontriksi dari


arteri koronaria dan hilangnya partikel antitrombosit
b) Syok kardiogenik
Syok kardiogenik adalah kondisi dari output jantung sangat menurun
dan hipotensi (tekanan darah sistolik <90 mmHg) dengan perfusi
jaringan perifer tidak memadai, yang terjadi ketika lebih dari 40% dari
massa LV telah infark.

2.1.5 Perangkat diagnostik

a. Elektrokardiogram
Pemeriksaan EKG sangat penting baik untuk diagnosis maupun stratifikasi
risiko pasien angina tak stabil. Adanya depresi segmen ST yang baru
menunjukkan kemungkinan adanya iskemia akut. Gelombang T negatif juga
salah satu tanda iskemia atau NSTEMI. Perubahan gelombang ST dan T yang
nonspesifik seperti depresi segmen ST kurang dari 0,5 mm dan gelombang T
negatif kurang dari 2 mm, tidak spesifik untuk iskemia, dan dapat disebabkan
karena hal lain. Pada angina tak stabil 4% mempunyai EKG normal, pada pada
NSTEMI 1-6% EKG juga normal.
Pemeriksaan EKG di IGD merupakan landasan dalam menentukan terapi
karena bukti kuat menunjukkan gambaran elevasi ST dapat mengidentifikasi
pasien yang bermanfaat untuk dilakukan terapi reperfusi (lihat tabel 2.2). Jika
EKG awal tidak didiagnostik untuk STEMI tapi pasien tetap simptomatik dan
terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG serial dengan interval 5-10 menit atau
pemantauan EKG 12 sandapan secara kontinu harus dilakukan untuk
mendeteksi potensi perkembangan elevasi segmen ST. Pada pasien dengan
STEMI inferior, EKG sisi kanan harus diambil untuk mendeteksi kemungkinan
infark pada ventrikel kanan.

Tabel 2.2 Identifikasi Lokasi Iskemik Dan Infark Dari Pola EKG
Area Lead Perubahan Arteri Resiprokal
Inferior II, III, aVF Q, ST, T RCA I, aVL
14

Lateral I, aVL Q, ST, T Circumflex V1, V2


V5, V6 LAD
Anterior I, aVl Q, ST, T, R (-) LCA II, III, aVL
V1-V4
Posterior V1-V2 R>S RCA
ST depresi, T Circumflex
elevasi
Apikal V3-V6 Q, ST, T LAD
RCA
Anterolateral I, aVL, Q, ST, T LAD II, III, aVF
V4-V6 circumflex
Anteroseptal V1-V3 Q, ST, T, R (-) LAD
Sumber: Ignativicius & Workman (2007); Lewis, Heitkemper, Dirksen, O’Brin, &
Bucher (2007)

b. Laboratorium
Pemeriksaan troponin T atau I dan pemeriksaan CK-MB telah diterima
sebagai petanda paling penting dalam diagnosis SKA. Menurut European
Society of Cardiology (ESC) dan American College of Cardiology (ACC)
dianggap ada mionekrosis bila troponin T atau I positif dalam 24 jam.
Troponin tetap positif sampai 2 minggu. Risiko kematian bertambah dengan
tingkat kenaikan troponin. CK-MB kurang spesifik untuk diagnosis karena
juga diketemukan di otot skeletal, tapi berguna untuk diagnosis infark akut
dan akan meningkat dalam beberapa jam dan kembali normal dalam 24 jam
(Trisnohadi, 2007, dalam Sudoyo, 2007).

2.1.6 Terapi

Tujuan pengobatan terutama adalah mencegah kematian dan terjadinya iskemia


yang semakin parah. Caranya adalah meningkatkan kebutuhan oksigen dan atau
menurunkan kebutuhan oksigen miokard termasuk memperbaiki metabolisme
energi miokard. Obat-obat untuk meningkatkan suplai oksigen adalah nitrat dan
antiplatelet, atau melalui intervensi bedah pintas koroner Corronary Artery
Bypass Graft (CABG’s) dan Percutaneus Transluminal Coronary Angioplasty
(PTCA). Obat-obat untuk menurunkan kebutuhan oksigen miokard adalah β
blocker dan Calcium Channel Blocker (CCB). Sedangkan memperbaiki
metabolisme miokard adalah Trimetazidine. Selain ditambah obat-obat untuk
mengobati faktor pencetus seperti anemia, hipertensi, infeksi atau takikardia, atau
15

mengurangi faktor resiko hiperkolestrol, merokok, hipertensi, obesitas, diabetes


dan stres. Pada umumnya penatalaksanaan PJK terdiri dari :
a. Farmakologi
1. Obat anti angina
Nitrat adalah obat antiangina, nitrat yang sering diberikan adalah
nitroglycerin (NTG), IsoSorbide Dinitrat (ISDN) dan Isosorbide 5-
mononitrat. Nitrat digunakan untuk meringankan nyeri dada akibat
penyempitan koroner, nitrat bekerja dengan cara melebarkan pembuluh
darah yang menyempit sehingga aliran darah ke otot jantung membaik. Efek
samping yang dirasakan dari pemakaian nitrat ini adalah nyeri kepala akibat
pembuluh darah diotak ikut melebar. Sakit kepala ini akan segera
menghilang setelah tubuh berbaring sejenak.
2. Obat anti platelet
a) Aspirin
Pemberian aspirin bermanfaat untuk mencegah infark miokard ulangan
dan mati mendadak. Obat ini berfungsi mencegah perlengketan keeping-
keping darah agar darah menjadi lancar, selain itu aspirin juga berfungsi
untuk mencegah gumpalan darah. Efek samping yang mungkin terjadi
adalah nyeri pada gaster dan perdarahan.
b) Clopidogrel
Clopidogrel merupakan obat pengencer darah yang bekerja dengan cara
berbeda dengan aspirin. Berbagai riset terbaru telah membuktikan
baahwa pemberian kombinasi obat ini dan aspirin sangat bermanfaat
bagi pasien PJK. Berbeda dengan aspirin, clopidogrel jarang
menimbulkan nyeri gastritis dan sebagai pengganti untuk pasien yang
alergi dengan aspirin. Kontraindikasi pemberian clopidogrel ini adalah
pada pasien yang diketahui alergi dan kelainan darah seperti hemophilia.
Efek samping yang terjadi adalah gangguan pencernaan dan perdarahan
ringan.

3. Obat β blocker
16

Kelebihan β blocker dalam pengobatan adalah karena obat ini memiliki efek
inotropik dan kronotropik negative sehingga menurunkan kebutuhan oksigen
kejantung. β blocker non selektif seperti propanolol, telah dibuktikan efektif
mengobati angina pektoris stabil, namun tidak efektif bahkan
mengakibatkan eksaserbasi terhadap prinzmental angina. Kecuali untuk
menurunkan kerja jantung, propanolol sebaiknya tidak diberikan bersama
verapamil dan diltiazem. β blocker yang kardioselekif seperti bisoprolol
sangat efektif terhadap angina pektoris stabil dan pada silent angina.
Kelebihan β blocker golongan selektif ini jarang terjadi toleransi, dan dapat
digunakan pada pasien penyakit paru obstruksi dan diabetes melitus yang
sedang menggunakan antibiotik oral. Efek samping pemberian obat ini
adalah kenaikan berat badan, peningkatan glukosa darah, dan terkadang
membuat badan menjadi lemas.
4. Obat Calcium Channel Blocker (CCB)
CCB atau antagonis kalsium dibagi menjadi tiga kelas yaitu (1) Dihidropidin
(nifedipidin, amlodipin, nicardipin) yang vaskuloselektif; (2) Fenilalkalanin
(verapamil) kardioselektif; (3) Benzotiasepin (diltiazem = herbeser) yang
lebih netral. CCB menurunkan beban jantung karena menurunkan afterload
dan preload, meningkatkan aliran darah koroner dan mengurangi kebutuhan
oksigen jantung karena menghambat kontraktilitas miokard. Antagonis
kalsium memiliki efek antiangina, selain itu dilaporkan pula bahwa
antagonis kalsium mampu menghambat arterosklerosis karena dapat
mencegah deskuamasi sel endotel akibat berbagai rangsangan. Efek samping
dari pemberian amlodipin adalah udema pada tungkai, sedangkan efek
samping samping yang biasa terjadi adalah udem tungkai, pusing, denyut
nadi menjadi lambat dan konstipasi.
5. Trimetazidine MR (The 3-ketoacyl coenzyme A thiolase inhibitor)
Trimetazidine MR merupakan obat antiangina yang baru. Mekanisme cara
kerja obat ini adalah menghambat enzyme 3-ketoacyl rantai pada
mitokondria. Melalui jalan ini metabolisme energi otot jantung akan lebih
banyak berasal dari oksidasi glukosa dibanding dari oksidasi lemak. Hal ini
meningkatkan produksi ATP dan menghambat asidosis, selain itu obat ini
17

juga menghambat kalsium overload yang terjadi selama prosedur reperfusi


sehingga memiliki efek kardio-protektif.
6. ACE-Inhibitor (Angiotensin Converting Enzym Inhibitor)
ACE-inhibitor bukan merupakan obat antiangina, namun bebrapa studi
membuktikan bahwa obat ini menurunkan kejadian cerebrovaskular dan
kardiovaskular seperti angina pectoris stabil dan infark miokard. Hal ini
disebabkan karena ACE-inhibitor meningkatkan fungsi vasomotor endotel
pada pasien PJK, memiliki efek antiinflamasi dan menghambat remodeling,
sehingga ACE-inhibitor dianjurkan terutama pada pasien angina pektoris.
Efek samping yang paling tidak disukai pasien dari ACE-inhibitor ini adalah
batuk kering.
7. Obat statin
Statin merupakan obat yang digunakan untuk mengatasi gangguan lemak
darah, terutama peningkatan kadar LDL. Statin memiliki efek meninggikan
kadar HDL. Statin dapat menekan proses inflamasi dalam pembuluh darah.
Contoh obat ini adalah simvastatin.
b. Tindakan
Pasien angina pektoris yang dapat dikontrol oleh obat-obat antiangina pada
yang follow-up terus membaik tidak perlu dilakukan tindakan invasif. Akan
tetapi apabila kondisi penyakit memburuk misalnya serangan angina semakin
berat atau treadmill test positif, maka perlu dilakukan angiografi koroner.
Intervensi ini adalah PTCA dan CABG. PTCA adalah suatu teknik
menggunakan balon halus yang dirancang khusus untuk melebarkan lumen
arteri koroner yang stenosis. CABG adalah operasi jantung yang bertujuan
untuk meningkatkan suplai darah ke miokard sehingga dapat meredakan
keluhan nyeri dada, menurunkan kejadian serangan jantung dan
memperpanjang hidup pasien.
c. Non Farmakologi
Disamping pemberian oksigen dan istirahat pada waktu datangnya serangan
angina misalnya, maka hal yang telah disebut diatas seperti perubahan life style
(termasuk berhenti merokok), penurunan BB, penyesuaian diet, olahraga
teratur merupakan terapi non farmakologis yang dianjurkan, termasuk
18

pemakaian obat secara terus menerus sesuai yang disarankan dokter dan
mengontrol faktor resiko, serta bila perlu melibatkan keluarga dalam
pengobatan pasien, dapat dimasukkan juga ke dalam pendidikan (Educational).
(Kabo, 2010; Yahya, 2010)
.

2.2 Teori Self Care Orem

Self care merupakan suatu kemampuan individu untuk memprakarsai dirinya


dalam melakukan perawatan secara mandiri dan untuk mempertahankan
kesehatannya. Teori ini merupakan suatu pendekatan yang dinamis, dimana
perawat bekerja untuk meningkatkan kemampuan pasien dalam merawat dirinya
sendiri dan bukan menempatkan pasien pada posisi bergantung karena self care
merupakan perilaku yang dapat dipelajari (Orem, 2001).

Konsep dan teori Orem pertama kali dipublikasikan pada tahun 1959 sebagai
panduan dalam pengembangan kurikulum praktikal keperawatan. Orem
menjelaskan tentang teori self care yang berfokus pada kemandirian pasien.
Pasien dipandang sebagai individu yang mandiri dalam melaksanakan segala
aktivitas untuk kebutuhan dasar manusia. Perawat berperan membantu pasien
untuk bertanggung jawab terhadap perawatan dirinya atau sampai ada keluarga
atau orang lain yang bertanggung jawab yang mampu untuk melakukan tindakan
dalam upaya pemenuhan kebutuhan pasien (Orem, 2001).

Orem mengemukakan tiga teori yang saling berhubungan dan menjadi penting
dalam penggunaan proses keperawatan. Pusat dari ketiga teori tersebut adalah
fungsi manusia dalam mempertahankan kehidupan, kesehatan, dan self care.
Seperti pada skema 2.1 dibawah ini:
19

R Self care R

R
Self cere agency Therapeutic self care demand

<
Self care deficit R
R

Conditional factor Conditional factor


Nursing agency

Nursing system

Skema 2.1: A conseptual framework for nursing. R, relationship; <, defisist relationship,
current or projected. Sumber dari Nursing Consepts of Practice (Orem, 2001).

Tiga teori tersebut adalah teori Self Care, teori Self Care Deficit dan teori Nursing
System, yang mencakup enam konsep sentral yaitu, self care, self care agency,
therapeutik self care demand, self care deficit, nursing agency, nursing system
dan conditioning factor. Berikut penjelasan teori-teori tersebut (Orem, 2001).:
a. Teori Self Care
Self care adalah penampilan dari aktifitas individu dalam melakukan sendiri
dalam mempertahankan hidup, sehat dan kesejahteraannya. Self care yang
dilakukan secara efektif dan menyeluruh dapat membantu menjaga integritas
struktur dan fungsi tubuh serta berkontribusi dalam perkembangan individu.
Self care agency adalah kemampuan yang dimiliki oleh individu dalam
perawatan mandiri, terjadi bila individu berada dalam kondisi yang normal.
Kemampuan individu untuk merawat diri sendiri dipengaruhi oleh
“conditioning factor”.
Conditioning factor merupakan kondisi atau situasi disekitar pasien yang
dapat mempengaruhi individu dalam memenuhi kebutuhan self carenya.
Therapeutik self care demand adalah kebutuhan individu sesuai kondisinya,
individu akan berusaha melakukan sesuai kemampuan dalam upaya
memenuhi kebutuhan akan self care-nya. Menurut Orem terdapat tiga
kategori kebutuhan akan self care, yaitu:
20

1. Universal self care adalah kebutuhan yang berkaitan dengan proses hidup
manusia, proses mempertahankan integritas dari struktur dan fungsi
tubuh manusia selama siklus kehidupan yang berlangsung, yang meliputi
keseimbangan-keseimbangan pemasukan udara, air, makanan, aktifitas
dan istirahat, eliminasi, interaksi sosial, pencegahan bahaya, serta peran
dalam kelompok.
2. Developmental self care requisites merupakan kebutuhan sesuai dengan
tingkat perkembangan, menuju fungsi yang optimal untuk mencegah
terjadinya kondisi yang dapat menghambat perkembangan.
3. Health deviation self care requisites adalah kebutuhan meningkatkan self
care, berkaitan dengan penyimpangan status kesehatan seperti sakit dapat
menurunkan individu dalam memenuhi kebutuhan self care-nya secara
permanen maupun temporer sehingga memerlukan kebutuhan orang lain.
Kebutuhan ini meliputi:
a) Mencari pengobatan yang tepat dan aman
b) Menyadari dampak patologi penyakit.
c) Memilih prosedur diagnostik
d) Memahami dampak ketidaknyamanan dalam pengobatan
e) Memodifikasi konsep diri untuk menerima status kesehatannya
f) Belajar hidup dengan keterbatasan sebagai dampak dari kondisi
patologis

b. Self care deficit


Teori ini menjelaskan kapan keperawatan dibutuhkan, yaitu ketika
berkurangnya kemampuan untuk memenuhi kebutuhan self care atau
ketergantungan kemampuan merawat diri. Orem mengidentifikasi lima
metode untuk memberikan keperawatan:
1. Memberikan pelayanan langsung dalam bentuk tindakan keperawatan.
2. Memberikan arahan dan memfasilitasi kemampuan pasien dalam
memenuhi kebutuhannya secara mandiri.
21

3. Memberikan dorongan secara fisik dan psikologik agar pasien dapat


mengembangkan potensinya agar pasien dapat melakukan perawatan
mandiri.
4. Memberikan dan mempertahankan lingkungan yang mendukung
perkembangan pribadi pasien untuk meningkatkan kemandirian dalam
perawatannya.
5. Mengajarkan pasien tentang prosedur dan aspek-aspek tindakan agar
pasien dapat melakukan perawatan dirinya secara mandiri.

c. Teori Nursing System


Nursing agency, yaitu upaya keperawatan umum yang dapat memenuhi
kebutuhan individu, dapat dilakukan dengan cara mengenal kebutuhannya,
memenuhi kebutuhannya dan melatih kemampuannya.
Nursing system adalah sistem pelayanan yang memfasilitasi pemenuhan
kebutuhan self care individu dan memberikannya secara terapeutik sesuai
dengan tiga tingkatan kemampuan:
1. The wholly compensatory nursing system
Diberikan pada pasien dengan ketergantungan tinggi, apabila:
a) Tidak mampu melakukan aktivitas, seperti pasien yang tidak sadar
b) Tahu melakukan gerakan tapi tidak boleh ada gerakan, seperti pada
pasien fraktur tulang belakang.
c) Tidak mampu memberikan alasan tindakan self care tapi bisa dengan
bimbingan, seperti pada pasien dementia atau gangguan kognitif.
2. The partially compensatory nursing system
Diberikan pada pasien dengan ketergantungan sedang. Biasanya perawat
mengambil alih beberapa aktifitas yang tidak dapat dilakukan sendiri
oleh pasien, misalnya pada lansia.
3. The supportive educative nursing system
Diberikan dengan pemulihan/ketergantungan ringan. Memberikan
pendidikan kesehatan atau penjelasan untuk memotivasi pasien untuk
melakukan self care
22

Dasar sistem keperawatan menurut Orem tersebut terlihat dalam skema berikut :

Bagan : Basic Nursing System

Menyelesaikan self-care Tindakan


klien
terapeutik klien
terbatas

Tindakan Kompensasi terhadap


Perawat ketidakmampuan klien terlibat
dalam self-care

Dukung dan lindungi klien

Wholly Compensatory system

Melakukan beberapa tindakan


self-care untuk klien

Tindakan Kompensasi terhadap keterbatasan


Perawat self-care klien

Bantu klien sesuai kebutuhan

Melakukan beberapa tindakan self


care

Mengatur self-care agency Tindakan


klien
Menerima asuhan dan bantuan
dari perawat

Partial Compensatory System

Menyelesaikan Self-care

Tindakan
klien
Tindakan Mengatur latihan dan
Perawat perkembangan Self-care

Sistem Dukungan-Pendidikan
Skema 2.2 : Dasar Sistem Keperawatan Menurut Orem

( Sumber : Orem, 2001; Tommey & Alligod, 2006)


23

2.3 Aplikasi Teori Orem Pada Pasien PJK

Pasien PJK akan mengalami penurunan fungsi jantung akibat dari suplai dan
kebutuhan oksigen yang kurang sehingga pasien akan mengalami
ketidakmampuan memenuhi kebutuhan perawatan dirinya sendiri secara mandiri
dalam semua aspek kebutuhannya yang meliputi biopsikososial dan spiritual.
Kondisi ini membutuhkan adanya bantuan nursing system untuk memenuhi
kebutuhannya tersebut, dan apabila pasien dirawat maka kemampuan merawat
dirinya sendiri harus dibekali sejak pasien dirawat sehingga pasien siap untuk
kembali pulang ke rumah dan diharapkan kekambuhan tidak akan ada. Teori
Orem self care deficit sangat tepat untuk diaplikasikan pada pasien PJK. Teori ini
diaplikasikan dalam bentuk asuhan keperawatan yang meliputi (Orem, 2001
dalam Hasymi, 2010) :
a. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal dalam proses keperawatan, pengkajian
berdasarkan Orem meliputi basic conditioning factors dan self care requisites,
yang dijelaskan sebagai berikut :
1. Kondisi dasar (basic conditioning factors)
Pengkajian kondisi dasar meliputi :
a) Usia
Usia pada penyakit PJK merupakan salah satu faktor terjadinya PJK
karena dengan semakin bertambahnya umur maka keadaan anatomi dan
fisiologi jantung akan mengalami perubahan oleh karena itu tanda dan
gejala PJK terjadi umumnya pada orang yang umurnya diatas 40 tahun
b) Jenis kelamin
PJK lebih banyak diderita oleh laki-laki dibanding dengan perempuan
c) Status perkembangan
Pengkajian status perkembangan pasien dimulai dari bayi sampai
sekarang, ada atau tidaknya hambatan atau gangguan pada masa
perkembangan pasien
d) Status kesehatan
Status kesehatan meliputi riwayat kesehatan sebelumnya dan riwayat
penyakit pasien. Riwayat PJK sebelumnya merupakan urutan kedua dari
24

lima faktor terpenting dari riwayat klinis yang harus dikaji berhubungan
dengan adanya PJK pada pasien
e) Orientasi sosiokultural
Berpengaruh terhadap perilaku seseorang dalam menentukan pilihan
akan bantuan atau pertolongan
f) Faktor sistem pelayanan kesehatan
Sistem pelayanan kesehatan tersedia di lingkunggan tempat tinggal yang
terdekat dengan pasien dan kesediaan pasien menggunakan fasilitas
kesehatan seperti puskesmas, praktek dokter dan rumah sakit
g) Faktor sistem keluarga
Bagaimana peran dan hubungan dengan masyarakat perlu dikaji. Faktor
resiko PJK seperti hipertensi dan hiperkolesterolemia dipengaruhi oleh
faktor genetik, keluarga mempunyai peranan penting dalam menentukan
status kesehatan anggota keluarganya dan berperan dalam membantu
anggotanya dalam melakukan self care
h) Pola hidup
Pola hidup seseorang dapat menentukan status kesehatan seseorang
dalam penyimpangan hal-hal yang perlu di kaji terkait dengan pola hidup
adalah kebiasaan aktivitas dan olahraga, diet termasuk asupan yang
mengandung kolesterol dan lemak
i) Faktor lingkungan
PJK sering terjadi pada pusat kesibukan yang mendapatkan stress
j) Tersedianya sumber-sumber dan kecukupan
Sumber-sumber yang perlu dikaji adalah fasilitas pelayanan kesehatan
terdekat, sumber dana, pekerjaan dan dukungan keluarga
2. Self care requisites
a) Kebutuhan perawatan diri universal (universal self care requisites)
Kebutuhan yang pada umumnya dibutuhkan manusia selama siklus
kehidupannya
25

1) Pemeliharan asupan udara


Pengkajian keperawatan difokuskan pada upaya dalam memenuhi
asupan udara, bantuan pemenuhan oksigen, yang perlu dikaji adalah
tanda-tanda kekurangan oksiegen dalam tubuh
2) Pemeliharaan asupan cairan
Pengkajian keperawatan difokuskan pada upaya dalam memenuhi
asupan cairan, yang perlu dikaji adalah keseimbangan cairan per hari,
tanda-tanda asupan cairan yang berlebihan dan penanganan yang
diberikan yang berkaitan dengan status cairan
3) Pemeliharaan asupan makanan
Pengkajian keperawatan difokuskan pada upaya pemenuhan asupan
makanan, yang perlu dikaji adalah jenis makanan, berat badan pasien,
indeks masa tubuh, dan penampilan fisik
4) Pemeliharaan pemenuhan proses eliminasi
Fokus pengkajian pada pemenuhan proses eliminasi adalah adanya
perubahan feses seperti adanya darah perlu dikaji pada pasien yang
mendapatkan terapi antikoagulan
5) Pemeliharaan keseimbangan aktivitas dan istirahat
Pengkajian berfokus pada keseimbangan aktivitas dan istirahat,
kemampuan melakukan aktivitas, kemampuan kontrol nyeri dan
kenyamanan pasien
6) Pemeliharaan pemenuhan keseimbangan diri dan interaksi sosial
Pengkajian berfokus pada upaya pasien mempertahankan kualitas dan
keseimbangan perkembangan otonomi personal dan hubungan sosial
yang mengefektifkan fungsi individual, memupuk sikap cinta dan
persahabatan, kondisi kehangatan sosial dan kedekatan hubungan,
peningkatan otonomi pasien dan anggota kelompok, dan kemampuan
pasien beradaptasi dengan kondisinya, keterbatasan untuk berinteraksi
dengan orang lain seperti perawat, dokter, keluarga.
26

7) Pencegahan terhadap hal-hal resiko kehidupan, fungsi diri dan


kesejahteraan
Pengkajian berfokus pada kewaspadaan terhadap jenis resiko yang
terjadi, kemampuan mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya
hal yang membahayakan
8) Peningkatan fungsi diri dan pengembangan dalam kelompok sosial
Pengkajian berfokus pada pengetahuan atau pemahaman pasien
tentang kondisi sekitarnya dan dampak dari penyakit bila tidak segera
ditangani, tindakan yang direncanakan dan mengambil tindakan untuk
mempertahankan integritas sturktur dan fungsi
b) Kebutuhan pengembangan perawatan diri (development self care
requisites)
Pengkajian berfokus pada kebutuhan self care sesuai dengan proses
perkembangan dan kematangan pasien menuju fungsi yang optimal
untuk mencegah terjadinya kondisi yang dapat mengahambat
perkembangan dan kematangan serta penyesuaian diri terhadap
perkembangan tersebut
c) Penyimpangan kebutuhan perawatan mandiri (health deviation self care
requisites)
Pengkajian berfokus pada kebutuhan pasien yang berkaitan dengan
adanya penyimpangan status kesehatan seperti adanya keluhan nyeri
dada atau sesak nafas yang dapat menurunkan kemampuan fungsi dalam
memenuhi kebutuhan self care
b. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan analisis dari pengkajian dengan menggunakan teori self care
deficit dan dikolaborasikan dengan diagnosa NANDA maka dapat
dirumuskan beberapa kemungkinan diagnosa keperawatan pada pasien PJK
yaitu :
1. Diagnosa keperawatan hubungan antara basic conditioning factors dan
adanya self care requites :
a) Ansietas berhubungan dengan nyeri berat, ancaman terhadap
perubahan dalam status kesehatan
27

b) Disfungsi seksual/pola seksual, perubahan berhubungan dengan


ketakutan akan nyeri, intoleransi aktivitas, gangguan harga diri
c) Duka cita, maladaptif berhubungan dengan kehilangan aktual atau
yang dirasakan akibat penyakit
d) Ketakutan berhubungan dengan nyeri, ketakutan tehadap kematian
2. Diagnosa keperawatan kemampuan praktik self care dihubungkan dengan
pengetahuan mengenai therapeutic self care demand, yang bersumber
pada universal self requites dan health deviation self care requites
a) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan suplai oksigen tidak
adekuat
b) Penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan
kontraktilitas jantung
c) Nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap
sumbatan arteri koroner
d) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan perfusi
ginjal akibat gagal jantung
e) Mual berhubungan dengan nyeri dada, efek samping dari obat-obatan
f) Konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltik akibat obat,
penurunan aktivitas
g) Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri
h) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri, kelemahan, keletihan
karena insufisiensi oksigen akibat iskemia
3. Diagnosa keperawatan berdasarkan keterbatasan tindakan yang
menganggu penilaian keputusan dalam pembuatan keputusan serta
produksi self care
a) Defisit perawatan diri berhubungan dengan nyeri, intoleransi aktivitas
b) Perubahan penampilan peran berhubungan dengan efek dari
penyakitnya
c) Penyangkalan berhubungan dengan ketakutan terhadap konsekuensi
pada peran, gaya hidup
d) Perubahan koping keluarga berhubungan dengan hospitalisasi
28

4. Diagnosa keperawatan berdasarkan pengetahuan yang adekuat,


ketrampilan dalam komponen kekuatan lainnya untuk melakukan self
care dalam mencapai komponen therapeutic self care demand
a) Ketidakefektifan koping individu berhubungan dengan efek dari
penyakitnya
b) Gangguan menajemen pemeliharaan rumah berhubungan dengan
nyeri, intoleransi aktivitas, ketakutan terhadap serangan jantung
selanjutnya
5. Diagnosa keperawatan berdasarkan pada potensi latihan untuk
perkembangan self care agency
a) Gangguan harga diri berhubungan dengan efek samping penanganan,
perubahan yang aktual atau yang dirasakan
b) Ketidakberdayaan berhubungan dengan program penanganan,
lingkungan rumah sakit, perubahan gaya hidup yang dirasakan
c. Rencana Asuhan Keperawatan
Perawat membuat rencana atau intervensi keperawatan berdasarkan tujuan
yang ada pada rumusan diagnosa keperawatan untuk mengurangi self care
deficit. Berdasarkan hal tersebut nursing agency merupakan upaya
keperawatan yang dapat memenuhi kebuthan pasien yang dapat dilakukan
dengan cara mengenal kebutuhan pasien, memenuhi kebutuhan dan melatih
kemampuannya.
d. Implementasi
Menurut Orem (2001 dalam Hasymi, 2010) ada lima tahapan metode
aktivitas memberikan bantuan kepada pasien yaitu :
1. Bertindak langsung memberikan pelayanan
2. Memberikan arahan dan memfasilitasi kemampuan pasien dalam
memenuhi self care pasien
3. Memberikan dorongan fisik dan psikologi supaya pasien dapat
mengembangkan potensinya untuk melakukan self care.
4. Menciptakan dan menjaga lingkungan yang mendukung perkembangan
pribadi pasien untuk meningkatkan kemandiriannya
29

5. Mengajarkan kepada pasien berbagai aspek tindakan terkait dengan


perawatan dirinya
Sistem pelayanan yang memfasilitasi pemenuhan kebutuhan self care
individu dan memberikan secara terapeutik disesuaikan dengan tiga tingkatan
kemampuan sistem-sistem keperawatan yang telah dirumuskan oleh Orem
dan dipergunakan dalam pemberian asuhan keperawatan yaitu the wholly
compensatory nursing system, the partially compensatory nursing system, the
supportive nursing system.
e. Evaluasi
Evaluasi dapat dinilai dengan melihat kemandirian pasien dalam hal
mengatasi kesehatan, hal ini berarti sesuai dengan tujuan teori Orem, yaitu
kemampuaan pasien dalam melakukan perawatan diri secara mandiri. Dengan
demikian evaluasi asuhan keperawatan difokuskan pada hal-hal berikut :
1. Kemampuan pasien untuk mempertahankan atau memelihara kebutuhan
self care dan bagaimana usaha pasien mencapainya
2. Kemampuan pasien untuk mengatasi self care deficit dan sampai sejauh
mana perkembangan kemandirian pasien dalam berusaha mencapai
tujuannya
3. Kemampuan keluarga dalam memberikan bantuan dan dukungan self
care jika pasien tersebut mampu melakukan perawatan dirinya sendiri.
30

BAB 3
TINJAUAN KASUS
APLIKASI TOERI OREM “ SELF CARE DEFISIT ”
PADA TN. I DENGAN ACUTE SYNDROME CORONARY NSTEMI
DI RUANG BANGSAL JANTUNG RSUP M DJAMIL

3.1 Data Demografi


1. Identitas Pasien
a. Nama : Tn. R
b. Umur : 46 Tahun
c. Jenis Kelamin : Laki-laki
d. Pendidikan : SMA
e. Pekerjaan : Supir
f. Alamat : Jalan Mustika VII No 87 Pengambiran
Ampalu
g. Suku / Bangsa : Minang / Indonesia
h. No RM : 06.67.99.06
i. Tanggal Masuk : 15 September 2018
j. Tanggal Pengkajian : 20 September 2011
k. Ruangan : Bangsal Jantung RSUP Dr M.Djamil
l. Diagnosa Medis : STEMI akut Anterior onset 2 jam
2. Identitas Penanggungjawab
a. Nama : Ny P
b. Umur : 42 Tahun
c. Pekerjaan : PNS
d. Alamat : Jln Mustika VII no 87 Pengambiran
e. Hubungan dengan klien : Istri

3.2 Faktor Kondisi Dasar (Basic Conditioning Factors)


1. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada tanggal 15 september 2018 saat setelah makan pagi merasakan dada kiri
sakit sekali seperti terhimpit beban berat yang menjalar ke rahang, tangan, dan
pinggang rasanya semakin nyeri seperti diremas – remas napas terasa tercekik,
banyak mengeluarkan keringat nyeri selama lenih 30 menit, nyeri terus menerus
dan tidak hilang dengan istirahat. Klien dibawa ke puskesmas bungus dilakukan
31

EKG, hasil EKG menunjukan Hiperakut T di V1-V4, ST Elevasi, pasien


langsung dirujuk RSUP DR M Djamil sampai IGD di diangnosa STEMI akut
anterior onset 2 jam dengan faktor resiko 3 bungkus perhri. Jam 11.30 wib pasien
dibawa kekamar opresai selesai jam 12.3o wib. Lama oprerasi 60 menit. Setelah
Post PCI 1 stent DES di Mid LM, Prox LAD pada LAD 1 VD + LM disease (
incomplet di Mid LAD) pasien dirawat di CVCU.
Tanggal 20 Sep 2018 pasien pindah rawatan ke bangsal jantung dengan keadaan
umum sedang, kesadaran : Komposmentis nyeri dada tidak terasa lagi, tapi masih
mengeluh sesak napas dengan terpasang monitor dan oksigen 4 liter, batuk
kadang-kadang , mengeluh badan terasa letih.

2. Riwayat Kesehatan yang Lalu


Klien belum pernah menderita penyakit jantung, hipertensi dan diabetes melitus.
Serangan jantung ini merupakan serangan pertama yang pernah dialami pasien.

3. Riwayat Kesehatan Keluarga


Tidak ada keluarga klien yang menderita diabetes melitus dan hipertensi.

4. Riwayat Alergi
Klien tidak ada riwayat alergi sebelumnya

5. Genogram

6. Status Psikososial
a. Status Kesehatan
Saat pengkajian klien terlihat sakit sedang , terbaring ditempat tidur dan
terpasang monitor, infus thereway,
b. Status Perkembangan
Pada saat ini pasien berada di tahap perkembangan dewasa
c. Orientasi sosio kultural
32

Tn. I berasal dari Padang Sumatera Barat Kebiasaan makan dirumah dahulu
sering makan makanan yang berlemak, suka makan yang berminyak dan
kurang sayuran.
d. Sistem Perawatan Kesehatan
Pasien jarang memeriksaakan kesehatannya baik kedokter atau kepuskesmas,
dan pasien jarang mengeluhkan sakit nya kepada istri
e. Sistem Keluarga
Tn. R anak tertua dari sepubuh bersaudara, menikah mempunyai satu orang
istri dan tiga orang anak, yang besar usia remaja dan usai sekolah
f. Pola Hidup
Klien merokok sehari habis 3 bungkus, tidak pernah minum-minuman
berakohol, dan jarang berolah raga.
g. Lingkungan
Tn. R merupakan bekerja di perusahan swasta, dalam bekerja klien
mempunyai prinsip sebelum pekerjaan selesai pasien belum berhenti, dan jika
libur bekerja klien lebih banyak menghabiskan waktu dirumah
h. Sumber Pendukung
Sumber-sumber pendukung yang klien miliki adalah keluarga. Selama dirawat
klien ditemani oleh istri dan anaknya
3.3 Kebutuhan Perawatan Diri Universal (Universal Self Care Requisites)
1. Udara dan Sirkulasi
a. Sistem Pernafasan
Klien mengatakan sesak nafas jika banyak bergerak
Respirasi 28 kali/menit cepat dan dangkal, terpasang O2 4 liter
1) Inspeksi : Tampak sesak nafas, pergerakan dada simetris, dan tidak
menggunakan otot bantu nafas.
2) Palpasi : Fremitus sama kiri dan kanan
3) Perkusi : Sonor area apek paru, basal paru bunyi pekak
4) Auskultasi : bunyi nafas vesikuler, ronkhi +/+, whezing -/-
b. Sistem Kardiovaskuler
TD : 96/63 mmHg, Nadi : 112 kali/menit, JVP 5-0 cmH2O, CR 3 Ol, akral
hangat
1) Inspeksi : Ictus tidak terlihat
2) Palpasi : Ictus teraba 1 jari di media ICS V
3) Auskultasi : Bunyi Jantung S1 dan S2 reguler, murmur -, gallop -
33

2. Cairan
Mukosa bibir lembab, tidak terdapat edema baik orbital edema pada lengan kiri,
ekstremitas bawah edema - , tidak ada asites, tuger kulit kering dan .
Intake cairan peroral 6 gelas sehari, terpasang IVFD RL 500 cc dalm 24 jam
Output urine 1600 cc dalam sehari
3. Nutrisi
Penampilan fisik : klien tampak baik TB 170 cm, BB = 70 Kg
Keluhan : tidak nafsu makan, mual dan muntah sudah berkurang, menghabiskan 3
sendok makan dari porsi yang disediakan
Diet : mendapatkan diet jantung III 1800 kalori
Pemeriksaan abdomen :
1) Inspeksi : simetris dan tidak membesar
2) Auskultasi : bunyi bising usus 10 x/mnt
3) Palpasi : datar dan lembut
4) Perkusi : tympani
4. Eliminasi :
1) Defekasi : BAB 1 kali sehari, konsistensi lunak, warna kuning dan tidak ada
perdarahan
2) Miksi : BAK ditampung dalm botol aqua besar 1800 ml/hari, warna kekuning-
kuningan
5. Aktivitas dan Istirahat
Kesadaran komposmentis, GCS = 15
1) Aktivitas : saat ini klien merasa lelah dan lemas serta pusing, aktivitas menjadi
kurang karenakelelahan, serta merasakan tidak nyaman, tirah baring dan
kebutuhan dibantu istri.
2) Istirahat : tidak bisa tidur nyenyak karena situasi lingkungan pasien yang rami
dan pasien sebelah tempat tidur pasien gelisah sehingga mengganggu pasien.,
tetapi tidak punya keluhan sesak nafas saat tidur dimalam hari
6. Interaksi Sosial
Interaksi sosial klien dengan dokter dan perawat serta petugas rumah sakit
lainnya baik, karena kondisi sakit pasien pasrah saja dengan apa yang akan
dilakukan padanya, contohnya mengambil darah AGD penusukannya berulang
kali dan pasien hanya menahan dan pasrah saja.

7. Pencegahan Bahaya
34

1) Proteksi integumen
Tirah baring, turgor dan intensitas kulit baik, semua aktivitas dibantu oleh
perawat, petekie -, ekimosis -, purpura -, pucat +, jaundice -.
Skala Norton
Hal yang dinilai 4 3 2 1
Kondisi fisik Baik Sedang Buruk Sangat Buruk
Status mental Sadar Apatis Bingung Stupor
Aktivitas Jalan sendiri Jalan dengan Kursi roda Ditempat tidur
bantuan
Mobilitas Bebas Agak Sangat terbatas Tidak mampu
bergerak terbatas bergerak
Inkontinensia Kontinen Kadang Selalu kontinen Inkontinen urin
kontinen dan alvi
Total 15 (resiko dekubitus)
Total nilai 16-20 : tidak ada resiko dekubitus, 12-15 : resiko dekubitus, < 12
resiko tinggi dekubitus ( skor dekubitus 20)
2) Proteksi Imun
Tidak ada tanda-tanda infeksi, suhu 360C, adanya purpura / hematome
didaerah lengan kiri dan kanan dari lengan sampai humerus kiri

8. Peningkatan Fungsi Diri


Pengetahuan dan pemahaman klien tentang penyakitnya cukup baik karena istri
klien seorang perawat . klien tidak mau menerima jika istri menjelakan tentang
penyakitnya mendingan langsung dikasi buku dan dibaca langsung.

3.4 Kebutuhan Pengembangan Perawatan Diri (Development Self Care Requisites)


Klien merupakan klien dewasa dan mampu mengantisipasi resiko yang mengancam
seperti jatuh, cedera, dan mengontrol rasa nyeri, dan lelah,. Hanya sebagian aktivitas
klien di rumah sakit dibantu oleh perawat hanya saja makan dan minum bisa mandiri
sedangkan mandi, berpakaian dan BAB dibantu oleh istri

3.5 Penyimpangan Kebutuhan Perawatan Mandiri (Health Deviation Self Care


Requisites)
Keluhan klien saat ini jika banyak beraktivitas badan terasa lemas, dan napas agak
sesak, Keluhan klien saat ini tidak ada nyeri dada. sesak nafas, dan lemas yang
35

merupakan akibat dari penurunan kardiak output sehingga menyebabkan penurunan


kemampuan fisik dan fungsi dalam memenuhi kebutuhan self care. Penurunan
kemampuan fisik dan fungsi yang dirasakan klien akan bergantung kepada orang lain,
selain itu pada usia lansia dengan mendapatkan obat-obatan kardiovaskuler maka
klien harus diobservasi secara rutin akibat efek yang diberikan obat tersebut.

3.6 Pemeriksaan Penunjang Dan Rencana Medikal


1. Pemeriksaan Penunjang :
a) Laboratorium
1) Darah Rutin
Tes Nilai Satuan Normal
Hb 11.7 gr/dl 14-18
Ht 35 % 40-48
Leukosit 17340 103/µL 5000-10000
Eritrosit 4.5-5.5
Trombosit 21300 103/µL 150.000-400.000
PT 18,7 detik 9,0-12,2
APTT 138,8 detik 31,8-42,0
INR 1,8 <1,2

2) Kimia darah
Tes Nilai Satuan Normal
SGOT u/l 8-10
SGPT u/l 0-40
Protein total gr/dl 6-8
Albumin gr/dl 3.4-4.8
Globulin gr/dl 2.5-3.0
Kalsium 7,9 Mg/dl 3 s.d. 7
Natrium 130 Mmol/L 136-145
Kalium 3,9 Mmol/L 3,5 – 5,1
clorida 99 Mmol/L 97-111
Asam Urat mg/dl <7
Ureum 51 mg/dl 10,0 – 50,0
Creatinin 0,9 mg/dl 0.8-1.3
GDP 80-100
HBA1c 5,7 % 4,8 s.d 6,639
36

Trigliserida 249 mg/dl < 150


Kolesterol total 295 mg/dl < 200
Kolesterol HDL 35 mg/dl
Kolesterol LDL 210 mg/dl < 150

3) Tes jantung
Test I II III Nilai Normal
CK 175 176 124 < 175
CK-MB 35 33 12 7-25
LDH 586 681 470 140-350
Tro T 0.47 0.7 0.1-0.2

4) Analisa Gas Darah


Tes Nilai Normal
pH 7,528 7,35-7,45
pCO2 29,3 35-45
pO2 167,2 75-100
HCO3 24,6 21-25
BE 3 -2,5-2,5
O2 saturasi 99,6 95-100

b) EKG
Tanggal 20 September 2018

Sinus Takikardi, HR 107,Gel P 0,012”, Gel QRS 0,08”, PR int

0,016”, Axis Normaal, ST depresi I,II AVL, LBBB, V3-V6, Q

patologis AVL.

2. Terapi
Nama Obat Dosis
O2 4 liter
RL 500 cc/24 jam
ISDN 3 x 5 mg
Aspilet 1 x 16 mg
Antrovastatin 1 x 40 mg
37

Brilinat 2 x 9 mg
Spironolacton 1 x 12,5 mg
Lasix 2 x 20 mg
Ramiprol 1 x1,2 mg
Merofenam 3 x 1 gr
Flumucyl 2 x 1 Nebu
UFH 810 u / jam
Simarc Sesuai normogram

ANALISA DATA

Nama Pasien : Tn . R No. RM : 00.67.99.06

Umur : 46 tahun Dx Medik : STEMI akut anterior

onset 2 jam, ALO

Data Etiologi Masalah Keperawatan

Data Subyektif : Penurunan kontraktilitas jantung Penurunan curah jantung

Klien mengatakan :

- Sesak nafas terasa jika


banyak bergerak
- Nyeri dada kiri sudah tdk
ada
- Cepat lelah
Data Obyektif :

- TD = 95/70 mmHg, N =
129x/mnt, RR = 24 x/mnt
- CR = 3 detik
- JVP 5-0 cmH2O
- Bunyi jantung gallop -
38

- Bunyi nafas vesikuler, Rh


+/+
EKG = Sinus Takikardi, HR
107,Gel P 0,012”, Gel QRS
0,08”, PR int
0,016”, Axis Normaal, ST
depresi I,II AVL, LBBB, V3-
V6, Q patologis AVL

- pH = 7,52; pCO2 = 29,3;


pO2 = 167,2; HCO3 =
24,6; BE = 3; O2 Sat =
949,6
- EF 35% trombus di LV
Data Subyektif : Perubahan membran alveolus Gangguan Pertukaran Gas
kapiler
Klien mengatakan jika
banyak bergerak napas agak
sesak, jika istirahat tidak
terasa sesak.

Data Objektif :

- TD = 95/70 mmHg, N =
129 x/mnt, RR = 24 x/mnt
- Paru : Vesikuler, Rh +/+
whez -/-, Sonor di apek ,
basal paru peka, taktil
premitus ki=ka
- AGD : pH;7,528, pCO2;
29,3, pO2; 167,2, SatO2
Data Subjektif : kelemahan, keletihan sekunder Intoleransi aktivitas
terhadap insufisiensi oksigen
Klien mengatakan
akibat iskemia
Cepat terasa lelah

Terasa berat didada dan


39

sesak nafas jika banyak


bergerak

Data Objektif :

- TD =95/70 mmHg, N =
129x/mnt, RR = 24 x/mnt
- Hb11,8 gl/dl
- Klien bedrest , tampak lesu
- Seluruh kebutuhan klien
dibantu perawat
- Tampak pucat
Data Subjektif : Efek agen Farmakologis Resiko Perdarahan

Klien mengatakan :kulit


lengan berwarna biru
kehitaman karena efek
pengambilan darah arteri

Data Objektif :

- PT 18,7, APTT 138,8 INR


1,8, Hb 11,8 gr/dl, Ht 35
- Hemato, purpura pada
daerah lengan kiri dan
kanan disekitar
pemasangan infus dan
lengan
- Edema pada lengan kiri
dan kanan pasien
- Pasien mendapat terapi
UHF 810 uni dan Simac
- adanya trombus di LV
Data Subjektif : Kurang pengetahuan klien dan Kecemasan
keluarga tentang penyakitnya
Klien mengatakan

- Pengetahuan dan
40

pemahaman klien tentang


penyakitnya sangat
minimal karena baru
pertama merasakan sakit
jantung ini.
- Klien dan keluarga
merasa cemas karena
ketidaktahuan tentang
penyakitnya.
- Klien mengharapkan
adanya penjelasan
tentang penyakitnya dari
petugas kesehatan
Data Objektif

Klien dan keluarga sering


menanyakan keadaan
sakitnya

Diagnosa Keperawatan yang muncul :

1. Diagnosa keperawatan berhubungan dengan universal self requisites


a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan kontraktilitas jantung
b. Gangguan Pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrans alveolus-
kapiler
c. Intoleransi aktivitas berhubungan , lelah, letih skunder terhadap insufisiensi
oksigen ke daerah jantung
d. Resiko perdarahan berhubungan efek agen farmakologik
2. Diagnosa keperawatan berhubungan dengan health deviation self care requisites
a. Kecemasan berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien dan keluarga
tentang penyakitnya
Rencana Asuhan Keperawatan ACS STEMI dengan pendekatan teori Orem Self Care :

1. Diagnosa I : ditemukan pada tanggal 20 September 2018


a. Terapi kebutuhan perawatan diri, area : defisiensi udara dan sirkulasi
b. Keadekuatan agensi perawatan diri : penurunan
41

c. Diagnosa keperawatan : penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan


kontraktilitas jantung
Rasional : penurunan curah jantung adalah keterbatasan pompa jantung yang
disebabkan karena ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
kejantung yang mengakibatkan gangguan fungsi jantung. Ketidakseimbangan
oksigen diakibatkan oleh karena sumbatan pada pembuluh darah koroner yang
berasal dari pembentukan aterosklerosis.
d. Desain sistem keperawatan : the partially compensatory nursing system
e. Metode bantuan : dukungan fisik dan psikologis
2. Diagnosa II : ditemukan pada tanggal 20 September 2018
a. Terapi kebutuhan perawatan diri, area : defisiensi udara dan sirkulasi
b. Keadekuatan agensi perawatan diri : gangguan
c. Diagnosa keperawatan : Gangguan pertukaram gas berhubungan dengan
perubahan memberan alveolus-kapiler
Rasional : kelebihan atau kekurangan oksigenisasi dan atau elliminasi
karbodioksidan pada membran alevelus –kapiler. Peningkatan pH 7,528 dan
Penurunan pCO2 29,3 dan adanya bunyi napas tambahan Rhonki +/+
menunjukan adanya perubahan pada membran alveolar-kapiler sehingga
mengakibatkan gangguan dalam proses pertukaran gas.
d. Desain sistem keperawatan : the partially compensatory nursing system
e. Metode bantuan : dukungan fisik dan psikologis

3. Diagnosa III : ditemukan pada tanggal 20 September 2018


a. Terapi kebutuhan perawatan diri, area : aktivitas dan istirahat
b. Keadekuatan agensi perawatan diri : ketidakseimbangan
c. Diagnosa keperawatan : intoleransi aktivitas berhubungan dengan , lemah, letih
sekunder terhadap insufisiensi oksigen kedaerah jantung
Rasional : intoleransi aktivitas merupakan penurunan kapasitas fisiologis
seseorang untuk mempertahankan aktivitas sampai ketingkat yang diinginkan atau
diperlukan, intoleransi aktivitas tidak terlepas dari kebutuhan oksigen. Pada
keadaan ACS terjadi ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
kejantung membuat beban jantung meningkat, sehingga perfusi kejaringan
berkurang mengakibatkan kekurangan energi dan berakhir pada kelelahan.
d. Desain sistem keperawatan : the partially compensatory nursing system
e. Metode bantuan : dukungan fisik dan psikologis
42

4. Diagnosa IV
a. Terapi kebutuhan perawatan diri, area : perlindungan / keamanan
b. Keadekuatan agensi perawatan diri : perubahan
c. Diagnosa keperawatan : resiko perdarahan berhubungan dengan efek agen
farmakologi
Rasional : perdarah dibawah kulit seperti hematoe, purpura dilengaan pasien
merupakan efek terapi UHF 810 Unit dan simac dibuktikan dengan pemeriksaan
laboratorium PT dan APTT dan INR yang memanjang diatas normal. Therapi
dibutuhkan karena pasien memiliki Trombus di LV..
d. Desain sistem keperawatan : the partially compensatory nursing system
e. Metode bantuan : dukungan fisik dan psikologis
5. Diagnosa V
a. Terapi kebutuhan perawatan diri, area : kebutuhan pengembangan perawatan diri
b. Keadekuatan agensi perawatan diri : kurang informasi
c. Diagnosa keperawatan : kecemasan berhubungan dengan kurang pengetahuan
klien dan keluarga tentang proses penyakitnya
Rasional : kekurangan pengetahuan menyebabkan kecemasan baik klien maupun
keluarga karena belum pernah mengalami serangan jantung, pengetahuan
dibutuhkan untuk mempersiapkan klien agar mampu melakukan perawatan diri
secara mandiri.
d. Desain sistem keperawatan : the supportive educative nursing system
e. Metode bantuan : dukungan fisik dan psikologis
43

INTERVENSI KEPERAWATAN

No Diagnosa Keperawatan Tujuan NOC NIC


1 Penurunan curah jantung b.d Setelah dilakukan tindakan Pompa jantung menjadi a. Monitoring tanda-tanda vital :
penurunan kontraktilitas jantung keperawatan selama 4 x 24 jam efektif 1. Kaji tekanan darah pasien (hipertensi atau
diharapkan klien dapat hipontensi) dan respirasi rate (tachypnea) setiap 2
meningkatkan kardiak output jam sekali
dengan pembuktian ritme 2. Kaji heart rate dan rytme (takikardi) setiap 2 jam
jantung menjadi regular, heart sekali
rate dalam batas normal (60- 3. Auskultasi bunyi jantung pasien setiap 2 jam
100 x/menit ) tekanan darah, sekali
sistolik dalam batas normal ( 4. Monitoring bunyi nafas setiap 2 jam sekali
100-120 mmHg) tekanan darah b. Cardiac care acute
diastolik ( 80-95 mmHg) 1. Monitoring nyeri dada klien
pernafasan ( 12-16 x/menit) , 2. Monitoring EKG
dan urin output dalam batas 3. Catat rytme jantung 8 jam sekali.
normal. 4. Monitoring intake dan output setiap 8 jam
5. Kaji perubahan status mental
6. Kaji nadi perifer
7. Pemberian obat peningkatan curah jantung
44

8. Monitoring pemberian oksigen


c. Cardiac precaution
1. Berikan istirahat fisik dan psikis yang cukup
2. Sediakan temperatur rektal dan terapi rektal
3. Dorong untuk makan makanan kecil dan istirahat
2 Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan tindakan Pertukaran gas baik a. Monitoring pernapasan
berhubungan dengan perubahan keperawatan selama 3 x 24 jam 1. Awasi jumlah , irama kedalam dan usaha
membran alveolus-kapiler diharapkan : bernapas .
 Tidak ada sesak napas, 2. Catat pergerakan dada, perhatikan
nyaman dalam kesimetrisan, penggunaan otot bantu
bernapas pernapasan, dan retraski didnding dada
 Tidak sesak napas 3. Auskultasi bunyi napas
ketika istirahat 4. Monitoring tanda-tanda vital
 pH arteri dalam batas 5. Berikan Terapi Nebulizer sesuai therapi
normal ( 7,35-7,45) b. Therapi Oksigen
 PO2 dan PCO2 dalam 1. Berikan oksigen

batas normal 2. Pantau aliran , volume oksigen, posisi


peralatan
3. Amati tanda-tanda hipoventilasi akibat
pemberian oksigen
45

c. Latihan otot pernapasan dan napas dalam dan


lip purse breathing ( LPB)
3 Resiko perdarahan berhubungan Setelah dilakukan tindakan Resiko perdarahan a. Monitoring perdarahann:
dengan efek agen farakologi keperawatan selama 3x 24 jam 1. Monitoring tanda-tanda perdarahan tertutup
diharapkan Klien dapat 2. Catat Hb / Ht
meningatkan prilaku 3. Monitoring pembekuan darah PT, APTT dan
pencegahan perdarahan INR
4. Cegah pasien dari trauma yang dapat
menyebabkan perdarahan
5. Hindari injeksi IV,IM ,SC
b. Monitoring tanda-tanda vital
1. Kaji tanda-tanda vital sebelum dan sesudah
aktivitas
2. Monitoring tanda vital ortotastik termasuk
tekanan darah

4 Kecemasan berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan Pengatahuan klien 1. Kaji tingkat pemahaman klien terkait ACS/PJK
kurangnya pengetahuan klien keperawatan selama 3 x 24 bertambah 2. Diskusikan dengan klien hal-hal yang terkait
dan keluarga tentang jam diharapkan terjadi dengan keadaan patologis yang di alami klien
penyakitnya peningkatan pengetahuan klien. (pengertian PJK, penyebab, tanda dan gejala, faktor
46

Klien memahami tentang resiko, dan hal-hal yang perlu diperhatikan, serta
proses penyakitnya penerapan aktivitas)
3. Sarankan klien agar setelah pulang nanti klien rajin
melakukan pengontrolan.

CATATAN PERKEMBANGAN

Tanggal 21 September 2018

Diagnosa Implementasi Evaluasi Paraf


Keperawatan
1 Cardiac precaution Subyektif :
1. Mengkaji tekanan darah pasien (hipertensi atau Klien mengatakan :
hipontensi) dan respirasi rate (tachypnea) setiap 2 - Sesak nafas saat banyak bergerak dan saat duduk
jam sekali - Nyeri dada kiri tidak ada
Jam TD RR - Cepat lelah
47

08.00 95/60 mmHg 24 x/mnt Obyektif :


10.00 100/60 mmHg 24 x/mnt - TD = 100/60 mmHg, N = 102x/mnt, RR = 24 x/mnt
12.00 95/60 mmHg 22 x/mnt - CR > 2 detik
14.00 96/60 mmHg 22 x/mnt - JVP 5-0 cmH2O
2. Mengkaji heart rate dan rytme (takikardi) setiap 2 - Bunyi jantung BJ I dan Bj II reguler
jam sekali - Bunyi nafas vesikuler Rhonki +/+

Jam HR - EKG : Tanggal 20 September 2018

08.00 102 x/mnt Lemah & teratur Sinus Takikardi, HR 107,Gel P 0,012”, Gel QRS 0,08”, PR int

10.00 129 x/mnt Lemah dan teratur 0,016”, Axis Normaal, ST depresi I,II AVL, LBBB, V3-V6, Q

12.00 112 x/mnt Lemah dan teratur patologis AVL

14.00 102 x/mnt Lemah dan teratur Analisis :

3. Mengauskultasi bunyi jantung pasien setiap 2 jam Masalah penurunan curah jantung belum teratasi
sekali Perencanaan :
Lanjutkan intervensi 1,2,3,4,5,6,7,8
Jam Bunyi jantung
08.00 BJ I dan BJ II
10.00 BJ I dan BJ II
12.00 BJ I dan BJ II
14.00 BJ I dan BJ II
4. Memonitoring bunyi nafas setiap 2 jam sekali
Jam Bunyi nafas
48

08.00 Vesikuler +/+ Rh +/+


10.00 Vesikuler +/+, Rh +/+
12.00 Vesikuler +/+ Rh +/+
14.00 Vesikuler +/+ Rh +/+
5. Memonitoring intake dan output setiap 8 jam
Jam Intake Output
14.00 Air Putih 400 cc Urine ; 500 cc
Makan 100 cc IWL : 125 cc
500 cc 625 cc
6. Monitoring EKG
Tanggal 20 September 2018 : Sinus Takikardi, HR
107,Gel P 0,012”, Gel QRS 0,08”, PR int 0,016”,
Axis Normaal, ST depresi I,II AVL, LBBB, V3-V6, Q
7. Memberikan istirahat fisik dan psikis yang
cukup
8. Berkolaborasi pemberian obat-obatan
Oksigen 3 liter/menti nasal kanul
2 Monitoring Pernapasan Subyektif :
1. Awasi jumlah , irama kedalam dan usaha Klien mengatakan :
bernapas . Sesak napas berkurang, saat beraktivitas minimal seperti
49

2. Catat pergerakan dada, perhatikan berbicara mengatakan sesak yang dirasakan sudar berkurang
kesimetrisan, penggunaan otot bantu Objektif :
pernapasan, dan retraski didnding dada - Surara napas vesikuler, rhonki +?+
3. Auskultasi bunyi napas -
4. Berikan Terapi Nebulizer sesuai therapi - Tidak menggunaan otot bantu napas, pengembangan dada
5. Monitoring Analisa gas darah simetri
- TD = 95/60 mmHg, N = 102x/mnt, RR = 24 x/mnt
- Ph : 7,528 , pCO2 30,3, pO2 72,3, Sat O2 96,4, Hco3 : 26,9
Analisis
Masalah nyeri belum tertasi
Perencanaan :
Lanjutkan intervensi 1,2,3,4,5,
3 Manajemen energi : Subjektif :
1. Memberi jarak aktivitas keperawatan Klien mengatakan
Aktivitas keperatawan dilakukan pada pagi hari Cepat terasa lelah
2. Menjadwalkan istirahat per periode Terasa berat didada dan sesak nafas
Klien istirahat dari jam 12.00 sampai dengan Objektif :
15.00 WIB - TD = 95/70 mmHg, N = 102x/mnt, RR = 20 x/mnt
3. Meniingkatkan aktivitas terhadap rehabilitasi - Klien bedrest di rumah sakit
keperawatan langsung - Seluruh kebutuhan klien dibantu perawat
50

Klien dibantu dalam perubahan posisi - Tampak pucat


4. Menginstruksikan klien untuk menghindari Analisis :
aktivitas yang dapat meningkatkan kerja jantung Masalah intoleransi aktivitas belum teratasi
Klien dianjurkan untuk tidak mengedan saat mau Perencanaan :
BAB Lanjutkan intervensi 1,2,3,4
4 1. Mengkaji tingkat pemahaman klien terkait ACS Data Subjektif :
2. Diskusikan dengan klien hal-hal yang terkait Klien mengatakan
dengan keadaan patologis yang di alami klien - Pengetahuan dan pemahaman klien tentang penyakitnya
(pengertian ACS, penyebab, tanda dan gejala sudah memahami ACS, penyebab, tanda dan gejala
ACS) - Klien dan keluarga merasa cemas berkurang sedikit
- Klien senang dengan penjelasan yang diberikan kepada klien
dan keluarga
Data Objektif
Aktif dalam berdiskusi
Analisis :
Masalah kecemasan belum teratasi
Perencanaan :
Lanjutkan intervensi lanjut 1,2
51

BAB 4
PEMBAHASAN

4.1 Analisa Hasil Pengkajian


Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan
untuk mengumpulkan informasi atau data tentang klien, agar dapat
mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan
keperawatan klien baik fisik, mental, sosial, dan lingkungan. Pengkajian yang
sistematis dalam keperawatan dibagi dalam empat kegiatan, yang meliputi :
pengumpulan data, analisis data, sistematika dan penentuan masalah.
Pengkajian menurut teori Orem self care dibagi menjadi empat langkah yaitu
(1) kondisi dasar (basic confonding factors) (2) kebutuhan perawatan diri
universal (universal self care requisites) (3) kebutuhan perkembangan
perawatan diri (development self care requisites) (4) penyimpangan
kebutuhan perawatan mandiri (health deviation self requisites)

4.1.1 Faktor Kondisi Dasar (Basic Conditioning Factors)


Pengkajian faktor kondisi dasar meliputi riwayat kesehatan sekarang, riwayat
kesehatan yang lalu, riwayat kesehatan keluarga dan status psikososial.
Riwayat Kesehatan Sekarang meliputi keluhan utama : klien masuk RS
Mjamil tanggal 20 September 2018, nyeri dada kiri dan menjalar kebagian
lengan serta terasa seperti ditindih sejak kemarin dengan waktu 15 menit
setiap 30 menit, mual dan muntah. Pada saat pengkajian klien mengatakan
masih nyeri dada kiri dan menjalar kebagian lengan kiri dan terasa ditindih
dengan skala nyeri 10, lemas, sesak nafas, masih mual dan tidak muntah.
Dari data diatas klien mengalami manifestasi yang mengacu pada penyakit
jantung koroner PJK. Menurut Yahya (2010) PJK adalah gangguan pembuluh
darah koroner yang menyebabkan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen jaringan atau miokard jantung. Tanda dan gejala yang
ditemukan pada Tn. R adalah nyeri dada kiri yang menjalar kebagian lengan
kiri dengan gejala yang menyertai adalah mual, muntah sesak nafas, dan
52

lemas merupakan klasifikasi dari PJK khusunya Acute Coronary Syndrome


atau Sindrom Koroner Akut (SKA) (Davis, 2004).
Riwayat Kesehatan yang Lalu : Klien belum pernah menderita penyakit
jantung, hipertensi dan diabetes melitus. Serangan jantung ini merupakan
serangan pertama yang pernah dialami pasien. Serangan jantung yang dialami
klien tidak berasal dari faktor resiko penyakit terdahulu seperti merokok dan
hiperlepedemia, hipertensi yang merupakan faktor resiko penyebab
terjadinya PJK.
Riwayat Kesehatan Keluarga : ibu Tn. R pernah menderita penyakit jantung.
Yahya (2010) menjelaskan bahwa keturunan merupakan faktor resiko
terjadinya PJK yang tidak dapat dimodifikasi, keturunan dibuktikan bahwa
adanya gen-gen perusak seperti FLAP yang memicu terjadinya inflamasi
pembuluh darah yang berperan dalam penyempitan pembuluh darah jantung.
Status Psikososial : Tn. R (46 tahun) berada pada tahap perkembangan
dewasa, peningkatan umur pada seseorang termasuk salah satu faktor resiko
terjadinya PJK dan umumnya terjadi pada usia diatas 40 tahun (Black &
Hawks, 2009). Pada lansia PJK terjadi karena adanya kekakuan arteri yang
menyebabkan peningkatan tekanan intravaskuler perifer dan biasanya lansia
mengalami sirkulasi kolateral jantung yang menganggu proses sirkulasi arteri
koroner.
Pada pengkajian orientasi sosio kultural ditemukan bahwa Tn. R berasal dari
Padang Sumatera Barat, yang secara demografis Sumatera Barat merupakan
wilayah dengan penduduknya lebih suka mengkonsumsi makanan dengan
kadar kolesterrol yang tinggi, yang merupakan penyebab utama terbentuknya
plak didalam pembuluh darah sampai terjadi pengerasan atau disebut dengan
arterosklerosis (Woods, Froelicher, Motzer, 2000)
Pola hidup Tn. R bahwa merokok sejak duduk smp sudah merokok ,habis 3
bungkus perhari pada Tn. R juga merupakan faktor resiko terjadinya PJK.
Rokok diketahui mempunyai zat racun yang akan merangsang katekolamin
untuk merusak lapisan pembuluh darah koroner selanjutnya mempertebal dan
merapuhkan dinding pembuluh darah sehingga akan terjadi penyumbatan
pada daerah arteri koroner (Yahya, 2010)
53

4.1.2 Kebutuhan Perawatan Diri Universal (Universal Self Care


Requisites)
Pada pengkajian kebutuhan perawatan diri universal didapatkan data yang
menyimpang adalah udara dan sirkulasi, nutrisi, aktivitas dan istirahat serta
peningkatan fungsi diri.
Udara dan Sirkulasi : Respirasi 28 kali/menit cepat dan dangkal, tidak
menggunakan otot bantu nafas, terpasang O2 4 liter, klien mengatakan sesak
nafas jika banyak beraktivitas , TD : 95/60 mmHg, Nadi : 102 kali/menit, JVP
5-0 cmH2O, CR 2 detik, nyeri dada kiri saat pengkajian hari kelima rawatan
tidak ditemukan lagi.
Nutrisi : klien tampak kurus, TB 178 cm, BB = 70 Kg, tidak nafsu makan,
mual dan muntah sudah berkurang, menghabiskan 3 sendok makan, Diet :
mendapatkan diet jantung III 1800 kalori
Aktivitas dan Istirahat : saat ini klien merasa lelah dan lemas, aktivitas
menjadi kurang karena nyeri dada, serta merasakan tidak nyaman,tirah
baring, dan semua kebutuhan dibantu oleh perawat. Istirahat : tidak bisa tidur
nyenyak karena nyeri dada, tetapi tidak punya keluhan sesak nafas saat tidur
dimalam hari
Peningkatan Fungsi Diri : Pengetahuan dan pemahaman klien tentang
penyakitnya sangat minimal karena baru pertama merasakan sakit jantung ini.
Klien dan keluarga merasa cemas karena ketidaktahuan tentang penyakitnya.
Klien mengharapkan adanya penjelasan tentang penyakitnya dari petugas
kesehatan
Patofisiologi PJK dimulai dengan adanya faktor resiko yang dialami
seseorang, dalam hal ini Tn. R mempunyai faktor resiko yaitu usia, keturuna,
rokok, dan peningkatan kolesterol. Faktor resiko tersebut akan terjadi
perubahan keadaan plak dalam arteri koroner, proses terjadinya
arterosklerosis terdiri dari beberapa tahap yaitu tidak berfungsinya endotel
akibat paparan agen toksik yang melemahkan barier pertahanan endotel,
keluarnya sitokin inflamasi, meningkatnya perlengketan molekul dan
berubahnya subtansi vasokontriksi. Tahap kedua adalah masuknya lipoprotein
54

dan perubahannya, ketika sel endotel mengalami disfungsi, hal ini


menyebabkan tidak efektif sehingga hal ini berpengaruh dalam lipoprotein,
dan menyebabkan lipoprotein lebih lama dalam aliran darah, oksidasi adalah
tipe yang pertama dari perubahan dari LDL diruang subendotel. Tahap ketiga
yaitu Recruitment of Leukocytes proses masuknya dan perubahan biokimia LDL,
ini adalah kunci dari proses aterogenesis yang mencakup melekatnya leukosit,
terutama adalah monosit dan limfosit T di dalam dinding sel pembuluh darah.
Setelah monosit melekat dan masuk ke ruang subendotel, monosit berubah
menjadi makrofag, agar mampu memfagosit dan memakan dari modifikasi
LDL (mLDL), namun hal ini akan merubah LDL menjadi foam, ini adalah
awal dari komponen aterosklerosis yang disebut fatty streak. Tahap terakhir
dari proses arterosklerosis adalah Recruitment of smooth Muscle Cells yaitu
perubahan dari fatty streak menjadi plak fibrous melibatkan pindahnya sel
otot halus dari tunika media ke tunika intima yang telah mengalami injuri,
kemudian sel otot halus berproliferasi di dalam lapisan intima, dan
mensekresikan jaringan pengikat (Silbernagl & Lang, 2006; Aaronson, 2010).
Setelah peningkatan aktivitas plak dalam koroner akan terjadi pelepasan plak
dan menyumbat, proses obstruksi mengaakibatkan iskemia jaringan pada
daerah yang kurang suplai oksigen ke otot jantung, perubahan suplai oksigen
kejantung akan merangsang peningkatan kebutuhan oksigen kejantung dan
lama kelamaan akan mematikan miokardium yang berdampak pada
penurunan kontraktilitas jantung dan penurunan kardiak output (Silbernagl &
Lang, 2006).
Penurunan kontraktilitas jantung mempengaruhi gangguan repolarisasi
miokard sehingga jantung akan melepaskan enzim lisosom jantung.
Kurangnya suplai oksigen dan ditambah dengan pelepasan enzim lisosom
akan membuat suasana daerah jantung mengalami glikolisis anaerob dengan
produksi akhir yaitu pembentukkanasam laktat. Asam laktat akan merangsang
serabut saraf interkostalis (Torakal I-IV) untuk menyebarkan rasa nyeri
didada dan menyebar kelengan, rahang, bahu yang disebut sebagai angina
(Silbernagl & Lang, 2006).
55

Peningkatan kebutuhan oksigen kejantung menyebabkan penurunan oksigen


kejaringan. Ketidakseimbangan oksigen kejaringan mempengaruhi
keseimbangan dalam tubuh dengan menifestasi yang dimunculkan tubuh
yaitu kelelahan dan keletihan serta kelemahan. Manifestasi tersebut membuat
seseorang tidak toleran terhadap aktivitasnya (Silbernagl & Lang, 2006).
Mual dan muntah merupakan gejala penyerta didalam PJK, seseorang akan
mengalami penurunan nafsu makan karena rasa nyeri yang timbul akan
menyebar kebagian abdomen utamanya lambung untuk meningkatkan kerja
lambung dan kerja asam lambung meningkat memicu terjadinya proses mual
dan muntah.
Serangan jantung Tn. R merupakan serangan yang pertama sehingga
kebutuhan akan pengetahuan penyakitnya untuk pasien dan keluarga
meningkat, dan akan merangsang rasa keingintahuan keluarga dan pasien
tentang penyakitnya yang dimanifestasikan dalam bentuk rasa cemas.

4.1.3 Kebutuhan Pengembangan Perawatan Diri (Development Self


Care Requisites)
Pengkajian ini berfokus pada kebutuhan self care sesuai proses perkembangan
dan kematangan pasien menuju fungsi yang optimal untuk mencegah
terjadinya kondisi yang dapat menghambat perkembangan dan kematangan
serta penyesuaian diri terhadap perkembangannya. Klien merupakan klien
lansia dan tidak mampu mengantisipasi resiko yang mengancam seperti jatuh,
cedera, dan mengontrol rasa nyeri, dan lelah, terkadang klien merasa tidak
mampu bangun. Hampir semua aktivitas klien di rumah sakit dibantu oleh
perawat hanya saja makan dan minum bisa mandiri sedangkan mandi,
berpakaian dan BAB dibantu oleh perawat

4.1.4 Penyimpangan Kebutuhan Perawatan Mandiri (Health Deviation


Self Care Requisites)
Pengkajian berfokus pada kebutuhan pasien yang berkaitan dengan adanya
penyimpangan status kesehatan yang dapat menurunkan kemampuan fisik
dan fungsi. Keluhan klien saat ini adalah nyeri dada kiri dan menjalar ke
56

lengan, sesak nafas, dan lemas yang merupakan akibat dari penurunan
kardiak output sehingga menyebabkan penurunan kemampuan fisik dan
fungsi dalam memenuhi kebutuhan self care. Penurunan kemampuan fisik
dan fungsi yang dirasakan klien akan bergantung kepada orang lain, selain itu
pada usia lansia dengan mendapatkan obat-obatan kardiovaskuler maka klien
harus diobservasi secara rutin akibat efek yang diberikan obat tersebut.
57

BAB 5
PENUTUP

Acute Coronary Syndrome (ACS) merupakan salah satu manifestasi dari Penyakit
Jantung Koroner (PJK). PJK adalah suatu bentuk gangguan pembuluh darah
koroner yang termasuk dalam kategori arterosklerosis dan merupakan jenis dari
gangguan kardiovaskuler. ACS adalah suatu sindrom klinis yang bervariasi akibat
gangguan pembuluh darah koroner, terbagi dalam angina pektoris tidak stabil,
infark miokard akut non ST elevasi, dan infark miokard akut ST elevasi.
Manifestasi klinis yang akan muncul yaitu nyeri dada, yang berat dan terasa
tertekan dan berat akan menyebar keleher, rahang, bahu, dan kedua lengan disertai
dengan mual muntah, sesak nafas, lemas, pusing dan diaforesis (Davis, 2004).

Penerapan Teori Self Care Orem merupakan suatu pendekatan yang dinamis,
dimana perawat bekerja untuk meningkatkan kemampuan pasien dalam merawat
dirinya sendiri dan bukan menempatkan pasien pada posisi bergantung karena self
care merupakan perilaku yang dapat dipelajari. Pengkajian Orem terdiri dari enam
langkah yaitu (1) kondisi dasar (basic confonding factors) (2) kebutuhan
perawatan diri universal (universal self care requisites) (3) kebutuhan
perkembangan perawatan diri (development self care requisites) (4)
penyimpangan kebutuhan perawatan mandiri (health deviation self requisites).
Intervensi dan implementasi yang diberikan dengan desain yang dimiliki perawat
dan sesuai kebutuhan pasien sesuai kebutuhan pasien diberbagai tahapan seperti
sistem penyeimbang keperawatan menyeluruh (the wholy compensatory system),
sistem penyeimbang keperawatan sebagian (the partially compensatory system)
dan sistem pendukung dan pendidikan (the supportive educative nursing system).

Pada kasus Tn. R dilakukan pemberian asuhan keperawatan didapatkan lima


masalah keperawatan yaitu penurunan curah jantung, nyeri, intoleransi aktivitas,
resiko gangguan nutrisi, dan kecemasan. Empat dari lima masalah keperawatan
diberikan intervensi dan implementasi keperawatan yang didesain dengan sistem
58

keseimbangan keperawatan sebagian sedangkan satu masalah yaitu kecemasan


didesain dengan sistem pendukung dan pendidikan.

Evaluasi tahap akhir perawatan selama empat hari pada Tn. R menggunakan teori
keperawatan Self Care Orem cukup efektif untuk diberikan kepada pasien dengan
gangguan kardiovaskuler dibuktikan dengan dua masalah keperawatan yaitu
nutrisi dan kecemasan teratasi.
59

DAFTAR PUSTAKA

Aaronson, P.I., & Ward, JPT. (2010). Sistem Kardiovaskuler : At a Glance. Edisi
Ketiga. Alih Bahasa : Surapsari. Jakarta : EGC

Alligood, M. R., Tomey, A. M. (2006). Nursing Theory : Utilization &


Application. Third Editior. St. Louis ,Missouri : Mosby

Black, J.M., & Hawks, J.H. (2009). Medical Surgical Nursing : Clinical
Management for Positive Outcomes. Eighth Edition. Philadelphia :
Saunders Elsevier

Bulecheck, G.M., Butcher, H.K., & Dochterman, J.M. (2008). Nursing


Interventions Classification (NIC). Fifth Edition. St. Louis, Missouri :
Mosby

Davis, L. (2004). Cardiovascular Nursing Secrets. St Louis, Missouri : Elsevier


Mosby

Deglin & Vallerand, (2005), Pedoman Obat Untuk Perawat. Alih Bahasa :
Monica Ester, Edisi : 4, Jakarta : EGC

Donaliazarti. (2011). Sindrom Koroner Akut. Diunduh dari


http://www.scribd.com/doc/60338037/Makalah-Sindrom-Koroner-Akut.
tanggal 22 Oktober 2011

Hasymi, Y. (2010). Analisis Praktik Residensi Spesialis Keperawatan Medikal


Bedah Peminatan Kardiovaskular Di RSUP Dr. Mangunkusumo dan Pusat
Jantung Nasional Harapan Kita Jakarta 21 September 2009 – 21 Mei
2010. Laporan Residensi FIKUI. Tidak Dipublikasikan

Ignatavicius & Workman. (2010). Medical Surgical Nursing; Patient Centered


Collaburative care for Collaburative Care. 6ed. Missouri : Sounders
Elseiver.
60

Kabo, P. (2010). Bagaimana Menggunakan Obat-Obat Kardiovaskuler Secara


Rasional. Jakarta : Balai Penerbit FKUI

Lewis, S.L., Heitkemper, M.M., Dirksen, S.R., O’Brien, P.G., & Bucher, L.
(2007). Medical Surgical Nursing : Assessment and Management of
Clinical Problems. Seventh Edition. Volume 1. St.Louis, Missouri :
Mosby Elsevier

Orem, D.E. (2001). Nursing Concepts of Practice. Sixth Edition. St. Louis,
Missouri : Mosby

Riswanto. (2010). Kreatinin Kinase. Diunduh dari


http://labkesehatan.blogspot.com/2010/10/kreatin-kinase.html pada tanggal
23 Oktober 2011

Sibernagl & Lang. (2007). Teks Dan Atlas Bewarna Patofisiologi. Alih Bahasa :
Setiawan. Jakarta: EGC

Soeharto, I. (2004). Penyakit Jantung Koroner dan Serangan Jantung Koroner :


Pencegahan Penyembuhan Rehabilitasi Panduan Bagi Masyarakat
Umum. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

Sudoyo, Alwi, Setihadi, Setiati & Simardibarata. (2006). Ilmu Penyakit Dalam.
Edisi V. Jakarta : Badan Penerbit Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia

Yahya, A.F. (2010). Menaklukkan Pembunuh No.1 : Mencegah dan Mengatasi


Penyakit Jantung Koroner Secara Tepat dan Cepat. Bandung : PT. Mizan
Pustaka
61

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Illahi Robbi, karena atas Rahmat dan Hidayah-Nya penulis
telah menyelesaikan Laporan Lengkap Asuhan Keperawatan Pada Tn. R Dengan
ACS STEMI Berdasarkan Pendekatan Teori Self Care Orem yang merupakan
salah satu tugas individu pada mata kuliah Aplikasi Satu Keperawatan Medikal
Bedah.

Terima kasih penulis ucapkan atas semua-bantuan baik moril maupun motivasi
yang telah diberikan selama ini serta bimbingan yang telah diberikan para
supervisor baik dari tim Aplikasi KMB I di Fakultas Keperawatan Unand
maupun di Ruang Bangsal Jantung Rumah Sakit dr M Djamil Padang. Dalam
Penyelesaian laporan ini tak lepas dari bantuan berharga dari:
1. Bapak Ns. Hendria Putra,M.Kep,SpKMB selaku pembimbing Klinik
2. Bapak Ns. Daly Rahman,M.Kep, Sp KMB Selaku pembing akademik
3. Seluruh tim supervisor Aplikasi KMB I

Dalam penulisan laporan ini masih banyak terdapat kekurangan, sehingga penulis
memohon masukan agar pada penulisan laporan selanjutnya dapat dilakukan
dengan lebih baik. Atas perhatiannya penulis ucapkan terima kasih.

Padang, Sepetember 2018


Penulis,
62

DAFTAR ISI

Kata Pengatar............................................................................................. i
Daftar Isi.................................................................................................... ii
Daftar Tabel.............................................................................................. iv
Daftar Skema............................................................................................ v
BAB 1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang …………………………………………………. 1
1.2 Tujuan Penulisan………………………………………………… 2
1.3 Metode Penulisan………………………………………………... 2
1.4 Sistematika Penulisan …………………………………………… 3

BAB 2 Konsep Dasar Teori


2.1 Konsep Dasar ACS…………………………….. ………………. 4
2.2 Konsep Dasar Teori Self Care Orem …………………………… 18
2.3 Aplikasi Teori Orem Pada Pasien PJK...................…………...... 23

BAB 3 Aplikasi Teori Orem pada Tn. I dengan Acute Coronary Syndrome
(ACS) di Ruang ICCU Rumah Sakit dr D Mjamil Padang
3.1 Data Demografi…………………………………………….…..... 33
3.2 Faktor Kondisi Dasar…….………………………………………. 34
3.3 Kebutuhan Perawatan Diri…………………………….……....... 36
3.4 Kebutuhan Pengembangan Perawatan Diri………………. ........ 39
3.5 Penyimpangan Kebutuhan Perawatan Diri.…………………….. 39
3.6 Pemeriksaan Penunjang dan Rencana Medikal........................... 39
3.7 Analisa Data......………………………………………………… 42
3.8 Diagnosa Keperawatan................................................................. 44
3.9 Intervensi ……………………………………………………….. 48
3.10 Catatan Perkembangan…………………………………………... 52
63

BAB 4 Pembahasan
4.1 Analisa Hasil Pengkajian................................................................ 76
4.2 Analisa Diagnosa Keperawatan..................................................... 92
4.3 Analisa Intervensi.......................................................................... 94
4.4 Analisa Implementasi..................................................................... 94
4.5 Analisa Evaluasi..................................................................... ....... 94

BAB 5 Penutup........................................................................................... 96
Daftar Pustaka

Вам также может понравиться