Вы находитесь на странице: 1из 35

BAB I

PENDAHULUAN
Perdarahan postpartum (28%) merupakan penyebab utama kematian ibu di
Indonesia selain itu kematian ibu disebabkan juga oleh eklampsia (24%) dan infeksi
(11%). Perdarahan postpartum merupakan penyebab tersering dari keseluruhan kematian
akibat perdarahan obstetrik. Perdarahan post partum adalah perdarahan yang masif yang
berasal dari tempat implantasi plasenta, robekan pada jalan lahir dan jaringan sekitarnya,
serta merupakan salah satu penyebab kematian ibu disamping perdarahan karena
kehamilan ektopik dan abortus. Perdarahan postpartum bila tidak mendapat penanganan
yang semestinya akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas ibu serta mempersulit
proses penyembuhan kembali.1,2,3
Kematian ibu menurut defenisi WHO adalah kematian selama kehamilan atau
dalam periode 42 hari setelah berahirnya kehamilan, akibat semua sebab yang terkait
dengan atau diperberat oleh kehamilan atau penanganannya, tetapi bukan disebabkan
oleh kecelakaan atau cidera.4
Berdasarkan survey demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012,
angka kematian ibu di Indonesia masih tinggi, sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup .
angka ini sedikit menurun jika dibandingkan dengan SDKI tahun 1991, yaitu sebesar 390
per 100.000 kelahiran hidup. Target global MDGs (Millenium Development Goals) ke-5
adalah menurunkan angka kematian ibu menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup pada
tahun 2015. 4
Perdarahan postpartum yang dapat menyebabkan kematian ibu 45% terjadi pada
24 jam pertama setelah bayi lahir, 68-73% dalam satu minggu setelah bayi lahir, dan 82-
88% dalam dua minggu setelah bayi lahir.5 Perdarahan post partum dibagi menjadi
perdarahan post partum primer, yaitu perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama dan
biasanya disebabkan oleh atonia uteri, berbagai robekan jalan lahir dan sisa sebagian
plasenta, serta dalam kasus yang jarang bisa karena inversio uteri. Perdarahan post
partum sekunder yang terjadi setelah 24 jam persalinan biasanya terjadi karena sisa
plasenta.1
Efek perdarahan terhadap ibu hamil bergantung pada volume darah saat ibu
hamil, seberapa tingkat hipervolemia yang sudah dicapai kadar hemoglobin sebelumnya.
Anemia dalam kehamilan yang masih tinggi di Indonesia (46%) serta fasilitas transfusi
darah yang masih terbatas menyebabkan perdarahan post partum akan mengganggu
penyembuhan pada masa nifas, proses involusi, dan laktasi. Perdarahan post partum
bukanlah suatu diagnosis akan tetapi suatu kejadian yang harus dicari penyebabnya.1,5,6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perdarahan Postpartum


2.1.1 Defenisi Perdarahan Postpartum
Perdarahan postpartum adalah perdarahan atau hilangnya darah 500 ml
atau lebih yang terjadi setelah anak lahir. Perdarahan dapat terjadi sebelum,
selama, atau sesudah lahirnya plasenta.1 Pada praktisinya tidak perlu mengukur
jumlah perdarahan sampai 500 ml sebab menghentikan perdarahan lebih dini akan
memberikan prognosis lebih baik. Pada umumnya bila terdapat perdarahan yang
lebih dari normal, apalagi telah menyebabkan perubahan tanda vital (seperti
kesadaran menurun, pucat, limbung, berkeringat dingin, sesak nafas, serta tensi
<90 mmHg dan nadi >100 kali per menit), maka penanganan harus segera
dilakukan.1,5

2.1.2 Klasifikasi Perdarahan Postpartum


Perdarahan postpartum dapat diklasifikasikan sebagai berikut:6,7
Perdarahan Postpartum

Primer Sekunder

Perdarahan yang terjadi Perdarahan yang terjadi antara


dalam 24 jam setelah 24 jam dan 6 minggu setelah
anak lahir anak lahir

Penyebab: Penyebab:
1. Atonia uteri (50-60%)
1. Sisa plasenta
2. Sisa plasenta (23-24%)
2. Endometritis
3. Retensio plasenta (16-17%)
4. Laserasi jalan lahir (4-5%)
5. Kelainan pembekuan darah (0,5-0,8%) Sub involusio
6. Inversio uteri
Gambar 2.1 Klasifikasi Perdarahan Postpartum
2.1.3 Etiologi Perdarahan Postpartum
Banyak faktor potensial yang dapat menyebabkan perdarahan postpartum,
faktor-faktor yang menyebabkan perdarahan postpartum adalah 4T (Tonus.
Tissue, Trauma, dan Trombin) dimana tonus paling banyak disebabkan oleh
atonia uteri, sedangkan tissue disebabkan oleh retensio plasenta, serta sisa
plasenta; trauma disebabkan salah satunya oleh perlukaan jalan lahir, serta
trombin biasanya akibat kelainan pembekuan darah. Berikut tabel dan masing-
masing pembahasannya: 7

2.1.3.1 Tonus

Salah satu etiologi perdarahan post partum adalah tonus, dimana yang
menjadi penyebab terbanyak dari tonus adalah ketidakmampuan dari tonus otot
uterus untuk berkontraksi atau lebih dikenal dengan atonia uteri. Atonia uteri
adalah suatu keadaan dimana uterus gagal untuk berkontraksi dan mengecil
sesudah janin keluar dari rahim. Perdarahan postpartum secara fisiologis di kontrol
oleh kontraksi serat-serat miometrium terutama yang berada disekitar pembuluh
darah yang mensuplai darah pada tempat perlengketan plasenta. Atonia uteri
terjadi ketika miometrium tidak dapat berkontraksi.8
Pada perdarahan karena atonia uteri, uterus membesar dan lembek pada
palpasi. Atonia uteri juga dapat timbul karena salah penanganan kala III
persalinan, dengan memijat uterus dan mendorongnya kebawah dalam usaha
melahirkan plasenta, sedang sebenarnya belum terlepas dari uterus.9

Atonia uteri merupakan penyebab utama perdarahan postpartum.


Disamping menyebabkan kematian, perdarahan postpartum memperbesar
kemungkinan infeksi puerperal karena daya tahan penderita berkurang.
Perdarahan yang banyak bisa menyebabkan "Sindroma Sheehan” yang terjadi
tidak lama sesudah persalinan sebagai akibat syok karena perdarahan.
Hipofisis berinvolusi sesudah persalinan dan diduga bahwa pengaruh syok
pada hipofisis yang sedang dalam involusi dapat menimbulkan nekrosis pada
pars anterior. Gejala-gejala sindrom Sheehan antara lain astenia, hipotensi,
dengan anemia, turunnya berat badan sampai menimbulkan kakeksia,
penurunan fungsi seksual dengan atrofi alat-alat genital, kehilangan rambut
pubis dan ketiak, penurunan metabolisme dengan hipotensi, amenorea dan
kehilangan fungsi laktasi.9

Overdistensi uterus, baik absolut maupun relatif, merupakan faktor resiko


mayor terjadinya atonia uteri. Overdistensi uterus dapat disebabkan oleh
kehamilan ganda, janin makrosomia, polihidramnion atau abnormalitas janin
(misal hidrosefalus berat), kelainan struktur uterus atau kegagalan untuk
melahirkan plasenta atau distensi akibat akumulasi darah di uterus baik
sebelum maupun sesudah plasenta lahir.8

Lemahnya kontraksi miometrium merupakan akibat dari kelelahan


karena persalinan lama atau persalinan dengan tenaga besar, terutama bila
mendapatkan stimulasi. Hal ini dapal pula terjadi sebagai akibat dari inhibisi
kontraksi yang disebabkan oleh obat-obatan, seperti agen anestesi
terhalogenisasi, nitrat, obat-obat anti inflamasi nonsteroid, magnesium sulfat,
beta-simpatomimetik dan nifedipin. Penyebab lain yaitu plasenta letak rendah,
toksin bakteri (korioamnionitis. endomiometritis, septikemia), hipoksia akibat
hipoperfusi atau uterus couvelaire pada abruptio plasenta dan hipolermia
akibat resusitasi masif. Data terbaru menyebutkan bahwa grande multiparitas
bukan merupakan faktor resiko independen untuk terjadinya perdarahan post
partum.8,9

2.1.3.2 Tissue

a. Retensio plasenta

Retensio plasenta adalah plasenta yang belum lahir dalam setengah jam
setelah janin lahir. Keadaan ini dapat diikuti perdarahan yang banyak, artinya
hanya sebagian plasenta yang telah lepas sehingga memerlukan tindakan manual
plasenta dengan segera.10,11
Berdasarkan tempat implantasinya, retensio plasenta dapat
diklasifikasikan menjadi 5 bagian: 11,12
1. Plasenta Adhesiva
Tertanamnya plasenta secara kuat pada rahim sehingga menyebabkan
kegagalan pada mekanisme separasi fisiologis.
1. Plasenta Akreta
Implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki lapisan miometrium
yang menembus lebih dalam miometrium tetapi belum menembus serosa.
2. Plasenta Inkreta
Implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai atau memasuki
miometrium , dimana vili korialis tumbuh lebih dalam dan menembus
desidua sampai ke miometrium .
3. Plasenta Perkreta
Implantasi jonjot khorion plasenta yang menembus lapisan otot hingga
mencapai lapisan serosa di uterus, yang menembus serosa atau peritoneum
dinding rahim.
4. Plasenta Inkarserata
Tertahannya plasenta di dalam kavum uteri dan disebabkan oleh
kontraksi ostium uteri.
Beberapa faktor risiko dari retensio plasenta adalah 13,14
1. Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena tumbuh dan melekat
lebih dalam .
2. Plasenta sudah terlepas tetapi belum keluar karena atonia uteri dan akan
menyebabkan perdarahan yang banyak atau adanya lingkaran konstriksi
pada bagian bawah rahim yang akan menghalangi plasenta keluar
3. Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan, tetapi
bila sebagian plasenta sudah lepas akan terjadi perdarahan
Apabila terjadi perdarahan post partum dan plasenta belum lahir, perlu
diusahakan untuk melahirkan plasenta dengan segera . Jika plasenta sudah lahir,
perlu dibedakan antara perdarahan akibat atonia uteri atau perdarahan karena
perlukaan jalan lahir. Pada perdarahan karena atonia, uterus akan membesar dan
lembek pada palpasi, sedangkan pada perdarahan karena perlukaan jalan lahir
uterus berkontraksi dengan baik.
Tanda-tanda gejala yang selalu ada yaitu plasenta belum lahir setelah 30
menit, perdarahan segera, dan kontraksi uterus baik. Gejala yang kadang-kadang
timbul :14,15
1. Tali pusat putus akibat kontraksi berlebihan
2. Inversio uteri akibat tarikan
3. Perdarahan lanjutan
Dijumpai pada kala tiga atau postpartum dengan gejala nyeri yang hebat,
perdarahan yang banyak, bahkan kadang dijumpai pasien mengalami syok. Keadaan
akan lebih berat bila plasenta masih melekat dan sebagian sudah ada yang terlepas,
hal ini dapat mengakibatkan terjadinya strangulasi dan nekrosis.
Diagnosis biasanya tidak sulit, terutama apabila timbul perdarahan banyak
dalam waktu pendek. Bila perdarahan sedikit dalam waktu lama, tanpa disadari
penderita telah kehilangan banyak darah sebelum ia tampak pucat. Nadi serta
pernafasan menjadi lebih cepat dan tekanan darah menurun. Jika perdarahan
berlangsung terus-menerus dapat menimbulkan syok. Perdarahan yang banyak bisa
juga menyebabkan Sheehan syndrome sebagai akibat nekrosis, dimana gejalanya
adalah asthenia, hipotensi, anemia, turunnya berat badan, menimbulkan penurunan
fungsi seksual, dan kehilangan rambut pubis.
b. Sisa plasenta

Sisa plasenta dan ketuban yang masih tertinggal dalam rongga rahim yang
dapat menimbulkan perdarahan postpartum primer atau perdarahan postpartum
sekunder (biasanya terjadi dalam 6-10 hari pasca persalinan).12,13
Penilaian klinis sulit untuk memastikan adanya sisa plasenta, kecuali
apabila penolong persalinan memeriksa kelengkapan plasenta setelah plasenta lahir.
Apabila pada saat kelahiran plasenta terdapat keraguan akan sisa plasenta, maka
untuk memastikan adanya sisa plasenta ditentukan dengan eksplorasi dengan
tangan, kuret, atau alat bantu diagnostik yaitu ultrasonografi. Pada umumnya
perdarahan dari rongga rahim setelah plasenta lahir dan kontraksi rahim baik
dianggap sebagai akibat sisa plasenta yang tertinggal dalam rongga rahim.16
Pada perdarahan postpartum primer akibat sisa plasenta ditandai dengan
perdarahan dari rongga rahim setelah plasenta lahir dan kontraksi rahim baik. Pada
perdarahan postpartum sekunder gejalanya sama dengan subinvolusio uteri, yaitu
perdarahan yang berulang atau berlangsung terus dan berasal dari rongga rahim.
Perdarahan akibat sisa plasenta jarang menimbulkan syok.12,16

2.1.3.3 Trauma

Sekitar 20% kasus perdarahan postpartum disebabkan oleh trauma jalan lahir: 17,18
- Robekan Perineum
- Ruptur uterus
- Inversi uterus
- Perlukaan jalan lahir
- Vaginal hematom
Robekan perineum dibagi atas 4 tingkat, yaitu 19

Tingkat I : Robekan hanya pada selaput lender vagina atau tanpa mengenai kulit
perineum.

Tingkat II : Robekan mengenai selaput lender vagina dan otot perinei


transversalis tetapi tidak mengenai sfingter ani.

Tingkat III : Robekan mengenai seluruh perineum dan otot sfingter ani.

Tingkat IV : Robekan sampai mukosa rectum.

Ruptur spontan uterus jarang terjadi, fektor resiko yang bisa menyebabkan
antara lain grande multipara, malpresentasi, riwayat operasi uterus sebelumnya,
dan persalinan dengan induksi oxytosin. Rupture uterus sering terjadi akibat
jaringan parut sectio secarea sebelumnya.8

Laserasi dapat mengenai uterus, cervix, vagina, atau vulva, dan biasanya
terjadi karena persalinan secara operasi ataupun persalinan pervaginam dengan
bayi besar, terminasi kehamilan dengan vakum atau ekstraksi forcep, walau begitu
laserasi bisa teijadi pada sembarang persalinan.8

Laserasi pembuluh darah dibawah mukosa vagina dan vulva akan


menyebabkan hematom, perdarahan akan tidak terdeteksi dan dapat menjadi
berbahaya karena tidak akan terdeteksi selama beberapa jam dan bisa
menyebabkan terjadinya syok.8

Episiotomi dapat menyebabkan perdarahan yang berlebihan jika mengenai


arteri atau vena yang besar, jika episitomi luas, jika ada penundaan antara
episitomi dan persalinan, atau jika ada penundaan antara persalinan dan perbaikan
episiotomi.8
2.1.3.4 Thrombin / Kelainan Pembekuan Darah

Gejala-gejala kelainan pembekuan darah bisa berupa penyakit keturunan


ataupun didapat, kelainan pembekuan darah bisa berupa:

- Hipofibrinogenemia, kelainan pembuluh darah yang disebabkan karena


defisiensi fibrinogen dapat dijumpai pada: solusio plasenta, kematian hasil
konsepsi yang tertahan lama dalam uterus, embolismus air ketuban, sepsis,
dan eklampsia.20
- Trombositopeni, kurangnya jumlah trombosit pada darah atau
trombositopenia merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya PPH, 3%
dari kasus PPH karena trombositopenia disebabkan oleh ITP.
 Idiopathic thrombocytopenic purpura (ITP)
ITP merupakan suatu keadaan perdarahan berupa petekie atau
ekimosis di kulit/selaput lendir dan berbagai jaringan dengan penurunan
jumlah trombosit karena sebab yang tidak diketahui, lebih sering terjadi
pada wanita. ITP merupakan penyulit yang jarang dijumpai dalam
kehamilan. Diagnosis dapat dibuat apabila ada purpura pada kulit, uji
tourniquet positif, jumlah trombosit kurang dari 100.000 per milimeter
kubik, ada perpanjangan masa perdarahan, retraksi beku, dan konsumsi
protrombin, dan jumlah megakariosit dalam sumsum tulang lebih
banyak.20
ITP adalah salah satu gangguan perdarahan di dapat yang paling
umum terjadi. ITP adalah sindrom yang di dalamnya terdapat penurunan
jumlah trombosit yang bersirkulasi dalam keadaan sum-sum normal.
Penyebab sebenarnya tidak diketahui, meskipun diduga disebabkan oleh
agen virus yang merusak trombosit. Pada umumnya gangguan ini
didahului oleh penyakit dengan demam ringan 1-6 minggu sebelum
timbul gejala. Gangguan ini dapat digolongkan menjadi 3 jenis, yaitu
akut, kronik dan kambuhan. Pada anak-anak mula-mula terdapat gejala
diantaranya demam, perdarahan, petekie, purpura dengan
trombositopenia dan anemia.17

2.1.4 Faktor Resiko


Faktor resiko perdarahan postpartum dibagi menjadi dua:21
1. Faktor antenatal
- Ada riwayat perdarahan postpartum
- Beratjanin lebih dari 4000gr
- Plasenta previa/accrete
- Hipertensi
- Obesitas
- Paritas tinggi
- Gangguan perdarahan
2. Intrapartum
- Induksi
- Kala II lama
- Kelahiran premature
- SC
- Retensio plasenta
- laserasi

2.1.5 Patofisiologi
Selama masa kehamilan banyak sekali sinus-sinus darah terbentuk di
bawah plasenta. Setelah persalinan otot uterus berkontraksi, gerakannya menutup
pembuluh darah, dan mencegah kehilangan banyak darah. Bila terdapat jaringan
dalam uterus atau bila otonya terlampau teregang, uterus tidak dapat berkontraksi
dengan sempurna dan mengakibatkan perdarahan. Oleh karena itu, plasenta
tertahan, inversi uterus, dan tumor dapat menyebabkan perdarahan postpartum
serius. Ketika terdapat laserasi (robekan) serviks atau vagina yang merupakan
tempat darah mengalir, tidak ada kontraksi uterus yang dapat menghentikan
perdarahan. Setelah persalinan, dokter menginpeksi jalan lahir dengan ketat untuk
mengetahui adanya laserasi. Bila didapati hal tersebut, maka keadaan diperbaiki
dengan cepat. Kadang-kadang pembuluh darah yang masih terbuka tidak terlihat
dan masih mengakibatan perdarahan lanjutan.14,22

2.1.6 Diagnosis Perdarahan Postpartum


Beberapa gejala yang bisa menunjukkan perdarahan postpartum :12

1. Perdarahan yang tidak dapat dikontrol


2. Penurunan tekanan darah
3. Peningkatan detak jantung
4. Penurunan hitung sel darah merah ( hematokrit)
5. Pembengkakan dan nyeri pada jaringan daerah vagina dan sekitar perineum
Perdarahan hanyalah gejala, penyebabnya haruslah diketahui dan
ditatalaksana sesuai penyebabnya. Perdarahan postpartum dapat berupa
perdarahan yang hebat dan menakutkan sehingga dalam waktu singkat ibu
dapat jatuh kedalam keadaan syok. Atau dapat berupa perdarahan yang
merembes perlahan-lahan tapi teijadi terus menerus sehingga akhirnya
menjadi banyak dan menyebabkan ibu lemas ataupun jatuh kedalam syok.8

Pada perdarahan melebihi 20% volume total, timbul gejala penurunan


tekanan darah, nadi dan napas cepat, pucat, extremitas dingin, sampai terjadi
syok.8,20

Volume Kehilangan Tekanan Darah Gejala dan


Derajat Syok
Darah Sistolik Tanda

500-1.000 mL Normal Palpitasi, Terkompensasi

(10-15%) Takikardi,

Pusing
1000-1500 mL Penurunan Lemah, Ringan
ringan (80-100
(15-25%) Takikardi,
mm Hg)
Berkeringat

1500-2000 mL Penurunan Gelisah, Sedang


scdang (70-80
(25-35%) Pucat,
mm Hg)
Oligouria

2000-3000 mL Penurunan tajam Pingsan, Berat


(50-70 mm Hg)
(35-50%) Hipoksia,

Anuria

Tabel 2. Penilaian Klinik untuk Menentukan Derajat Syok

Pada perdarahan sebelum plasenta lahir biasanya disebabkan retensio


plasenta atau laserasi jalan lahir, bila karena retensio plasenta maka perdarahan
akan berhenti setelah plasenta lahir. Pada perdarahan yang terjadi setelah plasenta
lahir perlu dibedakan sebabnya antara atonia uteri, sisa plasenta, atau trauma jalan
lahir. Pada pemeriksaan obstretik kontraksi uterus akan letnbek dan membesar
jika ada atonia uteri. Bila kontraksi uterus baik dilakukan eksplorasi untuk
mengetahui adanya sisa plasenta atau laserasi jalan lahir. Berikut langkah-langkah
sistematik untuk mendiagnosa perdarahan postpartum: 8,18

1. Palpasi uterus : bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus uteri


2. Memeriksa plasenta dan ketuban : apakah lengkap atau tidak
3. Lakukan ekplorasi kavum uteri untuk mencari:
a. Sisa plasenta dan ketuban
b. Robekan Rahim
c. Plasenta seksenturiata adalah plasenta yang mempunyai satu kotiledon
tambahan yang timbul jauh dari struktur plasenta utama.
4. Inspekulo : Untuk melihat robekan pada serviks, vagina, dan varises yang
pecah.
5. Pemeriksaan laboratorium : Peningkatan degradasi, kadar produk fibrin/produk
split fibrin (FDP/FSP), penurunan kadar fibrinogen : masa tromboplastin
partial diaktivasi, masa tromboplastin partial (APT/PTT), masa protrombin
memanjang.
6. Ultrasonografi : menentukan adanya jaringan plasenta yang tertahan.
Gejala dan Tanda Penyulit Diagnosis Kerja
Uterus tidak berkontraksi dan Syok, Atonia Uteri
lembek Bekuan darah pada
Perdarahan segera setelah anak serviks atau posisi
lahir telentang akan
menghambat aliran darah
keluar
Darah segar mengalir segera Pucat, Robekan Jalan Lahir
setelah bayi lahir Lemah,
Uterus berkontraksi dan keras Menggigil
Plasenta lengkap
Plasenta belum lahir setelah 30 Tali pusat putus akibat Retensio Plasenta
menit traksi berlebihan
Perdarahan segera Inversio uteri akibat
Uterus berkontraksi dan keras tarikan
Perdarahan lanjutan
Plasenta atau sebagian selaput Uterus berkontraksi Retensi Sisa Plasenta
tidak lengkap tetapi tinggi fundus tidak
Perdarahan Segera berkurang
Uterus tidak teraba Neurogenik syok Inversio Uteri
Lumen vagina terisi massa Pucat dan limbung
Tampak tali pusat (bila plasenta
belum lahir)
Sub involusi uterus Anemia Endometritis atau sisa
Nyeri tekan perut bawah dan pada Demam fragmen plasenta
uterus (terinfeksi atau tidak)
Perdarahan sekunder
Tabel 3. Gejala klinis perdarahan postpartum

Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium8

 Pemeriksaan darah lengkap harus dilakukan sejak periode antenatal. Kadar


hemoglobin di bawah 10 g/dL berhubungan dengan hasil kehamilan yang
buruk.
 Pemeriksaan golongan darah harus dilakukan sejak periode antenatal
 Perlu dilakukan pemeriksaan faktor koagulasi seperti waktu perdarahan dan
waktu pembekuan.
b. Pemeriksaan radiologi8,18
 Onset perdarahan post paitum biasanya sangat cepat. Dengan diagnosis
dan penanganan yang tepat, resolusi biasa teijadi sebelum pemeriksaan
Iaboratorium atau radiologis dapat dilakukan. Berdasarkan pengalaman,
pemeriksaan USG dapat membantu untuk melihat adanya gumpalan darah
dan retensi sisa plasenta.
 USG pada periode antenatal dapat dilakukan untuk mendeteksi pasien
dengan resiko tinggi yang memiliki fektor predisposisi terjadinya
perdarahan post partum seperti plasenta previa. Pemeriksaan USG dapat
pula meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas dalam diagnosis plasenta
akreta dan variannya.
2.1.7 Penatalaksanaan perdarahan postpartum
Pasien dengan perdarahan post partum harus ditangani dalam 2 komponen,
yaitu: (1) resusitasi dan penanganan perdarahan obstetri serta kemungkinan syok
hipovolemik dan (2) identifikasi dan penanganan penyebab terjadinya
perdarahan post partum.4,8

Penanggulangan syok dimulai dengan tindakan umum yang bertujuan


untuk memperbaiki perfusi jaringan; memperbaiki oksigenasi tubuh; dan
memper-tahankan suhu tubuh. Tindakan ini tidak bergantung pada penyebab
syok. Diagnosis harus segera ditegakkan sehingga dapat diberikan pengobatan
kausal.23

Segera berikan pertolongan pertama sesuai dengan prinsip resusitasi ABC.


Jalan nafas (A = air way) harus bebas kalau perlu dengan pemasangan pipa
endotrakeal. Pernafasan (B = breathing) harus terjamin, kalau perlu dengan
memberikan ventilasi buatan dan pemberian oksigen 100%. Defisit volume
peredaran darah (C = circulation) pada syok hipovolemik sejati atau hipovolemia
relatif (syok septik, syok neurogenik, dan syok anafilaktik) harus diatasi dengan
pemberian cairan intravena dan bila perlu pemberian obat-obatan inotropik untuk
mempertahankan fungsi jantung atau obat vasokonstriktor untuk mengatasi
vasodilatasi perifer.23

Resusitasi cairan

Pengangkatan kaki dapat meningkatkan aliran darah balik vena sehingga


dapat memberi waktu untuk menegakkan diagnosis dan menangani penyebab
perdarahan. Perlu dilakukan pemberian oksigen dan intravena line. Selama
persalinan perlu dipasang paling tidak 1 jalur intravena pada wanita dengan
resiko perdarahan post partum, dan dipertimbangkan jalur kedua pada pasien
dengan resiko sangat tinggi.8,24
Pada resusitasi dengan cairan kristaloid dalam volume yang besar, baik
normal salin (NS/NaCl) atau Ringer Laktat melalui akses intravena perifer. NS
merupakan cairan yang cocok pada saat persalinan karena harganya yang murah
dan kompatibilitasnya dengan sebagian besar obat dan transfusi darah. Resiko
terjadinya asidosis hiperkloremik sangat rendah dalam hubungan dengan
perdarahan post partum. Bila dibutuhkan cairan kristaloid dalam jumlah yang
banyak (>10L), dapat dipertimbangakan penggunaan cairan ringer laktat.8,24

Cairan yang mengandung dextrose seperti D5% tidak memiliki peran


pada penanganan perdarahan post partum. Perlu diingat bahwa kehilangan 1 L
darah perlu penggantian 4-5 L kristaloid karena sebagian besar cairan infus tidak
tertahan di ruang intravaskuler, tetapi terjadi pergeseran ke ruang interstisial.
Pergeseran ini bersamaan dengan penggunaan oksitosin dapat menyebabkan
edema perifer pada hari-hari setelah perdarahan post partum. Ginjal normal
dengan mudah mengekskresi kelebihan cairan. Perdarahan post partum lebih dari
1500mL pada wanita hamil yang normal dapat ditangani dengan cukup infus
kristaloid jika penyebab perdarahan dapat ditangani. Kehilangan darah yang
banyak biasanya membutuhkan penambahan transfusi sel darah merah.8,24

Cairan koloid dalam jumlah besar (1000-1500mL/hr) dapat


menyebabkan efek yang buruk pada hemostasis. Tidak ada cairan koloid yang
terbukti lebih baik dibandingkan NS, dan karena harga serta resiko terjadinya
efek yang tidak diharapkan pada pemberian koloid, maka cairan kristaloid yang
tetap direkomendasikan.8

Rekomendasi terbaru adalah resusitasi cairan yang agresif dilakukan


dengan ringe laktat atau normal salin pada semua pasien dengan tanda-tanda dan
gejala-gejala syok tanpa memperhatikan penyebab yang mendasari.8
Transfusi Darah

Transfusi darah perlu diberikan bila perdarahan masih terus berlanjut dan
diperkirakan akan melebihi 2.000 mL atau keadaan klinis pasien menunjukkan
tanda- tanda syok walaupun tekah dilakukan resusitasi cepat.8,18

PRC digunakan dengan komponen darah lain dan diberikan jika terdapat
indikasi. Para klinisi harus memperhatikan darah transfusi, berkaitan dengan waktu,
tipe dan jumlah produk darah yang tersedia dalam keadaan gawat.24

Tujuan transfusi adalah memasukkan 2 - 4 unit PRC untuk menggantikan


pembawa oksigen yang hilang dan untuk mengembalikan volume sirkulasi. PRC
bersifat sangat kental yang dapat menurunkan jumlah tetesan infus. Masalah ini
dapat diatasi dengan menambahkan 100 mL NS pada masing-masing unit. Jangan
menggunakan cairan Ringer Laktat untuk tujuan ini karena kalsium yang
dikandungnya dapat menyebabkan penggumpalan.8

Atonia uteri

- Kenali dan tegakkan diagnosis kerja atonia uteri


- Masase uterus, berikan oksitosin dan ergometrin intravena, bila ada perbaikan
dan perdarahan berhenti, oksitosin dilanjutkan perinfus.
Jenis dan Cara Oksitosin Ergometrin Misoprostol

Dosis dan cara IV : 20 IU dalam 1L IM atau IV (lambat) : Oral atau rektal :


larutan garam 400mg
pemberian awal 0,2 mg
fisiologis dengan
tetesan cepat

IM : 10 IU
Dosis lanjutan IV : 20 IU dalam 1L Ulangi 0,2 mg IM 400mg 2-4 jam
larutan garam setelah 15 menit setelah dosis
fisiologis dengan awal
Bila masih
40 tpm
diperlukan, beri
IM/IV setiap 2-4jam

Dosis maksimal Tidak lebih dari 3L Total 1 mg (5 dosis) Total 1200mg


perhari larutan fisiologis atau 3 dosis

Kontraindikasi Pemberian IV secara Preeklampsia, vitium Nyeri kontraksi


atau hati-hati cepat atau bolus cordis, hipertensi
Asma

Tabel 4. Jenis uterotonika dan cara pemberiannya

- Bila tidak ada perbaikan dilakukan kompresi bimanual, dan kemudian dipasang
tampon uterovaginal padat. Kalau cara ini berhasil, dipertahankan selama 24 jam.
- Kompresi bimanual internal
Uterus ditekan di antara telapak tangan pada dinding abdomen dan tinju tangan
dalam vagina untuk menjepit pembuluh darah di dalam miometrium (sebagai
pengganti mekanisme kontraksi). Perhatikan perdarahan yang terjadi. Pertahankan
kondisi ini bila perdarahan berkurang atau berhenti, tunggu hingga uterus
berkontraksi kembali. Apabila perdarahan tetap terjadi, coba kompresi bimanual
eksternal.
Gambar 2. Penekanan bimanual internal

- Kompresi bimanual eksternal


Menekan uterus melalui dinding abdomen dengan jalan saling mendekatkan
kedua belah telapak tangan yang melingkupi uterus. Pantau aliran darah yang
keluar. Bila perdarahan berkurang, kompresi diteruskan, pertahankan hingga
uterus dapat kembali berkontraksi. Bila belum berhasil dilakukan kompresi
bimanual internal kembali.
- Kompresi aorta abdominalis
Raba arteri femoralis dengan ujung jari tangan kiri, pertahankan posisi tersebut,
genggam tangan kanan kemudian tekankan pada daerah umbilikus, tegak lurus
dengan sumbu badan, hingga mencapai kolumna vertebralis. Penekanan yang
tepat akan menghentikan atau sangat mengurangi denyut arteri femoralis. Lihat
hasil kompresi dengan memperhatikan perdarahan yang terjadi.
- Dalam keadaan uterus tidak respon terhadap oksitosin/ergometrin, bisa dicoba
prostaglandin F2a (250 mg) secara intramuskuler atau langsung pada miometrium
(transabdominal). Bila perlu pemberiannya dapat diulang dalam 5 menit dan tiap
2 atau 3 jam sesudahnya.
- Laparotomi dilakukan bila uterus tetap lembek dan perdarahan yang terjadi tetap
> 100 mL/jam. Tujuan laparotomi adalah meligasi arteri uterina atau hipogastrik
khusus untuk penderita yang belum punya anak atau muda sekali)
-
Metode B-Lynch merupakan salah salu metode yang digunakan untuk mengatasi
atonia uteri. Prosedur B-Lynch suture antara lain: 2

Gambar 3. Metode B-Lynch


 Dilakukan anestesi umum, pasien dipasang caleter dengan posisi Lloyd
Davies atau semi-lithotomy (frog leg) untuk akses ke vagina dan untuk
melihat perdarahan dengan mcngusap dacrah vagina
 Dilakukan insisi SBR atau pada tempat dilakukannya operasi Seksio
Sesaria untuk melihat apakah ada retensi sisa plasenta yang perlu
dikeluarkan
 Kompresi bimanual pada uterus untuk apakah jahitan B-lynch berhasil
dilakukan. Apabila perdarahan berhenti maka teknik ini dikerjakan.
 Benang monocril no.1/no.2 atau benang kromik nomor 2 (90 cm) dengan
jarum bulat 3/8 digunakan untuk menembus uterus sekitar 3 cm di bawah
tepi kanan segmen bawah rahim (SBR), di sebelah sisi tubuh pasien,
kemudian masuk dalam kavum uteri 3 cm diatas tepi insisi dan 4 cm pada
batas lateral uterus.
 Dari titik jahitan tadi dilewatkan diatas sisi kanan dari comu uterus kira-
kira 3-4 cm dari tepi comu. Hal ini untuk mencengkeram dan mencegah
jahitan tadi agar tidak lepas dari fundus. Kemudian ke belakang dan turun
ke bawah sampai setinggi jahitan sebelah kiri pada kavum uteri anterior.
 Jahitan kemudian diteruskan menembus dinding posterior uterus ke dalam
kavum uteri dengan pandangan langsung dari operator kemudian
ditembuskan pada dinding posterior kurang lebih 4 cm sebelah kiri dari
tusukan sebelumnya.
 Dengan benang jahitan berada dibelakang dari kavum uteri kemudian
dilewatkan keatas dari sisi kiri kornu, kurang lebih 3 cm dari tepi uterus.
Dimaksudkan untuk memfiksasi fundus kemudian dibawa ke anterior dan
turun vertikal setinggi tepi kiri dari SBR.
 Jarum kemudian dilewatkan, dimasukkan ke tepi kiri setinggi di jahitan di
sisi kanan.
 Bila tak berhasil, histerektomi adalah langkah terakhir.
Ruptur Perineum dan Robekan Dinding Vagina8,17,18,20

- Lakukan eksplorasi untuk mengidentifikasi lokasi laserasi dan sumber


perdarahan.
- Lakukan irigasi pada tempat luka dan bubuhi larutan antiseptic.
- Jepit dengan ujung klem sumber perdarahan kemudian ikat dengan benang
yang dapat diserap.
- Lakukan penjahitau luka mulai dari bagian yang paling distal dari operator.
 Robekan perineum tingkat I.
Dilakukan penjahitan dengan menggunakan catgut dengan dijahitkan
sevara jelujur atau dengan jahitan angka 8.
 Robekan perineum tingkat II
Jepit pinggir robekan kiri dan kanan dengan klem kemudian gunting
pinggiran yang tidak rata kemudian dilakukan penjahitan luka. Mula-
mula otot dijahit dengan catgut, kemudian selaput lender vagina dijahit
dengan catgut secara terputus-putus atau jelujur.Penjahitan mukosa
dimulai di puncak robekan sampai kulit perineum dijahit dengan
benang secara jelujur atau subkutis.
 Robekan perineum tingkat III
Mula-mula dinding depan rectum yang robek dijahit, kemudian fasia
perirectal dan fasia septum rektovaginal dijahit dengan catgut kromik
sehingga bertemu kembali. Ujung-ujung otot sfingter ani yang terkena
robekan dijepit dengan klem kemudian dijahit 2-3 jahitan catgut kromik
sehingga bertemu kembali. Selanjutnya robekan dijahit lapis demi lapis
seperti menjahit robekan perineum tingkat II.
 Robekan perineum tingkat IV
Pada robekan tingkat IV karena tingkat kesulitan untuk perbaikan
cukup tinggi dan resiko terjadinya gangguan berupa gejala sisa dapat
menimbulkan keluhan sepanjang hidupnya maka dianjurkan apabila
memungkinkan untuk melakukan rujukan dengan tindakan perbaikan di
rumah sakit kabupaten/kota.
- Khusus pada ruptur perineum komplit (hingga anus dan sebagian rectum)
dilakukan penjahitan lapis demi lapis dengan bantuan busi pada rectum, sbb :
 Setelah prosedur aseptik-antiseptik, pasang busi pada rektum hingga
ujung robekan.
 Mulai penjahitan dari ujung robekan dengan jahitan simpul submukosa,
menggunakan benang poliglikolik no.2/0 (Dexon/Vicryl) hingga ke
sfingter ani. Jepit kedua sfingter ani dengan klcm dan jalnl dengan
benang no. 2/0.
 Lanjutkan penjahitan ke lapisan otot perineum dan submukosa dengan
benang yang sama (atau kromik 2/0) secara jelujur.
 Mukosa vagina dan kulit perineum dijahit secara submukosal dan
subkutikuler.
 Berikan antibiotika prolilaksis (ampicillin 2 g dan metronidazol 1 g per
oral). Terapi penuh antibiotika hanya di berikan apabila luka tampak
kotor atau dibubuhi ramuan tradisional atau terdapat tanda-tanda infeksi
yang jelas.
Robekan serviks 8,20

Gambar 4. Robekan pada serviks


- Robekan serviks sering terjadi pada sisi lateral karcna serviks yang terjulur
akan mengalami robekan pada posisi spina isiadika tertekan oleh kepala bayi.
- Bila kontraksi uterus baik, plasenta lahir lengkap, tetapi terjadi perdarahan
banyak maka segera lihat bagian lateral bawah kiri dan kanan dari portio.
- Jepitkan klem ovarium pada kedua sisi portio yang robek sehingga perdarahan
dapat segera dihentikan. Jika setelah eksplorasi lanjutan tidak dijumpai
robekan lain, lakukan penjahitan. Jahitan dimulai dari ujung alas robekan
kemudian ke arah luar sehingga semua robekan dapat dijahit.
- Setelah tindakan, periksa tanda vital pasien, kontraksi uterus, tinggi fundus
uteri dan perdarahan pasca tindakan.
- Beri antibiotika profilaksis, kecuali bila jelas ditemui tanda-tanda infeksi.
- Bila terdapat defisit cairan, lakukan restorasi dan bila kadar Hb<8 g%, berikan
transfusi darah.
Retensio plasenta dengan separasi parsial 4

- Tentukan jenis retensio yang terjadi karena berkaitan dengan tindakan yang akan
diambil.
- Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengedan. Bila ekspulsi plasenta
tidak terjadi, coba traksi terkontrol tali pusat.
- Pasang infus oksitosin 20 IU dalam 500 mL NS/RL dengan 40 tetes per menit.
Bila perlu, kombinasikan dengan misoprostol 400 mg per rektal (sebaiknya tidak
menggunakan ergometrin karena kontraksi tonik yang timbul dapat menyebabkan
plasenta terperangkap dalam kavum uteri)
- Bila traksi terkontrol gagal untuk melahirkan plasenta, lakukan manual plasenta
secara hati-hati dan halus untuk menghindari terjadinya perforasi dan perdarahan.
- Lakukan transfusi darah apabila diperlukan.
- Beri antibiotika profilaksis (ampisilin 2g IV/oral + metronidazol 1g supositoria /
oral)
- Segera atasi bila terjadi komplikasi perdarahan hebat, infeksi, syok neurogenik.
Plasenta inkarserata 8,20

- Tentukan diagnosis kerja melalui anamnesis, gejala klinik dan pemeriksaan


- Siapkan peralatan dan bahan yang dibutuhkan untuk menghilangkan konstriksi
serviks dan melahirkan plasenta.
- Pilih fluethane atau eter untuk konstriksi serviks yang kuat, siapkan infus
oksitosin 20 IU dalam 500mL NS/RL dengan 40 tpm untuk mengantisipasi
gangguan kontraksi yang diakibatkan bahan anestesi tersebut.
- Bila prosedur anestesi tidak tersedia dan serviks dapat dilalui cunam ovum,
lakukan maneuver sekrup untuk melahirkan plasenta. Untuk prosedur ini berikan
analgesic (Tramadol 100mg IV atau Pethidine 50mg IV) dan sedative (Diazepam
5 mg IV) pada tabung suntik yang terpisah.
- Manuver sekrup:
 Pasang spekulum Sims sehingga ostium dan sebagian plasenta tampak
dengan jelas
 Jepit porsio dengan klem ovarium pada jam 12, 4 dan 8 kemudian
lepaskan speculum
 Tarik ketiga klem ovarium agar ostium, tali pusat dan plasenta tampak
lebih jelas
 Tarik tali pusat ke lateral sehingga menampakkan plasenta di sisi
berlawanan agar dapat dijepit sebanyak mungkin. Minta asisten untuk
memegang klem tersebut
 Lakukan hal yang sama untuk plasenta puda sisi yang berlawanan
 Satukan kedua klem tcrsebut kemudian sambil diputar searah jarum jam,
tarik plasenta keluar perluhan-lahan melalui pembukaan ostium
- Pengamatan dan perawatan lunjutun meliputi pemantauan tanda vital, kontraksi
uterus, tinggi fundus uteri dan perdurahan pasca tindakan. Tambahan pemantauan
yang diperlukan adalah pemantauan efek samping atau komplikasi dari bahan-
bahan sedatif, analgetika atau anestesi umum misal: mual, muntah, hipo/atonia
uteri, pusing/vertigo, halusinasi, mcngantuk.
Plasenta akreta 8,20
- Tanda penting untuk diagnosis pada pemeriksaan luar adalah ikutnya fundus atau
korpus bila tali pusat ditarik. Pada pemeriksaan dalam sulit ditentukan tepi
plasenta karena implantasi yang dalam.
- Upaya yang dapat dilakukan pada fasilitas kesehatan dasar menentukan diagnosis,
stabilisasi pasien dan rujuk ke rumnh sakit rujukan karena kasus ini memerlukan
tindakan operatif.
Kelainan pembekuan darah

Penanganan DIC identik dengan pasien yang mengalami koagulopati


dilusional. Restorasi dan penanganan volume sirkulasi dan penggantian produk darah
bersifal sangat esensial. Perlu saran dan ahli hematologi pada kasus transfusi masif
dan koagulopati.(20)
Konsentrat trombosit yang diturunkan dari darah donor digunakan pada pasien
dengan trombositopenia kecuali bila terdapat penghancuran trombosit dengan cepat.
Satu unit trombosit biasanya menaikkan trombosit sebesar 5.000 - 10.000/mm3. Dosis
biasa sebesar kemasan 10 unit diberikan bila gejala-gejala perdarahan telah jelas atau
bila hitung trombosit di bawah 20.000/mm3, transfusi trombosit diindakasikan bila
hitung trombosit 10.000-50.000/mm3, jika direncanakan suatu tindakan operasi,
perdarahan aktif atau diperkirakan diperlukan suatu transfusi yang masif. Transfusi
ulang mungkin dibutuhkan karena masa paruh trombosit hanya 3-4 hari.8

Plasma segar yang dibekukan adalah sumber fektor-faktor pembekuan V, VII,


IX, X dan fibrinogen yang paling baik. Pemberian plasma segar tidak diperlukan
adanya kesesuaian donor, tetapi antibodi dalam plasma dapat bereaksi dengan sel-sel
penerima. Bila ditemukan koagulopati. dan belum terdapat pemeriksaan laboratorium,
plasma segar yang dibekukan harus dipakai secara empiris.(20)

Kriopresipitat, suatu sumber faktor-faktor pembekuan VIII, XII dan fibrinogen,


dipakai dalam penanganan hemofilia A, hipofibrinogenemia dan penyakit von
Willebrand. Kuantitas faktor-fektor ini tidak dapat diprediksi untuk terjadinya suatu
pembekuan, serta bervariasi menurut keadaan klinis.(20)

2.1.8 Pencegahan
1. Pencegahan Perdarahan Postpartum
Langkah-langkah pencegahan perdarahan postpartum antara lain:16
a) Perawatan masa kehamilan
Mencegah atau sekurang-kurangnya bersiap siaga pada kasus-kasus yang
disangka akan terjadi perdarahan adalah penting. Tindakan pencegahan tidak saja
dilakukan sewaktu bersalin, tetapi sudah dimulai sejak ibu hamil. Beberapa hal
yang perlu diperhatikan ibu hamil untuk mencegah perdarahan postpartum
selama masa kehamilan antara lain:16
1. Meminimalkan faktor risiko dengan melakukan antenatal care yang
baik, yaitu minimal satu kali selama trimester pertama, satu kali selama
trimester kedua, dan dua kali pada trimester ketiga.
2. Mencegah obesitas dan mengurangi kadar kolesterol
Kadar kolesterol tinggi dapat mengganggu kemampuan
rahim untuk berkontraksi secara efisien. Demikian pula, obesitas
dapat menyebabkan kontraktilitas uterus melemah. Wanita gemuk
yang melahirkan normal per vaginam mengalami peningkatan risiko
tahap pertama / kala I yang berkepanjangan saat persalinan dan
kehilangan darah yang berlebihan. Kontraksi jaringan otot rahim dari
wanita gemuk kurang kuat dan frekuensi kontraksipun kurang efektif
karena kadar kalsium dalam tubuhnya lebih sedikit dibanding dengan
wanita hamil yang berat badannya normal.
3. Mengoptimalkan kadar kalsium pada ibu hamil
Rahim (seperti semua otot) tidak bisa berkontraksi dengan baik
dan benar tanpa kalsium. Kalsium dan magnesium harus tetap berada
dalam level yang seimbang pada wanita hamil dan melahirkan. Terlalu
sedikit magnesium dapat menyebabkan persalinan prematur, tetapi ibu
bersalin yang mengalami pre eklamsia yang diberikan dosis
magnesium yang tinggi melalui intravena dapat mengalami perdarahan
postpartum yang berlebihan jika mereka tidak diberikan kalsium untuk
menetralkan efek santai pada otot rahim akibat magnesium. Cara
sederhana yang dapat dilakukan untuk meningkatkan penyerapan
kalsium antara lain:
a. Olahraga yang cukup dan teratur
b. Mendapatkan cukup vitamin D melalui paparan sinar matahari
atau konsumsi suplemen yang aman
4. Meningkatkan konsumsi makanan dan minuman yang banyak
mengandung vitamin K selama minggu-minggu terakhir kehamilan
Sama seperti kalsium yang sangat berguna untuk mencegah
kehilangan darah yang berlebihan, vitamin K pun juga memunyai
peranan yang sangat penting dalam hal perdarahan. Vitamin K
merupakan anti koagulasi dan perannya yang penting dalam
menjaga kemampuan pembekuan darah pada tingkat yang tepat
Gejala rendahnya kadar vitamin K termasuk anemia dan perdarahan.
Untuk alasan ini, banyak yang merekomendasikan suplemen
vitamin K selama minggu-minggu terakhir kehamilan. Mereka
memahami bahwa meningkatkan kadar vitamin K dapat membantu
mencegah perdarahan. Semakin tingginya tingkat vitamin K juga akan
menguntungkan bayi dan meningkatkan kandungan vitamin K dari
kolostrum ibu, sehingga secara alami mengurangi risiko bayi
mengalami perdarahan akibat vitamin defisiensi K. Beberapa
sumber makanan yang sangat baik dari vitamin K antara lain kangkung
dan bayam

b) Persiapan persalinan
Pencegahan perdarahan post partum saat sebelum persalinan dapat
dilakukan dapat dilakukan dengan:16,26
1. Persiapan kesehatan ibu jangan terlalu lelah agar persalinan dapat
berlangsung lancar. Seorang ibu hamil sebaiknya sungguh-sungguh
mempersiapakan kesehatan fisiknya menjelang saat persalinan. Istirahat
yang cukup akan sangat membantu. Pada saat proses persalinan
dibutuhkan waktu yang tidak singkat, ada proses demi proses dan
tahapan persalinan. Bila seorang ibu kelelahan selama persalinan,
kondisi tubuhnya tidak sehat, maka akan mempengaruhi kontraksi dari
rahim, Hal ini akan mengakibatkan terjadinya perdarahan.
2. Periksa kadar Hb, golongan darah, dan bila memungkinkan sediakan
donor darah dan dititipkan di bank darah. Pemasangan kateter intravena
dengan lubang yang besar untuk persiapan apabila diperlukan transfusi.
Untuk pasien dengan anemia berat sebaiknya langsung dilakukan
transfusi. Sangat dianjurkan pada pasien dengan resiko perdarahan
postpartum untuk menabung darahnya sendiri dan digunakan saat
persalinan.

c) Persalinan
Pencegahan perdarahan post partum saat persalinan dapat dilakukan dapat
dilakukan dengan:16
1. Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan baik bidan atau dokter
2. Setelah bayi lahir, lakukan massase uterus dengan arah gerakan sirkular
atau maju mundur sampai uterus menjadi keras dan berkontraksi dengan
baik. Massase yang berlebihan atau terlalu keras terhadap uterus
sebelum, selama, ataupun sesudah lahirnya plasenta bisa mengganggu
kontraksi normal miometrium dan bahkan mempercepat kontraksi akan
menyebabkan kehilangan darah yang berlebihan dan memicu terjadinya
perdarahan postpartum.
3. Segera menyusui bayi setelah bayi lahir agar membantu kontraksi rahim
( proses mengecilnya kembali rahim ibu secara alami ). Hisapan bayi pada
puting susu ibu akan merangsang keluarnya hormon oksitosin yang
membantu mencegah terjadinya perdarahan.

d) Kala tiga dan kala empat


Pencegahan perdarahan post partum saat kala tiga dan kala empat dapat
dilakukan dapat dilakukan dengan:
1. Uterotonica dapat diberikan segera sesudah bahu depan dilahirkan.
Studi memperlihatkan penurunan insiden perdarahan postpartum pada
pasien yang mendapat oksitosin setelah bahu depan dilahirkan, tidak
didapatkan peningkatan insiden terjadinya retensio plasenta. Pemberian
oksitosin selama kala tiga terbukti mengurangi volume darah yang hilang
dan kejadian perdarahan postpartum sebesar 40%.
2. Pada umumnya plasenta akan lepas dengan sendirinya dalam 5 menit
setelah bayi lahir. Usaha untuk mempercepat pelepasan tidak ada
untungnya justru dapat menyebabkan kerugian. Pelepasan plasenta akan
terjadi ketika uterus mulai mengecil dan mengeras, tampak aliran darah
yang keluar mendadak dari vagina, uterus terlihat menonjol ke abdomen,
dan tali plasenta terlihat bergerak keluar dari vagina. Selanjutnya plasenta
dapat dikeluarkan dengan cara menarik tali pusat secara hati-hati. Segera
sesudah lahir plasenta diperiksa apakah lengkap atau tidak. Untuk manual
placenta ada perbedaan pendapat waktu dilakukan manual placenta.
Apabila didapatkan perdarahan maka tidak ada alasan untuk menunggu
pelepasan plasenta secara spontan dan manual plasenta harus dilakukan
tanpa ditunda lagi. Jika tidak didapatkan perdarahan, banyak yang
menganjurkan dilakukan manual plasenta 30 menit setelah bayi lahir.
Apabila dalam pemeriksaan plasenta kesan tidak lengkap, uterus terus di
eksplorasi untuk mencari bagian-bagian kecil dari sisa plasenta.
3. Lakukan pemeriksaan secara teliti untuk mencari adanya perlukaan
jalan lahir yang dapat menyebabkan perdarahan dengan penerangan yang
cukup. Luka trauma ataupun episiotomi segera dijahit sesudah didapatkan
uterus yang mengeras dan berkontraksi dengan baik.

2. Manajemen Perdarahan Postpartum


Tujuan utama pertolongan pada pasien dengan perdarahan postpartum
adalah menemukan dan menghentikan penyebab dari perdarahan secepat mungkin.
Terapi pada pasien dengan perdarahan postpartum mempunyai 2 bagian pokok :14,15
a. Resusitasi dan manajemen yang baik terhadap perdarahan
Pasien dengan perdarahan postpartum memerlukan penggantian cairan dan
pemeliharaan volume sirkulasi darah ke organ – organ penting. Pantau terus
perdarahan, kesadaran dan tanda-tanda vital pasien. Pastikan dua kateler intravena
ukuran besar (16) untuk memudahkan pemberian cairan dan darah secara bersamaan
apabila diperlukan resusitasi cairan cepat.
* Pemberian cairan : berikan normal saline atau Ringer Lactate
* Transfusi darah : bisa berupa whole blood ataupun packed red cell
* Evaluasi pemberian cairan dengan memantau produksi urin (dikatakan perfusi
cairan ke ginjal adekuat bila produksi urin dalam 1 jam 30 cc atau lebih)

2.1.9 Komplikasi
Perdarahan post partum yang tidak ditangani dapat mengakibatkan :12
1. Syok hemoragik
Akibat terjadinya perdarahan, ibu akan mengalami syok dan menurunnya
kesadaran akibat banyaknya darah yang keluar. Hal ini menyebabkan gangguan
sirkulasi darah ke seluruh tubuh dan dapat menyebabkan hipovolemia berat. Apabila
hal ini tidak ditangani dengan cepat dan tepat, maka akan menyebabkan kerusakan
atau nekrosis tubulus rebal dan selanjutnya merusak bagian korteks renal yang
dipenuhi 90% darah di ginjal. Bila hal ini terus terjadi maka akan menyebabkan ibu
tidak terselamatkan.
2. Anemia
Anemia terjadi akibat banyaknya darah yang keluar dan menyebabkan
perubahan hemostasis dalam darah, termasuk hematokrit darah. Anemia dapat
berlanjut menjadi masalah apabila tidak ditangani.

2.1.10 Prognosis
Prognosis perdarahan postpartum biasanya baik, jika pengobatan yang
tepat diberikan kepada pasien. Prognosis juga tergantung pada penyebab dari
PPH, durasi perdarahan, jumlah kehilangan darah, kondisi komorbid pasien, dan
efektivitas pengobatanJika penanangan yang tepat lambat diberikan, komplikasi
dapat timbul. Apabila terlalu banyak perdarahan yang terjadi, mungkin berakibat
fatal bagi pasien.27
DAFTAR PUSTAKA

1. Sunarto. 2010. Hubungan Kejadian Anemia Kehamilan dengan Kejadian Perdarahan


Postpartum di PONED Ngawi. Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes. 2012;3(2)
2. Eriza.N,Defrin, Yuniar L. Hubungan Perdarahan Postpartum dengan Paritas di RSUP
Dr. M. Djamil Periode 1 Januari 2010 - 31 Desember 2012.Padang.2012
3. World Health Organization (WHO). WHO, UNICEF, UNFPA, The World Bank.
Trends in maternal mortality: 1990 to 2013. 2014
4. Rukmini. Gambaran penyebab kematian maternal di rumah sakit: Cermin dunia
kedokteran. 2012. September, [dikutip 22 oktober 2017]. Volume 34. Hal. 225.
Available from: URL: http://www kalbe.co.id/cdk
5. Friyandini, F. Lestari, Y. Hubungan Kejadian Perdarahan Postpartum dengan Faktor
Risiko Karakteristik Ibu di RSUP Dr. M. Djamil Padang pada Januari 2012 - April
2013. Jurnal Kesehatan Andalas. 2015;4(3)
6. Ekane, Gregory Edie Halle, dkk. Prevalence and Risk Factors of Primary Postpartum
Hemorrhage after Vaginal Deliveries in the Bonassama District Hospital, Cameroon.
International Journal of Tropical Disease& Health. 2016; 13(2): 1-12
7. Mike, ed. Buku panduan high risks obstetrics: firedrills and workshop. Jakarta: the
Royal College of Obstetricians and Gynaecologists; 2001
8. Smith, J. R., Brerman, B. G., Postpartum Hemorrhage, [online]. 2004. [dikutip 22
oktober 2017]. Available from: URL: http://www.emedicine.com
9. Shane, B. Mencegah Pcrdarahan Pasca Persalinan: Menangani Persalinan Kala Tiga.
Outlook, [online]. 2002. Juni. [dikutip 22 oktober 2017]. Volume 19, Hal. 1-9.
Available from: URL: http://www.path.org.
10. anuaba. Pengantar Kuliah Obstetri Perdarahan Postpartum. Jakarta: EGC; 2009
11. Cunningham, G. Obstetri Williams, Edisi 2, Volume 2. Jakarta: EGC; 2010
12. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo;
2008
13. Jaringan Nasional Klinik-Kesehatan Reproduksi. Pelayanan Obstetri dan Neonatal
Emergensi Dasar (PONED). Jakarta: Bakti Husada; 2008
14. WHO. Guidelines for The Management of Postpartum Haemorrhage and Retained
Placenta. World Health Organization. 2015: 4-20
15. Rohmawati W, Aisyiana S. Hubungan Persalinan Lama dengan Kejadian Atonia
Uteri di RSUD Dr.Moewardi Surakarta Tahun 2009. 2011;1(2): 45-51
16. Nan S, Catherine M, dkk. Prevention and Management of Postpartum Hemorrhage.
SOGC Clinical Practice Guidelines. 2000;88:1-11
17. Hanretty, ed. Obstetrics illustrated. London: Churchill; 2003.
18. Geoffrey, ed. Obstetrics by ten teachers. London: Oxford University Press; 1995.
19. Tim Revisi Kelima Paket Pelatihan PONED. Buku Acuan Pelatihan Klinik
Pelayanan Obstetri Emergensi Dasar. Jakarta. 2008.
20. Hanifa Wiknjosastro. Gangguan dalam kala III persalinan. Dalam : Abdul, Trijatmo,
eds. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 1999.
Hal. 653.
21. Authorised by Maternity Guidelines Group. Date of Issue: March 2014
22. Queensland Ambulance Service. Clinical Practice Guidelines: Uterine Inversion.
Queensland Government. 2016: 1-3
23. DIC.Available from: URL: http://www.medicastore.com
24. Badriyah. Pengaruh faktor resiko terhadap perdarahan ibu post partum di RS
Syarifah Ambami Rato Ebu Bangkalan. Jurnal penelitian kesehatan suara forikes.
[online]. 2011. Januari. [dikutip 22 oktober 2017]. Volume 11. Hal. 31
25. Koh E. B-lynch suture for the treatment of the uterine atony. Singapore med J.
[online]. 2009. [dikutip 22 oktober 2017]. Volume 50. Hal. 693
26. Saifuddin, AB. Buku Panduan Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2006
27. Uterine atony, in William’s Obstetrics E-book., 24rd Ed, The McGraw-Hill comp.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………...….iii

DAFTAR ISI…………………………….……………………………………………….iv

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 3

2.1 Perdarahan Postpartum............................................................................................. 3

2.1.1 Defenisi Perdarahan Postpartum ........................................................................ 3

2.1.2 Klasifikasi Perdarahan Postpartum ..................................................................... 3

2.1.3 Etiologi Perdarahan Postpartum ......................................................................... 4

2.1.4 Faktor Resiko .................................................................................................... 11

2.1.5 Patofisiologi ...................................................................................................... 11

2.1.6 Diagnosis Perdarahan Postpartum .................................................................... 12

2.1.7 Penatalaksanaan perdarahan postpartum .......................................................... 16

2.1.8 Pencegahan ....................................................................................................... 27

2.1.9 Komplikasi........................................................................................................ 32

2.1.10 Prognosis ........................................................................................................ 32

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………..33

Вам также может понравиться