Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
KONJUNGTIVITIS BAKTERI
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
Pada Bagian Family Medicine Fakultas kedokteran
Universitas Syiah Kuala
Banda Aceh
Disusun Oleh:
Pembimbing:
dr. SAIFUL BASRI Sp.M
dr. SYAHRIZAL, M.Si
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tugas Laporan
Kasus yang berjudul ”Konjungtivitis”. Salawat dan salam semoga selalu tercurah
kepada Rasulullah Muhammad SAW yang telah membimbing umat manusia dari
alam kegelapan ke alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Penyusunan laporan kasus ini merupakan salah satu tugas dalam menjalani
Kepanitraan Klinik Senior pada bagian Family Medicine Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala/RSUD dr. Zainoel Banda Aceh. Penulis menyadari
bahwa penyusunan tugas Laporan Kasus ini tidak terwujud tanpa ada bantuan dan
bimbingan serta dukungan dari dosen pembimbing. Oleh karena itu pada
kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada dr. Saiful
Basri Sp. M dan dr.Syahrizal, M.Si yang telah membimbing penulis dalam
menyelesaikan tugas Laporan Kasus ini.
Penulis telah berusaha melakukan yang terbaik dalam penulisan tugas
Laporan Kasus ini, namun penulis menyadari masih jauh dari kesempurnaan.
Segala kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan untuk
penyempurnaan tulisan ini. Akhir kata penulis berharap semoga tugas ini dapat
bermanfaat bagi penulis dan semua pihak khususnya di bidang kedokteran serta
dapat memberikan sumbangan pengetahuan bagi pihak yang membutuhkan.
Penulis
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Fisiologi
5
dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke posterior (pada forniks superior dan
inferior) dan menutupi jaringan episklera dan menjadi konjungtiva bulbaris.
Konjungtiva forniks, merupakan tempat peralihan konjungtiva palpebralis dengan
konjungtiva bulbi. Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan sangat longgar
dengan jaringan di bawahnya sehingga bola mata mudah bergerak.8
Konjungtiva bulbi, melekat longgar ke septum orbitale di forniks dan
melipat berkali-kali. Lipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan
memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik. Duktus -duktus kelenjar
lakrimalis bermuara ke forniks temporal superior. Kecuali di limbus (tempat
kapsul Tenon dan konjungtiva menyatu sejauh 3 mm), konjungtiva bulbaris
melekat longgar ke kapsul tenon dan sklera di bawahnya. Konjungtiva bulbaris
yang lunak, mudah bergerak dan tebal (plika semiulnaris) terletak di canthus
medial. Struktur epidermoid yang kecil semacam daging (karunkula) menempel
superfisial ke bagian dalam plika semiulnaris dan merupakan zona transisi yang
mengandung elemen kulit dan membran mukosa.9,10
Histologis
Lapisan epitel konjungtiva terdiri dari dua hingga lima lapisan sel epitel
silinder bertingkat, superfisisal, dan basal. Lapisan epitel konjungtiva di dekat
limbus, di atas karunkula, dan di dekat persambungan mukokutan pada tepi
kelopak mata terdiri dari sel-sel epitel skuamosa. Sel-sel epitel superfisial
mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang mensekresi mukus. Mukus
mendorong inti sel goblet ke tepi dan diperlukan untuk dispersi lapisan air mata
secara merata di seluruh prekornea. Sel-sel epitel basal berwarna lebih pekat dari
pada sel-sel superfisial dan di dekat limbus dapat mengandung pigmen.11,12
Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superfisial) dan
satu lapisan fibrosa (profundus). Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid
dan di beberapa tempat dapat mengandung struktur semacam folikel tanpa
sentrum germinativum. Lapisan fibrosa tersusun dari jaringan penyambung yang
melekat pada lempeng tarsus. Hal ini menjelaskan gambaran reaksi papiler pada
radang konjungtiva. Lapisan fibrosa tersusun longgar pada bola mata.12,13
Kelenjar air mata asesori (kelenjar Krause dan Wolfring), yang struktur
dan fungsinya mirip kelenjar lakrimal, terletak di dalam stroma. Sebagian besar
6
kelenjar krause berada di forniks superior, dan sedikit ada di forniks inferior.
Kelenjar Wolfring terletak di tepi atas tarsus superior.12,13
7
C. Patofisiologi
Secara umum, gejala yang biasa timbul pada konjungtivitis bakteri antara
lain:
- Mata merah akibat dilatasi pembuluh darah konjungtiva
- Injeksi konjungtiva
- Sekret konjungtiva mukopurulen sampai purulen
- Edema kelopak mata
8
- Rasa tidak nyaman; perih, panas, sensasi benda asing, rasa berpasir.
- Nyeri tidak ada atau minimal
- Epifora (air mata berlebih)
- Fotofobia biasanya tidak ada atau ringan.
- Kelopak mata sulit dibuka saat bangun tidur, melengket satu sama lain
karena adanya sekret (“glue eye”)
- Penglihatan biasanya normal. Penglihatan kabur dapat disebabkan adanya
discharge (sekret) atau debris pada tear film.
- Biasanya bilateral. Mulai pada satu mata kemudian dapat menyebar
dengan mudah ke mata sebelah.8,11,12
9
dewasa, penularannya biasanya dari genitalia ke tangan kemudian ke mata
(berkaitan dengan penyakit menular seksual).9,10
Konjungtivitis bakterial subakut yang biasanya disebabkan oleh H.
Influenzae ditandai dengan adanya eksudat berair, tipis, atau berawan.9
10
Gambar 5 Konjungtivitis bakterial akut yang disebabkan oleh Streptococcus
pneumoniae4
3. Konjungtivitis Bakterial Kronik
Konjungtivitis ini biasanya terjadi pada pasien dengan obstruksi duktus
nasolakrimalis dan dakriosistitis menahun, yang biasanya unilateral. Infeksi ini
juga dapat menyertai blefaritis bacterial menahun atau disfungsi kelenjar meibom.
Pada beberapa kasus, konjungtivitis bakterial kronik juga berhubungan dengan
seboroik facial.13,14
E. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan :
- Anamnesis : gejala yang dialami pasien, penyakit pasien yang lain,
pekerjaan, riwayat alergi, terekspos zat kimia, perjalanan penyakit,
riwayat keluarga.
- Pemeriksaan fisik:
a. Injeksi konjungtiva dapat muncul secara segmental atau difus, sekret
yang muncul lebih purulen, kelopak mata sering melengket satu sama
lain terutama saat bangun tidur. Pembesaran nodus limfatikus
preaurikuler jarang ditemukan pada konjungtivitis bakteri, namun
biasanya ditemukan pada konjungtivitis bakteri yang berat. Dapat
terjadi pembengkakan kelopak mata yang ringan, refleks pupil
normal.2,10
b. Dengan menggunakan slit lamp, inflamasi dari konjungtiva dapat
terlihat berbentuk follikular atau papilar. Pola follikular pembuluh
darahnya tampak disekitar dasar dari lesi kecil yang timbul, dimana
hal ini biasanya nampak pada infeksi viral. Pada infeksi bakteri,
polanya adalah papilar dimana pembuluh darah berada pada pusat lesi
kecil yang timbul.8
- Pemeriksaan laboratorium: pemeriksaan mikroskopik kerokan
konjungtiva dengan pewarnaan Gram atau Giemsa: banyak netrofil
polimorfonuklear, kultur dari sekret konjungtiva.
Pewarnaan gram dan kultur konjungtiva tidak diperlukan pada kasus
ringan (uncomplicated), tetapi harus dilakukan pada situasi berikut:
11
Host yang memiliki kerentanan yang tinggi, seperti neonatus,
individu dengan immunocompromised.
Kasus konjungtivitis purulen berat, untuk membedakannya dari
konjungtivitis hiperpurulen, yang pada umumnya membutuhkan
terapi sistemik.
Kasus-kasus yang tidak berespon terhadap terapi awal.7,8
- Pemeriksaan radiologi: pemeriksaan radiologi tidak biasa dilakukan pada
konjungtivitis bakteri, kecuali dicurigai adanya sinusitis dapat di lakukan
pemeriksaan CT-Scan dan MRI. CT scan orbita diindikasikan untuk
menyingkirkan kemungkinan abses orbital atau pansinusitis, atau jika
konjungtivitis berkaitan dengan selulitis orbitalis.10,11
F. Diagnosis Differensial
Adapun diagnosis differensial konjungtivitis bakteri ini antara lain:12,13
- Konjungtivitis Virus
- Konjungtivitis Alergi
- Konjungtivitis Klamidial
- Keratitis
- Uveitis
- Episkleritis
- Skleritis
- Blefaritis
- Glaukoma
Berikut algoritma yang dapat dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis
dengan keluhan mata merah, termasuk konjungtivitis bakteri:12
Tabe1 .Differensial Diagnosis Mata Merah dengan Visus Normal ataupun Turun 6
Keratitis / Ulkus Uveitis (Iritis) Glaukoma Akut
Gejala Konjungtivitis
Kornea Akut
Injeksio Konjungtiva Siliar Siliar Episkleral
Halo - - - ++
Normal, atau
Tajam Menurun
suram ringan Menurun Menurun
Penglihatan
karena sekret
12
Sekret + - - -
Gatal +/- - - -
G. Terapi
Kebanyakan kasus konjungtivitis akut dapat ditangani dengan terapi
antibiotik empirik. Terapi awal konjungtivitis bakteri akut ringan – sedang
meliputi antibiotiktopikal seperti tetes mata polymixin combination drops,
aminoglikosida, atau fluoroquinolone (ciprofloxacin, ofloxacin, levofloxacin,
moxifloxacin, atau gatifloxacin) drops, atau salep bacitracin atau ciprofloxacin.
13
Terapi spesifik terhadap konjungtivitis bakterial tergantung temuan agen
mikrobiologiknya. Sambil menunggu hasil laboratorium, dokter dapat mulai
dengan terapi antimikroba spektrum luas. Pada setiap konjungtivitis purulen,
harus dipilih antibiotika yang cocok untuk mengobati infeksi Neisseria
gonorrhoeae dan N. Meningitidis. Terapi sistemik dan topikal harus segera
dilaksanakan setelah bahan (sampel) untuk pemeriksaan laboratorium telah
diperoleh.7,8,10
Pada konjungtivitis purulen dan mukopurulen akut, saccus conjungtivae
harus dibilas dengan larutan garam fisiologis agar dapat menghilangkan sekret
konjungtiva. Untuk mencegah penyebaran penyakit ini, pasien dan keluarga
diminta memperhatikan higiene pribadi dan menghindari kontak erat dengan
individu yang terinfeksi. Individu yang telah terinfeksi sebaiknya sering cuci
tangan dan menghindari penggunaan handuk, linen, sapu tangan, pakaian,
kacamata atau make-up secara bersama-sama untuk mencegah penularan.14,15
Bila pengobatan tidak memberikan hasil dengan antibiotic setelah 3-5
hari maka pengobatan dihentikan dan ditunggu hasil pemeriksaan mikrobiologik.
Apabila tidak ditemukan kuman pada sediaan langsung, maka diberikan antibiotic
spektrum luas dalam bentuk tetes mata tiap jam atau salep mata 4 sampai 5 kali
sehari. Apabila dipakai tetes mata, sebaiknya sebelum tidur diberi salep mata
(sulfasetamid 10-15% atau kloramfenikol). Apabila tidak sembuh dalam satu
minggu bila mungkin dilakukan pemeriksaan resistensi, kemungkinan defisiensi
air mata, atau kemungkinan obstruksi duktus nasolakrimalis.14
H. Perjalanan dan Prognosis
Konjungtivitis bakterial akut hampir selalu sembuh sendiri. Tanpa
diobati, infeksi dapat berlangsung selama 10-14 hari, jika diobati dengan
memadai, 1-3 hari, kecuali konjungtivitis Staphylococcus (yang dapat berlanjut
menjadi blefarokonjungtivitis dan memasuki tahap menahun) dan konjungtivitis
gonokokkus (yang bila tidak diobati berakibat ulkus kornea, abses kornea,
perforasi kornea, dan endoftalmitis). Konjungtivitis bakterial menahun mungkin
tidak dapat sembuh sendiri dan menjadi masalah pengobatan yang
menyulitkan.14,15,16
14
BAB III
LAPORAN KASUS
ANAMNESIS
A. Alasan kedatangan/keluhan utama
Mata merah pada mata kanan
B. Keluhan lain/tambahan
Mata terasa nyeri dan gatal
C. Riwayat perjalanan penyakit sekarang
Pasien datang ke Poli Umum Puskesmas Jeulingke dengan keluhan mata
kanan merah dirasakan tiba-tiba sejak 3 hari yang lalu. Keluhan mata merah
disertai dengan keluhan mata gatal, perih dan perasaan mengganjal di mata serta
keluarnya kotoran mata yang lebih dari biasanya. Pasien mengatakan susah
membuka mata saat bangun tidur dan terasa lengket. Pasien sering kali pusing
saat melihat tv terlalu lama, serta mata kanan sukar dibuka apabila bangun tidur.
Pasien menyangkal adanya penurunan tajam penglihatan.
15
D. Riwayat penyakit dahulu
Pasien mengeluhkan flu seminggu yang lalu dan sudah membaik. Pasien belum
pernah mengalami keluhan mata merah. Pasien tidak pernah menggunakan
kacamata sebelumnya.
E. Riwayat penyakit keluarga
Anak ke 2 pasien mengeluhkan mata merah seperti pasien seminggu yang lalu
namun sudah membaik dan anak pertama pasien mulai mengeluhkan hal yang
sama sejak 1 hari yang lalu.
F. Riwayat penggunaan obat
Pasien belum pernah mendapatkan pengobatan apapun
G. Riwayat kebiasaan sosial
Pasien merupakan ibu rumah tangga.
H. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi oleh pasien adalah riwayat penyakit
yang sama dalam keluarga.
I. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi
Faktor risiko yang dapat dimodifikasi adalah hiegiene personal.
PEMERIKSAAN FISIK
A. Keadaan umum
Keadaaan umum :Baik
Tekanan Darah :130/70 mmHg
Nadi :86 kali/ menit
Pernafasan :17 kali/menit
Suhu :36,80C
B. Status Generalis
Mata (Status Oftamologi)
16
Uji Hiscberg:
N N
N N N N
N N N N
N N N N
N
N
Bulat(+), 3 mm Bulat(+), 3 mm
Pupil
RCL (+), RCTL (+) RCL (+), RCTL (+)
17
Foto Klinis Pasien
18
A :Peristaltik normal.
Ekstremitas : Edema (-/-), nyeri (-/-), sianosis (-/-)
Diagnostik Holistik
Aspek Personal : Pasien dengan keluhan mata kanan merah dirasakan
sejak 3 hari yang lalu. Keluhan mata merah disertai
dengan keluhan mata gatal, perih, perasaan mengganjal di
mata, serta keluarnya kotoran mata yang lebih dari
biasanya. Pasien sangat berharap kedua mata pasien
kembali normal supaya bisa kembali beraktivitas.
Aspek Klinis : Konjungtivitis Bakteri Oculi Dextra
Aspek Internal : Pasien mengaku mengalami flu beberapa hari sebelum
mengalami sakit mata dan sebelum pasien mengalami
keluhan ini, anak pasien sudah terlebih dahulu menderita
hal yang sama.
Aspek Eksternal : Pasien kurang menjaga hygiene. Pasien tidak mencuci
tangan saat pasien mengucek mata jika terasa gatal dan
menggunakan handuk yang sama dengan anaknya.
Aspek Fungsional : Derajat 1 (tidak ada kesulitan sama sekali)
Rencana Penatalaksanaan
Non medikamentosa:
1. Health promotion
Dilakukan pendekatan dengan cara memberikan gambaran penyakit,
penyebab, cara penularan dan komplikasi yang akan terjadi. Selain itu, pasien juga
diberikan edukasi terhadap pasien untuk mencuci tangan sebelum dan sesudah
menggunkan salep mata, karena penyakit ini dapat menular. Pasien juga
diberitahu untuk tidak menggunakan handuk atau lap bersama-sama dengan
penghuni rumah lainnya. Serta pasien diminta untuk menjaga kebersihan
lingkungan rumah dan sekitar.
19
2. Specific protection
Pada pasien ini dilakukan pencegahan penularan agar tidak mengenai anggota
keluarga yang lain dan dilakukan pelindung mata seperti kacamata saat
berkendaraan atau di luar rumah sehingga tidak memperberat infeksi.
3. Disability Limitation
Untuk mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan pasien dianjurkan
untuk mengurangi kegiatan yang dapat memaparkan debu ke mata dan tidak
menggosok mata yang sakit, mencuci tangan setiap kali memegang mata dan
bersihkan cairan mata dengan handuk bersih.
4. Rehabilitasi
Pasien ini tidak perlu dilakukan rehabilitasi karena fungsi motorik, wicara,
kognitif dan fungsi lainnya tidak terganggu.
20
BAB IV
ANALISA KASUS
Pasien Ny. J datang dengan keluhan mata kanan merah disertai dengan
keluhan mata gatal, perih, dan perasaan mengganjal di mata serta keluarnya
kotoran mata yang lebih dari biasanya. Pasien mengatakan susah membuka mata
saat bangun tidur dan terasa lengket. Kelopak mata kanan bagian bawah sedikit
bengkak. Tidak ada penurunan tajam penglihatan.
Keluhan mata merah dan tidak ditemukan penurunan tajam penglihatan
mengarah ke penyakit konjungtivitis. Untuk penyebab dari infeksi tersebut, pada
pasien ini lebih mengarah ke konjungtivitis bakteri. Pada konjungtivitis bakteri,
sekret biasanya berwarna kuning, kental dan biasa keluar dalam jumlah besar
sehingga mata agak sulit dibuka. Konjungtivitis yang disebabkan oleh virus
menunjukkan gejala dan tanda mata merah atau pink eye, gatal dan mata berair
dengan kotoran yang bening. Sedangkan konjungtivitis alergi, biasanya pasien
memiliki riwayat atopi atau alergi pada keluarga, serta ada pajanan terhadap
alergen sebelum muncul gejala.2
Pada konjungtivitis didapatkan hiperemis pada daerah konjungtiva
palpebra dan konjungtiva bulbi. Selain itu terdapat pula edema minimal.
Keluarnya kotoran darimata disebabkan adanya peradangan pada bagian
konjungtiva mata, dimana pada konjungtiva terdapat banyak kelenjar.1 Infeksi
konjungtiva menyebabkan terjadi hipersekresi dari kelenjar tersebut.
Tanda–tanda tersebut menunjukkan konjungtivitis, sedangkan untuk
perbedaan jenis penyebab, dapat dilihat dari gejala dan tanda seperti yang sudah
dijelaskan sebelumnya. Pada konjungtivitis alergi, bisa ditemukan cobblestone
appearance pada konjungtiva palpebra.3
Pengobatan yang diberikan pada pasien ini adalah obat tetes mata,
Kloramfenikol 3x1 tetes. Konjungtivitis bakteri akut hampir selalu sembuh
sendiri. Tanpa diobati, infeksi dapat berlangsung selama 10-14 hari, sedangkan
jika diobati memadai berlangsung 1-3 hari, kecuali konjungtivitis stafilokokus
(yang dapat berlanjut menjadi blefarokonjungtivitis dan memasuki fase kronis).2
21
Konjungtivitis bakteri mudah menular dari satu mata ke mata sebelahnya
dan juga mudah menular ke orang lain melalui kontak langsung dan benda yang
kontak dengan mata. Mikroorganisme ini berpindah melalui mata yang tidak
disadari diusap oleh penderita dan selanjutnya mengakibatkan kontaminasi pada
barang yang terpegang oleh penderita dan dipakai bersama oleh orang yang sehat.3
Konjungtivitis bakteri akut dapat menimbulkan komplikasi jika tidak
ditangani secara tepat. Komplikasi yang dapat timbul seperti keratitis, ulkus
kornea dan uveitis yang dapat menyebabkan kebutaan. Ulserasi kornea dapat
terjadi pada infeksi N. kochii, N. meningitides, H. aegyptius, S. aureus, dan M.
catarrhalis. Bahkan pada kasus konjungtivitis meninges dapat berakhir menjadi
sepsis dan meningitis yang mengancam jiwa karena konjungtiva merupakan
gerbang masuk meningokokus ke dalam darah dan meninges.3
Oleh karena itu maka perlu mengedukasi pasien mengenai pentingnya
menjaga kebersihan terutama kebersihan mata dan tangan, dan penggunaan barang
pribadi yang bersamaan agar dihindari.
Cara pencegahan penularan yang paling efektif adalah meningkatkan daya
tahan tubuh, menghindari bersentuhan dengan sekret atau airmata pasien, mencuci
tangan setelah menyentuh mata pasien sebelum dan sesudah menggunakan obat
tetes mata. Selain itu, hindari penggunaan tetes mata dari botol yang telah
digunakan pasien konjungtivitis, hindari penggunaan alat mandi dan bantal kepala
yang sama. Penggunaan kacamata bertujuan untukmengurangi terpaparnya debu,
namun tidak bermanfaat mencegah penularan.4
22
DAFTAR PUSTAKA
6. lyas, S., Yulianti, S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 5. Jakarta : FKUI. 2014
10. Morrow, Gary L.; Abbott, Richard L. Conjunctivitis. In: American Family
Physician. February 15, 1998. Published by American Academy of Family
Physicians. Available in: www.aafp.org/afp/980251/morrow.html.
Accessed on November 06, 2018
11. Lang, Gerhard K.; Lang, Gabriele E. Conjunctiva. In: Gerhard K.Lang,
Ed. Ophthalmology: A Pocket Textbook Atlas, 2nd Edition. 2006. New
York: Thieme; p.67-83
12. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. 2008. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI. hal.109-28.
23
13. Skuta, Gregory L.; Cantor, Louis B.; Weiss, Jayne S. Basic and Cliniccal
Science Cources : External Disease dan Cornea, Section 8, 2008-2009.
2008. Singapore : American Academy of Ophthalmology; p.169-71.
24
25