Вы находитесь на странице: 1из 27

Kelompok 2:

C. Proses dan prosedur penilaian hasil belajar


D. Persyaratan penilaian hasil belajar (Validitas, Reliabilitas, kepraktisan)
Pertanyaan :
1. Mengingat pentingnya penilaian dalam menentukan kualitas pendidikan,
jelaskan beberapa prinsip dan prosedur penilaian yang perlu dilakukan!
Jawab:

Dalam merencanakan dan melaksanakan penilaian hendaknya memperhatikan


beberapa prinsip dan prosedur penilaian.

Prinsip penilaian yang dimaksudkan antara lain adalah sebagai berikut :

1. Dalam menilai hasil belajar hendaknya dirancang sedemikian rupa sehingga


jelas abilitas yang harus dinilai, materi penilaian, alat penilaian, dan interpretasi
hasil penilaian. Sebagai patokan dalam merancang penilaian hasil belajar adalah
kurikulum yang berlaku dan buku pelajaran yang digunakannya.
2. Penilaian hasil belajar hendaknya menjadi bagian integral dari proses belajar-
mengajar. Artinya, penilaian senantiasa dilaksanakan pada setiap saat proses
belajar-mengajar sehingga pelaksanaannya berkesinambungan.
3. Agar diperoleh hasil belajar yang objektif dalam pengertian menggambarkan
prestasi dan kemampuan siswa sebagaimana adanya, penilaian harus
menggunakan berbagai alat penilaian dan sifatnya komprehensif. Dengan sifat
komprehensif dimaksudkan segi atau abilitas yang dinilainya tidak hanya aspek
kognitif, tetapi juga aspek afektif dan psikomotoris.
4. Penilaian hasil belajar hendaknya diikuti dengan tindak lanjutnya. Data hasil
penilaian sangat bermanfaat bagi guru maupun bagi siswa. Oleh karena itu,
perlu dicatat secara teratur dalam catatan khusus mengenai kemajuan siswa.
Hasil penilaian juga hendaknya dijadikan bahan untuk menyempurnakan
program pengajaran , memperbaiki kelemahan-kelemahan pengajaran dan
memberikan bimbingan belajar kepada siswa yang memerlukannya.

Ada beberapa langkah yang dapat dijadikan pegangan dalam melaksanakan


proses penilaian hasil belajar, yakni :
a. Merumuskan atau mempertegas tujuan-tujuan pengajaran. Mengingat
fungsi penilaian hasil belajar adalah mengukur tercapai-tidaknya tujuan
pengajaran, maka perlu dilakukan upaya mempertegas tujuan
pengajaran sehingga dapat memberikan arah terhadap penyusunan alat-
alat penilaian.

b. Mengkaji kembali materi pengajaran berdasarkan kurikulum dan silabus


mata pelajaran. Hal ini penting mengingat isi tes atau pertanyaan
penilaian berkenaan dengan bahan pengajaran yang diberikan.

c. Menyusun alat-alat penilaian, baik tes maupun nontes yang cocok


digunakan dalam menilai jenis-jenis tingkah laku yang tergambar dalam
tujuan pengajaran. Dalam penyusunan alat penilaian hendaknya
diperhatikan kaidah-kaidah penulisan soal.

Pertanyaan :

2. Hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi
siswa dan dari sisi guru. Bagaimanakah hasil belajar dikatakan berhasil
dengan baik dari sisi siswa maupun dari sisi guru?
Jawab :
Sudjana (2005) mengatakan bahwa penilaian hasil belajar adalah proses
pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai siswa dengan kriteria
tertentu
Hasil belajar pada satu sisi adalah berkat tindakan guru, suatu
pencapaian tujuan pembelajaran. Pada sisi lain, merupakan peningkatan mental
siswa. Hasil belajar dapat dibedakan menjadi dampak pengajaran dan dampak
pengiring. Kedua dampak tersebut sangat berguna bagi guru dan juga siswa.
Dampak pengajaran adalah hasil yang dapat diukur, seperti tertuang dalam
angka rapot, sedangkan dampak pengiring adalah terapan pengetahuan dan
kemampuan dibidang lain, suatu transfer belajar (Dimyati dan Mudjiono, 2006:
4).
Menurut Suparno dalam Sardiman (2004: 38) mengatakan bahwa hasil
belajar dipengaruhi oleh pengalaman subjek belajar dengan dunia fisik dan
lingkungannya. Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah
diketahui, si subjek belajar, tujuan, motivasi yang mempengaruhi proses
interaksi dengan bahan yang sedang dipelajari.

Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental


yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat
perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif,
dan psikomotor.

Hasil belajar adalah suatu pencapaian yang diperoleh oleh siswa dalam
proses pembelajaran yang dituangkan dengan angka maupun dalam
pengaplikasian pada kehidupan sehari-hari atas ilmu yang didapat.

Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesaikannya


bahan pelajaran. Hasil belajar yang tinggi atau rendah menunjukkan
keberhasilan guru dalam menyampaikan materi pelajaran dalam proses
pembelajaran yang dituangkan dengan angka maupun dalam pengaplikasian
pada kehidupan sehari-hari atas ilmu yang didapat.

Untuk mengukur keberhasilan proses pembelajaran dibagi atas


beberapa tingkatan taraf sebagai berikut.

1. Istimewa/maksimal, apabila seluruh bahan pelajaran dapat


dikuasai oleh siswa.
2. Baik sekali/optimal, apabila sebagian besar bahan pelajaran
dapat dikuasai 76%-99%.
3. Baik/minimal, apabila bahan pelajaran hanya dikuasai 60%-
75%.
4. Kurang, apabila bahan pelajaran yang dikuasai kurang dari 60%
(Djamarah, 2006: 107).

Sehubungan dengan hal di atas, adapun hasil pengajaran dikatakan


betul-betul baik apabila memiliki ciri-ciri sebagai berikut.

1. Hasil itu tahan lama dan dapat digunakan dalam kehidupan oleh
siswa.
2. Hasil itu merupakan pengetahuan asli atau otentik.
Pertanyaan :

3. Seorang guru ingin mengetahui atau membuat keputusan mengenai peserta


didiknya apakah siswa tersebut lulus atau tidak. Langkah-langkah apa
yang diambil seorang guru untuk mengetahui atau membuat keputusan
tersebut?

Jawab :

Dalam membuat keputusan tersebut, maka guru harus melakukan pengukuran


terlebih dahulu, selanjutnya diberikan penilaian, setelah itu baru dievaluasi.
a. Pengukuran
Wulan (2010) mengutip pendapat Alwasilah dkk. (1996) yang menyatakan
bahwa pengukuran merupakan proses yang mendeskripsikan performan siswa
dengan menggunakan suatu skala kuantitatif (system angka) sedemikian rupa
sehingga sifat kualitatif dari performan siswa tersebut dinyatakan dengan
angka-angka. Pernyataan tersebut diperkuat dengan pendapat yang menyatakan
bahwa pengukuran merupakan pemberian angka terhadap suatu atribut atau
karakter tertentu yang dimiliki oleh seseorang, atau suatu obyek tertentu yang
mengacu pada aturan dan formulasi yang jelas.
b. penilaian
Dalam sistem evaluasi hasil belajar, penilaian merupakan langkah lanjutan
setelah dilakukan pengukuran. informasi yang diperoleh dari hasil pengukuran
selanjutnya dideskripsikan dan ditafsirkan. Karenanya, menurut Djemari
Mardapi (1999: 8) penilaian adalah kegiatan menafsirkan atau mendeskripsikan
hasil pengukuran. Menurut Cangelosi (1995: 21) penilaian adalah keputusan
tentang nilai. Oleh karena itu, langkah selanjutnya setelah melaksanakan
pengukuran adalah penilaian. Penilaian dilakukan setelah siswa menjawab soal-
soal yang terdapat pada tes. Hasil jawaban siswa tersebut ditafsirkan dalam
bentuk nilai
c. Evaluasi
Evaluasi merupakan suatu proses yang sistematis untuk menentukan
atau membuat keputusan sampai sejauh mana tujuan-tujuan pengajaran telah
dicapai oleh siswa (Purwanto, 2002). Cronbach (Harris, 1985) menyatakan
bahwa evaluasi merupakan pemeriksaan yang sistematis terhadap segala
peristiwa yang terjadi sebagai akibat dilaksanakannya suatu program.
Untuk menentukan kemajuan yang dicapai maka harus ada kriteria
(patokan) yang mengacu pada tujuan yang telah ditentukan sehingga dapat
diketahui seberapa besar pengaruh strategi belajar mengajar terhadap
keberhasilan belajar siswa. Hasil belajar siswa menurut W. Winkel (dalam buku
Psikologi Pengajaran 1989:82) adalah keberhasilan yang dicapai oleh siswa,
yakni prestasi belajar siswa di sekolah yang mewujudkan dalam bentuk angka.
Setelah proses evaluasi, baru guru tersebut membuat keputusan terhadap status
peserta didiknya.

Pertanyaan:

4. Keberhasilan pengajaran tidak hanya dilihat dari hasil belajar yang dicapai
oleh siswa, tetapi juga dari segi prosesnya. Jelaskan mengapa demikian?

Jawab :

Menurut Woordworth (dalam Ismihyani 2000), hasil belajar merupakan


perubahan tingkah laku sebagai akibat dari proses belajar. Woordworth juga
mengatakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan aktual yang diukur secara
langsung. Hasil pengukuran belajar inilah akhirnya akan mengetahui seberapa
jauh tujuan pendidikan dan pengajaran yang telah dicapai.

Hasil belajar pada dasarnya merupakan akibat dari suatu proses belajar.
Ini berarti optimalnya hasil belajar siswa tergantung pula pada proses belajar
siswa dan proses mengajar guru.
Hasil belajar merupakan suatu puncak proses belajar. Hasil belajar
tersebut terjadi terutama berkat evaluasi guru. Hasil belajar dapat berupa
dampak pengajaran dan dampak pengiring. Kedua dampak tersebut bermanfaat
bagi guru dan siswa.
Sebagai konsekuensi bahwa siswa merupakan sentral, maka aktivitas
siswa merupakan syarat mutlak bagi berlangsungnya proses pembelajaran.
Aktivitas siswa dalam hal ini, baik secara fisik maupun mental.
Mempunyai batas waktu. Untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu
dalam sistem klasikal, batas waktu menjadi salah satu ciri yang tidak bisa
ditingggalkan. Setiap tujuan akan diberi waktu tertentu, kapan tujuan harus
sudah tercapai.
Diakhiri dengan evaluasi. Dari seluruh kegiatan tersebut, masalah
evaluasi merupakan bagian penting yang tidak bisa diabaikan. Evaluasi harus
dilakukan oleh guru untuk mengetahui tercapai atau tidak tujuan pembelajaran
yang telah ditentukan.

Pertanyaan :

5. Penilaian kegiatan belajar – mengajar dengan program pendidikan akan


dapat mencapai tujuan yang diinginkan secara teliti apabila alat ukur yang
dipakai memenuhi kriteria atau syarat-syarat alat ukur yang baik dan
benar. Jelaskan syarat-syarat alat ukur hasil belajar yang baik?

Jawab :

Alat ukur yang baik dan benar haru memenuhi beberapa syarat, antara lain :

1. Valid
Suatu alat ukur dikatakan valid atau mempunyai validitas yang tinggi apabila
alat ukur itu betul-betul mengukur apa yang ingin diukur.

Berikut pengertian validitas menurut beberapa ahli:

Menurut Azwar (1986) Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai
arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan
fungsi ukurnya.
Sisi lain dari pengertian validitas adalah aspek kecermatan pengukuran. Suatu
alat ukur yang valid tidak hanya mampu menghasilkan data yang tepat akan
tetapi juga harus memberikan gambaran yang cermat mengenai data tersebut.
Cermat berarti bahwa pengukuran itu dapat memberikan gambran mengenai
perbedaan yang sekecil-kecilnya mengenai perbedaan yang satu dengan yang
lain.

Menurut Walizer (1987) Validitas adalah tingkaat kesesuaian antara suatu


batasan konseptual yang diberikan dengan bantuan operasional yang telah
dikembangkan.

Menurut Aritonang R. (2007) validitas suatu instrumen berkaitan dengan


kemampuan instrument itu untuk mengukur atu mengungkap karakteristik dari
variabel yang dimaksudkan untuk diukur.

Menurut Masri Singarimbun, validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat


pengukur itu mengukur apa yang ingin diukur.

Menurut Suharsimi Arikunto, validitas adalah keadaan yang


menggambarkan tingkat instrumen bersangkutan yang mampu mengukur apa
yang akan diukur.

Menurut Soetarlinah Sukadji, validitas adalah derajat yang menyatakan suatu


tes mengukur apa yang seharusnya diukur. Validitas suatu tes tidak begitu saja
melekat pada tes itu sendiri, tapi tergantung penggunaan dan subyeknya.

Jadi Validitas merupakan suatu standar atau dasar ukuran yang menunjukkan
ketetapan (appropriateness), kemanfaatan (userfulness) dan kesahihan yang
mengarah pada ketepatan interpretasi suatu prosedur evaluasi sesuai dengan
tujuan pengukurannya.

2. Reliabel
Suatu tes yang sahih/valid adalah reliabel, tetapi suatu tes yang reliabel belum
tentu valid. Reliabilitas suatu tes menunjuk kepada ketetapan konsistensi, atau
stabilitas hasil tes/suatu ukuran yang dilakukan.
Berikut pengertian reliabilitas menurut beberapa ahli:
Sugiono (2005): serangkaian pengukuran atau serangkaian alat ukur yang
memiliki konsistensi jika pengukuran yang dilakukan dengan alat ukur itu
dilakukan secara berulang. Reliabilitas tes, merupakan tingkat konsistensi suatu
tes, adalah sejauh mana tes dapat dipercaya untuk menghasilkan skor yang
konsisten, relatif tidak berubah meskipun diteskan pada situasi yang berbeda.
Nursalam (2003): kesamaan hasil pengukuran atau pengamatan jika fakta atau
kenyataan hidup tadi diukur atau diamati berulang kali dalam waktu yang
berlainan.
Sukadji (2000): sebarapa besar derajat tes mengukur secara konsisen sasaran
yang diukur. Reliabilitas dinyatakan dalam bentuk angka, biasana koefiesien.
Gronlund dan Linn (1990): ketepatan hasil yang diperoleh dari suatu
pengukuran.
Sugiono (2005) dalam Suharto (2009): serangkaian pengukuran atau
serangkaian alat ukur yang memiliki konsistensi bila pengukuran yang
dilakukan dengan alat ukur itu dilakukan secara berulang.
Anastasia dan Susana (1997): sesuatu yang merujuk pada konsistensi skor
yang dicapai oleh orang yang sama ketika mereka diuji dengan tes yang sama
pada kesempatan yang berbeda, atau dengan seperangkat butir-butir ekuivalen
(equivalent items) yang berbeda, atau dibawah kondisi pengujian yang berbeda.
Suryabrata (2004): sejauh mana hasil pengukuran dengan alat tersebut dapat
dipercaya.
Suatu tes yang sahih/valid adalah reliabel, tetapi suatu tes yang reliabel belum
tentu valid. Reliabilitas suatu tes menunjuk kepada ketetapan konsistensi, atau
stabilitas hasil tes/suatu ukuran yang dilakukan.
Jadi Reliabilitas yaitu suatu konsistensi sebuah tes dalam mengukur atau
mengamati sesuatu yang menjadi objek ukur.
Jika kita melihat permasalahan ini dari kacamata asumsi yang mendasari
pemikiran reliabilitas di atas, maka reliabel = ajeg. tentu saja dengan
persyaratan yang mustahil untuk dipenuhi tadi.
Tapi jika dilihat dalam konteks aplikasinya, reliabilitas tidak selalu sama
dengan keajegan, tergantung dari pendekatan mana yang digunakan untuk
mengestimasinya.
Mungkin akan lebih aman jika kita menyebut reliabilitas sebagai "tingkat
kepercayaan, seberapa jauh error yang dihasilkan dari tes, dan seberapa jauh
hasil tes dapat dipercaya". (Feldt & Brennan, 1989: 105)
3. Objektif yaitu Penskor hendaknya menilai/menskor apa-adanya, tanpa
dipengaruhi oleh subjektif penskor atau faktor-faktor lainnya diluar yang
tersedia.
4. Praktis (Mudah dan murah) Suatu alat ukur dikatakan praktis apabila biaya
alat ukur itu murah. Disamping itu, alat tersebut mudah diadministrasikan,
mudah diskor, dan mudah diinterprestasikan.
5. Norma
Dalam hal ini norma diartikan sebagai patokan kriteria atau ukuran yang
digunakan untuk menentukan dalam pengambilan keputusan.
KELOMPOK 1

A. KONSEP DASAR EVALUASI PROSES DAN HASIL BELAJAR

B. TEKNIK-TEKNIK EVALUASI PEMBELAJARAN

Pertanyaan :
1. Bagaimana kedudukan evaluasi dalam proses pendidikan?

Jawab:

Proses pendidikan merupakan proses pemanusiaan manusia, dimana di


dalamnya terjadi proses membudayakan dan memberadabkan manusia. Transformasi dalam
proses pendidikan adalah proses untuk membudayakan dan memberadabkan siswa. Unsur-
unsur transformasi proses pendidikan, meliputi :
1) Pendidik dan personal lainnya
2) Isi pendidikan
3) Teknik
4) Sistem evaluasi
5) Sarana pendidikan, dan
6) Sistem administrasi.
Keluaran dalam proses pendidikan adalah siswa yang semakin berbudaya dan beradab
sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Umpan balik dalam proses pendidikan adalah segala
informasi yang berhasil diperoleh selama proses pendidikan yang digunakan sebagai bahan
pertimbangan untuk perbaikan masukan dan transformasi yang ada dalam proses.
Kedudukan evaluasi dalam belajar dari pembelajaran sungguh sangat penting, dan
bahkan dapat dipandang sebagai bagian yang tak terpisahkan dengan keseluruhan proses
belajar dan pembelajaran. Penting karena dengan evaluasi atom diketahui apakah belajar dan
pembelajaran tersebut telah mencapai tujuan ataukah belum. Dengan evaluasi juga akan
diketahui faktor-faktor apa saja yang menjadikan penyebab belajar dan pembelajaran tersebut
berhasil dart faktor-faktor apa saja yang menjadikan penyebab belajar dan pembelajaran tidak
atau belum berhasil. Tidak hanya itu, dengan evaluasi juga diketahui dimanakah letak
kegagalan dan kesuksesan belajar dan pembelajaran.
Evaluasi juga punya kedudukan yang tak terpisahkan dari belajar dan pembelajaran secara
keseluruhan, karena strategi belajar dan pembelajaran, proses belajar dan pembelajaran
menempatkan evaluasi sebagai salah satu langkahnya. Hampir semua ahli prosedur sistem
instruksional menempatkan evaluasi ini sebagai langkah-langkahnya. Perhatikan pula langkah-
langkah pembelajaran yang dikemukakan oleh para ahli berikut, pasti kita akan tahu betapa
tidak dapat terpisahkan evaluasi tersebut dengan keseluruhan proses belajar dan pembelajaran.
Evaluasi juga memegang peranan penting dalam komponen perencanaan dan
komponen interaksi dari proses belajar. Hal ini terlihat pada saat guru akan mengembangkan
perncanaan belajar mereka.
Secara keseluruhan evaluasi pendidikan akan muncul pada :
1. Awal kegiatan pendidikan.
Evaluasi ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kesiapan dan kemampuan peserta
didik sehingga memungkinkan tenaga pengajar menyusun rancangan pendidikan
sesuai dengan peserta didik, dengan selalu berpijak pada kompetensi yang akan di
capai.
2. Pada saat proses pendidikan atau belajar mengajar sedang berlangsung.
Evaluasi ini dapat berupakan evaluasi preses pelaksanaan pembelajaran dan komponen
pendidikan. Evaluasi proses di awali pada tahap pertama pembelajaran di laksanakan
dan secara runtun sampai pada akhir pendidikan. Melalaui evaluasi proses akan tmapak
dengan jelas apakah rencana penddidikan yang telah di susun dapat dilaksanan dengan
baik. Apakah langkah-langkah yang disusun terlaksana dengan baik? Jika tidak faktor-
faktor apakah yang menyebabkan nya. Untuk ini diperlukan evaluasi komponen-
konponen pendidikan dan evaluasi mata pelajaran.
3. Pada akhir kegiatan pendidikan atau pembelajaran.
Kegiatan ini di maksusdkan untuk menentukan tingkat pencapaian peserta didik dalam
belajar. Evaluasi seperti ini dapat juga di lakukan pada akhir satuan mata pelajaran.

Diagram kedudukan evaluasi dalam pendidikan pembelajaran


Kalau dilihat dari kompoen-komponen yang memugkinkan kualitas pendidikan atau
pembelajaran menjadi efektif dan efisien maka evaluasi hendaklah diarahkan pada pendidik,
guru, kurikulum/program/ materi, sarana, fasilitas, metoda yang dipakai serta lingkungan
belajar yang lansung maupun tidak lansung mempengaruhi proses pembelajaran.

Kelemahan yang sering dilakukan selama ini adalah evaluasi pendidikan disamakan
artinya dengan evaluasi hasil belajar, sehingga menjadi kerdil dan kurang bermakna untuk
perbaikan dan pengendalian mutu pendidikan. Kualitas pembelajaran akan menjadi berarti
baik, berkualitas, efektif dan efisien, kalau semua komponen pembelajaran berfungsi optimal
sesuai tugas dan fungsinya, dengan selalu berpegang pada filosofi : “ mutu adalah yang utama

2. Saat seorang guru sedang melaksanakan suatu unit pembelajaran tertentu beberapa
anak didiknya mengalami kesulitan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan meskipun telah dilakukan program perbaikan (remidial), pada benak
seorang guru mungkin akan muncul pertanyaan: "Mengapa anak didik saya tidak
bisa mencapai tujuan pembelajaran? Apakah mereka menemui hambatan/kesulitan?
Pada bagian mana letak kesulitan/hambatan itu muncul? Bagaimana cara
mengatasinya?"

Jawab :
Berdasarkan kasus di atas untuk mengatasi kesulitan belajar pada anak didik, perlu
diadakan tes diagnostik. Tes diagnostik adalah tes yang digunakan untuk mengetahui
kelemahan-kelemahan siswa sehingga dengan mengetahui kelemahan siswa tersebut, maka
kita bisa memperlakukan siswa tersebut dengan tepat. Materi tes yang ditanya dalam tes
diagnostik biasanya mengenai hal-hal tertentu yang juga merupakan pengalaman sulit bagi
siswa. Tes ini dapat dilaksanakan dengan cara lisan, tulisan, atau dengan mengkaloborasi kedua
cara tes. dalam catatan, tes ini hanya untuk memeriksa, jika hasil pemeriksaan tersebut
membuktikan kelemahan daya serap siswa maka terhadap suatu pembelajaran. Maka siswa
tersebut akan dilakukan pembimbingan secara khusus kepadanya.
Tes diagnostik biasanya adalah sebuah tes yang dibuat dengan jumlah item soal yang
cukup banyak pada suatu materi tertentu/spesifik. Item-item soal dibuat dengan sangat sedikit
perbedaan variasi dari satu item soal ke item soal lainnya sehingga penyebab
kesulitan/hambatan belajar dapat terdeteksi.
Tujuan khusus pembuatan tes diagnostik misalnya untuk menjawab pertanyaan:
"Apakah siswa mengalami kesulitan belajar Bahasa Inggris karena mereka tidak
mengerti Grammar ataukah karena jumlah kosakata yang mereka miliki terlalu
sedikit?" Atau pertanyaan semisal: "Apakah siswa mengalami kesulitan memahami
konsep persilangan monohibrib pada pelajaran biologi karena mereka tidak mengerti
tentang cara menemukan gamet? Ataukah karena mereka tidak mengerti cara
menuliskan diagram persilangan pada papan punnet? Ataukah karena mereka tidak
mengerti konsep dominan dan resesif?".
Demikianlah, tes diagnostik memfokuskan tujuannya pada pencarian letak
kesulitan anak didik dalam mempelajari suatu materi pelajaran sehingga pembelajaran
perbaikan yang akan diberikan dapat menjadi lebih efektif menuju letak permasalahan
belajar yang dialami anak didik.
KELOMPOK 3
E. PERENCANAAN DAN PENYUSUNAN TES HASIL BELAJAR

Pertanyaan :
1. Strategi apa yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas tes
uraian sebagai alat penilaian hasil belajar?

Jawab :

Tes uraian adalah tes (seperangkat soal yang berupa tugas, pertanyaan) yang menuntut peserta
didik untuk mengorganisasikan dan menyatakan jawabannya menurut kata-kata (kalimat)
sendiri. Jawaban tersebut dapat berbentuk mengingat kembali, menyusun, mengorganisasikan
atau memadukan pengetahuan yang telah dipelajarinya dalam rangkaian kalimat atau kata-kata
yang tersusun secara baik. Oleh

karena itu tes uraian sering juga dikatakan sebagai tes essay. Walau pun sebenarnya antara tes
uraian dan essay memiliki perbedaan, yaitu dalam hal kedalaman dan keluasan materi yang
diukur atau diungkap. Sebenarnya tes uraian lebih tepat digunakan untuk mengukur prestasi
belajar yang lebih kompleks, walaupun tidak dipungkiri masih banyak para guru yang
menggunakan jenis tes ini hanya untuk mengukur pengetahuan yang bersifat faktual dan
dangkal.

Merencanakan tes Uraian Seperti pada tes lain, untuk mendapatkan soal tes uraian yang baik,
perlu direncanakan secara matang. Paling tidak si penyusun soal harus memahami atau
mengingat kembali prinsip-prinsip penilaian, dan mengingat kembali prosedur pengembangan
tes secara umum.

Secara umum perencanaan itu mencakup:

1. Merumuskan tujuan tes, untuk apa tes itu dilakukan.


2. Mengkaji/menganalisis: GBPP, pokok bahasan/topik/tema/konsep, buku sumber,
rencana pembelajaran/satuan pelajaran, dan materi-materi pelajaranmana yang cocok
untuk dibuat dengan soal uraian.
3. Membuat kisi-kisi
4. Penulisan soal disertai pembuatan kunci jawaban dan pedoman penskoran
5. Penelaahan kembali rumusan soal (oleh sendiri atau orang lain).
Adapun pedoman dalam penyusunan Tes Subjektif (tes uraian) yang baik, maka
harus diperhatikan beberapa hal berikut:

1. Hendaknya soal- soal tes dapat meliputi ide-ide pokok dari bahan yang di teskan, dan
kalau mungkin disusun soal yang sifatnya komprehensif.
2. Hendaknya soal tidak mengambil kalimat-kalimat yang disalin langsung dari buku atau
catatan.
3. Pada waktu menyusun, soal-soal itu sudah dilengkapi dengan kunci jawaban serta
pedoman penilaiannya dan soal harus sesuai dengan perencanaan tes yang anda telah
buat.
4. Hendaknya diusahakan agar pertanyaannya bervariasi antara ”jelaskan”, ”bagaimana”,
”mengapa”, ”seberapa jauh”, agar dapat diketahui lebih jauh penguasaan siswa
terhadap bahan.
5. Hendaknya rumusan soal dibuat sedemikian rupa sehingga mudah dipahami oleh
tercoba.
6. Hendaknya ditegaskan model jawaban apa yang dikehendaki oleh penyusun tes. Untuk
ini pertanyaan tidak boleh terlalu umum, tapi harus spesifik.

Agar diperoleh soal-soal bentuk uraian yang dikatakan memadai sebagai alat
penilaian hasil belajar, hendaknya diperhatikan hal-hal berikut :

1. Dari segi isi yang diukur


Segi yang hendak diukur hendaknya ditentukan secara jelas abilitasnya, misalnya
pemahaman konsep, aplikasi suatu konsep, analisis suatu permasalahan, dan aspek
kognitif lainnya.
2. Dari segi bahasa
Gunakan bahasa yang baik dan benar sehingga mudah diketahui makna yang
terkandung dalam rumusan pertanyaan. Bahasanya sederhana, singkat, tetapi jelas apa
yang ditanyakan. Hindari bahasa yang berbelit-belit membingungkan atau mengecoh
siswa.
3. Dari segi teknis penyajian soal
Hendaknya jangan mengulang-ulang pertanyaan terhadap materi yang sama sekalipun
untuk abilitas yang berbeda sehingga soal atau pertanyaan yang diajukan lebih
komprehensif daripada segi lingkup materinya.
4. Dari segi jawaban
Setiap pertanyaan yang hendak diajukan sebaiknya telah ditentukan jawaban yang
diharapkan, minimal pokok-pokoknya. Tentukan pula besarnya skor maksimal untuk
setiap soal yang dijawab benar dan skor minimal bila menjawab dianggap salah atau
kurang memadai.
5. Mengingat sifat tes uraian lebih mengutamakan kekuatan (power tests), bukan
kecepatan (speed tests), maka dalam pelaksanaan tes ini hendaknya diperhatikan hal-
hal berikut :
6. Berilah waktu yang cukup kepada siswa untuk mengerjakan soal-soal tersebut. Dengan
demikian siswa dapat mengungkapkan jawabannya tanpa terburu-buru.
7. Berikan kemungkinan kepada siswa untuk mengerjakan soal-soal yang mudah terlebih
dahulu tanpa harus mengikuti urutan nomor soal.
8. Awasi pengerjaan soal oleh para siswa sehingga mereka bekerja sendiri tanpa bekerja
sama dengan siswa lain.
9. Dalam hal tertentu, jika dipandang perlu, berikan soal-soal uraian yang
memperbolehkan siswa membuka buku dan catatan pelajarannya. biasanya soal-soal
yang mengungkapkan aplikasi suatu konsep, pemecahan masalah suatu masalah,
menarik suatu generalisasi dapat diberikan kepada siswa dengan memperolehkan
membuka buku dan catatan lainnya.
10. Setelah semua siswa selesai mengerjakan soal, ada baiknya guru menjelaskan jawaban
setiap soal sehingga para siswa mengetahuinya sebagai bahan dan untuk memperkaya
pemahaman mereka mengenai bahan atau materi pelajaran
KELOMPOK 4

F. ANALISIS BUTIR SOAL

G. PENGOLAHAN HASIL TES

Pertanyaan :

1. Memahami cara anilisis butir soal menjadi hal yang mesti dikuasai oleh setiap
guru agar pemberian soal dan skor tidak terkesan asal-asalan. Namun terkadang
sebagian guru belum memahami kariteria pemberian skor kepada soal-soal yang
berdasarkan kategori kesukaran, daya pembeda dan pola jawaban soal, alhasil
soal mudah, sedang dan sulit diberi standar skor yang sama. Bagaimana cara
menganalisis butir soal berdasarkan kategorinya?

Jawaban:

Analisis soal bertujuan untuk mengadakan identifikasi soal-soal yang baik,


kurang baik, dan soal yang jelek. Dengan analisis soal dapat diperoleh informasi
tentang kejelekan sebuah soal dan petunjuk untuk mengadakan perbaikan.

Tiga masalah yang berhubungan dengan analisis soal, yaitu taraf kesukaran,
daya pembeda, dan pola jawaban soal atau pengecoh (Arikunto, 2010). Berikut ulasan
cara analisis butir soal.

1. Berdasarkan Taraf Kesukaran

Tingkat kesukaran (difficulty level) suatu butir soal didefinisikan sebagai


proporsi atau persentase subjek yang menjawab butir tes tertentu dengan benar.
Sedangkan angka yang menunjukkan sukar atau mudahnya suatu butir soal dinamakan
indeks kesukaran yang dilambangkan dengan p, nilai p ini terletak antara 0 dan 1.
Berbicara tentang karakteristik butir soal berdasarkan teori klasik, maka yang perlu kita
pahami dan perhatikan yaitu adanya butir soal dan peserta tes (testee). Bisa saja terjadi
bahwa suatu butir tes dianggap mudah oleh kelompok siswa kelas A misalnya, tetapi
pada kelompok siswa kelas B butir tes tersebut dianggap sulit. Jadi, berdasarkan teori
ini, analisis tingkat kesukaran soal tidak lepas dari butir soal dan testee. Biasanya, testee
dapat digolongkan menjadi beberapa kelompok, misalnya, kelompok testee yang
memiliki skor tinggi, skor sedang, dan skor rendah (jika kita bermaksud membagi
mereka dalam tiga kelompok). Tetapi jika kita bermaksud menbagi mereka dalam dua
kelompok, maka ada kelompok testee yang memiliki skor tinggi dan memiliki skor
rendah. Begitu juga dengan butir soal, ada butir soal yang dapat dijawab oleh semua
testee, ada juga butir soal yang dijawab oleh sebagian, dan ada yang tidak dapat dijawab
oleh semua testee (Mansyur, dkk., 2009). Lebih lanjut menurut Sukiman (2012) kriteria
yang digunakan untuk menentukan jenis tingkat kesukaran soal adalah sebagai berikut:

Tabel 2.2 Kriteria Indeks Tingkat Kesukaran Soal

Indeks Tingkat Kesukaran kategori

0,00 – 0,30 Soal tergolong sukar

0,31 – 0,70 Soal tergolong sedang

0,71 – 1,00 Soal tergolong mudah

Sumber: Sukiman, 2012

2. Berdasarkan Daya Pembeda

Daya pembeda soal adalah kemampuan sesuatu soal untuk membedakan antara
siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang bodoh (berkemampuan
rendah). Menurut Sukiman (2012) memberikan kriteria daya beda soal sebagai berikut:

Tabel 2.3 Kriteria Indeks Daya Beda Soal

Indeks Daya Beda Kategori

Tanda negatif Tidak ada daya beda

˂ 0,20 Daya beda lemah

0,20 – 0,39 Daya beda cukup

0,40 – 0,69 Daya beda baik

0,70 – 1,00 Daya beda baik sekali

Sumber: Sukiman, 2012


3. Berdasarkan Pola Jawaban Soal (Distractor / Pengecoh)

Dari pola jawaban soal dapat ditentukan apakah pengecoh (distractor) berfungsi
sebagai pengecoh dengan baik atau tidak. Pengecoh yang tidak dipilih sama sekali oleh
testee berarti bahwa pengecoh itu jelek. Sebaliknya sebuah distraktor (pengecoh) dapat
dikatakan berfungsi dengan baik apabila distraktor tersebut mempunyai daya tarik yang
besar bagi pengikut-pengikut tes yang kurang memahami konsep atau kurang
menguasai bahan.

Sesuatu distraktor dapat diperlakukan dengan 3 cara, yaitu: (1) diterima, karena
sudah baik, (2) ditolak karena tidak baik, (3) ditulis kembali, karena kurang baik.
Kekurangannya mungkin hanya terletak pada rumusan kalimatnya sehingga hanya
perlu ditulis kembali, dengan perubahan seperlunya. Menulis soal adalah suatu
pekerjaan yang sulit, sehingga apabila masih dapat diperbaiki, sebaiknya diperbaiki
saja, tidak dibuang (Arikunto, 2010). Pengecoh dikatakan berfungsi efektif apabila
paling tidak ada siswa yang terkecoh memilih (Purwanto, 2013).

Pertanyaan :

2. Jelaskan manfaat analisis butir soal !


1. menentukan soal-soal yang cacat atau tidak berfungsi dengan baik;
2. meningkatkan butir soal melalui tiga komponen analisis yaitu tingkat kesukaran,
daya pembeda, dan pengecoh soal;
3. meningkatkan validitas soal dan reliabilitas;
4. merevisi soal yang tidak relevan dengan materi yang diajarkan, ditandai dengan
banyaknya anak yang tidak dapat menjawab butir soal tertentu.
5. Membantu pengguna tes dalam evaluasi atas tes yang digunakan.
6. Revisi seperti untuk tes informal dan lokal seperti tes yang disiapkan oleh guru di
sekolah.
7. Mendukung penulisan soal yang efektif.
8. Memberikan masukan kepada guru tentang kesulitan siswa.
9. Merevisi materi yang dinilai atau yang diukur.
10. Meningkatkan ketrampilan penulisan soal.
11. Untuk merakit soal remedial
12. Mendiskusikan efisiensi tentang hasil tes.
KELOMPOK 5

H. TEKNIK NON TES DALAM PENILAIAN

I. TEKNIK PENGOLAHAN DATA NON TES

Pertanyaan :

1. Teknik tes bukan satu-satunya teknik untuk melakukan evaluasi hasil belajar,
sebab masih ada teknik lainnya yang dapat dipergunakan, yaitu teknik non-tes.
Dengan teknik non-tes maka penilaian atau evaluasi hasil belajar peserta didik
dilakukan dengan tanpa “menguji” peserta didik, melainkan dengan berbagai
cara. Jelaskan beberapa teknik pengumpulan data yang digunakan dalam teknik
pengolahan data non tes !

Jawaban :

Teknik non tes ini sangat penting untuk dipahami, dimana data peserta
didik tidak hanya menyangkut hal-hal yang bersifat kuantitatif yang bisanya
berupa data kognitif, melainkan juga menyangkut hal-hal yang tidak kalah
pentingnya untuk dikenali dan dipahami, yaitu data yang berupa kualitatif atau
non kognitif dan lingkungan peserta didik.
Teknik pengumpulan data secara non tes yang meliputi performent assesment,
analisis dokumen, anecdotal record, dan daftar cek/cek list.

a. Performent Assesment

Performent assesment atau sering diartikan sebagai penilaian kinerja.


Menurut trepeces (1999) mengartikan bahwa performent assesment adalah
berbagai macam tugas dimana peserta tes diminta untuk mendemostrasikan
pemahaman dan mengaplikasikan pengetahuan yang mendalam serta
keterampilan di dalam berbagai macam konteks. Artinya, penilaian kinerja
mengacu pada kemampuan siswa baik psikomotor, afektif, maupun kognitif.

Dengan demikian performent assesment adalah suatu bentuk penilaian


dengan memberikan tugas atau aktivitas tertentu yang memiliki makna
pendidikan kepada peserta didik.
Dalam suatu teknik pengumpulan data setiap teknik selalu memiliki
kelebihan dan kelemahannya berikut kelebihan dan penilaian kinerja:

Kelebihan dari performent assesment adalah:

1. Dapat memotivasi siswa agar aktif

2. Menilai proses sebaik menilai hasil

3. Membuat pembelajaran lebih bermakna dan mudah dipahami siswa dari

konsep abstrak ke konkrit.

4. Penggunaan penilaian kinerja konsisten dengan teori pembelajaran modern.

Kelemahan daari performent assesment adalah:

1. Nilai bergantung pada hasil kerja

2. Waktu terbatas

3. Tidak semua materi pelajaran dapat dilakukan penilaian ini

4. Tidak semua siswa mempunyai minat yang sama dalam proses kinerja pada

topik tertentu.

b. Analisis dokumen

Analisis dokumen adalah evaluasi mengenai kemajuan, perkembangan atau


keberhasilan belajar peserta didik tanpa menguji (teknik nontes) juga dapat
dilengkapi atau diperkaya dengan cara melakukan pemeriksaan terhadap
dokumen-dokumen, misalnya:

1. Dokumen yang memuat informasi mengenai riwayat hidup (biografi),

memuat; kapan dan dimana ia dilahirkan, menganut agama apa, kedudukan


anak di dalam keluarga dll.

2. Sejak kapan diterima sebagai siswa

3. Dari mana sekolah asalnya

4. Apakah pernah meraih kejuaraan


5. Apakah pernah tidak naik peringkat

6. Keterampilan khas yang di milikinya dll

Selain itu, dokumen juga memuat informasi mengenai orangtua didik (biodata
lengkap), juga dokumen yang membuat tentang lingkungan nonsosial, seperti:

1. Kondisi bangunan rumah

2. Ruang belajar

3. Sumber pemenuhan kebutuhan air sehari-hari dan sebagainya.

Berbagai informasi, baik mengenai peserta didik, orangtua, dan lingkungannya


itu bukan tidak mungkin pada saat-saat tertentu sangat diperlukan sebagai bahan
pelengkap bagi pendidik dalam melakukan evaluasi hasil belajar terhadap
peserta didiknya. Informasi-informasi seperti diatas dapat di rekam melalui
dokumen berbentuk formulir atau blanko isian, yang harus diisi pada saat
peserta didik untuk pertama kali diterima sebagai siswa di sekolah yang
bersangkutan.

c. Anecdotal Record (Catatan Insidental)


Catatan insidental adalah catatan-catatan singkat tentang peristiwa-peristiwa
yang sepintas dialami oleh para peserta didik secara perorangan.
Catatan ini merupakan pelengkap dalam rangka penilaian guru terhadap
peserta didiknya, terutama yang berkenaan dengan tingkah laku peserta didik.
Anecdotal record(catatan kejadian khusus) merupakan uraian tertulis
mengenai perilaku yang ditampilkan oleh anak dalam situasi khusus. Catatan
anekdot ditulis dengan singkat. Catatan anekdot menjelaskan sesuatu yang
terjadi secara faktual (sesuai dengan apa yang dilihat dan didengar), dengan
cara yang obyektif (tidak berprasangka, tidak menduga-duga), menceritakan
bagaimana, kapan dan di mana terjadi peristiwa itu, serta apa yang dikatakan
dan dikerjakan anak.
Penggunaan catatan anekdot banyak memberi keuntungan kepada pendidik
(guru). Keuntungan menggunakan catatan anekdot tersebut adalah:
1. Pengamatan dapat bersifat terbuka. Pengamat dapat mencatat apa saja
tentang apa yang dilihatnya tanpa dibatasi hanya satu macam perilaku
khusus.
2. Pengamat dapat menangkap hal-hal yang tak terduga pada saat
kejadian, pencatatan dilakukan nanti setelah pembelajaran usai,
sehingga tidak mengganggu aktivitas guru.
3. Pengamat dapat melihat dan mencatat tingkah laku khusus dan
mengabaikan perilaku yang lain.

d. Daftar Cek/ Cek List

Daftar cek adalah suatu daftar yang berisi subyek dan aspek-aspek yang akan
diamati. Yang mana daftar cek ini dapat memungkinkan guru sebagai penilai yang akan
mencatat semua kejadian-kejadian, walaupun hanya kejadian yang kecil, tapi tetap
dianggap penting.

Ada macam-macam aspek kejadian atau perilaku yang biasanya dicantumkan


dalam daftar cek, yang kemudaian tinggal memberikan tanda centang ( ) pada tiap-
tiap aspek sesuai dengan hasil penilaiannya.

Kelebihan dari teknik ini adalah:

1. Sangat fleksible untuk mengecek kemampuan dalam semua jenis dan


tingkat hasil belajar serta semua mata pelajaran.
2. Mutu daftar cek akan sangat tergantung pada kelengkapan dan kejelasan
komponen yang akan dinyatakan dalam daftar.
3. Terkadang hanya dengan daftar cek yang sederhana dan singkat saja sudah
dapat diambil kesimpulan untuk karakteristik.

Sedangkan, kekurangan daftar cek adalah:

1. Membutuhkan waktu yang lama


2. Membutuhkan tenaga yang ekstra

Manfaat dari non tes daftar cek diantaranya adalah

1. Membantu guru untuk mengingat-ingat apa yang harus diamati

2. Dapat memberikan informasi kepada stakeholder


Pertanyaan : 2. Bagaimanakah langkah-langkah dalam menyusun performent

assessment?

Jawab :

Langkah-langkah dalam menyusun performent assesment, sebagai berikut:

1. Identifikasi semua langkah-langkah penting yang diperlukan atau yang akan


mempengaruhi hasil akhir yang terbaik.
2. Tuliskan perilaku kemampuan-kemampuan spesifik yang penting dan diperlukan untuk
menyelesaikan tugas dan menghasilkan hasil akhir yang terbaik.
3. Usahakan untuk membuat kriteria-kriteria kemampuan yang akan diukur tidak terlalu
banyak sehingga semua kriteria tersebut dapat di observasi selama siswa melaksanakan
tugas.
4. Definisikan dengan jelas kriteria kemampuan yang akan diukur berdasarkan
kemampuan siswa yang harus dapat diamati (observable) atau karakteristik produk
yang dihasilkan.
5. Urutkan kriteria kemampuan yang akan diukur berdasarkan urutan yang dapat diamati.
6. Bila perlu, periksa kembali dan bandingkan dengan kriteria kemampuan yang sudah
dibuat sebelumnya oleh orang lain di lapangan.
KELOMPOK 6

J. PELAPORAN HASIL PENILAIAN

PERTANYAAN:

1. Laporan hasil belajar siswa mencakup ranah kognitif, psikomotor, dan afektif.
Dari sistem penilaian yang mana informasi ranah kognitif, psikomotor dan afektif
diperoleh, jelaskan!

JAWAB :

Informasi ranah kognitif dan psikomotor diperoleh dari sistem penilaian yang
digunakan untuk mata pelajaran yang sesuai dengan tuntutan kompetensi dasar.
Informasi ranah afektif diperoleh melalui kuesioner, inventori, dan pengamatan yang
sistematik.Pelaporan hasil inventori afektif ini akan sangat bermanfaat khususnya untuk
mengetahui sikap dan minat siswa terhadap pelajaran dan hasilnya dapat dimanfaatkan
untuk memperbaiki sikap serta minat siswa terhadap pembelajaran . Pelaporan ranah
afektif dilakukan secara kualitatif.
Hasil penilaian ranah kognitif dan psikomotor dapat berupa nilai angka maupun
deskripsi kualitatif terhadap kompetensi dasar tertentu. Misalnya untuk nilai angka
dapat diberikan dalam bentuk nilai 75 sebagai batas minimal penguasaan (mastery).
Artinya, jika seorang siswa sudah mencapai nilai 75 untuk kompetensi dasar tertentu
maka dikatakan siswa tersebut berhasil. Akan tetapi, jika seorang siswa belum
mencapai nilai 75, dikatakan siswa tersebut belum berhasil. Sedangkan deskripsi
kualitatif dapat dilaporkan dalam bentuk deskripsi mengenai kompetensi dasar tertentu
dari pembelajaran.

2. Jelaskan manfaat pelaporan hasil penilaian dari tinjau dari sisi siswa, orang tua,
guru dan kepala sekolah!
JAWAB :

Manfaat pelaporan hasil penilaian bagi :

1. Untuk Siswa

Informasi hasil belajar siswa dapat diperoleh melalui ujian, kuesioner, wawancara, atau
pengamatan. Informasi hasil belajar ranah kognitif dan psikomotor diperoleh melalui ujian,
sedangkan ranah afektif diperoleh melalui angket, inventori, dan pengamatan. Informasi
hasil belajar dapat dimanfaatkan siswa untuk: (a) mengetahui kemajuan hasil belajar diri,
(b) mengetahui konsep-konsep atau teori yang belum dikuasai, (c) memotivasi diri untuk
belajar lebih baik, dan (d) memperbaiki strategi belajar.

Untuk memberi informasi yang akurat agar dapat dimanfaatkan oleh siswa seoptimal
mungkin, maka laporan yang diberikan kepada siswa harus berisi: (a) hasil pencapaian
belajar siswa, (b) kekuatan dan kelemahan siswa dalam semua mata pelajaran, dan (c) minat
siswa pada masing-masing mata pelajaran.

2. Untuk Orangtua

Informasi hasil belajar dimanfaatkan oleh orangtua untuk memotivasi anak agar belajar
lebih baik. Untuk itu diperlukan informasi yang akurat tentang hasil belajar siswa, yang
meliputi ranah kognitif, psikomotor, dan afektif. Informasi ini digunakan orangtua untuk:

(a) membantu anaknya belajar, (b) memotivasi anaknya belajar, (c) membantu sekolah
meningkatkan hasil belajar siswa, dan (d) membantu sekolah melengkapi fasilitas belajar.

Untuk memenuhi kebutuhan orang tua dalam meningkatkan hasil belajar, bentuk laporan
hasil belajar harus mencakup semua ranah, serta deskripsi yang lebih rinci tentang
kelemahan, kekuatan, dan keterampilan puteranya dalam melakukan tugas, serta minat
terhadap mata pelajaran.

3. Untuk Guru dan Kepala Sekolah

Guru yang baik adalah guru yang dapat memanfaatkan hasil penilaiannya untuk
meningkatkan kualitas pendidikan pada kelasnya maupun pada lembaga tempat ia bekerja.
Pernyataan tersebut senada dengan pentingnya hasil penilaian bagi sekolah. Hasil penilaian
harus dimanfaatkan untuk semua pihak yang berkepentingan.
Laporan hasil belajar untuk guru dan kepala sekolah harus mencakup hasil belajar dalam
semua ranah untuk semua pelajaran. Informasi yang diperlukan kompetensi dasar yang telah
dikuasai dan yang belum dikuasai oleh siswa. Guru memerlukan informasi yang spesifik
untuk masing-masing kelas yang diajar, sedangkan kepala sekolah memerlukan informasi
yang umum untuk semua kelas dalam satu sekolah.

Вам также может понравиться