Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
otomotif yang beroperasi sebagai agen tunggal, pemegang merek, importir, perakit, dan
produsen komponen otomotif untuk Suzuki di Indonesia. PT ISI berdiri pada tahun
1970, dimulai dengan berdirinya PT Indohero Steel & Engineering Co., yang sekaligus
menandai kehadiran kendaraan bermotor roda dua/ sepeda motor merk Suzuki di
Indonesia. Suzuki mengembangkan produksi sepeda motor melalui PT Indohero Steel &
Engineering Co., dan produksi mobil melalui PT Indomobil Utama. Untuk memenuhi
PT ISI merupakan gabungan usaha (merger) dari kelima perusahaan yang telah
Pendiriannya berdasarkan akta notaris Benny Kristianto, S.H. no. 26 tanggal 6 Januari
1995 dan telah mendapat persetujuan Menteri Kehakiman Republik Indonesia dalam SK
2. PT Indomobil Utama
PT ISI berkantor pusat di Wisma Indomobil, Jalan M.T Haryono Kav. 8, Jakarta
Timur, sedangkan pabriknya tersebar di beberapa lokasi, antara lain di Tambun dan
dikepalai oleh seorang Managing Director yang membawahi para Director. Ketiga
a. Information Technology
c. Finance
d. Accounting
a. Marketing 4W
b. Marketing 2W
b. Production 4W –Tambun II
c. Engineering
d. Production 2W –Tambun I
e. Production Engine
Kewenangan tertinggi berada pada Executive Board yang terdiri dari wakil-
wakil pemegang saham, dibantu oleh Managing Director. Jabatan tertinggi dalam
direktorat dipegang oleh Managing Director yang membawahi para Director. Setiap
Fungsi-fungsi yang terkait dengan penerapan sistem biaya standard di PT ISI adalah:
material.
2. Engineering
dan mengeluarkan master list yang berisi daftar spesifikasi material dan
produksi. Standard time digunakan sebagai dasar alokasi biaya DL dan FOH.
3. HRD
tenaga kerja tersebut, dan tambahan selain gaji pokok seperti fringe benefit yang
tenaga kerja tersebut, dan tambahan selain gaji pokok seperti fringe benefit yang
4. Accounting
Membuat laporan varians untuk DM, DL, dan MOH. Kemudian laporan tersebut
dipakai untuk menilai apakah standard yang ditetapkan perlu diubah atau tidak.
3.1.3 Produk
produk utama yang dihasilkan adalah kendaraan bermotor roda empat (4W) dan roda
dua (2W). Perakitan untuk dua jenis kendaraan tersebut dilakukan di pabrik yang
berbeda. Kendaraan roda empat (4W) dirakit di Tambun Plant I, sedangkan kendaraan
roda dua (2W) dirakit di Tambun Plant II. Dibawah ini adalah beberapa produk Suzuki
Econos, Suzuki Satria 120, Suzuki Thunder 125, Suzuki Thunder 150, dll.
Suzuki Carry ST-100, Suzuki Carry Futura, Suzuki Baleno, Suzuki Side Kick,
Suzuki Karimun, Suzuki Escudo, Suzuki Aerio, Suzuki Grand Escudo, Suzuki
Swift, dll.
HRD & GA
Finance &
Administration
Finance
Accounting
President
Marketing 4 W
Director
Marketing
Marketing 2 W
Spareparts
Procurement &
Product Control
Production 4W
Production
Engineering
Production 2W
Production Engine
Gambar 3-1
Struktur Organisasi PT ISI
Sumber: Data dari PT ISI
a. Tambun Plant I
Dahulu dikenal dengan nama PT Indohero Steel and Engineering Co., berlokasi
di Jalan Raya Dipenogoro Km 38,2 Tambun bekasi. Pabrik dengan luas area
80.000m2 dan kapasitas karyawan 1500 orang ini merupakan tempat perakitan
kendaraan roda dua (2W). Di kawasan pabrik ini juga terdapat tempat
kebutuhan komponen sepeda motor dan mobil. Dahulu Plastic Injection bernama
b. Tambun Plant II
Pabrik yang diresmikan tanggal 14 Mei 1991 ini merupakan merupakan proyek
khusus untuk kendaraan bermotor roda empat (4W). Lokasi berada di Jalan Raya
c. Cakung Plant
dan kemudi untuk kendaraan mobil dan sepeda motornya. Pabrik ini berlokasi di
Engine Industry. Luas area 52.085m2, dan kapasitas tenaga kerja 363 karyawan.
alur produksi, maka semakin penting suatu pabrik mempunyai tata letak yang baik
(Dudick, 1985)17. Menurutnya, tata letak pabrik yang baik memenuhi kriteria sebagai
berikut:
tata letak Tambun Plant I sudah memenuhi keempat syarat di atas. Berikut adalah
Gambar 3-2
Tata Letak Tambun Plant I
17
Thomas S. Dudick, Dudick on Manufacturing Cost Controls, Prentice Hall, N.J: 1985, p. 64
produksi yang sangat kompleks. Proses produksi di Tambun Plant I pun demikian.
Proses produksi dilakukan di lima pusat kerja (work centre) dimana kelima proses itu
merupakan pusat biaya (cost centre) Tambun Plant I. Kelima pusat biaya itu adalah:
1. Pressing Line
2. Welding Line
3. Painting Line
4. Plating Line
5. Assembling Line
Untuk mengetahui apa yang terjadi di kelima work centre tersebut, maka di
bawah ini terdapat uraian tahapan proses / alur produksi, dimulai dari material sampai
sebagai berikut:
Down).
2. Inhouse, yaitu bahan baku yang memerlukan proses lebih lanjut untuk
menjadi finished part. Contoh bahan jenis ini adalah baja (dalam bentuk
b. Pressing
Bahan baku (raw material) yang terdiri dari gulungan besar lembaran baja, pipa
baja (ada ysng berbentuk bulat, kotak, juga pejal) dan coil diproses di Pressing
Line sesuai dengan bentuk yang diperlukan. Sebagai contohnya adalah material
gulungan lembaran baja. Setelah lembaran baja dipotong, lembaran itu dibentuk
c. Welding
gabung dan dilas menjadi metal part. Contohnya, lempengan baja setelah
dicetak, kemudian dikirim ke Welding Line untuk dilas atau disatukan dengan
diinginkan. Di Welding Line ini juga ada beberapa komponen produksi (lokal
d. Plastic Injection
Di sini, material local part yang berupa plastik diproses dan dicetak menjadi
e. Painting
Part yang selesai dari proses welding (untuk metal part) dan injection (untuk
plastic part) dicat di Painting Line sesuai dengan warna yang diminta oleh
bagian marketing.
Part yang selesai dari proses welding (metal part) diterima Plating Line untuk
dilapisi dengan chrome. Proses ini disebut dengan plating. Selain metal part,
part-part lain yang tidak dibuat oleh PT ISI tetapi yang dibeli dari pemasok, juga
g. Assembling
sebelumnya, dari pemasok, dan komponen mesin yang diproduksi Cakung Plant
komponen di atas conveyor, sampai utuh menjadi satu unit sepeda motor.
h. Final Inspection
Setelah sepeda motor selesai dirakit, dilakukan inspeksi akhir untuk memeriksa
kualitasnya sebelum sepeda motor tersebut dikirim ke dealer. Jika lulus dari
tahap ini, produk akan dikirim ke gudang milik marketing dan siap untuk dijual.
mutu yang sangat ketat. Perusahaan telah memegang Sertifikat ISO 9002 yang
dilakukan oleh PT ISI sendiri, melainkan oleh PT Indomobil Niaga Internasional (PT
Sedangkan pemasaran untuk sepeda motor (2W) dilakukan sendiri oleh PT ISI
dengan cara membangun jaringan distribusi melalui agen-agen Suzuki yang tersebar di
yang ingin membuka dan menangani usaha dealer dan showroom otomotif.
dari biaya bahan baku (DM), biaya tenaga kerja langsung (DL), dan biaya overhead
pabrik (FOH). Khusus untuk biaya bahan baku, PT ISI membagi menjadi tiga bagian
Struktur biaya tersebut dicatat pada biaya standard. Namun pelaporan biaya
tersebut pada nilai aktualnya. Biaya aktual didapat dari biaya standard ditambah/kurang
dengan varians-nya. Di bawah ini terdapat tabel struktur biaya manufaktur untuk motor
Smash, salah satu jenis motor yang diproduksi PT ISI di Tambun Plant I, periode 2005.
Bahan baku merupakan input yang paling esensial bagi PT ISI dalam proses
produksi untuk menghasilkan unit produk. Struktur biaya di atas menunjukkan biaya
direct material adalah biaya dengan proporsi terbesar dari komponen biaya unit produk,
yaitu 92% dari total biaya unit produk. Sedangkan sisanya yang 8% terdiri dari
komponen biaya direct labor dan FOH. Karena itu perlu perencanaan dan pengendalian
menjadi dua jenis, yaitu bahan baku langsung berupa komponen jadi yang dibeli dari
pemasok dalam dan luar negeri, dan bahan mentah (raw material) yang perlu
pemrosesan lebih lanjut. Bahan mentah ini terdiri dari baja, aluminium, plastik, wiring
harness, dan consumable direct material. Consumable direct material adalah bahan
penolong yang melekat pada unit produk yang juga digunakan dalam proses produksi
untuk menghasilkan barang jadi. Contoh consumable direct material adalah minyak
Pabrik Tambun Plant I memproduksi motor sebanyak kurang lebih 1000 unit
membutuhkan bahan baku dalam jumlah besar untuk menunjang proses produksinya
Dalam kaitan dengan pengadaan bahan baku dan komponen produksi import dan
lokal, PT ISI mengadakan rapat produksi secara rutin setiap bulannya. Rapat ini dihadiri
oleh beberapa bagian terkait dari Tambun Plant I (2W) dan Tambun Plant II (4W),
seperti Raw Material House, Planning Production and Delivery Control (PPDC),
penjualan ini, bagian PPDC bertugas merencanakan kebutuhan produksi unit produk,
Requirement Planning/MRP).
Untuk memproduksi sepeda motor lebih banyak digunakan bahan baku lokal
dibandingkan import, dengan presentase perbandingan lokal dan impor adalah 80:20.
sedangkan untuk memproduksi mobil yang dilakukan di Pabrik Tambun II, lebih
banyak menggunakan bahan baku import daripada lokal, dengan komposisi 80:20.
Bahan baku dengan proporsi biaya terbesar adalah baja (steel), yaitu sekitar 30%
dari total biaya bahan baku. Baja dipesan oleh perusahaan dari pemasok luar negeri dan
lokal dalam jumlah dan ukuran yang sangat besar. Pemasok luar negeri diantaranya
adalah dari Jepang, Malaysia, Singapura, Thailand, Australia dan Amerika; sedangkan
Baja yang besar tersebut perlu diproses lagi, dipotong-potong menjadi ukuran
yang lebih kecil. Pemotongan baja berukuran besar ini dilakukan oleh Sub-Kontraktor
PT ISI, yaitu PT Super Steel Indonesia (SSI) dan PT United Steel Center Indonesia
(USCI). Sub-Kontraktor inilah yang mendapatkan baja dari luar negeri dan kemudian
memotong baja itu menjadi berbentuk lembaran, pipa, atau coil. Baja dari Sub-
Kontraktor tersebut kemudian diproses di pabrik, yaitu dirajang dan dipotong (shearing
dan cutting) menjadi bentuk yang sesuai dengan komponen yang dibutuhkan.
Komponen lokal maupun import dibeli dalam bagian (part) utuh yang langsung
dirakit di Assembly Line, atau dapat juga berupa part setengah jadi yang masih harus
diproses dalam Welding, Painting, ataupun Plating Line sebelum dirakit di Assembly
Line. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat diagram proses produksi motor PT ISI.
Dalam mengolah komponen produksi dan bahan baku dalam proses produksi
motor di Tambun Plant I, PT ISI menggunakan tenaga kerja produksi dan peralatan-
peralatan canggih berupa mesin-mesin produksi dan robot untuk menunjang proses
produksi.
Proses
Chrome
Parts
Cetak
Plastic
Parts
Supplier
PT ISI –
Cakung
(Supply
Engine)
Gambar 3-3
Proses Produksi Sepeda Motor di Tambun Plant I
Sistem biaya standard telah diterapkan PT ISI sebagai sistem biaya sejak
perusahaan berdiri, dan merupakan kebijakan yang diwariskan oleh Suzuki yang berbasis di
Jepang. Biaya standard PT ISI berguna sebagai alat untuk penghitungan biaya produksi dan
volume produksi untuk tiap produk tersebut. Hasil pengalokasian ini adalah biaya produk
yang wajar, sehingga dapat disimpulkan bahwa PT ISI menerapkan konsep full-costing,
dimana semua rencana biaya produksi, dari material mentah sampai barang jadi
estimasi volume produksi. Oleh sebab itu, jumlah produk yang diproduksi mempunyai
Berdasarkan hasil tanya jawab jawab dengan pihak PT ISI, proses penghitungan
Teknik
Penghitungan
Biaya Standard
Tiap Produk
Gambar 4-1
Proses Penghitungan Biaya Standard PT ISI
pasar. Proses ini menghasilkan biaya standard produk. Proses penghitungan biaya standard
PT ISI dapat dibagi menjadi dua tahap. Pertama bagian produksi membuat estimasi/ramalan
volume produksi. Dari informasi tersebut responsibility centre membuat estimasi biaya.
Kedua estimasi ini dipakai dalam penghitungan untuk menghasilkan biaya standard tiap
produk. Biaya standard ini akan dimonitor dan dapat dilakukan revisi/update standard.
Gambar 4-2
Prinsip Forecasting PT ISI
Dari alur tersebut dapat diketahui bahwa penentuan estimasi jumlah produk yang
harus diproduksi di periode mendatang diperoleh dari estimasi tingkat penjualan produk
tersebut. Dari estimasi volume penjualan satu produk, dipecah untuk mendapat estimasi
volume penjualan tiap model/tipe. Proses ini menggunakan teknik statistik tertentu
berdasarkan informasi product mix. Estimasi volume penjualan ini sebagai dasar estimasi
Secara umum, penetapan biaya standard akan dibahas adalah penetapan biaya
standard untuk biaya produksi langsung, yaitu biaya bahan baku langsung (DM) dan biaya
tenaga kerja langsung (DL). Biaya standard ditentukan oleh pihak-pihak yang bertanggung-
Seperti yang telah diketahui bahwa material langsung (DM) PT ISI terdiri dari
berbagai macam yang secara umum dibagi menjadi tiga yaitu komponen lokal, raw
material, dan komponen import. Untuk mendapatkan biaya standard untuk material, PT ISI
ketiganya.
Standard kuantitas material yang berupa komponen lokal dan import tercermin di
dalam master list satu jenis produk. Master list mendeskripsikan nama/spesifikasi
komponen material, kuantitas material yang dipakai dalam proses produksi satu unit barang
jadi, harga per satuan unit material tersebut, dan biaya standard tiap material.
Proses produksi sepeda motor (2W) di PT ISI lebih banyak menggunakan material
lokal dibandingkan material import (80:20); sedangkan proses produksi mobil (4W) lebih
banyak menggunakan material import. Hal ini tercermin dari master list komponen lokal
dan import.
Material jenis inhouse (raw material) adalah material yang dibeli dari pemasok dan
masih perlu diproses untuk dijadikan komponen (parts) yang akan dirakit bersama-sama
dengan komponen jadi import dan lokal. Engineering PT ISI melakukan percobaan (trial)
selama kurang lebih enam bulan, sebelum produk diluncurkan ke pasar. Percobaan untuk
kuantitas standard material consumable cat yang digunakan di Assembling. Pada percobaan
pertama, kuantitas cat yang digunakan di assembly adalah 1,2 liter. Pada trial kedua,
kuantitas ini menjadi 1,1 liter. Saat pilot project, yaitu trial sebelum ditetapkan standard, cat
yang dikonsumsi adalah 1,05 liter. Kuantitas ini belum dijadikan kuantitas standard cat di
Assembly Line. Engineering perlu melakukan percobaan terakhir, yaitu sesaat sebelum
produksi massal. Kuantitas cat yang digunakan saat trial ini adalah 1,0 liter. Kuantitas
departemen yang berhubungan dengan para pemasok. Dengan penerapan biaya standard,
khususnya dalam menetapkan dan menyetujui harga standard material, eksekutif bagian
pertimbangan-pertimbangan tertentu.
Harga standard ini mencerminkan harga pasar ketiga jenis direct material pada saat
menyusun standard. Standard harga didapat dari daftar harga tiap pemasok pemasok
termasuk biaya pengiriman, dikurangi dengan diskon dari pemasok. Standard harga
material tidak hanya merefleksikan harga pasar saat ditetapkan standrd, tetapi juga prediksi
procurement terhadap perubahan harga di masa datang. Selain itu, standard harga
hubungan yang baik dengan pihak pemasok. Hal ini penting perusahaan menerapkan
produksi yang Just-In-Time. Karena itu kegiatan produksi bergantung dari ketersediaan
material dari pemasok. Bentuk kerja sama ini dilegalkan dalam bentuk kontrak dengan
pemasok. Kontrak antara PT ISI dan pemasok merupakan kontrak jangka panjang yang
produksi.
bagian procurement PT ISI tanpa intervensi dari bagian lainnya. Dalam hal ini yang perlu
sesuai selera pribadi. Jika hal itu terjadi maka objektifitas dalam penetapan standard
diragukan. Karena itu untuk mengantipasi kemungkinan terjadinya hal tersebut ada baiknya
akuntansi.
Berbeda halnya dengan penetapan biaya standard untuk bahan baku langsung
dimana biaya standard didapat dari dua standard yang standard kuantitas dan standard
harga, penetapan standard untuk tenaga kerja langsung (DL) dilakukan dengan cara
mengalokasikan total biaya gaji tiap work centre di pabrik ke tiap produk berdasarkan
waktu standard (standard time) untuk mengerjakan masing-masing produk di tiap work
mengetahui waktu proses produksi yang diperlukan bagi masing-masing produk di work
Yang dimaksud dengan standard time adalah waktu yang diperlukan satu orang
pekerja untuk memproses produk X dari awal sampai akhir dalam satu work centre.
Standard time ditentukan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh engineering. Untuk
beberapa observasi tersebut dijadikan standard time untuk produk X dalam satu work
centre.
Setelah semua masing-masing work centre mendapat alokasi biaya tenaga kerja,
penjumlahan alokasi biaya menghasilkan total biaya tenaga kerja untuk memproduksi
volume produk X yang dianggarkan. Alokasi biaya tenaga kerja per unit produk X
diperoleh dari pembagian total biaya dengan volume produksi produk X. Jumlah ini yang
Istilah “garbage in, garbage out” tepat dalam aplikasi analisis penetapan biaya
standard. Agar hasil perbandingan dapat diandalkan maka dibutuhkan dasar penetapan
standard yang digunakan baik secara teknik maupun asumsi penetapan standard.
kerusakan material secara normal yang terjadi dalam proses produksi, maka standard yang
Praktek yang dilakukan PT ISI sedikit berbeda dengan teori yang umum dilakukan.
Biaya standard material langsung PT ISI tidak memasukkan allowance ke dalam komponen
memberikan ruang gerak untuk terjadinya inefisiensi pemakaian material inhouse yang
disebabkan oleh inefisiensi operasi. Hal ini berarti bahwa standard kuantitas PT ISI
mencerminkan standard yang ideal berdasarkan penelitian engineering atas kondisi operasi
standard untuk tiap work centre berdasarkan standard time yang telah ditetapkan oleh
engineering. Engineering telah melakukan observasi terhadap kondisi operasi yang efisien
sebelum mendapatkan standard time. Penentuan standard time yang dilakukan engineering
mencerminkan kondisi operasi yang sempurna dan PT ISI tidak memasukkan allowance
waktu untuk gangguan-gangguan rutin seperti waktu istirahat, faktor lelah fisik, kerusakan
mesin yang menghambat operasi, dan lain-lain. Oleh karena itu, standard yang ditetapkan
ditetapkan. Update ini dilakukan satu kali setahun. Perusahaan jarang melakukan
perubahan standard di pertengahan tahun kecuali ada perubahan yang signifikan sehingga
standard yang ditetapkan pada awal tahun tidak lagi mencerminkan jumlah yang wajar.
Hal ini merupakan hal yang baik dilakukan PT ISI. Biaya standard yang ditetapkan
mencerminkan biaya untuk periode saat itu. Biaya tersebut direvisi jika terjadi perubahan
Pembahasan kegunaan biaya standard pada bab ini merupakan hasil dari tanya
jawab dengan pihak PT ISI yang ruang lingkup pekerjaannya seputar anggaran (budgeting)
dan akuntansi biaya (costing). Pada bagian ini penulis ingin menilai optimalisasi kegunaan
menetapkan harga pokok produksi sehingga perusahaan mempunyai gambaran awal berapa
biaya untuk memproduksi setiap produk dan berapa tingkat keuntungan. Meskipun biaya
standard memberikan gambaran awal tentang biaya produk sebagai dasar penentapan harga
jual, namun dalam kondisi tertentu tidak digunakan. Contohnya adalah untuk penetapan
harga untuk produk yang sudah lama tidak terjual, perusahaan menetapkan harga jual
PT ISI pun melakukan analisis laba bruto berdasarkan total standard laba bruto
standard dengan total laba bruto aktual. Jadi biaya standard dipakai sebagai alat analisa laba
laporan varians setiap bulan untuk semua komponen biaya produksinya. Kunci
pengendalian biaya menurut PT ISI adalah bagaimana mengendalikan varians yang terjadi
secara efektif. Jika terjadi penyimpangan (varians) yang besar, maka yang dilakukan
perusahaan adalah memperbaiki standard. Jadi analisa varians adalah dasar untuk menilai
Bagian produksi PT ISI membuat laporan varians tiap bulan. Untuk memudahkan
mencari dan menganalisa penyebab varians biaya produksi langsung (DM dan DL), secara
umum perusahaan melakukan analisa varians dengan cara membuat laporan varian yang
telah dibagi dua komponen besar yaitu laporan varians harga dan varians kuantitas.
Dalam aplikasi di PT ISI, laporan varians tidak dibuat berdasarkan varians kuantitas
dan harga. Varians yang dianalisa adalah varians tiap komponen biaya (DM, DL, dan FOH)
Dalam hubungannya dengan analisis varians, kantor pusat PT ISI membuat format
analisis laba tiap bulannya (lampiran). Format ini diproses dalam program komputer
(COGS) dan laba kotor. Terlampir tertera contoh format analisis laba. .
Dari format analisis laba kotor, dapat dilihat bahwa PT ISI dapat memanfaatkan
biaya standard untuk menganalisis laba kotor setiap produk. Laba kotor standard tiap
produk dibandingkan dengan laba kotor aktual produk tersebut. Hal ini seharusnya dapat
dijadikan indikasi efektivitas pencapaian laba kotor untuk tiap tipe produk, dengan catatan
varians benar.
Dari format laporan tersebut, dapat dilihat bahwa PT ISI melaporkan varians untuk
tiap elemen biaya produksi. Varians-varians tersebut adalah varians untuk steel, wiring
harness, aluminium, CKD, import part, local component, direct labor, dan FOH. Dari
informasi itu manajemen dapat melihat area dimana terjadi penyimpangan. Namun, seperti
yang telah dibahas sebelumnya, PT ISI belum sampai kepada penunjukkan tanggung jawab
inhouse (raw material), import part, local component. PT ISI melakukan analisis varians
untuk tiap subkomponen bahan baku langsung dan juga untuk subkomponen material
inhouse.
Dengan memecah varians biaya DM menjadi varians harga dan varians kuantitas
karena bagian ini mempunyai kontrol terhadap biaya pembelian material. Bagian produksi
yang mempunyai kendali terhadap pemakaian bahan baku selama proses produksi adalah
pihak yang seharusnya bertanggung-jawab atas varians kuantitas pemakaian bahan baku.
Dengan tidak membuat laporan varians harga dan kuantitas material, PT ISI tidak
tanya jawab dengan pegawai yang berhubungan dengan penerapan biaya standard di PT
ISI, perusahaan tidak menggunakan sistem biaya standard untuk menunjukkan tanggung-
jawab pegawai perusahaan yang terlibat dalam biaya standard dan tidak ada penilaian
kinerja untuk kedua bagian itu berdasarkan analisis varians yang dilakukan.
Sama halnya dengan DM, oleh perusahaan varians DL tidak dipecah menjadi
varians kuantitas dan varians harga (rate). Ini karena penetapan standard biaya DL bukan
terdiri dari komponen standard kuantitas (time) dan standard harga (rate), melainkan
standard time.
Pada bab II disinggung bahwa di lingkungan manufaktur sekarang ini, sistem biaya
standard sudah tidak relevan lagi diterapkan karena alasan-alasan tertentu. Pada
pembahasan bagian ini, penulis ingin mengupas opini/kritikan penerapan biaya standard
Jepang. Salah satu yang terkenal adalah Just In Time (JIT). Di PT ISI, tingkat persediaan
diminimalkan dengan cara mengatur pemesanan material agar tiba tepat pada waktu untuk
produksi.
lingkungan JIT, pengukuran varians biaya standard untuk evaluasi kinerja dapat
menimbulkan tingkah laku yang disfungsional. Kritik itu mengasumsikan bahwa penilaian
kinerja didasarkan pada besarnya varians harga material. Jika asumsi tersebut berlaku di
suatu persahaan, maka hal itu akan memberi tekanan bagi manajer procurement untuk
membeli material dalam jumlah besar untuk mendapatkan diskon dari pemasok. Dengan
begitu akan menghasilkan varians harga yang menguntungkan (favorable), dan penilaian
sebagai basis penilaian kinerja departement tersebut. Karena itu dampak timbulnya perilaku
Kritik lain yang tertuju pada biaya standard menyatakan bahwa biaya standard tidak
relevan lagi diterapkan karena struktur biaya perusahaan yang berubah (Drury,1996).
Biaya tidak langsung menjadi biaya produksi yang dominan dibandingkan dengan biaya
produksi langsung. Dalam kenyataannya, di PT ISI biaya FOH bukanlah biaya yang
Dalam proses produksi yang dominan berpengaruh adalah biaya bahan baku
langsung dan biaya overhead yang bersifat variabel seperti biaya listrik untuk menjalankan
mesin produksi Biaya tenaga kerja cenderung konstan dan perubahannya bukan di bawah
kendali manajemen. Jadi dapat dikatakan bahwa analisa varians untuk tujuan pengendalian
lebih tepat ditujukan untuk direct material dan variable overhead (Drury, 1996). PT ISI
pengendalian bahan baku langsung dan variabel overhead dengan biaya standard. Namun
pemanfaatan untuk pengendalian biaya belum maksimal karena tidak ada penunjukan
tidak menganggap bahwa ada ketidaksesuaian antara minimisasi biaya dengan kualitas.
Kritik yang paling banyak ditujukan pada penerapan biaya standard adalah pengukuran dan
analisa varians lebih menitikberatkan pada pengendalian biaya sehingga berdampak buruk
pada kualitas (Druy, 1996). Kritik tersebut beragumen bahwa bagian procurement dalam
mencari material berasal dari pemasok yang memberikan harga paling rendah tanpa
mempertimbangkan kualitas material sehingga akan berdampak buruk pada kualitas barang
jadi.
oleh bagian Parts Inspection sebelum digunakan dalam proses produksi. Inspeksi ini
Bagian procurement PT ISI tidak dapat ‘bermain-main’ dalam kualitas karena hal tersebut
Analisis varians yang bertentangan dengan kualitas hanya dapat terjadi jika varians
sehingga bagian procurement mempunyai ‘insentif’ untuk mencapai varians harga yang
Standard yang ditetapkan PT ISI mencerminkan target yang akan dicapai. Dari
pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa segala tindakan dilakukan untuk untuk
improvement jika varians digunakan untuk memonitor trend kinerja dan lebih menekankan
Trend kinerja di PT ISI tidak dimonitor melalui analisa varians. Jika hal tersebut
dilakukan oleh PT ISI, maka analisa varians dapat memberikan manfaat yang optimal
dalam internal perusahaan. Tiap departemen saling menyalahkan jika terjadi vairans yang
unfavorable. Hal itu mungkin terjadi jika informasi varians yang dihasilkan akan diminta
kepada penunjukkan tanggungjawab ataupun penilaian kinerja sehingga kritik di atas tidak
berlaku di PT ISI.
standard berdasarkan beberapa cara. Salah satunya adalah menggunakan moving cost
reduction. Ini merupakan salah satu teknik dynamic standard usulan Drury. Dengan metode
ini, biaya standard terus berkurang dari satu periode ke periode berikutnya sebesar
persentase yang telah ditentukan sebelumnya. Hongren et al. (!994) menyebut sistem ini