Вы находитесь на странице: 1из 33

BAB III

TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN

3.1 GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

3.1.1 Sejarah Singkat Perusahaan

PT Indomobil Suzuki Internasional (PT ISI) adalah badan usaha di industri

otomotif yang beroperasi sebagai agen tunggal, pemegang merek, importir, perakit, dan

produsen komponen otomotif untuk Suzuki di Indonesia. PT ISI berdiri pada tahun

1970, dimulai dengan berdirinya PT Indohero Steel & Engineering Co., yang sekaligus

menandai kehadiran kendaraan bermotor roda dua/ sepeda motor merk Suzuki di

Indonesia. Suzuki mengembangkan produksi sepeda motor melalui PT Indohero Steel &

Engineering Co., dan produksi mobil melalui PT Indomobil Utama. Untuk memenuhi

program lokalisasi, maka lahirlah PT Suzuki Indonesia Manufacturing sebagai

perusahaan penunjang yang memproduksi komponen sepeda motor dan mobil.

PT ISI merupakan gabungan usaha (merger) dari kelima perusahaan yang telah

disetujui melalui surat pemberitahuan tentang persetujuan Presiden dari Badan

Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) No. 05/1/PMA/90 tertanggal 6 Januari 1990.

Pendiriannya berdasarkan akta notaris Benny Kristianto, S.H. no. 26 tanggal 6 Januari

1995 dan telah mendapat persetujuan Menteri Kehakiman Republik Indonesia dalam SK

no. C2-81-H.01.01.TH.95 tanggal 26 Juni 1995. Perusahaan-perusahaan yang

bergabung tersebut adalah:

1. PT Indohero Steel and Engineering Co

2. PT Indomobil Utama

3. PT Suzuki Engine Industry

Penerapan sistem ..., Prita Alverina, FE UI, 2007 43


4. PT Suzuki Indonesia Manufacturing

5. PT First Chemical Industry

PT ISI berkantor pusat di Wisma Indomobil, Jalan M.T Haryono Kav. 8, Jakarta

Timur, sedangkan pabriknya tersebar di beberapa lokasi, antara lain di Tambun dan

Cakung. Adapun visi dan misi perusahaan adalah:

1. Menjadi perusahaan yang terkemuka di dalam Suzuki Global Operation

2. Menjadi perusahaan otomotif yang dihargai dan terkemuka di Indonesia.

3.1.2 Struktur organisasi

Struktur organisasi PT ISI merupakan struktur organisasi fungsional dengan 3

departemen terpisah yang dibagi berdasarkan pelaksanaan kegiatan operasional sesuai

dengan fungsinya masing-masing. Ketiga departemen tersebut adalah Departement

Keuangan dan Administrasi (Finance & Administration), Departemen Pemasaran

(Marketing), dan Departement Produksi (Production). Masing-masing departemen

dikepalai oleh seorang Managing Director yang membawahi para Director. Ketiga

departemen tersebut adalah:

1. Finance and Accounting, dibagi empat bagian:

a. Information Technology

b. Human Resource Management and General Administration

c. Finance

d. Accounting

2. Marketing, dibagi tiga bagian:

a. Marketing 4W

b. Marketing 2W

Penerapan sistem ..., Prita Alverina, FE UI, 2007 44


c. Spareparts

3. Production, dibagi lima bagian:

a. Procurement and Product Control

b. Production 4W –Tambun II

c. Engineering

d. Production 2W –Tambun I

e. Production Engine

Kewenangan tertinggi berada pada Executive Board yang terdiri dari wakil-

wakil pemegang saham, dibantu oleh Managing Director. Jabatan tertinggi dalam

direktorat dipegang oleh Managing Director yang membawahi para Director. Setiap

Director membawahi General Manager, dan seterusnya sampai ke tingkat Assistant

Manager, Supervisor, Foreman, dan Worker.

Fungsi-fungsi yang terkait dengan penerapan sistem biaya standard di PT ISI adalah:

1. Procurement & Product Control (PPC)

PPC bertugas menetapkan standard harga material yang digunakan dalam

produksi. Dalam menetapkan standard harga, PPC melakukan negosiasi dengan

pemasok material untuk mendapatkan harga optimal sebagai harga standard

material.

2. Engineering

Engineering bertugas menetapkan kuantitas pemakaian material suatu produk

dan mengeluarkan master list yang berisi daftar spesifikasi material dan

kuantitasnya. Selain itu, engineering melakukan observasi dan penelitian untuk

Penerapan sistem ..., Prita Alverina, FE UI, 2007 45


menetapkan standard time yang digunakan dalam produksi di setiap line

produksi. Standard time digunakan sebagai dasar alokasi biaya DL dan FOH.

3. HRD

HRD bertugas menetapkan gaji tenaga kerja langsung berdasarkan

pertimbangan-pertimbangan seperti keahlian direct labor, tingkat senioritas

tenaga kerja tersebut, dan tambahan selain gaji pokok seperti fringe benefit yang

diterima direct labor.

HRD bertugas menetapkan gaji tenaga kerja langsung berdasarkan

pertimbangan-pertimbangan seperti keahlian direct labor, tingkat senioritas

tenaga kerja tersebut, dan tambahan selain gaji pokok seperti fringe benefit yang

diterima direct labor.

4. Accounting

Membuat laporan varians untuk DM, DL, dan MOH. Kemudian laporan tersebut

dipakai untuk menilai apakah standard yang ditetapkan perlu diubah atau tidak.

3.1.3 Produk

Sebagai perusahaan yang bergerak di bidang perakitan kendaraan bermotor,

produk utama yang dihasilkan adalah kendaraan bermotor roda empat (4W) dan roda

dua (2W). Perakitan untuk dua jenis kendaraan tersebut dilakukan di pabrik yang

berbeda. Kendaraan roda empat (4W) dirakit di Tambun Plant I, sedangkan kendaraan

roda dua (2W) dirakit di Tambun Plant II. Dibawah ini adalah beberapa produk Suzuki

untuk divisi roda dua (2W) dan roda empat (4W):

1. Divisi Roda Dua (2W):

Penerapan sistem ..., Prita Alverina, FE UI, 2007 46


Suzuki Smash, Suzuki Satria 150, Suzuki Shogun, Suzuki Shogun XRM, Suzuki

Econos, Suzuki Satria 120, Suzuki Thunder 125, Suzuki Thunder 150, dll.

2. Divisi Roda Empat (4W):

Suzuki Carry ST-100, Suzuki Carry Futura, Suzuki Baleno, Suzuki Side Kick,

Suzuki Karimun, Suzuki Escudo, Suzuki Aerio, Suzuki Grand Escudo, Suzuki

Swift, dll.

Penerapan sistem ..., Prita Alverina, FE UI, 2007 47


IT

HRD & GA
Finance &
Administration
Finance

Accounting

President
Marketing 4 W
Director
Marketing
Marketing 2 W

Spareparts

Procurement &
Product Control

Production 4W
Production

Engineering

Production 2W

Production Engine

Gambar 3-1
Struktur Organisasi PT ISI
Sumber: Data dari PT ISI

Penerapan sistem ..., Prita Alverina, FE UI, 2007 48


3.1.4 Pabrik

Seperti diuraikan di atas, pabrik PT ISI tersebar di beberapa wilayah. Berikut di

bawah ini profil pabrik PT ISI:

a. Tambun Plant I

Dahulu dikenal dengan nama PT Indohero Steel and Engineering Co., berlokasi

di Jalan Raya Dipenogoro Km 38,2 Tambun bekasi. Pabrik dengan luas area

80.000m2 dan kapasitas karyawan 1500 orang ini merupakan tempat perakitan

kendaraan roda dua (2W). Di kawasan pabrik ini juga terdapat tempat

pemrosesan bahan baku plastik (Plastic Injection) untuk berbagai macam

kebutuhan komponen sepeda motor dan mobil. Dahulu Plastic Injection bernama

PT First Chemical Industry, berada di Cakung. Maksud dipindahkannya Plastic

Injection ke Tambun adalah untuk mempermudah proses painting dan

assembling kendaraan bermotor 2W dan 4W pada masing-masing pabrik.

b. Tambun Plant II

Pabrik yang diresmikan tanggal 14 Mei 1991 ini merupakan merupakan proyek

khusus untuk kendaraan bermotor roda empat (4W). Lokasi berada di Jalan Raya

Dipenogoro Km 38,3, berada dekat Tambun Plant I. Di atas tanah seluas

217.533 m2 dan dengan 2000 orang karyawan, kegiatan memproduksi dan

merakit komponen-komponen mobil dilakukan.

c. Cakung Plant

PT ISI juga mempunyai pabrik perakitan mesin (engine), peralatan transmisi,

dan kemudi untuk kendaraan mobil dan sepeda motornya. Pabrik ini berlokasi di

Jalan Raya Penggilingan, Cakung, Jakarta Timur. Cakung Plant sebelumnya

Penerapan sistem ..., Prita Alverina, FE UI, 2007 49


dikenal dengan nama PT Suzuki Indonesia Manufacturing dan PT Suzuki

Engine Industry. Luas area 52.085m2, dan kapasitas tenaga kerja 363 karyawan.

3.1.5 Tata Letak Produksi

Semakin terstandardisasi suatu produk dan semakin berulang (continue) suatu

alur produksi, maka semakin penting suatu pabrik mempunyai tata letak yang baik

(Dudick, 1985)17. Menurutnya, tata letak pabrik yang baik memenuhi kriteria sebagai

berikut:

a. menyediakan jarak yang terpendek untuk alur produksi, konsisten

dengan fasilitas yang ada

b. mendukung pemanfaatan lebih baik tenaga kerja dan fasilitas pabrik

c. tersedia ruang sisa (floor space) yang cukup

d. meminimalkan tingkat persediaan dari peningkatan produktivitas fasilitas

Berdasarkan hasil observasi langsung ke pabrik, penulis menyimpulkan bahwa

tata letak Tambun Plant I sudah memenuhi keempat syarat di atas. Berikut adalah

gambaran umum tata letak Tambun Plant I secara garis besar:

Pressing Welding Painting Assembling


Line Line Line
Plating

Gambar 3-2
Tata Letak Tambun Plant I

17
Thomas S. Dudick, Dudick on Manufacturing Cost Controls, Prentice Hall, N.J: 1985, p. 64

Penerapan sistem ..., Prita Alverina, FE UI, 2007 50


3.1.6 Kegiatan Produksi

Karakteristik perusahaan manufaktur perakit kendaraan bermotor adalah proses

produksi yang sangat kompleks. Proses produksi di Tambun Plant I pun demikian.

Proses produksi dilakukan di lima pusat kerja (work centre) dimana kelima proses itu

merupakan pusat biaya (cost centre) Tambun Plant I. Kelima pusat biaya itu adalah:

1. Pressing Line

2. Welding Line

3. Painting Line

4. Plating Line

5. Assembling Line

Untuk mengetahui apa yang terjadi di kelima work centre tersebut, maka di

bawah ini terdapat uraian tahapan proses / alur produksi, dimulai dari material sampai

menjadi satu unit sepeda motor yang utuh.

a. Mulai dari penyiapan material yang diperlukan.

Dalam produksi sepeda motor, bahan baku yang digunakan dikategorikan

sebagai berikut:

1. Komponen import, yaitu komponen produksi yang diimport dari luar

negeri. Komponen ini disebut juga dengan CKD (Complete-Knock

Down).

2. Inhouse, yaitu bahan baku yang memerlukan proses lebih lanjut untuk

menjadi finished part. Contoh bahan jenis ini adalah baja (dalam bentuk

gulungan lembaran besar, pipa bulat/kotak/pejal, dan coil), plastik,

aluminium ingot, wiring harness, dan consumable material.

Penerapan sistem ..., Prita Alverina, FE UI, 2007 51


3. Komponen lokal, yaitu komponen produksi yang berupa finished part,

dibeli dari pemasok lokal.

b. Pressing

Bahan baku (raw material) yang terdiri dari gulungan besar lembaran baja, pipa

baja (ada ysng berbentuk bulat, kotak, juga pejal) dan coil diproses di Pressing

Line sesuai dengan bentuk yang diperlukan. Sebagai contohnya adalah material

gulungan lembaran baja. Setelah lembaran baja dipotong, lembaran itu dibentuk

atau dicetak sesuai bentuk komponen yang diperlukan, misalnya lempengan

tangki bensin atas, bagian samping dan bagian bawah. .

c. Welding

Setelah bahan baku melewati proses pressing, material tersebut digabung-

gabung dan dilas menjadi metal part. Contohnya, lempengan baja setelah

dicetak, kemudian dikirim ke Welding Line untuk dilas atau disatukan dengan

menggunakan energi panas. Hasil akhirnya adalah terbentuk komponen yang

diinginkan. Di Welding Line ini juga ada beberapa komponen produksi (lokal

dan import) yang diproses.

d. Plastic Injection

Di sini, material local part yang berupa plastik diproses dan dicetak menjadi

plastic part yang nantinya akan dicat.

e. Painting

Part yang selesai dari proses welding (untuk metal part) dan injection (untuk

plastic part) dicat di Painting Line sesuai dengan warna yang diminta oleh

bagian marketing.

Penerapan sistem ..., Prita Alverina, FE UI, 2007 52


f. Plating

Part yang selesai dari proses welding (metal part) diterima Plating Line untuk

dilapisi dengan chrome. Proses ini disebut dengan plating. Selain metal part,

part-part lain yang tidak dibuat oleh PT ISI tetapi yang dibeli dari pemasok, juga

ada beberapa yang dilapisi chrome.

g. Assembling

Komponen-komponen yang terpisah-pisah yang berasal dari departemen

sebelumnya, dari pemasok, dan komponen mesin yang diproduksi Cakung Plant

diterima di Assembling Line untuk dirakit secara bertahap, satu-persatu

komponen di atas conveyor, sampai utuh menjadi satu unit sepeda motor.

h. Final Inspection

Setelah sepeda motor selesai dirakit, dilakukan inspeksi akhir untuk memeriksa

kualitasnya sebelum sepeda motor tersebut dikirim ke dealer. Jika lulus dari

tahap ini, produk akan dikirim ke gudang milik marketing dan siap untuk dijual.

Jika tidak lulus, maka dikirim kembali ke departemen perakitan.

Dalam setiap tahapan dalam proses produksi, PT ISI melakukan pengawasan

mutu yang sangat ketat. Perusahaan telah memegang Sertifikat ISO 9002 yang

menunjukkan komitment perusahaan pada konsistensi produksi yang bermutu tinggi.

3.1.7 Kegiatan Pemasaran

Kegiatan pemasaran untuk kendaraan kendaraan bermotor 4W (mobil) tidak

dilakukan oleh PT ISI sendiri, melainkan oleh PT Indomobil Niaga Internasional (PT

IMNI) yang masih tergabung di dalam PT Indomobil Group. PT IMNI bertugas

Penerapan sistem ..., Prita Alverina, FE UI, 2007 53


memasarkan produk mobil ke agen-agen yang tersebar di seluruh Indonesia dan

menjualnya secara langsung ke konsumen melalui showroom di Wisma Indomobil.

Sedangkan pemasaran untuk sepeda motor (2W) dilakukan sendiri oleh PT ISI

dengan cara membangun jaringan distribusi melalui agen-agen Suzuki yang tersebar di

seluruh Indonesia. Disamping itu, guna memperluas jaringan distribusi dan

meningkatkan mutu pelayanan, PT ISI memberikan bantuan kepada wiraswasta lokal

yang ingin membuka dan menangani usaha dealer dan showroom otomotif.

3.2 STRUKTUR BIAYA MANUFAKTUR PT ISI

PT ISI sebagai perusahaan manufaktur mempunyai struktur biaya yang terdiri

dari biaya bahan baku (DM), biaya tenaga kerja langsung (DL), dan biaya overhead

pabrik (FOH). Khusus untuk biaya bahan baku, PT ISI membagi menjadi tiga bagian

yaitu komponen import, komponen lokal, dan komponen inhous.

Struktur biaya tersebut dicatat pada biaya standard. Namun pelaporan biaya

tersebut pada nilai aktualnya. Biaya aktual didapat dari biaya standard ditambah/kurang

dengan varians-nya. Di bawah ini terdapat tabel struktur biaya manufaktur untuk motor

Smash, salah satu jenis motor yang diproduksi PT ISI di Tambun Plant I, periode 2005.

Keterangan Standard Varians Aktual

Komponen import (CKD) 1,174,551 136,035 1,310,586


Inhouse 656,490 65,324 721,814
Komponen lokal 4,385,611 362,012 4,023,599
Sub total direct material 6,216,652 160,653 6,055,999

Direct labor 101,292 5,004 96,288


FOH 645,049 531,872 1,176,921
Subtotal 746,341 526,868 1,273,209

TOTAL COST /unit 6,962,993 366,215 7,329,208


Tabel 3-1
Komparasi Biaya Standard dan Aktual Smash tahun 2005

Penerapan sistem ..., Prita Alverina, FE UI, 2007 54


3.2.1 Bahan Baku Langsung (DM)

Bahan baku merupakan input yang paling esensial bagi PT ISI dalam proses

produksi untuk menghasilkan unit produk. Struktur biaya di atas menunjukkan biaya

direct material adalah biaya dengan proporsi terbesar dari komponen biaya unit produk,

yaitu 92% dari total biaya unit produk. Sedangkan sisanya yang 8% terdiri dari

komponen biaya direct labor dan FOH. Karena itu perlu perencanaan dan pengendalian

yang baik akan ketersediaan dan pemakaian material.

Bahan baku langsung yang digunakan dalam produksi di PT ISI dibedakan

menjadi dua jenis, yaitu bahan baku langsung berupa komponen jadi yang dibeli dari

pemasok dalam dan luar negeri, dan bahan mentah (raw material) yang perlu

pemrosesan lebih lanjut. Bahan mentah ini terdiri dari baja, aluminium, plastik, wiring

harness, dan consumable direct material. Consumable direct material adalah bahan

penolong yang melekat pada unit produk yang juga digunakan dalam proses produksi

untuk menghasilkan barang jadi. Contoh consumable direct material adalah minyak

pelumas (oli), cat, thinner, dan lainnya.

Pabrik Tambun Plant I memproduksi motor sebanyak kurang lebih 1000 unit

sehari dengan proses produksi yang sistematis. Dapat dipastikan perusahaan

membutuhkan bahan baku dalam jumlah besar untuk menunjang proses produksinya

dan menghasilkan produk jadi.

Dalam kaitan dengan pengadaan bahan baku dan komponen produksi import dan

lokal, PT ISI mengadakan rapat produksi secara rutin setiap bulannya. Rapat ini dihadiri

oleh beberapa bagian terkait dari Tambun Plant I (2W) dan Tambun Plant II (4W),

seperti Raw Material House, Planning Production and Delivery Control (PPDC),

Procurement, Accounting, Production Material Control (PMC), Import, dan Marketing.

Penerapan sistem ..., Prita Alverina, FE UI, 2007 55


Bagian marketing membuat estimasi penjualan unit produk di pasaran. Dari estimasi

penjualan ini, bagian PPDC bertugas merencanakan kebutuhan produksi unit produk,

termasuk membuat perencanaan kebutuhan material untuk produksi (Material

Requirement Planning/MRP).

Dalam rencana pengadaan material, PT ISI menerapkan sistem Just-In-Time

(JIT), dimana pengadaannya berdasarkan kebutuhan produksi. PT ISI mempertahankan

jumlah persediaan dengan tingkat yang minimum untuk minimisasi biaya.

3.2.1.1 Bahan Mentah (Raw Material)

Untuk memproduksi sepeda motor lebih banyak digunakan bahan baku lokal

dibandingkan import, dengan presentase perbandingan lokal dan impor adalah 80:20.

sedangkan untuk memproduksi mobil yang dilakukan di Pabrik Tambun II, lebih

banyak menggunakan bahan baku import daripada lokal, dengan komposisi 80:20.

Bahan baku dengan proporsi biaya terbesar adalah baja (steel), yaitu sekitar 30%

dari total biaya bahan baku. Baja dipesan oleh perusahaan dari pemasok luar negeri dan

lokal dalam jumlah dan ukuran yang sangat besar. Pemasok luar negeri diantaranya

adalah dari Jepang, Malaysia, Singapura, Thailand, Australia dan Amerika; sedangkan

pemasok baja lokal adalah PT Krakatau Steel, Cilegon.

Penerapan sistem ..., Prita Alverina, FE UI, 2007 56


Raw Material Biaya Aktual 2005 (Rp)
Steel, Pipe & Bar 217,993
Aluminium Ingot 152,978
Plastic 135,580
Wiring Harness 91,592
Oli Mesin 10,350
Painting - Consumable 83,900
Welding - Consumable 10,238
Plating - Consumable 16,894
Assembling - Consumable 2,288
Total 721,813
Tabel 3-2
Biaya Bahan Baku Produk Smash Tahun 2005

Baja yang besar tersebut perlu diproses lagi, dipotong-potong menjadi ukuran

yang lebih kecil. Pemotongan baja berukuran besar ini dilakukan oleh Sub-Kontraktor

PT ISI, yaitu PT Super Steel Indonesia (SSI) dan PT United Steel Center Indonesia

(USCI). Sub-Kontraktor inilah yang mendapatkan baja dari luar negeri dan kemudian

memotong baja itu menjadi berbentuk lembaran, pipa, atau coil. Baja dari Sub-

Kontraktor tersebut kemudian diproses di pabrik, yaitu dirajang dan dipotong (shearing

dan cutting) menjadi bentuk yang sesuai dengan komponen yang dibutuhkan.

3.2.1 2 Komponen lokal dan import

Komponen lokal maupun import dibeli dalam bagian (part) utuh yang langsung

dirakit di Assembly Line, atau dapat juga berupa part setengah jadi yang masih harus

diproses dalam Welding, Painting, ataupun Plating Line sebelum dirakit di Assembly

Line. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat diagram proses produksi motor PT ISI.

Penerapan sistem ..., Prita Alverina, FE UI, 2007 57


3.2.2 Tenaga Kerja Langsung dan Overhead Pabrik

Dalam mengolah komponen produksi dan bahan baku dalam proses produksi

motor di Tambun Plant I, PT ISI menggunakan tenaga kerja produksi dan peralatan-

peralatan canggih berupa mesin-mesin produksi dan robot untuk menunjang proses

produksi.

Penerapan sistem ..., Prita Alverina, FE UI, 2007 58


Material Pressing Welding Plastic Painting Platting Engine Assembling Final Storage
Injection Assembly Inspection (Marketing)

Potong Proses Proses Proses Perakitan Pengecekan Motor


Material Pengepresan Pengelasan Pengecatan Motor Akhir Siap
Import & Parts Parts Parts Motor Dikirim
Lokal
ke Dealer

Proses
Chrome
Parts

Cetak
Plastic
Parts

Supplier

PT ISI –
Cakung
(Supply
Engine)

Gambar 3-3
Proses Produksi Sepeda Motor di Tambun Plant I

Penerapan sistem ..., Prita Alverina, FE UI, 2007 59


BAB IV

PEMBAHASAN DAN ANALISIS MASALAH

Sistem biaya standard telah diterapkan PT ISI sebagai sistem biaya sejak

perusahaan berdiri, dan merupakan kebijakan yang diwariskan oleh Suzuki yang berbasis di

Jepang. Biaya standard PT ISI berguna sebagai alat untuk penghitungan biaya produksi dan

penilaian persediaan. Penetapan biaya standard pada PT ISI merupakan teknik

mengalokasikan total biaya produksi ke setiap produk dengan mempertimbangkan estimasi

volume produksi untuk tiap produk tersebut. Hasil pengalokasian ini adalah biaya produk

yang wajar, sehingga dapat disimpulkan bahwa PT ISI menerapkan konsep full-costing,

dimana semua rencana biaya produksi, dari material mentah sampai barang jadi

dialokasikan ke biaya produk.

4.1 PROSES PERHITUNGAN BIAYA STANDARD DI PT ISI

Proses penghitungan biaya standard ditujukan untuk mendapatkan biaya produk

yang wajar dengan cara mendistribusikan/mengalokasikan total estimasi biaya ke total

estimasi volume produksi. Oleh sebab itu, jumlah produk yang diproduksi mempunyai

dampak kepada estimasi biaya dan total biaya produksi nantinya

didistribusikan/dialokasikan ke tiap produk.

Berdasarkan hasil tanya jawab jawab dengan pihak PT ISI, proses penghitungan

biaya standard tiap produk dapat digambarkan sebagai berikut:

Penerapan sistem ..., Prita Alverina, FE UI, 2007 60


Estimasi biaya oleh Estimasi volume
responsibility centre produksi produk

Teknik
Penghitungan

Biaya Standard
Tiap Produk

Gambar 4-1
Proses Penghitungan Biaya Standard PT ISI

Proses penghitungan biaya standard dilakukan sebelum suatu produk diluncurkan ke

pasar. Proses ini menghasilkan biaya standard produk. Proses penghitungan biaya standard

PT ISI dapat dibagi menjadi dua tahap. Pertama bagian produksi membuat estimasi/ramalan

volume produksi. Dari informasi tersebut responsibility centre membuat estimasi biaya.

Kedua estimasi ini dipakai dalam penghitungan untuk menghasilkan biaya standard tiap

produk. Biaya standard ini akan dimonitor dan dapat dilakukan revisi/update standard.

4.2 PRINSIP FORECASTING PT ISI

Prinsip forecasting pada PT ISI dapat digambarkan sebagai berikut:

Penerapan sistem ..., Prita Alverina, FE UI, 2007 61


(1) Estimasi Volume
Penjualan Tiap
Produk

(2) Estimasi Volume


Penjualan Tiap Model
Produk

(3) Estimasi Volume


Produksi Tiap Model
Produk

Gambar 4-2
Prinsip Forecasting PT ISI

Dari alur tersebut dapat diketahui bahwa penentuan estimasi jumlah produk yang

harus diproduksi di periode mendatang diperoleh dari estimasi tingkat penjualan produk

tersebut. Dari estimasi volume penjualan satu produk, dipecah untuk mendapat estimasi

volume penjualan tiap model/tipe. Proses ini menggunakan teknik statistik tertentu

berdasarkan informasi product mix. Estimasi volume penjualan ini sebagai dasar estimasi

volume produksi produk setiap satu tipe tertentu.

4.3 PENETAPAN BIAYA STANDARD PT ISI

Secara umum, penetapan biaya standard akan dibahas adalah penetapan biaya

standard untuk biaya produksi langsung, yaitu biaya bahan baku langsung (DM) dan biaya

tenaga kerja langsung (DL). Biaya standard ditentukan oleh pihak-pihak yang bertanggung-

jawab sebelum suatu produk untuk pertama kalinya diluncurkan ke pasar.

Penerapan sistem ..., Prita Alverina, FE UI, 2007 62


4.3.1 Penetapan Biaya Standard Bahan Baku Langsung (DM)

Seperti yang telah diketahui bahwa material langsung (DM) PT ISI terdiri dari

berbagai macam yang secara umum dibagi menjadi tiga yaitu komponen lokal, raw

material, dan komponen import. Untuk mendapatkan biaya standard untuk material, PT ISI

menetapkan standard kuantitas pemakaian dan standard harga untuk masing-masing

ketiganya.

4.3.1.1 Standard Kuantitas Bahan Baku Langsung (DM)

Standard kuantitas ditentukan oleh bagian engineering PT ISI dengan berpedoman

pada spesifikasi produk. Untuk menentukan standard kuantitas membutuhkan kemampuan

dan pengetahuan teknik yang hanya dimiliki oleh engineering.

Standard kuantitas material yang berupa komponen lokal dan import tercermin di

dalam master list satu jenis produk. Master list mendeskripsikan nama/spesifikasi

komponen material, kuantitas material yang dipakai dalam proses produksi satu unit barang

jadi, harga per satuan unit material tersebut, dan biaya standard tiap material.

Proses produksi sepeda motor (2W) di PT ISI lebih banyak menggunakan material

lokal dibandingkan material import (80:20); sedangkan proses produksi mobil (4W) lebih

banyak menggunakan material import. Hal ini tercermin dari master list komponen lokal

dan import.

Material jenis inhouse (raw material) adalah material yang dibeli dari pemasok dan

masih perlu diproses untuk dijadikan komponen (parts) yang akan dirakit bersama-sama

dengan komponen jadi import dan lokal. Engineering PT ISI melakukan percobaan (trial)

Penerapan sistem ..., Prita Alverina, FE UI, 2007 63


untuk menentukan standard kuantitas material jenis inhouse. Percobaan ini dilakukan

selama kurang lebih enam bulan, sebelum produk diluncurkan ke pasar. Percobaan untuk

menentukan standard kuantitas material jenis inhouse dilakukan sebagai berikut:

Engineering melakukan beberapa percobaan (trial) untuk menentukan berapa

kuantitas standard material consumable cat yang digunakan di Assembling. Pada percobaan

pertama, kuantitas cat yang digunakan di assembly adalah 1,2 liter. Pada trial kedua,

kuantitas ini menjadi 1,1 liter. Saat pilot project, yaitu trial sebelum ditetapkan standard, cat

yang dikonsumsi adalah 1,05 liter. Kuantitas ini belum dijadikan kuantitas standard cat di

Assembly Line. Engineering perlu melakukan percobaan terakhir, yaitu sesaat sebelum

produksi massal. Kuantitas cat yang digunakan saat trial ini adalah 1,0 liter. Kuantitas

inilah yang dijadikan standard kuantitas cat (consumable material) di Assembly.

4.3.1.1 Standard Harga DM

Standard harga ditetapkan oleh bagian procurement PT ISI yang merupakan

departemen yang berhubungan dengan para pemasok. Dengan penerapan biaya standard,

khususnya dalam menetapkan dan menyetujui harga standard material, eksekutif bagian

procurement PT ISI mempunyai wewenang untuk memilih pemasok material berdasarkan

pertimbangan-pertimbangan tertentu.

Harga standard ini mencerminkan harga pasar ketiga jenis direct material pada saat

menyusun standard. Standard harga didapat dari daftar harga tiap pemasok pemasok

termasuk biaya pengiriman, dikurangi dengan diskon dari pemasok. Standard harga

material tidak hanya merefleksikan harga pasar saat ditetapkan standrd, tetapi juga prediksi

procurement terhadap perubahan harga di masa datang. Selain itu, standard harga

Penerapan sistem ..., Prita Alverina, FE UI, 2007 64


ditetapkan procurement dengan mempertimbangkan kualifikasi pemasok dalam hal kualitas

material dan ketepatan pengiriman material sesuai jadwal.

Dalam mendapatkan material baik lokal maupun import, perusahaan membangun

hubungan yang baik dengan pihak pemasok. Hal ini penting perusahaan menerapkan

produksi yang Just-In-Time. Karena itu kegiatan produksi bergantung dari ketersediaan

material dari pemasok. Bentuk kerja sama ini dilegalkan dalam bentuk kontrak dengan

pemasok. Kontrak antara PT ISI dan pemasok merupakan kontrak jangka panjang yang

bertujuan menjamin pemasok mengirimkan material yang dibutuhkan dalam proses

produksi.

Seperti yang sudah diuraikan, penetapan standard harga DM merupakan wewenang

bagian procurement PT ISI tanpa intervensi dari bagian lainnya. Dalam hal ini yang perlu

diperhatikan adalah kemungkinan kecenderungan eksekutif procurement memilih pemasok

sesuai selera pribadi. Jika hal itu terjadi maka objektifitas dalam penetapan standard

diragukan. Karena itu untuk mengantipasi kemungkinan terjadinya hal tersebut ada baiknya

bagian procurement mengkomunikasikan rekomendasi standard harga material ke bagian

akuntansi.

4.3.2 Penetapan Biaya Standard Tenaga Kerja Langsung (DL)

Berbeda halnya dengan penetapan biaya standard untuk bahan baku langsung

dimana biaya standard didapat dari dua standard yang standard kuantitas dan standard

harga, penetapan standard untuk tenaga kerja langsung (DL) dilakukan dengan cara

mengalokasikan total biaya gaji tiap work centre di pabrik ke tiap produk berdasarkan

waktu standard (standard time) untuk mengerjakan masing-masing produk di tiap work

Penerapan sistem ..., Prita Alverina, FE UI, 2007 65


centre. Tiap work centre mengerjakan proses produksi untuk beberapa jenis produk. Untuk

mengetahui waktu proses produksi yang diperlukan bagi masing-masing produk di work

centre tertentu, maka ditetapkan waktu standard (standard time).

Yang dimaksud dengan standard time adalah waktu yang diperlukan satu orang

pekerja untuk memproses produk X dari awal sampai akhir dalam satu work centre.

Standard time ditentukan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh engineering. Untuk

menentukan standard time, enginering melakukan beberapa observasi. Rata-rata dari

beberapa observasi tersebut dijadikan standard time untuk produk X dalam satu work

centre.

Setelah semua masing-masing work centre mendapat alokasi biaya tenaga kerja,

penjumlahan alokasi biaya menghasilkan total biaya tenaga kerja untuk memproduksi

volume produk X yang dianggarkan. Alokasi biaya tenaga kerja per unit produk X

diperoleh dari pembagian total biaya dengan volume produksi produk X. Jumlah ini yang

dijadikan biaya standard tenaga kerja.

4.4 ANALISA PENETAPAN STANDARD DI PT ISI

Istilah “garbage in, garbage out” tepat dalam aplikasi analisis penetapan biaya

standard. Standard ditujukan sebagai patokan/pembanding biaya aktual dengan biaya

standard. Agar hasil perbandingan dapat diandalkan maka dibutuhkan dasar penetapan

standard yang digunakan baik secara teknik maupun asumsi penetapan standard.

Penerapan sistem ..., Prita Alverina, FE UI, 2007 66


4.4.1 Penetapan Biaya DM Standard

Secara teoritis, jika biaya standard DM memasukkan estimasi allowance untuk

kerusakan material secara normal yang terjadi dalam proses produksi, maka standard yang

digunakan adalah currently attainable standard. Selisih/varians yang timbul

mengindikasikan penggunaan material masih berada di level yang dapat dicapai.

Praktek yang dilakukan PT ISI sedikit berbeda dengan teori yang umum dilakukan.

Biaya standard material langsung PT ISI tidak memasukkan allowance ke dalam komponen

penghitungan biaya standard. Pihak PT ISI menyatakan bahwa perusahaan tidak

memberikan ruang gerak untuk terjadinya inefisiensi pemakaian material inhouse yang

disebabkan oleh inefisiensi operasi. Hal ini berarti bahwa standard kuantitas PT ISI

mencerminkan standard yang ideal berdasarkan penelitian engineering atas kondisi operasi

yang efisien saat itu.

4.4.2 Penetapan Biaya DL Standard

Dalam menetapkan biaya DL standard, PT ISI melakukan alokasi total biaya

standard untuk tiap work centre berdasarkan standard time yang telah ditetapkan oleh

engineering. Engineering telah melakukan observasi terhadap kondisi operasi yang efisien

sebelum mendapatkan standard time. Penentuan standard time yang dilakukan engineering

mencerminkan kondisi operasi yang sempurna dan PT ISI tidak memasukkan allowance

waktu untuk gangguan-gangguan rutin seperti waktu istirahat, faktor lelah fisik, kerusakan

mesin yang menghambat operasi, dan lain-lain. Oleh karena itu, standard yang ditetapkan

PT ISI untuk DL termasuk jenis ideal standard.

Penerapan sistem ..., Prita Alverina, FE UI, 2007 67


4.5 PERUBAHAN STANDARD

PT ISI secara rutin melakukan perubahan (updating) terhadap standard yang

ditetapkan. Update ini dilakukan satu kali setahun. Perusahaan jarang melakukan

perubahan standard di pertengahan tahun kecuali ada perubahan yang signifikan sehingga

standard yang ditetapkan pada awal tahun tidak lagi mencerminkan jumlah yang wajar.

Hal ini merupakan hal yang baik dilakukan PT ISI. Biaya standard yang ditetapkan

mencerminkan biaya untuk periode saat itu. Biaya tersebut direvisi jika terjadi perubahan

yang signifikan pada tingkat biaya atau metode produksi.

4.6 KEGUNAAN BIAYA STANDARD BAGI PT ISI

Pembahasan kegunaan biaya standard pada bab ini merupakan hasil dari tanya

jawab dengan pihak PT ISI yang ruang lingkup pekerjaannya seputar anggaran (budgeting)

dan akuntansi biaya (costing). Pada bagian ini penulis ingin menilai optimalisasi kegunaan

biaya standard terhadap penerapannya di PT ISI.

4.6.1 Penentuan Harga Produk

Salah satu manfaat diterapkan biaya standard di PT ISI adalah memudahkan

menetapkan harga pokok produksi sehingga perusahaan mempunyai gambaran awal berapa

biaya untuk memproduksi setiap produk dan berapa tingkat keuntungan. Meskipun biaya

standard memberikan gambaran awal tentang biaya produk sebagai dasar penentapan harga

jual, namun dalam kondisi tertentu tidak digunakan. Contohnya adalah untuk penetapan

harga untuk produk yang sudah lama tidak terjual, perusahaan menetapkan harga jual

Penerapan sistem ..., Prita Alverina, FE UI, 2007 68


dibawah harga standard. Hal ini dilakukan supaya tidak terjadi penumpukan barang di

gudang sehingga dapat mengurangi biaya penyimpanan.

4.6.2 Informasi Laba Bruto Standard Produk

PT ISI pun melakukan analisis laba bruto berdasarkan total standard laba bruto

standard dengan total laba bruto aktual. Jadi biaya standard dipakai sebagai alat analisa laba

bruto suatu produk.

4.6.3 Analisis Varians

Biaya standard dipakai di PT ISI dalam menganalisis varians. PT ISI membuat

laporan varians setiap bulan untuk semua komponen biaya produksinya. Kunci

pengendalian biaya menurut PT ISI adalah bagaimana mengendalikan varians yang terjadi

secara efektif. Jika terjadi penyimpangan (varians) yang besar, maka yang dilakukan

perusahaan adalah memperbaiki standard. Jadi analisa varians adalah dasar untuk menilai

apakah standard perlu diubah atau tidak.

4.7 ANALISA VARIANS PT ISI

Bagian produksi PT ISI membuat laporan varians tiap bulan. Untuk memudahkan

mencari dan menganalisa penyebab varians biaya produksi langsung (DM dan DL), secara

umum perusahaan melakukan analisa varians dengan cara membuat laporan varian yang

telah dibagi dua komponen besar yaitu laporan varians harga dan varians kuantitas.

Dalam aplikasi di PT ISI, laporan varians tidak dibuat berdasarkan varians kuantitas

dan harga. Varians yang dianalisa adalah varians tiap komponen biaya (DM, DL, dan FOH)

Penerapan sistem ..., Prita Alverina, FE UI, 2007 69


dalam jumlah total. Angka ini yang dikirim ke kantor pusat di Jakarta untuk dianalisis oleh

bagian akutansi dan keuangan.

Dalam hubungannya dengan analisis varians, kantor pusat PT ISI membuat format

analisis laba tiap bulannya (lampiran). Format ini diproses dalam program komputer

perusahaan. Format pertama berhubungan dengan perbandingan harga pokok penjualan

(COGS) dan laba kotor. Terlampir tertera contoh format analisis laba. .

Dari format analisis laba kotor, dapat dilihat bahwa PT ISI dapat memanfaatkan

biaya standard untuk menganalisis laba kotor setiap produk. Laba kotor standard tiap

produk dibandingkan dengan laba kotor aktual produk tersebut. Hal ini seharusnya dapat

dijadikan indikasi efektivitas pencapaian laba kotor untuk tiap tipe produk, dengan catatan

varians benar.

Dari format laporan tersebut, dapat dilihat bahwa PT ISI melaporkan varians untuk

tiap elemen biaya produksi. Varians-varians tersebut adalah varians untuk steel, wiring

harness, aluminium, CKD, import part, local component, direct labor, dan FOH. Dari

informasi itu manajemen dapat melihat area dimana terjadi penyimpangan. Namun, seperti

yang telah dibahas sebelumnya, PT ISI belum sampai kepada penunjukkan tanggung jawab

atas varians yang terjadi.

4.7.1 Varians Bahan Baku Langsung (DM)

Varians bahan baku langsng terdiri dari subkomponen-subkomponen, yaitu material

inhouse (raw material), import part, local component. PT ISI melakukan analisis varians

untuk tiap subkomponen bahan baku langsung dan juga untuk subkomponen material

inhouse.

Penerapan sistem ..., Prita Alverina, FE UI, 2007 70


Varians biaya DM tidak dipecah menjadi varians harga dan varians kuantitas

pemakaian. Hal ini akan mengakibatkan perusahaan kesulitan menentukan penyebab

terjadinya varians DM sehingga tidak mendukung pengambilan tindakan yang tepat

terhadap varians itu.

Dengan memecah varians biaya DM menjadi varians harga dan varians kuantitas

pemakaian, akuntabilitas varians dapat ditunjuk ke bagian procurement dan bagian

produksi. Bagian procurement seharusnya bertanggung-jawab terhadap varians harga

karena bagian ini mempunyai kontrol terhadap biaya pembelian material. Bagian produksi

yang mempunyai kendali terhadap pemakaian bahan baku selama proses produksi adalah

pihak yang seharusnya bertanggung-jawab atas varians kuantitas pemakaian bahan baku.

Akuntabilitas dapat menjadi dasar penilaian kinerja kedua bagian tersebut.

Dengan tidak membuat laporan varians harga dan kuantitas material, PT ISI tidak

dapat meminta pertanggungjawaban bagian procurement dan produksi. Berdasarkan hasil

tanya jawab dengan pegawai yang berhubungan dengan penerapan biaya standard di PT

ISI, perusahaan tidak menggunakan sistem biaya standard untuk menunjukkan tanggung-

jawab pegawai perusahaan yang terlibat dalam biaya standard dan tidak ada penilaian

kinerja untuk kedua bagian itu berdasarkan analisis varians yang dilakukan.

4.7.2 Varians Tenaga Kerja Langsung (DL)

Sama halnya dengan DM, oleh perusahaan varians DL tidak dipecah menjadi

varians kuantitas dan varians harga (rate). Ini karena penetapan standard biaya DL bukan

terdiri dari komponen standard kuantitas (time) dan standard harga (rate), melainkan

Penerapan sistem ..., Prita Alverina, FE UI, 2007 71


berdasarkan alokasi total biaya tenaga kerja yang terjadi di tiap work centre berdasarkan

standard time.

4.8 ANALISA VARIANS DIHUBUNGKAN DENGAN KRITIK

Pada bab II disinggung bahwa di lingkungan manufaktur sekarang ini, sistem biaya

standard sudah tidak relevan lagi diterapkan karena alasan-alasan tertentu. Pada

pembahasan bagian ini, penulis ingin mengupas opini/kritikan penerapan biaya standard

terhadap penerpaan di PT ISI.

4.8.1 Lingkungan Just-in-Time

Sebagai perusahaan manufaktur Jepang, PT ISI pun mengadopsi konsep manufaktur

Jepang. Salah satu yang terkenal adalah Just In Time (JIT). Di PT ISI, tingkat persediaan

diminimalkan dengan cara mengatur pemesanan material agar tiba tepat pada waktu untuk

produksi.

Salah satu kritik yang berhubungan dengan Just-In-Time menyatakan bahwa di

lingkungan JIT, pengukuran varians biaya standard untuk evaluasi kinerja dapat

menimbulkan tingkah laku yang disfungsional. Kritik itu mengasumsikan bahwa penilaian

kinerja didasarkan pada besarnya varians harga material. Jika asumsi tersebut berlaku di

suatu persahaan, maka hal itu akan memberi tekanan bagi manajer procurement untuk

membeli material dalam jumlah besar untuk mendapatkan diskon dari pemasok. Dengan

begitu akan menghasilkan varians harga yang menguntungkan (favorable), dan penilaian

kinerja bagian procurement baik.

Penerapan sistem ..., Prita Alverina, FE UI, 2007 72


Dalam penerapan di PT ISI, penggunaan analisa varians belum sampai kepada

penunjukan tanggungjawab departemen terkait, sehingga analisa varians tidak digunakan

sebagai basis penilaian kinerja departement tersebut. Karena itu dampak timbulnya perilaku

yang disfungsional pada PT ISI tidak akan terjadi.

4.8.2 Struktur Biaya Yang Berubah

Kritik lain yang tertuju pada biaya standard menyatakan bahwa biaya standard tidak

relevan lagi diterapkan karena struktur biaya perusahaan yang berubah (Drury,1996).

Biaya tidak langsung menjadi biaya produksi yang dominan dibandingkan dengan biaya

produksi langsung. Dalam kenyataannya, di PT ISI biaya FOH bukanlah biaya yang

dominan terhadap total biaya manufaktur.

Dalam proses produksi yang dominan berpengaruh adalah biaya bahan baku

langsung dan biaya overhead yang bersifat variabel seperti biaya listrik untuk menjalankan

mesin produksi Biaya tenaga kerja cenderung konstan dan perubahannya bukan di bawah

kendali manajemen. Jadi dapat dikatakan bahwa analisa varians untuk tujuan pengendalian

lebih tepat ditujukan untuk direct material dan variable overhead (Drury, 1996). PT ISI

sebenarnya dapat lebih memanfaatkan penggunaan sistem biaya standard untuk

pengendalian bahan baku langsung dan variabel overhead dengan biaya standard. Namun

pemanfaatan untuk pengendalian biaya belum maksimal karena tidak ada penunjukan

akuntabilitas atas varians yang terjadi.

Penerapan sistem ..., Prita Alverina, FE UI, 2007 73


4.8.3 Lingkungan Total Quality Management (TQM)

PT ISI sebagai perusahaan yang mengedepankan Total Quality Management (TQM)

tidak menganggap bahwa ada ketidaksesuaian antara minimisasi biaya dengan kualitas.

Kritik yang paling banyak ditujukan pada penerapan biaya standard adalah pengukuran dan

analisa varians lebih menitikberatkan pada pengendalian biaya sehingga berdampak buruk

pada kualitas (Druy, 1996). Kritik tersebut beragumen bahwa bagian procurement dalam

mencari material berasal dari pemasok yang memberikan harga paling rendah tanpa

mempertimbangkan kualitas material sehingga akan berdampak buruk pada kualitas barang

jadi.

PT ISI mengantisipasi rendahnya kualitas bahan baku dengan melakukan inspeksi

oleh bagian Parts Inspection sebelum digunakan dalam proses produksi. Inspeksi ini

merupakan feedback terhadap pemilihan material yang dilakukan oleh procurement.

Bagian procurement PT ISI tidak dapat ‘bermain-main’ dalam kualitas karena hal tersebut

akan merugikan perusahaan.

Analisis varians yang bertentangan dengan kualitas hanya dapat terjadi jika varians

timbul akan dipertanggungjawabkan dan dijadikan sebagai dasar penilaian kinerja,

sehingga bagian procurement mempunyai ‘insentif’ untuk mencapai varians harga yang

favorable. Namun pelaksanaan PT ISI tidak meminta pertanggungjawaban tersebut,

sehingga kasus ini tidak terjadi.

4.8.4 Lingkungan Continuous Improvement

Standard yang ditetapkan PT ISI mencerminkan target yang akan dicapai. Dari

pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa segala tindakan dilakukan untuk untuk

Penerapan sistem ..., Prita Alverina, FE UI, 2007 74


mencapai standard. Penerapan biaya standard konsisten dengan filosofi continuous

improvement jika varians digunakan untuk memonitor trend kinerja dan lebih menekankan

pada tingkat perbaikan kinerja (Drury, 1996).

Trend kinerja di PT ISI tidak dimonitor melalui analisa varians. Jika hal tersebut

dilakukan oleh PT ISI, maka analisa varians dapat memberikan manfaat yang optimal

dalam mengendalikan biaya.

4.8.5 Kompetisi Internal

Menurut Drury (!996), pelaporan varians cenderung mengakibatkan kompetisi

dalam internal perusahaan. Tiap departemen saling menyalahkan jika terjadi vairans yang

unfavorable. Hal itu mungkin terjadi jika informasi varians yang dihasilkan akan diminta

pertanggngjawaban ke departement terkait. Namun pelaksanaan di PT ISI belum sampai

kepada penunjukkan tanggungjawab ataupun penilaian kinerja sehingga kritik di atas tidak

berlaku di PT ISI.

4.9 SARAN BIAYA STANDARD DI MASA DATANG

Untuk keperluan continous improvement, PT ISI dapat melakukan teknik penetapan

standard berdasarkan beberapa cara. Salah satunya adalah menggunakan moving cost

reduction. Ini merupakan salah satu teknik dynamic standard usulan Drury. Dengan metode

ini, biaya standard terus berkurang dari satu periode ke periode berikutnya sebesar

persentase yang telah ditentukan sebelumnya. Hongren et al. (!994) menyebut sistem ini

dengan “continuous improvement standard cost” atau “moving cost reduction”.

Penerapan sistem ..., Prita Alverina, FE UI, 2007 75

Вам также может понравиться