Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
E. PEMBAGIAN
Pasal 37 UU yang sama berbunyi “Bila perkawinan putus karena perceraian,
harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing (Adat ataupun
agama)”
Dalam Islam aturannya sudah jelas dalam KHI pasal 96
1. Apabila terjadi cerai mati, maka separuh harta bersama menjadi hak
pasangan yang hidup lebih lama.
Pasal 97
Janda atau duda cerai masing-masing berhak seperdua dari harta bersama
sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan.
C. SEBAB-SEBAB KORUPSI
Menurut Dr. Sarlito W. Sarwono:
Dorongan dari dalam diri sendiri (keinginan, hasrat, kehendak, dan sebagainya)
Rangsangan dari luar (dorongan teman-teman, adanya kesempatan, kurang
kontrol dan sebagainya)
Menurut Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam bukunya
berjudul “Strategi Pemberantasan Korupsi,” antara lain:
a. Aspek individu pelaku
Sifat tamak manusia
Moral yang kurang kuat
Penghasilan yang kurang mencukupi
Kebutuhan hidup yang mendesak
Gaya hidup yang konsumtif
Malas atau tidak mau kerja
Ajaran agama yang kurang diterapkan
b. Aspek organisasi
Kurang adanya sikap keteladanan pimpinan
Tidak adanya kultur organisasi yang benar
Sistem akuntabilitas yang benar di instasi pemerintah yang kurang
memadai
Kelemahan sistem pengendalian manajemen
Manajemen cenderung menutupi korupsi di dalam organisasi
PS. I BUTIR
3 UU 30 /
2002
PERAN SERTA
PENCEGAHAN
MASYARAKAT
F. SOLUSI
1. Hidup sederhana
2. Rekruitmen SDM secara profesional dan berintegritas
3. Kesejahteraan
4. Ketaatan pada ajaran agama
HUKUM WASIAT
Pendapat pertama
Pendapat ini memandang bahwa wasiat itu wajib bagi setiap orang yang meninggalkan harta,
baik harta itu banyak ataupun sedikit. Pendapat ini dikatakan oleh Az-Zuhri dan Abu Mijlaz.
Pendapat kedua
Pendapat ini memandang bahwa wasiat kepada kedua orang tua dan karib kerabat yang tidak
mewarisi dari si mayit itu wajib hukumnya. Dan inilah mazhab Masruq, Iyas, Qatadah, Ibnu
Jarir dan Az-Zuhri.
Pendapat ketiga
Yaitu pendapat empat orang imam dan aliran Zaidiyah yang menyatakan bahwa wasiat itu
bukanlah kewajiban atas setiap orang yang meniggalkan harta (pendapat pertama), dan bukan
pula kewajiban terhadap kedua orang tua dan karib kerabat yang tidak mewarisi (pendapat
kedua); akan tetapi wasiat itu berbeda-beda hukumnya menurut keadaan.
Maka wasiat itu terkadang wajib, terkadang sunat, terkadang haram, terkadang makruh dan
terkadang jaiz (boleh).
A. PENGERTIAN
Wasiat berasal dari berasal dari bahasa arab al-washiyah yang artinya pesan, perintah
atau nasihat. Sedangkan pengertian wasiat menurut ulama fiqih adalah memberikan harta
dengan sukarela kepada seseorang yang akan berlaku jika pewasiat meninggal dunia.
B. LANDASAN
Artinya diwajibkan atas kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta
yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma’ruf (ini adalah)
kewajiban atas orang-orang yang bertakwa (QS. Al-Baqarah [2]: 180)
“Seseorang muslim yang mempunyai sesuatu untuk yang boleh diwasiatkan tidak
sepatutnya tidur dua malam berturut-turut melainkan dia menulis wasiat disisinya.”(HR.
Bukhari dan Muslim)
C. SYARAT WASIAT
Orang yang telah berumur sekurang – kurangnya 21 tahun, berakal sehat dan tanpa
adanya paksaan dapat mewasiatkan sebagian harta bendanya kepada orang lain atau
lembaga.
Pemilikan terhadap harta benda seperti dimaksudkan dalam ayat (1) pasal ini baru dapat
dilaksanakan sesudah pewasiat meninggal dunia.
D. UNSUR-UNSUR WASIAT
Mushi
1. Baligh
2. Berakal sehat
3. Atas kehendak sendiri secara bebas
4. Baligh dan berakal sehat
Musha-lahu
Musha-bihi
1. Dapat berlaku sebagai harta warisan atau dapat berlaku sebagai objek perjanjian.
2. Sudah wujud di waktu wasiat dinyatakan.
3. Milik Mushi.
E. TATACARA WASIAT
1. Wasiat dilakukan secara lisan dihadapan dua orang saksi, atau tertulis dihadapan dua
orang saksi, atau dihadapan Notaris.
2. Wasiat hanya diperbolehkan sebanyak – banyaknya sepertiga dari harta warisan kecuali
apabila semua waris menyetujui.
3. Wasiat kepada ahli waris berlaku bila disetujui oleh semua ahli waris.
4. Pernyataan pesetujuan pada ayat (2) dan (3) pasal ini dibuat secara lisan dihadapan dua
orang saksi dihadapan Notaris.
F. BATALNYA WASIAT
Hadist
. ما حق امرء مسلم له شيء يوصى فيه: قال رسول هللا عليه وسلم: روي البخاري ومسلم عن ابن عمر رضي هللا عنه قال
مامرت على ليلة منذ سمعت رسول هللا صلى هللا عليه وسلم يقولو ذلك: قال ابن عمر.يبيت ليلتين أال ووصيتهمكتوبة عنده
اال وعندي وصيتي.
“Telah diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim , dari Ibnu ‘Umar r.a, dia berkata: Telah
bersabda Rasulullah saw.: “Hak bagi seorang muslim yang mempunyai sesuatu yang hendak
diwasiatkan, sesudah bermalam selama dua malam tiada lain wasiatnya itu tertulis pada amal
kebaikannya.”
Ibnu ‘Umar berkata: Tidak berlalu bagiku satu malampun sejak aku mendengar Rasulullah
saw. mengucapkan hadits itu kecuali wasiatku selalu berada di sisiku.
RUKUN WASIAT
HUKUM WAKAF
A. PENGERTIAN
Wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum
yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan melembagakannya untuk selama-
lamanya guna kepentingan ibadah atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran
Islam.
B. DASAR HUKUM
QS. Al-Hajj: 77 yang artinya: “perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat
kemenangan”
Q.S al-Imran: 92 yang artinya: “kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan
(yang sempurna) sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai.
Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah Maha
mengetahui.”
Hadits Nabi: “Apabila seorang anak Adam meninggal, maka terputuslah
amalannya, kecuali dalam tiga hal yaitu shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat
dan anak shalih mendoakannya.”
D. SYARAT NADZIR
KHI Pasal 215 ayat (4)
1) Jika Nadzir perorangan harus memenuhi syarat-syarat:
a. Warga negara Indonesia
b. Beragama Islam
c. Sudah dewasa
d. Sehat jasmani dan rohani
e. Tidak berada di bawah pengampunan
f. Bertempat tinggal di kecamatan tempat letak benda yang diwakafkannya
E. HAK NADZIR
Nadzir berhak mendapatkan penghasilan dan fasilitas yang jenis dan jumlahnya
ditentukan berdasarkan kelayakan atas saran Majelis Ulama Kecamatan dan Kantor
Urusan Agama Kecamatan setempat.
F. PEMBERHENTIAN
Nadzir diberhentikan karena:
a. Meninggal dunia
b. Atas permohonan sendiri
c. Tidak dapat melakukan kewajibannya lagi sebagai nadzir
d. Melakukan suatu kejahatan sehingga dipidana
Sunnah Rasul SAW menyebutkan kriteria hewan yang tidak boleh dimakan adalah
sebagai berikut: 1) hewan buas, bertaring atau bergading seperti anjing, kucing,
harimau, singa, beruang, gajah (HR. Imam Tabrani dan Umar), 2) hewan jinak yang
bertelapak seperti himar jinak, baghal (peranakan keledai dengan unta), dan keledai
(HR. Bukhari dan Muslim), 3) burung berkuku tajam atau pencakar seperti burung
elang dan burung hantu (HR. Bukhari dan Muslim), 4) hewan yang disuruh untuk
membunuhnya seperti kalajengking, ular, kadal, tikus, anjing galak, dan burung elang
(HR. Bukhari dan Muslim dari Aisyah), 5) hewan yang dilarang membunuhnya seperti
semut, lebah atau tawon, burung hud-hud, burung belatuk (HR. Muslim), dan 6) hewan
yang hidup di dua alam (amphibi) seperti kodok, kepiting, penyu, dan buaya (HR.
Ahmad, Abu Daud dan Nasa’i).
Makanan olahan yang terdapat pada masa Rasul SAW adalah yang dibuat dari buah-
buahan yang kemudian diolah menjadi bentuk lain, yakni menjadi minuman.
Sebagaimana makanan, pada dasarnya semua minuman halal selama tidak ada dalil
yang mengharamkannya. Ada tiga kriteria minuman yang haram, yaitu najis (seperti air
seni), mendatangkan mudarat (seperti air keras), dan memabukkan (seperti khamar).
Hal ini berdasarkan pada Hadits Rasul SAW yang menyatakan bahwa setiap yang
memabukkan adalah haram, dan semua yang memabukkan adalah khamar (HR.
Muslim). Dalam hadits lain juga menyatakan bahwa sesuatu yang memabukkan baik
banyak maupun sedikit tetap haram (HR. at-Turmizi, an-Nasa’i dan Abu Daud).
A. MAKANAN SUBHAT
Mengenai makanan yang halal atau boleh dan haram atau dilarang telah diuraikan di atas.
Makanan yang diragukan kehalalannya dan juga tidak jelas tentang keharamannya ini dikenal
dengan subhat. Sehubungan dengan makanan subhat ini Rasul SAW menyatakan bahwa:
“Yang hal itu adalah nyata (jelas kehalalannya) yang harampun nyata (jelas keharamannya)”.
Tetapi diantara keduanya ada hal-hal yang subhat yang tidak ketahui oleh kebanyakan
manusia. Siapa yang menghindari (sesuatu yang) subhat, orang tersebut telah membersihkan
kehormatannya dan agamanya. Orang yang biasa jatuh ke dalam subhat akan jatuh pada yang
haram seperti gembala menggembala kan ternak di pinggir tanah larangan, kemungkinan
besar akan jatuh ke dalamnya. (HR. Bukhari dan Muslim). Hadits tersebut memberikan
petunjuk kepada umat Islam agar menjauhi hal-hal yang subhat, termasuk dalam hal makanan.
Menjauhi hal-hal yang subhat merupakan tindakan preventif yang bermanfaat bagi manusia.
A. PAKAIAN
Pakaian adalah semua yang dipakai orang untuk menutupi tubuh dan melindunginya
dari dingin dan panas, seperti jilbab, kerudung, busana atau baju, kemeja jaket, sarung,
celana, dan sepatu. Pakaian berfungsi untuk menutupi aurat (al-Araf 7: 26-27),
penunjuk identitas, dan aman dari gangguan (al-Ahzab 33:59), melindungi tubuh dari
panas, dingin dan bahaya lainnya (an-Nahl 16:81), dan mempercantik pemakainya (al-
Araf 7:26). Dengan memperhatikan ayat-ayat tersebut, diperoleh pemahaman bahwa
pakaian berfungsi untuk mengangkat harkat dan martabat pemakainya.
Sedangkan malaikat tidak suka melihat aurat. Aurat adalah aib, cela, kekurangan,
sesuatu yang buruk, atau yang memalukan, tidak sopan, tidak pantas, atau tidak patut
apabila anggota tubuh terlihat oleh orang lain. Jika dipertontonkan akan menimbulkan
fitnah (bencana) yang langsung berkaitan dengan pelecehan seksual. Menurut Imam
Malik, Syafi’i dan Abu Hanifah sebagaimana dikutib oleh Quraish Shihab bahwa batas
aurat laki-laki adalah seluruh badannya dari pusar hingga lutut. Batas aurat perempuan
hadits Rasul SAW menyebutkan bahwa:
Asma binti Abu Bakar masuk kerumah/kamar Rasulullah SAW, dia memakai pakaian
yang tipis, maka Rasul berpaling darinya sambil bersabda: ‘Wahai Asma!
Sesungguhnya perempuan itu kalau sudah haid (baligh) tidak pantas untuk dilihat dari
(tubuhnya) kecuali ini dan ini’. Beliau menunjukkan ke muka dan telapak tangannya.
(HR. Abu Dawud).
Berdasarkan hadits di atas dapat dikatakan bahwa batas aurat perempuan adalah seluruh
tubuhnya kecuali muka dan telapak (termasuk) punggung tangan. dan telapak
(termasuk) punggung kaki. “Rasul berpaling dari Asma yang berpakaian tipis” dan
sabda Rasul “tidak pantas untuk dilihat”. Hadits ini menujukkan bahwa pakaian tipis
tidak pantas dipakai oleh perempuan mukmin. Dengan memperhatikan sebab turunnya
ayat 59 al-Ahzab maka dapat dipahami bahwa jilbab akan memberikan kemudahan
dalam membedakan antara antara perempuan mukmin dan perempuan yang bukan
mukmin dan antara perempuan merdeka dan perempuan budak, sehingga sipemakainya
terhindar dari pelecehan seksual, mulut usil dan atau gangguan orang usil yang tidak
bertanggung jawab.
Pengertian jilbab adalah sejenis pakaian yang longgar yang menutupi badan langsung
dari atas sampe bawah, atau pakaian luar perempuan seperti jubah. Menurut Ibnu Arabi,
jilbab adalah pakaian yang menutupi seluruh badan dari kepala hingga mata kaki
(Herlini Amran, 2001). Dan Quraish Shihab mengartikannya sebagai baju kurung yang
longgar yang dilengkapi dengan kerudung penutup kepala.
َظنَ فُ ُرو َج ُه َّن َو ََل يُ ْبدِين ْ َار ِه َّن َويَ ْحف ِ ص َ ضضْنَ ِم ْن أَ ْب ُ ت يَ ْغ ِ َوقُ ْل ِل ْل ُمؤْ ِمنَا
علَ ٰى ُجيُو ِب ِه َّن ۖ َو ََل َ ظ َه َر ِم ْن َها ۖ َو ْل َيض ِْربْنَ ِب ُخ ُم ِر ِه َّن َ ِزينَت َ ُه َّن إِ ََّل َما
ِ اء بُعُولَتِ ِه َّن أَ ْو أ َ ْبنَائِ ِه َّن أَ ْو أ َ ْبن
َاء ِ يُ ْبدِينَ ِزينَتَ ُه َّن إِ ََّل ِلبُعُولَتِ ِه َّن أَ ْو آ َبائِ ِه َّن أَ ْو آ َب
سائِ ِه َّن أَ ْو َما َ ِبُعُولَتِ ِه َّن أَ ْو ِإ ْخ َوانِ ِه َّن أَ ْو بَنِي ِإ ْخ َوانِ ِه َّن أ َ ْو بَنِي أَخ ََواتِ ِه َّن أَ ْو ن
َالط ْف ِل الَّذِين
ِ الر َجا ِل أَ ِو ِ َاْل ْربَ ِة ِمن ِ ْ غي ِْر أُو ِلي َ َت أ َ ْي َمانُ ُه َّن أَ ِو التَّابِ ِعين ْ َملَ َك
َاء ۖ َو ََل يَض ِْربْنَ ِبأ َ ْر ُج ِل ِه َّن ِليُ ْعلَ َم َما يُ ْخ ِفين ِ س
َ ِت الن ِ ع ْو َراَ علَ ٰى َ ظ َه ُروا ْ لَ ْم َي
ََّللاِ َج ِميعًا أَيُّهَ ْال ُمؤْ ِمنُونَ لَ َعلَّ ُك ْم ت ُ ْف ِل ُحون َّ ِم ْن ِزينَتِ ِه َّن ۖ َوتُوبُوا إِلَى
Ketentuan lain untuk pakaian perempuan harus berbeda dengan pakaian laki-laki.
Berdasarkan sabda Rasulullah SAW:
Allah mengutuk laki-laki yang berpakaian perempuan dan perempuan yang berpakaian
laki-laki.(HR. Abu Dawud).
Pakaian berfungsi sebagai ciri, penunjuk atau identitas bagi pemakainya. Fungsi ini
diisyaratkan Allah dalam firmannya;
Akhirnya yang berkaitan dengan makanan dan pakaian, manusia harus ingat pesan Rasul
SAW; “Sesungguhnya badanmu mempunyai hak atas dirimu”. Artinya setiap orang
berkewajiban untuk memelihara jasmaninya sehingga dapat berfungsi sebagaimana
mestinya.