Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
KEPRIBADIAN ISLAMI
Disusun Oleh :
Kelas : 1-03
http://www.pknstan.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah
memberikan segala rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah kami yang berjudul “Kepribadian Islami”. Penulisan makalah ini merupakan
salah satu kelengkapan tugas mahasiswa – mahasiswi Politeknik Keuangan Negara
STAN Program Diploma III Pajak Kelas 1-03 mata kuliah Pendidikan Agama Islam.
Dalam penulisan makalah ini, kami mengucapkan terima kasih yang tak terhingga
kepada pihak-pihak yang membantu dalam proses pembuatan makalah ini. Terutama
kepada :
PENDAHULUAN
Berbagai macam cara dilakukan agar manusia dapat menyalurkan rasa senang,
tenang dan gembira atau dengan kata lain agar manusia memperoleh kebahagiaan dan
terhindar dari hal-hal yang mengecewakan. Mampu tidaknya seseorang dalam
mencapai keinginannya tergantung dari vitalitas, temperamen, watak serta kecerdasan
seseorang. Vitalitas merupakan semangat hidup, pusat tenaga seseorang, ia
merupakan dasar kepribadian dan merupakan unsur penting yang ikut menentukan
kemampuan berprestasi, dan bersifat dinamis. Setiap orang memiliki vitalitas yang
berbeda ada yang kuat ada juga lemah.
A. Pengertian Kepribadian
Kepribadian berasal dari kata Personality (bahasa Latin) yang berarti kedok
atau topeng.Yaitu tutup muka yang sering dipakai oleh pemain-pemain panggung,
yang maksudnya untuk menggambarkan perilaku, watak atau pribadi seseorang.Hal
itu dilakukan oleh karena terdapat ciri-ciri yang khas, yang hanya dimiliki oleh
seseorang tersebut baik dalam arti kepribadian yang baik, ataupun yang kurang baik.
Secara filosofis dapat dikatakan bahwa pribadi adalah ”aku yang sejati” dan
kepribadian merupakan “penampakan sang aku” dalam bentuk prilaku tertentu.
Disini muncul gagasan umum bahwa kepribadian adalah kesan yang diberikan
seseorang kepada orang lain yang diperoleh dari apa yang dipikir, dirasakan,
diperbuat yang terungkap mealui perilaku.
Iman kepada dua kalimat syahadat itu disadarinya sebagai iman kepada
seluruh persoalan yang harus diimani menurut ajaran Islam, baik iman kepada sifat-
sifat Allah dan asmaul husnaNya, iman kepada para malaikat-Nya, iman kepada
kitab-kitab-Nya, iman kepada para Rasul utusan-Nya, iman kepada hari kiamat, dan
iman kepada qodlo dan qodar-Nya, yang baik maupun yang buruk.
Dia berfirman:
“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu
yang lebih baik amalnya.Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (Qs. Al
Mulk [67]: 2).
Dengan langkah kedua ini seorang muslim telah selesai dalam pembentukan
kepribadian Islam. Dia telah dikatakan telah memiliki kepribadian Islam
(syakhshiyyah Islamiyah) sekalipun baru tahap awal dalam berfikir secara Islami dan
mengolah sikap jiwa secara Islami.
Seorang muslim dikatakan telah memiliki sikap jiwa Islami apabila telah
bertekad untuk mengubah sikap hidupnya secara total mengikuti Islam dan istiqomah.
Ketika ada orang meminta nasihat kepada Rasulullah saw. yang dengan nasihat itu
dia tidak bertanya lagi, beliau saw. menjawab:
“Katakanlah aku beriman kepada Allah, lalu bersikaplah istiqomah.” [HR. Muslim].
Asal orang sudah bertekad seperti itu, dia dikatakan telah memiliki sikap jiwa
Islami (nafsiyah islamiyah) sekalipun belum banyak beribadah. Sekalipun dia baru
melaksanakan sholat wajib dan sedikit sholat sunnah. Sekalipun dia baru belajar
sholat tahajjud.Sekalipun dia baru belajar membaca Al Fatihah dan Qulhu.Sikap jiwa
dan istiqomah untuk selalu mengendalikan perilaku dengan ajaran Islamlah yang
membuat seorang memiliki sikap jiwa Islami. Rasulullah saw. bersabda:
Substansi nafsani memiliki tiga daya yaitu: (1) kalbu atau fitrah ilahiyah, akal
atau fitrah insani dan nafsu atau firah hayawaniah. Kepribadian pada dasarnya
merupakan perpaduan antara ketiga daya tersebut, hanya saja biasanya ada salah satu
diantaranya yang mendominasi yang lain.
Dalam hal ini Hasan al Basri berkata : Kebagusan Akhlak ialah manis
mukanya, memberi kelebihan dan mencegah kesakitan. Sedang Al Washili berkata
akhlak yang baik ialah menyenangkan manusia pada waktu suka dan duka.Dan Sahal
al Tsauri berkata akhlak yang baik ialah sekurang-kurangnya menanggung
penderitaan orang lain, tidak membalas kezaliman orang lain, memintakan ampunan
kepada Allah terhadap orang yang berbuat zalim dan belas kasih kepadanya.
Jika dilihat dari definisi definisi tersebut maka menurut pendapat penulis
maka hal-hal seperti tersebut adalah buah dari akhlak karena akhlak itu sendiri adalah
system kerja rohani yang terdapat dalam jiwa manusia.
Hasil kerja kalbu atau kepribadian yang didominasi dengan kalbu akan
menghasilkan kepribadian mutmainah wujudnya kepribadian atas dasar iman, Islam,
dan ikhsan. Sedangkan kepribadian yang didominasi dengan akal akan menghasilkan
kepribadian lawwamah, suatu kepribadian yang berdasarkan sosial moral dan
rasional. Dan kepribadian yang didominasi oleh nafsu menghasilkan kepribadian
amarah, ia bersifat produktif, kreatif dan konsumtif.
Oleh karena itu kepribadian ada yang menarik dan ada yang
tercela.Kepribadian yang menarik ialah kepribadian yang memiliki sifat-sifat positif
seperti rajin, sabar, pemurah dan suka menolong.Sedangkan kepribadian yang tercela
yaitu kepribadian yang negatif seperti pemalas, pemarah, kikir, sombong dan
sebagainya.
Struktur kepribadian Islam merupakan perpaduan harmonis antara kalbu, akal, dan
nafsani
1. Al Qalb atau kalbu merupakan materi organik yang memiliki system kognisi
yang berdaya emosi.Al Gazali menyatakan bahwa kalbu memiliki insting
yang disebut al nur al ilahy dan al bashirah al bathinah (mata batin).Kalbu
dalam arti jasmani adalah jantung (heart) bukan hati (lever).Kalbu dalam
artian rohani ialah menunjukan kepada hati nurani (conscience) dan ruh
(soul). Kalbu ini berfungsi sebagai pemandu, pengontrol dan pengendali
struktur nafs yang lain. Apabila kalbu ini berfungsi normal maka manusia
menjadi baik sesuai dengan fitrah aslinya.Karena kalbu memiliki nature
ilahiyah yang dipancarkan dari Tuhan. Ia tidak saja mampu mengenal fisik
dan lingkungannya tetapi juga mampu mengenal lingkungan spiritual
ketuhanan dan keagamaan Mengenai kalbu ini Rasulullah SAW pernah
bersabda : “Sesungguhnya di dalam tubuh terdapat segumpal daging, apabila
ia baik maka semua tubuh menjadi baik, tetapi apabila ia rusak maka semua
tubuh menjadi rusak pula, ingatlah bahwa ia adalah kalbu” .
Menurut Huzaifah, hati terbagi menjadi empat yaitu hati yang bersih, yaitu
(1) hatinya orang beriman dan mendapat sinar (2) hati yang tertutup yaitu
hatinya orang kafir, hati yang buta dan tidak melihat kebenaran (3) hati yang
terjungkir yaitu hatinya orang munafik yaitu melihat kebenaran tetapi
kemudian mengingkarinya (4) hati yang memiliki dua bekal yakni bekal iman
dan bekal kemunafikan, ia tergantung dari mana yang paling dominan. Orang
yang kalbunya disinari Tuhan maka ia akan memiliki kepribadian yang kuat,
teguh dan tidak mudah putus asa. Dan apabila ia memiliki nafsu muthmainah
ia akan tenang dan optimis karena ia yakin rahmat Tuhan pasti akan
diberikan.
Agar kalbu selalu mandapat sinar Ilahiyah menurut imam Al Gazali maka
harus berilmu dan iradah (kemauan). Dengan ilmu manusia akan mengetahui
segala urusan dunia dan akhirat, dan menurut al Gazali kalbu berfungsi untuk
memperoleh kebahagiaan akhirat. Secara psikologis kalbu memiliki daya
emosi (al infialy) dan kognisi.
2. Akal secara estimologi memiliki arti al imsak (menahan) al-
Ribath (ikatan) al Bajr (menahan) al Naby (melarang)
dan manin (mencegah).
Berdasarkan makna ini maka yang disebut orang berakal adalah orang yang
mampu menahan dan mengikat hawa nafsunya.Jika hawa nafsunya terikat
maka rasionalitinya mampu bereksistensi.Dengan akal seseorang mampu
membedakan yang baik dan yang buruk, yang menguntungkan dan
merugikan.Akal mampu memperoleh pengetahuan dengan daya nalar (al
Nazhr) dan daya argumentatif.
Hal ini memberi pengertian kepada kita bahwa jika orang tersebut sehat
maka secara akal berarti semua makanan asalkan sehat dan halal dan toyyiban
pasti akan terasa enak (lezat). Dengan demikian nafsu untuk selalu
menginginkan hal hal yang enak enak akan dapat dikurangi atau dilawan
dengan kondisi sehat.
Al Gazali juga berpendapat bahwa ilmu yang diperoleh dalam hati akan
memiliki kekuatan untuk melihat dan dapat membedakan aneka bentuk.
Pandangan batin dan pandangan lahir sesungguhnya sama sama memiliki
kebenaran, tetapi berbeda derajatnya. Hati laksana pengendara sedang akal
laksana kendaraan. Buruknya hati atau pengendara akan lebih membahayakn
dari pada buruknya kendaraan itu sendiri. Namun demikian akal tetap
diperlukan untuk menyelesaikan problem-problem kehidupan. Akal yang
sehat akan mempengaruhi tindakan dan emosi seseorang juga kepribadiannya.
Akal terbagi menjadi dua yaitu akal dharuri dan akal muktasabah.dharuri
yaitu akal yang dapat mengetahui secara mudah. Akal muktasabah ialah akal
yang baru mengetahui dengan cara diusahakan, akal muktasabah terbagi dua
yaknu muktasabah duniawi ialah akal yang digunakan untuk menyelesaikan
masalah yang berhubungan dengan keduniawiyan. Akal muktasabah ukhrawi
yakni akal yang digunakan untuk mencapai akhirat.
Secara psikologis orang-orang yang memiliki jiwa yang bersih dan akal
yang sempurna maka ia akan mampu mengaktualisasikan diri dalam hidup
dan kehidupan, yakni melihat realitas secara cermat, tepat apa adanya dan
lebih efisien. Ia dapat menerima keadaan dirinya dan orang lain secara
professional, yakni mengakui segala kelebihan dan keterbatasan masing-
masing, dengan demikian ia akan bisa menerima masukan-masukan dari
orang lain secara alamiah tanpa paksaan.
3. Nafsani
Dalam ilmu jiwa orang yang terganggu mentalnya tidaklah mudah diukur
atau diperiksa dengan alat-alat kesehatan, untuk mengetahuinya biasanya
hanya bisa dilihat gejalanya seperti tindakannya, tingkah laku dan pikirannya,
seperti gelisah, iri hati, sedih yang tidak beralasan, hilangnya rasa
kepercayaan diri, pemarah, keras kepala, merosot kecedasannya, suka
memfitnah, mengganggu orang lain dan sebagainya.
Obat dari berbagai penyakit mental dan yang disebabkan oleh mental adalah
berfungsinya system kerja yang harmonis antara kalbu, akal, dan nafsu.Dan
ini hanya bisa dilakukan melalui latihan-latihan kejiwaan secara terus
menerus.
Dalam ilmu tasawuf jiwa yang bersih dan jiwa kotor termasuk dalam nafsu.
Dan mereka membagi nafsu menjadi 3 bagian :
1. Nafsu amarah, ia senantiasa cenderung maksiat, baik maksiat lahir
maupun maksiat bathin. Orang yang didominasi oleh nafsu amarah maka
wujud kepribadiannya ialah tamak, serakah, keras kepala, angkuh, dan
perbuatan-perbuatan yang tidak terpuji lainnya seperti free sexs, suka
berkelahi dan sebagainya.
2. Nafsu lawamah, ia sudah mendapat nur ilahi dan suka beribadah tetapi
masih sering melakukan maksiat bathin kemudian bersegera beristighfar dan
berusaha memperbaikinya. Orang yang berkepribadian lawamah maka
senantiasa akan mengevaluasi diri (self correction) untuk menjadi lebih baik.
E. Pergulatan Psikologis
Di samping itu, banyak juga ayat Al-Qur’an yang mencela manusia dan
memberikan cap negatif terhadap manusia. Di antaranya adalah manusia amat aniaya
serta mengingkari nikmat (Q.S. Ibrahim [14]: 34) manusia sangat banyak membantah
(Q.S. al-Kahfi [18]: 54), dan manusia bersifat keluh kesah lagi kikir (Q.S. al-Ma’arij
[70]: 19).
Sebenarnya, dua potensi manusia yang saling bertolak belakang ini
diakibatkan oleh perseteruan di antara tiga macam nafsu, yaitu nafsu ammarah bi as-
suu’ (jiwa yang selalu menyuruh kepada keburukan), lihat Surah Yusuf [12] ayat
53; nafsu lawwamah (jiwa yang amat mencela), lihat Surah al-Qiyamah [75] ayat 1-2;
dan nafsu muthma’innah (jiwa yang tenteram), lihat Surah al-Fajr [89] ayat 27-
30. Konsepsi dari ketiga nafsu tersebut merupakan beberapa kondisi yang berbeda
yang menjadi sifat suatu jiwa di tengah-tengah pergulatan psikologis antara aspek
material dan aspek spiritual.
Berikut ini adalah sifat-sifat atau ciri-ciri dari masing-masing tipe kepribadian
berdasarkan apa yang dijelaskan dalam rangkaian ayat tersebut, adapun sesuai dengan
tema pada kali ini, fokus pada ciri atau sifat kepribadian muslim sesuai Al-Qur'an dan
Sunnah, yang merupakan dua pusaka Rasulullah Saw yang harus selalu dirujuk oleh
setiap muslim dalam segala aspek kehidupan. Satu dari sekian aspek kehidupan yang
amat penting adalah pembentukan dan pengembangan pribadi muslim. Pribadi
muslim yang dikehendaki oleh Al- Qur'an dan sunnah adalah pribadi yang shaleh,
pribadi yang sikap, ucapan dan tindakannya terwarnai oleh nilai-nilai yang datang
dari Allah Swt. Ada sepuluh profil atau ciri khas yang harus lekat pada pribadi
muslim, yaitu:
1. Salimul Aqidah Aqidah yang bersih (salimul aqidah) merupakan sesuatu
yang harus ada pada setiap muslim. Dengan aqidah yang bersih, seorang muslim akan
memiliki ikatan yang kuat kepada Allah Swt dan dengan ikatan yang kuat itu dia
tidak akan menyimpang dari jalan dan ketentuan- ketentuan-Nya. Dengan kebersihan
dan kemantapan aqidah, seorang muslim akan menyerahkan segala perbuatannya
kepada Allah sebagaimana firman-Nya yang artinya:
“shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku shalat.” Dari ungkapan ini
maka dapat disimpulkan bahwa dalam melaksanakan setiap peribadatan haruslah
merujuk kepada sunnah Rasul Saw yang berarti tidak boleh ada unsur penambahan
atau pengurangan.
3. Matinul Khuluq Akhlak yang kokoh (matinul khuluq) atau akhlak yang
mulia merupakan sikap dan perilaku yang harus dimiliki oleh setiap muslim, baik
dalam hubungannya kepada Allah maupun dengan makhluk-makhluk-Nya.
“Mu'min yang kuat lebih aku cintai daripada mu'min yang lemah” (HR.
Muslim).
Waktu merupakan sesuatu yang cepat berlalu dan tidak akan pernah kembali
lagi. Oleh karena itu setiap muslim amat dituntut untuk memenej waktunya dengan
baik, sehingga waktu dapat berlalu dengan penggunaan yang efektif, tak ada yang sia-
sia. Maka diantara yang disinggung oleh Nabi Saw adalah:
9. Qodirun 'alal Kasbi Memiliki kemampuan usaha sendiri atau yang juga
disebut dengan mandiri (qodirun alal kasbi) merupakan ciri lain yang harus ada pada
seorang muslim. Ini merupakan sesuatu yang amat diperlukan.Mempertahankan
kebenaran dan berjuang menegakkannya baru bisa dilaksanakan manakala seseorang
memiliki kemandirian, terutama dari segi ekonomi.
Gambaran manusia mukmin dengan segenap ciri yang terdapat dalam Al-
Qur’an ini merupakan gambaran manusia paripurna (insan kamil) dalam kehidupan
ini, dalam batas yang mungkin dicapai oleh manusia. Allah menghendaki kita untuk
dapat berusaha mewujudkannya dalam diri kita, Rasulullah saw telah membina
generasi pertama kaum mukminin atas dasar ciri-ciri tersebut. Beliau berhasil
mengubah kepribadian mereka kaum jahilin secara total serta membentuk mereka
sebagai mukmin sejati yang mampu mengubah wajah sejarah dengan kekuatan
pribadi dan kemuliaan akhlak mereka. Singkatnya, kepribadian orang beriman dapat
menjadi teladan bagi orang lain.
ياايها الذين امنوا ال تخونوا هللا والرسول وتخونوا امنتكم وانتم تعلمون
Kepribadian atau watak, ciri khas atau karakter seseorang yang secara eksis
dan terus menerus dipertahankan, meskipun demikian kepribadian bisa berubah ubah
sesuai dengan faktor yang mempengaruhi.
Struktur kepribadian Muslim meliputi tiga substansi, yaitu jasad atau jasmani,
ruh atau ruhani dan nafsani atau jiwa, jiwa itu sendiri terdiri dari kalbu, akal dan
nafsu.Sedangkan nafsu terdiri dari nafsu amarah, lawamah dan muthmainah.
Semuanya ini merupakan struktur kepribadian Islam, yang jika system kerjanya
bagus semua akan membentuk kepribadian kamil atau manusia paripurna yang
tenang, selalu berbuat kebaikan, tawakal dan terhindar dari sifat sifat tercela.
Dan ciri – ciri kepribadian muslim ada 10: Aqidah yang bersih, Ibadah yang
benar, Akhlak yang kokoh, Kekuatan jasmani, Intelek dalam berpikir, Berjuang
melawan hawa nafsu, Pandai menjaga waktu, Teratur dalam suatu urusan, Memiliki
kemampuan usaha sendiri atau yang juga disebut dengan mandiri dan Bermanfaat
bagi orang lain.
Afifi, AE, Filsafat Mistik Ibnu Arabi, terj Syahrir Mawi dan Nandi Rahman, judul: A
Mystical Philosophy of Muhyidin Ibnu Arabi, Jakarta, Media Pratama, 1995
Al Gazali, Imam, Ihya Ulumuddin, Bab Keajaiban Hati, terj. H. Ismail Yakub,
Jakarta, Faisan, 1984
Al Gazali, Muhammad, Abu Hamid, Ihya Ulumu al Din, Beirut, Dar a Fikr, 1980
Al Kindi, Al Qaul fi an Nafs dalam Risail al Kindi al Falasifat, TP, TT Ali Rajab,
Mansur, Ta’am Mulat Fi Falsafah al Akhlaq, Mesir, Maktabah al Anjalu al
Ibn Kholdum, Abd Rahman, Muqaddimah min Kitab al Ibar wa Diwan al
Mubtada’ wa al Khabar fi Ayyam al Arab wa al Ajam wa al Bar bar, Beirut,
Dar al Fikr, Mishroyah, 1961
Ibn Abd Allah Muhammad Ibn Ismail Ibn al Mughirah Ibn Bardhahal al ya’fi al
Intan, Ciri – Ciri Pribadi Muslim, dalam http://kmmtp.lifeme.net/t45-ciri-ciri-
pribadi-muslim diakses pada: 19 Nov 2018, Pkl. 22.54 wib
Maisyaroh, Siti, Dalam pengertian kepribadian muslim, http://id.shvoong.com/social-
sciences/education/2191444-pengertian-kepribadian-muslim/ dikases pada: 19
Nov 2018. Pkl. 21.13 WIB
Maslaw, Abraham, Motivasi dan Kepribadian, terj Nurul Iman jilid I, Bandung,
Pustaka Binaan Pressindo, 1993 Mujib, Abdul, M.Ag, Pemikiran Pendidikan
Islam, Kajian Filasofik dan Kerangka Dasar Operasionalisasinya, Bandung,
Tri Genda Karya, 1993
Mujib, Abdul, M.Ag dan Yusuf Mudzakir, M.Si, Nuansa Nuansa Psikologi Islam,
Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2001
Najali, Utsman, Muhammad Dr., Jiwa dalam Pandangan Para Filsafat Muslim, terj.
Gari Saloom, S.Psi, Bandung, 2002
Said Basil, Victor, Manhaj al Babs an al Ma’rifah inda al Gazali, Beirut, Dar al
Kutub, TT Sayyid Mujtaba Musafi Hari, Psikologi Islam, Bandung, Pustaka
Hidayah, 1990