Вы находитесь на странице: 1из 3

Kerajaan Linge

06.56 11 comments

Kerajaan ini adalah merupakan Kerajaan tertua dan kerajaan dengan wilayah
kekuasaan terluas di Aceh. Kerajaan Linge di Gayo merupakan salah satu Kerajaan Utama
pendukung berdirinya Kerajaan Aceh Darussalam. Tanpa dukungan Kerajaan Linge maka
sudah dapat dipastikan Kerajaan Aceh Darussalam tidak akan pernah ada dalam sejarah
Aceh. Keberadaan Kerajaan Linge di Gayo sangat erat kaitannya dengan keberadaan
Kerajaan Aceh Darussalam. Bahkan, Raja pertama Kerajaan Aceh Darussalam adalah orang
Gayo asli dan putra kandung Reje Linge yang bernama Merah Johan atau yang dikenal
dengan gelar Sultan Ali Mughayatsyah.
Kerajaan Linge di Gayo adalah satu-satunya Kerajaan yang diberikan kuasa oleh
Sultan Aceh pada masa itu untuk mencetak mata uang sendiri. Kuasa itu tidak pernah
diberikan kepada Kerajaan kecil lainnya di semenanjung Aceh. Wilayah kekuasaan Kerajaan
Linge di Gayo meliputi semua wilayah Aceh saat ini yang terbentang mulai dari Aceh
Tamiang sampai ke Sabang dan kemudian dari Aceh Jaya sampai ke Aceh Singkil ditambah
dengan semua wilayah pegunungan yang ada di semenanjung Aceh yang sekarang meliputi
Bener Meriah, Aceh Tengah, Gayo Lues dan Aceh Tenggara.
Di semula pesisir pantai Aceh baik pantai timur maupun pantai barat, anak-anak dan
keturunan Reje Linge di Gayo menegaskan kekuasaan mereka dengan menjadi Raja di
berbagai wilayah pesisir Aceh seperti Merah Mersa (Pendiri dan Raja Kerajaan Islam Perlak),
Merah Silu (Pendiri dan Raja Kerajaan Pasai), Merah Dua (Raja Kerajaan Samalanga),
Merah Jernang (Pendiri dan Raja Kerajaan Daya di Aceh Jaya), Merah Bacang (Pendiri dan
Raja Kerajaan Nagan Raya), Sibayak Lingga (Pendiri dan Raja di Kerajaan Tanah Karo dan
sekitarnya). Hal itu menjadikan posisi Kerajaan Linge di Gayo sebagai sentral kekuatan dan
ekonomi bagi semua Kerajaan-Kerajaan yang lebih kecil yang berada di pesisir pantai Aceh.
Kerajaan Linge di Gayo Aceh yang demikian kokoh dan berwibawa menjadikan Kerajaan
Linge di Gayo sumber utama pelindung dan pendukung berdirinya Kerajaan Aceh
Darussalam. Banyak ahli sejarah, adat dan bahkan mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka
(GAM) yang mengelu-elukan sejarah Kerajaan Aceh Darussalam dengan sultannya yang
terkenal yaitu Sultan Iskandar Muda tapi melupakan sejarah yang sebenarnya yaitu siapa
yang berada dibalik berdirinya Kerajaan Aceh Darussalam itu?, Apakah Kerajaan Aceh
Darussalam itu berdiri dengan sendirinya atau ada pihak-pihak yang mendirikannya?. Jika
semua pertanyaan-pertanyaan itu dijawab dengan jujur dan hati nurani yang jernih maka
jawabannya akan bermuara pada sejarah Kerajaan Linge di Gayo.

Dalam sejarah Kerajaan Aceh Darussalam tidak pernah didengar adanya peperangan
antar kerajaan satu dengan yang lainnya karena memang semua kerajaan kecil yang ada di
pesisir pantai Aceh merupakan kerajaan-kerajaan yang dipimpin oleh keturunan Reje Linge.
Kalaupun adanya peperangan antar kerajaan yang Islam dan Non-islam. Dan semua kerajaan-
kerajaan kecil yang ada di pesisir pantai Aceh pada saat itu sangat menghormati keberadaan
Kerajaan Linge sebagai Kerajaan terbesar, terkuat dan tertua di Tanah Aceh. Bahkan bendera
Kerajaan Linge merupakan satu-satunya bendera Kerajaan yang pertama kali berdiri dan
berkibar di Aceh mengalahkan semua bendera kelompok lainnya di Aceh. Bahkan bendera
Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan bendera Kerajaan Aceh Darussalam merupakan 2
bendera yang berdiri dan berkibar kemudian di Aceh. Jadi, setiap usaha kelompok tertentu
yang berupaya untuk “mengganti” identitas tanah Aceh dengan suatu “identitas” baru diatas
tanah yang sudah sekian ratus tahun memiliki identitasnya sendiri, maka dapat dipastikan
usaha tersebut merupakan usaha yang sia-sia belaka dan akan berujung pada kegagalan.
Sejarah Aceh sudah membuktikan dan memberikan gambaran nyata, setiap usaha
yang dilakukan oleh orang-perorang atau kelompok tertentu yang berusaha merubah sejarah
dan identitas Aceh ke dalam suatu sejarah dan identitas baru dengan melupakan atau
menafikan sejarah keberadaan Kerajaan Linge di Gayo maka dapat dipastikan usaha
kelompok-kelompok tertentu itu akan menemui kegagalan. Tidak kah kelompok itu yakin dan
percaya bahwa sudah 2 kali mereka mencoba untuk melakukan upaya “perubahan” di Aceh
dengan “meninggalkan”, “melupakan” dan “menafikan” keberadaan Kerajaan Linge di Gayo
dan semua keturunan-keturunannya maka perjuangan mereka menjadi sia-sia dan selalu
berujung pada kegagalan?, tidak kan mereka mau berpikir dan belajar dari kenyataan sejarah
itu?.
Keberadaan sejarah Kerajaan Linge harus diakui oleh pemerintah Aceh sekarang ini
dengan menempatkan keturunan Kerajaan Linge di Gayo sebagai pemegang kunci
“khasanah” Aceh dan sekaligus memberikan payung hukum berupa Qanun Provinsi Aceh
yang bertujuan mengakui dan melindungi keberadaan Kerajaan Linge Gayo sebagai Kerajaan
Tertua di Aceh dan rakyat Gayo merupakan penduduk asli Aceh dan kelompok pertama yang
mendiami daerah Aceh. Dengan adanya Qanun provinsi tersebut maka sejarah akan kembali
pada tempatnya semula sehingga Pemerintah Aceh dapat menyelenggarakan tugas-tugas
pemerintahan sehari-hari dengan dipandu oleh “pemegang kunci khasanah” Aceh tersebut.
Sehingga setiap persoalan yang timbul pada masa pemerintahan yang bersangkutan dapat
diselesaikan dengan keterlibatan semua komponen masyarakat termasuk semua keturunan
Kerajaan Linge Gayo sebagai “orang yang dituakan” dan dihormati dalam struktur sosial
politik Aceh.
Kondisi perpolitikan dan kemelut yang terjadi anta relit politik di Aceh merupakan
salah satu alasan mengapa semua keturunan Kerajaan Linge Gayo untuk “angkat bicara” dan
ambil bagian dalam menenangkan situasi tersebut. Semangat yang harus diusung adalah “Enti
sawah koro jamu ngaru itanoh te”, artinya bahwa semua keturunan Kerajaan Linge Gayo
dimanapun berada harus bersatu-padu menegakkan marwah dan kewibawaan Kerajaan Linge
Gayo sebagai Kerajaan Besar dan Tertua di Aceh.
Usaha untuk mengembalikan kewibawaan bukanlah hal yang mudah, tepi diharapkan
melalui pelaksanaan Konferensi Internasional Pertama tentang Kerajaan Linge Gayo;
Sejarah, Budaya dan Tantangan Pembangunan Kontemporer dengan mengambil tema utama
“Gayo Community Plan 2020; One Identity, One Expectation, One Destination” diharapkan
mampu sedikit memberikan secercah harapan baru bagi kembalinya kejayaan dan
kewibawaan Kerajaan Linge Gayo. Mari hilangkan egoisme pribadi, perbedaan-perbedaa
yang ada diantara semua keturunan Kerajaan Linge Gayo demi tujuan yang lebih besar lagi
yaitu terwujudnya masyarakat yang baldatun toyyibatun warrabun ghaffur di Tanoh Gayo

Вам также может понравиться