Вы находитесь на странице: 1из 37

SKENARIO 1.

NYERI KEPALA

Seorang laki-laki usia 50 tahun datang dengan keluhan sakit kepala sejak 1 hari yang lalu.
Pasien memiliki riwayat hipertensi.

KATA SULIT

 Hipertensi
 Nyeri Kepala

KATA KUNCI

 Laki-laki usia 50 tahun


 Sakit kepala ( sejak 1 hari yang lalu )
 RPD :
 Hipertensi

IDENTIFIKASI MASALAH

 Laki-laki 50 tahun sakit kepala sejak 1 hari yang lalu


 Laki-laki 50 tahun memiliki riwayat hipertensi

ANALISIS MASALAH

HIPOTESIS

Laki-laki tersebut mengalami chepalgia yang disebabkan karena hipertensi.


DATA TAMBAHAN

No ANAMNESIS HASIL
1 Riwayat Penyakit Sekarang Nyeri Kepala
2 Dimana lokasi nyeri yang bapak rasakan ? apakah Kepala bagian belakang,
menyebar atau tidak ? menjalar ke leher, leher
tegang dan kaku
3 Kapan mulai timbul rasa nyeri kepala ? sudah Sejak 1 hari yang lalu
berapa lama ?
4 Bagaimana rasa nyeri yang bapak rasakan ? Sakit kepala cenat cenut
5 Apakah rasa sakitnya ringan atau berat ? seberapa Rasa nyeri timbul ketika
sering nyeri kepala timbul ? apakah mengganggu banyak pikiran dan
aktivitas ? mengganggu aktivitas
6 Adakah factor yang memperberat rasa nyeri ? Ketika banyak pikiran
timbul nyeri
7 Apakah sebelumnya bapak sudah berusaha untuk Saya minum obat dari
memperingan rasa nyeri ? puskesmas, obat membuat
saya sering berkemih tapi
TD tidak menurun, dan
berkurang rasanya bila
saya minum obat pereda
nyeri
8 Apakah ada keluhan lain yang bapak rasakan selain  Badan terasa lemah
nyeri kepala ?  Merokok (+)
 Olahraga (-)
 Alcohol (+)
 Makan tidak teratur
9 Riwayat Penyakit Dahulu Hipertensi 3 tahun yng lalu
10 Riwayat Penyakit Keluarga Ayah meninggal karena
stroke
11 Riwayat Sosial dan Ekonomi Hubungan dengan istri &
tetangga baik
Tanda Vital
Tekanan Darah 180/110
Nadi 100 x/ menit
RR 20 x/ menit
Suhu 37 C

Kepala
Conjungtiva anemis (-/-)
Edem Palpebra (-)
Sclera Ikterik

Leher
JVP 5 + (-2)

Thoraks
Inspeksi Iktus kordis ICS V 1 jari medial LMCS
Palpasi Teraba Iktus kordis ICS V 1 jari medial LMCS
Perkusi Batas jantung normal
Auskultasi Normal

Abdomen
Datar, Bising usus normal, Timpani, Hepar
tidak teraba.

Pemeriksaan Lab
HCT 39 %
Hb 13,9%
GDS 120 mg/dl
Leukosit 6000
Trombosit 250.000
SGOT 22 m/l
SGPT 30 m/l
Kreatinin 1,4 mg/dl
Ureum 40 mg/dl

PERTANYAAN TERJARING

1. Bagaimana Anamnesis pada kasus tersebut ?


2. Bagaimana Pemeriksaan Fisik & Pemeriksaan Penunjang pada pasien kasus tersebut ?
3. Hipertensi
a. `Definisi & Epidemiologi
b. Etiologi
c. Factor Resiko
d. Patofisiologi
e. Gejala Klinis
f. Klasifikasi
g. Penatalaksanaan
h. Komplikasi
i. Prognosis
4. Mengapa orang hipertensi harus mengurangi lemak dan garam ?
5.

PEMBAHASAN

1. Anamnesis
Anamnesis yang baik harus mengacu pada pertanyaan yang sistematis, yaitu dengan
berpedoman pada empat pokok pikiran (The Fundamental Four) dan tujuh butir
mutiara anamnesis (The Sacred Seven).
Yang dimaksud dengan empat pokok pikiran, adalah melakukan anamnesis
dengan cara mencari data :
1. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)

2. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)

3. Riwayat Kesehatan Keluarga

4. Riwayat Sosial dan Ekonomi

Sebelum melakukan anamnesis lebih lanjut, pertama yang harus ditanyakan adalah
identitas pasien, yaitu umur, jenis kelamin, ras, status pernikahan, agama dan pekerjaan.
1. Lokasi (dimana ? menyebar atau tidak ?)

2. Onset / awitan dan kronologis (kapan terjadinya? berapa lama?)

3. Kuantitas keluhan (ringan atau berat, seberapa sering terjadi ?)

4. Kualitas keluhan (rasa seperti apa ?)

5. Faktor-faktor yang memperberat keluhan.

6. Faktor-faktor yang meringankan keluhan.

7. Analisis sistem yang menyertai keluhan utama .[1]


No ANAMNESIS HASIL
1 Riwayat Penyakit Sekarang Nyeri Kepala
2 Dimana lokasi nyeri yang bapak rasakan ? apakah Kepala bagian belakang,
menyebar atau tidak ? menjalar ke leher, leher
tegang dan kaku
3 Kapan mulai timbul rasa nyeri kepala ? sudah Sejak 1 hari yang lalu
berapa lama ?
4 Bagaimana rasa nyeri yang bapak rasakan ? Sakit kepala cenat cenut
5 Apakah rasa sakitnya ringan atau berat ? seberapa Rasa nyeri timbul ketika
sering nyeri kepala timbul ? apakah mengganggu banyak pikiran dan
aktivitas ? mengganggu aktivitas
6 Adakah factor yang memperberat rasa nyeri ? Ketika banyak pikiran
timbul nyeri
7 Apakah sebelumnya bapak sudah berusaha untuk Saya minum obat dari
memperingan rasa nyeri ? puskesmas, obat membuat
saya sering berkemih tapi
TD tidak menurun, dan
berkurang rasanya bila
saya minum obat pereda
nyeri
8 Apakah ada keluhan lain yang bapak rasakan selain  Badan terasa lemah
nyeri kepala ?  Merokok (+)
 Olahraga (-)
 Alcohol (+)
 Makan tidak teratur
9 Riwayat Penyakit Dahulu Hipertensi 3 tahun yng lalu
10 Riwayat Penyakit Keluarga Ayah meninggal karena
stroke
11 Riwayat Sosial dan Ekonomi Hubungan dengan istri &
tetangga baik

2. Pemeriksaan Fisik & Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik termasuk pengukuran tekanan darah yang benar, pemeriksaan


funduskopi, perhitungan BMI (body mass index) yaitu berat badan (kg) dibagi dengan
tinggi badan (meter kuadrat), auskultasi arteri karotis, abdominal, dan bruit arteri
femoralis; palpasi pada kelenjar tiroid; pemeriksaan lengkap jantung dan paru-paru;
pemeriksaan abdomen untuk melihat pembesaran ginjal, massa intra abdominal, dan
pulsasi aorta yang abnormal; palpasi ektremitas bawah untuk melihat adanya edema
dan denyut nadi, serta penilaian neurologis.[2]

b. Pemeriksan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan pada evaluasi pasien hipertensi masih


merupakan perdebatan. Melihat adanya fakta bahwa hipertensi primer ditemukan pada
sekitar 90% kasus hipertensi, tidak disarankan untuk melakukan semua pemeriksaan
dalam usaha mencari etiologi kecuali jika didapatkan tanda yang mengarah kepada
etiologi tertentu. Pemeriksaan ureum, kreatinin, kalium, kalsium, urinalisis, asam urat,
dan glukosadarah perlu dilakukan pada pasien hipertensi. Pemeriksaan khusus seperti
renindalam plasma dan VMA dalam urin dilakukan jika ada indikasi. Pemeriksaan
penunjang ain yang diperlukan adalah elektrokardiografi, pielografi intravena, dan
foto dada.

Kadar ureum dan kreatinin dalam darah dipakai untuk menilai fungsi ginjal. Kadar
kreatinin serum lebih berarti dibandingkan dengan ureum sebagai indicator laju filtrasi
glomerulus (GFR) yang menunjukkan derajat fungsi ginjal. Pemeriksaan yang lebih
tepat adalah pemeriksaan tes klirens kreatinin atau yang lebih popular disebut
creatinine clearance test (CCT).

Pemeriksaan kalium dalam serum dapat memebantu menyingkirkan kemungkinan


aldosteronisme primer pada pasien hipertensi. Hipokalemia pada pasien yang
mendapat pengobatan diuretic perlu diteliti lebh lanjut, apakah hipokalemia tersebut
disebabkan oleh efek samping diuretic atau oleh kausa yang lain.

Hiperparatiroidisme primer ditemukan 5-8 kali lebih banyak pada kelompok


pasien hipertensi. Oleh karena itu, pemeriksaan kadar kalsium menjadi penting.
Pemeriksaan tersebut dilakukan sebelum memberikan diuretik karena salah satu efek
samping diuretik adalah peningkatan kadar kalsium darah.

Oleh karena hipertensi sering dijumpai pada pasien diabetes mellitus, kadar
glukosa darah pasien perlu diperiksa. Yang biasa dilakukan adalah pemeriksaan kadar
glukosa darah 2 jam setelah makan.

Pemeriksaan urinalisis diperlukan karena selain dapat membantu menegakkan


diagnosis penyakit ginjal, juga karena proteinuria ditemukan pada hamper separuh
pasien. Sebaikny pemeriksaan dilakukan pada urin segar.

Pemeriksaan lain seperti profil lemak, biakan urin, dan pemeriksaan darah perifer
diperlukan untuk melengkapi data dalam rangka menegakkan diagnosis hipertensi
primer.
Pemeriksaan elektrokardiogram dan foto dada meemberikan gambaran apakah
hipertensi telah berlangsung lama. Pembesaran ventrikel kiri dan gambaran
kardiomegali dapat dideteksi dengan pemeriksaan tersebut.

Pemeriksaan laboratorium juga diperlukan untuk mengikuti perkembangan


pengobatan hipertensi karena berbagai obat antihipertensi dapat menimbulkan efek
samping.[2]

3. Hipertensi
a. Definisi & Epidemiologi

Menurut American Society of Hypertension (ASH) hipertensi adalah suatu


sindrom atau kumpulan gejala kardiovaskuler yang progresif sebagai akibat dari
kondisi lain yang kompleks dan saling berhubungan, WHO menyatakan hipertensi
merupakan peningkatan tekanan sistolik lebih besar atau sama dengan 160 mmHg dan
atau tekanan diastolic sama atau lebih besar 95 mmHg, (JNC VII) berpendapat
hipertensi adalah peningkatan tekanan darah diatas 140/90 mmHg, sedangkan menurut
Brunner dan Suddarth hipertensi juga diartikan sebagai tekanan darah persisten
dimana tekanan darahnya diatas 140/90 mmHg. Dari uraian tersebut dapat
disimpulkan bahwa hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah sistolik yang
persisten diatas 140 mmHg sebagai akibat dari kondisi lain yang kompleks dan saling
berhubungan.

Hipertensi adalah meningkatnya tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg atau
diastolik lebih dari 100 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu 5 menit
dalam keadaan cukup istirahat.peningkatan tekanand arah dipengaruhi oleh curah
janutng dan tahanan perifer. Retensi sodium, turunnya filtrasi ginjal, meningkatnya
rangsangan saraf simpatis, meningkatnya aktivitas reni-angiotensin-aldosteron,
perubahan membransel, disfungsi endotel merupakan faktor yang terlibat dalam
mekanisme hipertensi.

Sampai saat ini, hipertensi masih merupakan tantangan besar di Indonesia. Betapa
tidak, hipertensi merupakan kondisi yang sering ditemukan pada pelayanan kesehatan
primer kesehatan. Hal itu merupakan masalah kesehatan dengan prevalensi yang
tinggi, yaitu sebesar 25,8%, sesuai dengan data Riskesdas 2013. Di samping itu,
pengontrolan hipertensi belum adekuat meskipun obat-obatan yang efektif banyak
tersedia.

Menurut American HeartAssociation {AHA}, penduduk Amerika yang berusia


diatas 20 tahun menderita hipertensi telah mencapai angka hingga 74,5 juta jiwa,
namun hampir
sekitar 90-95% kasus tidak diketahui penyebabnya. Berdasarkan hasil pengukuran
tekanan darah, prevalensi hipertensi pada penduduk umur 18 tahun ke atas tahun 2007
di Indonesia adalah sebesar 31,7%. Menurut provinsi, prevalensi hipertensi tertinggi di
Kalimantan Selatan (39,6%) dan terendah di Papua Barat (20,1%). Sedangkan jika
dibandingkan dengan tahun 2013 terjadi penurunan sebesar 5,9% (dari 31,7% menjadi
25,8%). Penurunan ini bisa terjadi berbagai macam faktor, seperti alat pengukur tensi
yang berbeda, masyarakat yang sudah mulai sadar akan bahaya penyakit hipertensi.
Prevalensi tertinggi di Provinsi Bangka Belitung (30,9%), dan Papua yang terendah
(16,8)%). Prevalensi hipertensi di Indonesia yang didapat melalui kuesioner
terdiagnosis tenaga kesehatan sebesar 9,4 persen, yang didiagnosis tenaga kesehatan
atau sedang minum obat sebesar 9,5 persen. Jadi, ada 0,1 persen yang minum
obatsendiri.

Selanjutnya gambaran di tahun 2013 dengan menggunakan unit analisis individu


menunjukkan bahwa secara nasional 25,8% penduduk Indonesia menderita penyakit
hipertensi. Jika saat ini penduduk Indonesia sebesar 252.124.458 jiwa maka terdapat
65.048.110 jiwa yang menderita hipertensi. Suatu kondisi yang cukup mengejutkan.
Terdapat 13 provinsi yang persentasenya melebihi angka nasional, dengan tertinggi di
Provinsi Bangka Belitung (30,9%) atau secara absolut sebanyak 30,9% x
1.380.762jiwa = 426.655 jiwa.[3]
b. Etiologi

Hipertensi merupakan penyakit multifaktorial yang munculnya oleh karena


interaksi berbagai faktor. Dengan bertambahnya umur, maka tekanan darah juga akan
meningkat. Setelah umur 45 tahun, dinding arteri akan mengalami penebalan oleh
karena adanya penumpukan zat kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah
akan berangsur-angsur menyempit dan menjadi kaku. Tekanan darah sistolik
meningkat karena kelenturan pembuluh darah besar yang berkurang pada penambahan
umur sampai dekade ketujuh sedangkan tekanan darah diastolik meningkat sampai
dekade kelima dan keenam kemudian menetap atau cenderung menurun. Peningkatan
umur akan menyebabkan beberapa perubahan fisiologis, pada usia lanjut terjadi
peningkatan resistensi perifer dan aktivitas simpatik. Pengaturan tekanan darah yaitu
reflex baroreseptor pada usia lanjut sensitivitasnya sudah berkurang, sedangkan peran
ginjal juga sudah berkurang dimana aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus
menurun. Penurunan elastisitas pembuluh darah menyebabkan peningkatan resistensi
vaskuler perifer sebagai hasil temuan akhir tekanan darah meningkat karena
merupakan hasil temuan kali curah Jantung (HR x Volume sekuncup) x Tahanan
perifer.

Hipertensi yang tidak terkontrol akan menimbulkan berbagai komplikasi, bila


mengenai jantung kemungkinan dapat terjadi infark miokard, jantung koroner, gagal
jantung kongestif, bila mengenai otak terjadi stroke, ensevalopati hipertensif, dan bila
mengenai ginjal terjadi gagal ginjal kronis, sedangkan bila mengenai mata akan terjadi
retinopati hipertensif. Dari berbagai komplikasi yang mungkin timbul merupakan
penyakit yang sangat serius dan berdampak terhadap psikologis penderita karena
kualitas hidupnya rendah terutama pada kasus stroke, gagal ginjal, dan gagal
jantung.[4]

c. Faktor Resiko
Pada umumnya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik. Hipertensi
terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau peningkatan tekanan perifer.
Namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi antara lain :

1. Genetik: adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga
itu mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan dengan
peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara potasium
terhadap sodium Individu dengan orang tua dengan hipertensi mempunyai risiko
dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi dari pada orang yang tidak
mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi. 8 Selain itu didapatkan 70-80%
kasus hipertensi esensial dengan riwayat hipertensi dalam keluarga.
2. Obesitas: berat badan merupakan faktor determinan pada tekanan darah pada
kebanyakan kelompok etnik di semua umur. Menurut National Institutes for
Health USA (NIH,1998), prevalensi tekanan darah tinggi pada orang dengan
Indeks Massa Tubuh (IMT) >30 (obesitas) adalah 38% untuk pria dan 32% untuk
wanita, dibandingkan dengan prevalensi 18% untuk pria dan 17% untuk wanita
bagi yang memiliki IMT <25 (status gizi normal menurut standar internasional).
Menurut Hall (1994) perubahan fisiologis dapat menjelaskan hubungan antara
kelebihan berat badan dengan tekanan darah, yaitu terjadinya resistensi insulin dan
hiperinsulinemia, aktivasi saraf simpatis dan sistem reninangiotensin, dan
perubahan fisik pada ginjal.
3. Jenis kelamin: prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita.
Namun wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause salah
satunya adalah penyakit jantung koroner.10 Wanita yang belum mengalami
menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan
kadar
High Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan
faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Efek
perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas wanita pada
usia premenopause. Pada premenopause wanita mulai kehilangan sedikit demi
sedikit hormon estrogen yang selama ini melindungi pembuluh darah dari
kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana hormon estrogen tersebut berubah
kuantitasnya sesuai dengan umur wanita secara alami, yang umumnya mulai
terjadi pada wanita umur 45-55 tahun.
4. Stres: stres dapat meningkatkan tekanah darah sewaktu. Hormon adrenalin akan
meningkat sewaktu kita stres, dan itu bisa mengakibatkan jantung memompa
darah lebih cepat sehingga tekanan darah pun meningkat.
5. Kurang olahraga: olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan penyakit
tidak menular, karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan
perifer yang akan menurunkan tekanan darah (untuk hipertensi) dan melatih otot
jantung sehingga menjadi terbiasa apabila jantung harus melakukan pekerjaan
yang lebih berat karena adanya kondisi tertentu. Kurangnya aktivitas fisik
menaikan risiko tekanan darah tinggi karena bertambahnya risiko untuk menjadi
gemuk. Orang-orang yang tidak aktif cenderung mempunyai detak jantung lebih
cepat dan otot jantung mereka harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi,
semakin keras dan sering jantung harus memompa semakin besar pula kekuaan
yang mendesak arteri.
6. Pola asupan garam dalam diet: badan kesehatan dunia yaitu World Health
Organization (WHO) merekomendasikan pola konsumsi garam yang dapat
mengurangi risiko terjadinya hipertensi. Kadar sodium yang direkomendasikan
adalah tidak lebih dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram sodium atau 6 gram garam)
perhari. Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di
dalam cairan ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya cairan intraseluler
ditarik ke luar, sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya
volume cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah,
sehingga berdampak kepada timbulnya hipertensi.
7. Kebiasaan Merokok: merokok menyebabkan peninggian tekanan darah. Perokok
berat dapat dihubungkan dengan peningkatan insiden hipertensi maligna dan
risiko terjadinya stenosis arteri renal yang mengalami ateriosklerosis. Dalam
penelitian kohort prospektif oleh dr. Thomas S Bowman dari Brigmans and
Women’s Hospital, Massachussetts terhadap 28.236 subyek yang awalnya tidak
ada riwayat hipertensi, 51% subyek tidak merokok, 36% merupakan perokok
pemula, 5% subyek merokok 1-14 batang rokok perhari dan 8% subyek yang
merokok lebih dari 15 batang perhari. Subyek terus diteliti dan dalam median
waktu 9,8 tahun. Kesimpulan dalam penelitian ini yaitu kejadian hipertensi
terbanyak pada kelompok subyek dengan kebiasaan merokok lebih dari 15 batang
perhari.[5]

d. Patofisiologi

Tekanan arteri sistemik adalah hasil dari perkalian cardiac output (curah jantung)
dengan total tahanan perifer. Cardiac output (Curah jantung) diperoleh dari perkalian
antara stroke volume dengan heart rate (denyut jantung). Pengaturan tahanan perifer
dipertahankan oleh sistem saraf otonom dan sirkulasi hormon.

Empat sistem kontrol yang berperan dalam mempertahankan tekanan darah antara
lain sistem baro reseptor arteri, pengaturan volume cairan tubuh, sistem renin
angiotensin dan autoregulasi vaskuler.

Baroreseptor arteri terutama ditemukan di sinus carotid, tapi juga dalam aorta dan
dinding ventrikel kiri. Baroreseptor ini memonitor derajat tekanan arteri. Sistem
baroreseptor meniadakan peningkatan tekanan arteri melelui mekanisme perlambatan
jantung oleh respon vagal (stimulasi parasimpatis) dan vasodilatasi dengan penurunan
tonus otot simpatis. Oleh karena itu, refleks kontrol sirkulasi meningkatkan arteri
sistemik bila tekanan baroreseptor turun dan menurunkan tekanan arteri sistemik bila
tekanan baroreseptor meningkat. Alasan pasti mengapa kontrol ini gagal pada
hipertensi belum diketahui. Hal ini ditujukan untuk menaikkan re-setting sensitivitas
baroreseptor sehingga tekanan meningkat secara tidak adekuat, sekalipun penurunan
tekanan tidak ada.

Perubahan volume cairan memengaruhi tekanan arteri sistemik. Bila tubuh


mengalami kelebihan garam dan air, tekanan darah meningkat melalui mekanisme
fisiologi kompleks yang mengubah aliran balik vena ke jantung dan mengakibatkan
peningkatan curah jantung. Bila gunjal berfungsi secara adekuat, peningkatan tekanan
arteri mengakibatkan diuresis dan penurunan tekanan darah. kondisi patologis yang
mengubah ambang tekanan pada ginjal dalam mengekskresikan garam dan air akan
meningkatkan tekanan arteri sistemik.

Renin dan angiotensin memegang peranan dalam pengaturan tekanan darah.


Ginjal memproduksi renin yaitu suatu enzim yang bertindak sebagai substrat protein
plasma untuk memisahkan angiotensin I, yang kemudian diubah oleh converting
enzym dalam paru menjadi bentuk angiotensin II kemudian menjadi angiotensin III.
Angiotensin II dan III mempunyai aksi vasokonstriktor yang kuat pada pembuluh
darah dan merupakan makanisme kontrol terhadap pelepasan aldosteron. Aldosteron
sangat bermakna dalam hipertensi terutama pada aldosteronisme primer. Melalui
peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis, angiotensin II dan III juga mempunyai
efek inhibiting atau penghambatan ekskresi garam (Natrium) dengan akibat
peningkatan tekanan darah.

Sekresi renin tidak tepat diduga sebagai penyebab meningkatnya tahanan periver
vaskular pada hipertensi esensial. Pada tekanan darah tinggi, kadar renin harus tinggi
diturunkan karena peningkatan tekanan arteriolar renal mungkin menghambat sekresi
renin. Namun demikian, sebagian orang dengan hipertensi esensial mempunyai kadar
renin normal.

Peningkatan tekanan darah terus-menerus pada klien hipertensi esensial akan


mengakibatkan kerusakan pembuluh darah pada organ-organ vital. Hipertensi esensial
mengakibatkan hyperplasia medial (penebalan) arteriole-arteriole. Karena pembuluh
darah menebal, maka perfusi jaringan menurun dan mengakibatkan kerusakan organ
tubuh. Hal ini menyebabkan infark miokard, stroke, gagal jantung, dan gagal ginjal.

Auteregulasi vaskular merupakan mekanisme lain lain yang terlibat dalam


hipertensi. Auteregulasi vaskular adalah suatu proses yang mempertahankan perfusi
jaringan dalam tubuh relatif konstan. Jika aliran berubah, proses-proses autoregulasi
akan menurunkan tahanan vaskular dan mengakibatkan pengurangan aliran,
sebaliknya akan meningkatkan tahanan vaskular sebagai akibat dari peningkatan
aliran. Auteregulasi vaskular nampak menjadi mekanisme penting dalam
menimbulkan hipertensi berkaitan dengan overload garam dan air.

Hipertensi maligna adalah tipe hipertensi berat yang berkembang secara


progresif. Seseorang dengan hipertensi maligna biasanya memiliki sebagai gejala-
gejala morning headaches, penglihatan kabur, dan sesak napas dan dispnea, dan/ atau
gejala uremia. Tekanan darah diastolik >115 mmHg, dengan rentang tekanan diastolik
antara 130-170 mmHg. Hipertensi maligna meningkatkan risiko gagal ginjal, gagal
jantung kiri, dan stroke.[6]

e. Gejala Klinis

Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah yang
tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti perdarahan, eksudat
(kumpulan cairan), penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat, edema pupil
(edema pada diskus optikus).

Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakan gejala sampai


bertahun-tahun. Gejala bila ada menunjukan adanya kerusakan vaskuler, dengan
manifestasi yang khas sesuai sistem organ yang divaskularisasi oleh pembuluh darah
bersangkutan. Perubahan patologis pada ginjal dapat bermanifestasi sebagai nokturia
(peningkatan urinasi pada malam hari) dan azetoma [peningkatan nitrogen urea darah
(BUN) dan kreatinin]. Keterlibatan pembuluh darah otak dapat menimbulkan stroke
atau serangan iskemik transien yang bermanifestasi sebagai paralisis sementara pada
satu sisi (hemiplegia) atau gangguan tajam penglihatan (Wijayakusuma,2000 ).

Crowin (2000: 359) menyebutkan bahwa sebagian besar gejala klinis timbul
setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun berupa :Nyeri kepala saat terjaga,
kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat peningkatan tekanan darah
intrakranial,Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi,Ayunan
langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat,Nokturia karena
peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus,Edema dependen dan
pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler.

Gejala lain yang umumnya terjadi pada penderita hipertensi yaitu pusing, muka
merah, sakit kepala, keluaran darah dari hidung secara tiba-tiba, tengkuk terasa pegal
dan lain-lain (Wiryowidagdo,2002).

Menurut Elizabeth J. Corwin, sebagian besar tanpa disertai gejala yang mencolok
dan manifestasi klinis timbul setelah mengetahui hipertensi bertahun-tahun berupa:
a. Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat
tekanan darah intrakranium.
b. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina karena hipertensi.
c. Ayunan langkah tidak mantap karena kerusakan susunan syaraf.
d. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus.
e. Edema dependen akibat peningkatan tekanan kapiler. .[]

Peninggian tekanan darah kadang merupakan satu-satunya gejala, terjadi


komplikasi pada ginjal, mata, otak, atau jantung. Gejala lain adalah sakit kepala,
epistaksis, marah, telinga berdengung, rasa berat ditengkuk, sukar tidur, mata
berkunang-kunang dan pusing (Arif Mansjoer, 2001). .[7]

f. Klasifikasi

Tabel 1. Klasifikasi Hipertensi menurut WHO .[8]

Kategori Sistol (mmHg) Diastol


(mmHg)
Optimal < 120 < 80
Normal < 130 < 85
Tingkat 1 (hipertensi ringan) 140-159 90-99
Sub grup : perbatasan 140-149 90-94
Tingkat 2 (hipertensi sedang) 160-179 100-109
Tingkat 3 (hipertensi berat) ≥ 180 ≥ 110
Hipertensi sistol terisolasi ≥ 140 < 90
Sub grup : perbatasan 140-149 < 90

Tabel 2. Klasifikasi Hipertensi menurut JNC7 .[8]

Kategori Sistol (mmHg) Dan/atau Diastole


(mmHg)
Normal <120 Dan <80
Pre hipertensi 120-139 Atau 80-89
Hipertensi tahap 1 140-159 Atau 90-99
Hipertensi tahap 2 ≥ 160 Atau ≥ 100

Tabel 3. Klasifikasi Hipertensi Hasil Konsensus Perhimpunan Hipertensi


Indonesia.[8]
Kategori Sistol (mmHg) Dan/atau Diastole
(mmHg)
Normal <120 Dan <80
Pre hipertensi 120-139 Atau 80-89
Hipertensi tahap 1 140-159 Atau 90-99
Hipertensi tahap 2 ≥ 160 Atau ≥ 100
Hipertensi sistol ≥ 140 Dan < 90
terisolasi

g. Penatalaksanaan

Nonfarmakologi

Menjalani pola hidup sehat telah banyak terbukti dapat menurunkan tekanan
darah, dan secara umum sangat menguntungkan dalam menurunkan risiko
permasalahan kardiovaskular. Pada pasien yang menderita hipertensi derajat 1, tanpa
faktor risiko kardiovaskular lain, maka strategi pola hidup sehat merupakan
tatalaksana tahap awal, yang harus dijalani setidaknya selama 4 – 6 bulan. Bila setelah
jangka waktu tersebut, tidak didapatkan penurunan tekanan darah yang diharapkan
atau didapatkan faktor risiko kardiovaskular yang lain, maka sangat dianjurkan untuk
memulai terapi farmakologi

Beberapa pola hidup sehat yang dianjurkan oleh banyak guidelines adalah :

 Penurunan berat badan. Mengganti makanan tidak sehat dengan memperbanyak


asupan sayuran dan buah-buahan dapat memberikan manfaat yang lebih selain
penurunan tekanan darah,seperti menghindari diabetes dan dislipidemia.
 Mengurangi asupan garam. Di negara kita, makanan tinggi garam dan lemak
merupakan makanan tradisional pada kebanyakan daerah. Tidak jarang pula
pasien tidak menyadari kandungan garam pada makanan cepat saji, makanan
kaleng, daging olahan dan sebagainya. Tidak jarang, diet rendah garam ini juga
bermanfaat untuk mengurangi dosis obat antihipertensi pada pasien hipertensi
derajat ≥ 2. Dianjurkan untuk asupan garam tidak melebihi 2 gr/ hari
 Olah raga. Olah raga yang dilakukan secara teratur sebanyak 30–60 menit/ hari,
minimal 3 hari/ minggu, dapat menolong penurunan tekanan darah. Terhadap
pasien yang tidak memiliki waktu untuk berolahraga secara khusus, sebaiknya
harus tetap dianjurkan untuk berjalan kaki, mengendarai sepeda atau menaiki
tangga dalam aktifitas rutin mereka di tempat kerjanya.
 Mengurangi konsumsi alcohol. Walaupun konsumsi alcohol belum menjadi pola
hidup yang umum di negara kita, namun konsumsi alcohol semakin hari semakin
meningkat seiring dengan perkembangan pergaulan dan gaya hidup, terutama di
kota besar. Konsumsi alcohol lebih dari 2 gelas per hari pada pria atau 1 gelas per
hari pada wanita, dapat meningkatkan tekanan darah. Dengan demikian membatasi
atau menghentikan konsumsi alcohol sangat membantu dalam penurunan tekanan
darah.
Berhenti merokok. Walaupun hal ini sampai saat ini belum terbukti berefek
langsung dapat menurunkan tekanan darah, tetapi merokok merupakan salah satu
faktor risiko utama penyakit kardiovaskular, dan pasien sebaiknya dianjurkan untuk
berhenti merokok .[9]

Terapi farmakologi

Secara umum, terapi farmakologi pada hipertensi dimulai bila pada pasien
hipertensi derajat 1 yang tidak mengalami penurunan tekanan darah setelah > 6 bulan
menjalani pola hidup sehat dan pada pasien dengan hipertensi derajat ≥ 2. Beberapa
prinsip dasar terapi farmakologi yang perlu diperhatikan untuk menjaga kepatuhan dan
meminimalisasi efek samping, yaitu :

 Bila memungkinkan, berikan obat dosis tunggal


 Berikan obat generic (non-paten) bila sesuai dan dapat mengurangi biaya
 Berikan obat pada pasien usia lanjut ( diatas usia 80 tahun ) seperti pada usia 55 –
80 tahun, dengan memperhatikan factor komorbid
 Jangan mengkombinasikan angiotensin converting enzyme inhibitor (ACE-i)
dengan angiotensin II receptor blockers (ARBs)
 Berikan edukasi yang menyeluruh kepada pasien mengenai terapi farmakologi
 Lakukan pemantauan efek samping obat secara teratur.[9]

Gambar 1. Algoritme tatalaksana hipertensi yang direkomendasikan berbagai


guidelines memiliki persamaan prinsip dan dibawah ini adalah algoritme
tatalaksana hipertensi secara umum, .[9]
Alogaritma tatalaksana Hipertensi (JNC 8)
Tabel 4. Obat Hipertensi Beserta Dosis
h. Komplikasi

Hipertensi yang terjadi dalam kurun waktu yang lama akan berbahaya sehingga
menimbulkan komplikasi. Komplikasi tersebut dapat menyerang berbagai target organ
tubuh yaitu otak, mata, jantung, pembuluh darah arteri, serta ginjal. Sebagai dampak
terjadinya komplikasi hipertensi, kualitas hidup penderita menjadi rendah dan
kemungkinan terburuknya adalah terjadinya kematian pada penderita akibat
komplikasi hipertensi yang dimilikinya.[10]

Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara langsung


maupun tidak langsung. Beberapa penelitian menemukan bahwa penyebab kerusakan
organ-organ tersebut dapat melalui akibat langsung dari kenaikan tekanan darah pada
organ, atau karena efek tidak langsung, antara lain adanya autoantibodi terhadap
reseptor angiotensin II, stress oksidatif, down regulation, dan lain-lain. Penelitian lain
juga membuktikan bahwa diet tinggi garam dan sensitivitas terhadap garam berperan
besar dalam timbulnya kerusakan organ target, misalnya kerusakan pembuluh darah
akibat meningkatnya ekspresi transforming growth factor-β (TGF-β).

Umumnya, hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara


langsung maupun tidak langsung. Kerusakan organ-organ yang umum ditemui pada
pasien hipertensi adalah:

1) Jantung

- hipertrofi ventrikel kiri


- angina atau infark miokardium

- gagal jantung

2) Otak

- stroke atau transient ishemic attack

3) Penyakit ginjal kronis

4) Penyakit arteri perifer

5) Retinopati .[11]

i. Prognosis

Prognosis untuk hipertensi bergantung pada kebiasaan pasien dan ketelatenan


pasien dalam mengantisipasi hipertensi sendiri.[12]
4. Interpretasi Hasil Data Tambahan

Pemeriksaan Lab
HCT 39 % Normal
Hb 13,9% Normal
GDS 120 mg/dl
Leukosit 6000
Trombosit 250.000
SGOT 22 m/l
SGPT 30 m/l
Kreatinin 1,4 mg/dl
Ureum 40 mg/dl

a) Hematokrit (Hct)
Nilai normal: Pria : 40% - 50 % SI unit : 0,4 - 0,5

Wanita : 35% - 45% SI unit : 0.35 - 0,45

Deskripsi:

Hematokrit menunjukan persentase sel darah merah tehadap volume darah total.

Implikasi klinik:

• Penurunan nilai Hct merupakan indikator anemia (karena berbagai sebab),


reaksi hemolitik, leukemia, sirosis, kehilangan banyak darah dan hipertiroid.
Penurunan Hct sebesar 30% menunjukkan pasien mengalami anemia sedang hingga
parah.

• Peningkatan nilai Hct dapat terjadi pada eritrositosis, dehidrasi, kerusakan paru-paru
kronik, polisitemia dan syok.

• Nilai Hct biasanya sebanding dengan jumlah sel darah merah pada ukuran eritrosit
normal, kecuali pada kasus anemia makrositik atau mikrositik.

• Pada pasien anemia karena kekurangan besi (ukuran sel darah merah lebih kecil),
nilai Hct akan terukur lebih rendah karena sel mikrositik terkumpul pada volume
yang lebih kecil, walaupun jumlah sel darah merah terlihat normal.

• Nilai normal Hct adalah sekitar 3 kali nilai hemoglobin.

• Satu unit darah akan meningkatkan Hct 2% - 4%.

Faktor pengganggu

• Individu yang tinggal pada dataran tinggi memiliki nilai Hct yang tinggi
demikian juga Hb dan sel darah merahnya.

• Normalnya, Hct akan sedikit menurun pada hidremia fisiologis pada kehamilan

b) Hb

Nilai normal : Pria : 13 - 18 g/dL SI unit : 8,1 - 11,2 mmol/L


Wanita: 12 - 16 g/dL SI unit : 7,4 – 9,9 mmol/L

Deskripsi:

Hemoglobin adalah komponen yang berfungsi sebagai alat transportasi oksigen (O2)
dan karbon dioksida (CO2). Hb tersusun dari globin (empat rantai protein yang terdiri
dari dua unit alfa dan dua unit beta) dan heme (mengandung atom besi dan porphyrin:
suatu pigmen merah). Pigmen besi hemoglobin bergabung dengan oksigen.
Hemoglobin yang mengangkut oksigen darah (dalam arteri) berwarna merah terang
sedangkan hemoglobin yang kehilangan oksigen (dalam vena) berwarna merah tua.
Satu gram hemoglobin mengangkut 1,34 mL oksigen. Kapasitas angkut ini
berhubungan dengan kadar Hb bukan jumlah sel darah merah.

Penurunan protein Hb normal tipe A1, A2, F (fetal) dan S berhubungan dengan anemia
sel sabit. Hb juga berfungsi sebagai dapar melalui perpindahan klorida kedalam dan
keluar sel darah merah berdasarkan kadar O2 dalam plasma (untuk tiap klorida yang
masuk kedalam sel darah merah, dikeluarkan satu anion HCO3).

Penetapan anemia didasarkan pada nilai hemoglobin yang berbeda secara individual
karena berbagai adaptasi tubuh (misalnya ketinggian, penyakit paru-paru,
olahraga). Secara umum, jumlah hemoglobin kurang dari 12 gm/dL menunjukkan
anemia. Pada penentuan status anemia, jumlah total hemoglobin lebih penting daripada
jumlah eritrosit.

Implikasi klinik :

• Penurunan nilai Hb dapat terjadi pada anemia (terutama anemia karena


kekurangan zat besi), sirosis, hipertiroidisme, perdarahan, peningkatan asupan
cairan dan kehamilan.

• Peningkatan nilai Hb dapat terjadi pada hemokonsentrasi (polisitemia, luka


bakar), penyakit paru-paru kronik, gagal jantung kongestif dan pada orang yang
hidup di daerah dataran tinggi.

• Konsentrasi Hb berfluktuasi pada pasien yang mengalami perdarahan dan luka


bakar.

• Konsentrasi Hb dapat digunakan untuk menilai tingkat keparahan anemia, respons


terhadap terapi anemia, atau perkembangan penyakit yang berhubungan dengan
anemia.

Faktor pengganggu

• Orang yang tinggal di dataran tinggi mengalami peningkatan nilai Hb


demikian juga Hct dan sel darah merah.

• Asupan cairan yang berlebihan menyebabkan penurunan Hb

• Umumnya nilai Hb pada bayi lebih tinggi (sebelum eritropoesis mulai aktif)

• Nilai Hb umumnya menurun pada kehamilan sebagai akibat peningkatan


volume plasma

• Ada banyak obat yang dapat menyebabkan penurunan Hb. Obat yang dapat
meningkatkan Hb termasuk gentamisin dan metildopa

• Olahraga ekstrim menyebabkan peningkatan Hb

Hal yang harus diwaspadai


1. Implikasi klinik akibat kombinasi dari penurunan Hb, Hct dan sel darah
merah. Kondisi gangguan produksi eritrosit dapat menyebabkan penurunan nilai
ketiganya.

2. Nilai Hb <5,0g/dL adalah kondisi yang dapat memicu gagal jantung dan
kematian. Nilai >20g/dL memicu kapiler clogging sebagai akibat
hemokonsenstrasi

Tatalaksana

Manajemen anemia bertujuan untuk mengatasi penyebab rendahnya nilai


hemoglobin. Dalam situasi terjadi penurunan darah yang akut, transfusi
merupakan terapi pilihan. Dalam situasi terjadi kekurangan atau penurunan nutrisi
maka diperlukan penggantian besi, vitamin B12 atau asam folat. Pada penurunan
fungsi ginjal dan penggunaan sitostatika, anemia biasanya terjadi karena menurunnya
produksi eritropoetin sehingga terapi yang tepat adalah pemberian eritropoetin, namun
apabila ada kendala biaya yang mahal, dapat diganti dengan tranfusi darah. Jika
anemia terjadi akibat menurunnya produksi eritropoetin maka terapi penggantian
eritropoetin dapat mengurangi kebutuhan tranfusi.

c) Leukosit

Nilai normal : 3200 – 10.000/mm3 SI : 3,2 – 10,0 x 109/L

Deskripsi:

Fungsi utama leukosit adalah melawan infeksi, melindungi tubuh dengan memfagosit
organisme asing dan memproduksi atau mengangkut/ mendistribusikan antibodi. Ada
dua tipe utama sel darah putih:

• Granulosit: neutrofil, eosinofil dan basofil

• Agranulosit: limfosit dan monosit

Leukosit terbentuk di sumsum tulang (myelogenous), disimpan dalam jaringan


limfatikus (limfa, timus, dan tonsil) dan diangkut oleh darah ke organ dan jaringan.
Umur leukosit adalah 13-20 hari. Vitamin, asam folat dan asam amino dibutuhkan
dalam pembentukan leukosit. Sistem endokrin mengatur produksi, penyimpanan dan
pelepasan leukosit.

Perkembangan granulosit dimulai dengan myeloblast (sel yang belum dewasa di


sumsum tulang), kemudian berkembang menjadi promyelosit, myelosit (ditemukan di
sumsum tulang), metamyelosit dan bands (neutrofil pada

tahap awal kedewasaan), dan akhirnya, neutrofil. Perkembangan limfosit dimulai


dengan limfoblast (belum dewasa) kemudian berkembang menjadi prolimfoblast dan
akhirnya menjadi limfosit (sel dewasa). Perkembangan monosit dimulai dengan
monoblast (belum dewasa) kemudian tumbuh menjadi promonosit dan selanjutnya
menjadi monosit (sel dewasa).

Implikasi klinik:

• Nilai krisis leukositosis: 30.000/mm3. Lekositosis hingga 50.000/mm3


mengindikasikan gangguan di luar sumsum tulang (bone marrow). Nilai leukosit
yang sangat tinggi (di atas 20.000/mm3) dapat disebabkan oleh leukemia.
Penderita kanker post-operasi (setelah menjalani operasi) menunjukkan pula
peningkatan leukosit walaupun tidak dapat dikatakan infeksi.

• Biasanya terjadi akibat peningkatan 1 tipe saja (neutrofil). Bila tidak


ditemukan anemia dapat digunakan untuk membedakan antara infeksi dengan
leukemia

• Waspada terhadap kemungkinan leukositosis akibat pemberian obat.

• Perdarahan, trauma, obat (mis: merkuri, epinefrin, kortikosteroid), nekrosis, toksin,


leukemia dan keganasan adalah penyebab lain leukositosis.

• Makanan, olahraga, emosi, menstruasi, stres, mandi air dingin dapat


meningkatkan jumlah sel darah putih

• Leukopenia, adalah penurunan jumlah leukosit <4000/mm3. Penyebab


leukopenia antara lain:

1. Infeksi virus, hiperplenism, leukemia.

2. obat (antimetabolit, antibiotik, antikonvulsan, kemoterapi)

3. Anemia aplastik/pernisiosa
4. Multipel mieloma

• Prosedur pewarnaan: Reaksi netral untuk netrofil; Pewarnaan asam untuk


eosinofil; Pewarnaan basa untuk basofil

• Konsentrasi leukosit mengikuti ritme harian, pada pagi hari jumlahnya


sedikit, jumlah tertinggi adalah pada sore hari

• Umur, konsentrasi leukosit normal pada bayi adalah (6 bulan-1 tahun)

10.000-20.000/mm3 dan terus meningkat sampai umur 21 tahun

• Manajemen neutropenia disesuaikan dengan penyebab rendahnya nilai leukosit.

d) Trombosit

Nilai normal : 170 – 380. 103/mm3 SI : 170 – 380. 109/L

Deskripsi

Trombosit adalah elemen terkecil dalam pembuluh darah. Trombosit diaktivasi setelah
kontak dengan permukaan dinding endotelia. Trombosit terbentuk dalam sumsum
tulang. Masa hidup trombosit sekitar 7,5 hari. Sebesar 2/3 dari seluruh trombosit
terdapat disirkulasi dan 1/3 nya terdapat di limfa.

Implikasi klinik:

• Trombositosis berhubungan dengan kanker, splenektomi, polisitemia vera, trauma,


sirosis, myelogeneus, stres dan arthritis reumatoid.

• Trombositopenia berhubungan dengan idiopatik trombositopenia purpura (ITP),


anemia hemolitik, aplastik, dan pernisiosa. Leukimia, multiple myeloma dan
multipledysplasia syndrome.

• Obat seperti heparin, kinin, antineoplastik, penisilin, asam valproat dapat


menyebabkan trombositopenia
• Penurunan trombosit di bawah 20.000 berkaitan dengan perdarahan spontan
dalam jangka waktu yang lama, peningkatan waktu perdarahan petekia/ekimosis.

• Asam valproat menurunkan jumlah platelet tergantung dosis.

• Aspirin dan AINS lebih mempengaruhi fungsi platelet daripada jumlah


platelet.

Faktor pengganggu

• Jumlah platelet umumnya meningkat pada dataran tinggi; setelah olahraga, trauma
atau dalam kondisi senang, dan dalam musim dingin

• Nilai platelet umunya menurun sebelum menstruasi dan selama kehamilan

• Clumping platelet dapat menurunkan nilai platelet

• Kontrasepsi oral menyebabkan sedikit peningkatan

Hal yang harus diwaspadai

1. Pada 50% pasien yang mengalami peningkatan platelet ditemukan


keganasan

2. Pada pasien yang mengalami peningkatan jumlah platelet yang ekstrim (>1000
x 103/mm3) akibat gangguan myeloproliferatif, lakukan penilaian penyebab
abnormalnya fungsi platelet.

3. Nilai kritis: penurunan platelet hingga < 20 x 103/mm3 terkait dengan


kecenderungan pendarahan spontan, perpanjangan waktu perdarahan, peteki dan
ekimosis

4. Jumlah platelet > 50 x 103/mm3 tidak secara umum terkait dengan


perdarahan spontan

Perawatan pasien

• Interpretasi hasil pemeriksaan dan lakukan monitor yang sesuai. Amati tanda
dan gejala perdarahan saluran cerna, hemolisis, hematuria, petekie,
perdarahan vagina, epistases dan perdarahan gusi. Ketika nampak hemorrhage,
lakukan tindakan emergensi untuk mengendalikan perdarahan dan hubungi
dokter

• Transfusi patelet dilakukan jika jumlah platelet <20 x 103/mm3 atau terjadi
perdarahan lesi tertentu. Satu unit konsentrasi platelet meningkatkan jumlah 15 x
103/mm3

Tata Laksana Trombositopenia

Pada kondisi rendahnya platelet yang kritis, transfusi platelet dapat dilakukan untuk
memberikan peningkatan sementara. Transfusi platelet biasanya memiliki waktu
paruh yang lebih pendek dan kecuali jika kondisi penyebab sudah diatasi, maka sering
diperlukan transfusi ulang.

Dalam kondisi nilai platelet yang rendah secara signifikan (kurang dari 50 x
109/L) penting memastikan tidak ada obat yang mempengaruhi fungsi platelet yang
ada. Termasuk semua obat antiplatelet dan obat antiinflamasi non steroid.

Trombositopenia yang terkait dengan auto-imun biasanya diatasi dengan


kortikosteroid. Jika diduga terjadi reaksi karena alergi obat, maka hentikan obat yang
diduga menyebabkan reaksi alergi tsb.

Tatalaksana Trombositemia

Jika terjadi inflamasi dapat diberikan kortikosteroid dan bila terjadi infeksi diberikan
antibiotik dan harus dilakukan pemantauan ketat munculnya efek
samping yang tidak diinginkan. Pada kondisi terjadi peningkatan produksi platelet di atas 1500 x 109/
L, dapat diberikan obat antiproliferatif, namun dapat mengalami trombosis. Oleh karena itu pemberian
aspirin atau obat antiplatelet lain dapat dipertimbangkan bagi pemberian pasien yang mengalami risiko
kardiovaskular, serebrovaskular, atau pasien yang pernah mengalami trombotik karena tingginya nilai
platelet.

e) Kreatinin
Nilai normal : 0,6 – 1,3 mg/dL SI : 62-115 μmol/L

Deskripsi :

Tes ini untuk mengukur jumlah kreatinin dalam darah. Kreatinin dihasilkan selama kontraksi otot
skeletal melalui pemecahan kreatinin fosfat. Kreatinin diekskresi oleh ginjal dan konsentrasinya
dalam darah sebagai indikator fungsi ginjal. Pada kondisi fungsi ginjal normal, kreatinin dalam
darah ada dalam jumlah konstan. Nilainya akan meningkat pada penurunan fungsi ginjal.

Serum kreatinin berasal dari masa otot, tidak dipengaruhi oleh diet, atau aktivitas dan diekskresi
seluruhnya melalui glomerulus. Tes kreatinin berguna untuk mendiagnosa fungsi ginjal karena
nilainya mendekati glomerular filtration rate (GFR).

Kreatinin adalah produk antara hasil peruraian kreatinin otot dan fosfokreatinin yang diekskresikan
melalui ginjal. Produksi kreatinin konstan selama masa otot konstan. Penurunan fungsi ginjal akan
menurunkan ekskresi kreatinin.

Implikasi klinik :

• Konsentrasi kreatinin serum meningkat pada gangguan fungsi ginjal baik karena gangguan
fungsi ginjal disebabkan oleh nefritis, penyumbatan saluran urin, penyakit otot atau dehidrasi
akut.

• Konsentrasi kreatinin serum menurun akibat distropi otot, atropi, malnutrisi atau penurunan
masa otot akibat penuaan.

• Obat-obat seperti asam askorbat, simetidin, levodopa dan metildopa dapat mempengaruhi nilai
kreatinin pada pengukuran laboratorium walaupun tidak berarti ada gangguan fungsi ginjal.

• Nilai kreatinin boleh jadi normal meskipun terjadi gangguan fungsi ginjal pada pasien lanjut
usia (lansia) dan pasien malnutrisi akibat penurunan masa otot.

• Kreatinin mempunyai waktu paruh sekitar satu hari. Oleh karena itu diperlukan waktu
beberapa hari hingga kadar kreatinin mencapai kadar normal untuk mendeteksi perbaikan
fungsi ginjal yang signifikan.

• Kreatinin serum 2 - 3 mg/dL menunjukan fungsi ginjal yang menurun 50 %


hingga 30 % dari fungsi ginjal normal.

• Konsentrasi kreatinin serum juga bergantung pada berat, umur dan masa otot.

Faktor pengganggu

• Olahraga berat, angkat beban dan prosedur operasi yang merusak otot rangka dapat
meningkatkan kadar kreatinin

• Alkohol dan penyalahgunaan obat meningkatkan kadar kreatinin


• Atlet memiliki kreatinin yang lebih tinggi karena masa otot lebih besar

• Injeksi IM berulang dapat meningkatkan atau menurunkan kadar kreatinin

• Banyak obat dapat meningkatkan kadar kreatinin

• Melahirkan dapat meningkatkan kadar kreatinin

• Hemolisis sampel darah dapat meningkatkan kadar kreatinin

•Obat-obat yang meningkatkan serum kreatinin: trimetropim, simetidin, ACEI/ARB


f) Alanin Aminotransferase (ALT) dahulu SGPT

Nilai normal : 5-35 U/L

Deskripsi:

Konsentrasi enzim ALT yang tinggi terdapat pada hati. ALT juga terdapat pada jantung, otot dan
ginjal. ALT lebih banyak terdapat dalam hati dibandingkan jaringan otot jantung dan lebih spesifik
menunjukkan fungsi hati daripada AST. ALT berguna untuk diagnosa penyakit hati dan memantau
lamanya pengobatan penyakit hepatik, sirosis postneurotik dan efek hepatotoksik obat.

Implikasi klinik:

• Peningkatan kadar ALT dapat terjadi pada penyakit hepatoseluler, sirosis aktif, obstruksi
bilier dan hepatitis.

• Banyak obat dapat meningkatkan kadar ALT.

• Nilai peningkatan yang signifikan adalah dua kali lipat dari nilai normal.

• Nilai juga meningkat pada keadaan: obesitas, preeklamsi berat, acute lymphoblastic
leukemia (ALL)

g) Aspartat Aminotransferase (AST) dahulu SGOT

Nilai normal : 5 – 35 U/L

Deskripsi:
AST adalah enzim yang memiliki aktivitas metabolisme yang tinggi,ditemukan
di jantung, hati, otot rangka, ginjal, otak, limfa, pankreas dan paru-paru. Penyakit
yang menyebabkan perubahan, kerusakan atau kematian sel pada jaringan
tersebut akan mengakibatkan terlepasnya enzim ini ke sirkulasi.

Implikasi klinik:

• Peningkatan kadar AST dapat terjadi pada MI, penyakit hati, pankreatitis
akut, trauma, anemia hemolitik akut, penyakit ginjal akut, luka bakar
parah dan penggunaan berbagai obat, misalnya: isoniazid, eritromisin,
kontrasepsi oral

• Penurunan kadar AST dapat terjadi pada pasien asidosis dengan diabetes
mellitus.

• Obat-obat yang meningkatkan serum transaminase :

– Asetominofen

– Co-amoksiklav

– HMGCoA reductase inhibitors

– INH

– Antiinflamasi nonsteroid

– Fenitoin

– Valproat .[13]
TUGAS TAMBAHAN

1. Hubungan Hipertensi dengan asupan Garam Natrium

Garam adalah sumber utama natrium, unsur yang sangat penting bagi kesehatan. Tubuh
membutuhkannya untuk membantu menjaga keseimbangan cairan tubuh, membantu
mengirimkan impuls saraf dan proses kontraksi dan relaksasi otot. Ginjal secara alami
menjaga keseimbangan jumlah natrium di dalam tubuh. Bila kadar natrium rendah, ginjal
akan menahan pengeluarannya. Bila kadar natrium tinggi, ginjal akan mengeluarkannya
melalui urine. Dalam masalah tertentu ginjal tidak dapat mengeluarkan natrium, maka
natrium akan terakumulasi di dalam darah. Karena natrium bersifat menarik dan menahan
air, volume darah akan meningkat.

Peningkatan volume darah membuat jantung bekerja lebih keras untuk mengalirkan lebih
banyak darah ke pembuluh darah dan meningkatkan tekanan darah. Hal ini pada akhirnya
dapat menyebabkan hipertensi8. Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan
konsentrasi natrium di dalam cairan ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya,
cairan intraseluler ditarik ke luar, sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat.
Meningkatnya volume cairan menyebabkan meningkatnya volume darah sehingga
berdampak kepada timbulnya hipertensi11. Pembatasan konsumsi garan dapur hingga 6
gram sehari menganjurkan pembatasan konsumsi garan dapur hingga 6 gram sehari (2400
mg). Pembatasan ini dilakukan mengingat peranan potensial natrium dalam menimbulkan
tekanan darah tinggi (hipertensi).

2. Hubungan Hipertensi dengan asupan kalium

Peranan kalium mirip dengan natrium, yaitu kalium bersama-sama dengan klorida
membantu menjaga tekanan osmotik dan keseimbangan asam-basa. Bedanya kalium
menjaga tekanan osmotik dalam cairan intraseluler, dan sebagian terikat dengan protein.
Kalium juga membantu mengaktivasi reaksi enzim, seperti piruvat kinase yang dapat
menghasilkan asam piruvat dalam proses metabolisme karbohidrat.
Kalium diabsorpsi dengan mudah dalam usus halus. Sebanyak 80-90% kalium yang
dimakan diekskresi melalui urin, selebihnya dikeluarkan melalui feses dan sedikit melalui
keringkat dan cairan lambung. Taraf kalium normal darah dipelihara oleh ginjal melalui
kemampuannya menyaring, mengabsorpsi kembali dan mengeluarkan kalium di bawah
pengaruh aldosteron. Kalium dikeluarkan dalam bentuk ion menggantikan ion natrium
melalui mekanisme pertukaran di dalam ginjal. Seperti halnya natrium, kalium mudah
sekali diserap tubuh, diperkirakan 90% dari yang dicerna akan diserap dalam usus kecil.
Jumlah kalium yang dikonsumsi per hari sekitar 50 sampai 100 m Eq, atau sekitar 3,7-7,4
g kalium.
Asupan Kalium pada seseorang dapat mempengaruhi tekanan darah. Peningkatan asupan
kalium dapat menurunkan tekanan darah, penurunan tekanan darah ini dapat dikarenakan
adanya penurunan resistensi vaskular akibat dilatasi pembuluh darah serta adanya
peningkatan kehilangan air dan natrium dari tubuh hasil aktivitas pompa natrium dan
kalium. Asupan kalium idealnya adalah 4,7g/hari dan dapat diperoleh dari buah dan sayur
yang mengandung kalium tinggi.

3. Hubungan merokok dan tekanan darah

Curah jantung dan resistensi perifer total merupakan dua penentu utama yang
mempengaruhi tekanan darah. Maka berbagai faktor yang terlibat dalam mempengaruhi
curah jantung dan resistensi perifer total akan mempengaruhi tekanan darah. Salah
satunya adalah kebiasaan hidup yang tidak baik seperti merokok.
Rokok yang dihisap dapat mengakibatkan peningkatan tekanan darah. Namun rokok akan
mengakibatkan vasokonstriksi pembuluh darah perifer dan pembuluh di ginjal sehingga
terjadi peningkatan tekanan darah. Merokok sebatang setiap hari akan meningkatkan
tekanan sistolik 10–25 mmHg dan menambah detak jantung 5–20 kali per menit.
Dengan menghisap sebatang rokok maka akan mempunyai pengaruh besar terhadap
kenaikan tekanan darah atau hipertensi. Hal ini dapat disebabkan karena merokok secara
aktif maupun pasif pada dasarnya mengisap CO (karbon monoksida) yang bersifat
merugikan. Akibat gas CO terjadi kekurangan oksigen yang menyebabkan pasokan
jaringan berkurang. Ini karena, gas CO mempunyai kemampuan mengikat hemoglobin
(Hb) yang terdapat dalam sel darah merah (eritrosit) lebih kuat dibanding oksigen,
sehingga setiap ada asap rokok disamping kadar oksigen udara yang sudah berkurang,
ditambah lagi sel darah merah akan semakin kekurangan oksigen, oleh karena yang
diangkut adalah CO dan bukan O2 (oksigen). Seharusnya, hemoglobin ini berikatan
dengan oksigen yang sangat penting untuk pernapasan sel-sel tubuh, tapi karena gas CO
lebih kuat daripada oksigen, maka gas CO ini merebut tempatnya di hemoglobin. Sel
tubuh yang menderita kekurangan oksigen akan berusaha meningkatkan yaitu melalui
kompensasi pembuluh darah dengan jalan menciut atau spasme dan mengakibatkan
meningkatnya tekanan darah. Bila proses spasme berlangsung lama dan terus menerus
maka pembuluh darah akan mudah rusak dengan terjadinya proses aterosklerosis
(penyempitan).
Selain itu, asap rokok juga mengandung nikotin. Nikotin merupakan dadah yang kuat.
Nikotin bertindak terhadap pusat kepuasan di otak yang menyebabkan perokok
terangsang pada peringkat awal, tetapi keadaan ini kemudiannya disusuli oleh
kemurungan. Nikotin meningkatkan penghasilan bahan kimia yang dinamai dopamine
dan berhubung rapat dengan pusat-pusat emosi di otak.
Nikotin mengganggu sistem saraf simpatis dengan akibat meningkatnya kebutuhan
oksigen miokard. Selain menyebabkan ketagihan merokok. Efek nikotin menyebabkan
perangsangan terhadap hormon epinefrin (adrenalin) yang bersifat memacu peningkatan
frekuensi denyut jantung, tekanan darah, kebutuhan oksigen jantung, serta menyebabkan
gangguan irama jantung. Jantung tidak diberikan kesempatan istirahat dan tekanan darah
akan semakin meninggi, berakibat timbulnya hipertensi. Nikotin juga mengganggu kerja
saraf, otak, dan banyak bagian tubuh lainnya. Efek lain nikotin adalah merangsang
berkelompoknya trombosit (sel pembekuan darah), trombosit akan menggumpal dan
akhirnya akan menyumbat pembuluh darah yang sudah sempit akibat asap yang
mengandung gas CO yang berasal dari rokok. Dari gambaran diatas baik gas CO maupun
nikotin berpacu menyempitkan pembuluh darah dan menyumbatnya sekaligus.
Menurut kajian, risiko merokok menyebabkan hipertensi berkaitan dengan jumlah rokok
yang dihisap per hari, dan bukan pada lama merokok. Seseorang yang merokok lebih dari
satu pak rokok sehari menjadi lebih rentan mendapat hipertensi. Zat-zat kimia dalam
rokok bersifat kumulatif (ditimbun), suatu saat dosis racunnya akan mencapai titik toksis
sehingga mulai kelihatan gejala yang ditimbulkannya.

4. Derajat Fungsi Ginjal

Pengertian Gagal Ginjal


Gagal Ginjal adalah suatu penyakit dimana fungsi organ ginjal mengalami penurunan
hingga akhirnya tidak lagi mampu bekerja sama sekali dalam hal penyaringan
pembuangan elektrolit tubuh, menjaga keseimbangan cairan dan zat kimia tubuh seperti
sodium dan kalium didalam darah atau produksi urin.
Ginjal
Ginjal adalah suatu organ yang secara struktural kompleks dan telah berkembang untuk
melaksanakan sejumlah fungsi penting, seperti : ekskresi produk sisa metabolisme,
pengendalian air dan garam, pemeliharaan keseimbangan asam yang sesuai, dan sekresi
berbagai hormon dan autokoid. Ginjal kanan dikelilingi oleh hepar, kolon, dan
duodenum, sedangkan ginjal kiri dikelilingi oleh lien, lambung, pankreas, jejunum dan
kolon.
Fungsi Ginjal
Fungsi utama ginjal terangkum dibawah ini, yang menekankan peranannya sebagai organ
pengatur dalam tubuh.
.1. Fungsi Ekskresi
a. Mengeluarkan zat toksis/racun
b. Mengatur keseimbangan air, garam/elektrolit, asam /basa
c. Mempertahankan kadar cairan tubuh dan elektrolit (ion-ion lain)
d. Mengekskresikan produk akhir nitrogen dari metabolisme protein (terutama urea, asam
urat dan kreatinin)
e. Bekerja sebagai jalur ekskretori untuk sebagian besar obat
2. Fungsi Non Ekskresi
Mensintesis dan mengaktifkan Hormon:
a. Renin, penting dalam pengaturan tekanan darah
b. Eritropoetin, merangsang produksi sel darah merah oleh sumsum tulang
c. 1,25-dihidroksivitamin D3 : hidroksilasi akhir vitamin D3 menjadi bentuk yang paling
kuat
d. Prostaglandin : sebagian besar adalah vasodilator, bekerja secara lokal, dan melindungi
dari kerusakan iskemik ginjal
e. Degradasi hormon polipeptida
f. Insulin, glukagon, parathormon, prolaktin, hormon pertumbuhan, ADH dan
hormon gastrointestinal (gastrin, polipeptida intestinal vasoaktif).

Perjalanan Klinis Gangguan Fungsi Ginjal


Sebagian besar penyakit ginjal menyerang nefron, mengakibatkan kehilangan
kemampuannya untuk menyaring. Kerusakan pada nefron dapat terjadi secara cepat,
sering sebagai akibat pelukaan atau keracunan. Tetapi kebanyakan penyakit ginjal
menghancurkan nefron secara perlahan dan diam-diam. Kerusakan hanya tertampak
setelah beberapa tahun atau bahkan dasawarsa. Sebagian besar penyakit ginjal menyerang
kedua buah ginjal sekaligus. Gagal ginjal terminal terjadi bila fungsi ginjal sudah sangat
buruk, dan penderita mengalami gangguan metabolisme protein, lemak, dan karbohidrat.
Ginjal yang sakit tidak bisa menahan protein darah (albumin) yang seharusnya tidak
dilepaskan ke urin. Awalnya terdapat dalam jumlah sedikit (mikro-albuminuria). Bila
jumlahnya semakin parah akan terdapat pula protein lain (proteinuria). Jadi,
berkurangnya fungsi ginjal menyebabkan terjadinya penumpukan hasil pemecahan
protein yang beracun bagi tubuh, yaitu ureum dan nitrogen.6 Kemampuan ginjal
menyaring darah dinilai dengan perhitungan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) atau juga
dikenal dengan Glomerular Filtration Rate (GFR).

Kemampuan fungsi ginjal tersebut dihitung dari kadar kreatinin (creatinine) dan kadar
nitrogen urea (blood urea nitrogen/BUN) di dalam darah. Kreatinin adalah hasil
metabolisme sel otot yang terdapat di dalam darah setelah melakukan kegiatan, ginjal
akan membuang kretinin dari darah ke urin. Bila fungsi ginjal menurun, kadar kreatinin di
dalam darah akan meningkat. Kadar kreatinin normal dalam darah adalah 0,6-1,2 mg/dL.
LFG dihitung dari jumlah kreatinin yang menunjukkan kemampuan fungsi ginjal
menyaring darah dalam satuan ml/menit/1,73m2. Kemampuan ginjal membuang cairan
berlebih sebagai urin (creatinine clearence unit) di hitung dari jumlah urin yang
dikeluarkan tubuh dalam satuan waktu, dengan mengumpulkan jumlah urin tersebut
dalam 24 jam, yang disebutdengan C_crea (creatinine clearence). C_cre normal untuk
pria adalah 95-145 ml/menit dan wanita 75-115 ml/menit.

Perbandingan nilai kreatinin, laju filtrasi glomerulus dan clearence rate untuk
menilai fungsi ginjal dapat dikategorikan menjadi:

Kategori fungsi ginjal GFR Kreatinin Clearence Rate


(mg/dL) (ml/menit/1,73m2) (ml/menit)

Normal >90 Pria : <1,3 Pria : 90-145


Wanita : <1,0 Wanita : 75-115

Gangguan ginjal ringan 60-89 Pria : 1,3-1,9 56-100


Wanita : 1-1,9

30-59 2-4 35-55


Gangguan ginjal
sedang

Gangguan ginjal berat 15-29 >4 <35


REFERENSI

1. Bickley LS. Bates buku ajar pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan. Edisi 8.
Jakarta: EGC: 2009
2. Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan Departemen Kesehatan. Buku Pharmaceutical Care Untuk Pasien
Penyakit Hipertensi. 2006
3. InfoDATIN (Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI)
4. K.Agnesia Nuarima, Factor Resiko Hipertensi Pada Masyarakat Di Desa Kabongan
Kidul, Kabupaten Rembang. 2012
5. Bianti Nuraini, Risk Factor Of Hypertension. J Majority. Vol.4 No. 5. 5 Februari
2015.
6. https://www.scribd.com/doc/119149924/Patofisiologi-Hipertensi (diakses pada
tanggal 14 Desember 2016)
7. https://www.scribd.com/document/320610329/Gejala-Klinis-Hipertensi (diakses pada
tanggal 14 Desember 2016)
8. https://www.scribd.com/doc/119149924/Patofisiologi-Hipertensi (diakses pada
tanggal 14 Desember 2016)
9. Prasetyorini HT, Prawesti, Dian. Stress Pada Penyakit Terhadap Kejadian Komplikasi
Hipertensi Pada Pasien Hipertensi.
10. Yogiantoro M. Hipertensi Esensial Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. V ed.
Jakarta: Interna Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam; 2009. p: 1080
11. Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik. In: Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, K MS,
Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. V ed. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departeman Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2009.
12. Pedoman Interpretasi Data Klinik. Kementrian Kesehatan RI 2012

Вам также может понравиться