Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
NYERI KEPALA
Seorang laki-laki usia 50 tahun datang dengan keluhan sakit kepala sejak 1 hari yang lalu.
Pasien memiliki riwayat hipertensi.
KATA SULIT
Hipertensi
Nyeri Kepala
KATA KUNCI
IDENTIFIKASI MASALAH
ANALISIS MASALAH
HIPOTESIS
No ANAMNESIS HASIL
1 Riwayat Penyakit Sekarang Nyeri Kepala
2 Dimana lokasi nyeri yang bapak rasakan ? apakah Kepala bagian belakang,
menyebar atau tidak ? menjalar ke leher, leher
tegang dan kaku
3 Kapan mulai timbul rasa nyeri kepala ? sudah Sejak 1 hari yang lalu
berapa lama ?
4 Bagaimana rasa nyeri yang bapak rasakan ? Sakit kepala cenat cenut
5 Apakah rasa sakitnya ringan atau berat ? seberapa Rasa nyeri timbul ketika
sering nyeri kepala timbul ? apakah mengganggu banyak pikiran dan
aktivitas ? mengganggu aktivitas
6 Adakah factor yang memperberat rasa nyeri ? Ketika banyak pikiran
timbul nyeri
7 Apakah sebelumnya bapak sudah berusaha untuk Saya minum obat dari
memperingan rasa nyeri ? puskesmas, obat membuat
saya sering berkemih tapi
TD tidak menurun, dan
berkurang rasanya bila
saya minum obat pereda
nyeri
8 Apakah ada keluhan lain yang bapak rasakan selain Badan terasa lemah
nyeri kepala ? Merokok (+)
Olahraga (-)
Alcohol (+)
Makan tidak teratur
9 Riwayat Penyakit Dahulu Hipertensi 3 tahun yng lalu
10 Riwayat Penyakit Keluarga Ayah meninggal karena
stroke
11 Riwayat Sosial dan Ekonomi Hubungan dengan istri &
tetangga baik
Tanda Vital
Tekanan Darah 180/110
Nadi 100 x/ menit
RR 20 x/ menit
Suhu 37 C
Kepala
Conjungtiva anemis (-/-)
Edem Palpebra (-)
Sclera Ikterik
Leher
JVP 5 + (-2)
Thoraks
Inspeksi Iktus kordis ICS V 1 jari medial LMCS
Palpasi Teraba Iktus kordis ICS V 1 jari medial LMCS
Perkusi Batas jantung normal
Auskultasi Normal
Abdomen
Datar, Bising usus normal, Timpani, Hepar
tidak teraba.
Pemeriksaan Lab
HCT 39 %
Hb 13,9%
GDS 120 mg/dl
Leukosit 6000
Trombosit 250.000
SGOT 22 m/l
SGPT 30 m/l
Kreatinin 1,4 mg/dl
Ureum 40 mg/dl
PERTANYAAN TERJARING
PEMBAHASAN
1. Anamnesis
Anamnesis yang baik harus mengacu pada pertanyaan yang sistematis, yaitu dengan
berpedoman pada empat pokok pikiran (The Fundamental Four) dan tujuh butir
mutiara anamnesis (The Sacred Seven).
Yang dimaksud dengan empat pokok pikiran, adalah melakukan anamnesis
dengan cara mencari data :
1. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)
Sebelum melakukan anamnesis lebih lanjut, pertama yang harus ditanyakan adalah
identitas pasien, yaitu umur, jenis kelamin, ras, status pernikahan, agama dan pekerjaan.
1. Lokasi (dimana ? menyebar atau tidak ?)
b. Pemeriksan Penunjang
Kadar ureum dan kreatinin dalam darah dipakai untuk menilai fungsi ginjal. Kadar
kreatinin serum lebih berarti dibandingkan dengan ureum sebagai indicator laju filtrasi
glomerulus (GFR) yang menunjukkan derajat fungsi ginjal. Pemeriksaan yang lebih
tepat adalah pemeriksaan tes klirens kreatinin atau yang lebih popular disebut
creatinine clearance test (CCT).
Oleh karena hipertensi sering dijumpai pada pasien diabetes mellitus, kadar
glukosa darah pasien perlu diperiksa. Yang biasa dilakukan adalah pemeriksaan kadar
glukosa darah 2 jam setelah makan.
Pemeriksaan lain seperti profil lemak, biakan urin, dan pemeriksaan darah perifer
diperlukan untuk melengkapi data dalam rangka menegakkan diagnosis hipertensi
primer.
Pemeriksaan elektrokardiogram dan foto dada meemberikan gambaran apakah
hipertensi telah berlangsung lama. Pembesaran ventrikel kiri dan gambaran
kardiomegali dapat dideteksi dengan pemeriksaan tersebut.
3. Hipertensi
a. Definisi & Epidemiologi
Hipertensi adalah meningkatnya tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg atau
diastolik lebih dari 100 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu 5 menit
dalam keadaan cukup istirahat.peningkatan tekanand arah dipengaruhi oleh curah
janutng dan tahanan perifer. Retensi sodium, turunnya filtrasi ginjal, meningkatnya
rangsangan saraf simpatis, meningkatnya aktivitas reni-angiotensin-aldosteron,
perubahan membransel, disfungsi endotel merupakan faktor yang terlibat dalam
mekanisme hipertensi.
Sampai saat ini, hipertensi masih merupakan tantangan besar di Indonesia. Betapa
tidak, hipertensi merupakan kondisi yang sering ditemukan pada pelayanan kesehatan
primer kesehatan. Hal itu merupakan masalah kesehatan dengan prevalensi yang
tinggi, yaitu sebesar 25,8%, sesuai dengan data Riskesdas 2013. Di samping itu,
pengontrolan hipertensi belum adekuat meskipun obat-obatan yang efektif banyak
tersedia.
c. Faktor Resiko
Pada umumnya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik. Hipertensi
terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau peningkatan tekanan perifer.
Namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi antara lain :
1. Genetik: adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga
itu mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan dengan
peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara potasium
terhadap sodium Individu dengan orang tua dengan hipertensi mempunyai risiko
dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi dari pada orang yang tidak
mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi. 8 Selain itu didapatkan 70-80%
kasus hipertensi esensial dengan riwayat hipertensi dalam keluarga.
2. Obesitas: berat badan merupakan faktor determinan pada tekanan darah pada
kebanyakan kelompok etnik di semua umur. Menurut National Institutes for
Health USA (NIH,1998), prevalensi tekanan darah tinggi pada orang dengan
Indeks Massa Tubuh (IMT) >30 (obesitas) adalah 38% untuk pria dan 32% untuk
wanita, dibandingkan dengan prevalensi 18% untuk pria dan 17% untuk wanita
bagi yang memiliki IMT <25 (status gizi normal menurut standar internasional).
Menurut Hall (1994) perubahan fisiologis dapat menjelaskan hubungan antara
kelebihan berat badan dengan tekanan darah, yaitu terjadinya resistensi insulin dan
hiperinsulinemia, aktivasi saraf simpatis dan sistem reninangiotensin, dan
perubahan fisik pada ginjal.
3. Jenis kelamin: prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita.
Namun wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause salah
satunya adalah penyakit jantung koroner.10 Wanita yang belum mengalami
menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan
kadar
High Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan
faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Efek
perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas wanita pada
usia premenopause. Pada premenopause wanita mulai kehilangan sedikit demi
sedikit hormon estrogen yang selama ini melindungi pembuluh darah dari
kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana hormon estrogen tersebut berubah
kuantitasnya sesuai dengan umur wanita secara alami, yang umumnya mulai
terjadi pada wanita umur 45-55 tahun.
4. Stres: stres dapat meningkatkan tekanah darah sewaktu. Hormon adrenalin akan
meningkat sewaktu kita stres, dan itu bisa mengakibatkan jantung memompa
darah lebih cepat sehingga tekanan darah pun meningkat.
5. Kurang olahraga: olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan penyakit
tidak menular, karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan
perifer yang akan menurunkan tekanan darah (untuk hipertensi) dan melatih otot
jantung sehingga menjadi terbiasa apabila jantung harus melakukan pekerjaan
yang lebih berat karena adanya kondisi tertentu. Kurangnya aktivitas fisik
menaikan risiko tekanan darah tinggi karena bertambahnya risiko untuk menjadi
gemuk. Orang-orang yang tidak aktif cenderung mempunyai detak jantung lebih
cepat dan otot jantung mereka harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi,
semakin keras dan sering jantung harus memompa semakin besar pula kekuaan
yang mendesak arteri.
6. Pola asupan garam dalam diet: badan kesehatan dunia yaitu World Health
Organization (WHO) merekomendasikan pola konsumsi garam yang dapat
mengurangi risiko terjadinya hipertensi. Kadar sodium yang direkomendasikan
adalah tidak lebih dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram sodium atau 6 gram garam)
perhari. Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di
dalam cairan ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya cairan intraseluler
ditarik ke luar, sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya
volume cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah,
sehingga berdampak kepada timbulnya hipertensi.
7. Kebiasaan Merokok: merokok menyebabkan peninggian tekanan darah. Perokok
berat dapat dihubungkan dengan peningkatan insiden hipertensi maligna dan
risiko terjadinya stenosis arteri renal yang mengalami ateriosklerosis. Dalam
penelitian kohort prospektif oleh dr. Thomas S Bowman dari Brigmans and
Women’s Hospital, Massachussetts terhadap 28.236 subyek yang awalnya tidak
ada riwayat hipertensi, 51% subyek tidak merokok, 36% merupakan perokok
pemula, 5% subyek merokok 1-14 batang rokok perhari dan 8% subyek yang
merokok lebih dari 15 batang perhari. Subyek terus diteliti dan dalam median
waktu 9,8 tahun. Kesimpulan dalam penelitian ini yaitu kejadian hipertensi
terbanyak pada kelompok subyek dengan kebiasaan merokok lebih dari 15 batang
perhari.[5]
d. Patofisiologi
Tekanan arteri sistemik adalah hasil dari perkalian cardiac output (curah jantung)
dengan total tahanan perifer. Cardiac output (Curah jantung) diperoleh dari perkalian
antara stroke volume dengan heart rate (denyut jantung). Pengaturan tahanan perifer
dipertahankan oleh sistem saraf otonom dan sirkulasi hormon.
Empat sistem kontrol yang berperan dalam mempertahankan tekanan darah antara
lain sistem baro reseptor arteri, pengaturan volume cairan tubuh, sistem renin
angiotensin dan autoregulasi vaskuler.
Baroreseptor arteri terutama ditemukan di sinus carotid, tapi juga dalam aorta dan
dinding ventrikel kiri. Baroreseptor ini memonitor derajat tekanan arteri. Sistem
baroreseptor meniadakan peningkatan tekanan arteri melelui mekanisme perlambatan
jantung oleh respon vagal (stimulasi parasimpatis) dan vasodilatasi dengan penurunan
tonus otot simpatis. Oleh karena itu, refleks kontrol sirkulasi meningkatkan arteri
sistemik bila tekanan baroreseptor turun dan menurunkan tekanan arteri sistemik bila
tekanan baroreseptor meningkat. Alasan pasti mengapa kontrol ini gagal pada
hipertensi belum diketahui. Hal ini ditujukan untuk menaikkan re-setting sensitivitas
baroreseptor sehingga tekanan meningkat secara tidak adekuat, sekalipun penurunan
tekanan tidak ada.
Sekresi renin tidak tepat diduga sebagai penyebab meningkatnya tahanan periver
vaskular pada hipertensi esensial. Pada tekanan darah tinggi, kadar renin harus tinggi
diturunkan karena peningkatan tekanan arteriolar renal mungkin menghambat sekresi
renin. Namun demikian, sebagian orang dengan hipertensi esensial mempunyai kadar
renin normal.
e. Gejala Klinis
Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah yang
tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti perdarahan, eksudat
(kumpulan cairan), penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat, edema pupil
(edema pada diskus optikus).
Crowin (2000: 359) menyebutkan bahwa sebagian besar gejala klinis timbul
setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun berupa :Nyeri kepala saat terjaga,
kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat peningkatan tekanan darah
intrakranial,Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi,Ayunan
langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat,Nokturia karena
peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus,Edema dependen dan
pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler.
Gejala lain yang umumnya terjadi pada penderita hipertensi yaitu pusing, muka
merah, sakit kepala, keluaran darah dari hidung secara tiba-tiba, tengkuk terasa pegal
dan lain-lain (Wiryowidagdo,2002).
Menurut Elizabeth J. Corwin, sebagian besar tanpa disertai gejala yang mencolok
dan manifestasi klinis timbul setelah mengetahui hipertensi bertahun-tahun berupa:
a. Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat
tekanan darah intrakranium.
b. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina karena hipertensi.
c. Ayunan langkah tidak mantap karena kerusakan susunan syaraf.
d. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus.
e. Edema dependen akibat peningkatan tekanan kapiler. .[]
f. Klasifikasi
g. Penatalaksanaan
Nonfarmakologi
Menjalani pola hidup sehat telah banyak terbukti dapat menurunkan tekanan
darah, dan secara umum sangat menguntungkan dalam menurunkan risiko
permasalahan kardiovaskular. Pada pasien yang menderita hipertensi derajat 1, tanpa
faktor risiko kardiovaskular lain, maka strategi pola hidup sehat merupakan
tatalaksana tahap awal, yang harus dijalani setidaknya selama 4 – 6 bulan. Bila setelah
jangka waktu tersebut, tidak didapatkan penurunan tekanan darah yang diharapkan
atau didapatkan faktor risiko kardiovaskular yang lain, maka sangat dianjurkan untuk
memulai terapi farmakologi
Beberapa pola hidup sehat yang dianjurkan oleh banyak guidelines adalah :
Terapi farmakologi
Secara umum, terapi farmakologi pada hipertensi dimulai bila pada pasien
hipertensi derajat 1 yang tidak mengalami penurunan tekanan darah setelah > 6 bulan
menjalani pola hidup sehat dan pada pasien dengan hipertensi derajat ≥ 2. Beberapa
prinsip dasar terapi farmakologi yang perlu diperhatikan untuk menjaga kepatuhan dan
meminimalisasi efek samping, yaitu :
Hipertensi yang terjadi dalam kurun waktu yang lama akan berbahaya sehingga
menimbulkan komplikasi. Komplikasi tersebut dapat menyerang berbagai target organ
tubuh yaitu otak, mata, jantung, pembuluh darah arteri, serta ginjal. Sebagai dampak
terjadinya komplikasi hipertensi, kualitas hidup penderita menjadi rendah dan
kemungkinan terburuknya adalah terjadinya kematian pada penderita akibat
komplikasi hipertensi yang dimilikinya.[10]
1) Jantung
- gagal jantung
2) Otak
5) Retinopati .[11]
i. Prognosis
Pemeriksaan Lab
HCT 39 % Normal
Hb 13,9% Normal
GDS 120 mg/dl
Leukosit 6000
Trombosit 250.000
SGOT 22 m/l
SGPT 30 m/l
Kreatinin 1,4 mg/dl
Ureum 40 mg/dl
a) Hematokrit (Hct)
Nilai normal: Pria : 40% - 50 % SI unit : 0,4 - 0,5
Deskripsi:
Hematokrit menunjukan persentase sel darah merah tehadap volume darah total.
Implikasi klinik:
• Peningkatan nilai Hct dapat terjadi pada eritrositosis, dehidrasi, kerusakan paru-paru
kronik, polisitemia dan syok.
• Nilai Hct biasanya sebanding dengan jumlah sel darah merah pada ukuran eritrosit
normal, kecuali pada kasus anemia makrositik atau mikrositik.
• Pada pasien anemia karena kekurangan besi (ukuran sel darah merah lebih kecil),
nilai Hct akan terukur lebih rendah karena sel mikrositik terkumpul pada volume
yang lebih kecil, walaupun jumlah sel darah merah terlihat normal.
Faktor pengganggu
• Individu yang tinggal pada dataran tinggi memiliki nilai Hct yang tinggi
demikian juga Hb dan sel darah merahnya.
• Normalnya, Hct akan sedikit menurun pada hidremia fisiologis pada kehamilan
b) Hb
Deskripsi:
Hemoglobin adalah komponen yang berfungsi sebagai alat transportasi oksigen (O2)
dan karbon dioksida (CO2). Hb tersusun dari globin (empat rantai protein yang terdiri
dari dua unit alfa dan dua unit beta) dan heme (mengandung atom besi dan porphyrin:
suatu pigmen merah). Pigmen besi hemoglobin bergabung dengan oksigen.
Hemoglobin yang mengangkut oksigen darah (dalam arteri) berwarna merah terang
sedangkan hemoglobin yang kehilangan oksigen (dalam vena) berwarna merah tua.
Satu gram hemoglobin mengangkut 1,34 mL oksigen. Kapasitas angkut ini
berhubungan dengan kadar Hb bukan jumlah sel darah merah.
Penurunan protein Hb normal tipe A1, A2, F (fetal) dan S berhubungan dengan anemia
sel sabit. Hb juga berfungsi sebagai dapar melalui perpindahan klorida kedalam dan
keluar sel darah merah berdasarkan kadar O2 dalam plasma (untuk tiap klorida yang
masuk kedalam sel darah merah, dikeluarkan satu anion HCO3).
Penetapan anemia didasarkan pada nilai hemoglobin yang berbeda secara individual
karena berbagai adaptasi tubuh (misalnya ketinggian, penyakit paru-paru,
olahraga). Secara umum, jumlah hemoglobin kurang dari 12 gm/dL menunjukkan
anemia. Pada penentuan status anemia, jumlah total hemoglobin lebih penting daripada
jumlah eritrosit.
Implikasi klinik :
Faktor pengganggu
• Umumnya nilai Hb pada bayi lebih tinggi (sebelum eritropoesis mulai aktif)
• Ada banyak obat yang dapat menyebabkan penurunan Hb. Obat yang dapat
meningkatkan Hb termasuk gentamisin dan metildopa
2. Nilai Hb <5,0g/dL adalah kondisi yang dapat memicu gagal jantung dan
kematian. Nilai >20g/dL memicu kapiler clogging sebagai akibat
hemokonsenstrasi
Tatalaksana
c) Leukosit
Deskripsi:
Fungsi utama leukosit adalah melawan infeksi, melindungi tubuh dengan memfagosit
organisme asing dan memproduksi atau mengangkut/ mendistribusikan antibodi. Ada
dua tipe utama sel darah putih:
Implikasi klinik:
3. Anemia aplastik/pernisiosa
4. Multipel mieloma
d) Trombosit
Deskripsi
Trombosit adalah elemen terkecil dalam pembuluh darah. Trombosit diaktivasi setelah
kontak dengan permukaan dinding endotelia. Trombosit terbentuk dalam sumsum
tulang. Masa hidup trombosit sekitar 7,5 hari. Sebesar 2/3 dari seluruh trombosit
terdapat disirkulasi dan 1/3 nya terdapat di limfa.
Implikasi klinik:
Faktor pengganggu
• Jumlah platelet umumnya meningkat pada dataran tinggi; setelah olahraga, trauma
atau dalam kondisi senang, dan dalam musim dingin
2. Pada pasien yang mengalami peningkatan jumlah platelet yang ekstrim (>1000
x 103/mm3) akibat gangguan myeloproliferatif, lakukan penilaian penyebab
abnormalnya fungsi platelet.
Perawatan pasien
• Interpretasi hasil pemeriksaan dan lakukan monitor yang sesuai. Amati tanda
dan gejala perdarahan saluran cerna, hemolisis, hematuria, petekie,
perdarahan vagina, epistases dan perdarahan gusi. Ketika nampak hemorrhage,
lakukan tindakan emergensi untuk mengendalikan perdarahan dan hubungi
dokter
• Transfusi patelet dilakukan jika jumlah platelet <20 x 103/mm3 atau terjadi
perdarahan lesi tertentu. Satu unit konsentrasi platelet meningkatkan jumlah 15 x
103/mm3
Pada kondisi rendahnya platelet yang kritis, transfusi platelet dapat dilakukan untuk
memberikan peningkatan sementara. Transfusi platelet biasanya memiliki waktu
paruh yang lebih pendek dan kecuali jika kondisi penyebab sudah diatasi, maka sering
diperlukan transfusi ulang.
Dalam kondisi nilai platelet yang rendah secara signifikan (kurang dari 50 x
109/L) penting memastikan tidak ada obat yang mempengaruhi fungsi platelet yang
ada. Termasuk semua obat antiplatelet dan obat antiinflamasi non steroid.
Tatalaksana Trombositemia
Jika terjadi inflamasi dapat diberikan kortikosteroid dan bila terjadi infeksi diberikan
antibiotik dan harus dilakukan pemantauan ketat munculnya efek
samping yang tidak diinginkan. Pada kondisi terjadi peningkatan produksi platelet di atas 1500 x 109/
L, dapat diberikan obat antiproliferatif, namun dapat mengalami trombosis. Oleh karena itu pemberian
aspirin atau obat antiplatelet lain dapat dipertimbangkan bagi pemberian pasien yang mengalami risiko
kardiovaskular, serebrovaskular, atau pasien yang pernah mengalami trombotik karena tingginya nilai
platelet.
e) Kreatinin
Nilai normal : 0,6 – 1,3 mg/dL SI : 62-115 μmol/L
Deskripsi :
Tes ini untuk mengukur jumlah kreatinin dalam darah. Kreatinin dihasilkan selama kontraksi otot
skeletal melalui pemecahan kreatinin fosfat. Kreatinin diekskresi oleh ginjal dan konsentrasinya
dalam darah sebagai indikator fungsi ginjal. Pada kondisi fungsi ginjal normal, kreatinin dalam
darah ada dalam jumlah konstan. Nilainya akan meningkat pada penurunan fungsi ginjal.
Serum kreatinin berasal dari masa otot, tidak dipengaruhi oleh diet, atau aktivitas dan diekskresi
seluruhnya melalui glomerulus. Tes kreatinin berguna untuk mendiagnosa fungsi ginjal karena
nilainya mendekati glomerular filtration rate (GFR).
Kreatinin adalah produk antara hasil peruraian kreatinin otot dan fosfokreatinin yang diekskresikan
melalui ginjal. Produksi kreatinin konstan selama masa otot konstan. Penurunan fungsi ginjal akan
menurunkan ekskresi kreatinin.
Implikasi klinik :
• Konsentrasi kreatinin serum meningkat pada gangguan fungsi ginjal baik karena gangguan
fungsi ginjal disebabkan oleh nefritis, penyumbatan saluran urin, penyakit otot atau dehidrasi
akut.
• Konsentrasi kreatinin serum menurun akibat distropi otot, atropi, malnutrisi atau penurunan
masa otot akibat penuaan.
• Obat-obat seperti asam askorbat, simetidin, levodopa dan metildopa dapat mempengaruhi nilai
kreatinin pada pengukuran laboratorium walaupun tidak berarti ada gangguan fungsi ginjal.
• Nilai kreatinin boleh jadi normal meskipun terjadi gangguan fungsi ginjal pada pasien lanjut
usia (lansia) dan pasien malnutrisi akibat penurunan masa otot.
• Kreatinin mempunyai waktu paruh sekitar satu hari. Oleh karena itu diperlukan waktu
beberapa hari hingga kadar kreatinin mencapai kadar normal untuk mendeteksi perbaikan
fungsi ginjal yang signifikan.
• Konsentrasi kreatinin serum juga bergantung pada berat, umur dan masa otot.
Faktor pengganggu
• Olahraga berat, angkat beban dan prosedur operasi yang merusak otot rangka dapat
meningkatkan kadar kreatinin
Deskripsi:
Konsentrasi enzim ALT yang tinggi terdapat pada hati. ALT juga terdapat pada jantung, otot dan
ginjal. ALT lebih banyak terdapat dalam hati dibandingkan jaringan otot jantung dan lebih spesifik
menunjukkan fungsi hati daripada AST. ALT berguna untuk diagnosa penyakit hati dan memantau
lamanya pengobatan penyakit hepatik, sirosis postneurotik dan efek hepatotoksik obat.
Implikasi klinik:
• Peningkatan kadar ALT dapat terjadi pada penyakit hepatoseluler, sirosis aktif, obstruksi
bilier dan hepatitis.
• Nilai peningkatan yang signifikan adalah dua kali lipat dari nilai normal.
• Nilai juga meningkat pada keadaan: obesitas, preeklamsi berat, acute lymphoblastic
leukemia (ALL)
Deskripsi:
AST adalah enzim yang memiliki aktivitas metabolisme yang tinggi,ditemukan
di jantung, hati, otot rangka, ginjal, otak, limfa, pankreas dan paru-paru. Penyakit
yang menyebabkan perubahan, kerusakan atau kematian sel pada jaringan
tersebut akan mengakibatkan terlepasnya enzim ini ke sirkulasi.
Implikasi klinik:
• Peningkatan kadar AST dapat terjadi pada MI, penyakit hati, pankreatitis
akut, trauma, anemia hemolitik akut, penyakit ginjal akut, luka bakar
parah dan penggunaan berbagai obat, misalnya: isoniazid, eritromisin,
kontrasepsi oral
• Penurunan kadar AST dapat terjadi pada pasien asidosis dengan diabetes
mellitus.
– Asetominofen
– Co-amoksiklav
– INH
– Antiinflamasi nonsteroid
– Fenitoin
– Valproat .[13]
TUGAS TAMBAHAN
Garam adalah sumber utama natrium, unsur yang sangat penting bagi kesehatan. Tubuh
membutuhkannya untuk membantu menjaga keseimbangan cairan tubuh, membantu
mengirimkan impuls saraf dan proses kontraksi dan relaksasi otot. Ginjal secara alami
menjaga keseimbangan jumlah natrium di dalam tubuh. Bila kadar natrium rendah, ginjal
akan menahan pengeluarannya. Bila kadar natrium tinggi, ginjal akan mengeluarkannya
melalui urine. Dalam masalah tertentu ginjal tidak dapat mengeluarkan natrium, maka
natrium akan terakumulasi di dalam darah. Karena natrium bersifat menarik dan menahan
air, volume darah akan meningkat.
Peningkatan volume darah membuat jantung bekerja lebih keras untuk mengalirkan lebih
banyak darah ke pembuluh darah dan meningkatkan tekanan darah. Hal ini pada akhirnya
dapat menyebabkan hipertensi8. Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan
konsentrasi natrium di dalam cairan ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya,
cairan intraseluler ditarik ke luar, sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat.
Meningkatnya volume cairan menyebabkan meningkatnya volume darah sehingga
berdampak kepada timbulnya hipertensi11. Pembatasan konsumsi garan dapur hingga 6
gram sehari menganjurkan pembatasan konsumsi garan dapur hingga 6 gram sehari (2400
mg). Pembatasan ini dilakukan mengingat peranan potensial natrium dalam menimbulkan
tekanan darah tinggi (hipertensi).
Peranan kalium mirip dengan natrium, yaitu kalium bersama-sama dengan klorida
membantu menjaga tekanan osmotik dan keseimbangan asam-basa. Bedanya kalium
menjaga tekanan osmotik dalam cairan intraseluler, dan sebagian terikat dengan protein.
Kalium juga membantu mengaktivasi reaksi enzim, seperti piruvat kinase yang dapat
menghasilkan asam piruvat dalam proses metabolisme karbohidrat.
Kalium diabsorpsi dengan mudah dalam usus halus. Sebanyak 80-90% kalium yang
dimakan diekskresi melalui urin, selebihnya dikeluarkan melalui feses dan sedikit melalui
keringkat dan cairan lambung. Taraf kalium normal darah dipelihara oleh ginjal melalui
kemampuannya menyaring, mengabsorpsi kembali dan mengeluarkan kalium di bawah
pengaruh aldosteron. Kalium dikeluarkan dalam bentuk ion menggantikan ion natrium
melalui mekanisme pertukaran di dalam ginjal. Seperti halnya natrium, kalium mudah
sekali diserap tubuh, diperkirakan 90% dari yang dicerna akan diserap dalam usus kecil.
Jumlah kalium yang dikonsumsi per hari sekitar 50 sampai 100 m Eq, atau sekitar 3,7-7,4
g kalium.
Asupan Kalium pada seseorang dapat mempengaruhi tekanan darah. Peningkatan asupan
kalium dapat menurunkan tekanan darah, penurunan tekanan darah ini dapat dikarenakan
adanya penurunan resistensi vaskular akibat dilatasi pembuluh darah serta adanya
peningkatan kehilangan air dan natrium dari tubuh hasil aktivitas pompa natrium dan
kalium. Asupan kalium idealnya adalah 4,7g/hari dan dapat diperoleh dari buah dan sayur
yang mengandung kalium tinggi.
Curah jantung dan resistensi perifer total merupakan dua penentu utama yang
mempengaruhi tekanan darah. Maka berbagai faktor yang terlibat dalam mempengaruhi
curah jantung dan resistensi perifer total akan mempengaruhi tekanan darah. Salah
satunya adalah kebiasaan hidup yang tidak baik seperti merokok.
Rokok yang dihisap dapat mengakibatkan peningkatan tekanan darah. Namun rokok akan
mengakibatkan vasokonstriksi pembuluh darah perifer dan pembuluh di ginjal sehingga
terjadi peningkatan tekanan darah. Merokok sebatang setiap hari akan meningkatkan
tekanan sistolik 10–25 mmHg dan menambah detak jantung 5–20 kali per menit.
Dengan menghisap sebatang rokok maka akan mempunyai pengaruh besar terhadap
kenaikan tekanan darah atau hipertensi. Hal ini dapat disebabkan karena merokok secara
aktif maupun pasif pada dasarnya mengisap CO (karbon monoksida) yang bersifat
merugikan. Akibat gas CO terjadi kekurangan oksigen yang menyebabkan pasokan
jaringan berkurang. Ini karena, gas CO mempunyai kemampuan mengikat hemoglobin
(Hb) yang terdapat dalam sel darah merah (eritrosit) lebih kuat dibanding oksigen,
sehingga setiap ada asap rokok disamping kadar oksigen udara yang sudah berkurang,
ditambah lagi sel darah merah akan semakin kekurangan oksigen, oleh karena yang
diangkut adalah CO dan bukan O2 (oksigen). Seharusnya, hemoglobin ini berikatan
dengan oksigen yang sangat penting untuk pernapasan sel-sel tubuh, tapi karena gas CO
lebih kuat daripada oksigen, maka gas CO ini merebut tempatnya di hemoglobin. Sel
tubuh yang menderita kekurangan oksigen akan berusaha meningkatkan yaitu melalui
kompensasi pembuluh darah dengan jalan menciut atau spasme dan mengakibatkan
meningkatnya tekanan darah. Bila proses spasme berlangsung lama dan terus menerus
maka pembuluh darah akan mudah rusak dengan terjadinya proses aterosklerosis
(penyempitan).
Selain itu, asap rokok juga mengandung nikotin. Nikotin merupakan dadah yang kuat.
Nikotin bertindak terhadap pusat kepuasan di otak yang menyebabkan perokok
terangsang pada peringkat awal, tetapi keadaan ini kemudiannya disusuli oleh
kemurungan. Nikotin meningkatkan penghasilan bahan kimia yang dinamai dopamine
dan berhubung rapat dengan pusat-pusat emosi di otak.
Nikotin mengganggu sistem saraf simpatis dengan akibat meningkatnya kebutuhan
oksigen miokard. Selain menyebabkan ketagihan merokok. Efek nikotin menyebabkan
perangsangan terhadap hormon epinefrin (adrenalin) yang bersifat memacu peningkatan
frekuensi denyut jantung, tekanan darah, kebutuhan oksigen jantung, serta menyebabkan
gangguan irama jantung. Jantung tidak diberikan kesempatan istirahat dan tekanan darah
akan semakin meninggi, berakibat timbulnya hipertensi. Nikotin juga mengganggu kerja
saraf, otak, dan banyak bagian tubuh lainnya. Efek lain nikotin adalah merangsang
berkelompoknya trombosit (sel pembekuan darah), trombosit akan menggumpal dan
akhirnya akan menyumbat pembuluh darah yang sudah sempit akibat asap yang
mengandung gas CO yang berasal dari rokok. Dari gambaran diatas baik gas CO maupun
nikotin berpacu menyempitkan pembuluh darah dan menyumbatnya sekaligus.
Menurut kajian, risiko merokok menyebabkan hipertensi berkaitan dengan jumlah rokok
yang dihisap per hari, dan bukan pada lama merokok. Seseorang yang merokok lebih dari
satu pak rokok sehari menjadi lebih rentan mendapat hipertensi. Zat-zat kimia dalam
rokok bersifat kumulatif (ditimbun), suatu saat dosis racunnya akan mencapai titik toksis
sehingga mulai kelihatan gejala yang ditimbulkannya.
Kemampuan fungsi ginjal tersebut dihitung dari kadar kreatinin (creatinine) dan kadar
nitrogen urea (blood urea nitrogen/BUN) di dalam darah. Kreatinin adalah hasil
metabolisme sel otot yang terdapat di dalam darah setelah melakukan kegiatan, ginjal
akan membuang kretinin dari darah ke urin. Bila fungsi ginjal menurun, kadar kreatinin di
dalam darah akan meningkat. Kadar kreatinin normal dalam darah adalah 0,6-1,2 mg/dL.
LFG dihitung dari jumlah kreatinin yang menunjukkan kemampuan fungsi ginjal
menyaring darah dalam satuan ml/menit/1,73m2. Kemampuan ginjal membuang cairan
berlebih sebagai urin (creatinine clearence unit) di hitung dari jumlah urin yang
dikeluarkan tubuh dalam satuan waktu, dengan mengumpulkan jumlah urin tersebut
dalam 24 jam, yang disebutdengan C_crea (creatinine clearence). C_cre normal untuk
pria adalah 95-145 ml/menit dan wanita 75-115 ml/menit.
Perbandingan nilai kreatinin, laju filtrasi glomerulus dan clearence rate untuk
menilai fungsi ginjal dapat dikategorikan menjadi:
1. Bickley LS. Bates buku ajar pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan. Edisi 8.
Jakarta: EGC: 2009
2. Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan Departemen Kesehatan. Buku Pharmaceutical Care Untuk Pasien
Penyakit Hipertensi. 2006
3. InfoDATIN (Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI)
4. K.Agnesia Nuarima, Factor Resiko Hipertensi Pada Masyarakat Di Desa Kabongan
Kidul, Kabupaten Rembang. 2012
5. Bianti Nuraini, Risk Factor Of Hypertension. J Majority. Vol.4 No. 5. 5 Februari
2015.
6. https://www.scribd.com/doc/119149924/Patofisiologi-Hipertensi (diakses pada
tanggal 14 Desember 2016)
7. https://www.scribd.com/document/320610329/Gejala-Klinis-Hipertensi (diakses pada
tanggal 14 Desember 2016)
8. https://www.scribd.com/doc/119149924/Patofisiologi-Hipertensi (diakses pada
tanggal 14 Desember 2016)
9. Prasetyorini HT, Prawesti, Dian. Stress Pada Penyakit Terhadap Kejadian Komplikasi
Hipertensi Pada Pasien Hipertensi.
10. Yogiantoro M. Hipertensi Esensial Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. V ed.
Jakarta: Interna Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam; 2009. p: 1080
11. Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik. In: Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, K MS,
Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. V ed. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departeman Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2009.
12. Pedoman Interpretasi Data Klinik. Kementrian Kesehatan RI 2012