Вы находитесь на странице: 1из 6

Pada percobaan ini dilakukan dua kali percobaan dengan katalis yang

berbeda. Terdapat beberapa perbedaan yang terjadi, diantaranya :

 Katalis Basa
Percobaan transesterifikasi
yang dilakukan dengan katalis basa
saat melakukan pemanasan yaitu
sampai suhu 70°C serta dilakukan
pengadukan selama 30 menit. Setelah
dilakukan pemanasan dan pengadukan
hasil yang didapat yaitu biodiesel dan
gliserol dengan warna yang cukup
bening. Selain itu, proses dengan
menggunakan katalis basa
berlangsung lebih cepat dibandingkan
dengan katalis asam dikarenakan
reaksi berlangsung searah. Proses
yang terjadi pada reaksi transesterifi-
Gambar 19 Biodiesel dengan katalis basa kasi dengan katalis basa dimulai
dengan reaksi metoksida antara alkohol dengan NaOH, setelah homogen, minyak
nabati yang menjadi bahan baku kemudian ditambahkan kedalam campuran
tersebut.

 Katalis Asam
Pada proses transesterifikasi
menggunakan katalis asam terjadi
perbedaan dengan menggunakan
katalis basa. Dilihat dari produk yang
dihasilkan, biodiesel yang terbentuk
menggunakan katalis asam warnanya
lebih keruh dibandingankan dengan
menggunakan katalis basa. Selain itu
salah satu yang membedakannya
adalah proses yang berlangsung,
dimana dengan menggunakan katalis
asam, HCl yang dilarutkan ke dalam
metanol harus dilakukan secara
perlahan karena reaksi yang terjadi
Gambar 20 Biodiesel dengan katalis asam

15
adalah reaksi eksoterm yang membebaskan panas. Selain itu, penambahan
minyak pun harus dilakukan sedikit demi sedikit. Lalu saat pengadukan
dan pemanasan sedikit berbeda yaitu dilakukan pemanasan hingga suhu
55-60°C selama 60 menit.

Dari kedua katalis berbeda yang digunakan, menghasilkan produk yang


berbeda pula meskipun keduanya sama-sama menghasilkan biodiesel dan gliserol.
Hal ini terlihat dari warna biodiesel yang dihasilkannya. Setelah kedua biodiesel
terbentuk maka dilakukan pemisahan antara biodiesel yang terbentuk dengan
gliserol.

Pemisahan antara biodiesel dengan


gliserol dilakukan menggukan corong
pemisah. Untuk memisahkannya, biodiesel
dicuci dengan air panas sebanyak 3 kali.
Tujuannya yaitu untuk membawa gliserol
turun bersama dengan air yang keluar
sehingga terpisah dari biodiesel. Dapat terlihat
bahwa gliserol akan turun ke perumukaan
corong pemisah, sedangkan biodiesel sendiri
akan berada di atasnya. Hal ini dikarenakan
keduanya memiliki massa jenis yang berbeda.

Gambar 21 Gliserol

Dari percobaan transesterifikasi yang telah di lakukan, dari volume


minyak yang menjadi bahan baku yaitu 100 ml menghasilkan volume biodiesel
yang terbentuk dengan katalis basa adalah 82 ml sedangkan dengan katalis asam
adalah 52 ml. Dari hasil yang diperoleh dari percobaan, jika dibandingkan dengan
SNI, masih belum sesuai dengan SNI. Beberapa uji mutu kemudian dilakukan
pada biodiesel yang terbentuk. Dari segi densitas, hasil yang diperoleh dari
percobaan dengan katalis basa yaitu 900 kg/m3 dan dengan katalis asam yaitu
1200 kg/m3. Sedangkan dari SNI yaitu 850-890 kg/m3. Selanjutnya dari segi
viskositas, hasil yang didapat dengan katalis basa adalah 1,6 cSt dan dengan
katalis asam adalah 8,9 cSt. Sedangkan dari SNI yaitu 2,3-6,0 cSt.
Uji mutu lain yang dilakukan yaitu bilangan asam. Dari biodiesel dengan
katalis basa bilangan asamnya adalah 0,2 sedangkan dari biodiesel dengan katalis
asam adalah 0,8. Lalu dilakukan uji mutu bilangan penyabunan. Dari biodiesel

16
dengan katalis basa yaitu 11 sedangkan dari biodiesel dengan katalis asam adalah
15. Dari bilangan asam dan bilangan penyabunan yang diperoleh, maka akan
diperoleh bilangan ester, yaitu hasil pengurangan dari bilangan penyabunan
dengan bilangan asam. Bilangan ester untuk biodiesel dengan katalis basa yaitu
10,8 sedangkan bilangan ester untuk biodiesel dengan katalis asam yaitu 14,2.
Dalam uji mutu yang dilakukan, metode yang digunakan yaitu dengan
mentitrasi sampel biodiesel baik dengan katalis asam maupun dengan katalis basa
dititrasi dengan NaOH 0,1 N.
Biodiesel dengan katalis asam dititrasi
dengan NaOH 0,1 N. Mula-mula ke dalam sampel
biodiesel ditambahkan dengan 10 ml etanol.
Kemudian ditambahkan indikator PP sebanyak 3
tetes. Warna larutan yang terbentuk pada keadaan
awal yaitu bening, setelah dititrasi warna larutan
berubah menjadi pink. Volume NaOH yang
dibutuhkan yaitu 0,4 ml. Volume titrasi ini
kemudian dibutuhkan untuk menghitung bilangan
asam biodiesel dengan katalis asam.

Gambar 22 Titrasi biodiesel katalis asam dengan NaOH

Selain itu, biodiesel dengan katalis basa pun


dititrasi dengan NaOH 0,1 N. Sama halnya dengan
sampel biodiesel katalis asam, mula-mula sampel
dilarutkan dengan 10 ml etanol dan ditambahkan
indikator PP sebanyak 3 tetes. Warna larutan pada
keadaan awal yaitu bening, setelah dititrasi dengan
NaOH larutan berubah warna menjadi pink.
Volume NaOH yang dibutuhkan yaitu 0,1 ml.
Volume NaOH ini kemudian digunakan untuk
menghitung bilangan asam dari biodiesel katalis
basa.

Gambar 23 Titrasi biodiesel katalis basa dengan NaOH

17
Selain itu metode titrasi dilakukan dengan
menggunakan larutan asam yaitu HCl 0,5 N. Ada
perbedaan antara metode titrasi basa dengan NaOH
dengan titrasi asam dengan HCl. Saat Titrasi
menggunakan asam, sampel mula-mula direfluks
dengan suhu 55-60°C selama 30 menit. Untuk
sampel basa, diambil 2,14 ml dan ditambahkan
dengan NaOH sebanyak 25 ml lalu di refluks.
Setelah direfluks, ke dalam sampel ditambahkan
indikator PP sebanyak 3 tetes kemudian dititrasi
dengan HCl. Mula-mula warna larutan yaitu pink,
setelah dititrasi warnanya menjadi bening. Volume
Gambar 24 Titrasi biodiesel dari HCl yang dibutuhkan untuk sampel basa ini
basa setelah refluks adalah 4,9 ml. Volume ini kemudian digunakan
untuk menghitung bilangan penyabunan sampel.

Selanjutnya, sampel biodiesel dengan katalis


asam direfluks sama seperti sampel biodiesel katalis
basa yaitu selama 30 menit. Setelah direfluks
sampel kemudian ditambahkan dengan indikator PP
sebanyak 3 tetes. Pada keadaan awal, warna dari
sampel yaitu pink, setelah dititrasi dengan HCl
warnanya berubah putih. Volume HCl yang
dibutuhkan yaitu 4,5 ml. Volume ini kemudian
digunakan untuk menentukan bilangan penyabunan
dari sampel biodiesel katalis asam.

Gambar 25 Titrasi biodiesel asam setelah refluks

Setelah itu, NaOH 50 ml di refluks selama 30 menit untuk dititrasi dengan


HCl sama seperti sampel biodiesel asam maupun biodiesel basa. Hal ini dilakukan
untuk menentukan volume HCl yang dibutuhkan untuk mentitrasi NaOH.
Kemudian volume yang diperoleh (volume blangko) akan digunakan untuk
menentukan bilangan penyabunan. Setelah direfluks, kemudian NaOH
ditambahkan dengan 3 tetes PP. Warna awal yaitu pink, setelah dititrasi menjadi
bening. Volume HCl yang dibutuhkan yaitu sebanyak 6 ml.

18
(a) (b)

Gambar 26 (a) NaOH sebelum titrasi (b) NaOH setelah titrasi

Dari hasil percobaan yang didapat, apabila dibandingkan dengan SNI masih
terdapat beberapa kekurangan. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi hasil
biodiesel yang didapat adalah sebagai berikut :

1. Suhu
Suhu sangat berpengaruh pada percobaan transesterifikasi ini. Reaksi
transesterifikasi akan lebih cepat berlangsung bila suhu dinaikkan
mendekati titik didih alkohol yang digunakan. Pada percobaan ini suhu
yang digunakan yaitu 50-60°C. Pemanasan yang dilakukan antara katalis
asam dengan basa sedikit berbeda. Untuk katalis asam pemanasan
dilakukan selama 60 menit sedangkan untuk katalis basa yaitu selama 30
menit.
2. Kecepatan Pengadukkan
Semakin tinggi pengadukan akan menyebabkan terjadinya difusi
antara minyak atau lemak sampai terbentuk metil ester. Pada percobaan ini
kecepatan pengadukan yaitu 230-250 rpm.
3. Jenis Katalis
Dalam pembuatan biodiesel, jenis katalis sangatlah berpengaruh.
Pada percobaan ini digunakan katalis yang berbeda yaitu katalis asam
(H2SO4) dan katalis basa (NaOH). Hasil yang terbentuk pun akan beda
dimana dengan katalis asam warna biodiesel yang terbentuk lebih keruh
dibandingkan dengan katalis bawa. Selain itu volume biodiesel yang

19
terbentuk dari katalis asam hanya 56 ml sedangkan dari katalis basa yaitu
82 ml. Untuk percobaan transesterifikasi ini biodiesel dari katalis basa
lebih baik kualitasnya dibandingkan dengan katalis asam.
4. Perbandingan metanol dengan asam lemak
Pemakaian alkohol berlebih akan mendorong reaksi kea rah
pembentukan etil ester dan semakin besar kemungkinan terjadinya
tumbukan antara molekul-molekul methanol dan minyak yang bereaksi.

Di samping faktor-faktor yang telah disebutkan sebelumnya, kemurnian


reaktan terutama kandungan air dan kandungan asam lemakbebas (FFA) juga
merupakan faktor yang mempengaruhi keberlangsungan transesterifikasi.
Walaupun campuran alkohol/minyak yang digunakan bebas air, namun
sejumlah air akan dihasilkan dalam system dari reaksi antara hidroksida dengan
alkohol. Keberadaan air mengakibatkan meningkatnya hidrolisis ester yang
dihasilkan dari pembentukan sabun. Reaksi saponifikasi tidak diinginkan selama
proses karena dapat mereduksi yield ester dan mengakibatkan pemisahan gliserol
menjadi sulit karena pembentukan emulsi.

20

Вам также может понравиться