Вы находитесь на странице: 1из 17

BAB I

PENJABARAN KASUS

1.1 IDENTITAS PASIEN


• Nama : An. NA (MR 022023)
• Umur : 5 Tahun
• Jenis Kelamin : Laki-laki
• TTL : Bandar Lampung, 14 Maret 2011
• Agama : Islam
• Alamat : Jl. Beringin Raya Kecamatan Kemiling. RT 027.
Bandar Lampung
• Nama Ayah : Tn. ARD
• Umur : 38 Tahun
• Pekerjaan : PNS
• Pendidikan Terakhir : S1
• Nama Ibu : Ny. SA
• Umur : 37 Tahun
• Pekerjaan : IRT
• Pendidikan Terakhir : D3
• Masuk RS tanggal : 03 Maret 2016 Pukul : 18:08 WIB
• Diagnosis Masuk : Asma Bronkiale (Dari IGD)
• Ruang Perawatan : Lantai 4. Kamar No: 2410

1.2 ANAMNESIS
1.2.1 Keluhaan Utama
Sesak sejak sore yang semakin memberat ± 30 menit sebelum masuk
rumah sakit (SMRS).

1.2.2 Keluhan Tambahan


Batuk sejak 2 hari yang lalu dan pilek sejak 3 hari SMRS.

1.2.3 Riwayat Penyakit Sekarang


Os datang diantar orang tuanya dengan keluhan sesak yang
dirasakan sejak sore yang semakin memberat ± 30 menit sebelum masuk
rumah sakit, sesak disertai suara mengi yang berulang. Menurut orang
tuanya os mengeluh sesak muncul setelah os minum air dingin (air es).
Keluhan batuk sejak 2 hari yang lalu dan pilek sejak 3 hari SMRS.
Os tidak mengeluh demam, pusing dan lemas tetapi nafsu makan
os memang sedikit dan susah minum. BAB dan BAK normal.

2
Os mempunyai riwayat penyakit asma dan dalam 1 bulan ini Os
sudah 3 kali sesak. Os tidak memiliki riwayat alergi. Sebelumnya sudah
mendapatkan terapi inhalasi tetapi tidak ada perubahan.

1.2.4 Riwayat Penyakit Dahulu


Os mempunyai riwayat asma sejak usia 6 bulan. Riwayat kekambuhan
setiap minggu 1x, tetapi setelah mendapat terapi inhalasi keluhan biasanya
membaik.

1.2.5 Riwayat Penyakit Keluarga


Dari pihak keluarga, Ayah Os sejak SMP dan Paman Os sejak usia Balita,
keduanya mempunyai riwayat penyakit asma.

1.2.6 Riwayat Silsilah Keluarga

Keterangan :

: Laki-laki : Pasien

: Perempuan

3
1.2.7 Riwayat Kehamilan dan Persalinan
 Riwayat Kehamilan :
P3A0, lahir cukup bulan, ibu tidak mengalami sakit selama kehamilan,
ibu tidak mengkonsumsi obat-obatan selama kehamilan, ibu rutin
memeriksakan kehamilan, kunjungan ANC rutin.
 Riwayat Persalinan :
- PBL : Tidak ingat
- BBL : 3400 gr
- Persalinan Sectio Caesaria atas indikasi letak sungsang ditolong oleh
Dokter Sp.OG
- Anak ketiga dari 3 bersaudara
- BBLC, NCB, SMK, LSc a/i letak sungsang

1.2.8 Riwayat Makanan


Riwayat pemberian ASI hingga usia 24 bulan, dilanjutkan pemberian MP-
ASI setelah usia 6 bulan.

1.2.9 Riwayat Perkembangan dan Pertumbuhan


- 8 bulan sudah bisa duduk
- 1 tahun sudah bisa berjalan dan berbicara
- 1 tahun 3 bulan sudah bisa menendang dan berlari

1.2.10 Riwayat Imunisasi


Ibu os mengatakan sudah melakukan imunisasi lengkap tetapi tidak
mengingat waktunya.

1.2.11 Riwayat Sosial, Ekonomi dan Lingkungan


Penghasilan ayah Os diperkirakan Rp. 5.000.000/bulan sedangkan ibu os
tidak bekerja.

1.3 ANAMNESIS SISTEM


- Cerebrospinal system : DBN
- Respirasi system : Sesak (+), bunyi vesikuler (+), wheezing
(+/+), ronkhi (-)
- Gastrointestinal system : Nyeri perut (-), peristaltik normal
- Cardiovaskular system : BJ I-II murni, mur-mur (-), gallop (-)

4
1.4 PEMERIKSAAN FISIK
 Keadaan umum :
 Kesadaran : Compos mentis
 Vital sign
BB : 19 Kg
Nadi : 98 x/menit, regular, isi cukup
Respirasi : 62 x/menit
Suhu : 36.8 oC
 Kepala
Bentuk : Normochepal dan simetris
Ubun-ubun : DBN
Rambut : Hitam, lurus, tidak mudah dicabut
Mata : Sklera ikterik (-). Konjungtiva anemis (-)
Pupil isokor (+/+)
Telinga : Massa (-), nyeri tekan auricular (-)
Hidung : Pernapasan cuping hidung (+), septum deviasi (-)
Mulut : Tidak ada kelainan. Letak uvula medial
Pembesaran tonsil (-)
Pharing : Pharingitis (-)
Gigi : Karies dentis (+)
 Leher
Inpeksi : Simetris. Trakhea di tengah. Benjolan (-)
Pembesaran kelenjar getah bening (-)
Palpasi : Tidak ada pembesaran kalenjar getah bening dan
kelenjar tiroid,
 Thorax
a) Thorax anterior-Posterior
Inspeksi : Massa (-). Bentuk dan gerak simetris
Retraksi interkostalis (-)
Palpasi : Massa (-). Nyeri tekan (-). ICS tidak melebar
Vocal fremitus normal (Dextra = Sinistra)
Perkusi : Sonor seluruh lapang paru (Dextra = Sinistra)
Auskultasi : Ronkhi (-/-). Wheezing (+/+)

b) Jantung
Inspeksi : Tidak tampak iktus cordis
Palpasi : Tidak teraba iktus cordis
Perkusi : DBN
Auskultasi : Bunyi jantung murni dan regular
Gallop (-). Murmur (-)

5
c) Paru
Inspeksi : Dalam keadaan statis simestris, dalam keadaan
dinamis tidak ada ketinggalan gerak
Palpasi : Vokal fremitus paru kanan = paru kiri
Perkusi : Sonor dikedua lapang paru, batas paru normal
Auskultasi : Suara nafas vesikuler. Ronkhi (-). Wheezing (+/+)
 Abdomen
Inspeksi : DBN
Palpasi : Supel. Nyeri tekan epigastrium (-)
Distensi otot perut (-). Hepar tidak teraba
Lien tidak teraba. Turgor baik
Auskultasi : Peristaltik Normal (3x/menit)
Perkusi : Timpani. Pekak samping (-)
 Genitalia Eksterna
Tidak dilakukan pemeriksaan
 Ekstremitas
Edema (-). Akral hangat. Ptechi (-). CRT (<2 detik)
 Refleks Neurologis
Fisiologis : DBN
Patologis : Tidak ada reflek patologis

1.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Laboratorium :
a. Hematologi: Tanggal 03 Maret 2016
 Hemoglobin : 11,4 gr%
 Leukosit : 4.100 ul
 Hitung jenis
o Basofil :0%
o Eosinofil :0%
o Batang :1%
o Segmen : 81 %
o Limposit : 20 %
o Monosit :7%
 Eritrosit : 4,8 ul
 Hematokrit : 34 %
 Trombosit : 287.000 ul
 MCV : 76 fi
 MCH : 23 pg
 MCHC : 30 g/di

6
1.6 RINGKASAN
Os datang diantar orang tuanya dengan keluhan sesak yang
dirasakan sejak sore yang semakin memberat ± 30 menit sebelum masuk
rumah sakit, sesak disertai suara mengi yang berulang. Menurut orang
tuanya os mengeluh sesak muncul setelah os minum air dingin (air es).
Keluhan batuk sejak 2 hari yang lalu dan pilek sejak 3 hari SMRS.
Os tidak mengeluh demam, pusing dan lemas tetapi nafsu makan
os memang sedikit dan susah minum. BAB dan BAK normal.
Os mempunyai riwayat penyakit asma dan dalam 1 bulan ini Os
sudah 3 kali sesak. Os tidak memiliki riwayat alergi. Sebelumnya sudah
mendapatkan terapi inhalasi tetapi tidak ada perubahan.
Os mempunyai riwayat asma sejak usia 6 bulan. Dari pihak
keluarga, Ayah dan Paman os keduanya mempunyai riwayat penyakit
asma.
Pemeriksaan fisik :
Hidung : Pernapasan cuping hidung (+),
Gigi : Karies dentis (+)
Thorax : Auskultasi: Wheezing (+/+)

1.7 DIAGNOSIS KLINIS


- Asma Bronkiale

1.8 DIAGNOSIS DIFFERENTIAL


- Bronkiolitis

1.9 RENCANA PENGELOLAAN


Medikamentosa :
- IVFD RL 500 ml xx gtt/menit (makro)
- O2 1-2 liter/menit (Jika sesak)
- Nebu (Ventolin + 1cc NaCl 0,9%)/8jam
- Ambroxol syr 3x1 cth
- Cetrizine syr 2x1 cth

Non medikamentosa :
- Kurangi kegiatan fisik atau olahraga yang berlebihan.
- Hindari rangsangan sesuatu yang bersifat alergen, seperti asap rokok,
serbuk sari, debu, bulu binatang, asap, polusi udara dan hewan piaraan.

7
1.10 FOLLOW UP
04-03-2016 05-03-2016 06-03-2016
S: S: S:
Sesak ± 30 menit sejak Sesak berkurang Sesak berkurang
kemarin, sesak disertai suara Batuk (+), pilek (+) Batuk (+), pilek (-)
mengi yang berulang. Demam (-), Demam (-)
Muncul setelah os minum Nyeri dada (-), nyeri perut (-) Nyeri dada (-), nyeri perut (-)
air dingin (air es). Sesak Mual (-), muntah (-) Mual (-), muntah (-)
sudah 3x dalam 1 bulan ini. Napsu makan dan minum Napsu makan dan minum
Batuk (+) sejak 2 hari yang
masih sedikit membaik
lalu dan pilek (+) sejak 3
hari yang lalu. BAB dan BAK normal. BAB dan BAK normal.
Demam (-), nyeri dada (-),
nyeri perut (-), mual (-),
muntah (-).
Napsu makan sedikit dan
susah minum. BAB dan
BAK normal.
Riwayat penyakit asma (+)
O: O: O:
BB : 19 Kg BB : 19 Kg BB :19 Kg
RR : 52x/menit RR : 38x/menit RR : 32x/menit
HR : 96x/menit HR : 98x/menit HR : 96x/menit
T : 37,3 0C T : 36,8 0C T : 37,1 0C
Auskultasi: Wheezing (+/+)
A: Asma bronkiale A: Asma bronkiale A: Asma bronkiale
P: P: P:
- IVFD RL xx gtt/menit - IVFD RL xx gtt/menit - IVFD RL X gtt/menit
- O2 1-2L/menit (jika sesak) - O2 1-2L/menit (jika sesak) - O2 1-2L/menit (jika sesak)
- Nebu Ventolin + 1cc NaCl - Ambroxol syr 3x3/4 cth - Ambroxol syr 3x1 cth
0,9%/8 jam - Cetrizine syr 2x1cth - Cetrizine syr 2x1cth
- Ambroxol syr 3x3/4 cth - Salbutamol 3x2mg (Pulv) - Salbutamol 3x2mg (Pulv)
- Cetrizine syr 2x1cth - Dexamatason 2x1/2 amp - Dexamatason 2x1/2 amp
- BLPL

8
BAB II
PEMBAHASAN KASUS

2.1 Definisi Asma Bronkiale


Asma bronkiale adalah suatu keadaan dimana saluran nafas mengalami
penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang
menyebabkan peradangan dan penyempitan yang bersifat sementara.

2.2 Epidemiologi
Indonesia (SKRT 1986) : Asma merupakan peringkat kelima dari
prevalensi penyakit di Indonesia.
Prevalensi :
- Pada golongan usia dan jenis kelamin
 <5 tahun : sering pada laki-laki
 5-9 tahun : wanita = laki-laki
 10-60 tahun : wanita > dari laki-laki
 >60 tahun : laki-laki > wanita
Determinan :
- Host :
 Riwayat alergi
 Faktor keturunan :
- Ayah ibu alergi : 75% anak alergi
- Ayah atau ibu alergi : 50% anak alergi
- Agen :
 Alergen Inhalasi :
- Tungau debu rumah
- Serbuk sari
- Bulu binatang
- Air liur
- Kecoa
- Jamur
 Alergen Ingestan :
- Bahan makanan
- Obat-obatan
 Alergen Kontaktan :
- Salep
- Logam (perhiasan, dll)

9
2.3 Etiologi
Menurut The Lung Association, ada dua faktor yang menjadi pencetus asma :
Pemicu (trigger) yang mengakibatkan terganggunya saluran pernafasan dan
mengakibatkan mengencang atau menyempitnya saluran pernafasan
(bronkokonstriksi) tetapi tidak menyebabkan peradangan, seperti :
 Perubahan cuaca dan suhu udara.
 Rangsang sesuatu yang bersifat alergen, misalnya asap rokok, serbuk sari,
debu, bulu binatang, asap, udara dingin dan olahraga, insektisida, debu,
polusi udara dan hewan piaraan.
 Infeksi saluran pernafasan.
 Gangguan emosi.
 Kerja fisik atau olahraga yang berlebihan.
Penyebab (inducer) yaitu sel mast di sepanjang bronki melepaskan bahan seperti
histamin dan leukotrien sebagai respon terhadap benda asing (alergen), seperti
serbuk sari, debu halus yang terdapat di dalam rumah atau bulu binatang, yang
menyebabkan terjadinya :
 Kontraksi otot polos.
 Peningkatan pembentukan lendir.
 Perpindahan sel darah putih tertentu ke bronki yang mengakibatkan
peradangan pada saluran pernafasan dimana hal ini akan memperkecil
diameter dari saluran udara (disebut bronkokonstriksi) dan penyempitan
ini menyebabkan penderita harus berusaha sekuat tenaga supaya dapat
bernafas.

2.4 Klasifikasi
I. Berdasarkan etiologinya Asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3
tipe, yaitu :
1. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor
pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-
obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering
dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi.
Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang
disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.

Asma Ekstrinsik dibagi menjadi :


(i) Asma ekstrinsik atopik
(ii) Asma ekstrinsik non atopik

10
2. Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus
yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga
disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan
asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu
dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa
pasien akan mengalami asma gabungan
3. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari
bentuk alergik dan non-alergik.

II. Berdasarkan Keparahan Penyakit


1. Asma intermiten
Gejala muncul < 1 kali dalam 1 minggu, eksaserbasi ringan dalam
beberapa jam atau hari, gejala asma malam hari terjadi < 2 kali dalam 1
bulan, fungsi paru normal dan asimtomatik di antara waktu serangan, Peak
Expiratory Folw (PEF) dan Forced Expiratory Value in 1 second (PEV1) >
80%.
2. Asma persisten ringan
Gejala muncul > 1 kali dalam 1 minggu tetapi < 1 kali dalam 1 hari,
eksaserbasi mengganggu aktifitas atau tidur, gejala asma malam hari
terjadi > 2 kali dalam 1 bulan, PEF dan PEV1 > 80%.
3. Asma persisten sedang (moderate)
Gejala muncul tiap hari, eksaserbasi mengganggu aktifitas atau tidur,
gejala asma malam hari terjadi >1 kali dalam 1 minggu, menggunakan
inhalasi beta 2 agonis kerja cepat dalam keseharian, PEF dan PEV1 >60%
dan < 80%.
4. Asma persisten berat (severe)
Gejala terus menerus terjadi, eksaserbasi sering terjadi, gejala asma malam
hari sering terjadi, aktifitas fisik terganggu oleh gejala asma, PEF dan
PEV1 < 60%.

2.5 Faktor Risiko


Secara umum faktor risiko asma dipengaruhi atas faktor genetik dan faktor
lingkungan.
1. Faktor Genetik
a. Atopi/alergi
Hal yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya. Penderita dengan penyakit alergi biasanya
mempunyai keluarga dekat yang juga alergi. Dengan adanya bakat alergi ini,

11
penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkial jika terpajan dengan
faktor pencetus.
b.Hipereaktivitas bronkus
Saluran napas sensitif terhadap berbagai rangsangan alergen maupun
iritan.
c. Jenis kelamin
Pria merupakan risiko untuk asma pada anak. Sebelum usia 14 tahun,
prevalensi asma pada anak laki-laki adalah 1,5-2 kali dibanding anak
perempuan. Tetapi menjelangdewasa perbandingan tersebut lebih kurang
sama dan pada masa menopause perempuan lebih banyak.
d. Ras/etnik
e. Obesitas
Obesitas atau peningkatan Body Mass Index (BMI), merupakan faktor
risiko asma. Mediator tertentu seperti leptin dapat mempengaruhi fungsi
saluran napas dan meningkatkan kemungkinan terjadinya asma. Meskipun
mekanismenya belum jelas, penurunan berat badan penderita obesitas dengan
asma, dapat memperbaiki gejala fungsi paru, morbiditas dan status kesehatan.

2. Faktor lingkungan
a. Alergen dalam rumah (tungau debu rumah, spora jamur, kecoa, serpihan
kulit binatang seperti anjing, kucing, dan lain-lain).
b. Alergen luar rumah (serbuk sari, dan spora jamur).

3. Faktor lain
a. Alergen makanan
Contoh: susu, telur, udang, kepiting, ikan laut, kacang tanah, coklat, kiwi,
jeruk, bahan penyedap pengawet, dan pewarna makanan.
b. Alergen obat-obatan tertentu
Contoh: penisilin, sefalosporin, golongan beta laktam lainnya, eritrosin,
tetrasiklin, analgesik, antipiretik, dan lain lain.
c. Bahan yang mengiritasi
Contoh: parfum, household spray, dan lain-lain.
d. Ekspresi emosi berlebih
Stres/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma,
selain itu juga dapat memperberat serangan asma yang sudah ada. Di
samping gejala asma yang timbul harus segera diobati, penderita asma
yang mengalami stres/gangguan emosi perlu diberi nasihat untuk
menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stresnya belum diatasi,
maka gejala asmanya lebih sulit diobati.

12
e. Asap rokok bagi perokok aktif maupun pasif
Asap rokok berhubungan dengan penurunan fungsi paru. Pajanan asap
rokok, sebelum dan sesudah kelahiran berhubungan dengan efek berbahaya
yang dapat diukur seperti meningkatkan risiko terjadinya gejala serupa asma
pada usia dini.
f. Polusi udara dari luar dan dalam ruangan
g. Exercise-induced asthma
Pada penderita yang kambuh asmanya ketika melakukan aktivitas/olahraga
tertentu. Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika
melakukan aktivitas jasmani atau olahraga yang berat. Lari cepat paling
mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktivitas
biasanya terjadi segera setelah selesai aktivitas tersebut.
h. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi
asma. Atmosfer yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya
serangan asma. Serangan kadang-kadang berhubungan dengan musim,
seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga (serbuk sari
beterbangan).
i. Status ekonomi

2.6 Gambaran Klinis


 Sesak nafas pada asma khas disertai suara mengi akibat kesulitan
ekspirasi.
 Pada auskultasi terdengar wheezing dan ekspirasi memanjang.
 Keadaan sesak hebat yang ditandai dengan giatnya otot-otot bantu
pernafasan dan sianosis dukenal dengan status asmatikus yang dapat
berakibat fatal.
 Dispneu pada pagi hari dan sepanjang malam, sesudah latihan fisik
(terutama saat cuaca dingin), berhubungan dengan infeksi saluran nafas
atas, berhubungan dengan paparan terhadap alergen seperti pollen dan
bulu binatang.
 Batuk yang panjang di pagi hari dan larut malam, berhubungan dengan
faktor iritatif, batuknya bisa kering, tapi sering terdapat mukus bening
yang diekskresikan dari saluran nafas.

2.7 Diagnosis
Diagnosis asma kadang-kadang dapat ditegakkan atas dasar anamnesis dan
auskultasi. Wheezing di akhir ekspirasi hampir selalu merupakan tanda penyakit
paru obstruktif seperti asma. Pada asma ringan, auskultasi hampir selalu normal
bila pasiennya asimtomatik.

13
2.8 Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
 Pemeriksaan sputum
 Pemeriksaan darah
2. Pemeriksaan Radiologis
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Akan tetapi
bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai
berikut:
– Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan
bertambah.
– Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran
radiolusen akan semakin bertambah.
– Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru.
– Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
– Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan
pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen
pada paru-paru.
3. Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang
dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma. Pemeriksaan
menggunakan tes tempel.
Tes ini hanya menyokong anamnesis, karena allergen yang
menunjukkan tes kulit positif tidak selalu merupakan pencetus serangan
asma, demikian pula sebaliknya.
4. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan napas reversible, cara yang
paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon
pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan
sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator aerosol (inhaler atau
nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak
lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya respon aerosol
bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting
untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat
obstruksi dan efek pengobatan. Banyak penderita tanpa keluhan tetapi
pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.
Apabila tes spirometri dengan bronkodilator hasilnya diragukan dapat
dilakukan tes pemantauan faal paru untuk jangka waktu 1-3 minggu
dengan Miniright Peak Flowmeter, dimana APE diukur 3 kali sehari
ditambah ekstra pada saat munculnya sesak. Apabila selisih APE yang
tertinggi dengan yang terendah 20% atau lebih merupakan petanda asma.

14
5. Tes Provokasi Brokial
Jika pemeriksaan spirometri normal, untuk menunjukkan adanya
hiperaktivitas bronkus dilakukan tes provokasi bronkus. Tes ini tidak
dilakukan apabila tes spirometri menunjukkan resersibilitas 20% atau
lebih.
Ada beberapa cara yang dilakukan untuk tes provokasi bronchial
seperti tes provokasi histamine, metakolin, allergen, kegiatan jasmani,
hiperventilasi dengan udara dingin bahkan inhalasi dengan aqua destila.
Penurunan FEV1 sebesar 20% atau lebih setelah tes provokasi merupakan
pertanda adanya hiperaktivitas bronkus.
6. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat
dibagi menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi
pada empisema paru yaitu
o Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right
axis deviasi dan clockwise rotation.
o Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni
terdapatnya RBB (Right bundle branch block).
o Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia,
SVES, dan VES atau terjadinya depresi segmen ST negative.

2.9 Penatalaksanaan
 Penatalaksanaan Asma Intermiten
Pada asma intermiten ini, tidak diperlukan pengobatan pencegahan
jangka panjang. Tetapi obat yang dipakai untuk menghilangkan gejala
yaitu agonis b2 inhalasi, obat lain tergantung intensitas serangan, bila berat
dapat ditambahkan kortikosteroid oral.
 Penatalaksanaan Asma Persisten Ringan
Pengobatan jangka panjang terdiri dari: inhalasi kortikosteroid 200-
500 mikrogram, kromoglikat, nedocromil atau teofilin lepas lambat. Dan
jika diperlukan, dosis kortikosteroid inhalasi dapat ditingkatkan sampai
800 mikrogram atau digabung dengan bronkodilator kerja lama
(khususnya untuk gejala malam), dapat juga diberikan agonis b2 kerja
lama inhalasi atau oral atau teofilin lepas lambat. Sedangkan untuk
menghilangkan gejala digunakan: agonis b2 inhalasi bila perlu tapi tidak
melebihi 3-4 kali per hari dan obat pencegah setiap hari.
 Penatalaksanaan Asma Persisten Sedang
Pengobatan jangka panjang terdiri dari: inhalasi kortikosteroid 800-
2000 mikrogram, bronkodilator kerja lama, khususnya untuk gejala

15
malam: inhalasi atau oral agonis beta 2 atau teofilin lepas lambat.
Sedangkan obat yang digunakan untuk menghilangkan gejala, terdiri dari:
agonis b2 inhalasi bila perlu tapi tidak melebihi 3-4 kali per hari dan obat
pencegah setiap hari.
 Penatalaksanaan Asma Persisten Berat
Pengobatan jangka panjang terdiri dari: inhalasi kortikosteroid 800-
2000 migrogram atau lebih ; bronkodilator kerja lama (inhalasi agonis beta
2 kerja lama, teofilin lepas lambat, dan atau agonis b2 kerja lama tablet
atau sirup; kortikosteroid kerja lama tablet atau sirup. Sedangkan, obat
yang digunakan untuk menghilangkan gejala, agonis b2 inhalasi bila perlu
dan obat pencegah setiap hari.
Jadi, pada prinsipnya pengobatan asma dimulai sesuai dengan tingkat
beratnya asma, bila asma tidak terkendali lanjutkan ke tingkat berikutnya.
Tetapi sebelum itu perhatikan dulu, apakah teknik pengobatan, ketaatan
berobat serta pengendalian lingkungan (menghindari factor pencetus) telah
dilaksanakan dengan baik.
Setelah asma terkendali dengan baik, paling tidak untuk waktu 3 bulan,
dapat dicoba untuk menurunkan obat-obat anti asma secara bertahap,
sampai mencapai dosis minimum yang dapat mengandalikan gejala.
Akhir-akhir ini diperkenalkan terapi anti IgE untuk asma alergi yang
berat. Penelitian menunjukkan anti IgE dapat menurunkan berat asma,
pemakaian obat anti asma serta kunjungan ke gawat darurat karena
serangan asma akut dan kebutuhan rawat inap.

2.10 Pencegahan
Pencegahan
A. Mencegah Sensititasi
Cara-cara mencegah asma berupa pencegahan sensitisasi alergi
(terjadinya atopi, diduga paling relevan pada masa prenatal dan perinatal)
atau pencegahan terjadinya asma pada individu yang disensitisasi. Selain
menghindari pajanan dengan asap rokok, baik in utero atau setelah lahir,
tidak ada bukti intervensi yang dapat mencegah perkembangan asma.
Hipotesis higiene untuk mengarahkan sistem imun bayi kearah Th 1,
respons nonalergi atau modulasi sel T regulator masih merupakan
hipotesis.
B. Mencegah Eksaserbasi
Eksaserbasi asma dapat ditimbulkan berbagai faktor (trigger) seperti
alergen (indoor seperti tungau debu rumah, hewan berbulu, kecoa, dan
jamur, alergen outdoor seperti polen, jamur, infeksi virus, polutan dan

16
obat. Mengurangi pajanan penderita dengan beberapa faktor seperti
menghentikan merokok, menghindari asap rokok, lingkungan kerja,
makanan, aditif, obat yang menimbulkan gejala dapat memperbaiki
kontrol asma serta keperluan obat. Tetapi biasanya penderita bereaksi
terhadap banyak faktor lingkungan sehingga usaha menghindari alergen
sulit untuk dilakukan.
Hal-hal lain yang harus pula dihindari adalah polutan indoor dan
outdoor, makanan dan aditif, obesitas, emosi-stres danberbagai faktor
lainnya.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Global strategy for asthma management and prevention. National Institutes of


Health, 2007.
2. Bernstein JA. Asthma in handbook of allergic disorders. Philadelphia:
Lipincott Williams & Wilkins, USA, 2003,73-102.
3. Augusto A. Asthma and obesity: Common early-life influences in the inception
of disease JACI.2008 Mei; 121.(5):1075.
4. Brisbon N, Plumb J, Brawer R, Paxman D, The asthma and obesity epidemics:
The role played by the built environment-a public health perspective.
JACI.2005;115 (5):1024-8.
5. Devereux G, Seaton A, Diet as a risk factor for atopy and
asthma.JACI.2005.115 (6):1109-17.10. Bateman ED, Jithoo A. Asthma and
allergy - a global perspective in Allergy. European Journal of Allergy and
Clinical Immunology. 2007;62 (3).213-5.
6. Corrigan C, Rak S, Asthma in allergy. China: Elsevier Mosby; 2004.26-38.
7. Bacharier LB, Louis S.”Step-down” therapy for asthma: Why,When, and
How? JACI.2002; 109 (6):916.
8. Bochner BS, Busse WW. Allergy and Asthma.JACI.2005;115 (5):953-9.
9. Broide D. New perspectives on mechanisms underlying chronic allergic
inflammation and asthma in 2007. JACI.2008.122 (3): 475-80.

18

Вам также может понравиться