Вы находитесь на странице: 1из 27

PENGANTAR

Pneumonitis hipersensitivitas (HP), juga dikenal sebagai alveolitis alergik ekstrinsik,


merupakan spektrum granulomatosa, interstitial, bronchiolar, dan penyakit paru-paru
akibat gangguan pada proses alveolar-flling yang dihasilkan dari inhalasi berulang
dan sensitisasi dari berbagai aerosol organik dan antigen kimia dengan berat
molekul rendah. Meningkatnya identifikasi dan pengenalan akan berbagai paparan
antigen lingkungan dan peningkatan alat uji diagnostik, telah mempermudah
identifikasi kasus pada terjadinya HP terkait dengan faktor pekerjaaan dan
lingkungan. Penyakit ini adalah proses yang dikendalikan oleh limfosit yang
diwujudkan dalam berbagai fenotipe klinis.

Terjadinya HP tetap menjadi tantangan diagnostik karena spektrum temuan


klinis dan kurangnya gold standar sederhana untuk diagnosis. Diagnosis tergantung
pada kuat indeks kecurigaan klinis, riwayat paparan, dan integrasi pencitraan, dan
temuan histopatologi. Oleh karena itu, temuan ini seringkali nonspesifik dan mungkin
menyerupai berbagai penyakit paru lainnya. HP biasanya dapat sembuh jika
penyebab paparan diketahui dengan jelas dan antigen secara efektif dihindari.
Penyakit yang tidak terdiagnosis atau tidak diobati dapat menyebabkan reaktivitas
saluran udara permanen, emfisema, dan fibrosis interstitial.

ETIOLOGI

Daftar agen spesifik yang menyebabkan HP adalah sangat banyak, dan paparan
baru dan entitas penyakit terus harus dijelaskan. Kekhasan penyakit dan seringkali
beragam untuk HP dapat dijelaskan dengan lebih sederhana menjadi tiga kategori
utama dari antigen kausal: agen mikroba, protein hewani, dan bahan kimia dengan
berat molekul rendah (Tabel 64-1). Terdapat juga peningkatan agen farmakologis
yang telah terbukti menyebabkan reaksi hipersensitivitas pada paru, tetapi
mekanisme dan sifat reaksi obat ini berbeda dari orang dengan klinis HP klasik dan
seringkali didiagnosis dengan penyakit paru akibat obat (lihat Bab 71).
AGEN MIKROBA

Organisme mikroba, termasuk bakteri dan jamur, adalah organisme yang umum
berada pada lingkungan didalam ruangan. Lingkungan yang hangat dan lembab
sering memberikan kondisi ideal untuk perkembangan dan proliferasi antigen
mikroba, dimana jika tidak sengaja terhirup dapat menyebabkan kerentanan untuk
menderita penyakit paru dan mensensitisasi host.

Bakteri telah beradaptasi dengan berbagai habitat ekologis dan terpisah


secara fisik dan kimiawi pada kondisi lingkungan didalam dan diluar ruangan.
Actinomycetes termofilik pada jerami berhubungan sebagai kausal dengan contoh
prototipe dari HP, farmer’s lung disease (FLD), yang pertama kali dideskripsikan
pada tahun 1932. Bakteri ini tersebar di lingkungan dan berkembang pada suhu 50°
C hingga 55° C suhu dan kondisi lembab. Mereka mengeluarkan enzim yang
memfasilitasi pembusukan sayuran, tetapi juga dapat menyebabkan Reaksi
imunologi paru ketika terhirup. Selain jerami, bakteri termofilik dapat ditemukan pada
tebu (Bagassosis) dan jamur kompos (mushroom worker’s lung) dan dapat
mengkontaminasi sistem ventilasi dan sistem pengatur kelembaban/himidifier
(Humidifer lung) yang mana suhu dapat mencapai 60 ° C dengan air yang tergenang
didalam mesin tersebut. Bakteri di dalam ruangan yang berkembang di suhu yang
lebih rendah juga dapat menyebabkan HP, dan laporan kasus yang telah dilaporkan
menjelaskan terdapat hubungan kontaminasi Bacillus spp. Pada serbuk kayu,
Klebsiella spp. pada humidifer, dan Epicoccum spp. terkait dengan uap air dari
kamar mandi bawah tanah. Mycobacteria nontuberculous juga semakin diyakini
sebagai penyebab HP, terutama dari paparan tempat kerja dan tempat rekreasi
seperti embun bak mandi air panas, serta dari paparan kontaminan mikobakteri
nontuberkulosa pada bagian kepala shower kamar mandi. Juga telah dilaporkan
terjadinya infeksi HP yang berasal dari paparan kolam renang indoor, yang disebut
dengan "lifeguard lung", serta pada pekerja logam (metalworking) yang terpapar
cairan aerosol yang terkontaminasi dengan antigen mikobakteri nontuberkulosa.

Paparan antigen jamur juga terlibat dalam beberapa kasus HP. Jamur mampu
menjadi udara (airborne) seperti bentukan spora, fragmen miselium, metabolit dan
substrat yang terdegradasi sebagian, dan racun. Di dalam area interior jamur dapat
tumbuh pada kontainer sampah, tempat penyimpanan makanan, wallpaper, jok
kursi, area dengan kelembaban tinggi seperti tirai shower, tepi jendela, jendela udara
conditioner, ruang bawah tanah yang lembab, dan emisi dari vaporizers pendingin.
Banyak spesies jamur telah dikaitkan dengan kausal dengan HP. Aspergillus spp.
telah dikaitkan dengan HP pada saus kedelai bir; peternak burung; petani; pembuat
kompos, pekerja penggergaji, peternak jamur, pekerja rumah kaca, pekerja yang
kontak dengan tembakau, pekerja penggilingan tebu, pekerja yang kontak dengan
biji-bijian, dan pekerja di tempat pembuatan bir; dan pada mereka yang terpapar
untuk rumput esparto yang telah terkontaminasi yang digunakan dalam produksi tali,
kanvas, sandal, tikar, keranjang, dan pasta kertas. Demikian pula, Penicillium spp.
dapat menyebabkan HP pada pembuat gabus, pembuat keju, pekerja prosesor
gambut, pekerja laboratorium, petani, penyortir bawang dan kentang, pembuat sosis,
dan pemotong pohon. Jamur Alternaria, Cladosporium, Aureobasidium,
Paecilomyces, Fusarium, dan banyak spesies jamur lainnya dikaitkan dengan HP
pada pekerja penggergajian, pemotong pohon, prosesor kayu, pemotong daun sawi
putih, dan pekerja yang kontak dengan kayu dan tanaman lainnya. Terdapat
beberapa laporan kasus pada penggunaan alat musik (trombone and saxophone
player’s lung) yang terkontaminasi dengan spesies jamur yang menyebabkan HP
pada penggunanya. Terdapat kasus HP pada anak kecil dari kontaminasi
Aureobasidium pada budidaya hidroponik dalam ruangan. HP tipe musim panas
(summer-type HP), adalah jenis HP yang paling umum di Jepang, yang disebabkan
oleh kontaminasi musiman pada alat pencetak (terutama Trichosporon asahii, yang
merupakan Trichosporon cutaneum serotipe II) pada rumah dengan lantai kayu yang
berjamur. Paparan jamur domestik terkait dengan pembusukan pada kayu dan
dinding yang lembab di tempat tinggal dalam kota adalah penyebab paling umum
dari HP di Australia. Terdapat beberapa spesies jamur yang diidentifikasi pada
rumah-rumah individu dengan penyakit HP, yang menunjukkan bahwa kepekaan
terhadap paparan mikroba mungkin merupakan kompleks campuran dan
munculnya penyakit tidak selalu disebabkan oleh paparan agen tunggal.

Protein Hewan
Partikulat dari berbagai sumber hewani dapat menyebabkan HP ketika terinhalasi.
Paparan protein antigen burung, pertama dijelaskan pada tahun 1960, adalah yang
paling penting secara klinis dan baik diakui dan disebut sebagai "bird breeder lung’s"
atau “bird fancier lung’s". Antigen Avian dengan kompleks protein dengan berat
molekul yang tinggi dan rendah ditemukan di bulu, kotoran, serta pada serum
kalkun, ayam, angsa, bebek, burung parkit (Budgerigars), nuri, merpati, merpati,
burung cinta, burung kenari, dan bahkan burung lokal dan sangat imunogenik.
Imunoglobulin, terutama imunoglobulin (Ig) A dan IgG, yang dilepaskan dari bulu
burung, menciptakan debu yang disebut dengan "bloom". Burung yang terbang
seperti merpati dan parkit menghasilkan jumlah terbesar dari bloom, dan jenis
burung yang paling sering dikaitkan dengan terjadinya HP. Pigeon fancier lung’s
(penyakit paru pada peternak burung) juga disebabkan oleh IgG yang disekresikan
pada mucin pada usus merpati. Paparan tertinggi terhadap antigen burung yang
terinhalasi berkaitan pada saat membersihkan kandang burung. Paparan antigen
secara tidak langsung tampaknya juga telah dengan avian HP. Selimut bulu angsa,
comforter (alas bagian atas kasur pegas) dan bantal bulu angsa, bulu yang
digunakan untuk membuat umpan pancing, dan yang digunakan dalam karangan
bunga hias semua telah dikaitkan dengan terjadinya HP. Temuan ini menunjukkan
bahwa induksi antigen burung sangat ampuh dalam menyebabkan imunologi
penyakit paru-paru, dan pencarian faktor resiko harus dilakukan dengan hati-hati
yang meliputi anamnesis pasien yang diduga HP. Antigen ini juga bisa sangat tahan
terhadap degradasi, dan kesamaan antigenic (antigenic similarity) pada berbagai
jenis burung , dan menyarankan untuk menghindari penggunaan semua produk
burung dan bulu untuk pasien dengan bird fancier’s lung. Meskipun telah dilakukan
pembersihan keseluruhan produk material burung dari lingkungan dalam ruangan,
paparan antigen dapat bertahan selama berbulan-bulan sampai tahunan, yang
mungkin menjelaskan kurangnya perbaikan kondisi pada beberapa pasien dengan
HP.

Terdapat beberapa paparan hewan lainnya yang kurang umum terkait dengan
HP. Perawat hewan, termasuk pekerja laboratorium dan pekerja hewan, dapat
mengalami HP dari paparan protein yang terhirup dari serum dan kotoran dari tikus
dan gerbil. Menghirup debu gandum penuh dengan Sitophilus granarius dapat
menyebabkan bentukan HP yang dikenal sebagai "miller’s lung". Sericulturists
terlibat dalam produksi sutra juga bisa mengalami HP dari paparan sekresi larva dan
partikulat kepompong. Pekerja produksi yang terpapar dengan serbuk cangkang
moluska selama pemotongan dan penghalusan dalam membuat berbagai tombol,
juga mungkin dapat mengalami HP.

SENSITISASI KIMIA

HP yang berasal dari paparan inhalasi bahan kimia dengan berat molekul rendah
mungkin kurang umum terjadi dibandingkan dengan penyebab yang lain. Isosianat
digunakan untuk produksi skala besar polimer poliuretan untuk busa fleksibel dan
kaku, sebagai elastomer, perekat, dan pelapis permukaan, dan pelapis kedua pada
bagian cat menjadi semakin diakui sebagai penyebab HP. Asam anhidrida
digunakan dalam plastik, cat, dan epoxy resin telah dikaitkan dengan laporan kasus
sindroma mirip HP (HP-like syndrome). Laporan kasus HP yang langka telah
dilaporkan telah dijelaskan pada paparan pestisida pyrethrum; dari reagen Pauli
(Natrium diazobenzene sulfat) yang digunakan dalam kromatografi; dari tembaga
sulfat dalam campuran Bordeaux digunakan untuk menyemprot kebun anggur; dan
dari enzim phytase yang digunakan sebagai komponen tambahan pakan ternak.
Paparan kimia lain dilaporkan yang menyebabkan HP termasuk formaldehida,
dimetil ftalat, dan styrene, yang digunakan pada pembuatan pebrik perahu.

PAPARAN DAN FAKTOR RISIKO

Meskipun gejala akut dari HP sering dikaitkan dengan intensitas, seringnya paparan
antigen akan memunculkan gejala yang lebih tersembunyi, dengan gejala berbahaya
yang diduga hasil dari paparan tingkat rendah, yang lebih lama, serta kurangnya
data tentang paparan lingkungan yang memberikan sedikit wawasan hubungan
respon terhadap dosis paparan. Wawasan tentang hubungan respon paparan yang
lebih rumit oleh fakta bahwa masa laten antara paparan ke lingkungan antigen dan
timbulnya gejala HP mungkin bervariasi dari beberapa minggu ke tahun.

Faktor risiko lingkungan -- yang meliputi ukuran partikel dan kelarutan; Jenis
antigen dan konsentrasi; durasi paparan, frekuensi, dan intermittency; menggunakan
pelindung pernapasan; dan variabilitas dalam pekerjaan -- dapat memengaruhi
prevalensi penyakit, latency, dan tingkat keparahan. FLD paling umum terjadi pada
akhir musim dingin, ketika jerami yang disimpan digunakan untuk memberi makan
ternak, dan di daerah dengan curah hujan yang tinggi dan kondisi musim dingin
hebat, di mana pakan cenderung menjadi lembab dan karena itu merupakan
substrat yang ideal untuk proliferasi mikroba. Sebuah variasi musiman pada tingkat
antibodi specific telah dijelaskan pada pasien dengan penyakit peternak merpati,
dengan puncak produksi antibodi selama akhir musim panas, ketika paparan
tertinggi dikaitkan dengan musim olahraga (sporting season). Terdapat variabilitas
geografis yang luas pada spektrum kontaminan dalam ruangan, di mana
kelembaban atau lingkungan lembab media pertumbuhan mikroba yang cepat.
Dengan demikian, bentuk umum paling dari HP berkaitan dengan variasi musim dan
geografis.

EPIDEMIOLOGI

Prevalensi HP di seluruh dunia tidak diketahui. Dilaporkan kejadian penyakit,


prevalensi, dan tingkat serangan bervariasi dan tergantung pada penelitian yang
dilakukan pada populasi, sifat, dan intensitas paparan antigen, definisi kasus dipilih,
dan variabel faktor dari host. Di Eropa, HP menyumbang 4% sampai 13% dari
semua penyakit paru interstitial. Studi epidemiologi pekerja pertanian dan peternak
burung menunjukkan bahwa HP adalah cukup umum di beberapa lingkungan kerja
berisiko tinggi. Survei kuesioner dari masyarakat petani menemukan tingkat
prevalensi berkisar antara 2,3% sampai 20%. Di seluruh negeri sistem pelaporan
yang mengumpulkan data tentang klinis HP yang terkonfirmasi adalah pada petani
Finlandia yang menunjukkan tingkat kejadian tahunan rata-rata adalah 44 per
100.000; sebuah studi di Swedia menunjukkan angka 23 per 100,000. Prevalensi
yang dilaporkan pada penyakit dari peternak merpati bervariasi antara 1 dan 100 per
1.000 peternak. Perbandingan dari avian HP di Inggris rata-rata adalah 0,9 kasus
per 100.000 orang per tahun antara tahun 1991 dan 2003. Hanya sedikit data yang
terkumpul pada prevalensi HP pada pekerja yang terpapar antigen kimia. Isosianat
yang menginduksi HP telah diidentifikasi pada 8 (4,8%) dari 167 pekerja yang
bekerja di pabrik pengilahan kayu chipboard. Dari kasus dimana agen penyebab
diidentifikasi, 17% adalah karena berbagai bahan kimia, dengan isosianat yang
paling sering dilaporkan.

HP dapat hadir pada bayi dan anak-anak, meskipun insiden dan


prevalensinya tidak diketahui. Protein burung adalah antigen yang paling umum
yang terkait dengan HP pada populasi anak. Dalam salah satu penelitian terhadap
86 kasus HP pediatrik, 70 disebabkan oleh burung. HP harus dipertimbangkan
dalam diagnosis diferensial dari anak-anak dengan demam berulang dan penyakit
pernapasan, serta pada mereka dengan orangtua dengan penyakit interstitial paru.
harus dipertanyakan dengan teliti mengenai potensi paparan antigen di rumah,
sekolah, dan hobi seperti pusat rekreasi didalam ruangan (indoor).

PRESENTASI KLINIS

HP adalah sindrom yang ditandai dengan inflamasi paru sebagai respon


menanggapi terhadap antigen yang terinhalasi pada host yang telah terinhalasi.
Namun, sifat respon imun dan manifestasi klinis bervariasi karena perbedaan
intensitas paparan antigen, kronisitas paparan antigen, dan faktor host masing-
masing. Secara historis, tiga fenotipe klinis yang berbeda yang telah diakui adalah:
HP akut, subakut, dan kronis. HP Akut mengacu pada penurunan fungsi pernapasan
atau kegagalan dalam hitungan jam setelah sering (intens) terpapar terhadap
antigen yang pasien telah tersensitisasi sebelumnya. Sebaliknya, pasien dengan HP
subakut memiliki presentasi yang lebih berbahaya, di mana timbul gejala dalam
hitungan minggu sampai bulan, dengan konsentrasi antigen yang lebih rendah
dibandingkan dengan HP akut. Meskipun gejala paru mungkin hanya terbatas,
kegagalan pernapasan bukan merupakan gambaran khas HP subakut. Secara
historis, penyakit HP kronis dideskripsikan sebagai penyakit yang berlangsung
selama beberapa bulan. HP kronis juga mengacu pada temuan fibrosis paru. Untuk
kejelasan dan presisi, kita dapat melihat fenotip klinis sebagai HP fibrotik kronis. Hal
ini terjadi karena paparan berkepanjangan dari tingkat antigen rendah, dan pasien
dengan fenotipe ini hadir dengan timbulnya gejala yang lebih berbahaya. Tanda-
tanda aktif dalam inflamasi pada pencitraan atau temuan histologis adalah bervariasi
pada HP fibrotik kronis.
Terdapat keterbatasan penjelasan dari fenotipe klinis ini. Penyakit subakut
dapat bertahan dan berkembang ke proses kronis, dengan atau tanpa bentukan
fibrosis. Selain itu, temuan klinis tersebut dapat mengalami overlapping. Pada
pemeriksaan radiologis dan histopatologis, perubahan subakut dengan fibrosis
kronis seringkali terjadi. Rekurensi pada paparan derajat tinggi dapat menjadi
penyebab terjadinya kejadian HP akut mungkin menjadi penyebab HP subakut atau
HP dengan fibrosis kronis. Dengan mengetahui keterbatasan ini, kita mendiskusikan
gambaran klinis HP berdasarkan fenotipnya karena mereka bekerja pada proses
imunopatologi yang berbeda dan dan gambaran klinis yang terkait.

IMUNOPATOGENESIS

Patogenesis HP adalah kompleks dan untuk ketiga klinis fenotipe melibatkan (1)
paparan berulang antigen, (2) sensitisasi imunologi dari host ke antigen, dan (3)
mediasi imun yang menyebabkan kerusakan paru-paru. Dengan gambaran klinis
yang serupa iniini, masing-masing fenotipe menunjukkan klinis yang berbeda. Hal Ini
akan dijelaskan pada materi selanjutnya, dimana mengetahui bahwa gambaran
imunopatologis adalah cara terbaik untuk menjelaskan penyakit subakut.

Profle seluler bronchoalveolar lavage (BAL) dari HP akut akan menunjukkan


alveolitis akut yang kuat di mana terjadi peningkatan neutrofil, yang memuncak
pada 48 jam setelah paparan, diikuti dengan peningkatan limfosit CD4+. Meskipun
akumulasi neutrofil awal dikaitkan dengan onset gejala sistemik dan kelainan paru,
data yang ada masih terbatas pada sifat dan kadar neutrophil dalam karakteristik
patofisiologi HP akut. Peningkatan bertahap dari limfosit diamati antara 48 dan 72
jam dan hal ini terjadi pada redistribusi sel dari darah perifer ke paru-paru dan
proliferasi lokal limfosit. Akumulasi dan perluasan/ekspansi limfosit CD8+ dapat
memperlambat limfosit CD4+, dan perbandingan sel CD4+/CD8+, walaupun
seringkali menurun pada HP subakut, seringkali kurang diprediksi pada penyakit
akut. Makrofag alveolar menunjukkan fenotipe yang teraktivasi dan menghasilkan
spesies oksigen reaktif yang diketahui memberikan kontribusi pada terjadinya
kerusakan alveolar. Sitokin dan kemokin yang dilepaskan dari limfosit dan antigen-
presenting cells berkontribusi pada lingkungan proinflamasi dan menyebabkan
terjadinya respon inflamasi. Respon ini berlanjut sampai antigen dibersihkan atau
sampai terjadi mekanisme intrinsik dalam menurunkan respon imun. Meskipun peran
patogenik untuk deposisi kompleks imun (Reaksi hipersensitivitas tipe III) telah
dipertimbangkan pada HP akut, hal ini masih belum dan akan dipublikasikan.

Dalam HP subakut, keterlibatan yang kuat dari respon imun adaptif tercermin
dalam BAL limfositosis, yang terdiri dari sel CD4+ dan CD8+. Sel perantara inflamasi
hipersensitivitas sel tipe IV, jenis hipersensitivitas tipe lambat yangmelibatkan sel T
CD4+ merangsang sel CD8+ untuk menghancurkan target, adalah inti dari
patogenesis. Akumulasi limfosit interstitial dan peribronchiolar, serta pembentukan
granuloma merupakan temuan yang mendominasi. Perbandingan sel CD4+/CD8+
seringkali rendah, meskipun hal ini tidak selalu terjadi. Apakah hal ini disebabkan
perluasan preferensial atau kelangsungan hidup limfosit CD8+ pada HP, masih
belum jelas. Demikian pula, kontribusi efek sitotoksik limfosit CD8+ terhadap
perubahan patofisiologi dari HP jugamasih belum jelas. Limfosit CD4+ pada HP
terpolarisasi menjadi fenotipe T helper tipe1 (Th1). Sitokin yang disekresi oleh
limfosit Th1 dan makrofag, yang meliputi interferon-γ, tumor necrosis factor-α, dan
interleukin-18, mengawali terjadinya pembentukan granuloma.

Patogenesis HP dengan fibrosis kronis masih belum diketahui dengan baik.


Paparan antigen tingkat rendah, menyebabkan penyakit subklinis, dapat
menyebabkan terjadinya perkembangan fibrosis awalp ada pasien dengan gejala
yang kurang waspada untuk menghindari paparan yang mereka peroleh. Namun,
tidak diketahui sampai sejauh mana fibrosis pada HP dapat berkembang sebagai
sequel dari HP subakut yang tidak disembuhkan, atau jika hal tersebut adalah
kategori subtype berbeda di mana sejak awal respon imun kurang inflamatif dan
lebih bersifat profibrotik. Pada kedua kasus, profil seluler menunjukkan mekanisme
yang mungkin dari penyakit; pada HP kronis, fungsi sel T efektor hilang, terjadi
pergeseran ke arah profil profibrotik limfosit Th2, dan dengan rasio CD4+/CD8+
yang seringkali lebih tinggi. Polarisasi dari limfosit CD4+ untuk fenotipe Th2 mungkin
penting untuk respon fibroti. Pada model hewan coba dengan HP, tikus yang secara
genetik diprogram untuk mengalami peningkatan aktivitas Th2, lebih mungkin untuk
mengalami fibrosis paru. Dalam studi pasien dengan HP, orang-orang dengan
penyakit fibrotik memiliki persentase dari limfosit yang lebih tinggi dengan sifat Th2
dibandingkan dengan pasien dengan penyakit subakut. Perlu penelitian lebih lanjut
yang diperlukan untuk memahami bagaimana terjadinya HP kronis dan peran
polarisasi limfosit serta aktivitas makrofag dalam perkembangan terjadinya fibrosis.
Pasien-pasien ini seringkali memiliki presentasi klinis yang berbahaya, dengan
gambaran fibrosis tahap lanjutan. Dalam kasus seperti, aksi imun awal yang
berlangsung dan berpotensi untuk menyebabkan terjadinya fibrogenesis tidak dapat
dipastikan dalam studi retrospeksi.

FAKTOR HOST

Bersamaan dengan paparan antigen, banyak orang mengembangkan percepatan


antibodi dari perkembangan gejala HP. Kerentanan atau perlindungan dari HP
dijelaskan di bagian oleh Polimorfisme Genetik. Polimorfisme pada kompleks
histokompatibilitas utama dan tumor necrosis factor-α terkait dengan perkembangan
HP. Pada kompleks histokompatibilitas utama, polimorfisme dari gen antigen leukosit
manusia dan dari transporter terkait dengan proses gen antigen 1 (TAP1) telah
dikaitkan dengan peningkatan risiko untuk terjadinya HP. Beberapa polimorfisme
juga telah dikaitkan dengan menurun risiko terkena penyakit. Overekspresi dari
GATA3, regulator diferensiasi Th2, melemahkan penyakit mungkin dengan
memperbaiki respon imun Th1. Varian pada inhibitor jaringan metalloproteinase-3
juga tampaknya bersifat protektif.

Faktor nongenetik host juga menjadi penentu penyakit yang penting. HP lebih
sering berkembang pada perokok dibandingkan pada perokok. Dibandingkan
dengan mantan perokok dengan yang tidak pernah perokok, peternak merpati yang
merokok memiliki tingkat serum antibodi IgG dan IgA yang lebih rendah untuk
protein merpati; ini menunjukkan bahwa faktor yang terkait dengan merokok
menekan kedua respon sel-T dependen dan sel-T independen untuk antigen yang
terinhalasi. Pada eksperimen Model HP, paparan nikotin dikaitkan dengan
penurunan respon seluler, limfosit, dan jumlah sel total pada BAL, serta terjadinya
inflamasi jaringan paru. Penelitian lain menunjukkan bahwa merokok dapat
menginduksi peningkatan relatif dalam makrofag paru dan menurunkan kadar
limfosit dan sel dendritik, yang mungkin menyebabkan klirens yang lebih efektif dari
antigen dari pada saluran pernapasan terminal.
Selain faktor-faktor risiko untuk berkembangnya penyakit, variasi respon
imun yanag disebabkan oleh karakteristik pasien juga penentu penting pada fenotip
klinis dari HP. Meskipun HP lebih sering terjadi pada yang bukan perokok, prognosis
lebih buruk pada pasien dengan HP yang merokok. Pada salah satu studi, perokok
dengan FLD lebih sering mengalami kekambuhan penyakit, memiliki persentase
kapasitas vital lebih rendah, dan memiliki kesintasan (survival rate) 10 tahun yang
lebih rendah dibandingkan dengan pasien bukan perokok dengan FLD. Perokok
lebih mungkin untuk memiliki gejala yang lebih berbahaya dibandingkan dengan
gejala akut, yang dapat menunda identifikasi klinis pasien. Selain status merokok,
usia mungkin memainkan peran dalam fenotipe penyakit, di mana respon imun
berubah dengan usia. Dalam sebuah studi dari gambaran klinis pasien dengan HP
nonakut, mereka yang mengalami perkembangan bentukan fibrosis secara signifikan
lebih tua dibandingkan mereka yang tidak mengalami fibrosis.

HISTOPATOLOGI

Gambaran histopatologis pada HP akut masih kurang dipahami, karena biopsi dalam
kondisi ini umumnya tidak dilakukan. Bila dilakukan, hasil biopsi akan menunjukkan
infiltrat limfositik interstitial, serta bentukan alveolitis neutrofilik dan limfositik. Fokus
dari infiltrat eosinofilik juga bisa diamati. Bentukan granuloma akan terjadi pada
hitungan hari sampai minggu, dan tidak muncul pada onset baru HP akut.

Temuan histopatologis HP subakut akan menunjukkan karakterisasi yang


lebih baik dibandingkan HP akut. Trias histologis klasik meliputi (1) bronchiolitis
seluler, (2) infltrat sel interstitial mononuklear, dan (3) non-necrotizing granuloma
yang kecil dan tersebar (Gbr. 64-1). Bronchiolitis seluler dimana terdapat limfosit dan
infiltrat plasmacyte bronkiolus adalah ciri dari HP subakut. Infltrat limfositik interstitial
paling menonjol di daerah peribronchiolar,meskipun distribusinya mungkin lebih
seragam dan dengan demikian mirip dengan pneumonia interstitial nonspecific
(NSIP). Pada beberapa kasus tersebut, bentukan granuloma membantu
membedakan diagnosis pasien. Granuloma pada HP sering berbeda dengan
sarkoidosis, meskipun karakteristik granuloma saja tidak boleh digunakan untuk
membedakan kedua penyakit tersebut. Kecuali pada kasus penyakit paru pada
pengguna bak air panas (hot tub lung), di mana granuloma mungkin akan terbentuk
dengan baik, bentukan granuloma pada HP cenderung lebih kecil, tidak banyak, dan
lebih terorganisir longgar dibandingkan dengan granuloma sarcoid. Karena jarang
mengalami hyalinisasi, granuloma HP sering menghilang setelah terjadi antigen
clearance dan antigen avoidance. Granuloma pada HP terbentung pada dinding
bronkiolus dan jaringan alveolar. Sedangkan bronchiolitis konstriktif adalah
gambaran klinis yang jarang ditemukan, dimana fokus area pengorganisasian
pneumonia telah diamati pada subakut HP.

Bentukan fibrotik kronis pada HP ditandai dengan fibrosis interstitial berpusat


di pernapasan (airway-centered interstitial fibrosis) dan giant cell, yang seringkali
dengan granulomatous minimal dengan tidak adanya inflamasi (lihat Gambar. 64-
1B). Bridging fibrosis dapat diamati antara daerah peribronchiolar dan perilobular.
Pengorganisasian pneumonia, NSIP seluler, NSIP fibrotik, dan pneumonia interstitial
biasa dengan bentukan sarang lebah dan fibroblast foci merupaka bentukan pola
yang bervariasi yang dapat diamati pada HP fibrotik kronis. Gambaran histopatologi
tambahan yang mendukung diagnosis HP dibandingkan dengan entitas klinis lainnya
meliputi kehadiran granuloma, giant cell, bridging fibrosis, atau bronchiolitis kronis.
Ketika gambaran histopatologi tetap samar-samar, data klinis tambahan harus
dipertimbangkan dalam konfirmasi diagnosis.

Eksaserbasi akut telah dilaporkan terjadi pada fibrosis kronis HP. Temuab
histopatologi dari biopsi paru-paru yang diperoleh selama eksaserbasi menunjukkan
kerusakan alveolar yang menyebar, yang mirip dengan temuan pada pada
eksaserbasi akut dari fibrosis paru idiopatik. Tidak jelas seberapa sering terjadinya
eksaserbasi di HP yang dikarenakan antigen re-exposure atau komplikasi dari
proses fibrotik yang mendasari.

GAMBARAN KLINIS

TANDA DAN GEJALA


HP Akut biasanya dimulai beberapa jam setelah paparan antigen, dengan onset
mendadak menyerupai flu dan gejala konstitusional, termasuk batuk, dyspnea, dada
sesak, demam, menggigil, malaise, dan myalgia. Gejala tersebut mungkin disertai
dengan temuan fisik demam, takipnea, takikardia, dan ronki inspirasi pada
pemeriksaan paru-paru. Pada pemeriksaan darah juga dapat ditemukan leukositosis
darah perifer dengan neutrophilia dan limfopenia. Eosinofilia tidak biasa terjadi. Jika
paparan antigen berhenti, gejala HP akut biasanya mulai hilang dalam beberapa
hari. HP Subakut memiliki presentasi yang lebih berbahaya, di mana dyspnea
bersifat progresif saat aktivitas dan sering disertai toleransi penurunan aktivitas
harian. Keluhan batuk muncul bervariasi. Pada pemeriksaan paru-paru, ronki
inspirasi sering terjadi. Namun seringkali, pemeriksaan paru menunjukkan hasil yang
sepenuhnya normal. Pasien dengan bentukan HP fibrosis kronis seringkali hadir
dengan dyspnea progresif lambat saat aktivitas disertai batuk yang tidak produktif;
jarang ditemukan adanya wheezing, produksi sputum atau dada sesak. Penurunan
berat badan, jika ada, seringkali ringan, dan pasien mungkin melaporkan kelelahan
dan penurunan stamina. Mirip dengan HP subakut, demam dan gejala sistemik
lainnya tidak menonjol pada fibrosis kronis HP seperti pada HP akut. Pemeriksaan
dapat menunjukkan adanya hipoksemia, saat istirahat atau dengan aktivitas, dan
crackles basilar. Sianosis dan gagal jantung kanan dapat terlihat pada penyakit
fibrosis parah. Prognosis pasien adalah buruk jika telah ditemukan pembengkakan
pada jari (clubbing digital).

FUNGSI PARU

Complete pulmonary function test (PFTS), yang meliputi volume paru, spirometri,
dan kapasitas tersebar untuk karbon monoksida, harus dilakukan pada semua
pasien dengan dugaan HP yang cukup stabil secara klinis untuk dilakukan
pengujian. Meskipun Hasil PFT mungkin normal, seringkali terdapat kelainan yang
terdeteksi, meskipun tidak spesifik untuk HP. Penurunan kapasitas difusi seringkali
terjadi pada semua fenotipe HP dan seringkali disertai dengan perubahan fungsi
paru. Kelainan Paru fungsi pada HP seringkali klasik restrictive. Atau bahkan dapat
ditemukan obstruksi atau gangguan campuran. Respon terhadap bronkodilator
adalah bervariasi, dan HP harus dipertimbangkan pada diagnosis banding pada
pasien bukan perokok dengan obstruksi yang paten atau reversible. Obstruksi pada
HP mungkin lebih sering terjadi pada mereka dengan fibrosis, di mana periairway
fibrosis dapat berkontribusi pada gangguan aliran udara. Hipereaktivitas bronkus
nonspesifik pada pengujian metakolin masihdalam penelitian. Latihan yang
menginduksi penurunan saturasi oksigen arteri adalah tanda awal dari gangguan
fungsional pada pasien dengan penyakit ringan. Pada pasien dengan gangguan
jalan nafas signifikan atau dengan keterlibatan parenkim, kelainan pertukaran gas
dapat secara signifikan terjadi pada saat olahraga atau saat istirahat. Setelah awal
penilaian, harus diikuti dengan serial PFTS untuk menilai respon terapi dan untuk
menuntun keputusan pengobatan sampai pemulihan atau stabilitas fungsi paru
dapat tercapai. Pada HP akut, fungsi paru biasanya normal setelah pulih dari
serangan akut. Pada HP subakut, fungsi paru dapat kembali normal jika kerusakan
permanen belum terjadi. Pada kasus HP fibrosis kronis, fungsi paru-paru mungkin
secara permanen terganggu dan memburuk.

PENCITRAAN (IMAGING)

Pada HP akut, pencitraan dada biasanya menunjukkan gambaran ground-glass


opacity yang menyebar, meskipun pola fine micronodular mungkin juga diamati
(Gambar. 64-2). Ground-glass opacity merefleksikan terjadinya alveolitis yang
mendasari; meskipun mereka dapat dilihat di setiap tahap HP, ground-glass opacity
adalah temuan dominan pada HP akut. Seiring dengan respon klinis, kelainan
radiografi di HP akut akan hilang pada beberapa hari sampai minggu jika paparan
lebih lanjut dihindari (Gambar. 64-1).

Dalam HP subakut, manifestasi pencitraan termasuk ground-glass opacity,


nodul centrilobular (eFig. 64-2A dan B), dan mosaic attenuation. Temuan ini dapat
jelas diketahui dengan pencitraan computed tomography (CT) (lihat Gambar. 64-2C
dan D). Dapat juga ditemukan nodul centrilobular kecil (≤3 mm) dan terbatas,
seringkali disebut sebagai "micronodules" (eFig. 64-3), meskipun signifikansi
diagnostik dan prognostik dari penyebutan ini belum jelas. Serupa dengan HP akut,
ground-glass opacity mencerminkan sebuah alveolitis mendasari. Bronchiolitis
seluler yang menyertainya bermanifestasi sebagai nodul centrilobular (lihat Gambar.
64-2B, C dan 64-3C-E; Video 64-1A) serta "air trapping" (lihat Video 64-1B).
Mosaikisme karena air trapping seringkali terjadi pada HP, di daerah dengan
gambaran hyperlucent yang merupakan hasil dari vasokonstriksi hypoxemic dan
penurunan aliran darah arteri pada area yang mengalami hipoventilasi (Gbr. 64-3).
Air trapping dapat dinilai dengan baik dengan membandingkan inspirasi (lihat Video
64-1A) dan ekspirasi CT gambar (lihat Video 64-1B), di mana ekspirasi akan
menonjolkan area hyperlucent yang luas. Kista paru, mirip dengan yang dijelaskan
dalam pneumonia interstitial limfoid, telah dilaporkan terjadi pada HP (lihat Gambar.
69-8). Limfadenopati hilus atau mediastinum jarang terlihat pada radiografi dada.
Sebaliknya, limfadenopati mediastinal ringan, biasanya melibatkan hanya beberapa
limfanodi, yang bervariasi yang diamati pada pencitraan CT di setiap subtipe dari HP.

Pada kasus HP fibrosis kronis, meskipun temuan radiografi dari subakut HP


sering juga muncul, perubahan fibrosis lebih mendominasi. Radiografi dada sering
menunjukkan hilangnya volume, distorsi bentuk paru, dan garis fibrotik (eFig. 64-4A).
Temuan CT akan menunjukkan hilangnya volume, bronkiektasis traksi, reticular
fibrotik atau kekeruhan (opacity) linear, dan bentukan sarang lebah (honey coomb)
(Gambar 64-4;. Lihat Gambar 64-4B-D.). Bentukan pola radiografi pneumonia
interstitial dan NSIP fibrotik akan nampak jelas pada HP kronis, dan pencitraan CT
saja sering tidak dapat diandalkan dalam membedakan fibrotik HP kronis dari fibrotic
lainnya penyakit paru-paru interstitial, dengan diagnosis yang akurat hanya 50% dari
pasien dalam satu serial. Derajat fibrosis pada CT-scan dikaitkan dengan prognosis
yang lebih buruk pada pasien dengan HP (Lihat Gambar. 64-4). Khususnya, pada
FLD fibrotik kronis, emfisema yang tidak berhubungan dengan merokok merupakan
temuan radiografi yang lebih umum dibandingkan dengan fibrosis.

BRONCHOALVEOLAR LAVAGE DAN PENGUJIAN LABORATORIUM LAINNYA

Biasanya, HP akut dan subakut ditandai dengan peningkatan hitung WBC (white
blood cell) BAL dan BAL limfositosis (30% sampai 70%), seringkali dengan
predominan limfosit CD8+; namun hal ini tidak terjadi pada HP fibrotik. Jumlah
makrofag adalah mirip dengan kelompok kontrol, meskipun persentase mereka
berkurang karena tingginya persentase limfosit. Temuan ini khas meskipun profile
seluler BAL dapat bervariasi, bergantung pada derajat penyakit dan waktu terakhir
paparan antigen. Tampaknya ada sedikit korelasi antara temuan BAL dan kelainan
klinis lainnya, termasuk perubahan radiografi, fungsi paru, dan adanya antibody
pencetus.

Peningkatan derajat ringan di tingkat serum sedimentasi eritrosit, kadar


protein C-reaktif, dan imunoglobulin IgG, IgM, atau IgA isotipe merupakan temuan
yang bervariasi. Rheumatoid factor dapat juga meningkat. Namun, antinuclear
antibodi dan autoantibodi lainnya jarang terdeteksi dan, jika ditemukan, akan
menunjukkan penyakit jaringan ikat yang mendasari.

MENDIAGNOSIS HIPERSENSITIVITAS PNEUMONITIS

Sejumlah kriteria diagnostik untuk HP telah diusulkan, namun tetap tidak ada tes
gold standart atau pendekatan lainnya. Secara luas kriteria meliputi temuan berikut
ini: (1) gejala yang kompatibel dengan HP, (2) bukti paparan antigen yang tepat baik
dari riwayat atau hasil tes antibody, (3) periodisitas gejala yang berhubungan dengan
paparan antigen berulang, (4) temuan pencitraan yang sesuai dengan gambaran HP,
(5) limfositosis pada BAL, dan (6) gambaran histopatologis yang kompatibel dengan
HP. Diagnosis HP dibuat oleh setidaknya keberadaan empat temuan ini, selain untuk
temuan crackles pada pemeriksaan paru-paru, menurunnya kapasitas difusi,
dan/atau hipoksemia, dan ketika kemungkinan penyakit lainnya telah disingkirkan.
Meskipun banyak digunakan, kriteria ini belum divalidasi. Sebuah model prediksi
klinis selanjutnya menemukan gambaran berikut untuk dapat menentukan HP aktif:
(1) paparan antigen yang berpotensi untuk terjadinya HP, (2) tes antibodi positif
terhadap antigen, (3) gejala episodik, (4) gejala onset dalam beberapa jam setelah
paparan antigen, (5) crackles pada pemeriksaan paru-paru, dan (6) hilangnya berat
badan. Model ini dikembangkan dari uji kohort kelompok pasien penyakit paru HP
atau non-HP dan divalidasi dalam follow-up kohort kelompok pasien dengan HP.
Pasien dengan HP fibrotik kronis tidak dimasukkan, dan penerapan model prediksi
ini untuk pasien dengan fenotip ini adalah tidak diketahui. Baru-baru ini, algoritma
yang diterbitkan menekankan pentingnya perubahan CT yang khas untuk HP,
limfositosis pada BAL, dan antibodi positif pada kondisi paparan antigen untuk
mendiagnosa HP tanpa melakukan biopsi paru. Berbagai set usulan kriteria, model,
dan algoritma memiliki kesamaan penekanan pada konstelasi klinis, radiografi, dan
temuan biopsi dalam konteks riwayat terjadinya paparan dalam diagnosis HP (Tabel
64-2). Selain itu, penyakit lain yang memiliki gambaran klinis yang serupa untuk HP
perlu dipertimbangkan dan dikecualikan (Tabel 64-3).

RIWAYAT PAJANAN/PAPARAN

Riwayat menyeluruh dan rinci tetap diperlukan dalam mendiagnosis HP (Tabel 64-
4). Hubungan sementara antara gejala dan aktivitas tertentu dapat diidentifikasi
pada beberapa kasus HP akut dan subakut dan sangat mendukung diagnosis,
meskipun hubungan tersebut seringkali tidak tampak secara klinis. Episode berulang
gangguan pernapasan yang muncul dan munculnya gejala sistemik harus
dipertimbangkan untuk terjadinya HP, serta perlu untuk menentukan pajanan yang
relevan.

Paparan antigen mampu menyebabkan HP dapat terjadi di hampir semua


lingkungan dalam ruangan di bawah kondisi yang tepat, dan penjelasan terkait
status pekerjaan yang sederhana tidak dapat digunakan untuk mengecualikan
potensi resiko (perlu untuk menelusuri pekerjaan pasien). Riwayat pekerjaan pasien
harus mencakup kronologi pekerjaan saat ini dan sebelumnya, dengan deskripsi
proses kerja yang spesifik dan terjadinya pajanan. Riwayat lingkungan harus
menelusuri paparan protein hewan, terutama burung atau bulu; hobi seperti
berkebun dan perawatan kebun, yang mungkin melibatkan paparan kimia seperti
pyrethrums; kegiatan rekreasi, misalnya, penggunaan bak air panas, kolam renang
dalam ruangan, atau sauna dari yang dapat menjadi media pertumbuhan mikroba
bioaerosols; penggunaan humidifers, alat penguap kabut, dan AC humidifed, yang
dapat menjadi sumber mikroba bioaerosols; indikator kelembaban yang disebabkan
seperti misalnya akibat kebocoran, kebanjiran, atau kerusakan air sebelumnya pada
karpet dan perabot lain; dan kontaminasi jamur di ruang yang diduduki, kadang-
kadang dengan bau apek atau berjamur.

Meskipun riwayat paparan sugestif disertakan pada sebagian besar kriteria


diagnostic yang dipublikasikan, pada banyak kasus, kausal antigen tidak
diidentifikasi. Hal ini mungkin terjadi akibat pengambilan informasu tentang riwayat
pekerjaan dan lingkungan yang tidak memadai, atau karena paparan antigen yang
baru. Pada kasus HP fibrotik, paparan antigen mungkin tidak sedang berlangsung,
dan, bahkan pada kondisi riwayat paparan yang lengkap, lebih dari 30% dari kasus
tidak memiliki identifikasi kausal paparan yang jelas.

PENGUJIAN ANTIBODI

Secara umum, uji presipitasi dan tes antibodi lainnya tidak sensitif dan spesifik untuk
HP. Ketika menunjukkan hasil positif, tes antibodi dapat membantu dalam
mengkonfirmasi diagnosis pada bird breeder’s lung dan dalam keadaan lain di mana
diduga antigen telah diidentifikasi. Dalam sebuah studi di Perancis di mana panel
antigen yang mengandung agen mikroba umum lokal diuji pada pasien dengan HP
dan dibandingkan dengan petani kontrol yang sehat, sensitivitas dan spesifisitas
yang cukup baik. Namun demikian, uji antibodi tidak dianjurkan sebagai alat skrining
karena pada populasi yang terpapar, positif hasil tes memiliki spesifisitas yang
rendah untuk menyebabkan timbulnya penyakit. Temuan antibodi spesifik pencetus
IgG menunjukkan paparan yang cukup untuk menghasilkan respon imun humoral,
tetapi tidak terkait dengan penyakit. Dalam serangkaian besar pengujian HP pasien
peternak burung, di mana 92% memiliki serum antibodi IgG positif, 87% dari kontrol
juga terpapar dengan burung tapi tidak berkembang sebagai HP, juga memiliki uji
presipitan positif. Uji yang lebih sensitif seperti Immunosorbent Assay enzyme linked
dan electrosyneresis untuk mendeteksi antibody spesifik IgG dapat menyebabkan
kebingungan karena menurunnya spesifisitas. Namun demikian, mungkin terdapat
hasil negatif palsu, dan uji presipitin negatif yang tidak boleh digunakan untuk
mengecualikan diagnosis. Hasil negatif palsu dapat disebabkan oleh standar antigen
yang buruk, kontrol kualitas yang kurang tepat, teknik imunologi yang sensitif, pilihan
antigen yang salah, atau underconcentrated sera. Selain tes parameter ini, serum
presipitin mungkin hilang dari waktu ke waktu setelah paparan berhenti atau
mungkin tidak terdeteksi pada pasien dengan tingkat paparan antigen yang rendah.
Pada kasus paparan yang kompleks bioaerosol mikroba, penyakit mungkin bukan
merupakan reaksi terhadap satu organisme saja tetapi reaksi kumulatif untuk
sejumlah antigen di udara, yang mungkin tidak tercermin di tersedia pada panel
antigen laboratorium. Oleh karena itu, meskipun deteksi serum antibody
menggunakan alat yang canggih, tantangan dalam penggunaannya dan interpretasi
masih tetap ada.Selain itu, skin test kulit untuk kedua reaksi hipersensitif tipe cepat
dan lambat tidak membantu dalam diagnosis HP.

BRONCHOALVEOLAR LAVAGE (1602)

BAL adalah media yang aman dan sensitif untuk menentukan kehadiran alveolitis
pada pasien dengan HP. Pada pasien yang bukan perokok dengan bukti radiografis
dalam proses peradangan aktif, kurangnya bentukan limfositosis BAL menunjukkan
tidak adanya HP. Bahkan pada sebagian besar fibrotik HP, hitung jenis relatif dan
absolut limfosit masih sering meningkat, meskipun jumlahnya hanya sedikit
meningkat pada akut dibandingkan dengan subakut. Meskipun BAL limfositosis
adalah temuan yang sensitif pada HP, pemeriksaan tersebut tidak spesifik. Serupa
dengan pembentukan precipitating antibody (antibodi pengendap), individu yang
terpapar antigen HP dapat mengalami alveolitis limfositik tetapi tanpa memiliki gejala
atau kelainan klinis lainnya. Selain itu, limfositosis dapat bertahan selama bertahun-
tahun meskipun paparan antigen telah dihindari, dan meskipun terjadi perbaikan
pada parameter klinis yang lain, menyebabkan keterbatasan dalam penggunaan alat
dalam menilai perjalanan serta progresivitas penyakit atau untuk menilai manfaat
menghindari antigen bagi pasien.

BIOPSI PARU

Ketika perbandingan risiko-manfaat adalah wajar, pemeriksaan dengan 8 sampai 10


sampel biopsi transbronkial mungkin merupakan pendekatan yang tepat untuk
meningkatkan hasil diagnostik pada pasien yang menjalani bronkoskopi untuk
evaluasi awal HP. Inflamasi limfositik interstitial dan granuloma dapat terlihat;
namun, untuk mengetahui terjadinya inflamasi pada usat pernapasan pada pasien
dengan HP subakut memerlukan pemeriksaan biopsi dengan tindakan pembedahan
(surgical lung biopsy). Meskipun hasil biopsi transbronchial tidak dapat diprediksi,
ketika hasilnya positif, seringkali diperlukan tindakan operasi cadangan biopsi paru
yang lebih invasif. Bedah biopsi paru diindikasikan pada pasien tanpa kriteria klinis
pemberat sebagai diagnosis definitif atau untuk menyingkirkan penyakit lain yang
membutuhkan penanganan yang berbeda. Surgical lung biopsy juga sering
membantu untuk membedakan HP fibrotik dengan penyakit fibrotik interstitial paru
lainnya. Karena temuan mungkin tumpang tindih atau jarang, hasil diagnostik akan
meningkat jika biopsi diambil dari beberapa lobus.109 Terlepas dari beberapa
temuan histologis yang sangat sugestif dari HP, potensi ketumpang tindihan
(overlap) pada gambaran HP dan penyakit paru interstitial lainnya sering membuat
perubahan patologis tanpa korelasi klinis yang mendukung untuk diagnosis penyakit
tertentu. Uji pewarnaan khusus dan kultur penting untuk membedakan HP dengan
kondisi granulomatous menular (infectious granulomatous) yang lain, seperti jamur
dan penyakit mikobakteri. HP biasanya berbeda dari sarcoidosis dari temuan infltrate
inflamasi pada area interstitial yang jauh dari granuloma, karakteristik morfologi ,
serta distribusi granuloma. Jika ada, infltrat interstitial pada sarkoidosis akan terlihat
di sekitar granuloma yang terbentuk dengan baik dan perilymphatic.

UJI INHALASI

Penggunaan uji laboratorium inhalasi dalam diagnosis HP dibatasi oleh kurangnya


antigen standar dan teknik. Inhalasi antigen aerosol diduga menjadi penyebab
penyakit pasien adalah uji yang paling bermanfaat bila gejala akut dan kelainan
klinis merupakan bagian dari presentasi penyakit dan cenderung timbul dalam
beberapa jam setelah terjadinya paparan. Uji inhalasi juga dapat membantu dalam
evaluasi potensi agen HP baru, meskipun tidak banyak di sebagian besar pusat
pelayanan kesehayan. Interpretasi hasil pemeriksaan seringkali sulit dilakukan, dan
uji inhalasi rutin tidak dianjurkan pada kebanyakan pasien dengan dugaan HP.

RIWAYAT PENYAKIT DAN PROGNOSA

Pada HP akut, gejala demam, menggigil, dan batuk biasanya hilang dalam beberapa
hari setelah paparan berhenti. Rasa tidak enak badan, kelelahan, dan dyspnea
dapat bertahan selama beberapa minggu. Perbaikan pada kapasitas vital paru dan
kapasitas difusi karbon monoksida biasanya terjadi dalam beberapa minggu pertama
setelah serangan akut, tetapi kelainan ringan pada fungsi paru sering bertahan
selama beberapa bulan. Secara umum, recovery dari HP akut diharapkan dapat
terjadi dengan menghindari paparan antigen yang dikaitkan dengan outcome jangka
panjang yang baikbagi pasien. Beberapa pasien, setelah pulih dari HP akut, tetap
tidak mengalami gangguan paru meskipun terpapar antigen berulang. Sebaliknya,
penyakit ini dapat berkembang meskipun telah dilakukan penghindaran ataun
pencegahan dari paparan. Meskipun jarang terjadi, gejala berkelanjutan dan/atau
munculnya penyakit paru progresif dilaporkan terjadi setelah serangan akut berulang
atau bahkan setelah serangan pertama.

HP dengan bentukan subakut dan fibrotik kronis, dengan gejala berbahaya


dan lebih tidak nampak, kelainan klinis progresif, sering terjadi dalam perjalanan
penyakit yang akibatnya nantinya akan memiliki prognosis yang lebih buruk
dibandingkan dengan penyakit akut. HP dapat mengakibatkan asma, emfisema, dan
fibrosis interstitial (Gambar. 64-5). Dalam sebuah studi dari petani di Finlandia yang
memenuhi kriteria diagnostik yang ketat untuk FLD, risiko untuk asma yang sampai
memerlukan pengobatan, ditemukan meningkat pada 3 tahun pertama setelah
diagnosis FLD, dengan prevalensi asma yang secara signifikan lebih tinggi pada
populasi dengan FLD dengan follow up selama 5 tahun, dibandingkan dengan
populasi kontrol. Emfisema juga berhubungan dengan FLD. Dalam sebuah studi
case control dari 88 petani dengan FLD, emfisema ditemukan di 23% (pada 18%
dari pasien non perokok, dan 44% pasien perokok denganFLD). Serangan berulang
dari FLD dikaitkan dengan risiko untuk berkembangnya emfisema. Dalam studi lain
petani dengan FLD, 50% memiliki penyakit residual, dan obstruksi dari emfisema
adalah klinis yang paling sering terjadi. Sedangkan emfisema adalah lebih sering
terjadi pada FLD kronis, Fibrosis interstitial adalah outcome yang paling sering
terjadi pada peternak burung dengan penyakit paru kronis. Bila dibandingkan
dengan pasien dengan FLD, pasien dengan HP dari antigen burung muncul untuk
memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami penyakit paru fibrotik dengan tingkat
kesintasan (survival rate) jangka panjang yang lebih buruk.

Belum ada marker fungsional atau biokimia yang tersedia untuk memprediksi
resolusi atau progresivitas dari HP. BAL limfositosis dapat bertahan selama
bertahun-tahun setelah penghilangan dan penghindaran dari paparan dan meskipun
terjadi pemulihan klinis. Usia saat diagnosis, durasi paparan antigen setelah
timbulnya gejala, dan total tahun paparan sebelum diagnosis memiliki nilai prediktif
pada kemungkinan pemulihan dari penyakit paru peternak merpati. Pasien dengan
penyakit fibrotik memiliki prognosis yang secara signifikan lebih buruk dibandingkan
dengan mereka dengan nonfibrotik HP. Jenis fitur fibrotik di HP juga dapat
berkorelasi dengan prognosis; seringkali pneumonia interstitial dan NSIP fibrotik
berhubungan dengan survival rate yang lebih buruk dibandingkan dengan NSIP
seluler dan pola fibrotik lainnya. Kerusakan alveolar terdifusi dapat mempersulit
jalannya HP. serupa dengan fibrosis paru idiopatik, peristiwa tersebut pada HP
sering dianggap sebagai "eksaserbasi" penyakit dan berkaitan dengan buruknya
prognosis.

Sebuah studi 23 tahun berbasis populasi dilakukan untuk menyelidiki


kematian akibat HP, yang menunjukkan bahwa tingkat kematian keseluruhan sesuai
usia meningkat antara tahun 1980 dan 2002. Penulis berpendapat bahwa hal ini
mungkin terjadi bersamaan dengan penurunan tingkat merokok di Amerika Serikat
dan identifikasi penyakit yang lebih baik dengan penggunaan biopsi paru
thorakoskopi sebagai diagnosis. Risiko kematian meningkat dengan usia, dengan
perbandingan 0,01 per juta pada kelompok usia 15 sampai 24 tahun, dibandingkan
dengan 0,80 per juta pada kelompok usia 65 tahun, dan pada kelompok yang lebih
tua dari pasien dengan HP. Eksaserbasi dari HP fibrotik kronis dari kerusakan difus
alveolar juga dikaitkan dengan peningkatan risiko kematian.

PENGOBATAN

Paparan antigen berkelanjutan dapat menyebabkan penyakit progresif dan


kerusakan paru-paru yang berpotensi ireversibel. Sehingga, diagnosis awal dan
menghindari paparan adalah pengobatan yang tepat. Yang terpenting,
ketidakmampuan untuk mengidentifikasi antigen telah terbukti berhubungan secara
independen dengan survival rate pasien. Dalam beberapa kasus, menghindari
antigen tidak menyebabkan perbaikan penyakit, dan kasus-kasus HP kronis yang
lebih berat dapat berkembang meskipun telah dilakukan penghentian paparan.
Terapi farmakologis merupakan tambahan penting dalam beberapa kasus.

PENGHINDARAN ANTIGEN

Penelusuran yang dilakukan pada lokasi pekerjaan atau lingkungan rumah terkait
dengan kebersihan industri mungkin membantu pada kasus di mana riwayat
paparan tidak diketahui dengan pasti, terutama ketika penyakit makin progresif.
Pemeriksaan tempat tinggal pasien membutuhkan keterampilan dalam menilai
sumber-sumber intrusi kelembaban dan kontaminasi mikroba, termasuk tentang
bagaimana mereka menangani sistem udara. Rekomendasi untuk menghilangkan
perabot yang terkontaminasi dinilai kurang efektif, meskipun upaya-upaya tersebut
sering disarankan pada pasien. Pasien yang terkena sering menanyakan tentang
perlunya sampling. Namun, pengambilan sampel kuantitatif bioaerosol untuk antigen
mikroba dalam ruangan memakan waktu, biaya, dan membutuhkan ahli limbah
industri yang berpengalaman, serta analisis laboratorium. Bahkan ketika telah
dilakukan dengan benar, hasil yang diperoleh seringkali sulit untuk memperoleh
penjelasan yang tepat. Hasil negatif berarti antigen tersebut tidak menjadi penyebab
penyakit atau paparan.

Dalam kasus penyakit paru akibat humidifer rumah dan bak air panas,
pencegahan dari sumber yang terkontaminasi biasanya secara langsung dapat
menghilangkan paparan berkelanjutan. Namun, pada penyakit yang diderita oleh
peternak buruk, membuang/menghindarkan pasien saja dari burung tidaklah cukup,
dan upaya yang lebih komprehensif untuk menghilangkan residu bulu dan kotoran
adalah penting. Antigen burung dapat ditemukan di rumah-rumah tanpa burung jika
kotoran burung liar berada luar rumah dan melekat pada sepatu. Menghindari
paparan dengan menghilangkan antigen dari lingkungan mungkin sangat sulit. Pada
lima rumah yang diteliti secara bertahap setelah penghilangan burung, tingkat
antigen yang diukur dengan penghambatan enzim-linked immunosorbent assay
secara bertahap menurun meskipun pengendalian lingkungan, termasuk
penghapusan burung dan pembersihan karpet, dengan tingkat antigen tinggi masih
terdeteksi pada 18 bulan di satu rumah.

Ketika penghapusan antigen tersebut tidak layak atau agen etiologi tidak
diidentifikasi, menghindari paparan mungkin dicapai dengan mencegah individu
untuk kontak dengan kemungkinan antigen yang ada pada lingkungannya.
Pendekatan ini mungkin sederhana dan tepat untuk proses pemulihan pasien.
Namun, konsekuensi sosial dan kendala ekonomi individu mungkin menghalangi
pantangan ketat dari paparan, misalnya pada pasien yang memang pekerjaannya
adalah beternak burung. Ketika antigen menghindari kontak dengan paparan antigen
cenderung tidak dapat dilakukan, perlu dilakukan follow up fungsi paru, pencitraan
dada, dan menilai gejala yang sangat penting untuk menilai respon pengobatan dan
untuk mengarahkan upaya mengurangi paparan antigen yang sedang berlangsung.

Eliminasi antigen penyebab dari lingkungan pasien adalah langkah pertama


yang tidak hanya bersifat pengobatan tetapi juga dalam pencegahan penyakit
hipersensitivitas pada orang lain yang mungkin juga terkena. Misalnya, penyakit kulit
maple dan bagassosis sekarang cukup langka di Amerika Serikat setelah perubahan
dalam penanganan bahan organik, sehingga menurunkan kesempatan untuk
pertumbuhan mikroba. Perbaikan area yang rusak, desinfeksi mengarah pada
kontaminasi jamur musiman telah efektif dalam mencegah rekurensi HP yang sering
terjadi pada musim panas di Jepang. Pada kasus outbreak HP harus ditelusuri
kontaminasi mikroba dari sistem ventilasi yang terkontrol melalui modifikasi luas dan
penggantian sistem area kerja.

TERAPI FARMAKOLOGIS

Untuk serangan akut HP, kortikosteroid sistemik sering diresepkan, meskipun uji
klinis terkontrol masih sedikit. Pada kasus di mana kelainan fungsi paru adalah
minimal, status klinis stabil, dan pemulihan spontan yang terjadi dengan eliminasi
paparan, kortikosteroid mungkin tidak perlu diresepkan. Karena kurangnya penelitian
terkait pengobatan yang diberikan dan efek samping kortikosteroid sistemik,
penilaian klinis dan panduan tindak lanjut harus disertakan dalam manajemen
pasien. Penggunaan kortikosteroid pada HP akut belum terbukti mampu mengubah
outcome jangka panjang. Namun, prednison sering diberikan dalam kasus yang
lebih berat, biasanya dimulai pada 60 mg/hari, ditambah oksigen tambahan untuk
kasus hipoksemia dan langkah-langkah pendukung lainnya yang sesuai. Prednison
biasanya dilanjutkan selama 4 sampai 6 minggu sampai ada adalah perbaikan
gejala dan fungsional yang signifikan. Jika ada perbaikan obyektif, pemurunan dosis
bertahap sampai batas minimum dan mempertahankan dosis harus dilakukan; jika
tidak membaik, kortikosteroid harus diturunkan bertahap dan dihentikan.

Untuk kasus subakut dan fibrotik kronis HP, hanya sedikit penelitian yang
mempelajari efek kortikosteroid pada perjalanan penyakit Dalam sebuah studi dari
peternak merpati dengan HP, tidak ada perbedaan hasil klinis signifikan antara
pasien yang diobati dengan kortikosteroid dan yang tidak; rerata (mean) waktu untuk
perbaikan atau normalisasi fungsi paru setelah pengobatan dan eliminasi dari
paparan adalah 3,4 bulan. Pada pasien dengan HP subakut, pemberian 3 sampai 6
bulan prednisone setiap hari dengan tappering perlahan mungkin perlu diberikan
untuk remisi penyakit. Namun, pada mereka dengan keluhan inflamasi HP progresif
atau terus-menerus, pengobatan kortikosteroid berkelanjutan mungkin dapat
diperlukan. Pada pasien yang diduga memiliki stadium akhir fibrotik kronis HP, dapat
diberikan terapi singkat (2 sampai 3 bulan) prednisone dengan pretreatment dan
posttreatment PFTS untuk menilai komponen penyakit yang dapat diobati. Meskipun
bersifat empiris, inhalasi kortikosteroid dan β-agonis dapat membantu pasien
dengan HP dengan gejala sesak dan batuk dan dengan keterbatasan aliran udara
pada uji fungsi paru. Imunosupresif nonsteroid seperti mycophenolate mofetil dan
azathioprine telah digunakan pada pasien dengan HP refraktori, namun effcacy dari
penggunaannya belum dinilai dalam uji klinis, serta laporan respon klinis dari terapi
sangatlah kurang. Pemberian terapi antimycobacterial umumnya tidak diperlukan
pada pasien dengan penyakit paru akibat selang air panas (hot tub lung).
Transplantasi paru-paru mungkin menjadi pilihan terakhir pada pasien dengan HP
fibrotik berat.

PENCEGAHAN

Pengenalan indeks kasus HP seringkali kurang dilakukan, dan hal menunjukkan


kebutuhan untuk penelitian lebih lanjut dan intervensi pada lingkungan di mana
orang lain mungkin memiliki risiko dan pencegahan terhadap paparan dapat
diidentifikasi. Sebagai contoh, upaya untuk mengurangi risiko pekerja logam dengan
HP adalah dengan menyertakan penutup dari mesin, operasi perbaikan ventilasi dan
rekayasa kontrol lainnya untuk menurunkan paparan aerosol cairan logam, dan
dengan mentargetkan training/pelatihan pekerja.

Kontaminasi mikroba dalam ruangan sering berhubungan dengan masalah


pada kontrol kelembaban dan pada tingkat suhu yang lebih rendah. Sumber kontrol
dan dilusi harus dilakukan untuk mengurangi kontaminan dalam ruangan. Kontrol
penyebab termasuk pencegahan kebocoran dan banjir dengan menghapus sumber
air yang tergenang; menghilangkan humidifers aerosol, bak panas, dan alat
penguap; serta mempertahankan kelembaban relatif dalam ruangan dibawah 70%.
Pendekatan yang optimal untuk desinfeksi dan pemeliharaan untuk mencegah
penyakit paru akibat bak mandi air panas tetap tidak diketahui. Jika humidifers
digunakan, air harus sering diganti dan wadah harus sering dibersihkan untuk
meminimalkan risiko pertumbuhan mikroba. Dilusi kontaminan dapat dicapai dengan
meningkatkan jumlah ventilasi udara luar ruangan pada sebuah gedung, dan filter
dengan effciency yang tinggi dapat ditambahkan pada sistem ventilasi untuk
membantu meningkatkan resirkulasi kualitas udara. Pelatihan kerja dapat dianjurkan
untuk mengurangi prevalensi FLD termasuk pengeringan jerami dan sereal yang
efisien sebelum penyimpanan, penggunaan sistem pakan mekanik, dan ventilasi
yang lebih baik pada bangunan pertanian. Pendidikan pekerja yang berpotensi
terserang penyakit dalam penggunaan praktek kerja perlu dilakukan untuk
meminimalkan inhalasi antigen dan pengenalan gejala awal mungkin akan
membantu.

Pada beberapa penelitian effcacy dari berbagai jenis respirator telah


dievaluasi dalam mencegah sensitisasi antigen dan perkembangan penyakit pada
masing-masing individu yang telah tersensitisasi. Pada peternak burung dengan HP,
kadar antibodi serum menurun 65% selama 14 bulan pada mereka yang
mengenakan respirator, dibandingkan dengan mereka yang tanpa respirator; tidak
ada data yang dilaporkan pada perubahan gejala atau fungsi paru pada dua
kelompok tersebut. Dalam studi lain, penggunaan masker respirator memiliki
efisiensi yang tinggi dalam mencapai skor reaktivitas normal, termasuk gabungan
dari klinis, serologi, dan indeks fungsi paru, setelah uji paparan antigen. Kepatuhan
dalam menggunakan masker jangka panjang sangatlah kurang, karena sebagian
respirator kurang nyaman,rumit,mengganggu komunikasi. Dust respirator
menawarkan manfaat yang besar, tetapi pada beberapa kasus tidak memberikan
perlindungan yang lengkap terhadap debu organik dan tidak dianjurkan sebagai
pencegahan pada individu yang telah tersensitisasi.

Poin kunci
■ Hipersensitivitas pneumonitis (HP) adalah sindrom kompleks yang disebabkan
oleh reaksi imunologi pada berbagai varietas antigen yang terinhalasi, temuan klinis,
derajat penyakit, serta riwayat penyakit yang berbeda-beda.

■ Individu dengan HP ringan atau subakut seringkali menolak/tidak melakukan


deteksi dini atau misdiagnosed dengan penyakit virus atau asma.

■ Hanya sebagian kecil orang dengan HP yang mengembangkan klinis yang


signifikan untuk HP; bahkan lebih sedikit yang berkembang menjadi HP fibrotik
kronis.

■ Faktor genetik dan host seperti status perokok berperan dalam menentukan risiko
individu untuk penyakit.

■ Sebuah indeks kecurigaan yang tinggi untuk diagnosis HP pada pasien dengan
presentasi klinis yang sesuai, harus meliputi riwayat paparan komprehensif yang
berfokus pada antigen mikroba, burung, dan dan kimia dengan berat molekul
rendah.

■ Tidak ada tes gold standat untuk HP; riwayat paparan, uji klinis, radiografi dan
temuan fisiologis membantu menegakkan diagnosis.

■ Meskipun prognosis untuk pemulihan mungkin sangat baik dengan diagnosis dini
penyakit dan eliminasi paparan, pasien dengan manifestasi fibrotik atau
emphysematous kronis HP sering memiliki prognosis yang buruk.

Вам также может понравиться