Вы находитесь на странице: 1из 43

KOMUNIKASI POLITIK

1. PENDAHULUAN

Komunikasi adalah salah satu bentuk kegiatan umat manusia yang paling
penting. Tiada hari tanpa komunikasi. Tidak ada masyarakat manusia yang tidak
melaksanakan komunikasi, karena komunikasi adalah perlambang dari adanya
kehidupan di dalam masyarakat. Dilihat dari sudut pandang ini, komunikasi dilihat dari
artinya yang umum dan luas yaitu hubungan dan interaksi yang terjadi antara dua
orang\pihak atau lebih. Interaksi tersebut terjadi karena seseorang menyampaikan
pesan-pesan dalam bentuk tertentu yang diterima pihak lain yang menjadi sasarannya
sehingga sedikit banyak akan mempengaruhi sikap dan tingkah laku pihak dimaksud.
Siapapun sebagai anggota masyarakat melakukan ini secara terus-menerus—kadang-
kadang bahkan tanpa sadar— termasuk mereka yang tidak mengerti makna konsep
komunikasi. Oleh karena itu dapat dimengerti bahwa komunikasi adalah kegiatan yang
dilakukan oleh semua anggota masyarakat kapan pun dan dimana pun di dunia ini.

Dari gambaran ini tampak bahwa objek studi ilmu komunikasi ini—yaitu
komunikasi yang terjadi dalam masyarakat—merupakan kegiatan manusia yang amat
penting.

Masalah ini akan semakin penting artinya dalam mengkaji komunikasi politik.
Komunikasi politik mencakup masyarakat keseluruhan. Studi komunikasi politik tidak
akan sempurna bila komunikasi antar pribadi tidak memperoleh tempat yang penting
dalam studi tersebut. Meski harus diakui bahwa sebagian besar buku-buku teks yang
membahas komunikasi politik di Amerika Serikat lebih memusatkan perhatiannya pada
peranan media massa dalam komunikasi politik.

Studi komunikasi politik mencakup dua disiplin dalam ilmu sosial: ilmu politik
dan ilmu komunikasi (Maswadi Rauf:1990). Ia bisa dijadikan kajian oleh ilmuwan
komunikasi juga oleh ilmuwan politik.

Para ilmuwan politik beranggapan bahwa komunikasi politik termasuk objek


studi ilmu politik karena pesan-pesan yang disampaikan dalam proses komunikasi itu
mempunyai ciri-ciri politik, yaitu berkaitan dengan kekuasaan
politik/negara/pemerintahan dan komunikator serta komunikan yang terlibat di
dalamnya bertindak dalam kedudukan mereka sebagai pelaku kegiatan politik . Para
ilmuwan politik beranggapan bahwa komunikasi politik adalah gejala yang selalu ada
dalam setiap sistem politik, seperti halnya para ilmuwan sosial lainnya yang
beranggapan bahwa komunikasi sosial adalah gejala yang tak terpisahkan dari
masyarakat.

2. PERKEMBANGAN STUDI KOMUNIKASI POLITIK.

Dalam ilmu politik, istilah komunikasi politik adalah relatif baru. Istilah tersebut
mulai banyak disebut-sebut semenjak terbitnya buku Gabriel A. Almond yang amat
berpengaruh di dalam buku The Politics of The Developing Areas pada tahun 1960.
Almond berpendapat bahwa komunikasi politik adalah salah satu fungsi yang selalu ada
di dalam sistem politik sehingga terbuka kemungkinan bagi para ilmuwan politik untuk
membandingkan berbagai sistem politik dengan latar belakang budaya yang berbeda.
Arti penting sumbangan pikiran Almond terletak pada pandangannya bahwa semua
sistem politik yang pernah ada di dunia ini— yang sekarang dan yang akan ada nanti
mempunyai persamaan-persamaan yang mendasar, yaitu adanya fungsi-fungsi yang
sama yang dijalankan oleh semua sistem politik.

Komunikasi politik adalah salah satu dari tujuh fungsi yang dijalankan oleh
setiap sistem politik, sebagaimana dikatakan sendiri oleh Almond sbb:

“ All of the functions performed in the political system—political socialization


and recruitment, interest articulation, interest aggregation, rule making, rule application,
and rule adjudication—are performed by means of communication.” (Maswadi Rauf:
1990)

Kutipan di atas menunjukkan bahwa komunikasi politik bukanlah fungsi yang


berdiri sendiri akan tetapi merupakan proses penyampaian pesan-pesan yang terjadi
pada waktu keenam fungsi lainnya dijalankan. Hal ini berarti bahwa fungsi komunikasi
politik terdapat secara inherent di dalam setiap fungsi sistem politik.

Sebagaimana dikemukakan di atas bahwa fungsi komunikasi politik dapat


ditemukan di dalam fungsi-fungsi sistem politik lainnya. Namun meskipun komunikasi
politik mempunyai ciri seperti itu, tidaklah berarti bahwa komunikasi politik kecil
peranannya; justru sebaliknya. Komunikasi politik adalah proses yang menentukan
keberhasilan fungsi – fungsi yang lain, sehingga keberhasilan penyampaian pesan-
pesan dalam setiap fungsi itu menentukan keberhasilan pelaksanaan fungsi yang
bersangkutan.

Contoh aktual yang dapat dikemukakan disini adalah pelaksanaan fungsi


pembuatan peraturan (rule making). Sudah teramat jelas di sini bahwa komunikasi
memainkan peranan yang amat penting dalam proses pembuatan peraturan (undang-
undang ataupun bentuk ketentuan peraturan lainnya). Si pembuat
peraturan/perundangan dituntut untuk menjalin kerjasama, hubungan, dan komunikasi
yang baik antara sesama mereka.

Di samping itu, komunikasi dengan masyarakat (rakyat) perlu pula dijaga oleh
para pembuat keputusan politik.

Sebelum tahun 1960, ilmu politik —mungkin juga ilmu komunikasi—tidak


mengenal istilah komunikasi politik. Namun tidak berarti bahwa tidak ada studi-studi
yang dilakukan oleh para ilmuwan sosial (ilmuwan politik, ilmuwan komunikasi
ataupun psikolog) tentang masalah yang menjadi studi dari komunikasi politik dewasa
ini.

Kegiatan yang mempelajari materi komunikasi politik telah ada semenjak lama,
walaupun tidak di bawah bendera komunikasi politik. Studi tentang tingkah laku
pemilih, propaganda dan perang urat syaraf dan perubahan attitude (sikap) dalam proses
komunikasi telah diadakan semenjak lama. Semua studi tersebut telah meletakan dasar
yang kokoh bagi pengembangan studi komunikasi politik.

3. CIRI-CIRI STUDI KOMUNIKASI POLITIK.

Ciri pertama komunikasi politik, dalam arti luas mengandung pengertian bahwa
proses komunikasi tersebut dapat berlangsung di setiap lapisan masyarakat melalui
saluran apa saja yang dapat dipergunakan dan tersedia. Olehkarena itu para ilmuwan
politik menganggap media massa (surat kabar, radio, TV, dan film) sebagai salah satu
saluran melalui mana kegiatan komunikasi politik dijalankan. Saluran tata muka
dianggap sama pentingnya dengan saluran media massa . Hal ini terlihat dari konsep
Almond dengan kawan-kawannya tentang komunikasi sebagaimana telah disinggung
terdahulu.
Masalah yang timbul dalam studi komunikasi politik menurut versi ilmu politik
adalah bahwa studi komunikasi politik tidak berkembang dengan baik di dalam ilmu
politik, meskipun para ilmuwan politik mengkaji sosialisasi politik, partisipasi politik
dan peranan organisasi politik yang pada hakekatnya merupakan bidang kajian
komunikasi politik.

Ciri yang kedua dari studi komunikasi politik adalah pentingnya pandangan
yang mengatakan bahwa arus komunikasi politik adalah arus dua arah: ke bawah, yaitu
dari penguasa politik/pemerintah kepada rakyat; dan ke atas, yaitu dari rakyat kepada
penguasa politik/pemerintah.

Ciri studi komunikasi politik versi ilmu politik semakin penting artinya, karena
penekanan yang diberikan kepada peranan media massa, yang berarti dari atas ke
bawah.

4. PARADIGMA HAROLD LASSWELL

Ilmuwan politik Harold Lasswell, mengemukakan bahwa cara yang mudah


untuk melukiskan suatu tindakan komunikasi ialah dengan menjawab pertanyaan-
pertanyaan berikut:

Who ———– siapa ?

Says what ———- mengatakan apa ?

To Whom ———- kepada siapa ?

With what channel ———- dengan saluran apa ?

With what effect ———– dengan akibat apa ?

Pertanyaan tersebut di atas mengidentifikasi unsur-unsur atau komponen-


komponen yang biasa terdapat pada komunikasi, yaitu : sumber atau komunikator,
penerima (komunikan), pesan (message), saluran (channel) dan tanggapan atau effect.
“Baik diuraikan dalam teori pengalihan informasi yang sangat canggih, maupun dalam
pandangan sosiopsikologis yang provokatif, kelima dasar Lassewll ini menyajikan cara
yang berguna untuk menganalisis komunikasi.” (Dan Nimmo, 1993 :13)
Meskipun demikian, memang rumus Lasswell bila digunakan sebagaimana
adanya, agak terlalu sederhana untuk mengorganisasi pembicaraan mengenai
komunikasi politik dan opini publik. Namun kiranya dengan sedikit memodifikasi,
paradigma ini sudah memadai sebagai rujukan untuk membahas komunikasi politik.

Siapa komunikator politik, mengatakan apa dengan saluran apa, kepada siapa
dan dengan akibat apa akan dibahas satu persatu setelah uraian apa itu komunikasi
politik.

5. PENGERTIAN KOMUNIKASI POLITIK.

Drs. Soemarno, AP. SH. Dalam bukunya Dimensi-Dimensi Komunikasi Politik


mengutip beberapa pengertian komunikasi politik dari beberapa pakar antara lain dari :

1. Astrid S. Susanto, Phd, merumuskan definisi komunikasi politik dalam


bukunya “Komunikasi Sosial di Indonesia” sbb :

“Komunikasi politik adalah komunikasi yang diarahkan kepada pencapaian


suatu pengaruh sedemikian rupa, sehingga masalah yang dibahas oleh jenis kegiatan
komunikasi ini dapat mengikat semua warganya melalui suatu sanksi yang ditentukan
bersama oleh lembaga-lembaga politik.” (1989: 9).

2. Dr. Rusadi Kartaprawira, SH. Dalam buku “Sistem Politik di


Indonesia” , melihat komunikasi politik pada kegunaannya yaitu :

“Untuk menghubungkan pikiran politik yang hidup dalam masyarakat, baik


Intra golongan, institusi, asosiasi, ataupun sektor kehidupan politik pemerintah.” (1983:
64).

3. Soemarno. Ap. Drs., SH. menyatakan bahwa jika dilihat dari tujuan
politik an sich (semata-mata) maka:

“Hakekat komunikasi politik adalah upaya kelompok manusia yang mempunyai


orientasi pemikiran politik atau ideologi tertentu di dalam rangka menguasai atau
memperoleh kekuasaan, dan dengan kekuasaan mana tujuan pemikiran politik dan
ideologi tsb, dapat diwujudkan.” (1989: 9).
Dr. Astrid mengungkapkan lebih lanjut bahwa “komunikasi politik merupakan
suatu kegiatan pra politik, melalui kegiatan mana akan terjadilah realisasi
penghubungan atau pengkaitan masyarakat dengan lingkup negara.” (1989: 10)

Jadi, komunikasi politik merupakan sarana pendidikan politik dan sosialisasi


politik dalam hubungannya dengan kehidupan kenegaraan.

Selanjutnya, kegiatan komunikasi politik tidak hanya dilakukan secara internal


di dalam negeri suatu negara, tetapi juga dilakukan secara external dalam hubungan
dengan negara-negara lain. Komunikasi tersebut dikenal dengan komunikasi politik
internasional, yang intinya menunjukkan kegiatan komunikasi yang dilakukan oleh
suatu negara untuk mempengaruhi tingkah laku politik negara lain.

Bertolak dari pendapat para pakar tersebut di atas, jelaslah bahwa komunikasi
politik memiliki lingkup pembahasan yang cukup luas. Ia bukan hanya membahas
bagaimana komunikasi dapat dipergunakan untuk tujuan politik dan memperoleh
kekuasaan secara internal, namun membahas bagaimana suatu sistem berlangsung dan
dapat dipertahankan serta dialihgenerasikan. Di samping itu bagaimana komunikasi itu
dapat digunakan untuk mempengaruhi negara lain dalam mencapai tujuan politik negara
ybs. Atau minimal dapat mewujudkan suatu hubungan yang saling menguntungkan di
antara dua negara atau lebih.

Bertolak dari definisi-definisi di atas, pada intinya dapat disimpulkan bahwa


komunikasi politik adalah komunikasi yang diarahkan pada pencapaian suatu pengaruh
sedemikian rupa, sehingga masalah yang dibahas oleh jenis kegiatan komunikasi
tersebut dapat mengikat semua kelompok atau warganya melalui suatu sanksi yang
ditentukan bersama oleh lembaga-lembaga politik. Sedangkan bila dilihat dari tujuan
politik “an sich”, maka hakekat komunikasi politik adalah upaya kelompok manusia
yang mempunyai orientasi pemikiran politik atau ideologi tertentu di dalam rangka
menguasai dan atau memperoleh kekuasaan untuk dapat mewujudkan tujuan pemikiran
politik dan ideologi sebagaimana yang diharapkan. (Menpen: ’90)

Sebagaimana terdapat dalam komunikasi pada umumnya, komunikasi politik


pun terdiri dari komponen-komponen: komunikator, komunikan, message (pesan),
media dan pengaruh (efek). Komponen-komponen tersebut di bidang komunikasi
politik terdapat di dalam dua situasi politik atau struktur politik, yaitu berada pada
suprastruktur politik dan Infrastruktur politik.

Beberapa komponen yang terdapat dalam suprastruktur politik terbagi ke dalam


tiga kelompok yaitu yang berada pada lembaga legislatif, eksekutif dan lembaga
yudikatif. Di lain pihak komponen-komponen yang berada di masyarakat atau
infrastruktur politik terbagi dalam asosiasi-asosiasi, antara lain:

1. Partai politik (political party)


2. Kelompok kepentingan (interest group)
3. Para tokoh politik (political figures)
4. Media komunikasi politik (media of political communication) dan
sebagainya.

Dengan demikian, dalam sistem politik komunikasi berfungsi sebagai


penghubung antara situasi kehidupan politik yang ada pada suprastruktur politik (The
Govermental political sphere) dengan situasi kehidupan dalam infrastruktur politik
(Socio political sphere).

6. KOMUNIKATOR dan KOMUNIKAN POLITIK.

Komponen yang paling menentukan dalam setiap bentuk kegiatan komunikasi


yaitu komunikator dan komunikan. Karena tanpa kedua komponen tersebut tidak akan
terjadi komunikasi. Pertanyaannya sekarang, siapa saja yang termasuk ke dalam
komunikator dan komunikan politik itu ?. Komunikator politik dapat dikenali dari ciri-
ciri komunikator pada umumnya yaitu:

1. Pihak yang pertama–tama mempunyai inisiatif.


2. Pihak yang mempunyai ide atau gagasan; yang akan disebarluaskan.
3. Pihak yang mula pertama mengajak berkomunikasi.
4. Pihak yang bermaksud mempengaruhi, mengubah dan membentuk sikap,
pendapat dan tingkah laku orang lebih baik secara perorangan maupun
kelompok.

Bertolak dari ciri-ciri tersebut di atas, maka Drs. Soemarno, Ap. S.M. dalam
bukunya “Dimensi-dimensi politik” mengatakan yang menjadi komunikator politik
adalah pemerintah, karena ia sebagai pemegang inisiatif untuk mengadakan perubahan
dan pembaharuan, terutama di negara-negara yang sedang berkembang. Kemudian
dijelaskan lebih lanjut, yang menjadi komunikan komunikasi politik ialah keseluruhan
lapisan masyarakat, baik yang berdiri sendiri maupun yang tergabung dalam bentuk
asosiasi, perkumpulan atau kelompok-kelompok tertentu.

Menurut Dr Astrid, komunikator dan komunikan itu harus saling mengisi dan
merupakan interdependensi yang positif, sehingga komunikasi berjalan dengan
harmonis.

Dalam proses komunikasi, pada saat tertentu komunikan bisa berganti peran
menjadi komunikator dan yang semula komunikator bisa menjadi komunikan
tergantung dari pihak mana yang pertama mempunyai inisiatif, gagasan, mengajak
berkomunikasi dan mempengaruhi. Berbeda dengan Drs. Soemarno, berikut ini akan
diuraikan pendapat dari Dan Nimmo.

7. KOMUNIKATOR POLITIK (WHO)

7.1. Siapa Komunikator politik ?

Para komunikator politik, dibandingkan dengan warga negara pada umumnya,


suka ditanggapi lebiih sungguh-sungguh bila mereka berbicara atau berbuat.
Sehubungan dengan itu, di sini kita akan mengidentifikasi tiga kategori para
komunikator politik ini, kemudian akan meninjau unsur-unsur dan segi-segi pokok
peran mereka sebagai pemimpin politik.

Untuk keperluan itu, Dan Nimmo mengidentifikasinya menjadi tiga kategori :


(1) politikus yang bertindak sebagai komunikator politik, (2) komunikator
profesional dalam politik, dan (3) aktivis atau komunikator paruh waktu ( part-
time ).

1. Politikus adalah “orang yang bercita-cita untuk dan atau memegang jabatan
pemerintah harus dan memang berkomunikasi tentang politik: tidak peduli
apakah mereka dipilih, ditunjuk, atau pejabat karier dan tidak mengindahkan
apakah jabatan itu eksekutif, legislatif, atau yudikatif.” Meskipun politikus
melayani beraneka ragam tujuan dengan berkomunikasi, ada dua hal yang
menonjol. Daniel Katz menunjukkan bahwa pemimpin politik mengarahkan
pengaruhnya ke dua arah: 1)mempengaruhi alokasi ganjaran, 2) mengubah
struktur sosial yang ada atau mencegah perubahan. Dalam hal yang pertama,
politikus itu berkomunikasi sebagai wakil suatu kelompok, pesan-pesan
politik itu mengajukan dan atau melindungi tujuan kepentingan politik;
artinya komunikator politik mewakili kepentingan kelompok. Sebaliknya,
politikus yang bertindak sebagai ideolog tidak begitu terpusat perhatiannya
untuk mendesakkan tuntutan seseorang anggota kelompok; ia lebih
menyibukkan dirinya untuk menetapkan tujuan kebijakan yang lebih luas,
mengusahakan reformasi, dan bahkan mendukung perubahan revolusioner.
Jadi ideolog itu terutama berkomunikasi untuk membelokkan mereka kepada
suatu tujuan tertentu, bukan mewakili kepentingan mereka dalam
gelanggang tawar-menawar dan mencari kompromi.

Pertanyaannya sekarang adalah siapakah polikus utama yang bertindak sebagai


komunikator politik yang menentukan politik pemerintah suatu negara?. Yang
pertama adalah para pejabat pemerintah, baik yang dipilih maupun yang diangkat,
yang secara tetap berkomunikasi mengenai sejumlah besar masalah, subyek, dan
materi politik yang beraneka ragam. Mereka yang termasuk dalam kategori ini ialah
para pejabat eksekutif, legislator dan para pejabat yudikatif. Yang kedua adalah para
politikus tingkat nasional yang secara tetap berkomunikasi tentang sejumlah terbatas
masalah yang ralatif sempit, yang oleh James Rosenau disebut pembuat opini
nasional. Diantara kelompok ini antara lain: Sekretaris Jendral, Direktur Jendral
berbagai departemen dan sejenisnya. Ketiga adalah politikus yang tidak memegang
jabatan dalam pemerintahan; mereka pun komunikator politik mengenai masalah-
masalah yang memiliki ruang lingkup nasional dan non nasional, masalah
jangkauannya luas dan sempit.

Jika ditarik kesimpulan, banyak jenis politikus yang bertindak sebagai


komunikator politik, sama banyaknya dengan politikus dan dapat kita klasifikasikan
mereka sebagai (1) di dalam atau di luar jabatan pemerintah, (2) berpandangan
nasional atau subnasional dan (3) beurusan dengan masalah ganda atau masalah
tunggal.

1. Profesional sebagai Komunikator politik.


Komunikator profesional mencari nafkahnya dengan berkomunikasi, apakah ia
di dalam atau di luar politik. Komunikator profesional adalah peranan sosial yang
relatif baru, suatu hasil sampingan dari revolusi komunikasi yang sedikitnya dua
dimensi utama: (a) munculnya media massa yang melintasi batas-batas rasial, etnis,
pekerjaan, wilayah dan kelas untuk meningkatkan kesadaran identitas nasional; dan
(b) perkembangan serta media khusus (seperti majalah untuk khalayak khusus,
stasiun radio, dsb) yang menciptakan publik baru untuk menjadi konsumen
informasi dan hiburan.

Menurut James Carey, komunikator profesional adalah “seorang makelar


simbol, orang yang menerjemahkan sikap, pengetahuan dan minat suatu komunitas
yang berbeda tetapi menarik dan dapat dimengerti”. Komunikator profesional
menghubungkan golongan elit dalam organisasi atau komunitas manapun dengan
khalayak umum. Komunikator profesional adalah manipulator dan makelar simbol
yang menghubungkan para pemimpin satu sama lain dan dengan para pengikut.

Perangkat profesional mencakup: 1)Jurnalis meliputi reporter yang bekerja pada


koran, majalah, radio, televisi atau siapapun yang berkaitan dengan media berita
dalam pengumpulan, persiapan, penyajian dan penyerahan laporan peristiwa. 2)
Promotor adalah orang yang dibayar untuk mengajukan kepentingan langganan
tertentu, seperti agen publisitas, PRO pada instansi pemerintah maupun swasta,
personel periklanan, manajer kampanye dan pengarah publisitas kandidat
politik,spesialis teknis (kameramen, produser, sutradara film, pelatih pidato, dsb)
yang bekerja untuk kepentingan kandidat politik.

1. Aktivitas sebagai komunikator Politik.

Mereka yang termasuk ke dalam golongan ini: Pertama, terdapat juru bicara bagi
kepentingan yang terorganisir. Pada umumnya orang ini tidak memegang atau
mencita-citakan jabatan pada pemerintahan. Jubir biasanya bukan profesional dalam
komunikasi, namun ia cukup terlibat baik dalam politik maupun dalam komunikasi,
sehingga bisa disebut aktivis politik dan semi profesional dalam komunikasi politik.
Ia berbicara untuk kepentingan yang terorganisasi dan merupakan peran politikus
yang menjadi wakil partisan, yakni mewakili tuntutan anggota suatu organisasi dan
tawar – menawar untuk hal-hal yang menguntungkan. Sebagaimana politikus dan
profesional, juru bicara kepentingan yang terorganisasi beroperasi pada tingkat
nasional dan subnasional serta menangani masalah-masalah berganda maupun
tunggal. Kedua, jaringan interpersonal mencakup komunikator politik utama, yaitu
“pemuka pendapat” (opinion leader); yaitu orang yang suka dimintai petunjuk dan
informasi tentang sesuatu hal oleh anggota masyarakat serta senantiasa dihormati.

Mereka senantiasa tampil dalam dua hal: (1) Mereka sangat mempengaruhi
keputusan orang lain, artinya mereka meyakinkan orang lain dalam cara berpikir, (2)
Mereka meneruskan informasi politik dari mass-media kepada masyarakat umum,
dengan istilah lain disebut “komunikasi dua tahap.” Artinya pemuka pendapat
memperoleh informasi dari mass-media (radio, TV, film, media cetak) lalu mereka
meneruskan informasi tsb. kepada penduduk yang kurang aktif. Kesimpulan:
siapakah yang menjadi komunikator politik utama itu? Ada tiga macam yang
terpenting, yaitu : politikus, profesional dan aktivis.

7. 2. Komunikator Politik sebagai Pemimpin Politik.

7. 2. 1. Definisi dan Teori Kepemimpinan

Sebelum membahas komunikator politik sebagai pemimpin pollitik akan


dikemukakan dahulu definisi kepemimpinan dan teori-teori kepemimpinan.

 Definisi Kepemimpinan.

Banyak sekali definisi kepemimpinan itu, tapi di sini hanya akan


mengemukakan beberapa saja yang lebih dekat dengan topik pembahasan
kita. Katz dalam buku Paterns of Leadership mengatakan: “Proses ketika
seorang individu secara konsisten menimbulkan lebih banyak pengaruh
daripada orang lain dalam melaksanakan fungsi-fungsi kelompok.” Lain lagi
dengan Ralph M. Stogdill mengatakan bahwa: “Kepemimpinan melibatkan
proses kelompok, pengaruh, persuasi, pencapaian tujuan, interaksi, peran-
peran yang diperbedakan, dan pembentukan struktur dalam kelompok-
kelompok.”

Meskipun terdapat beranekaragam definisi kepemimpinan, menurut Dan


Nimmo ada konsensus umum bahwa: “Kepemimpinan (dan akibatnya yang
tidak dapat dipisahkan: kepengikutan) adalah suatu hubungan diantara
orang-orang di dalam suatu kelompok yang di dalamnya satu atau lebih
orang (pemimpin) mempengaruhi yang lain ( pengikut) di dalam setting
tertentu.”

1. Teori-teori Kepemimpinan.

Terdapat empat teori yang mendominasi kepustakaan menurut Gibb dalam


bukunya Leadership, yaitu: Pertama berpendapat bahwa pemimpin berbeda dari massa
rakyat karena mereka memiliki ciri dan sifat tersendiri yang sangat dihargai. Suatu
variasi dari tema ini ialah teori orang besar, yakni bahwa orang yang memiliki
keinginan, sifat, dan kemauan istimewa muncul sewaktu-waktu dalam sejarah dan
ditakdirkan untuk melakukan hal-hal yang besar, seperti Napoleon, Gandhi, dll. Variasi
kedua jenis pemimpin yang keranjingan sifat-sifat tertentu yang membuatnya tersendiri
seperti manusia ulung, pahlawan dan pangeran. Kedua, yakni teori konstelasi sifat.
Dalam teori ini pemimpin memiliki sifat-sifat yang sama dengan yang dimiliki oleh
siapapun, tetapi memadukan sifat-sifat ini dalam sindrom kepemimpinan yang
membedakannya dari orang lain. Misalnya pemimpin itu menonjol karena lebih tinggi,
lebih besar, lebihi bersemangat, lebih percaya diri, tenang, dsb. Ketiga, yakni teori
Situasionalis yang berpendapat bahwa waktu, tempat dan keadaan menentukan siapa
yang memimpin dan siapa pengikutnya. Keempat, ialah pemimpin yang merefleksikan
interaksi kepribadian para pemimpin dengan kebutuhan dan pengharapan para pengikut,
karakteristik dan tugas kelompoknya serta situasi.

7. 2. 2. Komunikator Politik sebagai Pemimpin Politik.

Pemimpin dapat dibedakan ke dalam dua jenis, yakni:

1. Pemimpin Organisasi.

Bagi komunikator politik, untuk menjadi pemimpin politik ia harus


berperilaku sebagaimana yang diharapkan dari seorang pemimpin. Pengikut
mengaitkan kepemimpinan dengan orang yang sesuai dengan pengertian mereka
tentang apa pemimpin itu. Beberapa komunikator merupakan pemimpin karena
posisi yang diduduki mereka di dalam struktur sosial atau kelompok
terorganisasi yang ditetapkan dengan jelas. Komunikator seperti itu kita sebut
pemimpin organisasi.

2. Pemimpin Simbolik.

Komunikator Politik yang merupakan pemimpin karena arti yang


ditemukan orang d dalam dirinya sebagai manusia kepribadian, tokoh yang
ternama, dsb. Diberi nama pemimpin simbolik.

Dari komunikator politik utama yang telah dilukiskan lebih dahulu,


hanya pemuka pendapat (opinion leader) yang bekerja melalui keakraban yang
disediakan oleh jaringan komunikasi interpersonal berada terutama di luar
struktur organisasi yang diformalkan.

Karakteristik sosial pemimpin politik yang membedakan dari populasi


umum antara lain : tingkat keterlibatan politik, kepercayaan politik, nilai dan
pengharapan serta pengaruhnya terhadap pembuatan kebijakan.

Komunikator politik yang menjadi pemimpin organisasi pemerintah


tidak dipilih secara acak dari populasi umum. Mereka direkrut dari
pengelompokkan yang lebih kecil lagi; yang memenuhi syarat, yang mampu,
partisipan, konsisten, dll.

Pemimpin simbolik muncul jika komunikator melakukan tindakan yang


dramatik, secara selektif mengumpulkan kesan dari tanggapan khalayak,
kemudian menyesuaikan diri dan atau berusaha keras untuk berbuat sesuai
dengan kesan rakyat. Setiap pemimpin simbolik membina beberapa “reputasi
keistimewaan” yang memungkinkannya “menyimpang dari yang biasa” pada
suatu tingkat komunikasi.

8. PEMBICARAAN/PESAN POLITIK (SAYS WHAT)

Satu hal yang menonjolkan seseorang sebagai “komunikator politik”, apakah


pemimpin itu politikus, profesional atau warga negara yang aktif (aktivis) ialah ia
berbicara politik. Kembali ke paradigma Harold Laswell, bagi komunikator ini (who
atau siapa) yang “mengatakan” (says what), maka pembicaraan tentang komunikasi
politik “mengatakan “ (says what) itu berisi pembicaraan atau pesan-pesan politik.
1. Apa yang membuat sesuatu pembicaraan itu menjadi pembicaraan
politik?

Sebagaimana telah disinggung di muka bahwa salah satu definisi politik


adalah “kegiatan orang-orang dalam mengatur perbuatan mereka dalam kondisi
konflik sosial, yakni usaha untuk merundingkan penyelesaian perselisihan yang
dapat mereka terima.” Negosiasi politik bertujuan mencapai pengertian bersama
diantara pihak-pihak tentang apa makna syarat-syarat persetujuan yang diterima.

Menurut Davis V. J. Bell, ada tiga jenis kepentingan pembicaraan yang


mempunyai kepentingan politik yang pasti dan jelas sekali politis, yaitu: pembicaraan
kekuasaan, pembicaraan pengaruh, dan pembicaraan otoritas. (Dan Nimmo, 1993: 75)

1. Pembicaraan kekuasaan mempengaruhi orang lain dengan ancaman atau


janji. Kunci pembicaraan kekuasaan ialah bahwa seseorang mempunyai
cukup kemampuan untuk mendukung janji maupun ancaman, dan orang lain
mengira bahwa pemilik kekuasaan itu akan melakukannya. Jadi, janji,
ancaman, penyuapan dan pemerasan adalah alat tukar pada komunikasi
kekuasaan berdasarkan pada kemampuan memanipulasi sanksi positif atau
negatif.
2. Pembicaraan pengaruh tanpa sanksi-sanksi seperti tersebut di atas.
Memberi pengaruh (karena prestise atau reputasinya) dengan berhasil
memanipulasikan persepsi atau pengharapan orang lain terhadap
kemungkinan mendapat untung atau rugi. Pada komunikasi pengaruh alat
tukar komunikasinya ialah nasihat, dorongan, permintaan dan peringatan.
3. Pembicaraan otoritas adalah pemberian perintah. Yang dianggap sebagai
penguasa yang sah adalah suara otoritas dan memiliki hak untuk
dipengaruhi. Sumber pengesahan sama dengan sumber otoritas, yaitu antara
lain : keyakinan religius, sifat-sifat supernatural, daya tarik pribadi, adat ,
kebiasaan, kedudukan resmi, dll.

2. SPEAKING cara mudah untuk mengingat.

SPEAKING adalah huruf-huruf akronim dari : Setting, Participate, Ends,


Act sequence, Keys, Instrumentalities, Norms, Genres. Pergeseran unsur
manapun menurut Dell Hymes, bisa menunjukkan perubahan tujuan, strategi
atau maksud wacana politik.

1. Setting atau scene (suasana); komunikasi terjadi dalam periode, tempat


dan lingkungan khas; ia bisa formal atau informal, suram, ceria dsb.
Suatu ucapan di dalam sebuah setting bisa diinterpretasikan berbeda
dalam setting yang lain.
2. Participants (peserta); setiap pihak menanggapi suatu pesan yang
diberikan, dengan penuh makna. Misalnya tambahkan seseorang
partisipan, maka makna bersama tentang sesuatu pesan yakni lambang
signifikan akan berubah.
3. Ends (tujuan) ; Pembicaraan politik biasanya mengharapkan suatu hasil
sebagai pusat perhatiannya, suatu tujuan yang dipillih dalam pikiran
pesertanya. Suatu pergeseran dalam tujuan dapat mengubah makna dan
tanggapan terhadap pesan.
4. Act sequence (urutan tindakan) ; Komunikasi diskursif (berpindah-
pindah atau melompat-lompat) tertulis dan lisan serta bentuk umum
bahasa non-diskursif terjadi sebagai urutan ucapan dan tindakan,.
Gangguan pada urutan itu dapat mengacaukan tanggapan yang
bermakna.
5. Key (kunci) : mengacu kepada jenis vokal dan fasial dari pernyataan non-
verbal. Hal-hal seperti nada dan tingkah laku dapat mendukung atau
bahkan meniadakan isi verbal suatu pesan.
6. Instrumentalities (instrumentalitas) : ini mengacu kepada tipe bahasa
suatu komunitas bahasa. Ia dapat menyiratkan suatu jargon khusus dari
suatu kelompok.
7. Norms (norma) : Kaidah-kaidah yang tidak diucapkan menentukan
komunikasi – jarak ketika orang bertatap muka, hubungan pandangan
diantara mereka, kaidah tata bahasa, dan sebagainya.
8. Genres (genus) : Mengacu kepada kategori-kategori tindakan
komunikasi – pidato, do’a, guraman, peribahasa, penyelidikan, ucapan
salam, ucapan perpisahan dsb. Misalnya istilah “kawanku sebangsa”
adalah genus ritualistik yang dinyatakan untuk mengidentifikasikan
bahwa si pembicara sebagai “salah seorang anak” bangsa itu.
PENGGUNAAN PEMBICARAAN
POLITIK
Pembicaraan politik adalah suatu wacana dinamik dari kekuasaan, pengaruh dan
kewenangan yang mendamaikan pertikaian melalui kegiatan simbolik (kata-kata
politik). Pembicaraan politik menyelesaikan konflik sosial dengan menegosiasikan
definisi makna kata-kata yang diperselisihkan (semantika) dan aturan permainan kata-
kata (sintaktika). Untuk melengkapi uraian tentang pembicaraan politik untuk
meyakinkan dan membangkitkan massa, autoritas sosial dan ungkapan personal.

1. MEYAKINKAN DAN MEMBANGKITKAN MASSA

Edelmam menulis: “Diantara makhluk hidup, hanya manusia yang


merekontruksi kehidupan masa lalunya, mempersepsi kondisi masanya sekarang, dan
mengantisipasi masa depannya melalui lambang-lambang yang mengikhtisarkan,
menyaring, memadatkan, mendistorsikan, memindahkan, bahkan menciptakan apa yang
oleh inderanya dijadikan perhatiannya.”

Pembicaraan Politik Dilaksanakan Dua Cara Pokok:

1. Jaminan. Para pemimpin politik menggunakan simbol-simbol untuk


memberikan jaminan kepada rakyat bahwa masalah sedang diatasi, meskipun
sebetulnya relatif kecil yang telah dicapai oleh kebijakan yang berlaku.
Kepentingan swasta dan pemerintah menggunakan suatu variasi dari apa yang
oleh Bentley disebut “Struktur pikiran bahasa” untuk memperbesar
keuntungannya. Bentuk struktur pikiran bahasa yang banyak digunakan adalah:
2. Eufemisme, yaitu istilah yang tidak ofensif sebagai pengganti istilah yang
dianggap tegas secara ofensif. Maksudnya agar aktualitas yang jelek itu menjadi
diterima secara lingualistik. Contoh: Penaikkan harga menjadi penyesuaian
harga, sogokan menjadi sumbangan yang tak diminta, penjara menjadi rumah
permasyarakatan, ditahan menjadi diamankan, dll
3. Puffery. Kata ini berasal dari “to puff” yang berarti meniup, membesar-
besarkan, atau menyatakan secara berlebihan masalah penilaian dan opini
subyektif dalam menaksir selera keindahan, kesenangan, popularitas, keawetan,
dan sifat-sifat serupa. Contoh di bidang periklanan : Bangsa kita adalah bangsa
pelaut, bangsa kita adalah bangsa yang peramah di dunia, bangsa kita adalah
bangsa yang pemberani buktinya merebut kemerdekaan cukup dengan semangat
berjuang dan bambu runcing.
4. Metafora. Metafora adalah piranti bahasa yang menerangkan sesuatu yang tidak
dikenal dengan mengidentifikasikannya dengan sesuatu yang lebih langsung,
jelas dan dikenal. Dalam pembicaraan politik, metafora meminta perhatian
kepada hasil-hasil yang diinginnkan dari kebijakan yang diusulkan, sementara
akibat-akibatnya yang kurang menguntungkan disembunyikan. Contoh: yang
ditonjolkan hasil-hasil pembangunan, sementara korupsi dan kolusi tidak
disinggung-singgung.
5. Penggerak. Bentuk bahasa, kebijakan, lembaga dan tindakan para pemimpin
politik melaksanakan fungsi kedua, yaitu melayani kepentingan pemerintah dan
swasta dengan selubung jaminan publik. Mereka juga menggerakkan dan
memobilisasi dukungan untuk bertindak. Contoh, pada sat-saat terancam :
perang, krisis ekonomi, keadaan darurat, – imbauan untuk berkorban dapat
membujuk warga negara untuk menerima atau mendukung. Mitos dan ritual
adalah dua bentuk kata yang sangat penting dalam menggerakkan publik.
Misalnya mitos tentang semangaat dan jiwa juang ’45, semangat dan jiwa orba .

2. AUTORITI SOSIAL

Piranti bahasa yang membantu kelompok-kelompok pemerintah dalam


meningkatkan kepentingan material khusus mereka, juga penting dalam mengusahakan
agar rakyat tunduk kepada autoritas. Pada akhirnya piranti-piranti itu akan menciptakan
dan memperkuat kepercayaan, perasaan dan pengharapan bahwa beberapa orang
mempunyai hak untuk memerintah karena mereka lebih patut daripada yang lain.
Bentuk kata utama yang lain dari kata-kata tsb. di atas yang membangun hubungan
antara pembicaraan dan status:

1. Labeling atau labelisasi adalah penerapan kata-kata ofensif kepada individu,


kelompok atau kegiatan. Misal “anti kemapanan”, “decident”, “anti orde baru”,
phobi, dll.
2. Asosiasi, merupakan penyamaan sebuah kata yang menunjukkan sifat-sifat
negatif atau positif terhadap orang, kelas, atau perangkat tindakan. Contoh kata
hitam diasosiasikan dengan kotor, mengerikan, gelap dan jahat, seperti “lembah
hitam” = dunia pelacuran, dll. Mengasosiasikan kata putih dengan kemurnian,
kesucian, dan kebersihan. Kata merah diasosiasikan dengan berani, gagah, dll.
Misalnya warna bendera negara RI merah putih diasosiasikan berani untuk
membela kebenaran.

3. PERSUASI POLITIK (Propaganda, periklanan dan retorika)

Pengertian dan Karakteristik

Pengertian.

• Persuasi adalah suatu tindakan yang berdasarkan segi-segi psikologis, yang


dapat membangkitkan kesadaran individu. (Oemi Abdurrachman, MA, 1989:
62).
• Persuasi adalah usaha yang didasari untuk mengubah sikap, kepercayaan,
atau perilaku orang melalui tranmisi pesan (Dan Nimmo, 1993: 119)

Karakteristik.

1. Persuasi biasanya melibatkan tujuan atau persuasi adalah komunikasi yang


bertujuan atau berkepentingan.
2. Persuasi itu bersifat dialektis, artinya persuasi adalah proses timbal balik
yang di dalamnya komunikator dengan sengaja atau tidak, menimbulkan
perasaan responsif kepada orang lain.
3. Bentuk tanggapan dan yang paling kentara ialah tindakan-tindakannya berisi
ungkapan opini yang merefleksikan perubahan dalam persepsi, kepercayaan,
nilai dan pengharapan.

Persuasi politik sebagai propaganda.

• Propaganda sebagai komunikasi yang digunakan oleh suatu kelompok


terorganisasi yang ingin menciptakan partisipasi aktif atau pasif dalam
tindakan-tindakan suatu massa yang terdiri dari individu-individu,
dipersatukan secara psikologis melalui manipulasi psikologis dan
digabungkan di dalam suatu organisasi. (Jacques Ellul, 1993: 123)
• Ciri-ciri propaganda:

1. Komunikasi satu kepada orang banyak,


2. Beroperasi terhadap orang-orang yang mengidentifikaasi diri mereka sebagai
anggota kelompok,
3. Sebagai mekanisme kontrol sosial dengan menggunakan persuasi untuk
mencapai ketertiban
4. Jadi propaganda adalah suatu syarat mekanisme kontrol sosial dengan
menggunakan lambang untuk meningkatkan ketertiban sosial melalui
kepercayaan bersama, nilai yang diakui bersama, dan pengharapan yang saling
lingkup.

Tipe-tipe propaganda

1. Propaganda yang disengaja yaitu dengan sengaja mengindoktrinasi komunikan


dengan pandangan-pandangan tertentu. Contoh: Guru ekonomi dengan sengaja
mengidoktrinasi siswa dengan pandangan Marxis.
2. Propaganda yang tidak disengaja, yaitu jawaban spontan dari suatu pertanyaan
dengan menunjukkan segi-segi positif dari suatu pandangan tertentu. Contoh:
ketika guru ekonomi menjawab spontan pertanyaan siswanya dengan
menunjukkan segi-segi positif ajaran Marxiz.

Leonard Doob membedakan propaganda menjadi :

1. Propaganda yang tersembunyi, yaitu propagandis menyelubungi tujuan yang


sebenarnya. Misalnya ketika seorang presiden menyelenggarakan konferensi
pers dengan cara mengembalikan pertanyaan wartawan agar menguntungkan
baginya.
2. Propaganda terang-terangan menyiapkan tujuan yang sebenarnya. Contoh :
ketika kandidat anggota DPR secara terang-terangan berusaha memperoleh
suara dalam pemilu.

Jacques Ellul membedakan propaganda menjadi;


1. Propaganda politik, yaitu propaganda yang melibatkan usaha-usaha pemerintah,
parpol atau golongan yang berpengaruh untuk mencapai tujuan strategis atau
taktis.
2. Propaganda sosiologis, biasanya kurang kentara dan lebih berjangka panjang.
Melalui propaganda ini orang disuntik dengan suatu cara hidup, suatu ideologi
berangsur-angsur merembes ke dalam lembaga politik, sosial dan ekonomi.
3. Agitasi, berusaha agar orang-orang bersedia memberikan pengorbanaan yang
besar bagi tujan yang langsung, dengan mengorbankan jiwa mereka dalam usaha
mewujudkan cita-cita.
4. Integrasi menggalang kesesuaian di dalam mengejar tujuan-tujuan jangka
panjang. Melalui propaganda ini orang-orang diharapkan mengabdikan diri
mereka kepada tujuan-tujuan yang mungkin tidak akan terwujud dalam waktu
bertahun-tahun, bahkan selama mereka hidup.
5. Propaganda vertikal, penebaran imbauannya ditujukan satu kepada banyak dan
terutama mengandalkan media massa.
6. Propaganda horizontal, imbauannya lebih banyak melalui komunikasi
interpersonal dan komunikasi organisasi ketimbang melalui komunikasi massa-
misalnya anjang sono (convassing), pelatihan kader partai dsb.

1. PERSUASI POLITIK SEBAGAI PERIKLANAN.

Periklanan ditujukan kepada setiap individu yang anonim, hubungan antara iklan
denngan calon pembeli adalah hubungan langsung-tidak ada organisasi atau
kepemimpinan yang seakan-akan dapat mengirimkan kelompok pembeli itu kepada
penjual. Akan tetapi, setiap individu bertindak berdasarkan pilihannya sendiri.

Periklanan dapat dibedakan menjadi periklanan komersial dan periklanan non


komersial. Periklanan politik termasuk ke dalam periklanan non komersial. Periklanan
politik ialah periklanan citra, yaitu imbauan yang ditujukan untuk membina reputasi
pejabat pemerintah atau menghendaki menjadi pejabat pemerintah; memberi informasi
kepada khalayak tentang kualifikasi, pengalaman, latar belakang, dan kepribadian
seorang politikus, dan meningkatkan prospek pemilihan kandidat atau mempromosikan
program dan kebijakan tertentu, misalnya iklan tentang pemilihan umum, dll.

2. PERSUASI POLITIK SEBAGAI RETORIKA.


Retorika adalah komunikasi dua arah, satu kepada satu, dalam arti bahwa satu
atau lebih (seseorang berbicara kepada beberapa orang maupun seseorang berbicara
kepada seseorang) Masing-masing berusaha dengan sadar untuk mempengaruhi
pandangan satu sama lain melalui tindakan timbal baik.

Retorika politik adalah suatu proses yang memungkinkan terbentuknya


masyarakat melalui negosiasi, yang berbeda dengan propaganda yang melibatkan
mekanisme kontrol sosial dan periklanan mengandalkan keselektifan konvergen.

TIPE-TIPE RETORIKA POLITIK.

Aristoteles mengidentifikasi tiga cara pokok:

1. Retorika liberatif, dirancang untuk mempegaruhi orang-orang dalam masalah


kebijakan pemerintah dengan menggambarkan keuntungan dan kerugian relatif
dari cara-cara alternatif dalam melakukan segala sesuatu. Fokusnya pada yang
akan terjadi di masa depan, jika ditentukan kebijakan tertentu. Jadi si orator
menciptakan dan memodifikasi pengharapan atas ihwal yang akan datang.
2. Retorika forensik adalah yuridis. Ia berfokus pada apa yang terjadi pada masa
lalu untuk menunjukkan bersalah atau tidak bersalah, pertanggungjawaban atau
hukuman dan ganjaran. Settingnya yang biasa adalah ruang pengadilan, tetapi
terjadinya di tempat lain, contohnya adalah pemeriksaan kasus pelecehan
seksual dari presiden Clinton.
3. Retorika demonstratif, adalah wacana yang memuji dan menjatuhkan.
Tujuannya untuk memperkuat sifat baik dan sifat buruk seseorang, suatu
lembaga, atau gagasan. Contoh: kampanye politik dan dukungan editorial dari
surat-kabar, majalah, televisi danradio terhadap seseorang kandidat anggota
parlemen.

TEKNIK PERSUASI POLITIK

Lembaga untuk analisis propaganda, menurunkan tujuh sarana untuk


merangkum berbagai teknik propaganda terpenting untuk memanfaatkan kombinasi
kata, tindakan, dan logika untuk tujuan persuasif:
1. Penjulukan (name calling), yaitu memberi label buruk kepada gagasan, orang,
objek, atau tujuan agar orang menolaknya tanpa menguji kenyataannya terlebih
dulu.
2. Iming-iming (glittering generalities), yaitu dengan menggunakan “kata yang
baik” untuk melukiskan sesuatu agar memperoleh du’kungan, tanpa menyelidiki
ketepatan asosiasi itu. Contoh: koperasi merupakan “sokongan guru” ekonomi
pancasila. Generasi muda sebagai “pewaris masa depan”, dll.
3. Transfer, yaitu mengidentifikasi suatu maksud dengan lambang otoritas. Contoh:
H.M. Soeharto telah memenuhi syarat untuk diangkat menjadi presiden ketujuh
kalinya, demikianlah ujar Ketua Umum Golkar.
4. Testimonial, menggunakan ucapan yang dihormati atau dibenci untuk
mempromosikan atau meremehkan suatu maksud. Sarana yang paling mudah
kita kenal dalam dukungan politik oleh suatu surat kabar, oleh tokoh terkenal,
dll. Contoh: Menolong masyarakat “jangan hanya memberi ikan”.
5. Merakyat (plain folk), imbauan yang menyatakan bahwa pembicara berpihak
kepada khalayak dalam usaha bersama yang kolaboratif. Misalnya, saya salah
seorang dari anda, hanya rakyat jelata.
6. Memupuk kartu (card stacking), memilih dengan teliti pernyataan yang akurat
dan tidak akurat, logis atau tidak logis, dsb. Untuk membangun suatu kasus.
Contoh: Apa yang saya ucapkan adalah “amar ma’ruf nahi munkar”, “orang
bijak tepat bayar pajak”, dll.
7. Gerobak musik (bandwagon technique); usaha untuk meyakinkan khalayak akan
kepopuleran dan kebenaran tujuan sehingga setiap orang akan turut naik (turut
serta). Contoh: dengan cara pawai atau arak-arakan dengan atau tanpa kendaraan
dengan mengumandangkan yel-yel dan jargon.

GAYA PENYAJIAN RETORIKA

Selain gaya persuasif yang umum (gaya panas dan dingin) ada gaya retoris sbb:

1. Ekshortif: mendesak khalayak bahwa ada masalah, bahwa sesuatu harus


dilakukan, dan bahwa mereka harus mengambil tindakan. Misalnya mendesak
penyelesaian krismon.
2. Legal; menggunakan bahasa resmi yang melambangkan kesahihan dan
kecermatan, dll.
3. Birokratis; menggunakan jargon teknis, uraias yang berbelit-belit yang dikaitkan
dengan kaidah (aturan).
4. Tawar-menawar (negosiasi); memberi dan menerima kompromi, barter, balas
jasa dan percakapan politik.
5. Teretutup/terbuka; mengacu kepada ucapan yang berhati-hati dan
mengkontraskan efek dari komunikator politik. Contoh tertutup : kampanye
suatu jabatan yang menyatakan masih ragu, sedangkan contoh yang terbuka
adalah kampanye Jimmy Carter.

9. KHALAYAK KOMUNIKASI POLITIK (TO WHOM).

Dengan mengikuti paradigma Lasswell di bagian ini akan kita bahas mengenai
“kepada siapa (to whom) pesan politik itu disampaikan” atau kita sebut saja dengan
istilah khalayak Komunikasi Politik.

Khalayak adalah sejumlah orang yang heterogen. Mereka menjadi khalayak


komunikasi politik segera setelah mereka “mengkristal” menjadi opini publik. Bagi Dan
Nimmo, opini publik adalah abstraksi dari khalayak komunikasi politik.

Timbul pertanyaan, apa yang dimaksud dengan opini publik itu. Sebelum
sampai pada jawaban tsb., ada baiknya kita ketahui dahulu tentang pengertian opini.
“Opini adalah tanggapan aktif terhadap rangsangan, tanggapan yang disusun melalui
interpretasi personal yang diturunkan dari dan turut membentuk citra”. Atau secara
sederhana, opini ialah tindakan mengungkapkan apa yang dipercayai, dinilai, dan
diharapkan seseorang dari obyek-obyek dan situasi tertentu.” Tindakan tersebut bisa
berupa pemberian suara, pernyataan verbal, dokumen tertulis, atau bahkan diam.
Singkatnya, tindakan apapun yang bermakna adalah ungkapan opini.

Setiap opini merefleksikan organisasi yang kompleks yang terdiri atas tiga
komponen : kepercayaan, nilai dan pengharapan.

Proses opini adalah hubungan atau kaitan antara (1) kepercayaan, nilai dan usul
(harapan) yang dikemukakan oleh perseorangan di depan umum dengan (2) kebijakan
yang dibuat oleh pejabat terpilih dalam mengatur perbuatan sosial dalam situasi konflik,
yaitu dalam politik.
“Opini publik sebagai proses yang menggabungkan pikiran, perasaan dan
usul yang diungkapkan oleh warga negara secara pribadi terhadap pilihan
kebijakan yang dibuat oleh pejabat pemerintah yang bertanggung jawab atas
tercapainya ketertiban sosial dalam situasi yang mengandung konflik,
perbantahan dan perselisihan pendapat tentang apa yang akan dilakukan dan
bagaimana melakukannya”

Karakteristik Opini Publik.

1. Terdapat isi (tentang sesuatu), arah (percaya atau tidak percaya,


mendukung atau tidak mendukung), dan intensitas opini publik (kuat, sedang
atau lemah).
2. Kontroversi, artinya sesuatu yang tidak disepakati seluruh rakyat.
3. Mempunyai volume berdasarkan kenyataan bahwa kontroversi itu
menyentuh semua orang yang merasakan konsekuensi langsung dan tak
langsung daripadanya meskipun mereka bukan pihak pada pertikaian yang
semula.
4. Sifatnya relatif tetap.
5. Ciri lainnya adalah penampilannya yang pluralis.

Wajah Opini Publik

1. Wajah opini massa, pengungkapan yang sebagian besar tidak


terorganisasi yang disebut orang sebagai publik, komunitas, atau suasana publik.
2. Wajah opini kelompok, pengungkapan tentang persetujuan berbagai
kelompok.
3. Wajah opini rakyat, yaitu penjumlahan opini perseorangan seperti yang
diukur oleh polling dan survey politik, pemberian suara dalam pemilu, dsb.

Karena opini publik memiliki tiga wajah dan semuanya harus diperhitungkan
dalam melukiskan proses opini, komunikator politik tidak pernah yakin benar siapa
khalayaknya, apalagi apa yang ada dalam pikiran khalayak itu.

10. SALURAN KOMUNIKASI POLITIK (WITH WHAT CHANNEL).


Saluran komunikasi adalah alat atau sarana yang memudahkan penyampaian
pesan. Ada tiga tipe utama saluran komunikasi politik, yaitu: saluran massa,
imterpersonal dan organisasi.

Ada dua bentuk saluran massa, yaitu (1) komunikasi tatap muka, contoh:
seorang kandiat politik berbicara di dalam rapat umum, dan (2) bentuk kedua terjadi
jika ada perantara yang ditempatkan di antara komunikator dan khalayak. Dalam bentuk
ini media, teknologi, sarana dan alat komunikasi lainnya turut menyertainya. Misalnya
pidato presiden melalui televisi. Kedua bentuk saluran komuikasi tsb. diatas merupakan
tipe utama saluran yang menekankan komunikasi satu orang kepada orang banyak. Tipe
ini oleh Dan Nimmo dinamakan komunikasi massa.

Tipe saluran berikutnya adalah saluran komunikasi interpersonal atau antar


personal, yaitu merupakan bentuk hubungan seseorang kepada seseorang orang lain.
Saluran ini pun bisa berbentuk tatap muka maupun berperantara misalnya menggunakan
telepon. Misalnya dalam kampanye Pemilu seseorang kandidat memasang Hotline
telepon yang memungkinkan pendukungnya bisa berbicara secara pribadi.

Akhirnya, saluran lewat manusia perangkat ketiga dalam komunikasi politik,


yaitu komunikasi organisasi yang menggabungkan kedua tipe saluran tsb. di atas.
Misalnya melalui sidang, kongres, edaran memorandum dll.

11. DENGAN AKIBAT APA (WITH WHAT EFFECT).

Berbagai ahli telah merangkum akibat potensial dari komunikasi politik dengan
menggunakan kategori sbb:

1. Akibat kognitif (menggugah kesadaran), yaitu dapat membedakan akibat


politik jangka panjang dan akibat politik seketika. Konsekuensi komunikasi bisa
menjadi dua dimensi; pertama, informasi awal menciptakan ambiguitas, kedua
menyajikan informasi lebih rinci yang mengurangi dan memecahkan ambiguitas.
Selain menciptakan dan memecahkan ambiguitas dalam pikiran orang, juga
menyajikan bahan mentah bagi interpretasi personal, memperluas realitas sosial
dan politik, dll.
2. Akibat afektif (kecenderungan untuk suka atau tidak menyukai
perubahan atas keputusan akibat komunikasi politik) Empat konsekuensi afektif
yang potensial dari komunikasi politik, yaitu:

o bisa menjernihkan atau mengkristalkan nilai politik.


o bisa memperkuat nilai komunikasi politik
o bisa memperkecil nilai yang dianut.
o bisa memindahkan situasi orang dari persuai yang satu kepada persuasi
yang lain.

3. Akibat partisipasi, keterbukaan terhadap komunikasi politik dapat


mempengaruhi orang untuk secara aktif dalam politik, di pihak lain bisa
menekan partisipasi politik yang akibatnya bisa:

• Primer, jika orang yang dipengaruhi itu melibatkan diri secara langsung
dalam proses komunikasi politik.
• Sekunder, jika orang tidak terlibat langsung dalam komunikasi politik
terpengaruh oleh perubahan pada orang yang terlibat.

Konsekuensi primer dan sekunder dari komunikasi politik itu sangat jelas dalam
kampanye politik.

Nimmo menyimpulkan bahwa efek penting komunikasi politik, sosialisasi


politik, partisipasi politik, mempengaruhi pemilihan umum dan mempengaruhi para
pejabat dalam mengambil kebijakan politik.

12. KOMUNIKASI POLITIK DALAM SISTEM POLITIK.

Sebagaimana diketahui konsep komunikasi politik dalam ilmu politik telah


mengalami perkembangan dalam pengertiannya. Gabriel Almond mengkatagorikannnya
sebagai salah satu dari empat fungsi input sistem politik. Para ahli yang memakai
pendekatan komunikasi politik terhadap sistem politik telah menjadikan komunikasi
politik sebagai penyebab bekerjanya semua fungsi dalam sistem politik. Ia diibaratkan
sebagai sirkulasi darah dalam tubuh. Bukan darahnya, tapi apa yang terkandung di
dalam darah itu yang menjadikan sistem politik itu hidup. Komunikasi politik, sebagai
layaknya darah, mengalirkan pesan-pesan politik berupa tuntutan, protes dan dukungan
(aspirasi dan kepentingan) ke jantung (pusat) pemprosesan dalam sistem politik; dan
hasil pemprosesan itu tersimpul dalam fungsi-fungsi output, dialirkan kembali oleh
komunikasi politik yang selanjutnya menjadi feedback.

Begitulah, pendapat DR Alfian bahwa komunikasi politik menjadikan sistem


politik hidup dan dinamis.

Dengan lain perkataan, komunikasi politik mempersambungkan semua bagian


dari sistem politik, masa kini dan masa lampau, sehingga dengan demikian aspirasi dan
kepentingan dikonversikan menjadi kebijakan-kebijakan. Jika komunikasi politik itu
berjalan lancar, wajar dan sehat maka sistem politik itu akan mencapai tingkat kualitas
responsif yang tinggi terhadap perkembangan aspirasi dan kepentingan masyarakat serta
tuntutan perubahan zaman. Hal itu biasanya terjadi pada sistem politik yang handal,
yaitu sistem politik yang mampu mengembangkan kapasitas dan kapa’belitasnya secara
terus-menerus.

Dalam seluruh proses komunikasi politik ini, media massa baik tercetak
maupun elektronik, memainkan peranan yang amat penting, di samping saluran-saluran
lainnya seperti tatap muka, surat-menyurat, media tradisional, organisasi, keluarga dan
pergaulan.

Sebagaimana dapat dilihat, pada tiap bagian dari sistem politik terjadi
komunikasi politik, mulai dari proses penanaman nilai (sosialisai dan pendidikan
politik) sampai pada pengartikulasikan dan penghimpunan aspirasi dan kepentingan,
terus kepada proses pengambilan kebijakan, pelaksanaannya dan penilaian terhadap
kebijakan tsb. Setiap bagian atau tahap itu dipersambungkan pula oleh komunikasi
politik.

Demikianlah, secara stimulan, timbal balik, vertikal maupun horisontal dalam


suatu sistem politik yang handal, sehat dan demokratis komunikasi politik terjadi pada
tiap bagiannya dan pada keseluruhan sistem politik itu. Sistem politik seperti itu sudah
berhasil mejadikan dirinya sistem politik yang mapan, yaitu sistem politik yang
memiliki kualitas kemandirian yang tinggi untuk mengembangkan dirinya terus-
menerus. Itulah sistem politik yang sudah tinggal landas, mengangkasa secara self-
sustainable.
Lebih jauh dapat digambarkan peranan penting komunikasi politik dalam
memelihara dan meningkatkan kualitas kehandalan suatu sistem politik yang sudah
mapan. Ia berperan penting sekali dalam memelihara dan mengembangkan budaya
politik yang ada dan berlaku yang telah menjadi landasan yang mentap dari sistem
politik yang mapan dan handal itu. Komunikasi politik mentrasmisikan nilai-nilai
budaya politik yang bersumber dari pandangan hidup atau ideologi bersama
masyarakatnya kepada generasi baru, dan memperkuat proses pembudayaannya dalam
dirir generasi yang lebih tua. Dengan demikian, budaya politik itu terpelihara dengan
baik, bahkan makin berakar dan terus berkembang dari satu generasi ke generasi
berikutnya. Bersamaan dengan itu komunikasi politik yang ada dan berlaku menyatu
dengan dan menjadi bagian integral dari budaya politik tersebut. Ia berakar, hidup dan
berkembang bersama-sama dengan budaya politiknya.

Biasanya budaya politik seperti itu hadir dan berkembang dalam sistem politik
demokratis yang memiliki ideologi terbuka. Bukan dalam sistem politik otoriter/totaliter
dengan ideologi tertutup.

Dalam sistem politik otoriter toteliter, penguasa biasanya mengetahui makna


penting dari komunikasi politik dan memanfaatkannya untuk memelihara dan
memperkuat kekuasaannya, termasuk sebagai senjata untuk menteror mental
masyarakatnya agar mereka taat dan patuh kepada kekuasaannya yang menakutkan dan
semena-mena.

Sifat komunikasi politik dalam sistem politik otoriter/totaliter adalah satu arah,
yaitu dari atas ke bawah, dari penguasa kepada masyarakat, oleh karena itu bersifat
indoktrinatif. Masyarakat merasa tidak berdaya untuk mengutarakan pandangan,
pemikiran, pendapat, aspirasi dan kepentingan mereka yang murni, dan oleh karena itu
mereka pendam saja bersama-sama rasa ketakutan dan rasa tertindas yang
menyesakkan.

Suatu sistem politik demokratis tak mungkin bertahan tanpa dilandasi atau
didukung oleh budaya politik yang relevan dengannya. Apalagi untuk meningkatkan
kualitasnya menjadi suatu sistem politik yang mapan dan handal. Dari situ tersimpul
betapa pentingnya makna peranan komunikasi politik di dalamnya. Peranan amat
penting komunikasi politik itu hanya mungkin terjadi bilamana ia betul-betul menyatu
dan menjadi bagian integral dari sistem dan budaya politik demokrasi itu. Ia berakar
didalamnya hidup dan berkembang bersamanya.

Sifat terbuka ideologi sistem politik demokratis memungkinkan dan bahkan


mengkhendaki komunikasi politik mengembangkan dialog yang wajar dan sehat, dua
arah atau timbal balik secara vertikal maupun horisontal.

13. ARTI PENTING KOMUNIKASI POLITIK DALAM HUBUNGAN


INTERNASIONAL.

Kebijaksanaan politik luar negeri adalah perumusan tentang sikap, arah tindak
(course of action) dan tujuan yang hendak dicapai (aspired objective) suatu bangsa
melalui penyelenggaraan politik internasional. Kebijaksanaan luar negeri tidak berarti
sekedar penerapan keluar yang berdiri sendiri, melainkan ke dalam harus terkait pada
kebijaksanaan nasional pada umumnya, yang dirumuskan dari tahap ke tahap sejalan
dengan perkembangan kondisi menyeluruh di dalam negeri. Demikianlah, maka
seringkali dikatakan bahwa kebijaksanaan politik luar negeri suatu bangsa adalah
pantulan (refleksi) atau perpanjangan (extension) daripada kondisi nyata di dalam negeri
bangsa yang bersangkutan.

Kebijaksanaan politik luar negeri dan politik internasional pada pokoknya


berkaitan dengan tiga variabel determinan yaitu kepentingan nasional, kemampuan
nasional dan kondisi serta dinamika internasional.

Setiap negara merumuskan kebijaksanaan politik luar negerinya atas ketentuan


bahwa pelaksanaannya akan menguntungkan bagi kepentingan nasional (to promote
national interest). Ukuran kepentingan nasional itu berkisar pada dua kerangka yaitu (a)
diukur dari kepentingan keselamatan dan keamanan nasional, dan (b) diukur dari
peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan bangsa.

Kedua hal ini bersangkutan dengan kepentingan nasional yang paling mendasar,
yaitu apa yang lazim disebut sebagai national survival value. Sudah tentu pengertian
kepentingan kepentingan nasional itu selanjutnya memperoleh perinciannya, akan tetapi
secara umum maka kaitan langsungnya adalah dengan nilai bertahannya suatu
kehidupan kebangsaan.
Determinan ini senantiasa berlaku dalam merumuskan kebijaksanaan politik luar
negeri dan politik internasional. Karena betapapun juga tak mungkin suatu bangsa
bersedia mengorbankan kepentingannya, apalagi kemerdekaan dan kedaulatannya,
betapapun keuntungan sementara yang bisa diperoleh dari suatu hubungan dengan
bangsa atau negara lain. Dari sini tampak bahwa komunikasi politik merupakan pula
landasan untuk terwujudnya integritas dan loyalitas nasional bangsa dalam suatu negara.

Determinan lain yang tidak bisa diabaikan ialah kemampuan yang dimiliki oleh
suatu bangsa baik aktual maupun potensial yang disebut kemampuan nasional. Hal
dimaksud berkaitan dengan persepsi bangsa yang bersangkutan tentang kemampuannya
sendiri. Dengan kemampuan disini berarti bahwa segenap daya bangsa, baik yang
manifest maupun yang masih laten berupa sumber daya (resources) yang melekat pada
bangsa yang bersangkutan.

Secara umum dapat dirumuskan bahwa determinan kemajuan nasional adalah


resultante daripada interaksi antara sumber daya alam dengan sumber-daya manusia di
wilayah suatu negara. Suatu bangsa mungkin saja memiliki sumber daya alam yang
kaya, akan tetapi tidak memiliki sumber-daya manusia yang mampu untuk melakukan
eksploitasi maksimal daripada sumber-daya alamnya. Atau sebaliknya, suatu bangsa
memiliki sumber-daya manusia yang tinggi kemampuannya, akan tetapi sangat terbatas
pemilikannya terhadap sumber daya alam dalam batas-batas wilayah negaranya.
Kemampuan nasional suatu bangsa sangat ditentukan oleh sejauh mana interaksi terjadi
antarar kedua sumber daya itu. Hal tersebut berkaitan erat dengan kapabilitas akstraktif
sistem politik dimana komunikasi politik merupakan salah satu unsur masukannya.

Bagian yang sangat penting dan diperhitungkan dalam membahas determinan


kemampuan nasional ialah kondisi geografis satu bangsa. Apakah bangsa itu menghuni
wilayah yang terkepung daratan (landlocked country), ataukah menghuni wilayah
kenusantaraan (archipelago). Apakah bangsa itu berbatasan dengan sejumlah besar
negara-negara lain, atau hanya berbatasan dengan satu atau dua negara saja. Apakah
negara itu berbatasan dengan negara sangat kuat dan besar, atau berbatasan dengan
negara yang sangat lemah dan kecil. Kesemuanya itu tentunya menuntut pemikiran
yang berbeda dalam merancang kebijaksanaan luar negerinya masing-masing. Sistem
bela diri masing-masing tentunya dibina dengan pertimbangan kondisi geografisnya.
Bangsa yang menghuni wilayah kenusantaraan tentunya akan memberi keutamaan
dalam membina kekuatan mariitmnya. Bangsa yang menghuni wilayah dengan ilkim
troppik tentunya akan juga menyesuaikan pembinaan sistem bela dirinya dengan cuaca
tropik.

Pendeknya faktor geografi telah menjadi unsur yang penting dalam menilai
determinan kemampuan nasional. Faktor geografi itu tidak mungkin diabaikan, oleh
karena geografi sesuatu bangsa tidak bisa dipertukarkan dengan wilayah lain dan tidak
juga bisa dirubah batas-batasnya tanpa menimbulkan sengketa dengan bangsa-bangsa
lain sekawasan. Kepentingan faktor geografi antara lain kemudian diperkembangkan
sebagai dasar geopolitik dan geostrategi. Memang tidak dapat disangkal bahwa faktor
geografi itu tidak bisa diabaikan dalam membina kemampuan nasional. Namun
geopolitik bertitik tolak dari kenyataan geografi sebagai faktor utama (kalau tidak
tunggal) yang menentukan nilai kekuatan dan nasib suatu bangsa. Geopolitik bertitik
tolak pada dasar pemikiran, bahwa …..the factor of geography (as) an absolute that is
supposed to determine the power, and hence the fate, of nations.

Determinan ketiga ialah kondisi internasional dengan sifatnya yang dinamik,


Setiap negara dapat mmerumuskan kebijaksanaan politik luar negerinya, tetapi tidak
akan mungkin mengatur dan menetapkan proses dinamika internasional sebagai akibat
dari interaksi terus-menerus antara bangsa-bangsa di dunia. Dinamika internasional
tidak senantiasa menampilkan situasi yang sesuai dengan keinginan individual negara,
bahkan adakalanya yang menggejala dalam forum internasional bisa bertentangan
dengan apa yang didambakan. Jangankan kekuatan-kekuatan ang sedang dan kecil,
kekuatan raksasa sekalipun tidak selalu mampu menguasai pengendalian atas dinamika
internasional.

Oleh karenanya maka kebijaksanaan politik luar negeri harus menyediakan


cukup ruang gerak dan ruang penyiasatan, sehingga penyesuaian-penyesuaian terhadap
dinamika internasional dapat dilakukan. Penyesuaian-penyesuaian itu tentunya tidak
bisa keluar batas dari unsur-unsur yang konstan sebagai pedomannya, yaitu ideologi dan
konstitusi. Dengan berpedoman pada kedua unsur konstan itu, maka segala penyesuaian
dan penyiasatan dapat dilaksanakan dalam bats-batas yang menjamin adanya
konsistensi dalam olitik luar negeri.
Pelaksanaan politik luar negeri soleh suatu negara adalah salah satu petunjuk
yang menegaskan kemersdekaan dan kedaulatan negara itu. Sebab dengan
melaksanakan politik luar negerinya suatu negara mendudukkan diri dalam pergaulan
antar negara dan sekaligus menentukan sikap dan mengambil posisinya dalam dinamika
pergaulan internasional.

Karena situasi internasional tidak statik, bahkan sarat dengan berbagai pola dan
kecenderungan perkembangan, maka kebijaksanaan yang dijadikan landasan bagi
pelaksanaan politik luar negeri selslu memerlukan penyesuaian-penyesuaian dengan
dinamika dan perkembangan baru.

Penyesuaian-penyesuaian yang dilakukan itu tentunya tidak didasarkan pada


azas oportunisme dan tidak juga pasivisme yang sekedar ikut arus. Untuk menjamin
agar penyesuaian-penyesuaian itu terjaga dari penyimpangan-penyimpangan prinsipil
dan tetap memiliki kesadaran arah (sense of direction) , maka politik luar negeri secara
ideal perlu melakukan penyesuaian-penytesuain terhadap dinamika dan perkembangan
baru sambil tetap berkembang pada beberapa pedoman asasi yang konstan.

Pedoman asasi yang bersifat konstan adalah ideologi dan konstitusi. Ideologi
merupakan susila kehidupan kebangsaan yang seharusnya bukan saja merupakan
naungan ideologi bagi pelaksanaan politik luar negeeri melainkan jugga harus
dimanifestasikan pada perilaku dalam pergaulan internasional.

Konstitusi idealnya mendasari politik luar negeri dan bagi Indonesia harus
merupakan manifestasi dari apa yang termaksud dalam embukaan UUD – 1945, yang
mengatakan bahwa”kemerdekaan adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka
penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan
dan peri-keadilan”..dan bahwa pemerintah/negara berkewajiban … “melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.:
Untuk itu komunikasi politik yang berhimpitan landasan ideal normatif dengan tujuan
internasional Indonesia merupakan sarana penunjang keberhasilan politik luar negeri.

14. INTERAKSI HUBUNGAN DALAM KOMUNIKASI POLITIK.


Selama ini diketahui bahwa esensi politik domestik dan politik internasional
pada hakekatnya sama, walaupun manifestasi antara keduanya berbeda sebagai akibat
perbedaan lingkungan. Lingkungan politik internasional adalah anarkis, sedangkan
politik domestik non-anarkis. Disamping itu juga diketahui bahwa dalam seluruh
sistem politik, baik yang lokal, nasional, region, maupun internasiional, terkandung tiga
pola interaksi hubungan yang berdimensi komunikasi politik. Pertama, interaksi
kompetitif dimana pencapaian tujuan oleh suatu aktor politik tidak berjalan sejajar
dengan tujuan aktor-aktor politik lainnya. Kedua, interaksi kooperatif di mana
pencapaian tujuan dipermudah dengan usaha kerjasama dan saling melengkapi antara
berbagai aktor politik. Ketiga, interaksi kompetitif-kooperatif di mana para aktor politik
mengejar tujuan ganda, sebagian tujuan tidak sejalan dan menimbulkan ketegangan,
sedangkan sebagian tujuan lainnya sama sehingga dapat dicapai dengan kerjasama dan
usaha yang saling melengkapi. Untuk lebih menjelaskan ketiga politik horizontal itu
dapat dikemukakan contoh-contoh berikut baik dalam tingkatan domestik maupun
tingkatan internasional.

Interaksi politik kompetitif biasanya mengambil bentuk zero-sum game. Ini


berarti bahwa ada satu aktor yang menang penuh dan aktor lainnya kalah secara nyata.
Dalam politik nasional, zero-sum game ini dapat dilihat bila ada beberapa calon
presiden, yang berkompetisi merebut kursi kepresidenan. Calon yang akhirnya meraih
kursi kepresidenan itu berarti menang penuh, sedang calon-calon lain memperoleh zero
atau nol. Dalam politik internasional, interaksi kompetitif misalnya terlihat dalam
perlombaan persenjataan. Tujuan pihak yang satu untuk mencapai keunggulan sudah
barang tentu tidak sejalan (incompatible) dengan tujuan pihak lainnya. Demikian juga
dalam usaha perluasan ideologi yang dilakukan oleh dua super power atas suatu negara
di dunia ketiga misalnya, terdapat interaksi kompetitif. Suatu negara yang sudah jatuh
ke dalam suatu ideologi tertentu menjadi tidak sesjalan dengan maksud pihak yang
menginginkan agar negara itu bersedia memeluk ideologi lainnya. Interaksi kompetitif
murni dalam politik internasional terutama dapat dilihat dalam proses perang total, di
mana seseorang pemenang dapat memperoleh suatu imperium sedang yang kalah bisa
kehilangan entitas politiknya yang otonom. Karena mekanisme kontrol atas konflik
internasional sangat lemah atau bahkan tidak ada maka interaksi kompetitif seringkali
mengambil bentuk konfrontasi militer.
Interaksi politik kooperatif sesungguhnya merupakan bagian sentral dalam
proses komunikasi politik, tetapi sering diabaikan orang. Sebagai lawan zero-sum game
dalam interaksi kompetitif, interaksi kooperatif dapat membuahkan hasil yang dapat
dipetik bersama setiap pemain, dalam hal ini negara-negara, dapat menang semuanya.
Bentuk kooperatif proses politik di dalam negeri misalnya adalah pemerintahan koalisi
dari berbagai partai yang mendukung suatu program bersama. Tanpa adanya kondisi
tersebut mungkin sekali terjadi suatu instabilitas politik. Sedang contoh dalam politik
internasional adalah organisasi-organisasi regional maupun aliansi militer untuk
meningkatkan keamanan kolektif para anggotanya. Dalam proses perundingan
pembatasan senjata, sesungguhnya juga terdapat kerjasama antar negara yang sangat
sentral sifatnya untuk meningkatkan keamanan masing-masing sambil mengurangi
bahaya perang yang sangat dekstruktif. Walaupun tidak kelihatan secara spektakuler,
kerjasama internasional juga mencakup pernyataan-pernyataan dukungan diplomatik,
pemberian bantuan luar negeri, pemakaian bersama fasilitas-fasilitas komunikasi dan
transportasi modern, dan aneka ragam kerjasama di bidang ilmu pengetahuan, teknologi
dan ekonomi. Surat kabar jarang memberitakan tentang hal-hal seperti ini, akan tetapi
jarangnya berita tentang hal-hal di atas tidak mengurangi arti penting kerjasama dalam
politik internasional.

Akhirnya perlu dicatat bahwa interaksi politik tidak selalu sepenuhnya


kompetitif atau sepenuhnya kooperatif, karena terlalu banyak interaksi politik sekaligus
bersifat kooperatif dan kompetitif sebagai manifestasi komunikasi politik horizontal.
Sebagai misal partai-partai dalam suatu negara dapat saling bersaing dengan sengit
untuk memperebutkan kursi sebanyak mungkin dalam dewan perwakilan rakyat, tetapi
pada saat yang sama partai-partai tersebut bekerjasama membela negaranya dari suatu
kekuatan subversif yang dapat menggoncangkan stabilitas politik. Contoh dalam politik
internasional yang paling terkenal adalah peaceful coexistence antara kedua super
power. Dalam kaitan dengan koeksitensi secara damai, baik Amerika Serikat maupun
Uni soviet tetap dengan penuh semangat mengejar masing-masing yang tidak sejalan
akan tetapi pada saat yang sama mereka bekerjasama untuk membatasi kompetisi
mereka secara non-violent. Ini berarti bahwa kedua negara bekerjasama agar persaingan
mereka tidak pernah melampaui ambang nuklir (nuclear threshold). Gambaran tentang
dunia masa depan bagi keduia negara jelas sangat bertentangan, akan tetapi kedua
negara bersepakat untuk tidak membangun masa depan masing-masing di atas
reruntuhan peradaban akibat perang nuklir.

Politik internasional pada dasarnya memang suatu politik anarkis (politics of


anarchy) atau suatu politik tanpa pemerintahan (politics without government). Akan
tetapi hal ini tidak berarti bahwa setiap negara kemudian berada dalam suasana perang
dengan negara lainnya., Seperti telah dikemukakan, hubungan antar negara tidak selalu
kompetitif yang menuju pada konflik dan perang, tetapi juga bersifat kooperatif ataupun
sekaligus kompetitif daan kooperatif. Dalam pada itu state of war politik internasional
tidak harus menjurus kepada peperangan, berhubung selalu ada usaha para negarawan
dan diplomat untuk memperlunak akibat anarki yang berlangsung antar bangsa.

Di sini dapat disebutkan bahwa hukum internasional dan diplomasi sangat berfaedah
untuk memecahkan konflik antar bangsa. Pada batas tertentu hukum intenasional dapat
memberikan norma-norma tingkah laku bagi pergaulan antar bangsa dan mekanisme
pemecahan konflik. Memang tidak atau belum ada suatu pemerintahan dunia yang dapat
memaksakan berlakunya hukum internasional, namun efektivitas hukum internasional
berasal dari kesediaan negara-negara untuk mentaatinya. Bila pertikaian yang tejadi
tidak menyangkut kepentingan-kepentingan vital, banyak negara yang mau menerima
penyelesaian hukum, walaupun penyelesaian itu tidak sepenuhnya memuaskan.
Penerimaan itu dapat berdasarkan suatu preseden atau prinsip-prinsip yang
mengharuskan bahwa kompromi harus diambil. Kebanyakan hukum internasional
mencerminkan suatu konsensus di antara negara-negara tentang apa yang dianggap
sama-sama menguntungkan, misalnya aturan-aturan yang mengatur komunikasi
internasioonal.

Selain hukum internasional, diplomasi dapat juga melancarkan kerjasama antar


bangsa dan menyelesaikan perselisihan di antara meraka. Jika diplomasi dilakukan
dengan lincah dan realistik,, yaitu dengan memperhitungkan kepentingan-kepentingan
sah dari pihak-pihak yang terlibat, diplomasi dapat mencegah timbulnya perang. Perlu
kiranya dicatat bahwa para negarawan telah memanfaatkan hukum internasional dan
diplomasi dalam suatu sistem keseimbangan kekuatan (balance of power). Balance of
power atau sekarang balance of terror merupakan suatu sistem dan cara yang ditempuh
dalam pergaulan antar bangsa di mana stabilitas internasional dapat dicapai melalui
usaha negara-negara secara individual, apakah masing-masing negara itu secara sengaja
mengejar tujuan stabilitas ataukah tidak.

Dalam hal ini orang sering membuat analogi pengejaran kekuasaan atau
kekuatan yang dilakukan oleh setiap negara dengan teori Adam Smith dalam bidang
ekonomi. Menurut Smith, jika setiap orang memburu kepentingannya sendiri, maka
interaksi egoisme masing-masing individu justru akan meningkatkan kekayaan nasional.
Demikian juga para sarjana hubungan internasional mengajukan alasan, jika setiap
negara mengejar kekuasaan bahkan dengan kemungkinan merugikan negara lain, maka
tidak ada satupun negara pun yang akan mempunyai dominasi. Jadi pada kedua kasus
ini kepentingan bersama malahan akan terpelihara, sebagai hasil dari berbagai aksi
internasional yang selfish. Kendatipun demikian perlu dicatat bahwa sistem
keseimbangan kekuatan kadang-kadang gagal dalam mencegah kemungkinan suatu
negara atau kelompok negara-negara merebut hegemoni dan dapat menjamin adanya
ekuilibrum, tetapi belum dapat menbjamin tercapainya perdamaian.

Setelah perang Dunia I dan II, para negarawan berusaha untuk membuat suatu
inovasi untuk melestarikan perdamaian dan mencegah perang, yaitu dengan membuat
organisasi yang benar-benar bersifat internasional, berwujud Liga Bangsa-bangsa dan
perserikatan bangsa-bangsa. Perserikatan bangsa-bangsa dilahirkan dengan maksud
untuk mencegah pecahnya perang dunia ketiga dan untuk tidak mengulangi kelemahan-
kelemahan Liga Bangsa-Bangsa. Keberhasilan PBB sejak semula tidak dikaitkan
dengan kerjasama antara negara-negara besar. Oleh karena itu tidak mengherankan jika
organisasi ini belum dapat mencapai tujuan-tujuannya secara memuaskan, berhubung
konflik kepentingan antara negara-negara besar dan antara super power masih terlalu
sering terjadi. Walaupun demikian PBB telah melakukan beberapa fungsi penting,
antara lain sebagai forum untuk melemparkan keluhan dan protes berbagai negara,
sebagai tempat untuk menjajaki kemungkinan-kemungkinan solusi terhadap sesuatu
masalah internasional yang mendesak, dan sebagai suatu mekanisme untuk
melaksanakan keputusan-keputusan yang telah diambil bersama. Dalam kenyataan PBB
dapat menjadi alat yang cukup efektif untuk menyelesaikan pertikaian internasional,
selama kepentingan vital superpower tidak dirugikan atau selama kepentingan vital
negara-negara yang bersengketa tidak dalam bahaya. Di samping PBB, suatu fenomena
yang muncul setelah perang Dunia II adalah banyaknya organisasi-organisasi regional
misalnya pasaran bersama Eropa, ASEAN di asia tenggara dan SPF di pasifik selatan.
Organisasi regional yang menjurus pada suatu konfederasi negara-negara anggota besar
kemungkinan akan dapat mencegah perang sesama mereka bahkan mungkin menjalin
kerjasama antar organisasi regional.

15. KEDEKATAN GEOGRAFIS DALAM KOMUNIKASI POLITIK


INDONESIA

Indonesia bagian timur berbatasan langsung dengan kawasan Pasifik Selatan


khususnya antara Propinsi Irian Jaya dan Papua New Guinea. Kedekatan geografis ini
pada satu sisi, terutama dari segi historis telah menimbulkan serentetan masalah baik
yang berdimensi internal-domestik maupun yang berdimensi hubungan bilateral dan
regional. Meskipun pada sisi lain apabila dipandang dari segi pendekatan lingkungan
dan kerjasama internasional berpotensi untuk menjalin ketahanan regional yang dapat
memperkuat ketahanan nasional masing-masing negara di kawasan Pasifik Selatan dan
Barat Daya.

Pada dimensi internal-domestik tampak gejala-gejala disintegrasi politik yang


sangat sensitif dalam rangka pembinaan negara kesatuan Republik Indonesia.
Sebagaimana halnya dengan masalah-masalah internal-domestik pada banyak negara
lain, masalah inipun bukan tak mungkin dapat mengundang campur tangan pihak luar.
Misalnya saja karena masalah domestik di Irian Jaya mengakibatkan pelintas batas Irian
Jaya-PNG dan pada gilirannya membawam masalah pengungsi pada pihak PNG yang
mengaitkan masalah dalam hubungan bilateral Indonesia dengan PNG. Meskipun
sebenarnya gejala-gejala disintegrasi politik di bagian timur Indonesia khususnya di
Irian Jaya dapat pula merupakan kerikil-kerikil tajam dalam perjalanan pembangunan
(yang tidak semestinya ada) sehingga dapat mengundang perhataian Pemerintah Pusat
RI, dengan mengggeser sentra-sentra pembangunan ke wilayah Indonesia bagian timur
yang berbatasan langsung dengan Pasifik Selatan.

Pada dimensi eksternal bilateral dan regional kedekatan geografis antara


Indonesia dan Papua New Guinea telah membawa masalah-masalah bilateral namun
berpotensi untuk memperkuat keterikatan politik dan fungsionalitas ekonomi yang dapat
meningkatkan ketahanan regional. Masalah bilateral antara Indonesia dan PNG antara
lain adalah masalah perbatasan, masalah pelintas, masalah transmigrasi yang
menimbulkan isu Jawanisasi dan islamisasi, dan masalah OPM yang berkeliaran di
PNG. Namun pada tahapan perkembangan sekarang tampak intensitas masalah bilateral
itu menjadi rendah yang pada gilirannya membawa kecenderungan kerjasama bilateral
yang ditandatangani perjanjian saling menghormati, persahabatan dan kerjasama antara
RI dan PNG. Perjanjian tersebut disambut baik oleh negara-negara Pasifik Selatan
lainnya termasuk Australia dan Selandia baru.

Meskipun demikian harus diakui bahwa Indonesia memiliki masalah internal-


domestik yang berpeluang bagi propaganda dan komunikasi internasional, terutama di
bagian timur Indonesia. Masalah yang dihadapi di Indonesia bagian Timur, terutama
mencakup dua hal yang menyangkut integrasi politik. Pertama, adalah masalah integrasi
politik yang lebih banyak diwarnai oleh dimensi horisontal. Kedua, sama halnya dengan
Republik Maluku Selatan, proses integrasi politik di Irian Jaya juga dihadang oleh
gerakan-gerakan yang bersifat separatis dan bukan dalam bentuk protes seperti yang
terjadi di kebanyakan daerah lain. Dari segi hubungan internasional masalah tersebut
juga dapat mengundang campur tangan dari luar.

Paralel dengan gerakan-gerakan separatis di Irian Jaya tersebar pul;a gagasan


Melanesian Brotherhood Solidarity di Pasifik selatan. Gagasan itu merambah ke Irian
Jaya sehingga mempertajam rasa perbedaan antara suku-suku di Irian Jaya, dengan
suku-suku Indonesia lainnya. Tambah lagi setelah program transmigrasi meluas
meliputi daerah Irian Jaya, maka OPM menghembus-hembuskan sentimen kesukuan,
diskriminasi, jawanisasi islamisasi, dll. Masalah tersebut berkembang dan pada
gilirannya menjadikan masalah pelintas batas Irian Jaya ke PNG membawa dampak
politis. Disinilah letak dimensi eksternal bilateral masalah integrasi politik di Irian Jaya.

Hubungan Indonesia dengan Papua New Guinea yang kait-mengkait dengan


masalah integrasi politik di Irian Jaya dapat pula mengundang permasalahan regional.
Karena itu Indonesia perlu menempuh langkah-langkah positif yang baik bagi dirinya
dan tidak menimbulkan purbasangka di pihak PNG dan negara-negara Pasifik selatan
lainnya. Salah satu diantaranya mempercepat pengembangan Irian Jaya dalam proses
pembangunan di Indonesia pada umumnya, sambil memperhatikan keadaan psikologis
dan antropologis yang ada di Irian Jaya sendiri. Bila Indonesia berhasil dalam bidang
ini, maka akan mempunyai dampak yang positif terhadap hubungan Indonesia dengan
negara-negara baru di Pasifik Selatan, bahkan juga dengan Australia. Disitulah dimensi
eksternal-regional hubungan RI-PNG yang kini telah membuka lembaran baru dengan
penandatanganan treaty of Mutual Respect, Friendship and Cooperation di Port
Moresby tangggal 27 Otober 1986.

Kini hubungan bilateral Indonesia PNG cenderung bersahabat. Saling kunjung-


mengunjungi antara kedua nengara menunjukkan intensitas yang meningkat. Juga
perundingan-perundingan bilateral berlangsung dengan lancar misalnya saja pertemuan
Joint Border Committee-JBC telah berlangsung beberapa kali. Salah satu diantaranya
adalah pertemuan keempat Komite Perbatasan, yang berlangsung tanggal 10-11
November 1987 di propinsi Madang PNG dimana dibicarakan tentang survai dan
demarkasi hubungan komunikasi Jayapura-Vanimo, saling tukar informasi tentang hasil
pembangunan kedua belah pihak di perbatasan RI-PNG, menilai perlu adanya perjanjian
bilateral menyangkut SAR, dan memperbaiki prosedur kerja JBC agar menjadi lebih
efisien. Selain itu hubungan bersahabat dari kedua negara juga tidak terpengaruh dari
kasus Ted Diro yang menurut pemberitaan surat kabar-surat kabar PNG dan Australia,
mendapat bantuan uang kontan dari Jendral Benny Murdani dari Indonesia untuk
pembiayaan kampanye pemilihan umum 1987.

Pernyataan-pernyataan kalangan pemerintah PNG sejak penandatangan


perjanjian MRFC antara RI-PNG pada umumnya baik dan positif. PM PNG Paias
Wingti pada akhir tahun 1987 pernah menegaskan bahwa PNG bisa belajar banyak dari
Indonesia mengenai teknologi sederhana dan teknologi terapan untuk meningkatkan
produksi pangan. Dalam hal ini RI diharapkan membantu program pembangunan
pedesaan di PNG. Pada awal tahun 1988 ketika Paias Wingti berkunjung ke Indonesia
ditegaskannya lagi bahwa pola hubungan RI-PNG telah bergeser dari soal pelintas batas
kepada soal kerjasama dalam bidang perdagangan, pendidikan, kebudayaan dan
penanaman modal. Di bidang perdagangan misalnya pada tahapan awal PNG bisa
mengimpor hasil-hasil produksi industri ringan, alat-alat listrik, dll dari Indonesia. Di
bidang penanaman modal, lembaga-lembaga keuangan Insonesia bisa melihat
kemungkinan-kemungkinan dalam pembangunan hotel dan pariwisata.

Perubahan sikap PNG dalam menjalankan politik luar negerinya terhadap


Indonesia dan Australia merupakan bagian dari perubahan politik luar negeri PNG
terhadap negara-negara tetangganya. Terutama,dengan negara-negara yang berbatasan
langsung dengan PNG, seperti Indonesia, Australia, Kepulauan Solomon dan Vanuatu.
Terhadap Australia saja misalnya PNG menempuh kebijaksanaan dengan memperbesar
investasi Australia dan meningkatkan perdagangan dengan Australia. Sementara itu
menurunkan bantuan Australia terhadap budget menjadi 16 % dari 30 % sebelum Paias
Wingti menjadi perdana menteri. Penurunan bantuan Australia terhadap anggaran PNG
pada tahun 1988 menjadi 10 persen.

Penataan hubungan baik PNG dengan negara-negara tetangganya ditandai


dengan inisiatif-inisiatif hubungan bilateral. Dengan Indonesia dilakukan TMRFC.
Seperangakat deklarasi bersama tentnang prinsip-prinsip hubungan baik dengan
Australia, juga terhadap kepulauan Solomon dan Vanuatu. Khusus terhadap hubungan
dengan Indonesia PM Paias Wingti pernah mengakui bahwa Indonesia mempunyai
persamaan pendapat dalaam hal pentingnya kawasan Pasifik Barat Daya menjadi
kawasan yang stabil dan damai agar pembangunan ekonomi dan taraf hidup rakyat
dapat ditingkatkan.

Dari pihak Indonesia kondisi hubungan bilateral yang bersahabat dengan PNG
hendaknya merupakan peluang untuk meningkatkan kerjasama ekonomi dan teknik.
Ekonomi PNG menunjukkan trend yang semakin terbuka. Hal ini ditandai dengan
perbandingan/ratio antara neraca perdagangan ekspor impor Indonesia terhadapa PNG
semakin meningkat.

Dari segi keungan negara, tingkat self relience pemerintah PNG pada tahun1985
sebesar 75 %. Angka self reliance sebesar ini mencerminkan adanya peluang kerjasama
dalam bidang keuangan negara sebesar 30 persen. Peluang itu lebih relevan lagi apabila
diingat bahwa PNG cenderung mengurangi tingkat ketergantungan bantuan budget
Australia terhadap dirinya.

Dalam bidang kerjasama teknik dan keterampilan khusus pihak Indonesia dapat
memberikan bantuan latihan-latihan yang berjangka pendek dalam bidang penyuluhan
pertaniann, kursus-kursus tambang, industri kecil, latihan dalam bidang komunikasi dan
eksplorasi minyak. Namun program semacam ini pula dapat mengundang keterlibatan
pihak ketiga misalnya Australia atau Selandia Baru apabila pelaksanaan bantuan latihan
itu harus dilakukan di Indonesia.

Sementara itu dalam bidang perdagangan antara Indonesia dan PNG terbuka
peluang kerjasama antara lain karena 1) adanya hasrat dari kedua belah pihak untuk
menjalin kerjasa ekonomi, sosial budaya danpolitik; 2) volume transaksi perdagangan
yang masih kecil dan karenanya erlu ditingkatkan; 3) kebutuhan dan jasa impor kedua
negara mempunyai kecenderungan meningkat; 4) keduanya ingin meningkatkan hasil
penerimaan devisa negara dari barang-barang dan jasa-jasa mereka.

Kebijaksanaan pemerintah PNG terhadap penanaman modal aing cukup menarik


dan apabila dimanfaatkan secara hati-hati , peluang tersebut dapat menguntungkan baik
PNG maupun bagi pihak investor. Sekalipun dalam melaksanakan Pelita pemerintah
Indonesia banyak mengundang modal asing, namun tidaklah berarti bahwa Indonesia
sama sekali tidak mempunyai peluang untuk menanamkan modal di PNG.

Kebijaksanaan kurs valuta asing yang dibarengi oleh kebijaksanaan perdagangan


luar negeri dan kebijakan investasi luar negeri serta didukung bantuan dari beberapa
negara lain dan beberapa organisasi regional maupun internasional, telah berhasil
meningkatkan nilai eksternal mata uang kita. Bagi Indonesia yang ingin
mengembangkan hubungan ekonomi dengan PNG gejala tersebut merupakan salah satu
faktor yang mendukung.

Banyaknya kesamaan keadaan sumber-sumber alam PNG dengan keadaan


sumber-sumber alam Indonesia tidaklah menutup kemungkinan ditingkatkannya
kerjasama ekonomi antara kedua negara tersebut. Perbedaan pada keadaan sumber daya
manusia dan sumber daya kapital merupakan salah satu faktor yang menyebabkan
keunggulan relatif (comparative advantage) yang ada.

16. PENUTUP

Rumusan kebijaksanaan dan pelaksanaan politik luar negeri dalam


memperjuangkan kepentingan nasional, dari segi komunikasi politik memerlukan
kecermatan dalam memperkirakan berbagai peluang dan tantangan. Perkembangan
dunia internasional dan regional kadang-kadang diwarnai oleh kegiatan-kegiatan yang
membuka berbagai peluang dan tantangan baru. Hal itu menuntut peningkatan
kecermatan dan kemampuan dalam bentuk komunikasi ppolitik antisipatif untuk
mengikuti situasi dunia internasional secara regional dan global. Idealnya bahwa setiap
peluang baru yang tersedia hendaknya disertai dengan inisiatif baru dan tantangan baru
harus dijawab dengan kecanggihan konseptual.
Sejalan dengan itu perlu ditingkatkan kemampuan nasional yang meliputi
kemampuan poilitik, kemampuan ekonomi, kemampuan sosial budayaa, kemampuan
militer, kemempuan ilmu pengetahuan dan teknologi, kemampuan administrasi
pemerintah dan kemampuan diplomasi. Keberhasilan upaya mengembangkan inisiatif-
inisiatif dan gagasan-gagasan konseptual baru dalam propaganda/komunikasi politik
internasional tentunya tergantung pada kemampuan untuk meramu dengan tepat
peluang-peluang dan tantangan-tantangan byang dihadapi berdasarkan tingkat
kemampuan nasional yang dimiliki.

Indonesia secara geografis melihat dirinya bagian dari Pasifik khususnya Pasifik
Barat Daya. Karena itu perkembangan-perkembangan lingkungan eksternalnya di
Pasifik perlu diikuti secara cermat dan antisipatif. Indonesia tidak dapat melepaskan diri
dari pergaulan internasional di Pasifik dan karenanya terpanggil untuk turut memainkan
peranan dalam gelanggang politik internasional, khususnya di Ppasifik untuk
mewujudkan stabilitas regional dalam rangka perdamaian dunia.

Dari segi komunikasi politik aktual-pragmatik, Indonesia perlu berupaya keras


untuk meningkatkan kemampuan nasionalnya baik dari segi kuantitas maupun kualitas
sehingga dapat memanfaatkan peluang dalam perkembangan terakhir di Pasifik.
Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan salah satu faktor strategis yang
dapat melibatkan orang-orang Indonesia ke dalam berbagai peluang kerjasama Pasifik
masa kini dan masa datang.

Indonesia perlu membenahi sistem pendidikan, sistem penelitian dan sistem


pelayanan kepada masyarakat secara lebih koprehensif sehingga dapat semakin kaya
dalam data dan informasi tentang Pasifik. Hal ini penting untuk ikut berperan serta
dalam berbagai bentuk pertukaran informasi dan pengalaman dalam arena internasional
di Pasifik. Sehingga pada akhirnya orang-orang Indonesia menjadi cermat dan obyektif
dalam aktualisasi komunikasi politik potensial untuk memperjuangkan kepentingan
nasional.

Indonesia perlu memperhatikan perkembangan-perkembangan yang terjadi di


kawasan Pasifik Selatan yang memiliki potensi dukungan politik bagi Indonesia dalam
fora internasional khususnya dalam forum PBB. Karena itu intensitas propaganda dan
komunikasi politik internasional perlu ditingkatkan. Antara lain karena kawasan ini
secara potensial dapat menimbulkan ancaman bagi persatuan negara RI dengan aadanya
gagasan Melanesian Brotherhood Solidarity di kalangan orang-orang melanesia. Dalam
hubungan ini Indonesia perlu lebih aktif memperjuangkan forum kerjasama ASEAN-
SPF untuk mengurangi miscommunication dan psychological barriers antara orang-
orang Indonesia dan orang-orang dari Pasifik selatan.

Peningkatan saling pengertian dan persahabatan antara Indonesia dan negara-


negara Pasifik Selatan merupakan salah satu sarana komunikasi politik horizontal yang
menjadi kepentingan Indonesia. Saling pengertian akan memjembatani masalah-
masalah sosial budaya yang mungkin timbul di antara kedua belah pihak yang sekaligus
menyentuh masalah-masalah politik keamanan. Dalam hal ini Indonesia perlu
menempuh serangkaian prioritas, dan karena Australia dan Selandia Baru penting dalam
SPF, maka hubungan Indonesia dengan merka dalam beberapa segi penting artinya.
Selanjutnya prioritas hendaknya juga diberikan kepada PNG, Vanuatu, dan Fiji sebagai
negara-negara Pasifik Selatan yang aktif dalam kancah regional maupuun internasional.

Вам также может понравиться