Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Pendahuluan
Telinga adalah organ pendengaran dan keseimbangan. Telinga dibagi atas tiga
bagian, yaitu telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam. Otitis media supuratif
kronis (OMSK) adalah infeksi kronis pada telinga tengah dengan perforasi membran
tympani dan sekret keluar dari telinga terus menerus atau hilang timbul, sekret dapat
encer atau kental, bening atau berupa nanah. Jenis otitis media supuratif kronis dapat
terbagi dua jenis, yaitu OMSK tipe benigna dan OMSK tipe maligna. 1
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan otitis media akut menjadi otitis
media kronis yaitu terapi yang terlambat diberikan, terapi tidak adekuat, virulensi
kuman yang tinggi, daya tahan tubuh yang rendah misalnya pada keadaan gizi buruk
atau hygiene buruk. Gejala otitis media supuratif kronis antara lain otorrhoe yang
bersifat purulen atau mukoid, terjadi gangguan pendengaran, otalgia, tinitus, rasa
penuh di telinga dan vertigo.2
Komplikasi OMSK dibagi menjadi komplikasi intratemporal dan komplikasi
intrakranial. Sindrom gradenigo pada petrositis akibat komplikasi OMSK merupakan
salah satu komplikasi intratemporal yang cukup jarang terjadi.Walaupun kasus ini
jarang ditemukan namun sindrom gradenigo harus ditangani segera karena dapat
berakibat fatal. Neuroanatomi nervus abdusen (N.VI) dan nervus trigeminus cabang
oftalmika (N.V1) pada regio temporal menjelaskan patofisiologi sindrom gradenigo
pada petrosis akibat komplikasi OMSK ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang tomografi komputer atau MRI.
Pemeriksaan tomografi komputer mastoid dan atau MRI sangat penting untuk
membedakan inflamasi dengan penyakit non inflamasi pada aspek petrosus tulang
temporal. Penatalaksanaan sindrom gradenigo pada petrositis akibat komplikasi
OMSK meliputi terapi konservatif dan operatif.7
A. DEFINISI
Pada tahun 1907 Guiseppe Gradenigo mendeskripsikan gejala kompleks otitis
media supuratif ialah nyeri dalam distribusi saraf trigeminal dan kelumpuhan dari
nervus abdusen. Sejak saat itu adanya antibiotic kejadian ini kondisi yang berpotensi
fatal telah berkurang, tetapi kasus ini sesekali masih terjadi. Kondisi ini sering
dikenal terlambat. tentang etiologi dan gejala klinik yang dapat mengarah ke awal
diagnosa. 6
Gradenigo Syndrome secara klasik digambarkan sebagai trias klinis otitis media,
nyeri wajah dan kelumpuhan dari nervus abdusen yang pada masa lalu sering
berkembang dari infeksi tulang temporal petrosa ( yaitu, petrositis apikal). Trias dari
gradenigo syndrome tidak selalu timbul terutama di era pasca-antibiotik.9
2. Kavum Timpani4
3. Prosesus Mastoideus4
4. Tuba Eustachius4
Gambar 5. Tuba Eustachius4
b) Fisiologi pendengaran3
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun
telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea.
Getaran tersebut menggetarkan membrane timpani diteruskan ke telinga tengah
melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran melalui
daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membrane timpani
dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke
stapes yang menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibule
bergerak. Getaran diteruskan melalui membrane Reissner yang mendorong
endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relative antara membrane basilaris dan
membrane tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan
terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi
penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses
depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam sinapsis
yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke
nucleus auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.
C. EPIDEMIOLOGI
Petrositis apikal umumnya ditemukan sebelum pengenalan antibiotik.
Sekarang tampaknya sangat jarang. Sebagian besar laporan tentang petrositis apikal
dalam literatur adalah kasus klinis tunggal, dan menentukan frekuensinya sulit.8
Petrositis dengan gejala yang lengkap memenuhi kriteria trias sindrom
gradenigo sangat jarang, hanya 24 kasus yang ditemukan dari 57 kasus yang diteliti
oleh Gradenigo. Keterlambatan dalam mendiagnosis petrositis ataupun terapi yang
tidak adekuat dapat berakibat fatal yaitu mengakibatkan komplikasi intrakranial
seperti abses ektradural, sindrom horner, rupture karotis, labirintis, dan meningitis.7
Dalam review retrospektif dari kasus petrositis apikal yang terjadi selama
periode 40 tahun, Gadre dan Chole menemukan bahwa enam dari 44 pasien dengan
kondisi (13,6%) memiliki sindrom Gradenigo.10
D. ETIOLOGI
Pada pasien dengan infeksi otitis media supuratif dapat menyebar ke apeks
petrosa dari tulang temporal, sehingga menimbulkan petrositis apikal. Petrositis
apikal dapat disebabkan oleh organisme, biasanya disebabkan oleh Streptococcus
pneumonia, Haemophilus influenza, Pseudomonas, dan Staphylococcus aureus yang
terperangkap di dalam sistem sel udara kompleks dari apeks petrosa. Penyumbatan
sistem sel udara ini dapat terjadi akibat peradangan akut atau kronis atau
penyumbatan mekanis dari lesi yang menganggu. 9,10
Perluasan langsung infeksi mastoid dan telinga tengah melalui traktus
saluran udara pneumatisasi ke apeks petrosa, yang dapat terjadi sebagai komplikasi
yang jarang terjadi pada otitis media akut atau kronis. tidak terdeteksinya dan
kurangnya drainase dari sel udara yang terinfeksi dari apeks petrosa harus melalui
saluran udara kecil ke telinga tengah dan mastoid. Saluran ini terdiri dari saluran sel
udara infralabyrinthine, saluran retrofacial, dan sel-sel udara peritubal superior ke
tuba eustachius.9,10
E. PATOFISIOLOGI
Bakteri pindah dari telinga tengah ke sel-sel udara mastoid, yang
mengandung banyak pembuluh darah dan rentan terhadap infeksi. Kemudian
menyebar ke tulang temporal petrosa. Tulang petrosa dapat terdiri dari tiga jenis :
pneumatisasi dengan sel udara memanjang ke apeks petrosa, diploic yang hanya
mengandung vascular dan sklerotik. Pneumatisasi apeks petrosa terjadi hanya pada
30% kasus dengan sel yang membentang dari telinga tengah atau mastoid ke apeks
petrosa. Biasanya ada dua saluran : 10
1. Saluran posterior yang dimulai pada mastoid dan berjalan dibelakang atau di atas
labirin tulang ke puncak petrosa; beberapa sel bahkan melewati lengkungan
superior kanalis semisirkularis untuk mencapai puncak.10
2. Saluran anteroinferior yang dimulai pada hypotympanum dekat tuba eustachius
mengelilingi koklea mencapai puncak petrosa10
Proses infeksi berjalan disepanjang saluran dan jangkauan sel ini puncak
petrosa. Proses patologis serupa dengan coalescent mastoiditis membentuk abses
epidural pada puncak petrosa melibatkan saraf cranial VI dan ganglion trigeminal.10
F. DIAGNOSIS
Diagnosis sindrom gradenigo pada petrositis akibat komplikasi OMSK
ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
tomografi komputer atau MRI. Sindrom gradenigo ditegakkan berdasarkan adanya
trias gejala yaitu otore, nyeri retroorbita dan parese nervus abdusen ipsilateral
Gambar 6. Bola mata kiri tidak bisa digerakkan ke arah lateral
Gambar 7. Bola mata kanan tidak bisa di gerakkan kea rah lateral
Sindrom gradenigo tidak hanya terdapat pada petrositis tapi juga bisa pada
trombosis sinus lateral akibat komplikasi OMSK. Trombosis sinus lateral terjadi
akibat penyebaran infeksi pada sinus lateral melalui dehiscence tulang diatasnya
sebagai salah satu akibat komplikasi OMSK. Gejala klinisnya berupa trias sindrom
gradenigo, demam, anemia, dan berlanjut dengan gejala septik emboli seperti papil
edema, sakit kepala hebat yang menandakan perluasan inflamasi ke sinus kavernosus
melalui sinus petrosal superior dan inferior yang dapat menyebabkan peningkatan
tekanan intrakranial (TIK) akibat gangguan drainase otak. Papil edema dapat
merupakan gejala dari suatu trombosis sinus lateral atau trombosis sinus kavernosus.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan radiologi dengan tomografi computer (CT scan) atau MRI sangat
penting dalam membuat diagnosis sindrom gradenigo ec petrositis. Tomografi
komputer mastoid atau MRI dapat membedakan suatu inflamasi dengan non
inflamasi pada os petrosus tulang temporal. Adanya suatu inflamasi akan terlihat
gambaran lesi berupa perselubungan, cairan (air fluid level) atau pneumatisasi tidak
beraturan pada tulang temporal yang menandakan suatu destruksi atau erosi.
Diagnosis banding sindrom gradenigo ec petrositis antara lain granuloma kolesterol,
osteomilitis, trombosis sinus lateral, trauma tulang temporal, infiltrasi tumor
nasofaring, neoplasma seperti neuroma akustik, meningioma, kondroma dan
16,17 18
kordoma. Dikutip dari Tornabe , Jacky dan Parker menyatakan tomografi
komputer sebagai pemeriksaan pilihan yang cukup sensitif dengan angka positif palsu
yang rendah. Damrose EJ19 menyatakan bahwa petrositis pada tomografi komputer
terlihat berupa bayangan opak atau koalesen pada sel udara di apek petrosus. Namun
pemeriksaan MRI lebih baik dibandingkan tomografi komputer (CT scan) karena
pada MRI dapat melihat gambaran jaringan lunak lebih jelas untuk menilai suatu
inflamasi.
G. TATA LAKSANA
3% dan antibiotik tetes telinga. Sedangkan terapi operatif meliputi mastoidektomi dan
18,19,20
bila terjadi destruksi pada apek petrosus dilakukan petrosektomi.
F. PROGNOSIS
Parese nervus abdusen pada kasus sindrom gradenigo akibat petrositis akan
mengalami perbaikan dan kembali normal seiring penyembuhan proses inflamasi
20
pada apek petrosus tulang temporal. Burston BJ dkk melaporkan 2 kasus parese
nervus abdusen pada petrositis yang diterapi konservatif mengalami pemulihan pada
20
muskulus rektus lateral setelah 6 sampai 12 minggu. Dikutip dari Burston , Hilding
dan Price melaporkan satu kasus petrositis yang dilakukan mastoidektomi dan
pemberian antibiotik intravena mengalami pemulihan pada nervus abdusen setelah 9
hari pasca operasi. Sedangkan Pada kasus ini perbaikan parese nervus abdusen mulai
jelas terlihat pada hari ke- 7 pasca operasi mastoidektomi dan perbaikan total pada
hari ke-30 pasca operasi mastoidektomi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Adams FL, Boies LR, Higler PA. 1997. Buku Ajar Penyakit THT. 6th ed.
Jakarta: EGC. h 95-114.
2. Pangemanan DM, Palandeng OI, Pelealu OC. 2018. Otitis Media
Supuratif Kronik di Poliklinik THT-KL RSUP Prof. Dr. R. D.
KandouPeriode Januari 2014-Desember 2016. Bagian Ilmu THT-KL
Fakultas Kedokteran Sam Ratulangi. Manado; Fakultas Kedokteran Sam
Ratulangi.
3. Soetirto Indro, Hendarmin Hendarto, Bashiruddin Jenny. 2012.
Gangguan Pendengaran (Tuli) dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga, Hidung, dan Tenggorokan 7th ed. Jakarta : FK UI. h 14.
4. Dhingra PL, Dhingra S. 2007. Disease of ear, nose and throat, 6 t h
ed, India: Elsevier
5. Djaafar ZA, Helmi, Restuti RD. 2012. Komplikasi Otitis Media
Supuratif dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, dan
Tenggorokan 7 th ed. Jakarta : FK UI. h 73-74.
6. Motamed M, Kalan A. Gradenigo’s Syndrome. Postgrad Med J :
First published 10.1136/pmj.76.899.559 on 1 September 2000.
Available from :
https://pmj.bmj.com/content/postgradmedj/76/899/559.full.pdf .
7. Edward Y, Yurni. Sindrom Gradenigo pada Otitis Media
Supuratif Kronis tipe Bahaya. Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL
Fakultas Kedokteran Andalas. Padang; Fakultas Kedokteran
Andalas. Available from :
http://repository.unand.ac.id/18114/1/Sindrom%20Gradenigo
%20pada%20OMSK%20tipe%20bahaya-%20Yurni.pdf .
8. Gadre AK, MD, FACS, MS (Bom), DORL; Chole, RA, MD,
PhD. The Changing Face of Petrous Apicitis-A 40 Year
Experience. The American Laryngological Rhinological and
Otological Society, Inc; Laryngoscope, 128:195-201,2018.
Available from :
https://onlinelibrary.wiley.com/doi/epdf/10.1002/lary.26571 .
9. Vickers A,DO, Kini A, Ponce CP,MD. Maret, 2018. Gradenigo
Syndrome. American Academy of Ophtalmology. Available
from : http://eyewiki.aao.org/Gradenigo_Syndrome .
10. Yeung, AH. Agustus, 2018. Skull Base, Petrous Apex, Infection.
Department of Otolaryngology-Head and Neck Surgery, University of
California San Francisco. Available from :
https://emedicine.medscape.com/article/883256-overview.