Вы находитесь на странице: 1из 20

BAGIAN 1

IDENTITAS BUKU DAN RINGKASAN BUKU

IDENTITAS BUKU

Judul Buku : PANCASILA & UNDANG-UNDANG (RELASI DAN TRANSFORMASI


KEDUANYA DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA)

ISBN : 978-602-0895-95-6

Pengarang : Dr. Backy Krisnayuda, S.H., M.H.

Penerbit : Kencana

Tahun Terbit : 2017

Edisi : Cetakan ke-1

Tebal Buku : xxii, 282 halaman

Ukuran Buku : 15x23 cm

Bahasa Teks : Bahasa Indonesia

Buku ini di tulis oleh Dr. Backy Krisnayuda , S.H., M.H. yang berjudul Pancasila & Undang
Undang. Buku ini diterbitkan oleh Kencana dengan tahun terbit tahun 2017. Tebal buku ini
berjumlah 282 halaman.

Dalam buku ini terdapat 7 BAB pembahasan yang tentunya pembahasannya berbeda dari Bab I
sampai Bab XII walaupun memang ada keterkaitan antara pembahasan yang satu dengan yang
lainnya . Adapun isi buku ini terdiri dari :

KATA PENGANTAR

 Yasonna H. Laoly, S.H., M.Sc., Ph.D


 Prof. Dr. H. R. T. Sri Soemantri M, S.H

PENGANTAR PENULIS

DAFTAR ISI

BAB 1 : IDE DASAR TRANSFORMASI NILAI-NILAI PANCASILA

BAB 2 : NEGARA HUKUM BERDASARKAN PANCASILA


BAB 3 : PANCASILA DALAM PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG NEGARA
REPUBLIK INDONESIA

BAB 4 : PANCASILA SEBAGAI PANDUAN PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG


NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 5 : TRANSFORMASI NILAI-NILAI PANCASILA KE DALAM PEMBNTUKAN


UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 6 : NILAI-NILAI PANCASILA DALAM PENGUJIAN UNDANG-UNDANG

BAB 7 : KERANGKA KONSEP PEMBENTUKAN UNDANG- UNDANG BERDAS-


SARKAN PANCASILA

DAFTAR PUSTAKA

TENTANG PENULIS

Adapun pembahasan dalam buku ini tentang :

BAB 1 : IDE TRANSFORMASI NILAI-NILAI PANCASILA

A. Latar Belakang
Hukum sejatinya dapat mengubah suatu peradaban menuju keteraturan, keadilan dan
kemakmuran, serta kemandirian. Semangat founding father Negara Republik Indonesia
telah ditransformasikan kedalam konstitusi yang menyebutkan Negara Indonesia adalah
Negara Hukum yang berarti nahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara
yang berdasarkan atas hukum (reschtsstaat), tidak berdasarkan kekuasaan (machtsstaat),
dan pemerintah berdasarkan system konstitusi (Undang-Undang Dasar), bukan
absolutism (kekuasaan tiada batas). Sebagai konsekuensinya terdapat tiga prinsip dasar
yang wajib dijunjung tinggi oleh setiap warga negra, yaitu : supremasi hukum, kesetaraan
di hadapan hukum, dan penegakan hukum dilaksanakan dengan cara-cara yang tidak
bertentangan dengan hukum.
Negara Republik Indonesia sebagai Negara yang berdasarkan atas hukum perlu memiliki
peraturan mengenai pembentukan peraturan perundang-undangan. Tepatnya pada tanggal
22 Juni 2004 disahkanlah Undang- Undang no 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan. Peraturan Perundang- Undangan ini menjadi perhatian
untuk dilakukan penyempurnaan, karena terdapat kelemahan-kelemah, yaitu :
1. Materi dari Undang- Undang no10 tahun 2004 banyak yang menimbulkan keracunan
atau multi tafsir sehingga tidak memberikan suatu kepastian hukum
2. Teknik penulisan rumusan banyak yang tidak konsisten, dan
3. Terdapat materi baru yang perlu diatur sesuai dengan perkembangan atau kebutuhan
hukum dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.
Sebagai upaya penyempurnaan ,pada tanggal 12 Agustus 2011 disahkan Undang-undang
Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang – Undangan, sebagai
pengganti dari Undang- Undang no 10 tahun 2004.
B. Nilai- Nilai Pancasila
Bernarnd Arief Sidharta mengungkapkan bahwa pandangan hidup pancasila dirumuskan
dalam kesatuan lima sila yang masing-masing mengungkapkan dnilai fundamental dan
sekaligus menjadi lima asas operasional dalam menjalani kehidupan,termasuk dalam
penyelenggaraan kegiatan Negara dan pembangunan hukum praktis. Pancasila tidaklah
dirumuskan dalam satu pasal Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945,
akan tetapi diletakkan sebagai penutup dari kata pembukaan
Perumusan Pancasila sebagai nilai dasar dan penjabarannya sebagai nilai instrumental.
Nilai dasar tidakberubah dan tidak boleh diubah lagi. Betapa pun pentingnya nilai dasar
yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 itu, sifatnya belum operasional. Artinya,
kita belum dapat menjabarkannya secara langsung dalam kehidupan sehari-hari
C. Transformasi Dalam Undang- Undang
Undang-undang adalahperaturan perundang-undangan yang dibahas oleh Dewan
Perwakilan Rakyat dengan persetujuan bersama Presiden. Dalam pembentukannya, harus
memenuhi tahap atau proses berdasarkan aturan tentang pembentukan peraturan
perundang-undangan, yaitu Undang- Undang Nomor 12 tahun 2011.
Kaitannya dengan kata Transformasi ialah berasal dari dua kata dasar, tran dan
form.Menurut Dahlan Harahap, transformasi merupakan bahan dari suatu kondisi ke
kondisi lainnya.

BAB 2 : NEGARA HUKUM BERDASARKAN PANCASILA

A. Hakikat Negara
Hakikat suatu Negara yang membuatnya berbeda dengan semua bentuk perkumpulan
yang lainnya adalah keaptuhan anggota-anggotanya terhadap huku. Menurut Wirjono
Prodjodikoro, Negara adalah suatu organisasi di antara sekelompok atau beberapa
kelompok manusia yang bersama- sama mendiami suatu wilayah tertentu dengan
mengakui adanya suatu pemerintahan yang mengurus tata tertib dan keselamatan
sekelompok atau beberapa kelompok manusia tadi. Defenisi Negara tersebut
menunjukkan bahwa Negara merupakan suatu asosiaiyang mempunyai tiga unsure
pokok, yaitu : pemerintah, komunitas atau rakyat, dan wilayah tertentu.
B. Negara Hukum
1. Pengertian Negara Hukum
Negara hukum merupakan refleksi dari keinginan masyarakat secara utuh
menundukkan dirinya terhadap suatu aturan yang akan mengikat dan berlaku
tanpa kecuali kepada setiap anggotanya. Dalam konstitusi ditegaskan bahwa
Negara Indonesia adalah Negara hukum (rechtsstaat) bukan Negara kekuasaan
(machtsstaat). Dalam paham Negara hukum itu, hukumlah yang memegang
komando tertinggi dalam penyelenggaraan Negara.
2. Prinsip Dasar Negara Hukum
3. Dinamika Negara Hukum Indonesia
C. Negara Hukum Modern Indonesia
1. Pengertian Hukum Modern
2. Pembentukan Hukum Modern di Indonesia
3. Pembangunan Hukum Nasional sebagai Indentitas Negara Hukum Modern
Indonesia
D. Negara Hukum Pancasila
1. Dasar Pembentukan Negara Hukum Pancasila
Yang menjadi dasar pembentukannya adalah rasa, karsa dana sa seluruh lapisan
bangsa Indonesia yang menginginkan kebebasan dari segala bentuk ketidak
adilan, keceraiberaian, ketidakmanusiaan, ketidak bertuhanan, dan kemerdekaan.
2. Kerangka Pikir Negara Hukum Pancasila
3. Kedudukan Negara Hukum Pancasila
Pancasila merupakan kaidah penuntun dalam politik hukum nasional sehingga
hukum nasional harus dikembangkan mengarah pada (a) menjaga integrasi
bangsa, baik dari aspek ideology maupun teritori; (b) didasarkan pada upaya
membangun demokrasi dan nomokrasi sekaligus; (c) didasarkan pada upaya
membangun keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia; dan (d) didasarkan
pada prinsip toleransi beragama yang berkeadaban.
4. Refleksi Negara Hukum Pancasila
E. Negara Kesejahteraan
1. Pengertian Negara Kesejahteraan
Sebagaimana kita ketahui bahwa salah satu tujuan Negara Republik Indonesia
adalah menyejahterakan rakyatnya. Dalam konsep Negara kesejahteraan ini,
Negara dituntut untuk memperluas tanggung jawabnya kepada masalah sosial
ekonomi yang dihadapi rakyat banyak.
2. Tanggung Jawab Negara Kesejahteraan
Negara kesejahteraan merupakan suatu bentuk pemerintahan demokrasi yang
menegaskan bahwa Negara bertanggung jawab terhadap kesejahteraan rakyat
yang minimal, bahwa pemerintahan harus mengatur pembagian kekayaan Negara
agar tidak ada rakyat yang kelaparan, tidak ada rakyat yang menemui ajalnya
karena tidak dapat membayar biaya rumah sakit.
3. Negara Kesejahteraan yang Dicita-citakan
Ide Negara hukum yang dicita-citakan bangsa Indonesia dapat dilacak dari
pembukaan dan Pasal-pasal UUD 1945. Tujuan Negara hukum Indonesia
sebagaimana tercantum di dalam Pembukaan UUD 1945 Alinea ke-4.
BAB 3 : PANCASILA DALAM PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG NEGARA
REPUBLIK INDONESIA

A. Kewenangan Membentuk Undang-Undang Negara Republik Indonesia


Istilah kekuasaan dalam bahasa Inggris disebut power, sedangkan istilah kewenangan
sering disebut authority, dan istilah wewenang disebut competence. Kekuasaan secara
sosiologis adalah kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain agar mengikuti kehendak
pemegang kekuasaan, baik dengan sukarela maupun dengan terpaksa. Kewenangan
adalah kekuasaan yang diformalkan baik terhadap sesuatu bidang pemerintahan tertentu,
maupun kekuasaan terhadap sesuatu bidang pemerintahan tertentu secara bulat yang
berasal dari kekuasaan legislative maupun dari kekuasaan pemerintah. Wewenang adalah
kemampuan untuk melakukan suatu tindakan hukum public atau secara yuridis
wewenang adalah kemampuan bertindak yang diberikan oleh undang-undang yang
berlaku untuk melakukan hubungan-hubungan hukum.
Atribusi, delegasi, dan mandat merupakan sumber wewenang yang sangat penting bagi
suatu degara humu demokratis, sebab sesuai dengan salah satu asa negra hukum-
demokrasis setiap tindakan pemerintah harus berdasarkan asas hukum. Berkaitan dengan
kewenangan membentuk undang-undang sudah ditentukan dalam konstitusi Negara
Republik Indonesia dan terbagi dalam tiga bagian, yaitu kewenangan presiden (eksekutif)
yang diatur dalam Pasal 5 ayat (1) menyatakan bahwa Presiden berhak mengajukan
rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Kewenangan Dewan
Perwakilan Rakyat (legislatif) yang diatur dalam Pasal 20 ayat (1) menyatakan bahwa
DPR memegang kekuasaan membentuk undang-undang dan pasal 21 menyatakan bahwa
anggota DPR berhak mengajukan usul rancangan undang-undang. Kemudian
kewenangan DPRD diatur dalam Pasal 22D ayat (1) yang menyatakan bahwa DPRD
dapat mengajukan kepada DPR rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonmi
daerah, hubungan pusat dan daerah,pembentukan dan pemekaran serta penggabungan
daerah, pengelolaan sumber daya alam das umber daya ekonomi lainnya, serta yang
berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.
B. Periodisasi Peembentukan Undang-Undang Negara Republik Indonesia
1. Periode Pasca-Kemerdekaan (18 Agustus 1945-27 September 1949)
2. Periode Pasca-Perang Dunia II (27 Desember 1949-17 Agustus 1950)
3. Periode Penegakan Kembali NKRI (17 Agustus 1950-5 Juli 1959)
4. Periode Pasca Dekrit Presiden (5 Juli 1959-21 Juni 1966)
5. Periode Orde Baru (21 Juni 1966-21 Mei 1998)
6. Periode Pasca Reformasi (21 Mei 1998-22 Juni 2004)
7. Periode Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 (22 Juni 2004-22 Agustus 2011)
8. Periode Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 (22 Agustus 2011-sekarang)
BAB 4 : PANCASILA SEBAGAI PANDUAN PEMBENTUKAN UNDANG-
UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA

A. Hierarki Peraturan Perundang-Undangan Negara Republik Indonesia


Pedoman dasar dalam pembentukan undang-undang ialah yang menunjukan
kedudukan/letak dimana undang-undnag itu berada, sehingga dalam pembentukannya
terhindar dari potensi tumpang tindih, inskonsesten, dan berbenturan dengan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Hirearki peraturan perundang-undangan
diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang pembentukan Peraturan
Perundang-undang :
a) Undang- Undang Dasar Negara Republik Indoensia Tahun 1945
b) Ketetapan Majelis Permusyawarat Rakyat
c) Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
d) Peraturan Pemerintah
e) Peraturan Presiden
f) Peraturan Daerah Provinsi, dan
g) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
B. Materi Muatan Undang-Undang Negara Republik Indonesia
Materi muatan peraturan perundang-undangan adalah materi yang dimuat dalam
peraturan perundang-undangan sesuai dengan jenis, fungsi, dan hierarki peraturan
perundang-undangan. Menurut ketentuan Pasal 10 Undang-Undnag Nomor 12 Tahun
2011, materi muatan yang harus diatur dengan Undang-Undang berisi :
1. Pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan undang-undang Dasar Negara
Republik Indonesi Tahun 1945
2. Perintah suatu Undang-Undang untuk diatur dengan undnag-undang
3. Pengesahan perjanjian internasional tertentu
4. Tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi
5. Pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat dan
6. Tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi.

BAB 5 : TRANSFORMASI NILAI-NILAI PANCASILA KEDALAM PEMBENTUKA-


AN UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA

A. Menghadirkan Transformasi
B. Transformasi Pembentukan Undang-Undang
1. Dasar Hukum Pembentukan Undang-Undnag
Sebelum Indonesia merdeka, dasar hukum pembentukan undang-undang
mengacu pada Algemene Bepalingen van wettgeving voor Indonesia.
2. Pengaturan Perundang-undangan yang Baik
3. Menanamkan Ruh Pancasila dalam Undang-Undnag
C. Transformasi Nilai-Nilai Pancasila Dalam Pembentukan Undang-Undang
1. Transformasi Naskah Akademik
Naskah akademik merupakan naskah hasil penelitian atau pengkajian hukum dan
hasil penulisan lainnya terhadap suatu masalah tertentu yang dapat dipertanggung
jawbakan secara ilmiah mengenai pengaturan masalah tersebut dalam suatu
rancangan undang-undang, rancangan peraturan daerah provinsi, atau rancangan
pperaturan daerah kabupaten/kota sebagai solusi terhadap permasalahan dan
kebutuhan hukum masyarakat.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan mengatur tentag teknik penyusunan naskah
akademik. Adapun sistematika akademik, sebagai berikut :
JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
Memuat latar belakang, sasaran yang akan diwujudkan, identifikasi masalah, tujuan dan
kegunaan, serta metode penulisan.
BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS
Memuat uraian mengenai materi yang bersifat teoretis, asas, praktik, perkembangan
pemikiran, serta implikasi sosial, politik dan ekonomi, keuangan Negara dari pengaturan
dalam suatu undang-undnag
BAB III EVALUASI DAN ANALISI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
TERKAIT
BAB IV LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS
A.Landasan Filosofis
Merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan yang
dibentukmempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum meliputi
suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan
Pembukaan Undnag-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
B.Landasan Sosiologis
C.Landasan Yuridis
BAB V JANGKAUAN ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP
MATERI UNDANG-UNDANG
Menguraikan ruang lingkup materi muatan, dirumuskan sasaran yang akan diwujudkan,
arah dan jangkauan pengaturan
BAB VI PENUTUP
Terdiri atas Simpulan dan Saran.
2. Transformasi Kerangka Undang-Undang
Kerangka Undang-Undang diatur dalam Undang-Undnag Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undnagan. Kerqangka Undang-
Undnag terdiri dari :
A.JUDUL
B.PEMBUKAAN
1.Frasa
2.Jabatan Pembentuk Peraturan Perundang-Undangan
3Konsideranss menimbang
4.Konsideranss mengingat
5.Diktum
C.BATANG TUBUH
1.Ketentuan Umum
2.Materi Pokok yang diatur
3.Ketentuan Pidana(jika diperlukan)
4.Ketentuan Peralihan (jika diperlukan)
5.Ketentuan Penutup.
D.PENUTUP
E.PENJELASAN (jika diperlukan)
F.LAMPIRAN (jika diperlukan)

BAB 6 : NILAI-NILAI PANCASILA DALAM PENGUJIAN UNDANG-UNDANG

A. Kewenangan Menguji Undang-Undang


Dalam Pasal 24A ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945
menjelaskan bahwa :
Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkatkasasi, menguji peraturan
perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang dan mempunyai
wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang

BAB 7 : KERANGKA KONSEP PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG BERDAS-


ARKAN PANCASILA

A. Konsep Negara Hukum Pancasila


Menurut R.M Mac, Negara merupakan perkumpulan mendasar untuk membangun dan
menjaga tatanan sosial. Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia 1945 ditegaskan bahwa Negara Indonesia adalah Negara kesatuan
yang berbentuk republic
Berkaitan dengan Negara hukum, dalam bahasa inggris disebut the rule of law, adalah
adanya cirri pembatasan kekuasaan dalam penyelenggaraan kekuasaan Negara.
Pembatasn itu dilakukan dengan hukum yang kemudian menjadi ide dasar paham
konstitualisme modern. Oleh karena itu, konsep Negara hukum juga disebut juga disebut
sebagai Negara konstitusinal,yaitu Negara yang dibatasi konstitusi.
B. Konsep Sistem Hukum Nasional Berdasarkan Pancasila
C. Konsep Legislasi Indonesia

 KELEMAHAN BUKU
1. Buku ini bagus untuk memberikan informasi tentang kaitan pancasila dalam
peraturan perundang-undangan namun penjelasan kurang baik karena penjelasan
kurang mendeteil di samping itu alangkah lebih baiknya dibuat contoh kasus yang
konkrit agar mempermudah pembaca yang masih baru-baru mempelajari Ilmu
tentang Perundang-Undangan
2. Dalam Hal penulisan buku ini kurang rapi, karena ukuran tulisan hampir sama
semua terkhususnya dalam pembagian isi Bab
3. Buku ini masih lebih focus kepada Pembentukan Undang-Undang dibandingkan
kaitannya kepada Pancasila
4. Dalam setiab Bab sering dijumpai kalimat yang tidak berhubungan, sehingga sulit
di pahami.
5. Adanya kalimat yang bahasanya masih belum sesuai dengan EYD
6. Penulisan FootNote yang terkadang sepeti bagian dari BAB isi, sehingga
menyulitkan pembaca

 KELEBIHAN BUKU
1. Buku ini menggunakan gambar sehingga memperjelas suatu penjelasan seperti
sitematika dari suatu proses pengajuan RUU
2. Buku ini cocok untuk mahasiswa dalam mempelajari peraturan perundang-
undangan dengan bekal pengetahuan yang walaupun sedikit
3. Defenisi-defenisi banyak dijelaskan berdasarkan pendapat para ahli
4. Catatan Kaki yang benar-benar membantu pembaca , karenan adanya pengertian
dan defenisi juga didalamnya bukan hanya seperti ibid,dll.
BAGIAN 2

IDENTITAS BUKU DAN RINGKASAN BUKU

IDENTITAS BUKU

Judul Buku : Ilmu Perundang-Undangan

ISBN : 978-602-74832-2-4

Pengarang : Eka NAM Sihombing

Penerbit : CV. Pustaka Prima

Tahun Terbit : 2017

Edisi : Cetakan Pertama 2017

Tebal Buku : vi, 198 halaman

Ukuran Buku : 14,8x21 cm

Bahasa Teks : Bahasa Indonesia

Buku ini ditulis oleh Eka NAM Sihombing yang berjudul Ilmu Perundang-Undangan. Buku ini
diterbitkan oleh Pustaka Prima pada tahun 2017 dengan tebal buku berjumlah 198 halaman.
Dalam buku ini terdapat 8 BAB yang tentunya berbeda pembahasan dari Bab I sampai Bab VIII
namun saling ada keterkaitan antara pembahasan yang satu dengan yang lainnya. Adapun isi
buku ini terdiri dari :

KATA PENGANTAR

PENGANTAR PENULIS

BAB I : ILMU PENGETAHUAN PERUNDANG- UNDANGAN

BAB II : NORMA

BAB III : BENTUK PRODUK HUKUM

BAB IV : LANDASAN PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

BAB V : ASAS-ASAS PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

BAB VI :FUNGSI DAN MATERI MUATAN PERATURAN PERUNDANG-


UNDANGAN
BAB VII : ORGAN PEMBENTUK PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

BAB VIII : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN


PERUNDANG-UNDANGAN

DAFTAR PUSTAKA

INDEX

GLOSARIUM

Adapun pembahasan dalam buku ini tentang :

BAB I : ILMU PENGETAHUAN PERUNDANG-UNDANGAN

A. Munculnya Ilmu Pengetahuan Perundang-Undangan


Werner Mainhofer membagi Ilmu Pengetahuan Perundang-Undangan kedalam :
a) Penelitian tentang kenyataan-kenyataan hukum, yaitu :ilmu yang meneliti tentang
kenyataan hukum sehari-hari seperti tentang undang-undang, pembentukan
undang-undang, dan perundang-undangan serta poliik hukum yang didasarkan
pada empiri atau pengalaman hukum
b) Ilmu perundang-undangan dalam arti sempit yang terdiri dari : teknik perundang-
undangan yang berupa perumusan perundang-undangan, metodik perundang-
undangan yang berupa perumusan konsepsi perundang-perundangan, taktik
perundang-undangan yang berupa pemberian pengaruh dan arahan perundang-
undangan, dan analitik perundang-undangan yang berupa penelitian terhadap
pemahaman-pemahaman dasar perundang-undangan seperti tentang undang-
undang, pembentukan undang-undang dan perundang-undangan.
B. Fungsi Ilmu Pengetahuan Perundang-undangan dalam Pembentukan Hukum Positif
Van der Vlies menyatakan bahwa undang-undang kini tidak lagi berfungsi member
bentuk kristalisasi kepada nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, melainkan
membentuk bagi tindakan politik yang menentukan arah perkembangan nilai-nilai
tertentu. Namun sayangnya, pembentukan hukum positif yang ada di Negara kita
terkesan hanya persengkongkolan untuk menhambur-hamburkan uang Negara saja, sebab
masih belum maksimalnya pemahaman mengenai teori dan teknik perundang-undangan
dikalangan pembentuk peraturan perundang-undangan.
Penguasa yang benar atas hukum perundang-undangan akan memebrikan kontribusi
yang relevan bagi pembentukan hukum. Ketidakcermatan dalam menguasai Hukum
Perundang-undangan yang berlaku dapat menjadi sebab cacatnya aturan hukum yang
dibentuk baik secara formil maupun materiil. Maka disinilah Ilmu Pengetahuan
Peundang-undangan memainkan peranannya, yakni memberikan pengetahuan dan
pemahaman dalam penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan, agar peraturan
peundang-undangan yang dihasilkan berkualitas.
C. Peratutan Perundang-Undangan Di Indonesia dari Masa ke Masa
Dalam sejarah peraturan perundang-undangan di Indonesia, terjadi perkembangan dari
setiap masa yaitu sebagai berikut :
1. Masa Penjajahan Belanda
Pada masa penjajahan Belanda peraturan yang tertinggi adalah perintah dariRaja
Belanda, kemudian yang ada dibawahnya adalah Heeren Zewentie yaitu peraturan
yang dibuat di plakat-plakat VOC untuk mengatasi keadaan-keadaan yang perlu
penanganan secara khusus. Peraturan Perundang-undangan pada masa penjajahan
Belanda dapat dibedakan menjadi beberapa masa :
a. Masa Besluiten Regerings (Tahun 1800-1855)
Pada masa iini pemerintahan hanya didasarkan pada Putusan Raja, sebab
Raja berdaulat secara mutlak dan memiliki kekuasaan tertinggi bahkan
hingga atas daerah jajahan.
b. Masa Regering Reglement (1854/1855-1926/1927)
Pada Masa ini kekuasaan raja atas daerah jajahan semakin berkurang
c. Masa Indische Staatsregeling (1927-1942)
2. Masa Pendudukan Jepang
Masa pendudukan Jepang di tanah air dimulai 1942 hingga Agustus 1945 yang
dipimpin oleh penguasa militer. Pada masa pendudukan jepang pelaksanaan tata
pemerintahan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang yang disebut Gun Seirei,
melalui Osamu Seirei dibentuk oleh Seiko Shikikan untuk mengatur segala hal
yang diperlukan untuk melaksanakan pemerintahan.
3. Masa Kemerdekaan
Masa kemerdekaan dibagi atas lima masa yaitu :
a) Masa dibawah UUD Tahun 1945
Masa ini terjadi antara 17 Agustus 1945 sampai 27 Desember 1949. Pada
masa ini peraturan perundang-undangan yang berlaku adalah :
I. UUD 1945
II. Undang-Undang
III. Peraturan Pemerintah PenggantiUndang-Undang
IV. Peratutan Pemerintah
b) Masa dibawah Konstitusi Republik Indonesia Serikat Tahun 1949
Pada masa ini peraturan perundang-undangan yang ada adalah :
I. Konstitusi Republik Indonesia Serikat Tahun 1949
II. Undang-Undang Federal
III. Peraturan Pemerintah
c) Masa dibawah Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950
Pada masa ini peraturan Perundang-undangan yang berlaku adalah :
I. Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950
II. Undang-Undang
III. Peraturan Pemerintah
d) Masa dibawah UUD 1945 hasil Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Dengan berlakunya kembali UUD 1945, maka peraturan perundang-
undangan yang ada pada masa itu adalah :
I. Undang-Undang
II. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang –Undang
III. Peraturan Pemerintah
Setelah runtuhnya Pemerintahan Orde lama, pada Tahun 1966 MPRS
mengeluarkan TAP MPRS N0. XX/MPRS/1966 yang berisi bentuk
peratutan perundang-undangan sebagai berikut :
I. Undang-Undang Dasar 1945
II. Ketetapan MPR
III. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
IV. Peraturan Pemerintah
V. Keputusan Presiden
VI. Peraturan pelaksanaan lainnya, seperti : Peraturan Menteri, Intruksi
Mentri dan lain-lain.
e) Masa di bawah UUD 1945 pasca perubahan UUD 1945
Setelah runtuhnya Orde Baru, barulah MPR menetapkan TAP MPR
No.III/MPR/2000 tentang Sumber Huku dan Tata Urutan Peraturan
Perundang-Undangan sebagai pengganti TAP MPRS NoXX/MPRS/1966.
Peraturan perundang-undangan yang ada adalah:
I. Undang-Undang Dasar 1945
II. Ketetapan MPR
III. Undang-Undang
IV. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
V. Peraturan Pemerintah
VI. Keputusan Presiden, dan
VII. Peraturan Daerah
Selanjutnya pada tahun 2004 disahkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun
2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yaitu :
I. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
II. Undang-Undang/Peeraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang
III. Peraturan Pemerintah
IV. Peraturan Presiden, dan
V. Peraturan Daerah
Kemudia pada tahun 2011 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004
diganti dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, yaitu :
I. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
II. Ketetapan MPR
III. Undang-Undang/Peeraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang
IV. Peraturan Pemerintah
V. Peraturan Presiden
VI. Peraturan Daerah Provinsi, dan
VII. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
Kemudian ada juga ditambah dengan peraturan yang ditetapkan oleh
MPR, DPR, DPD, MA, KY, BPK,KY,Mentri-mentri dll
D. Teori Hierarki Peraturan Perundang-Undangan
Menurut Dendy Sugono yang dikutip dalam bukunya, hierarki berarti urutan tingkat.
Sedangkan menurut Penjelasan Pasal 7 ayat (2) UU no 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, hierarki berarti penjenjangan setiap jenis
Peraturan Peundang-Undangan yang didasarkan pada asas bahwa peraturan perundang-
undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi.
Hierarki Peraturan Perundang-Undangan berdasarkan Undang-Undang No 12 Tahun
2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan adalah sebagai berikut :
1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
2) Ketetapan MPR
3) Undang-Undang/Peeraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
4) Peraturan Pemerintah
5) Peraturan Presiden
6) Peraturan Daerah Provinsi, dan
7) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota

BAB II : NORMA

A. Jenis-Jenis Norma
Marcus Tulius pernah mengatakan ubi societas ibi ius, yang jika diterjemah adalah
dimana ada masyarakat disitu ada hukum. Pada prinspnya hukum tersebut merupakan
sekumpulan norma. Istilah norma sendiri secara etimologi berasal dari bahasa latin.
Dalam bahasa arab istilah norma memiliki padanan arti dengan kaidah. Norma atau
kaidah terbagi menjadi 4 macam yaitu :
1. Norma Agama, yaitu peraturan hidup yang diterima sebagai perintah,
larangan,dan anjuran yang berasal dari Tuhan
2. Norma Kesusilaan, yaitu peraturan hidup yang dianggap sebagai suara hati
sanubari manusia.
3. Norma Kesopanan, yaitu peraturan hidup yang timbul dari pergaulan
segerrombolan manusia.
4. Norma Hukum, yaitu peraturan hidup yang bersifat memaksa dan mempunyai
sanksi yang tegas.
B. Kegunaan Bahasa dalam Pembentukan Norma Hukum
Betapa eratnya hubungan antara bahasa dengan ketertiban masyarakat. Sebab untuk
menciptakan ketertiban dalam masyarakat, anggota amasyarakat menciptakan peraturan
dan tata tertib, baik berupa oerintah-perintah maupun larangan-larangan yang harus
dipatuhi dengan penuh kesadaran oleh setiap anggota masyarakat. Tanpa Bahasa yang
sudah disepakati bersama dan dipahami maksudnya, maka aturan-aturan tersebut tidak
akan tersampaikan dan dipatuhi oleh anggota masyarakat.
Todung Mulya pernah mengatakan bahwa hukum yang membingungkan itu
menumbuhkan keangkuhan professional hukum. Dengan bahasa hukum yang
membingungkan para professional hukum ikut membodohi masyarakat pencari keadilan.
Karena itu dahulu Montesquieu mengingatkan dalam pembentukan peraturab perundang-
undangan hendaknya memperhatikan hal-hal berikut :
1. Gaya harus padan dan Mudah
2. Istilah yang diinginkan hendaknya bersifat mutlak dan tidak relative
3. Hukum hendaknya membatasi diri pada hal-hal yang riil dan actual
4. Hukum kendaknya tidak halus
5. Hukum hendaknya tidak meracunkan pokok masalah dengan pengecualian
6. Hukum hendaknya todak bersifat argumentative
7. Pembentukan hukum hendaknya dipertimbangkan masak-masak dan mempunyai
manfaat praktis.

BAB III : BENTUK PRODUK HUKUM

Hukum tertulis menurut Soedjono dalam buku Pengatar Ilmu Hukum adalah hukum yang
mencangkup perundang-undangan dalam berbagai bentuk yang dibuat oleh pembuat undang-
undang dan traktak yang dihasilkan dari hubungan internasional. Untuk jenis produk hukum
tertulis dibedakan atas :

a) Peraturan Perundang-undangan
b) Peraturan kebiijakan
c) Hukum tertulis yang tidak termasuk a dan b contoh akta notaries,surat gugat, dan putusan
hakim.
A. Peraturan Perundang-Undangan
Istilah peraturan peundang-undangan digunakan oleh A. Hamid S, Attamimi, Sri
Soemantri dan Bagir Manan. Adapun pengertian Peraaturan Perundang-undangan
menurut A. Hamid S. Attamimi adalah peraturan Negara di tingkat pusat dan ditingkat
daerah yang dibentuk berdasarkan kewenangan perundang-undangan baik bersifat
atribusi maupun bersifat delegasi.
B. Peraturan Kebijakan
Selain peraturan perundang-undangan, dalam kehidupan bernegara kita juga menemukan
berbagai peraturan ebijakan seperti Surat Edaran, Pedoman Kerja, petunjuk
Teknis.Peraturan peKebijakan termasuk dalam rumpu perundang-undangan semu. Laica
Marzuki mendefenisikan peraturan kebijakan dengan mengacu pada tiga komponen
peraturan kebijakan, yaitu : pertama, peraturan kebijakan dibuat oleh badan atau pejabat
tata usaha Negara. Kedua, isi peraturan kebijakan memuat aturan umum tersendiri.
Ketiga, badan atau pejabat tata usaha Negara yang membuat peraturan kebijakan tidak
memiliki kewenangan perundang-undangan.

BAB IV : LANDASAN PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Suatu peraturan perundang-undangan yang baik menurut Supardan Modoengdapat dilihat dari
beberapa segi :

1) Ketepatan
2) Kesesuaian
3) Aplikatif

Menurut Amiroeddin Syarif setidaknya ada 3 landasan perundang-undangn yaitu :

a) Landasan Filosofis
b) Landasan Sosiologis
c) Landasan Yuridis

BAB V : ASAS-ASAS PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Menurut J. H. A. Logemann, bahwa setiap peraturan hukum pada hakikatnya dipengaruhi


oleh 2 unsur penting, yakni :

1. Unsur riil, karena sifatnya yang konkrit, bersumber dari limgkungan tempat manusia
hidup
2. Unsur idiil, karena sifatnya yang abstrak, bersumber pada diri manusia itu sendiri yang
berupa akal/pikiran dan perasaan.

Kedua unsure tersebut dapat juga disebut sebagai asas-asas hukum. Menurut Chainur
Arrasjid dalam bukunya, asas adalah suatu alam pikiran atau ita-cita ideal yang
melatarbelakangi pembentukan norma hukum yang konkrit dan bersifat umum atau
abstrak. Adapun asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik
sebagaiimana tercantum dalam pasal 5 UU no 12 tahun 2011 tetang Pembentukan
peraturan Perundang-undangan, terdiri dari :

a) Kejelasan Tujuan
b) Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat
c) Kesesuaian antara jenis dan materi muatan
d) Dapat dilaksanakan
e) Kedayagunaan dan kehasil gunaan
f) Kejelasan rumusan, dan
g) Keterbukaan

BAB VI :FUNGSI DAN MATERI MUATAN PERATURAN PERUNDANG-


UNDANGAN

A. Fungsi Peraturan Perundang-Undangan


Secara Hierarki semua jenis peraturan perundang-undanganmemppunyai fungsi tertentu
secara khusus. Menurut Bagir Manan fungsi peraturan perundang-undangan dibagi
menjadi 2 kelompok utama, yaitu:
 Fungi Internal, yaitu fungsi pengaturan perundangan-undangan sebagai sub-
sistem hukum terhadap system kaidah hukum pada umumnya.
 Fungsi Ekternal, yaitu keterkaitan peraturan perundang-undangan dengan tempat
berlakunya. Fungsi ekternal ini bisa juga disebut hukum fungsi sosial hukum
B. Materi Muatan Peraturan Perundang-Undangan
Pasal 1 angka 13 Undang-Undang No 12 tahun 2011 tentang Peraturan Perundang-
Undangan memberikan pengertian materi muatan peraturan perundang-undangan adalah
materi yang dimuat dalam peraturan perundang-undnagann sesuai dengan jenis, fungsi
dan hierarki peraturan perundang-undangan. Pasal 10 ayat (1) menyatakan bahwa
“Materi muatan yang harus diatur dengan undang-undang berisi” :
a. Pengaturan lebih lanjutmengenai ketentuan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945
b. Perintah suatu undang-undang untuk diatur dengan undang –undang
c. Pengesahan perjanjian internasional tertentu
d. Tindak lanjut atas putusan mahkamah konstitusi dan/atau
e. Pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat.

BAB VII : ORGAN PEMBENTUK PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

A. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)


DPR mempunyai wewenang sebagai berikut :
 Membentuk undang-undang yang dibahas dengan Presiden untuk mendapat
persetujuan bersama
 Membahas rancangan undang-undnag yang diajukan oleh Presiden atau DPR
yang berkaitan dnegan otonomi daerah, hubungan pusat dengan daerah, dll.
B. Presiden
Kekuasaandibidang perundang-undangam yang terdiri dari :
 Kekuasaan membentuk undang-undang
 Kekuasaan membentukperaturan pemerintah
 Kekuasaan menetapkan peraturanpresiden
 Kewenangan menetapkan peraturan pemerintah penganti Undang-Undang
C. Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
Peran DPD dalam pembentukan undang-undang meliputi:
 Sebagai pengusul rancangan undang-undang di bidang-bidang tertentu
 Sebagai co-legislator dalam pembahasan rancangan undang-undang dibidang
tertentu, dan
 Sebagai pemberi pertimbangan kepada DPR atas rancangan undang-undang
tertentu
D. Kepala Daerah
E. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Fungsi pembentukan peraturan daerah dilaksanakan dengan cara :
 Membahas bersama Kepala Daerah ddan menyetujui atau tidak menyetujui
rancangan peraturan daerah
 Mengajukan usulan rancangan perda
 Menyusun program pembentukan perda bersama kepala daerah.
F. Pergeseran Fungsi Legislasi

BAB VIII : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN


PERUNDANG-UNDANGAN

A. Pemaknaan Partisipasi Masyarakat


Menurut kamus besar bahasa Indonesia partisipasi berarti ada peran serta atau
kekutsertaan. Partisipasi masyarakat dalam pembentukan undang-undang merupakan
salah satu bentuk keterlibatan masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
B. Urgensi Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
Partisipasi masyarakat dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan
menjadi penting karena, Pertama, menjaring pengetahuan, keahlian atau pengalaman
masyarakat sehingga peraturan perundang-undangan bener-benar memenuhi syarat
peraturan perundang-undangan yang baik. Kedua, menjamin peraturan perundang-
undangan sesuai dengan kenyataan yang hidup didalam masyarakat. Ketiga, memenuhi
rasa memiliki, rasa bertanggungjawabatas peraturan perundang-undangan tersebut.
C. Bentuk-Bentuk Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan
Terdapat 4 bentuk partisipasi masyarakat yang dapat dilakukan yaitu :
1) Partisipasi masyarakat dalam bentuk penelitian
2) Partisipasi masyarakat dalam bentuk perancangan terhadap suatu peraturan
perundang-undnagan
3) Partisipasi masyarakat dalam bentuk unjuk rasa
4) Partisipasi masyarakat dalam bentuk diskusi
D. Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan
Kaitannya dengan Hak Asasi Manusia
E. Menggagas Peraturan Perundang-Undangan yang Partisipatif

 KELEMAHAN BUKU
1. Buku ini kurang meberitahukan bagaiman proses perancangan undang-undang
secara jelas
2. Kurang menyertakan diagram, data, ataupun gambar untuk memperjelas
pernyataan
3. FootNote yang hampir menyatu dengan isi pembahasan
4. Buku ini hanya memberikan teori-teori yang hanya menyentuh bagian luarnya
saja dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Tidak mebahas secara
mendetail
 KELEBIHAN BUKU
1. Adanya indeks sehingga mempermudah pembaca jika ingin mengetahui sebuah
kata terdapat dihalam apa saja
2. Disertakannya Glosarium sehingga pembaca dapat memahami makna-makn kata
yang sulit
3. Buku ini membahas tentang bentuk perundang-undangan dari masa-kemasa
dengan jelas
4. Bahasa yang digunakan mudah dipahami, sehingga orang awam mampu mengerti
apa sbenarnya tujuan yang ingin dismapaikan si penulis
5. Penyampaian isi buku tersampaikankepada pembaca
PERBANDINGAN KEDUA BUKU
BUKU 1 BUKU 2
 Tidak adanya Glosarium, dan  Tidak membasa sistematika
Indeks tentang penulisan naskah
 Kesulitan memahami tujuan akademik serta materi
yang ingin disampaikan muatan
penulis ke pembaca karena  Tidak membuat Proses
kurangnya penjelasan pengajuan RUU serta
 Penulisan yang masih ada pengesahannya
KEKURANGAN tidak sesuai EYD  Penulisan FootNote yang
 Penulisan Foot Note yang hampir menyatu dengan isi
hampir sama dengan Isi pembahasn
pembahasan  Tidak adanya gambar,
 Tidak membahas tentang diagram, ataupun contoh
perundang-undangan yang data untuk mempermudah
penah berlaku di Indonesia pembaca
 Terdapat proses perancangan  Adaya glosarium serta
udang-undang baik dari Indeks
KELEBIHAN presiden sampai Kepala desa  Membahas jelas tentang
 Terdapat Sistematika perundang-undangan yang
Penulisan Naskah akademi & berlaku di Indonesia dari
materi muatan jaman ke jaman
 Banyak data yang  Mudah Dipahami Materinya
disampaikan  Terdapat pembahasn
 Adanya Contoh, sehingga dimana masyarakat itu
mempermudah pembaca memiliki peran di dalam
memahami bentuk pembentukan perundang-
perundang-undanga undangan sehingga
memberikan informasi yang
baik kepada pembaca awam

Вам также может понравиться