Вы находитесь на странице: 1из 23

Konsep Skripsi

PENGENDALIAN BIAYA PERSEDIAAN BAHAN BANGUNAN DENGAN METODE


ECONOMIC ORDER QUANTITY
Studi Kasus : Proyek Pembangunan Check Dam Tahap I di Perumahan Jaya Asri, Kelurahan
Entrop, Kota Jayapura.

Disusun Oleh
Renly Yohanis Rampi
110211056

KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS SAM RATULANGI
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN SIPIL
MANADO
2017
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Batasan Masalah
1.4 Tujuan Penelitian
1.5 Tujuan Penulisan
BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Persediaan


2.2 Manajemen Persediaan
2.3 Model Persediaan
2.4 Metode Pengendalian Persediaan
2.5 Biaya-Biaya Persediaan
2.6 Jumlah Pesanan Yang Ekonomis
2.7 Titik Pemesanan Ulang
2.8 Proses Produksi
BAB III METOLOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian
3.2 Metode Pelaksanaan Penelitian
3.3 Diagram Alir Penelitian
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pengadaan bahan bangunan pada suatu proyek konstruksi merupakan salah satu modal
kerja yang cukup penting, sebab sebagian besar modal usaha yang dikeluarkan oleh suatu
perusahaan adalah dari pengadaan bahan bangunan. Oleh karena itu dibutuhkan suatu manajemen
pengadaan sumber daya agar nantinya pelaksanaan proyek dapat berjalan dengan efektif, guna
menghindari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan yang menyebabkan terjadi kerugian yang
besar dari perusahaan.
Dalam tahap pelaksanaan suatu proyek konstruksi, tingkat pemakaian bahan bangunan
tidak selalu pasti atau cenderung berubah-ubah. Salah satu factor yang menyebabkannya adalah
tingkat kesulitan dalam setiap jenis pekerjaan yang dilakukan. Hal ini tentu saja akan
menyebabkan tingkat pemakaian dalam suatu periode perencanaan menjadi tidak tentu dan kapan
persediaan akan habis juga menjadi tidak bisa dipastikan sebelum.
Untuk itu dibutuhkan suatu model pengendalian persediaan untuk dapat mengestimasi
kapan kira-kira persediaan akan habis serta kapan kira-kira pesanan akan datang sehingga
kebutuhan akan bahan bangunan untuk pelaksanaan proyek ini dapat terpenuhi dengan biaya
persediaan seminimal mungkin.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, masalah pokok adalah ketidakteraturan dalam tingkat
pemakaian bahan bangunan yang mengakibatkan terganggunya kelancaran pekerjaan proyek
akibat kekurangan persediaan hingga proyek tidak selesai tepat waktu.
1.3 Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini digunakan batasan sebagai berikut :
1. Material yang ditinjau hanya khusus pada pekerjaan beton saja, antara lain : semen, pasir,
kerikil.
2. Diasusmsikan semua pekerjaan beton menggunakan Mutu Beton K-250
3. Penelitian menggunakan metode Economic Order Quantity (EOQ) dengan adanya Stock
Out, biaya yang dikendalikan yaitu : Biaya Pemesanan, Biaya Penyimpanan, dan Biaya
Kehabisan Persediaan.
1.4 Tujuan Penelitian
Menentukan biaya dari jumlah material yang harus di pesan sehingga dapat
meminimumkan biaya-biaya yang timbul dalam pengadaan persediaan material menggunakan
metode EOQ.
1.5 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut :
1. Memperoleh pengetahuan dan pemahaman tentang mekanisme pengadaan bahan
bangunan.
2. Mengetahui proses dan faktor-faktor yang mempengaruhi pengadaan bahan bangunan
dalam suatu proyek.
1.6 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah :
1. Studi Literatur
Studi Literatur dilakukan dengan memanfaatkan buku-buku referensi yang yang
berhubungan dengan materi penulisan.
2. Studi Lapangan
Studi Lapangan dilakukan dengan memanfaakan informasi awal berupa kondisi fisik lokasi
yang ditinjau. Termasuk didalamnya pengumpulan data-data primer dan sekunder.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Persediaan
Persediaan adalah barang atau bahan yang disediakan, yang masih harus diolah untuk
dijadikan produk jadi (bahan baku) atau merupakan bahan yang telah diolah menjadi suatu bentuk,
tetapi masih perlu diolah menjadi produk jadi (produk setengah jadi) atau berupa bahan yang telah
selesai diproses dalam pabrik dan siap dikirim untuk memenuhi permintaan pemakai (produk jadi),
yang disimpan atau diproses lebih lanjut.
Fungsi persediaan, apakah itu bahan baku, produk setengah jadi, ataupun produk jadi
meliputi beberapa kegiatan secara berurutan seperti pembelian, pengolahan, dan penyaluran
dimana kegiatan-kegiatan tersebut bisa independen atau berkaitan satu sama lain. Proses atau
pergerakan persediaan ini sering disebut pipa stok (pipeline stocks) yang sangat penting dimana
barang bergerak dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Sama halnya pada suatu proyek dimana
pengaturan jumlah bahan suatu proyek sangat diperlukan untuk menjamin ketersediaan bahan
dalam menunjang terselesainya pelaksanaan pekerjaan.
Persoalan persediaan (inventory problem) yang timbul ialah bagaimana caranya mengatur
persediaan sehingga setiap kali ada permintaan, dapat segera dilayani akan tetapi jumlah biaya
persediaan harus minimum atau sekecil mungkin. Maka diperlukan perencanaan persedian bahan
atau material dengan menggunakan suatu model yang disebut model persediaan. Model
persediaan adalah suatu teknik penyelesaiaan masalah persediaan untuk mengetahui jumlah
persediaan yang optimum dalam memenuhi kebutuhan/atau permintaan bahan pada suatu selang
waktu tertentu.
2.2 Manajemen Persediaan
Manajemen persediaan ialah suatu usaha untuk mengatur persediaan bahan, baik bahan
baku, produk setengah jadi maupun produk jadi yang disimpan dalam gudang atau suatu tempat
penyimpanan untuk menunggu proses selanjutnya, sehingga setiap kali ada permintaan dapat
segera dilayani dengan biaya yang sekecil-kecilnya.
Manajemen Persediaan meliputi 2 fungsi yang saling berhubungan, yaitu :
a. Perencanaan Persediaan, yang mencakup penentuan jenis bahan yang harus disediakan,
perkiraan jumlah kebutuhan bahan, dan pemilihan sumber bahan yang terbaik (harga bahan
murah, waktu tunggu singkat, kualitas terbaik, dan lain-lain).
b. Pengendalian Persediaan, yang mencakup kapan dan berapa kali pesanan dilakukan, berapa
banyak setiap kali dilakukan pemesanan barang atau bahan.
Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi Manajemen Persediaan :
- Kebutuhan Bahan dan Persediaan Penyangga
- Biaya Persediaan
- Kebijaksanaan Persediaan, dalam dua kondisi ekstrim : persediaan berlebih dan
persediaan terbatas.
2.3 Model Persediaan
Model persediaan diperlukan untuk membahas berbagai masalah yang timbul dalam hal
persediaan. Adapun sistematika kerja model persediaan adalah:
1. Membahas tentang biaya-biaya yang mempengaruhi persediaan.
2. Penentuan jumlah pesanan paling ekonomis berdasarkan biaya-biaya tersebut.
3. Membahas tentang waktu pemesanan kembali.
Seperti yang dijelaskan pada bab 2.2, manajemen persediaan bertujuan mengatasi masalah
persediaan dari kegiatan perencanaan persediaan dan pengendalian persediaan. Dalam kedua
kegiatan tersebut, untuk menyelesaikan masalah atau mengambil keputusan yang bijak dalam hal
persediaan digunakan model-model yang disebut model persediaan. Model-model persediaan yang
sekarang ini banyak digunakan adalah pengembangan dari model-model dasar yang sederhana.
Pengembangan model persediaan terutama dipengaruhi oleh masalah biaya, kapasitas tempat
penyimpanan, waktu datangnya pesanan, waktu penyimpanan yang diijinkan, dan karakteristik
kebutuhan.
Klasifikasi Model Persediaan
Model-model persediaan dapat dibedakan atas beberapa klasifikasi tergantung dasar
pengklasifikasiannya seperti klasifikasi berdasarkan pengulangan pemesanan, sumber pasokan
bahan, sifat kebutuhan, cara pemenuhan kebutuhan, dan lain-lain.
1. Klasifikasi berdasarkan pengulangan pemesanan
Berdasarkan pengulangan pemesanannya, terdiri dari :
a. Pemesanan satu kali (single order)
b. Pemesanan berulang (repeat order)
2. Klasifikasi berdasarkan sumber pasokan bahan
a. Bahan diperoleh dari pemasok (outside supply)
b. Bahan diperoleh dari pengolahan sendiri (inside supply)

3. Klasifikasi berdasarkan kebutuhan


a.(i). Kebutuhan konstan (constant demand) dimana kebutuhan akan bahan tetap sepanjang
waktu.
(ii). Kebutuhan variabel (variable demand) dimana kebutuhan bervariasi mengikuti pola
distribusi probabilitas seperti distribusi normal, poisson, binomial dan lain-lain.
b.(i). Kebutuhan bebas (independent demand) dimana tidak hada hubungan antara
kebutuhan satu jenis bahan dengan jenis bahan yang lain.
(ii). Kebutuhan tidak bebas (dependent demand) dimana kebutuhan satu jenis bahan
tergantung langsung dengan kebutuhan jenis bahan lainnya.
4. Klasifikasi berdasarkan kepastian kebutuhan
1. Kebutuhan yang bersifas pasti (deterministic demand) yang terbagi dalam dua model,
yaitu :
a. Model persediaan statis, yaitu model pemenuhan kebutuhan yang dilakukan dengan
jumlah yang tetap atau selang waktu yang tetap.
b. Model persediaan dinamis, yaitu model pemenuhan kebutuhan yang diakukan
dengan jumlah yang bervariasi.
2. Kebutuhan yang bersifat tidak pasti (probabilistic demand) yang terbagi dalam dua
model, yaitu :
a. Model persediaan probabilistik stasioner, yaitu model pemenuhan kebutuhan yang
fungsi probabilistik kebutuhannya sama dari waktu ke waktu.
b. Model persediaan probabilistik tak stasioner, yaitu model pemenuhan kebutuhan
yang fungsi probabilisik kebutuhannya berubah-ubah dari waktu ke waktu.
5. Permintaan berdasarkan waktu tunggu (lead time)
Berdasarkan waktu tunggu, model persediaan diklasifikasikan :
a. Waktu tunggu konstan
b. Waktu tunggu bervariasi

6. Klasifikasi berdasarkan pemesanan


a. Kontinyu (perpetual) : melakukan pemesanan pada waktu persediaan berada pada titik
pemesanan kembali. Pemesanan ini disebut juga pemesanan tunggal atau statis.
b. Berkala (periodic) : melakukan pemesanan pada titik waktu tertentu yang bukan pada
titik pemesanan kembali. Pemesanan ini juga disebut pemesanan berulang dan dinamis.

Walaupun jenis permintaan adalah faktor utama dalam perancangan model persediaan,
faktor-faktor berikut ini juga dapat mempengaruhi cara merumuskan model yang akan digunakan.

1. Tenggang waktu pengiriman (lag atau lead)


Ketika sebuah pesanan diajukan, apakah pesanan itu dapat dikirim dengan segera, atau
kemungkinan memerlukan beberapa waktu sebelum pengiriman dilakukan. Waktu antara
pengajuan pesanan dan penerimaannya disebut tenggang waktu pengiriman (lag atau lead).
Yang dapat bersifat deterministik atau probabilistik.
2. Pengisian waktu sediaan
Walaupun sebuah sistem persediaan dapat beroperasi dengan tenggang waktu pengiriman,
pengisian kembali persediaan dapat terjadi dengan segera atau dengan seragam. Pengisian
kembali yang seragam terjadi ketika sebuah produk di buat secara lokal dalam organisasi.
3. Horison waktu
Horison waktu mendefinisikan periode dimana tingkat persediaan dikendalikan. Horizon
ini dapat terbatas atau tidak terbatas, bergantung pada periode dimana permintaan dapat
diramalkan secara andal.
4. Jumlah tingkat penawaran
Sebuah sistem persediaan dapat terdiri dari beberapa titik pengisian persediaan (bukan
hanya satu). Dalam beberapa kasus, titik-titik pengisian persediaan ini diorganisasikan
sedemikian rupa sehingga satu titik bertindak sebagai titik penawaran untuk titik-titik
lainnya. Jenis operasi ini dapat berulang ditingkat yang berbeda sehingga satu titik
pengisian persdiaan dapat sekali lagi menjadi titik penawaran yang baru.
5. Jumlah barang
Sebuah system persediaan dapat melibatkan lebih dari satu jenis barang (komoditas). Kasus
ini menarik terutama jika terdapat sejenis interaksi tertentu di antara barang-barang yang
berbeda. Misalnya, barang-barang tersebut dapat bersaing memperebutkan tempat atau
modal yang terbatas.

2.4 Metode Pengendalian Persediaan


a. Metode Pengendalian Secara Statistik (Statistical Inventory Control)
1. Economic Order Quantity (EOQ)
Teknik ini didasarkan pada asumsi bahwa kebutuhan bersifat kontinu dengan pola
permintaan yang stabil. Tujuan model ini adalah untuk menentukan jumlah (Q) Setiap
kali pemesanan (EOQ) Sehingga meminimalkan biaya total persediaan..
2. Lot For Lot
Teknik LFL ini merupakan teknik lot sizing yang paling sederhana dan paling mudah
dipahami. Pemesanan dilakukan dengan pertimbangan minimasi ongkos simpan. Pada
teknik ini, pemenuhan kebutuhan bersih (Rt) dilaksanakan di setiap periode yang
membutuhkannya, sedangkan besar ukuran kuantitas pemesanannya (lot size) adalah
sama dengan jumlah kebutuhan bersih (Rt) yang harus dipenuhi pada periode yang
bersangkutan. Teknik ini biasanya digunakan untuk item-item yang mahal atau yang
tingkat diskontinuitas permintaannya tinggi.
3. Fixed Period Requirement (FPR)
Teknik ini menggunakan konsep interval pemesanan yang konstan, sedangkan ukuran
kuantitas pemesanannya (lot size) boleh bervariasi. Ukuran kuantitas pemesanan
tersebut merupakan penjumlahan kebutuhan (Rt) dari setiap periode yang tercakup
dalam interval pemesanan yang telah diterapkan. Penetapan interval pemesanannya
dilakukan secara sembarang atau intuitif. Pada teknik FPR ini, pemesanan dilaksanakan
pada periode berikutnya.
4. Algoritma Wagner dan Within
Algoritma Wagner dan Within memperoleh solusi maksimum dengan penyesuaian
masalah yang dinamis dan deterministik. Permintaan tiap periode dipenuhi agar dapat
menyelesaikan pesanan yang akan datang pada periode sebelumnya.

5. Fixed Order Quantity (FOQ)


Teknik FOQ menggunakan kuantitas pemesanan yang tetap yang berarti ukuran
kuantitas pemesanannya (lot size) adalah sama untuk setiap kali pemesanan. Ukuran
lot tersebut ditentukan secara sembarangan atau berdasarkan faktor-faktor
intuisi/empiris, misalnya menggunakan jumlah kebutuhan bersih (Rt) tertinggi sebagai
ukuran lotnya.
6. Period Order Quantity (POQ)
Teknik ini sama dengan FPR. Bedanya, pada teknik POQ, interval pemesanan
ditentukan dengan suatu perhitungan yang didasarkan pada logika EOQ klasik yang
telah dimodifikasi sehingga dapat digunakan pada permintaan yang berperiode waktu
diskrit. Kesulitan teknik ini terletak pada kemungkinan bahwa diskontinuitas
permintaan kebutuhan bersih (Rt) terdistribusi sedemikian rupa sehingga interval
pemesanan yang telah ditentukan sebelumnya menjadi tidak berlaku lagi. Kasus ini
dapat terjadi jika pada periode-periode yang bertepatan dengan saat pemesanan
besarnya kebutuhan bersih (Rt) adalah nol.
7. Least Unit Cost (LUC)
Teknik ini dan ketiga teknik berikutnya mempunyai kesamaan tertentu, yaitu ukuran
kuantitas pemesanan dan interval pemesanannya dapat bervariasi. Pada teknik LUC,
ukuran kuantitas pemesanan (lot size) ditentukan dengan cara coba-coba, yaitu dengan
jalan mempertanyakan apakah ukuran lot di suatu periode sebaiknya sama dengan
kebutuhan bersihnya atau bagaimana kalau ditambah dengan periode-periode
berikutnya. Keputusan ditentukan berdasarkan ongkos per unit (ongkos pengadaan per
unit + ongkos simpan per unit) terkecil dari setiap bakal ukuran lot yang akan dipilih.
8. Least Total Cost (LTC)
Teknik ini didasarkan pada pemikiran bahwa jumlah ongkos pengadaan dan ongkos
simpan (ongkos total) setiap ukuran pemesanan (lot size) yang ada pada suatu horizon
perencanaan dapat diminimalkan jika besar ongkos-ongkos tersebut sama atau hampir
sama. Sarana untuk mencapai tujuan tersebut adalah suatu faktor yang
disebut Economic Part Period (EPP). Pemilihan ukuran lot ditentukan dengan jalan
membandingkan ongkos part period yang ditimbulkan oleh setiap ukuran lot yang
akan dilaksanakan. Part period adalah suatu unit yang disimpan dalam persediaan
selama satu periode. EPP dapat didefinisikan sebagai kuantitas suatu item persediaan
yang bila disimpan dalam persediaan selama satu periode akan menghasilkan ongkos
pengadaan yang sama dengan ongkos simpan. EPP dihitung secara sederhana dengan
membagi ongkos pengadaan dengan ongkos simpan per unit per periode.
9. Part Period Balancing (PPB)
Teknik PBB ini menggunakan dasar logika yang sama dengan teknik LTC. Perhitungan
kuantitas pemesanannya juga sama. Perbedaannya terletak pada pengalokasian
pemesanan yang dilakukan dengan melihat kebutuhan bersih periode yang ada di depan
dan di belakang (look a head/look back) dari periode yang bersangkutan. Hal ini
dimaksudkan untuk mencegah penyimpanan item persediaan dalam jumlah yang
terlalu besar (cakupan periode yang terlalu panjang) dan menghindari kuantitas
pemesanan yang terlalu sedikit. Untuk mengatasi kecenderungan proses look a
head memperbesar ukuran lot, dilakukan pengujian tambahan, yaitu jika kebutuhan
bersih yang akan ditambahkan ke suatu lot menimbulkan ongkos yang lebih besar atau
sama dengan EPP proses penyesuaian, look a head dihentikan. Proses
penyesuaian look back dilakukan hanya jika tidak mungkin melakukan pencakupan
periode tambahan sepanjang horizon perencanaan atau proses penyesuaian look a
head dikatakan gagal. Pada dasarnya, proses penyesuaian look back ini berusaha untuk
mengurangi besar ukuran lot. Untuk memperlihatkan proses penyesuaian ini, dilakukan
sedikit perubahan pada data kebutuhan bersih yang telah dipakai sebelumnya.
b. Metode Perencanaan Kebutuhan Material (Material Requirement Planning)
Material Requirement Planning (MRP) dapat didefinisikan sebagai suatu teknik atau set
prosedut yang sistematis dalam penentuan kuantitas serta waktu dalam proses
pengendalian kebutuhan bahan terhadap komponen-komponen permintaan yang saling
bergantungan (Dependent Deman Items).
c. Metode Kanban (Just In Time)
Metode Just In Time merupakan tipe proses yang biasa disebut sebagai produksi masal
(mass production), atau disebut juga repetitive manufacturing. Pada metode ini, operasi
yang sama tau serupa diulang secara berkali-kali dengan tanpa berhentingan material-
material yang urut-urutan operasi tersebut.
Dalam tugas akhir ini dipakai metode Economic Order Quantity.

2.5 Biaya-Biaya Persediaan


Biaya persediaan atau inbentory cost adalah semua biaya yang dikeluarkan akibat adanya
persediaan. Biasa persediaan adalah gabungan dari 4 elemen, yaitu :
1. Biaya pembelian (purchasing cost)
Biaya pembelian dalah biaya yang harus dikeluarkan untuk setiap jumlah bahan yang
dibeli. Dalam pembelian bahan terdapat dua macam kemungkinan, yaitu :

1) Biaya per unit yang tetap


2) Biaya per unit yang berubah-ubah
Kemungkinan yang terakhir ini, dijumpai bila ada potongan harga untuk persediaan
dalam jumlah tertentu.
2. Biaya pemesanan (procurement cost)
Biaya pemesanan adalah biaya yang terkait langsung dengan kegiatan pemesanan pada
pihak luar (ordering cost) atau kegiatan pengelolahan dari perusahaan sendiri (set-up cost).
Besarnya biaya pemesanan pada umumnya tergantung pada besarnya frekuensi pemesanan
bahan, jadi tidak dipengaruhi bongkar muat bahan yang dipesan. Elemen-elemen dalam
pemesanan antara lain : penentuan pemasok, persiapan pembelian, telepon, pengiriman
bahan, pemeriksaan bahan pada saat di lokasi pekerjaan, dan pengangkutan.
Biaya pemesanan juga merupakan seluruh biaya yang terkait dalam proses pemesanan pada
pihak luar. Bila pemesanan dilakukan dalam jumlah sedikit, dapat menyebabkan frekeuensi
pemesanan menjadi naik, sehingga biaya pemesanan menjadi besar. Sebaliknya bila
dipesan dalam jumlah besar, biaya pemesanan pun menjadi kecil. Akan tetapi, biaya
penyimpanan akan menjadi besar.
3. Biaya penyimpanan
Biaya penyimpanan adalah biaya yang harus di keluarkan akibat adanya penyimpanan
bahan. Biaya penyimpanan ini yaitu yang diambil dari bunga Bank yang diinvestasikan
sesuai periode waktu dan akan menjadi besar apabila persediaan bahan berada dalam
jumlah yang besar. Akan tetapi jumlah persediaan yang besar ini dapat menjadikan biasa
pemesanan dan biaya kehabisan persediaan menjadi kecil. Begitu juga dengan biaya
pembelian, biaya ini akan menjadi kecil apabila ada potongan harga untuk pembelian
dalam jumlah yang besar.
Biaya penyimpanan berkaitan dengan :
a. Biaya gudang
Biaya ini dihitung per satuan unit bahan dan tergantung pada kepemilikan gudang.
b. Biaya kerusakan
Bahan yang disimpan dapat rusak atau susut. Hal ini dapat terjadi karena berat bahan
atau aktivitas yang terjadi saat pengangkutan.

c. Biaya asuransi
Asuransi dilakukan untuk mengantisipasi kejadian yang tidak diperhitungkan pada
bahan yang disimpan. Besarnya asuransi tergantung pada perjanjian serta jenis
bahannya.
d. Biaya penanganan bahan
Unuk bahan-bahan yang ditangani secara khusus, misalnya pada suhu tertentu.
e. Biaya administrasi
Biaya ini dikeluarkan untuk mengadministrasikan persediaan yang ada, baik pada saat
pemesanan, penerimaan bahan maupun penyimpanannya.
4. Biaya kehabisan persediaan (shortage / stock-outcost)
Biaya kehabisan persediaan adalah biaya yang timbul apabila tidak terdapat persediaan
untuk memenuhi kebutuhan yang ada.
Biaya ini dapat menyebabkan 2 kondisi, yaitu :
a. Pemesanan kembali (back order)
Jika terjadi kekurangan persediaan, maka kekurangan tersebut akan dipenuhi pada
periode berikutnya.
b. Kehilangan penjualan / keuntungan (lost sales)
Jika terjadi kekurangan persediaan, makan kekurangan tidak dapat dipenuhi pada
periode berikutnya. Tetapi dianggap sebagai kehilangan penjualan atau keuntungan.
Strategi persediaan yang optimal biasanya ditentukan dan didasarkan pada ke empat kategori biaya
tersebut. Oleh karena itu, untuk setiap situasi persediaan, biaya total persediaan dapat ditentukan
dari persamaan sebagai berikut :
Biaya pembelian xxx
Biaya pemesanan xxx
Biaya penyimpanan xxx
Biaya kehabisan persediaan xxx +
Biaya total persediaan = xxx
2.6 Jumlah Pesanan Yang Ekonomis
Suatu model yang membantu manajemen dalam masalah persediaan untuk pengambilan
keputusan tentang berapa jumlah yang harus dipesan dan kapan harus memesan agar dapat
membawa beban biaya yang minimum.
Bila diasumsikan permintaan adalah D per unit waktu, tingkat persediaan adalah y, K
adalah biaya pemesanan yang harus dikeluarkan setiap kali melakukan pemesanan, h adalah biaya
penyimpanan per periode dan ys adalah kemungkinan unit habis dalam satu periode, P adalah biaya
kehabisan persediaan per periode, dan ys2/2y adalah rata-rata kehabisan persediaan per periode,
maka total biaya persediaan adalah :
𝐷 𝑦−𝑦𝑠 𝑦𝑠 2
𝑇𝐼𝐶 = 𝐾 × 𝑦 × ×ℎ+ × 𝑃 ……………(pers.1.1)
2𝑦 2𝑦

2.7 Titik Pemesanan Ulang


Titik pemesanan ulang adalah titik/batas di mana kita harus memesan kembali atau
penentuan berapa banyak minimal tingkat persediaan yang harus dipertimbangkan sehingga tidak
terjadi kekurangan persediaan. Saat pemesanan ulang dapat dinyatakan dengan dua cara, yaitu :
 Dengan ukuran waktu
 Dengan ukuran unit persediaan
Yang mana dari kedua cara tersebut akan dipilih sesuai kebutuhan.
Bila dinyatakan dalam ukuran waktu, maka :
R=Y–L ……………………………………(pers.1.2)
Dimana, L = periode datangnya pesanan
Y = daur pemesanan ulang
Bila dinyatakan dalam unit persediaan, maka :
R = L . y/Y ……………………………………(pers.1.3)

2.8 Proses Produksi Beton


Yang dimaksud proses produksi adalah suatu cipta atau penambahan faedah bentuk, waktu
dan tempat atas faktor-faktor produksi antara lain faktor produksi alam, tenaga kerja, model dan
teknologi, sehingga akan bermanfaat bagi kebutuhan manusia. Produk yang akan dihasilkan oleh
kontraktor adalah beton yang dibuat dengan suatu teknologi dimana bisa dihasilkan dalam jumlah
besar dan dengan kualitas yang terjamin sesuai dengan mutu beton yang diminta.

2.8.1 Desain Campuran Beton (MIX DESIGN)


Proses pembuatan beton (mix design) merupakan hal yang penting. Dengan adanya mix
design dapat dihasilkan beton dengan persyaratan yang diinginkan.
Persyaratan mix design adalah :
1. Kuat tekan minimum yang cukup
2. Kemudahan pengerjaan diperlukan khususnya untuk pemadatan sesuai dengan peralatan
pemadatan yang tersedia.
3. Faktor air semen maksimum dan atau kandungan semen yang cukup untuk memberikan
ketahanan yang cukup sesuai dengan kondisi-kondisi lokasi pengerjaan.
4. Kandungan semen maksimum untuk menghindari penyusutan serta keretakan akibat siklus
temperatur dalam massa beton.
2.8.2 Perencanaan Produksi
Perencanaan merpakan suatu aspek penting dalam proses manajemen. Merupakan suatu
proses pemilihan informasi serta pembuatan asumsi-asumsi mengenai keadaan yang akan terjadi
nanti guna merumuskan berbagai kegiatan yang perlu dilakukan dalam rangka mencapai tujuan.
Perencanaan produksi merupakan acuan untuk kegiatan yang harus dilakukan pada proses
industrinya. Dengan adanya perencanaan yang baik maka tujuan berproduksi untuk menghasilkan
barang atau jasa tentu akan akan sesuai dengan kehendak konsumen baik dari segi jumlah, kualitas,
biaya, dan waktupun dapat dicapai, sehingga seluruh kegiatan dalam proses produksi dapat
dianalisa dan berbagai hal yang menghambat, ataupun menunjang kelancaran produksi dapat
diketahui dan dikontrol.
2.8.2.1 Perencanaan Bahan Baku
Perencanaan bahan baku meliputi pembelian, pemesanan bahan berdasarkan kuantitas
kebutuhan, dan kualaitas bahan yang diinginkan dimana merupakan bagian dari produksi. Untuk
tempat penyimpanan bahan haruslah tempat yang baik agar kualitas bahan tetap terjaga. Tempat
penyimpanan bahan tersebut disesuaikan dengan sifat dari masing-masing bahan.
Bahan baku yang diperlukan dalam proses produksi beton adalah : batu kali yang di olah
menjadi batu pecah, semen, air dan bahan-bahan tambahan (admixture). Penggunaan bahan-bahan
baku juga harus memenuhi syarat-syarat suatu campuran beton yang baik.
2.8.2.2 Perencanaan Peralatan
Lancar tidaknya suatu proses produksi ditentukan oleh perencanaan peralatan yang
digunakan selama proses produksi tersebut. Dalam hal ini perencanaan yang dilakukan adalah
perhitungan jenis dan jumlah peralatan yang digunakan, prosedur pengoperasian, dan usaha
pemeliharaan peralatan tersebut. Peralatan yang dipakai selama produksi beton proyek Check Dam
ini adalah sebagai berikut :
1. Peralatan Penakar (batching plant)
Untuk menakar banyaknya bahan adukan beton sebelum dituangkan kedalam mixer.
2. Peralatan Pemecah Batu (crusher plant)
Alat mekanik pengolah batu kali menjadi batu pecah dengan berbagai ukuran.
3. Loader
Pengangkut material pada batcher, memindahan material dari ke lokasi-lokasi tertentu.
4. Peralatan Pencampur (concrete mixer equipment)
Dapat berupa peralatan yang menyatu dengan batcher yang dikenal dengan central mix, truck-
mixer atau mixer yang dapat di operasikan di lokasi proyek.
5. Peralatan Pengangkut Beton
Alat ini terdiri dari berbagai macam yaitu : concrete-dump-truck, truck-agigator, silo.
6. Peralatan Pengangkut Bahan Baku
Pengangkut bahan dari tempat penyimpanan ke tempat produksi, atau mengatur penempatan
bahan. Alat ini dapat berupa loader, mobil crane, ataupun dump truck.
2.8.2.3 Perencanaan Sumber Daya Manusia
Salah satu sumber penting dalam mengolah suatu perusahaan adalah sumber daya manusia.
Sumber daya manusia memegang peranan penting. Mulai dari perumusan tujuan perusahaan,
sampai perumusan strategi pelaksanaan. Oleh karena itu, perusahaan harus menentukan kebijakan
fungsional dalam bidang personalia dan hubungannya dengan industry. Perencanaan sumber daya
manusia pada produksi ini adalah perencanaan sumber yang mendukung proses produksi.
Adapun jenis tenaga yang dibutuhkan dalam proses produksi adalah :
 Operator
Operator diperlukan untuk mengoperasikan seluruh system peralatan pada industry.
Operator bertanggung jawab menjalankan peralatan agar bekerja dan berproduksi sesuai
dengan yang diinginkan. Dalam perencanaan perlu penyeleksian secara benar untuk bagi
orang yang akan menjadi operator, sehingga diperoleh operator yang cakap, teliti, hati-hati
dan bertanggungjawab.
 Asisten Operator
Orang yang bertugas membantu pekerjaan operator.
 Pengawas Lapangan
Bertugas mengontrol semua prosedur pekerjaan yang dilaksanakan. Pengawas lapangan ini
terdiri dari pengawas di lokasi produksi dan di lokasi pengecoran beton.
 Tenaga laboratorium
Bertugas memeriksa bahan-bahan yang digunakan pada pelaksanaan proyek dan
menentukan apakah bahan tersebut bisa digunakan atau tidak melalui uji di laboratorium.
 Tenaga Administrasi
Bertugas mendata persediaan bahan di gudang, mendata inventaris peralatan untuk
produksi, juga semua urusan administrasi di bagian produksi.
2.8.3 Proses Produksi
Proses produksi merupakan aktifitas lanjutan dari perencanaan produksi, yang akan
mewujudkan tujuan dari perusahaan. Proses produksi dari proyek Check Dam ini mengikuti
metode dan alur pengerjaan yang sesuatu dengan sistem yang dianut oleh perusahaan yang
mengacu pada ‘Mix Design’
2.8.3.1 Sistem Produksi
Sistem yang diterapkan kontraktor merupakan system pencampuran kering yang diaduk
dalam truck-mixer. Dimana beton dicampur dalam keadaan kering, kemudian diangkut ke lokasi.
Pengadukan dilakukan pada truck-mixer, selanjutnya truck tersebut pada saat pengangkutan
berubah fungsi menjadi agigator. Dengan demikian tidak diperlukan mesin pengaduk sentral, yang
ada hanyalahs sebuah penakar material (batching plant).
2.8.3.2 Siklus Produksi
Siklus produksi beton dari proyek ini sangat sederhana, yaitu sesuai dengan system yang
digunakan. Siklus produksi mulai dari persiapan bahan baku, dalam hal ini pasir, batu pecah,
semen, air, dan bahan tambahan, juga persiapan peralatan yang akan dipakai. Kemudian penakaran
untuk masing-masing bahan sesuai dengan desain yang diinginkan. Setelah proses penakaran
selesai, bahan tersebut dicampur dalam truck mixer dengan pencampuran mengikuti aturan yang
sudah ditentukan. Pengadukan selesai bila pengontrolan adukan beton secara visual dinyatakan
baik. Selanjutnya beton di angkut ke tempat pengecoran.

2.8.4 Persiapan Bahan


2.8.4.1 Persiapan Material
1. Agregat
Agregat yang digunakan adalah pasir alami dan batu pecah serta batu kali dengan ukuran sisi
maksimun 20cm. Persiapan ini meliputi kontrol kualitas, dimana bahan yang diambil diperiksa
terlebih dahulu kekerasannya, gradasi, kandungan lumpur dan lain-lainnya yang menjadi
spesifikasi bahan yang diijinkan, juga ketersediaan bahan untuk produksi. Bahan yang diambil ini
disimpan pada tempat yang berdekatan dengan mesin crusher dan batcher guna membantu
kelancaran produksi.
2. Semen
Semen yang dipakai adalah semen Type I Tonasa ASTM C 150 yang dipesan per sak. Karena sifat
semen sangat mudah mengeras bila bereaksi dengan air, makan penyimpanannya harus pada
tempat yang kering dan gelap. Karena semen akan lebih baik mutunya. Pada proyek ini tempat
penyimpanan semen adalah gudang yang terletak berdekatan dengan batching plant.
3. Air
Selain untuk proses hidrasi pada campuran beton, air juga digunakan untuk perawatan beton yang
telah dicor. Untuk itu, air yang digunakan terlebih dahulu harus diperiksa kandungan kimianya apa
bila terdapat zat yang tidak diijinkan ada dalam pembuatan beton. Kandungan kimia ini seperti :
minyak, asam, garam, dan bahan-bahan organik yang dapat merusak beton atau baja tulangan. Air
yang digunakan pada proyek ini dipakai dari Perusahaan Air Minum. Air ini sebelumnya diperiksa
di laboratorium.
2.8.4.2 Persiapan Peralatan
1. Crusher
Sebelum proses pembuatan batu pecah dilakukan, harus dipastikan terlebih dahulu keadaan mesin,
jow crusher (pemecah batu), dan belt conveyer-nya harus berada dalam keadaan baik dan siap
dijalankan, juga saringan yang digunakan harus dipersiapkan dengan baik, agar proses pembuatan
batu pecah dapat berjalan lancer.
2. Batcher
Metode yang digunakan dalam pembuatan beton ini adalah dengan menggunakan penakaran berat
(sesuai dengan SNI 03 – 2847 – 2002). Keakuratan penimbangan bahan campuran akan sangat
menentukan keberhasilan kualitas beton yang diproduksi.
3. Mixer
Mixer yang akan digunakan harus dibersihkan dari kotoran maupun sisa pengadukan beton
sebelumnya. Juga diperiksa apakah alat tersebut berfungsi dengan baik.
4. Truk Pengangkut
Truk yang berfungsi sebagai pengangkut dan agigator (pengaduk) haruslah berjalan dengan baik,
sehingga tidak muncul kemungkinan kendaraan mogok di perjalanan. Hal ini untuk menghindari
kerusakan beton, dimana sangat bergantung pada waktu pengikatannya, sehingga pengecoran
beton dapat dilakukan tepat waktu dan proses pengecorannya berjalan lancer.
2.8.4.3 Penakaran Material (Batching)
Untuk pembuatan beton yang berkualitas sedang dan tinggi (f’c = 20MPa), SNI 03 – 2847 – 2002
mensyaratkan bahwa, proporsi campuran beton harus dilakukan dengan penakaran berat (weight
batching). Ada dua cara proses penakaran yang bisa dilakukan, bergantung pada peralatan yang
dipakai. Yaitu sebagai berikut :
1. Single Material Batcher
Merupakan cara paling sederhana. Untuk mengisi batcher dengan jumlah tertentu operator
membuka gate yang terdapat dibagian bawah batcher dengan bukaan yang sesuai. Jika gate ini
dioperasikan secara manual maka operator harus memperhatikan skala bukaan dengan hati-hati
untuk menghindari terlalu banyaknya material yang keluar dari batcher. Untuk batcher gate yang
dioperasikan secara otomatis, maka operator akan lebih mudah, tinggal menekan tombol untuk
membuka gate, dan jika material yang dikehendaki telah dirasa cukup, maka secara otomatis gate
akan menutup. Masing-masing material akan menempati satu batcher yang tersedeia, jadi harus
disediakan minimal tiga buah batcher. Keuntungan dari penggunaan batcher ini adalah masing-
masing material diukur dan ditimbang sendiri.
2. Multiple atau Cumulative Batcher
Pada multiple batcher, jumlah agregat material beton yang berbeda terlebih dahulu ditimbang,
dimasukan dari atas. Semen dan air yang diukur terpisah juga dimasukkan (pengukuran air
dilakukan dalam volume). Agregat pertama ditimbang selanjutnya agregat kedua, sehingga berat
sekarang adalah berat pertama dan kedua. Dan seterusnya dilakukan penambahan seperti itu
hingga dicapai proporsi beton yang diinginkan.
Proses penakaran campuran beton yang digunakan oleh kontraktor adalah dengan menggunakan
multiple batcher.
2.8.4.4 Pengadukan Campuran Beton (Mixing)
Pengadukan beton dilakukan dalam mixer, sekaligus sebagai pengangkut dan agigator. Kapasitas
pengadukan ini maksimum adalah 5m3 - 6m3 beton untuk tiap mixer. Bahan baku yang telah
ditimbang dalam batcher dicampurkan dengan cara sebagai berikut :
Agregat diangkut melalui belt conveyer masuk kedalam mixer, berbarengan dengan semen dengan
takaran sepertiga jumlah material yang direncanakan, setelah itu air dimasukan dengan volume
sepertiga dari desain yang telah ditetapkan. Setelah sepertiga yang pertama tercampur rata
dilanjutkan dengan sepertiga yang kedua lalu sepertiga yang ketiga sampai mencapai volume yang
ditentukan. Selama proses pemasukan material, mixer harus tetap bekerja hingga pengawas
pengadukan menyatakan campuran telah siap diangkut.
2.8.4.5 Pengangkutan
Pada pengagkutan campuran beton dari batching plant ke lokasi proyek, harus diperhatikan sifat-
sifat dari beton segar. Dalam hal ini pengangkutan beton dibatasi oleh faktor yang dapat
mempengaruhi pada produksi beton. Faktor-faktor tersebut adalah keterlambatan dalam
pengangkutan, mengeringnya beton dan pemadatan. Pengangkutan beton dilakukan dengan truk
jenis agigator. Truk jenis ini berfungsi untuk mengurangi terjadinya pemadatan beton serta
terpeliharanya keseragaman beton saat dituangkan ke dalam pengecoran.
2.8.5 Pengawasan Produksi
Pada saat berlangsungnya suatu proses produksi perlu untuk diawasi karena keberhasilan suatu
perencanaan tanpa adanya pengawasan sulit untuk dicapai. Pengawasan ini bertujuan agar pada
proses produksi dapat dihasilkan produk yang diinginkan, hingga disaat yang tepat penggunaan
metode menjadi lebih efisian dan efektif. Pengawasan produksi akan mengatur fase-fase dalam
suatu produksi, yaitu :
1. Routing
Merupakan suatu penentuan urutan yang harus dilalui oleh kesatuan kerja dalam proses produksi,
mulai dari bahan mentah hingga barang jadi.
2. Scheduling
Merupakan suatu kegiatan untuk membuat jadwal waktu produksi secara keseluruhan. Tujuan
Scheduling adalah mengawasi waktu tahap demi tahap proses produksi dalam urutan yang telah
ditentukan dari awal sampai akhir.
3. Dispatching
Merupakan suatu proses pemberian perintah untuk melaksanakan kerja rutin yang telah
direncanakan. Perintah ini dikeluarkan bagi pelaksanaan tugas dengan mengeluarkan ijin
penyiapan bahan dan alat, formulir-formulir, dan hal lain yang dibutuhkan.
4. Follow Up
Merupakan suatu usaha agar tidak ada penundaan pekerjaan juga untuk mengkoordinir schedule
(operating schedule).
Kegiatan pengawasan produksi ini berupa pemerksaan terhadap setiap langkah dalam
proses. Pemeriksaannya dengan membandingkan hasil dengan standar yang telah ditentukan.
Standar tersebut berupa sifat produksi, kekuatan dan ketahanan.
Kegiatan pengontrolan kualitas dilakukan sejak bahan baku datang hingga bahan baku jadi
dan tiba ditangan konsumen. Hal tersebut dilakukan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan yang awalnya telah diketahui. Sehingga kerugian selanjutnya dapat dihindari.
Pengontrolan kualitas ini meliputi pemeriksaan terhadap peralatan, serta pekerjaan operatornya.
Demikian sehingga kekurangan dari produksi tersebut dapat diketahui sumbernya, dan dengan
cepat dapat diambil tindakan untuk mencegah hal tersebut terulang.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Proyek Pembangunan Check Dam (Bendungan Pengendali Sedimen) Tahap I di
Perumahan Jaya Asri, Kelurahan Entrop, Kota Jayapura.
2. Waktu Penelitian
Pelaksanaan penelitian di lakukan pada November 2017

3.2 Metode Pelaksanaan Penelitian


1. Studi Literatur, yaitu mencari bahan pustaka yang berkaitan dengan judul yang
menunjang penulisan.
2. Persiapan, menentukan data-data yang akan diperlukan dalam penulisan.
3. Pengumpulan data, yang terdiri dari :
- Data Primer
Data yang diperoleh langsung dari pengamatan di lapangan dan wawancara.
- Data Sekunder
- Data yang diperoleh dari pelaksana proyek konstruksi yang dalam hal ini adalah
kontraktor. Data sekunder biasanya berupa : jadwal proyek, analisa harga
satuan, RAB, dll. Data sekunder juga bisa berupa data yang di dapat dari
literature seperti buku, internet dan sejenisnya yang dianggap relevan dengan
topik penelitian.
4. Analisis data dengan Metode EOQ.
5. Kesimpulan dan Saran.
6. Selesai
3.3 Bagan Alir
BAGAN ALIR

MULAI

STUDI PUSTAKA

PENGUMPULAN DATA

DATA SEKUNDER
DATA PRIMER
- JADWAL PELAKSANAAN
1. OBSERVASI LAPANGAN
PROYEK
2. WAWANCARA LANGSUNG
- RAB
- ANALISIS HARGA SATUAN

PENGOLAHAN DATA DENGAN EOQ

KESIMPULAN DAN SARAN

SELESAI
DAFTAR PUSTAKA
Lock, Dennis, 1994, Manajemen, Edisi ketiga, Erlangga, Jakarta.
Pasue, Frets, 2006, Manajemen Pengadaan Sumber Daya Pada Proyek Pembangunan Prasarana
Dirjen Perbendaharaan Negara Wilayah XXVI Propinsi Gorontalo, Skripsi, Jurusan Sipil,
Fakultas Teknik, Universitas Sam Ratulangi, Manado.
Manik, Brameld, Edi, 2010, Analisa Metode Pengendalian Persediaan Pada Proyek
Pembangunan Ciputra World Mall, Skripsi, Institut Teknologi Sepuluh November, Surabaya.
Taha Hamdy A., 1995, Operation Research, Fifth Edition, McMilan Publishing CO. Inc, New
York.
Lumeno, Susanne, Shirly, 1999, Pengendalian Persediaan Bahan Dengan Model EOQ, Skripsi,
Jurusan Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sam Ratulangi, Manado.
Rangkuti, Freddy, Manajemen Persediaan, PT. Raja Grafindo Prasada, Jakarta, 2004

Вам также может понравиться