Вы находитесь на странице: 1из 38

PELATIHAN

OPERATOR LANTAI BOR ( OLB )


PROGRAM APARATUR ( MASYARAKAT )

DRILLING FLUIDS

OLEH :
TIM

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA


BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
PUSAT PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA MINYAK DAN GAS BUMI
( PPSDM MIGAS )
Jl. Sorogo No. 1 Cepu 58315, Kab Blora – Jawa Tengah Telp. (0296) 421888 (Hunting) Fax (0296) 421891

2016
BASIC DRILLING DURASI : JP
DRILLING FLUIDS
REVISI : 4

BOR DF 01 003 Halaman: 1

DAFTAR ISI

Halaman

I. PENDAHULUAN 2
II. KOMPOSISI LUMPUR PENGEBORAN 9
III. SIFAT-SIFAT LUMPUR PENGEBORAN 13
IV. JENIS-JENIS LUMPUR PENGEBORAN 27
BASIC DRILLING DURASI : JP
DRILLING FLUIDS
REVISI : 4

BOR DF 01 003 Halaman: 2

I. PENDAHULUAN
Lumpur pengeboran merupakan faktor yang penting dalam
pengeboran. Pada mulanya orang hanya menggunakan air saja untuk
mengangkat cutting dan dengan kamajuan zaman lumpur mulai
digunakan. Pada perkembangannya untuk memperbaiki sifat-sifat lumpur,
zat-zat kimia mulai ditambahkan dan akhirnya udara dan gas juga
digunakan untuk pengeboran walaupun lumpur tetap dipertahankan.

1.1. Fungsi Lumpur Pengeboran

Lumpur pengeboran pada mulanya hanya berfungsi sebagai


pembawa serbuk bor (cutting) dari dasar lubang bor ke permukaan.
Lumpur pengeboran mempunyai fungsi penting dalam operasi
pengeboran, antara lain :

 Mengangkat cutting ke permukaan.

Gambar 1.1. Sistem Sirkulasi


BASIC DRILLING DURASI : JP
DRILLING FLUIDS
REVISI : 4

BOR DF 01 003 Halaman: 3

Lumpur pemboran disirkulasikan dari permukaan ke dasar lubang melalui


bagian dalam rangkaian pemboran, Dari kembali ke permukaan melalui
annulus rangkaian pemboran dengan dinding lubang sambil membawa
cuttings ke permukaan. Di permukaan cutting dan partikel-partikel lainnya
disaring oleh solid control equipment dan lumpur masuk kembali ke
dalam tangki lumpur. Bila cuttings tidak terangkat dari bawah bit dengan
baik, bit akan membor cutting kembali, dan akan memperlambat laju
pemboran. Bila Cuttings tidak terangkat dengan sempurna , dan cuttings
akan menumpuk di sekeliling rangkaian pemboran. Kondisi ini dapat
menyebabkan rangkaian pemboran terjepit
Mengangkat cutting kepermukaan tergantung dari :

a. Kecepatan fluida di annulus. Umumya kecepatan 100-200 rpm


telah cukup (kadang-kadang perlu 200 rpm tetapi jarang
digunakan).
b. Kapasitas untuk menahan fluida yang merupakan fungsi dari
densitas, aliran (laminer atau turbulen), dan viscositas.
 Mengontrol tekanan formasi.
Tekanan fluida formasi umumnya sekitar 0.433 psi/ft sampai 0.465
psi/ft kedalaman. Pada tekanan yang normal, air dan padatan
pengeboran telah cukup untuk menahan tekanan formasi ini.

Untuk tekanan yang lebih kecil dari normal (subnormal), density


lumpur harus diperkecil agar lumpur tak masuk atau hilang ke formasi.
Sebaliknya untuk tekanan yang lebih besar dari normal (lebih dari
0,433 psi/ft atau lebih dari 0.465 psi/ft, abnormal pressure), Maka
kadang-kadang barite perlu ditambahkan untuk memperberat lumpur.

Tekanan yang diakibatkan oleh kolom lumpur pada kedalaman D ft


dapat dihitung dengan rumus :
BASIC DRILLING DURASI : JP
DRILLING FLUIDS
REVISI : 4

BOR DF 01 003 Halaman: 4

Dalam keadaan statik :

Ph = 0.052 MW D ………………………………(1-1)
keterangan :

Ph = tekanan hidrostatik lumpur, psi

MW = densitas lumpur, ppg.

D = kedalaman, ft

Tekanan hidrostatik lumpur harus lebih besar dari tekanan formasi,


untuk mencegah terjadi well kick. Well kick adalah peristiwa masuknya
fluida formasi ke dalam lubang sumur. Terlambat mengendalikan well kick,
fluida formasi akan menyembur ke permukaan. Peristiwa ini disebut
dengan blowout.

 Mendinginkan dan melumasi bit dan drill string.


Panas dapat timbul karena gesekan bit dan drill string yang kontak
dengan formasi. Konduksi formasi umumnya kecil, sehingga sukar
menghilangkan panas ini. Tetapi umumnya dengan adanya aliran
lumpur volume atau specific heat lumpur sudah cukup untuk
mendinginkan sistem dan melumasi.

 Memberi dinding pada lubang bor dengan mud cake.


Lumpur akan membuat mud cake atau lapisan zat padat tipis
dipermukaan formasi yang permeable (lolos air). Pembentukan mud
cake ini akan menyebabkan tertahannya aliran fluida masuk ke formasi
(Adanya aliran yang masuk yaitu cairan plus padatan menyebabkan
padatan tertinggal/tersaring). Cairan yang masuk ke formasi disebut
filtrat.

Mud cake dikehendaki yang tipis karena dengan demikian lubang


bor tidak terlalu sempit dan cairan tidak banyak yang hilang. Sifat wall
building ini dapat diperbaiki dengan penambahan :
BASIC DRILLING DURASI : JP
DRILLING FLUIDS
REVISI : 4

BOR DF 01 003 Halaman: 5

a. Sifat koloid drilling mud dengan bentonite.


b. Memberi zat kimia untuk memperbaiki distribusi zat padat dalam
lumpur, misalnya Starch, CMC dan cypan, dimana mengurangi filter
loss dan memperbaiki mud cake.
 Menahan cutting saat sirkulasi dihentikan.
Saat sirkulasi lumpur dihentikan, lumpur harus dapat menahan
cuttings dan material pemberat lumpur supaya tidak turun. Bila tidak,
cuttings dan material pemberat lumpur akan turun menuju dasar
lubang, dan akan menumpuk disekeliling rangkaian pemboran. Kondisi
ini dapat menyebabkan rangkaian pemboran terjepit.

 Mengurang sebagian berat rangkaian pipa bor


Apabila suatu benda dimasukkan ke dalam suatu cairan, beratnya akan
berkurang sebesar berat cairan yang dipisahkannya.

Berat cairan yang dipisahkan adalah :

Wc = Vol c x BJ c ……………………………………………(1-2)

Keterangan

Wc : Berat cairan yang dipisahkan

Volc : Volume cairan yang dipisahkan

BJc : Berat jenis cairan yang dipisahkan

Volume cairan yang dipisahkan adalah :

Vol c = Vol b ……………………………………………………. (1-3)

Keterangan

Volc : Volume cairan yang dipisahkan

Vol b : Volume benda yang berada dalam cairan


BASIC DRILLING DURASI : JP
DRILLING FLUIDS
REVISI : 4

BOR DF 01 003 Halaman: 6

Volume benda yang berada dalam cairan adalah :

………………………………………..…..(1-4)

Keterangan :

Vol b : Volume benda yang berada dalam cairan

Wb : Berat benda yang berada dalam cairan

BJ b : Berat jenis benda yang berada dalam cairan

Berat rangkaian pemboran di dalam lumpur adalah :

) …………………………………………..(1-5)

Keterangan :

Wm : Berat rangkaian pemboran di dalam lumpur

W : Berat rangkaian pemboran di udara

Bj m : Berat jenis lumpur pemboran

Bj : Berat jenis rangkaian pemboran

Rangkaian pemboran (pipa pemboran) terbuat dari besi baja, Berat jenis
besi baja adalah 65.5 ppg, sehingga,

Wm = W . Bf ......................................................................(1-6)

Keterangan :

Wm : Berat rangkaian dalam lumpur,lbs


BASIC DRILLING DURASI : JP
DRILLING FLUIDS
REVISI : 4

BOR DF 01 003 Halaman: 7

W : Berat rangkaian di udara, lbs

BF : Faktor apung (Bouyancy factor)

BF = (65.5 – Mud Weigth dalam ppg : 65.5)

Contoh Soal:

Rangkaian pemboran terdiri dari

Drill pipe G105 = 4” OD, 11.85 lb/ft, 4000 ft.

Drill collar = 6” OD, 2,5” ID 79 lb/ft, 400 ft.

Berat jenis lumpur = 9,2 ppg.

Berapakah :

a. Bouyancy factor ?
b. Berat rangkaian dalam lumpur ?

 Melepas cutting dan pasir dipermukaan.


Kemampuan lumpur untuk menahan cutting selama sirkulasi
dihentikan terutama tergantung pada gel strength. Dengan cairan
menjadi gel, tekanan terhadap tekanan ke bawah dapat dipertinggi.
Cutting perlu ditahan agar tidak turun kebawah, karena bila
mengendap dapat mengakibatkan akumulasi cutting dan pipa akan
terjepit (pipe sticking). Selain itu ini akan memperberat rotasi
permulaan dan juga memperberat kerja pompa untuk memulai sirkulasi
kembali. Tetapi gel yang terlalu besar akan berakibat buruk juga
karena akan menahan pembuangan cutting dipermukaan (selain
pasir). Dengan penggunaan alat-alat seperti desander atau shale
shaker dapat membantu pengambilan cutting/pasir dipermukaan. Patut
BASIC DRILLING DURASI : JP
DRILLING FLUIDS
REVISI : 4

BOR DF 01 003 Halaman: 8

ditambahkan, bahwa pasir harus dibuang dari aliran lumpur, karena


sifatnya yang sangat abrasive (mengikis) pada pompa, fitting
(sambungan-sambungan) dari bit.

 Mendapatkan informasi (mud logging, sample log).


Dalam pengeboran, lumpur kadang-kadang dianalisa untuk diketahui
mengandung hidrokarbon atau tidak (mud log). Selain itu dilakukan
juga sample log, yaitu analisa daripada cutting yang naik ke
permukaan, untuk menentukan jenis formasi yang dibor.

 Sebagai media logging.


Pada penentuan adanya zona minyak atau gas serta zona air dan juga
untuk korelasi dan maksud-maksud tertentu, dilakukan logging
(dimasukkan sejenis alat seperti alat listrik atau gamma ray/neutron)
seperti electric logging yang memerlukan media arus listrik dilubang
bor.
BASIC DRILLING DURASI : JP
DRILLING FLUIDS
REVISI : 4

BOR DF 01 003 Halaman: 9

II. KOMPOSISI LUMPUR PENGEBORAN


Secara umum lumpur pengeboran dapat dibagi menjadi empat fasa atau
komponen, yaitu :

 Fasa cair (air atau minyak).

 Fasa padat (solids) : Reactive solids dan Inert solids.

 Fasa Kimia (Additive).

2.1. Komponen Zat/Fasa Cair (air atau minyak)

Fasa cair yang digunakan berupa minyak dan air. Air dapat pula dibagi
dua air tawar dan air asin. Sebagian besar atau hampir 75 % lumpur
pengeboran menggunakan air. Sedangkan air asin dibagi lagi menjadi
air asin jenuh dan air asin tak jenuh. Istilah oil-base digunakan bila
minyaknya lebih dari 95 %. Invert emultion mempunyai komposisi
minyak 50-70% (sebagai fasa continue) dan air 30-50% (sebagai fasa
discontinue).

2.2. Komponen Fasa Padat (solids)

2.2.1. Reactive solids

Reactive solids yaitu : padatan yang bereaksi dengan air


membentuk koloid (clay). Padatan ini bereaksi dengan sekelilingnya untuk
membentuk koloidal. Dalam hal ini clay air tawar seperti bentonite
mengabsorpsi air tawar dan membentuk lumpur. Istilah “yield” digunakan
untuk menyatakan jumlah barrel lumpur yang dapat dihasilkan dari satu
ton clay agar viscositas lumpurnya 15 cp.
BASIC DRILLING DURASI : JP
DRILLING FLUIDS
REVISI : 4

BOR DF 01 003 Halaman: 10

Untuk bentonite yieldnya kira-kira 100 bbl/ton. Dalam hal ini


bentonite mengabsorpsi air tawar pada permukaan partikel-partikelnya,
hingga kenaikan volumenya sampai 10 kali atau lebih, yang disebut
“swelling” atau “hidrasi.

Untuk salt water clay (attapulgite), swelling akan terjadi baik di air
tawar atau di air asin dan karena dipakai untuk pengeboran dengan “salt
water muds”. Baik bentonite atau attapulgite akan memberikan kenaikkan
viscositas pada lumpur. Untuk oil base mud, viscositas dinaikkan dengan
penaikkan kadar air dan penggunaan asphalt.

2.2.2. Inert solids

Inert solids atau padatan yang tidak bereaksi dengan lumpur dapat
berupa barite (BaSO4) ataupun galena atau biji besi yang digunakan untuk
menaikkan densitas. Inert solids ini dapat juga berasal dari formasi-
formasi yang dibor dan terbawa lumpur seperti chert, sand atau clay-clay
non swelling, dan padatan-padatan seperti bukan disengaja untuk
menaikkan densitas lumpur dan perlu dibuang secepat mungkin karena
dapat menyebabkan abrasi dan kerusakan pada pompa, dll.

2.3. Fasa Kimia (Additive)

Fasa atau zat kimia merupakan bagian dari sistem yang digunakan
untuk mengontrol sifat-sifat lumpur, misalnya dalam dispersi
(menyebarkan partikel-partikel clay) atau flocullasi (pengumpulan partikel-
partikel clay). Efeknya terutama tertuju pada peng”koloid”an clay yang
bersangkutan. Banyak sekali zat kimia yang digunakan untuk menurunkan
viscositas, mengurangi water loss, dan mengontrol fasa koloid (disebut
surface active agent).
BASIC DRILLING DURASI : JP
DRILLING FLUIDS
REVISI : 4

BOR DF 01 003 Halaman: 11

Zat-zat kimia yang mendisperse (dengan ini disebut thinner =


menurunkan viscositas, mengencerkan) misalnya :

 Quobracho (dispersant)
 Phospate
 SodiumTannate (kombinasi caustic soda dan tannium)
 Lignosulfonate (bermacam-macam kayu pulp)
 Lignites
 Surfactant (surface active agent)
Sedangkan zat-zat kimia untuk menaikkan viscositas, misalnya :

- CMC
- Starch

2.3.1. Material Pemberat Lumpur

Material pemberat lumpur seperti barite, calcium carbonate untuk


oil base mud dan galena merupakan additive yang ditambahkan untuk
menaikkan berat jenis lumpur pengeboran.

2.3.2. Material Pengental Lumpur

Additive pengental lumpur adalah bahan (additive) yang berfungsi


untuk menaikkan viscositas lumpur bor, seperti bentonite dan attapulgite.

2.3.3. Material Pengencer Lumpur

Additive pengencer lumpur adalah merupakan bahan yang


berfungsi untuk menurunkan viscositas lumpur bor. Kata lain untuk
BASIC DRILLING DURASI : JP
DRILLING FLUIDS
REVISI : 4

BOR DF 01 003 Halaman: 12

additive ini adalah thinner. Additive ini contohnya antara lain quebracho,
lignite, calcium lignosulfonate dan sodium tetra phosphate.

2.3.4. Filtration Loss Agent

Filtration loss agent adalah bahan untuk mengurangi filtrasion loss


dan menipiskan mud cake. Additive ini contohnya cellex, CMC dan
driscose

2.3.5. Lost Circulating Material

Bahan ini untuk menyumbat bagian yang menimbulkan lost


circulating. Jadi bahan ini untuk menghentikan lost circulating, antara lain
Fiber dan fleke.

2.3.6. Bahan Kimia Lumpur Minyak dan Lumpur Emulsi

Bahan kimia atau additive yang digunakan untuk lumpur minyak


maupun lumpur emulsi antara lain : SF 100 dan Carbo-Tec

2.3.7. Additive Lainnya

Additive seperti DMS, SCR digunakan sebagai pelumas, pengontrol


shale agar tidak terlalu menghisap air, pencegah cendawan, mengurangi
korosi, pencegah busa dan lain-lain.
BASIC DRILLING DURASI : JP
DRILLING FLUIDS
REVISI : 4

BOR DF 01 003 Halaman: 13

III. SIFAT-SIFAT LUMPUR


Sifat-sifat dan komposisi lumpur sangat berpengaruh pada
pengeboran, sehingga perlu diperhatikan sifat dari lumpur tersebut seperti
: densitas, viscositas, gel strength dan filtration loss.

Perencanaan casing, drilling rate dan completion dipengaruhi oleh


lumpur yang digunakan saat itu. Misalnya pada daerah batuan lunak
pengontrolan sifat-sifat lumpur sangat diperlukan tetapi di daerah batuan
keras sifat-sifat ini tidak terlalu kritis sehingga air biasapun kadang-kadang
bisa digunakan. Sehingga dapat dikatakan bahwa kondisi geologi
(lithologi) suatu daerah menentukan pula jenis lumpur yang digunakan.

3.1. Densitas dan Sand Content

3.1.1. Densitas Lumpur

Densitas (berat persatuan volume dari lumpur, ppg) lumpur bor


merupakan salah-satu sifat lumpur yang sangat penting, karena
peranannya berhubungan langsung dengan fungsi lumpur sebagai
penahan formasi. Densitas lumpur yang terlalu besar akan menyebabkan
lumpur akan hilang ke formasi (lost circulation), sedangkan bila terlalu
kecil akan menyebabkan “kick”. Sehingga densitas lumpur harus
disesuaikan dengan keadaan formasi yang akan dibor.

Densitas lumpur dapat menggambarkan gradien hidrostatik dari


lumpur bor dalam psi/ft. Tetapi di lapangan biasanya dipakai satuan ppg
yang diukur dengan menggunakan alat yang disebut mud balance
(dikalibrasi dengan ait tawar 8.33 ppg).
BASIC DRILLING DURASI : JP
DRILLING FLUIDS
REVISI : 4

BOR DF 01 003 Halaman: 14

Gambar 3.1. Mud Balance

3.1.2. Sand Content


Tercampurnya serpihan-serpihan formasi (cutting) kedalam lumpur
pengeboran akan dapat membawa pengaruh pada operasi pengeboran.
Serpihan-serpihan pengeboran yang biasanya berupa pasir akan dapat
mempengaruhi karakteristik lumpur yang disirkulasikan, dalam hal ini akan
menambah densitas lumpur yang telah mengalami sirkulasi.
Bertambahnya densitas lumpur yang tersirkulasi ke permukaan akan
menambah beban pompa sirkulasi lumpur. Oleh karena itu setelah lumpur
disirkulasikan harus mengalami proses pembersihan terutama
menghilangkan partikel-partikel yang masuk kedalam lumpur selama
sirkulasi. Alat-alat ini, yang biasanya disebut “Solid Control Equipment”,
adalah :

- Shale Saker
Fungsi dari shale saker adalah membersihkan lumpur dari serpihan-
serpihan atau cutting yang berukuran besar.

- Degasser
BASIC DRILLING DURASI : JP
DRILLING FLUIDS
REVISI : 4

BOR DF 01 003 Halaman: 15

Untuk membersihkan lumpur dari gas yang masuk

- Desander
Untuk membersihkan lumpur dari partikel-partikel padatan yang
berukuran kecil yang masih lolos dari shale saker

- Desilter
Fungsinya sama dengan desander, tetapi desilter digunakan untuk
membersihkan partikel-partikel yang berukuran lebih kecil.

Penggambaran dari sand content dalam umpur pengeboran adalah


merupakan prosen volume dari partikel-partikel yang diameternya lebih
besar dari 74 mikron. Hal ini dilakukan dengan menggunakan saringan
tertentu.

3.3.2. Viscositas dan Gel Strength


Viscositas (tahanan dalam dari fluida terhadap aliran) dan gel
strength merupakan bagian yang pokok dalam sifat-sifat rheology fluida
pengeboran. Pengukuran sifat-sifat rheology fluida pengeboran penting
mengingat pengangkatan cutting efektivitasnya merupakan fungsi
langsung dari viscositas. Sifat gel pada lumpur juga penting pada saat
round trip sehingga viscositas dan gel strength merupakan sebagian dari
indikator baik tidaknya suatu lumpur.

Fluida pengeboran dalam percobaan ini lumpur pengeboran.


Lumpur pengeboran ini mengikuti rheology Bingham Plastic, Power Low
dan Modified Power Low. Bingham Plastic merupakan model yang
sederhana diantara ketiga model tersebut untuk fluida Non-Newtonian.

Yang dimaksud dengan fluida Non-Newtonian adalah fluida yang


mempunyai viscositas tidak konstan, bergantung pada besarnya geseran
(shear rate) yang terjadi. Pada setiap shear rate tertentu fluida mempunyai
BASIC DRILLING DURASI : JP
DRILLING FLUIDS
REVISI : 4

BOR DF 01 003 Halaman: 16

viscositas yang disebut apparent viscosity (viscositas nyata/ viscositas


fluida setiap saat) dari fluida pada shear rate tersebut.

Berbeda dengan fluida newtonian yang mempunyai viscositas konstan,


fluida non-newtonian memperlihatkan suatu yield stress suatu jumlah
tertentu dari tahanan dalam yang harus diberikan agar fluida mengalir
seluruhnya.

Pengukuran viscositas yang sederhana dilakukan dengan


menggunakan alat Mursh Funnel. Viscositas ini adalah jumlah lumpur
yang dibutuhkan lumpur sebanyak 0,9463 liter untuk mengalir keluar dari
corong Mursh Funnel.

Gambar 3.2. Marsh Funnel

Bertambahnya viscositas ini direfleksikan dalam bertambahnya


apparent viscosity. Untuk fluida non-newtonian, informasi yang didapat
dengan Marsh Funnel memberikan suatu gambaran rheology fluida yang
BASIC DRILLING DURASI : JP
DRILLING FLUIDS
REVISI : 4

BOR DF 01 003 Halaman: 17

tidak lengkap sehingga biasa digunakan untuk membandingkan fluida


yang baru (awal) dengan kondisi sekarang.

Berikut ini adalah beberapa istilah yang selalu diperhatikan dalam


penentuan rheology suatu lumpur pengeboran :

 Viscositas Plastic (plastic viscosity) seringkali digambarkan sebagai


bagian dari resistensi untuk mengalir yang disebabkan oleh friksi
mekanik.
 Yield Point adalah bagian dari resistensi untuk mengalir oleh gaya
tarik-menarik antar partikel. Gaya tarik-menarik ini disebabkan oleh
muatan-muatan pada permukaan partikel yang didispersi dalam
fasa fluida.
 Gel strength dan yield point keduanya merupakan ukuran dari gaya
tarik-menarik dalam suatu sistem lumpur. Bedanya, gel strength
merupakan ukuran gaya tarik-menarik antar plat-plat clay yang
statik sedangkan yield point merupakan ukuran gaya tarik-menarik
yang dinamik.
Penentuan harga shear stress dan shear rate yang masing-masing
dinyatakan dalam bentuk penyimpangan skala penunjuk (dial reading) dan
RPM motor pada fann VG meter harus diubah menjadi harga shear rate
dan shear stress dalam satuan dyne/cm2 dan detik -1 agar diperoleh harga
viscositas dalam satuan cp (centipoise).

Viscositas terlalu tinggi akan mengakibatkan : penetration rate


turun, pressure loss tinggi karena terlalu banyak gesekan, sukar
melepaskan gas dan cutting di permukaan. Sedangkan bila viscositas
terlalu rendah dapat mengakibatkan pengangkatan cutting tidak baik,
terendapkannya material pemberat lumpur.

Dalam pengeboran viscositas naik dikarenakan oleh floculasi dan


terlalu banyak padatan. Floculasi dikarenakan oleh kenaikkan jumlah
BASIC DRILLING DURASI : JP
DRILLING FLUIDS
REVISI : 4

BOR DF 01 003 Halaman: 18

partikel-partikel padat (jarak antara plat-plat lebih kecil), adanya


kontaminasi (anhydrite, semen, gypsum, garam yang menetralisir gaya
tolak menolak antar muatan negatif clay) dimana untuk treating
kontaminasi Ca+2 digunakan soda abu (Na2CO 3) dan untuk kontaminasi
garam digunakan dispersant setelah pH dinaikan dengan caustic.

Harga gel strength dalam 100 lb/ft2 diperoleh secara langsung dari
pengukuran dengan alat Fann VG Meter. Simpangan skala penunjuk
akibat digerakannya rotor pada kecepatan 3 RPM, langsung menunjukkan
harga gel strength 10 detik atau 10 menit dalam 100 lb/ft2 .

3.1.3. Filtrasi dan Mud Cake

Ketika terjadi kontak antara lumpur pengeboran dan batuan porous,


batuan tersebut akan bertindak sebagai saringan yang memungkinkan
fluida dan partikel-partikel kecil melewatinya. Fluida yang hilang ke dalam
batuan disebut “filtrate”. Sedangkan lapisan partikel-partikel besar
tertahan dipermukaan batuan disebut “filter cake”.

Proses filtrasi hanya terjadi apabila terdapat perbedaan tekanan


positif ke arah batuan. Pada dasarnya ada dua jenis filtration yang terjadi
selama operasi pengeboran yaitu static filtration dan dynamic filtration.
Static filtration terjadi jika lumpur berada dalam keadaan diam dan
dynamic filtration terjadi ketika lumpur disirkulasikan.

Apabila filtration loss dan pembentukan mud cake tidak dikontrol


maka ia akan menimbulkan berbagai masalah, baik selama operasi
pengeboran maupun dalam evaluasi formasi dan tahap produksi. Mud
cake yang tipis akan merupakan bantalan yang baik antara pipa
pengeboran dan permukaan lubang bor. Mud cake yang tebal akan
menjepit pipa pengeboran sehingga sulit diangkat dan diputar sedangkan
BASIC DRILLING DURASI : JP
DRILLING FLUIDS
REVISI : 4

BOR DF 01 003 Halaman: 19

filtratnya akan menyusup ke formasi dan dapat menimbulkan damage


pada formasi.

Standar prosedur yang umum digunakan untuk untuk pengukuran


volume filtration loss dan tebal mud cake untuk static filtration adalah API
RP 13B untuk LPLT (low pressure low temperatur). Lumpur ditempatkan
dalam silinder standar yang bagian dasarnya dilengkapi kertas saring dan
diberi tekanan sebesar 100 psi dengan lama waktu pengukuran 30 menit.
Volume filtrate ditampung dengan gelas ukur dengan satuan cubic
centimeter (cc).

Gambar 3.3. Peralatan Pengukuran Filtration Loss LPLT

Pembentukan mud cake dan filtration loss adalah dua kejadian


dalam pengeboran yang berhubungan erat, baik waktu maupun
kejadiannya maupun sebab dan akibatnya. Oleh sebab itu pengukurannya
dilakukan secara bersamaan.
BASIC DRILLING DURASI : JP
DRILLING FLUIDS
REVISI : 4

BOR DF 01 003 Halaman: 20

3.1.4. Sifat-Sifat Lumpur Pada Tekanan dan Temperatur Tinggi

Sifat-sifat lumpur sangat mempengaruhi efisiensi operasi


pengeboran. Oleh sebab itu pemeliharaan dan mempelajari sifat-sifat
lumpur menjadi sangat penting artinya. Kondisi lingkungan pengeboran,
dalam hal ini adalah tekanan dan termperatur, dapat mempengaruhi sifat-
sifat lumpur tersebut. Dimana pada umumnya temperatur yang tinggi
dapat mengurangi efektifitas aditif yang ditanbahkan ke dalam lumpur
sebagai pembentuk sifat-sifat lumpur. Jika pada kondisi tersebut sifat-sifat
lumpur tidak dapat dikontrol, maka dapat menimbulkan masalah terhadap
kecepatan pengeboran, bit dan hole cleaning, kestabilan lubang bor dan
masalah-masalah lain yang lebih serius. Salah satu sifat lumpur yang
akan dipelajari dalam percobaan ini adalah filtration / water loss pada
tekanan dan temperatur tinggi. Pengukuran fluid loss tersebut dengan
high temperatur dan high pressure (HPHT) filter press yang mempunyai
prinsip sama dengan standar filter press. Untuk mengindikasikan
kecepatan filtrasi pada formasi permeabel yang ditutupi oleh mud cake
yang terbentuk setelah pengeboran, maka digunakan filter paper standar,
selain itu pembentukan mud cake harus di bawah kondisi standart test.

Gambar 3.4. HPHT Filter Press


BASIC DRILLING DURASI : JP
DRILLING FLUIDS
REVISI : 4

BOR DF 01 003 Halaman: 21

Pada umumnya kenaikan temperatur menyebabkan lumpur


menjadi lebih encer, tetapi hal ini tergantung dari tipe dan total solid di
dalam lumpur tersebut. Hal ini mengakibatkan plastic viscosity lumpur
akan berkurang.

Alat yang digunakan untuk mengetahui sifat rheology adalah Fann


VG Viscometer yang dilengkapi cupheater untuk menaikkan temperatur
lumpur. Lumpur yang akan dites ditempatkan sedemikian rupa sehingga
mengisi ruang antara Bob dan rotor sleeve. Pada saat rotor berputar maka
lumpur akan menghasilkan torque pada Bob sebanding dengan besarnya
viscositas lumpur.

Gambar 3.5. Fann VG

3.2. Analisa Kimia Lumpur Pengeboran

Penanganan sifat-sifat fisik dan kimia lumpur pengeboran harus


dilakukan sebaik-baiknya dengan cara menganalisa perubahan pada sifat-
BASIC DRILLING DURASI : JP
DRILLING FLUIDS
REVISI : 4

BOR DF 01 003 Halaman: 22

sifatnya, dikarenakan lumpur bor sangat menentukan keberhasilan suatu


operasi pengeboran.

Analisa yang dilakukan biasanya mengenai analisa kimia dan filtrat lumpur
bor, meliputi : analisa alkalinitas, kesadahan total, kandungan ion chlor,
ion calsium, ion besi, serta pH lumpur bor (filtratnya).

Alkalinitas atau keasaman lumpur, ditunjukkan dengan harga pH-


nya, Tetapi karakteristik lumpur dapat berfluktuasi meskipun harga pH-nya
tetap. Hal ini berhubungan dengan bervariasinya jenis dan jumlah ion-ion
yang terdapat didalam lumpur bor (filtrat lumpur).

Kesadahan total dari lumpur (filtrat lumpur) pengeboran dilakukan


dengan menyelidiki kandungan ion Mg+ dan Ca+2 di dalam lumpur bor
(filtrat lumpur). Analisa ion chlor merupakan hal yang penting untuk
dilakukan terutama jika pengeboran dilakukan di daerah yang
kemungkinan terkontaminasinya ion oleh garam NaCl sangat besar.
Caranya adalah dengan menitrasi suatu filtrat lumpur dengan larutan
standar perak nitrat.

Adanya ion calcium dalam jumlah yang banyak dalam lumpur bor
juga perlu dianalisis, hal ini berkaitan dengan kemungkinan terjadinya
kontaminasi lumpur oleh gypsum, yang akan merubah sifat-sifat fisik
lumpur, seperti besar water loss dan gel strength-nya. Begitupula dengan
analisis kandungan ion besi didalam lumpur karena ion besi yang terdapat
didalam lumpur dapat mengindikasikan terjadinya korosi pada peralatan.

3.3. Kontaminasi Lumpur Pengeboran

Lumpur pengeboran menjadi salah satu pertimbangan sejak


digunakannya teknik rotary drilling dalam operasi pengeboran lapangan
minyak, dengan maksud untuk mengoptimasikan operasi pengeboran.
BASIC DRILLING DURASI : JP
DRILLING FLUIDS
REVISI : 4

BOR DF 01 003 Halaman: 23

Oleh sebab itu pemeliharaan dan pengontrolan sifat-sifat lumpur menjadi


mutlak dilakukan agar sesuai dengan yang diinginkan.

Salah satu penyebab berubahnya sifat fisik lumpur pengeboran


adalah adanya material-material yang tidak dikehendaki (kontaminan)
yang masuk ke dalam lumpur ketika operasi pengeboran sedang berjalan.
Kontaminasi yang sering sekali terjadi adalah sebagai berikut:

Kontaminasi Sodium Chlorida

Kontaminasi ini terjadi ketika pengeboran menembus kubah garam


(salt dome), lapisan garam, lapisan batuan yang mengandung konsentrasi
garam cukup tinggi atau akibat air formasi yang berkadar garam tinggi dan
masuk ke dalam sistem lumpur. Akibat adanya kontaminasi ini, akan
mengakibatkan berubahnya sifat lumpur seperti viscositas, yield point, gel
strength dan filtration loss. Kadang-kadang penurunan pH dapat pula
terjadi dengan kehadiran garam dalam sisitem lumpur.

Kontaminasi Gypsum

Gypsum dapat masuk ke dalam lumpur saat pengeboran


menembus formasi gypsum, lapisan gypsum yamg terdapat pada formasi
shale atau limestone. Akibat adanya gypsum dalam jumlah cukup banyak
dalam lumpur, maka akan merubah sifat-sifat fisik lumpur tersebut seperti
viscositas plastic, yield point, gel strength dan luid loss.

Kontaminasi Semen

Kontaminasi semen dapat terjadi akibat operasi penyemenan yang


kurang sempurna atau setelah pengeboran lapisan semen dalam casing,
flost collar, dan casing shoe. Kontaminasi semen akan merubah
viscositas, yield point, gel strength, fluid loss dan pH lumpur.
BASIC DRILLING DURASI : JP
DRILLING FLUIDS
REVISI : 4

BOR DF 01 003 Halaman: 24

Selain kontaminasi-kontaminasi yang telah disebutkan, bentuk


kontaminasi yang lainya yang dapat terjadi selama operasi pengeboran,
yaitu :

a. Kontaminasi “hard water” atau kontaminasi oleh air yang


mengandung ion calsium dan magnesium cukup tinggi.
b. Kontaminasi carbon dioxide
c. Kontaminasi hidrogen sulfida
d. Kontaminasi oxygen

3.4. Sifat Pelumasan Lumpur dengan Metode Multi-Torsi

Sifat pelumasan lumpur adalah sifat lumpur untuk melumasi


peralatan pengeboran yang bersinggungan atau bergesekan pada saat
operasi pengeboran berlangsung. Gesekan-gesekan yang mungkin terjadi
pada saat operasi pengeboran adalah sebagai berikut :

 Metal to metal : antara drill string dan casing (casing hole)


 Metal to mineral : antara drillstring dan borehole wall, borehole solid
atau dengan filter cake (open hole).
 Mineral to mineral : terjadi ketika membor batuan dengan borehole
wall.

Sifat pelumasan yang baik terutama diperlukan untuk


memperpanjang umur peralatan (misalnya bit, casing, dan lain-lain) Selain
itu berguna pula untuk melawan efek side wall sticking, menurunkan efek
drillpipe torgue (momen putir) dan drillpipe drag (seretan).

Pada pengeboran bersudut / miring, torgue dan drag dari drillstring


serta keausan (wear) casing sangat tinggi. Hal ini dapat menimbulkkan
BASIC DRILLING DURASI : JP
DRILLING FLUIDS
REVISI : 4

BOR DF 01 003 Halaman: 25

masalah-masalah operasional yang tidak diperkirakan sebelumnya dan


akan meningkatkan biaya pengeboran.

Masalah yang sama akan juga dijumpai pada pengeboran


horisontal. Lumpur yang biasa dipakai pada pengeboran vertikal perlu
diperbaiki untuk menghasilkan sifat pelumasan yang dikehendaki untuk
keperluan pengeboran horisontal.
BASIC DRILLING DURASI : JP
DRILLING FLUIDS
REVISI : 4

BOR DF 01 003 Halaman: 26

IV. JENIS-JENIS LUMPUR PENGEBORAN


Zaba dan Doherty (1970) mengklasifikasikan lumpur bor terutama
berdasarkan fasa fluidanya, yaitu :

1. Lumpur air tawar (Fresh water mud)


a. Spud
b. Natural atau Native (alamiah)
c. Bentonite-treated
d. Phospate – treated
e. Organic coloid – treated
f. “Red” atau alkaline – tannate treated
g. Calcium mud
 Lime – treated
 Gypsum-treated
 Calcium – (selain diatas) treated
2. Lumpur air asin (Salt water muds)
a. Unsaturated salt mud
b. Saturated saltwater mud
c. Sodium silicate
3. Oil in Water Emultion
a. Fresh Water (air tawar)
b. Salt water (air asin)
4. Oil base and oil base emultion mud
5. Gaseous drilling mud
a. Udara atau natural gas
b. Aerated muds
BASIC DRILLING DURASI : JP
DRILLING FLUIDS
REVISI : 4

BOR DF 01 003 Halaman: 27

4.1. Fresh Water Muds

Fresh water muds adalah lumpur yang fasa cairnya adalah air
tawar dengan (kalau ada) kadar garam yang kecil (kurang dari 10000 ppm
= 1 % berat garam).

A. Spud Mud
Spud mud digunakan untuk membor formasi bagian atas bagi
conductor casing. Fungsi utamanya mengangkat cutting danmembuka
lubang dipermukaan (formasi atas). Volume yang diperlukan biasanya
sedikit dan dapat dibuat dari air dan bentonite (yield 100 bbl/ton) atau clay
air tawar yang lain (yield 35 – 50 bbl/ton). Tambahan clay atau bentonite
perlu dilakukan untuk menaikkan viscositas dan gel strength bila membor
pada zone-zone loss. Kadang-kadang perlu lost circulation material.
Density yang diperlukan harus kecil.

B. Natural Mud
Natural mud dibentuk dalam bentuk pecahan-pecahan cutting
dalam fasa air. Sifat-sifatnya bervariasi tergantung dari formasi yang
dibor. Umumnya tipe lumpur ini digunakan untuk pengeboran yang cepat
seperti pengeboran pada surface casing (permukaan). Dengan
bertambahnya kedalaman pengeboran sifat-sifat lumpur yang lebih baik
diperlukan dan natural mud ini ditreated dengan zat-zat kimia dan
additive-additive koloidal. Beratnya sekitar 9.1 – 10.2 ppg, dan
viscositasnya 35 – 40 detik.

C. Bentonite – Treated Mud


Lumpur jenis ini mencakup hampir semua jenis lumpur air tawar.
Bentonite adalah material yang paling umum digunakan untuk membuat
koloid inorganis untuk mengurang filter loss dan mengurangi ketebalan
mud cake. Bentonite juga menaikkan viscositas dan gel strength yang
dapat dikontrol dengan thinner.
BASIC DRILLING DURASI : JP
DRILLING FLUIDS
REVISI : 4

BOR DF 01 003 Halaman: 28

D. Phospate – Treated Mud


Mengandung polyphospate untuk mengontrol viscositas dan gel
strength. Penambahan zat ini akan berakibat terdispersinya fraksi-fraksi
clay coloid padat sehingga densitas lumpur cukup besar tetapi viscositas
dan gel strengthnya rendah. Phospate-treated mud dapat mengurangi
filter loss dan mud cake yang didapat tipis. Tannim biasa ditambahkan
bersama-sama polyphospate untuk pengontrolan lumpur.

Polyphospate tidak stabil pada temperatur tinggi (sumur-sumur


dalam) dan akan kehilangan efeknya sebagai thinner. (polyphospate akan
rusak pada kedalaman 10.000 ft dan temperatur 160-180 oF, karena
berubah ke orthophospate yang malah menyebabkan terjadinya flokulasi).
Phospate mud juga sulit dikontrol pada densitas lumpur tinggi (yang
sering berhubungan dengan pengeboran dalam). Dengan penambahan
zat-zat kimia dan air, densitas lumpur dapat dijadikan 9 – 11 ppg.
Polyphospate mud juga menggumpal jika terkena kontaminasi NaCl,
Calcium sulfate atau kontaminasi semen dalam jumlah cukup banyak.

E. Organic Colloid Treated Mud


Terdiri dari penambahan Pregelatinized Starch atau Carboxy
Methyl Cellulose pada lumpur. Karena organic colloid tidak terlalu sensitif
terhadap flokulasi seperti clay, maka kontrol filtratnya pada lumpur yang
terkontaminasi dapat dilakukan dengan organic colloid ini baik untuk
mengurangi filtration loss pada fresh water mud. Dalam kebanyakan
lumpur penurunan filter loss lebih banyak dilakukan dengan organic colloid
daripada dengan inorganic.
BASIC DRILLING DURASI : JP
DRILLING FLUIDS
REVISI : 4

BOR DF 01 003 Halaman: 29

F. “Red” Mud
Red mud mendapatkan warnanya dari warna yang dihasilkan dari
treatment dengan cautic soda dan guobracho (merah tua). Istilah ini tetap
digunakan walaupun nama-nama colloid yang dipakai mungkin
menyebabkan warna abu-abu kehitaman. Umumnya istilah ini digunakan
untuk lignin-lignin tertentu dan humic thinner selain untuk tannim diatas.

Suatu jenis lumpur lain ini adalah alkaline tannate treatment


dengan penambahan polyphospate untuk lumpur-lumpur dengan pH di
bawah 10. Perbandingan alkaline, organic dan polyphospate dapat diatur
dengan kebutuahn setempat. Alkaline- tannate treated mud mempunyai
range pH 8 – 11.

Alkaline tannate dengan pH kurang dari 10 terhadap flokulasi


karena kontaminasi garam. Dengan menaikkan pH maka sukar untuk
flokulasi. Untuk pH lebih dari 11.5, pregelatinized starch dapat digunakan
tanpa bahaya fermentasi. Dibawah pH ini, preservative harus digunakan
untuk mencegah fermentasi (meragi) pada fresh water mud. Jika
diperlukan densitas lumpur yang tinggi lebih murah bila digunakan
treatment yang menghasilkan calcium treated mud dengan pH 12 atau
lebih.

G. Calcium Mud
Lumpur ini mengandung larutan calcium (disengaja). Calcium bisa
ditambah dengan slaked lime (kapur mati), semen, plaster (CaSO4)
dipasaran atau CaCl 2, tetapi dapat pula karena pengeboran semen,
anhydite dan gypsum.

 Lime Treated Mud


Komposisi lumpur ini terdiri dari cautic soda, organic dispersant, lime
dan fluid loss additive. Lumpur ini menghasilkan viscositas dan gel
strength yang rendah, baik digunakan untuk pengeboran dalam serta
BASIC DRILLING DURASI : JP
DRILLING FLUIDS
REVISI : 4

BOR DF 01 003 Halaman: 30

untuk memperoleh densitas yang besar. Tetapi lumpur ini mempunyai


kecendrungan untuk memadat pada temperatur tinggi, sehingga tidak
boleh tertinggal dalam annulus casing dan tubing pada saat dilakukan
penyelesaian sumur (well completion). Maka diperlukan zat kimia
tertentu untuk mengurangi efek dari padatan lumpur tersebut.

 Gypsum Treated Mud


Digunakan untuk membor formasi gypsum dan anhydrite, terutama bila
formasinya interbedded (selang-seling antara garam dan shale).
Treatmentnya adalah dengan mencampur base mud (lumpur dasar)
dengan plaster (CaSO 4) sebelum formasi anhydite dan gypsum dibor.
Viscositas dan gel strength yang berhubungan dengan formasi ini
dapat dibatasi, yaitu dengan mengontrol rate penambahan plaster.
Setelah clay dilumpur bereaksi dengan ion Ca, tak akan terjadi
pengentalan lebih lanjut pada pengeboran gypsum dan garam. Filter
loss pada penggunaan gypsum treated mud ini dapat dikontrol dengan
organic colloid dan karena pH-nya rendah, preservative harus
ditambahkan untuk mencegah fermentasi. Suatu modifikasi dari
gypsum treated mud yaitu dengan penggunaan chrome lignosulfonate
deflocullant yang memberikan kontrol pada karakteristik flate gel pada
lumpur tersebut.Lumpur gypsum chrome lignosulfonate ini mempunyai
sifat yang sama baik denga lime treated mud, karena itu dapat
digunakan pada daerah yang sama dengan lime treated mud.

Penggunaan non-ionic surfactant dalam gypsum chrome lignosulfonate


mud menghasilkan pengontrolan yang lebih baik pada filter loss dan
low propertiesnya, Selain toleransinya yang besar terhadap
kontaminasi garam.

 Calcium Salt
Selain hydrate salt dan gypsum telah digunakan tetapi tidak meluas.
Juga zat-zat kimia yang memberi suplai kation multivalent untuk base
BASIC DRILLING DURASI : JP
DRILLING FLUIDS
REVISI : 4

BOR DF 01 003 Halaman: 31

exchange clay (pertukaran ion-ion pada clay) seperti Ba(OH)2 telah


digunakan.

4.2. Salt Water Mud

Lumpur ini digunakan untuk membor garam massive (salt dome)


atau salt stringer (lapisan formasi garam) dan kadang-kadang bila ada
aliran air garam yang terbor. Filtrate lossnya besar dan mud cakenya tebal
bila tidak ditambah organic colloid. PH lumpur dibawah 8, karena itu perlu
dipresentative untuk mencegah fermentasi starch. Jika slat mudnya
mempunyai pH yang lebih tinggi, fermentasi terhalang oleh basa.
Suspensi ini dapat diperbaiki dengan penggunaan antapulgate sebagai
pengganti bentonite.

A. Unsaturated Salt Water Mud


Air laut dari laut lepas atau teluk sering digunakan untuk lumpur
yang tak jenuh kegaramannya (unsaturated salt water mud). Kegaraman
(salinity) lumpur ini ditandai dengan :

Filtrate loss besar kecuali ditreated dengan organic colloid. Medium


sampai tinggi pada gel strength kecuali ditreated dengan thinner.

Suspensi yang tinggi kecuali ditreated dengan attapulgite atau organic


colloid.

Lumpur ini biasa mengalami “foaming”, yaitu berbusa (gas


menggelembung) yang bisa diredusir dengan :

1. Menambah soluble surface active agent


2. Menambah zat kimia untuk menurunkan gel strength.
Lumpur yang terkena kontaminasi garam juga ditreated seperti pada sea
water ini.
BASIC DRILLING DURASI : JP
DRILLING FLUIDS
REVISI : 4

BOR DF 01 003 Halaman: 32

B. Saturated Salt Water Mud


Fasa cair lumpur ini dijenuhkan dengan NaCl. Garam-garam lain
dapat pula berada disitu dalam jumlah yang berlainan. Saturated salt
water mud dapat digunakan untuk membor formasi-formasi garam
dirongga-rongga yang terjadi karena pelarutan garam dapat meyebabkan
hilangnya lumpur, dicegah dengan penjenuhan garam terlebih dahulu
pada lumpurnya.

Lumpur ini juga dibuat dengan menambahkan air garam yang jenuh
untuk pengenceran dan pengaturan volume.

Filtrate loss yang rendah pada saturated salt organik colloid mud
menyebabkan tidak perlunya memasang casing diatas salt beds (formasi
garam). Filtrate lossnya bisa dikontrol sampai 1 cc API dengan organic
colloid.Saturated salt water mud dapat dibuat berdensitas lebih dari 19
ppg. Dengan menambahkan organic colloid agar filtration lossnya kecil,
lumpur ini bisa untuk membor formasi dibawah salt beds, walaupun
resistivitinya yang rendah buruk untuk electical log. Gabungan dari non-
ionic surfactant menyebabkan pengontrolan filtrasi dan flow propertiesnya
lebih mudah dan murah, terutama pada densitas tinggi.

Saturated salt water mud dapat pula dibuat dari fresh water atau
brine mud. Jika dari fresh water mud maka paling tidak separoh dari
lumpur harus dibuang, diperlukan untuk pengenceran dengan air tawar
dan penambahan lebih kurang 125 lbs garam/bbl lumpur. Jika dikehendaki
pengontrolan filtrtion loss, suatu organic colloid dan presentative dapat
ditambahkan.

Jika lumpur dibuat dari saturated brine (air garam yang jenuh)
sekitar 20 lb/bbl attapulgite ditambahkan bersama dengan organic colloid
dan mungkin presentative. Densitas lumpur ini 10.3 ppg dan akan naik
sekitar 11 ppg selama pengeboran berlangsung.
BASIC DRILLING DURASI : JP
DRILLING FLUIDS
REVISI : 4

BOR DF 01 003 Halaman: 33

Pemeliharaannya untuk lumpur jenis ini, termasuk penambahan air


asin untuk mengurangi viscositas, attapulgite untuk menambah viscositas,
gel dan filtrasi dapat diperoleh dengan penambahan alkaline-tannate
solution atau sedikit lime (kapur).

C. Sodium Silicate Mud


Fasa cair Na-Silicate mud mengandung sekitar 65% volume larutan
Na-silicate dan 35 % larutan garam jenuh. Lumpur ini digunakan untuk
pengeboran heaving shale, tetapi telah terdesak penggunaannya oleh
lime treated mud, gypsum lignosulfonate, shale control dan surfactant
muds (lumpur yang diberi DAS dan DME) yang lebih baik, murah dan
mudah dikontrol sifat-sifatnya.

4.3. Oil in Water Emultion Muds (Emultion Mud)

Untuk lumpur jenis ini minyak merupakan fasa tersebar (emulsi)


dan air sebagai fasa contiou. Jika pembuatannya baik, filtratnya hanya air.
Sebagai dasar dapat digunakan baik fresh maupun salt water mud. Sifat-
sifat fisis yang dipengaruhi emulsifikasi hanyalah berat lumpur, volume
filtrat, tebal mud cake dan pelumasan. Segera setelah emulsifikasi, filtrate
loss berkurang. Keuntungannya adalah bit yang lebih tahan lama,
penetration rate baik, pengurangan korosi pada drill string, perbaikan pada
sifat-sifat lumpur (viscositas dan tekanan pompa boleh/dapat dikurangi,
water loss turun, mud cake turun (mud cake tipis) dan mengurangi bailling
(terlapisnya alat oleh padatan lumpur) pada drill string. Viscositas dan gel
lebih mudah dikontrol bila emulsifiernya juga bertindak sebagai thinner.

Umumnya oil in water emultion mud dapat bereaksi dengan


penambahan zat dan adanya kontaminasi seperti juga lumpur aslinya.
Semua minyak dapat digunakan (crude) tetapi lebih baik bila digunakan
minyak refinery (refinery oil) yang mempunyai sifat-sifat sbb :
BASIC DRILLING DURASI : JP
DRILLING FLUIDS
REVISI : 4

BOR DF 01 003 Halaman: 34

1. Uncracked (tidak terpecah-pecah molekulnya), supaya stabil.


2. Flash point tinggi, untuk mencegah bahaya api.
3. Aniline number tinggi (lebih dari 155) agar tidak merusakan karet-
karet dipompa/circulation system.
4. Pour point rendah, agar bisa digunakan untuk bermacam-macam
temperatur.
Keuntungan lainnya adalah bahwa karena bau serta fluorecensinya lain
dengan crude oil (mungkin yang berasal dari formasi), maka ini berguna
untuk pengamatan cutting oleh geolog dalam menentukan adanya minyak
di pengeboran tersebut. Adanya karet-karet yang rusak dapat dicegah
dengan penggunaan karet sintetis.

Fresh water oil in water emultion mud adalah lumpur yang


mengandung NaCl sampai sekitar 60.000 ppm. Lumpur emultion ini dibuat
dengan menambahkan emulsifier (pembuat emulsi) ke water base mud
diikuti dengan sejumlah minyak yang biasanya 5 – 25 % volume. Jenis
emulsifier bukan sabun lebih disukai karena ia dapat digunakan dalam
lumpur yang mengandung larutan Ca tanpa memperkecil emulsifiernya
dalam hal efisiensi. Emulsifikasi minyak dapat bertambah dengan agitasi
(diaduk).

Maintenancenya terdiri dari penambahan minyak dan emulsifier


secara periodik. Jika sebelum emulsifikasi lumpurnya mengandung
persentase clay yang tinggi, pengenceran dengan sejumlah air perlu
dilakukan untuk mencegah kenaikan viscositas. Karena keuntungan
dalam pengeboran dan mudahnya pengontrolan maka lumpur ini disukai
orang.

Salt water oil in water absorption mud mengandung paling sedikit


60.000 ppm NaCl dalam fasa airnya. Emulsifikasi dilakukan dengan
emulsifier agent-organik. Lumpur ini biasanya mempunyai pH dibawah 9,
dan cocok untuk digunakan pada daerah dimana perlu dibor garam
BASIC DRILLING DURASI : JP
DRILLING FLUIDS
REVISI : 4

BOR DF 01 003 Halaman: 35

massive atau lapisan-lapisan garam, seperti di Kansas, Rocky Mountain,


Dakota, dan Canada Barat. Emulsi ini mempunyai keuntungan-
keuntungan seperti juga pada fresh water emultion : pertama densitasnya
kecil, kedua filtration loss sedikit dan mud cake tipis dan lubrikasi lebih
baik. Lumpur demikian mempunyai tendensi untuk foaming yang bisa
dipecahkan dengan penambahan surface active agent tertentu.
Maintenance lumpur ini sama dengan salt mud biasa kecuali perlunya
menambah emulsifier, minyak dan suface active defoamer (anti foam).

4.4. Oil Base dan Oil Base Emultion Mud

Lumpur ini mengandung minyak sebagai fasa kontinunya.


Komposisinya diatur agar kadar airnya rendah (3 – 5% volume). Relatif
lumpur ini tidak sensitif terhadap kontaminant. Tetapi airnya adalah
kontaminan karena memberi efek negatif bagi kestabilan lumpur ini. Untuk
mengontrol viscositas, menaikan gel strength, mengurangi efek
kontaminan air dan mengandung filtare loss, perlu ditambahkan zat-zat
kimia.

Faedah oil base mud didasarkan pada kenyataan bahwa filtratnya


adalah minyak karena itu tidak akan menghidratlkan shale atau clay yang
sensitif baik terhadap formasi biasa maupun formasi produktif (juga untuk
completion mud). Fungsi terbesar adalah pada completion dan work over
sumur. Kegunaan lain adalah untuk melepaskan drill pipe yang terjepit
dan mempermudah pemasangan casing dan liner.

Oil base mud ini harus ditempatkan pada suatu tanki besi untuk
menghindari kontaminasi air. Rig harus dipersiapkan agar tidak kotor dan
bahaya api berkurang.
BASIC DRILLING DURASI : JP
DRILLING FLUIDS
REVISI : 4

BOR DF 01 003 Halaman: 36

Oil base emultion dan lumpur oil base mempunyai minyak sebagai
fasa kontinou dan air sebagai fasa tersebar. Umumnya oil base emulsion
mud mempunyai faedah yang sama seperti oil base mud, yaitu filtratnya
minyak dan karena itu tidak menghidratkan shale / clay yang sensitif.
Perbedaaan utamanya dengan oil base mud bahwa air ditambahkan
sebagai tambahan yang berguna (bukan kontaminasi). Air yang teremulsi
dapat antara 15–50 % volume, tergantung density dan temperatur yang
diinginkan (dihadapi dalam pengeboran). Karena air merupakan bagian
dari lumpur ini, maka lumpur ini mempunyai sifat-sifat lain dari oil base
mud yaitu ia dapat mengurangi bahaya api, toleran terhadap air, dan
pengontrolan flow propertisnya dapat seperti pada water base mud.

4.5. Gaseous Drilling Fluid

Digunakan untuk daerah-daerah dengan formasi keras dan kering.


Dengan gas atau udara dipompakan pada annulus, salurannya tidak boleh
bocor.

Keuntungan cara ini adalah penetration rate lebih besar, tetapi


adanya formasi air dapat menyebabkan bit bailing (bit dilapisi
cutting/padatan-padatan) yang merugikan. Juga tekanan formasi yang
besar tidak membenarkan digunakannya cara ini. Penggunaan natural gas
membutuhkan pengawasan yang ketat pada bahaya api. Lumpur ini juga
baik untuk completion pada zone-zone dengan tekanan rendah.

Suatu cara pertengahan antara lumpur cair dengan gas adalah


aerated mud drilling dimana sejumlah besar udara (lebih dari 95 %)
ditekan pada sirkulasi lumpur untuk memperendah tekanan hidrostatik
(untuk lost circulation zone), mempercepat pengeboran dan mengurangi
biaya pengeboran.
BASIC DRILLING DURASI : JP
DRILLING FLUIDS
REVISI : 4

BOR DF 01 003 Halaman: 37

REFERENSI

1. Adam, J. Neal, “Drilling Engineering A Complete Well Planning


Approach”,Pen Well Publishing Company, Tulsa, Oklahoma, 1985.
2. Baroid Team, “Baroid Fluids HandBook”, Baroid Drilling Fluids Inc.,
New York, 1998
3. Darley H, George R. Gray, “Composition and Properties Of Drilling
and Completion Fluids”, Gulf Professional Publishing, Houston,
Texas, 1988
4. Kaswir Badu, “Drilling Fluids”, Advance Drilling Training”, Exxon
Mobil, Cepu, 2008
5. Rabia, H., “Oil Well Drilling Engineering Principles and Practice”,
University of New Castle, UK, 1985.

Вам также может понравиться