Вы находитесь на странице: 1из 11

A.

Landasan Teoritis Penyakit

1. Definisi
Hemorrhoid adalah varikositis akibat pelebaran (dilatasi) pleksus vena
hemorrhoidalis interna. Mekanisme terjadinya hemorrhoid belum diketahui secara
jelas. Hemorrhoid berhubungan dengan konstipasi kronis disertai penarikan feces.
Pleksus vena hemorrhoidalis interna terletak pada rongga submukosa di atas valvula
morgagni. Kanalis anal memisahkannya dari pleksus vena hemorrhoidalis eksterna,
tetapi kedua rongga berhubungan di bawah kanalis anal, yang submukosanya melekat
pada jaringan yang mendasarinya untuk membentuk depresi inter hemorrhoidalis.
Hemorrhoid sangat umum dan berhubungan dengan peningkatan tekanan
hidrostatik pada system porta, seperti selama kehamilan, mengejan waktu berdefekasi,
atau dengan sirosis hepatis (Isselbacher, 2000). Pada sirosis hepatic terjadi
anatomosis normal antara system vena sistemik dan portal pada daerah anus
mengalami pelebaran. Kejadian ini biasa terjadi pada hipertensi portal. Hipertensi
portal menyebabkan peningkatan tekanan darah (>7 mmHg) dalam vena portal
hepatica, dengan peningkatan darah tersebut berakibat terjadinya pelebaran
pembuluh darah vena di daerah anus (Underwood, 1999). Hemorrhoides atau wasir
merupakan salah satu dari gangguan sirkulasi darah. Gangguan tersebut dapat berupa
pelebaran (dilatasi) vena yang disebut venectasia atau varises daerah anus dan
perianus yang disebabkan oleh bendungan dalam susunan pembuluh vena.
Hemorrhoid disebabkan oleh obstipasi yang menahun dan uterus gravidus, selain itu
terjadi bendungan sentral seperti bendungan susunan portal pada cirrhosis hati,
herediter atau penyakit jantung kongestif, juga pembesaran prostat pada pria tua, atau
tumor pada rectum (Bagian Patologi F.K.UI, 1999).

2. Etiologi
Menurut Villalba dan Abbas (2007), etiologi hemoroid sampai saat ini belum
diketahui secara pasti, beberapa faktor pendukung yang terlibat diantaranya adalah: a.
Penuaan b. Kehamilan c. Hereditas d. Konstipasi atau diare kronik e. Penggunaan
toilet yang berlama-lama f. Posisi tubuh, misal duduk dalam waktu yang lama g.
Obesitas. Faktor-faktor tersebut berkaitan dengan kongesti vaskular dan prolapsus
mukosa (Schubert dkk, 2009). Selain itu dikatakan ada hubungan antara hemoroid
dengan penyakit hati maupun konsumsi alkohol (Mc Kesson Health Solution LCC,
2004).

3. Manifestasi Klinis/ Tanda dan Gejala


Dalam praktiknya, sebagian besar pasien tanpa gejala. Pasien diketahui
menderita hemoroid secara kebetulan pada waktu pemeriksaan untuk gangguan
saluran cerna bagian bawah yang lain waktu endoskopi/kolonoskopi (teropong usus
besar). Pasien sering mengeluh menderita hemorrhoid atau wasir tanpa ada hubungan
dengan gejala rectum atau anus yang khusus. Nyeri yang hebat jarang sekali ada
hubungan dengan hemorrhoid interna dan hanya timbul pada hemorrhoid eksterna
yang mengalami trombosis (Sjamsuhidajat, 1998).
Gejala yang paling sering ditemukan adalah perdarahan lewat dubur, nyeri,
pembengkakan atau penonjolan di daerah dubur, sekret atau keluar cairan melalui
dubur, rasa tidak puas waktu buang air besar, dan rasa tidak nyaman di daerah pantat
(Merdikoputro, 2006). Perdarahan umumnya merupakan tanda utama pada penderita
hemorrhoid interna akibat trauma oleh feses yang keras. Darah yang keluar berwarna
merah segar dan tidak tercampur dengan feses, dapat hanya berupa garis pada anus
atau kertas pembersih sampai pada pendarahan yang terlihat menetes atau mewarnai
air toilet menjadi merah. Walaupun berasal dari vena, darah yang keluar berwarna
merah segar. Pendarahan luas dan intensif di pleksus hemorrhoidalis menyebabkan
darah di anus merupakan darah arteri. Datang pendarahan hemorrhoid yang berulang
dapat berakibat timbulnya anemia berat. Hemorrhoid yang membesar secara
perlahan-lahan akhirnya dapat menonjol keluar menyebabkan prolaps.
Pada tahap awal penonjolan ini hanya terjadi pada saat defekasi dan disusul oleh
reduksi sesudah selesai defekasi. Pada stadium yang lebih lanjut hemorrhoid interna
didorong kembali setelah defekasi masuk kedalam anus. Akhirnya hemorrhoid dapat
berlanjut menjadi bentuk yang mengalami prolaps menetap dan tidak dapat terdorong
masuk lagi. Keluarnya mucus dan terdapatnya feses pada pakaian dalam merupakan
ciri hemorrhoid yang mengalami prolaps menetap. Iritasi kulit perianal dapat
menimbulkan rasa gatal yang dikenal sebagai pruritus anus dan ini disebabkan oleh
kelembaban yang terus menerus dan rangsangan mucus. Nyeri hanya timbul apabila
terdapat trombosis yang meluas dengan udem meradang (Sjamsuhidajat, 1998).
Apabila hemorrhoid interna membesar, nyeri bukan merupakan gambaran yang biasa
sampai situasi dipersulit oleh trombosis, infeksi, atau erosi permukaan mukosa yang
menutupinya. Kebanyakan penderita mengeluh adanya darah merah cerah pada tisu
toilet atau melapisi feses, dengan perasaan tidak nyaman pada anus secara
samar-samar. Ketidaknyamanan tersebut meningkat jika hemorrhoid membesar atau
prolaps melalui anus. Prolaps seringkali disertai dengan edema dan spasme sfingter.
Prolaps, jika tidak diobati, biasanya menjadi kronik karena muskularis tetap teregang,
dan penderita mengeluh mengotori celana dalamnya dengan nyeri sedikit.
Hemorrhoid yang prolaps bias terinfeksi atau mengalami trombosis, membrane
mukosa yang menutupinya dapat berdarah banyak akibat trauma pada defekasi
(Isselbacher, dkk, 2000).
Hemorrhoid eksterna, karena terletak di bawah kulit, cukup sering terasa nyeri,
terutama jika ada peningkatan mendadak pada massanya. Peristiwa ini menyebabkan
pembengkakan biru yang terasa nyeri pada pinggir anus akibat trombosis sebuah
vena pada pleksus eksterna dan tidak harus berhubungan dengan pembesaran vena
interna. Karena trombus biasanya terletak pada batas otot sfingter, spasme anus
sering terjadi. Hemorrhoid eksterna mengakibatkan spasme anus dan menimbulkan
rasa nyeri. Rasa nyeri yang dirasakan penderita dapat menghambat keinginan untuk
defekasi. Tidak adanya keinginan defekasi, penderita hemorrhoid dapat terjadi
konstipasi. Konstipasi disebabkan karena frekuensi defekasi kurang dari tiga kali per
minggu (Isselbacher, dkk,1999). Hemorrhoid yang dibiarkan, akan menonjol secara
perlahan-lahan. Mula-mula penonjolan hanya terjadi sewaktu buang air besar dan
dapat masuk sendiri dengan spontan. Namun lama-kelamaan penonjolan itu tidak
dapat masuk ke anus dengan sendirinya sehingga harus dimasukkan dengan tangan.
Bila tidak segera ditangani, hemorrhoid itu akan menonjol secara menetap dan terapi
satu-satunya hanyalah dengan operasi. Biasanya pada celana dalam penderita sering
didapatkan feses atau lendir yang kental dan menyebabkan daerah sekitar anus
menjadi lebih lembab. Sehingga sering pada kebanyakan orang terjadi iritasi dan
gatal di daerah anus. (Murbawani, 2006).

4. Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik


Menurut Sjamsuhidajat dan Jong (2005), pemeriksaan penunjang pada penderita
hemoroid yaitu:
a. Colok dubur, apabila hemoroid mengalami prolaps, lapisan epitel penutup bagian
yang menonjol ke luar ini mengeluarkan mucus yang dapat dilihat apabila
penderita diminta mengedan. Pada pemeriksaan colok dubur hemoroid intern
tidak dapat diraba sebab tekanan vena didalamnya tidak cukup tinggi, dan
biasanya tidak nyeri. Colok dubur diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan
karsinoma rectum.
b. Anoskop, diperlukan untuk melihat hemoroid intern yang tidak menonjol ke luar.
Anoskop dimasukkan dan di putar untuk mengamati keempat kuadran. Hemoroid
intern terlihat sebagai stuktur vascular yang menonjol ke dalam lumen. Apabila
penderita diminta mengedan sedikit, ukuran hemoroid akan membesar dan
penonjolan atau prolaps akan lebih nyata.
c. Proktosigmoidoskopi, perlu dikerjakan untuk memastikan bahwa keluhan bukan
disebabkan oleh proses radang atau proses keganasan ditingkat yang lebih tinggi,
karena hemoroid merupakan keadaan fisiologik saja atau tanda yang menyertai.
Feses harus diperiksa terhadap adanya darah samar.

5. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan


a. Penatalaksanaan Medis
Obat-obat farmakologis hemoroid dapat dibagi atas empat, yaitu pertama:
memperbaiki defekasi, kedua : meredakan keluhan subyektif,ketiga : menghentikan
perdarahan, dan keempat : menekan atau mencegah timbulnya keluhan dan gejala.
1) Obat memperbaiki defekasi : ada dua obat yang diikutkan dalam BMP yaitu
suplemen serat (fiber suplement) dan pelicin tinja (stool softener). Suplemen serat
komersial yang banyak dipakai antara lain psyllium atau isphagula Husk (misal
Vegeta, Mulax, Metamucil, Mucofalk). Obat kedua yaitu obat laksan atau
pencahar antara lain Natrium dioktil sulfosuksinat (Laxadine), Dulcolax, Microlac
dll. Natrium dioctyl sulfosuccinat bekerja sebagai anionic surfactant, merangsang
sekresi mukosa usus halus dan meningkatkan penetrasi cairan kedalam tinja.
Dosis 300 mg/hari (Sudoyo, 2006).
2) Obat simtomatik : bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi keluhan rasa
gatal, nyeri, atau karena kerusakan kulit di daerah anus. Obat pengurang keluhan
seringkali dicampur pelumas (lubricant), vasokonstriktor, dan antiseptic lemah.
Sediaan penenang keluhan yang ada di pasar dalam bentuk ointment atau
suppositoria antara lain Anusol, Boraginol N/S, dan Faktu. Bila perlu dapat
digunakan kortikosteroid untuk mengurangi radang daerah hemoroid atau anus
antara lain Ultraproct, Anusol HC, Scheriproct. Sediaan bentuk suppositoria
digunakan untuk hemoroid interna, sedangkan sediaan ointment/krem digunakan
untuk hemoroid eksterna (Sudoyo, 2006).
3) Obat menghentikan perdarahan : perdarahan menandakan adanya luka pada
dinding anus/ pecahnya vena hemoroid yang dindingnya tipis. Yang digunakan
untuk pengobatan hemoroid yaitu campuran diosmin (90%) dan hesperidin (10%)
dalam bentuk Micronized, dengan nama dagang “Ardium” atau “Datlon”.
Psyllium, Citrus bioflavanoida yang berasal dari jeruk lemon dan paprika
berfungsi memperbaiki permeabilitas dinding pembuluh darah (Sudoyo, 2006).
4) Obat penyembuh dan pencegah serangan hemoroid : pengobatan dengan Ardium
500 mg menghasilkan penyembuhan keluhan dan gejala yang lebih cepat pada
hemoroid akut bila dibandingkan plasebo. Pemberian Micronized flavonoid
(Diosmin dan Hesperidin) (Ardium) 2 tablet per hari selama 8 minggu pada pasien
hemoroid kronik. Penelitian ini didapatkan hasil penurunan derajat hemoroid pada
akhir pengobatan dibanding sebelum pengobatan secara bermakna. Perdarahan
juga makin berkurang pada akhir pengobatan dibanding awal pengobatan (Sudoyo,
2006).

b. Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaan ini berupa perbaikan pola hidup, perbaikan pola makan dan
minum, perbaiki pola/ cara defekasi. Memperbaiki defekasi merupakan pengobatan
yang selalu harus ada dalam setiap bentuk dan derajat hemoroid. Perbaikan defekasi
disebut bowel management program (BMP) yang terdiri dari diet, cairan, serat
tambahan, pelicin feses, dan perubahan perilaku buang air. Pada posisi jongkok
ternyata sudut anorektal pada orang menjadi lurus ke bawah sehingga hanya
diperlukan usaha yang lebih ringan untuk mendorong tinja ke bawah atau keluar
rektum. Posisi jongkok ini tidak diperlukan mengedan lebih banyak karena
mengedan dan konstipasi akan meningkatkan tekanan vena hemoroid (Sudoyo,
2006). Gejala hemoroid dan ketidaknyamanan dapat dihilangkan dengan hygiene
personal yang baik dan menghindari mengejan berlebihan selama defekasi. Diet
tinggi serat yang mengandung buah dan sekam mungkin satu-satunya tindakan yang
diperlukan (Smeltzer dan Bare, 2002).

6. Komplikasi
Komplikasi hemoroid yang paling sering adalah perdarahan, trombosis, dan
strangulasi. Trombosis adalah pembekuan darah dalam hemoroid. Hemoroid
strangulasi adalah hemoroid yang prolaps dengan suplai darah dihalangi oleh
sfingter ani (Price dan Wilson, 2006).

7. WOC
B. Landasan Teoritis Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Menurut Doenges tahun 2000 pengkajian fokus keperawatan hemoroidectomy
meliputi:
a. Aktivitas/ istirahat
Gejala : Kelemahan, malaise.
b. Sirkulasi
Tanda:Takikardi (nyeri ansietas), pucat (kemungkinan adanya perdarahan)
c. Eliminasi
Gejala :Riwayat adanya hemoroid, ketidakmampuan defekasi (konstipasi), rasa tidak
puas waktu defekasi.
Tanda : Konstipasi (kerasnya) terdapat goresan darah atau nanah, keluar darah
sesudah atau sewaktu defekasi, perdarahan biasanya berwarna merah segar karena
tempat perdarahan yang dekat. Hemoroid interna seringkali berdarah waktu defekasi,
sedangkan hemoroid eksterna jarang berdarah.
d. Makanan/ cairan
Gejala : Anoreksia, mual dan muntah
e. Nyeri/ kenyamanan
Gejala : Terjadi saat defekasi, duduk dan berjalan
Tanda : Terus menerus atau berjangka waktu, tajam atau berdenyut
f. Keamanan
Gejala : Gangguan dalam terapi obat yang mengakibatkan konstipasi
Tanda : konstipasi
g. Penyuluhan/ pembelajaran
Gejala : Riwayat keluarga hemoroid, pola defekasi buruk Rencana pemulangan :
perubahan pola makan yang buruk dengan tinggi serat, dapat memerlukan bantuan
dalam pengobatan dan aktifitas perawatan diri dan pemeliharaan, perubahan rencana
diet.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan rasa nyaman (nyeri) b.d terputusnya jaringan perifer
b. Pola nafas tidak efektif b.d penurunan respon paru
c. Konstipasi b.d peristaltik usus yang menurun
d. Risiko infeksi b.d adanya luka operasi di daeran anorektal
e. Gangguan mobilitas fisik b.d spasme otot karena takut gerak
f. Gangguan pola tidur b.d nyeri post hemoroidectomy

3. NOC dan NIC

1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan terputusnya jaringan perifer.


Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang setelah perawatan 2X24 jam dengan
kriteria hasil : Skala nyeri 0-1, Klien tampak rileks.
Intervensi :
a. Kaji skala nyeri
Rasional : menentukan tingkat nyeri, untuk menentukan tindakan yang tepat.
b. Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam.
Rasional :untuk mengurangi rasa nyeri.
c. Beri posisi tidur yang nyaman.
Rasional : untuk meningkatkan rasa nyaman.
d. Observasi tanda-tanda vital.
Rasional : identifikasi dini komplikasi nyeri.
e. Berikan bantalan flotasi dibawah bokong saat duduk.
Rasional : menghindari penekanan pada daerah operasi.
f. Kolaborasi untuk rendam duduk setelah tampon diangkat.
Rasional: kehangatan meningkatkan sirkulasi dan membantu menghilangkan
ketidaknyamanan.g. Kolaborasi untuk pemberian terapi analgetik. Rasional : mengurangi
nyeri.

2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan respon paru.


Tujuan : pola nafas kembali efektif.
Kriteria hasil : pola nafas efektif, bunyi nafas normal.
Intervensi :
a. Kaji frekuensi kedalaman pernafasan
Rasional : mengetahui frekuensi pernafasan.
b. Beri posisi kepala lebih tinggi
Rasional : memudahkan pernafasan.
c. Kolaborasi pemberian oksigen.
Rasional : membantu memaksimalkan pernafasan

3. Konstipasi berhubungan dengan peristaltik usus menurun.


Tujuan : konstipasi tidak terjadi.
Kriteria hasil : klien dapat buang air besar secara rutin 1x sehari, feses tidak keras.
Intervensi:
a. Anjurkan untuk mengkonsumsi makanan yang mengandung serat.
Rasional : serat dapat merangsang peristaltik dan eliminasi regular.
b. Anjurkan untuk banyak minum air putih.
Rasional : cairan yang banyak bertujuan untuk mempermudah defekasi.
c. Berikan huknah gliserin.
Rasional : untuk membantu mempermudah buang air besar.

4. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya luka operasi di daerah anorektal.


Tujuan : tidak terjadi infeksi setelah perawatan 2X24 jam.
Kriteria hasil : Luka sembuh dengan baik, tanda-tanda vital dalam batas normal
Intervensi :
a. Observasi tanda-tanda vital
Rasional : peningkatan nilai tanda-tanda vital merupakan indikator dini proses infeksi.
b. Berikan rendam duduk setiap kali setelah buang air besar selama 1-2 minggu.
Rasional : mematikan kuman penyebab infeksi.
c. Kaji daerah operasi terhadap pembengkakan dan pengeluaran pus.
Rasional : Merupakan tanda-tanda infeksi.
d. Ganti tampon setiap kali setelah BAB.
Rasional : mencegah infeksi.
e. Kolaborasi untuk pemberian terapi antibiotik.
Rasional : membunuh bakteri yang menyebabkan infeksi.

5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan spasme otot karena takut gerak. Tujuan :
Tidak terjadi gangguan mobilitas setelah dilakukan tindakan keperawatan 3X24 jam
dengan
Kriteria hasil : Klien mampu melakukan aktifitas sesuai keadaan untuk memenuhi
kebutuhan sendiri, klien dapat mempertahankan posisi yang fungsional.
Intervensi :
a. Kaji kemampuan klien terhadap aktivitas.
Rasional : untuk mengetahui seberapa kemampuan klien dalam beraktivitas.
b. Anjurkan pada klien untuk meningkatkan aktivitas secara bertahap.
Rasional : untuk menghindari kekakuan pada otot.
c. Hindari duduk dengan posisi yang tetap dalam waktu lama.
Rasional : menghindari regangan pada anorectal
d. Ubah posisi secara periodik sesuai dengan keadaan klien.
Rasional : mencegah terjadinya luka dekubitus atau komplikasi kulit.

6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri post hemoroidectomy.


Tujuan : Istirahat tidur klien terpenuhi setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3X24
jam dengan
Kriteria hasil : Pasien dapat tidur 6-8 jam setiap malam, Secara verbal mengatakan dapat
lebih rileks dan lebih segar
Intervensi :
a. Lakukan kajian masalah gangguan tidur pasien dan penyebab kurang tidur.
Rasional : Memberikan informasi dasar dalam menentukan rencana perawatan.
b. Anjurkan makan yang cukup satu jam sebelum tidur.
Rasional : Meningkatkan tidur.
c. Beri posisi yang nyaman.
Rasional : Meningkatkan pola tidur.
d. Kolaborasi dalam pemberian analgetik dan sedatif setengah jam sebelum tidur.
Rasional : Mengurangi gangguan tidur. (Wartonah, 2006)

C. DAFTAR PUSTAKA
Alimul, H. A. A. 2007. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Edisi
2.Jakarta:Salmba Medika
Nanda.2011.Pedoman Diagnosa Keperawatan, Alih Bahasa Studi Sentosa. Jakarta. Arima
Medika

Вам также может понравиться