Вы находитесь на странице: 1из 123

EVALUASI DRUG THERAPY PROBLEMS

OBAT HIPOGLIKEMIA KOMBINASI


PADA PASIEN GERIATRI DIABETES MELLITUS TIPE 2
DI INSTALASI RAWAT JALAN RSUP Dr. SARDJITO YOGYAKARTA
PERIODE JANUARI–JUNI 2009

SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Farmasi

Oleh :

Maria FeaYessy Ayuningtyas

NIM : 068114152

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2010
EVALUASI DRUG THERAPY PROBLEMS
OBAT HIPOGLIKEMIA KOMBINASI
PADA PASIEN GERIATRI DIABETES MELLITUS TIPE 2
DI INSTALASI RAWAT JALAN RSUP Dr. SARDJITO YOGYAKARTA
PERIODE JANUARI–JUNI 2009

SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Farmasi

Oleh :

Maria FeaYessy Ayuningtyas

NIM : 068114152

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2010

ii
iii
iv
Ketika kumohon kepada Tuhan kekuatan,
Tuhan memberiku kesulitan agar aku kuat
Ketika kumohon kepada Tuhan kebijaksanaan,
Tuhan memberiku masalah untuk dipecahkan
Ketika kumohon kepada Tuhan kesejahteraan,
Tuhan memberiku akal untuk berfikir
Ketika kumohon kepada Tuhan keberanian,
Tuhan memberiku kondisi bahaya untuk kuatasi
Ketika kumohon kepada Tuhan cinta,
Tuhan memberiku orang-orang bermasalah untuk kutolong
Ketika kumohon kepada Tuhan bantuan,
Tuhan memberiku kesempatan untuk berusaha
Ketika kumohon kepada Tuhan kesabaran,
Tuhan memberiku kesempatan untuk melayani
Aku tidak menerima apa yang aku pinta,
tetapi aku menerima apa yang aku butuhkan
(Anonim, 2002)

Ia membuat segala sesuatu


indah pada waktunya
(Pengkhotbah, 3:11a)

Karya ini kupersembahkan kepada


Tuhan Yesus Kristus yang selalu ada untukku…..
Bapak Ibuku yang selalu memberiku dukungan…..
Sahabat-sahabatku yang mewaarnai pelangi hidupku…..
Almamaterku …..

v
vivi
Prakata

Puji dan syukur penulis panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa, karena

berkat kasih dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang

berjudul “Evaluasi Drug Therapy Problems Obat Hipoglikemia Kombinasi pada

Pasien Geriatri Diabetes Mellitus Tipe 2 di Instalasi Rawat Jalan RSUP Dr.

Sardjito Yogyakarta Periode Januari-Juni 2009 ini dengan baik.

Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat

memperoleh gelar sarjana farmasi pada program studi Ilmu Farmasi, Jurusan Farmasi,

Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini bukanlah suatu hal yang

mudah, banyak pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan sehingga

penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan lancar. Oleh karena itu,

penulis mengucapkan terima kasih yang kepada:

1. Tuhan yang Maha Baik atas segala berkat dan semangat sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini.

2. Kedua orangtuaku Bapak Antonius Purwanto dan Ibu Brigita Sri Setyasih yang

dengan tulus mendampingi dengan kasih, memberikan nasehat dan materi untuk

membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.

3. Direktur RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta yang telah memberikan izin untuk

penulis dapat melakukan penelitian.

vii
4. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi dan dosen penguji

skripsi atas dukungan, arahan, kritikan dan masukan serta semangat yang

diberikan kepada penulis.

5. Ibu Maria Wisnu Donowati, M.Si., Apt selaku dosen pembimbing yang telah

dengan sabar memberikan bimbingan, saran, semangat, dan dukungan dalam

proses penyusunan skripsi.

6. Ibu dr. Fenty, M.Kes, Sp.PK. selaku dosen penguji yang telah memberikan saran

dan masukan yang berharga dalam proses penyusunan skripsi ini.

7. Bapak Dr. Osman Sianipar, DMM, M.Sc.,Sp PK (K) selaku kepala Bagian

Pendidikan dan Penelitian (Diklit), Bapak Mt. Sutena, SKM., MM.,M.Sc selaku

Ka Sub Bag Diklit Keperawatan dan Non Medis dan ibu Mamik selaku staff

Diklit

8. Bagian Rekam Medik RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta (Ibu Nani, Pak Dirman, Ibu

Dari, Ibu Meta, dr. Endang) atas bantuan dan dukungannya.

9. Seluruh pasien geriatri diabetes mellitus tipe 2 yang menerima terapi obat

hipoglikemia kombinasi Yogyakarta yang secara tidak langsung telah membantu

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

10. Segenap dosen pengajar, staf sekretariat Fakultas Farmasi Sanata Dharma atas

dukungan dan bantuannya dalam menyelesaikan skripsi ini.

11. Kakak dan adikku, Lukas Okta Prasetyawanto dan Yohanes Karisma

Kristiawanto, atas dukungan dan semangat yang diberikan.

viii
ix
ix
x
INTISARI

Diabetes Mellitus pada orang dewasa hampir 90% masuk diabetes tipe 2. Dari
jumlah tersebut bahwa 50% adalah pasien berumur lebih dari 60 tahun. Obat
hipoglikemia kombinasi (lebih dari 1 obat hipoglikemia) yang digunakan untuk
mengatasi diabetes yang dialami oleh pasien geriatri harus diperhatikan, mengingat
fungsi organ dan aktivitas fisik yang sudah mengalami penurunan. Mengingat hal
tersebut maka dianjurkan pemilihan dan dosis pemberian untuk pasien usia lanjut
harus berhati-hati. Untuk itu perlu dilakukan evaluasi Drug Therapy Problems pada
pasien geriatri.
Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dengan rancangan
penelitian deskriptif evaluatif yang bersifat retrospektif. Bahan yang digunakan
adalah lembar rekam medis.
Pasien geriatri diabetes mellitus tipe 2 yang menerima obat hipoglikemia
kombinasi di instalasi rawat jalan RSUP Dr. Sardjito adalah 26 pasien. Karakteristik
pasien berdasarkan jenis kelamin terbanyak adalah perempuan yaitu 57,7% (15
pasien), usia lansia (elderly) terbanyak yaitu 73,1% (19 pasien), komplikasi paling
banyak adalah hipertensi 92,3% (24 pasien) dan penyakit penyerta adalah osteoatritis
19,2 % (5 pasien). Terdapat 11 kelas terapi yang diberikan kepada pasien. Drug
Therapy Problems (DTPs) yang terjadi adalah dosis terlalu rendah sebanyak 3,8 % (1
pasien) dan Adverse Drug Reaction (ADR) sebanyak 53,8% (14 pasien).

Kata kunci : drug therapy problems, obat hipoglikemia kombinasi, Diabetes Mellitus
tipe 2

xi
ABSTRACT

Diabetes Mellitus on adults are almost 90% included in DM Type 2. From


that total amount, as much as 50% are patients above 60 years of age. Combined
hypoglycemic drugs (more than 1 hypoglycemic drug) used to treat diabetes on
geriatric patients need a special attention, remembering their body organs and
physically activities are decreasing. Because of that reasons, it is highly
recommended to be aware on drugs selection and dosing on geriatrics. Since then,
the evaluation of DTPs on geriatric needed to be done.
This research is a non experimental with descriptive-evaluative design and
also retrospective type. Medical records used as research materials.
The total amount of geriatric patients with DM Type 2 who get combined
hypoglycemic drugs installation of outpatient RSUP Dr. Sardjito are 26 patients.
Percentage for most gender is female with 57,7% (15 patients), the elderly age is
73,1% (19 patients), most complicating disease is hypertension for 92,3% (24
patients) and accompanying disease is ostheoarthritis for 19,2% (5 patients). 11
class of therapy is used. DTPs found are dosage too low as much as 3,8 % (1
patient) and ADR for 53,6% (14 patients).

Keywords: DTPs, combined hypoglycemic drugs, DM type 2

xii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................. iii

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................................... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH

UNTUK KEPENTINGAN AKADEMISI .......................................................... vi

PRAKATA .......................................................................................................... vii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................................. x

INTISARI............................................................................................................ xi

ABSTRACT .......................................................................................................... xii

DAFTAR ISI ....................................................................................................... xiii

DAFTAR TABEL ...............................................................................................xviii

DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................xix

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xx

BAB I PENGANTAR ......................................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................................... 1

1. Permasalahan .............................................................................................. 3

2. Keaslian penelitian ..................................................................................... 4

3. Manfaat penelitian ...................................................................................... 5

B. Tujuan Penelitian ............................................................................................ 6

xiii
1. Tujuan umum ............................................................................................. 6

2. Tujuan khusus............................................................................................. 6

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA.................................................................. 8

A. Drug Therapy Problems ................................................................................. 8

B. Diabetes Mellitus ............................................................................................ 12

1. Klasifikasi ................................................................................................... 12

2. Gejala.......................................................................................................... 14

3. Diagnosis .................................................................................................... 15

4. Komplikasi ................................................................................................ 16

a. Komplikasi Akut..................................................................................... 16

1) Hipoglikemia ...................................................................................... 16

2) Ketoasidosis Diabetik ........................................................................ 16

b. Komplikasi Kronis ................................................................................. 16

1) Makroangiopati (makrovaskuler) ....................................................... 17

2) Mikroangiopati (mikrovaskuler) ........................................................ 17

5. Penatalaksanaan ........................................................................................ 18

a. Terapi non farmakologi ......................................................................... 20

1) Diet .................................................................................................... 20

2) Olah raga ............................................................................................ 20

b. Terapi Farmakologi ............................................................................... 20

1) Terapi Insulin ...................................................................................... 20

2) Terapi Obat Hipoglikemia Oral .......................................................... 22

xiv
a. Golongan Sulfonilurea ................................................................... 22

1. Glibenklamid .............................................................................. 23

2. Gliklazid ..................................................................................... 23

3. Glipizid....................................................................................... 24

4. Glikuidon ................................................................................... 24

5. Glimepiride ................................................................................ 24

b. Golongan Meglitinida dan Turunan Fenilalanin ............................ 24

c. Golongan Biguanida ....................................................................... 25

d. Golongan Tiazolidindion ............................................................... 26

e. Golongan Inhibitor α- Glukosidase ................................................ 26

f. Golongan Dipeptidyl-peptidase-4 (DPP-4) .................................... 27

g. Golongan Glucagonlike Peptide-1 Agonist (GLP-) ........................ 27

3) Terapi Kombinasi ................................................................................ 29

C. Geriatri ............................................................................................................ 30

D. Keterangan Empiris ........................................................................................ 31

BAB III METODE PENELITIAN...................................................................... 32

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ..................................................................... 32

B. Definisi Operasional ....................................................................................... 32

C. Subyek Penelitian ........................................................................................... 33

D. Bahan Penelitian ............................................................................................. 33

E. Lokasi Penelitian ............................................................................................ 34

F. Tata Cara Penelitian ........................................................................................ 34

xv
1.Persiapan ..................................................................................................... 35

2. Pengambilan data ....................................................................................... 35

3.Pengolahan data ........................................................................................... 36

F. Tata Cara Analisis Hasil ................................................................................. 37

1. Karakteristik Pasien .................................................................................... 37

2. Profil Obat ................................................................................................... 37

3. Evaluasi Drug Therapy Problem ................................................................ 38

G. Kesulitan Penelitian........................................................................................ 38

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 40

A. Karakteristik Pasien........................................................................................ 40

1. Berdasarkan jenis kelamin.......................................................................... 40

3. Berdasarkan kelompok usia........................................................................ 41

4. Berdasarkan penyakit komplikasi .............................................................. 42

5. Berdasarkan penyakit penyerta .................................................................. 44

B. Profil Obat ...................................................................................................... 45

a. Obat Susunan Saraf .................................................................................... 46

b. Obat Kardiovaskuler................................................................................... 47

c. Obat Saluran Pernapasan ............................................................................ 48

d. Obat Saluran Cerna .................................................................................... 49

e. Obat Anti Alergi ......................................................................................... 50

f. Cairan untuk Keseimbangan Air, Elektrolit dan Nutrisi ............................. 50

g. Obat Anti Diabetik ..................................................................................... 51

xvi
h. Anti Infeksi ................................................................................................. 54

i. Vitamin, Mineral dan Metabolitropikum .................................................... 55

j. Obat yang Mempengaruhi Darah ................................................................ 56

k. Obat Penyakit Kulit .................................................................................... 56

C. Evaluasi DTPs ................................................................................................ 57

a. DTPs dosis terlalu rendah ........................................................................... 58

b. DTPs Advers Drug Reaction ...................................................................... 59

D. Rangkuman Pembahasan................................................................................ 62

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 65

A. Kesimpulan .................................................................................................... 65

B. Saran ............................................................................................................... 65

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 67

BIGRAFI PENULIS ........................................................................................... 103

xvii
DAFTAR TABEL

Tabel I. Peringkat Signifikansi Klinis Interaksi Obat Menurut Tatro(2001) 10

Tabel II. Korelasi Nilai HbA1C dengan Kadar Glukosa Darah ................... 19

Tabel III. Beberapa Sediaan Insulin di Indonesia .......................................... 21

Tabel IV. Obat Hipoglikemia Oral yang Beredar di Indonesia ..................... 28

Tabel V. Jenis dan Presentase Penyakit Komplikasi .................................... 43

Tabel VI. Jenis dan Persentase Penyakit Penyerta ......................................... 44

Tabel VII. Pengunaan Obat Kelas Terapi Sistem Saraf Pusat......................... 47

Tabel VIII. Pengunaan Obat Kelas Terapi Kardiovaskuler .............................. 48

Tabel IX. Pengunaan Obat Kelas Terapi Saluran Pernapasan ....................... 49

Tabel X. Pengunaan Obat Kelas Terapi Saluran Cerna ................................ 49

Tabel XI. Pengunaan Kelas Terapi Anti Alergi ............................................. 50

Tabel XII. Pengunaan Kelas Terapi Cairan untuk Keseimbangan Air, Elektrolit,

Dialisis dan Nutrisi ........................................................................ 51

Tabel XIII. Pengunaan Obat Kelas Terapi Anti Diabetik ................................. 51

Tabel XIV. Penggunaan Obat Hipohlikemia Kombinasi.................................. 53

Tabel XV. Pengunaan Kelas Terapi Vitamin, Mineral dan Metabolitropikum 56

Tabel XVI. Pengunaan Kelas Terapi Obat yang Mempengaruhi Darah ........... 56

Tabel XVII. Pengelompokan Kejadian DTPs .................................................... 58

Tabel XVIII. Kejadian DTPs Dosis Terlalu Rendah .......................................... 59

Tabel XIX. Potensial Kejadian DTPs Advers Drug Reaction .......................... 62

xviii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Algoritma untuk Mengotrol Glukosa Darah Menurut AACE ........... 19

Gambar 2. Persentase Karakteristik Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin ........... 41

Gambar 3. Persentase Karakteristik Pasien Berdasarkan Usia .......................... 42

Gambar 4. Distribusi Penggunaan Obat Berdasarkan Kelas Terapi ................... 45

xix
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I. Kajian DTPs Pasien Penggunaan Obat Hipoglikemia Kombinasi

pada Pasien Geriatri DM Tipe II di Instalasi Rawat Jalan RSUP

Dr Sardjito Yogyakarta Periode Januari-Juni 2009 .....................74

Lampiran II. Nilai Rujukan dari RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta .................. 100

Lampiran III. Obat Paten yang Digunakan ..................................................... 100

Lampiran IV. Daftar Singkatan ....................................................................... 101

Lampiran V. Surat Ijin Penelitian dari RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta........... 102

Lampiran VI. Surat Kalaikan Etik ................................................................... 103

xx
BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Diabetes Mellitus (DM) ialah suatu penyakit yang ditandai dengan kadar

glukosa yang tinggi di dalam darah karena tubuh tidak dapat melepaskan atau

menggunakan insulin secara tepat ( Triplitt, Reasner, Isley, 2005). Diabetes Mellitus

menjadi salah satu penyakit yang menarik perhatian karena penderitanya terus

bertambah banyak. Menurut hasil survei yang dilakukan oleh WHO di Indonesia pada

tahun 2000, penderita Diabetes Mellitus sekitar 17 juta orang (8,6 persen dari jumlah

penduduk) atau menduduki urutan terbesar ke-4 setelah India, Cina, dan Amerika

Serikat (AS). WHO memperkirakan bahwa penderita diabetes di Indonesia akan

mengalami kenaikan dari 17 juta jiwa pada tahun 2000, diperkirakan menjadi 21,3

juta jiwa pada tahun 2030 (Anonim, 2009 b).

Hampir 90% Diabetes Mellitus pada orang dewasa merupakan Diabetes

Mellitus Tipe 2. Dari jumlah tersebut, 50% adalah pasien berusia lebih dari 60 tahun.

Berdasarkan data statistik dunia, pasien geriatri pada tahun 2007 berjumlah sekitar

450 juta jiwa (7% dari total penduduk dunia) dan sekitar 50-92% mengalami

gangguan toleransi glukosa. Dapat diperkirakan bahwa dengan laju kenaikan jumlah

penduduk geriatri yang semakin cepat, maka prevalensi pasien gangguan toleransi

glukosa dan diabetes pada geriatri juga akan semakin cepat (Rochmah, 2006).

1
2

Penyakit diabetes tidak dapat disembuhkan secara total namun bisa

dikendalikan dengan 2 cara yaitu secara farmakologis dan nonfarmakologis. Terapi

farmakologi yang dapat digunakan adalah terapi obat hipoglikemia yang dapat

diberikan secara tunggal maupun kombinasi. Penelitian oleh Turner, Cull, Frighi, dan

Holman (1999) menyatakan bahwa DM tipe 2 sangat progresif hingga setelah 3 tahun

monoterapi, 50% akan memerlukan lebih dari 1 obat hipoglikemia, dan setelah 9

tahun angka ini akan meningkat menjadi 75%.

Bagi pasien geriatri, pemberian terapi kombinasi ini harus diperhatikan

mengingat fungsi organ dan aktivitas fisik yang sudah mengalami penurunan.

Perubahan fisiologi pada pasien geriatri mempengaruhi kinerja farmakokinetik dan

farmodinamik obat. Proses farmakokinetik meliputi absorbsi, distribusi, metabolisme

dan ekskresi, sedangkan proses farmakodinamik berupa antaraksi obat dengan

reseptor. Salah satu organ yang mengalami penurunan fungsi yaitu ginjal yang

merupakan jalur utama ekskresi mengalami perubahan saluran ginjal (laju filtrasi

glomeruler) akibatnya waktu paruh eliminasi obat dapat lebih lama berada dalam

tubuh. Hal ini memungkinkan perpanjangan kinerja farmakologi dan toksikologi obat

(Donatus, 1999). Maka dianjurkan untuk pemilihan obat yang tepat dan pemberian

dosis yang disesuaikan dengan kondisi pasien geriatri, hal tersebut berkaitan dengan

pencapaian outcome dan pencegahan terjadinya DTPs.

Apoteker memiliki peran yang sangat penting dalam keberhasilan

penatalaksanaan diabetes. Apoteker berperan untuk mendampingi, memberikan

konseling dan bekerja sama dengan penderita dalam penatalaksanaan diabetes. Selain
3

itu apoteker juga berperan untuk membantu penderita menyesuaikan pola diet

sebagaimana yang disarankan ahli gizi, mencegah dan mengendalikan komplikasi

yang mungkin timbul, mencegah dan mengendalikan efek samping obat, memberikan

rekomendasi penyesuaian rejimen dan dosis obat yang harus dikonsumsi penderita

bersama-sama dengan dokter yang merawat penderita. Peran seorang apoteker sangat

penting dalam keberhasilan penatalaksanaan dan pemberian terapi yang tepat,

sehingga tidak menimbulkan Drug Therapy Problems (DTPs). Dengan demikian

diperlukan penelitian tentang keberhasilan penatalaksanaan terapi obat melalui

evaluasi DTPs untuk pasien diabetes.

Penelitian ini dilakukan di RSUP Dr. Sardjito karena rumah sakit ini

merupakan paling besar di Yogyakarta, dengan jumlah pasien DM tipe 2 yang

mendapatkan terapi kombinasi yang melakukan pemeriksaan rutin di rumah sakit

tersebut cukup banyak. Selain itu, RSUP Dr. Sardjito memiliki instalasi famasi,

instalasi rawat jalan, unit rekam medis dan unit geriatri yang mendukung pelayanan.

Dari data rekam medik yang diperoleh dapat diidentifikasi adanya DTP pada

penggunaan obat hipoglikemia sehingga diharapkan dapat membantu meningkatkan

kualitas layanan RSUP Dr. Sardjito kepada pasien untuk mendapatkan terapi yang

optimal serta untuk mendukung pelaksanaan patient safety saat ini.

1. Perumusan masalah

Berdasarkan latar belakang yang ada, permasalahan yang dapat dirumuskan adalah :

a. Bagaimana karakteristik pasien geriatri DM tipe 2 yang mendapat terapi obat


4

hipoglikemia kombinasi di Instalasi Rawat Jalan RSUP Dr Sardjito Yogyakarta

periode Januari-Juni 2009 (berdasarkan jenis kelamin, usia, penyakit komplikasi

dan penyakit penyerta) ?

b. Bagaimana profil penggunaan obat pada pasien geriatri DM tipe 2 yang mendapat

terapi obat hipoglikemia kombinasi di Instalasi Rawat Jalan RSUP Dr Sardjito

Yogyakarta periode Januari-Juni 2009 ?

c. Berapa besar angka dan persentase kejadian DTPs pada pengobatan pasien geriatri

DM tipe 2 yang mendapat terapi obat hipoglikemia kombinasi di Instalasi Rawat

Jalan RSUP Dr Sardjito Yogyakarta periode Januari-Juni 2009 yang meliputi:

1) butuh tambahan obat (need for additional drug therapy) ?

2) obat tanpa indikasi (unnecessary drug therapy) ?

3) salah obat (wrong drug) ?

4) dosis terlalu rendah (dosage too low) ?

5) adverse drug reaction ?

6) dosis terlalu tinggi (dosage too high) ?

2. Keaslian Penelitian

Terdapat beberapa penelitian tentang evaluasi DTPs penyakit Diabetes

Mellitus tipe 2 yang sudah dilakukan di RSUP Dr. Sardjito. Perbedaan penelitian ini

dengan penelitian sebelumnya terletak pada subyek penelitian dalam penelitian ini

yaitu pasien geriatri yang mendapat obat hipoglikemia kombinasi di Instalasi Rawat

Jalan, periode yang digunakan Januari-Juni 2009, sedangkan penelitian sebelumnya

tidak memiliki kriteria inklusi tersebut. Maka dapat dikatakan penelitian mengenai
5

Evaluasi Drug Therapy Problems Obat Hipoglikemia Kombinasi pada Pasien Geriatri

Diabetes Mellitus tipe 2 di Instalasi Rawat Jalan RSUP Dr Sardjito Yogyakarta

Periode Januari-Juni 2009 belum pernah dilakukan. Penelitian yang terkait mengenai

evaluasi DTPs obat hipoglikemia untuk penderita Diabetes Mellitus tipe 2 yang telah

dilakukan oleh beberapa peneliti lain dengan judul sebagai berikut ini :

a. Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2

Komplikasi Hipertensi di Rumah Sakit Umum Dr. Sardjito Yogyakarta Periode

Tahun 2007-2008 oleh Herlinawati pada tahun 2009 .

b. Evaluasi Drug Related Problems pada Peresepan Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2

dengan Komplikasi Ishemic Heart Disease di Instalasi Rawat Inap RS Panti Rapih

Yogyakarta Periode Januari 2005- Desember 2007 oleh Larasati pada tahun 2008.

c. Identifikasi Drug Related Problems dan Pengaruhnya Terhadap Kontrol Gula

Darah pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Rawat Jalan yang Diterapi dengan

Insulin di Rumah Sakit D. Sardjito oleh Puspitasari pada tahun 2008.

3. Manfaat penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah

a. menjadi sumber informasi tentang DTPs pada pengobatan Diabetes Mellitus tipe 2

di RSUP Dr. Sardjito

b. menjadi bahan pertimbangan dalam mengembangkan konsep pelayanan farmasi

klinik di RSUP Dr Sardjito serta untuk meningkatkan kualitas pelayanan

kesehatan.
6

B. Tujuan

1. Tujuan umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengevaluasi adanya Drug Therapy

Problems obat hipoglikemia kombinasi pada pasien geriatri DM tipe 2 di

Instalasi Rawat Jalan RSUP Dr Sardjito Yogyakarta periode Januari-Juni 2009 .

2. Tujuan khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk :

a. Mengetahui karakteristik pasien geriatri DM tipe 2 yang mendapat terapi obat

hipoglikemia kombinasi di Instalasi Rawat Jalan RSUP Dr Sardjito

Yogyakarta periode Januari-Juni 2009 (berdasarkan jenis kelamin, usia,

penyakit komplikasi dan penyakit penyerta).

b. Mengetahui profil penggunaan obat pada pasien geriatri DM tipe 2 yang

mendapat terapi obat hipoglikemia kombinasi di Instalasi Rawat Jalan RSUP

Dr Sardjito Yogyakarta periode Januari-Juni 2009.

c. Mengetahui besar angka dan persentase kejadian DTPs pada pengobatan

pasien geriatri DM tipe 2 yang mendapat terapi obat hipoglikemia kombinasi

di Instalasi Rawat Jalan RSUP Dr Sardjito Yogyakarta periode Januari-Juni

2009 yang meliputi:

1) butuh tambahan obat (need for additional drug therapy)

2) obat tanpa indikasi (unnecessary drug therapy)

3) salah obat (wrong drug)

4) dosis terlalu rendah (dosage too low)


7

5) adverse drug reaction

6) dosis terlalu tinggi (dosage too high)


BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Drug Therapy Problems

Drug Therapy Problems (DTPs) merupakan peristiwa yang tidak diinginkan

yang dialami pasien yang memerlukan atau diduga memerlukan terapi obat dan

berkaitan dengan tercapainya tujuan terapi yang diinginkan. Identifikasi DTPs

menjadi fokus penilaian dan pengambilan keputusan terakhir dalam tahap proses

patient care (Cippole, Strand , Morley, 2004). Kejadian DTPs ini menjadi masalah

aktual maupun potensial yang kental dibicarakan dalam hubungan antara farmasis

dengan dokter. Yang dimaksud dengan masalah aktual DTPs adalah masalah yang

sudah terjadi pada pasien dan farmasis harus berusaha menyelesaikannya. Masalah

DTPs yang potensial adalah suatu masalah yang mungkin menjadi risiko yang dapat

berkembang pada pasien jika farmasis tidak melakukan tindakan untuk mencegah

(Rovers, 2003). Mengetahui hal tersebut maka seorang farmasis memegang peran

penting dalam mencegah maupun mengendalikan masalah tersebut.

Ada beberapa hal yang termasuk dalam kategori penyebab timbulnya

permasalahan yang berhubungan dengan DTPs (Cippole dkk., 2004).

1. Butuh tambahan obat (need for additional drug therapy)

Pasien mempunyai masalah medis yang membutuhkan terapi obat meliputi

kondisi penyakit meningkat sehingga membutuhkan obat baru, mengalami penyakit

kronis, terapi obat pencegahan untuk mengurangi risiko berkembangnya kondisi baru

8
9

dan pemberian pengobatan tambahan untuk mencapai sinergi dan efek tambahan.

2. Obat tanpa indikasi (unnecessary drug therapy)

Hal ini terjadi jika pasien menggunakan obat tanpa indikasi yang tepat, terapi

dengan dosis toksis, kondisi pengobatan lebih tepat ditangani dengan terapi non-

farmakologi, terapi obat diberikan untuk menghindari efek merugikan dari

pengobatan yang lain dan penyalahgunaan obat, penggunaan alkohol atau merokok,

polifarmasi yang sebaiknya terapi tunggal dan terapi efek samping akibat suatu obat

yang sebenarnya dapat digantikan dengan obat yang lebih aman.

3. Salah obat (wrong drug)

Pasien mendapatkan terapi tidak tepat seperti obat bukan yang paling efektif

dan aman, pasien alergi atau kontraindikasi, sudah resisten terhadap infeksi, dan

kondisi pengobatan yang tidak dapat sembuh dengan produk obat.

4. Dosis terlalu rendah (dosage too low)

Penyebab terjadinya ialah dosis terlalu rendah untuk menghasilkan respon

yang diinginkan, interaksi obat mengurangi jumlah ketersediaan obat yang aktif,

durasi obat terlalu singkat untuk menghasilkan respon yang diinginkan, pemilihan

obat, dosis, rute pemberian dan sediaan obat tidak tepat.

5. Adverse Drug Reaction

Penyebabnya ialah pasien menerima produk obat yang menyebabkan reaksi

alergi atau idiosinkrasi, pengaturan dosis obat diganti terlalu cepat, bioavalibilitas

atau efek obat diubah oleh obat lain atau makanan dan interaksi obat.
10

Salah satu yang menjadi kriteria terjadinya DTPs Adverse Drug Reaction

adalah terjadinya interaksi obat. Tidak semua obat bermakna secara klinis. Beberapa

interaksi obat secara teoritis mungkin terjadi, sedangkan interaksi obat yang lain yang

harus dihindari atau memerlukan pemantauan yang cermat. Tatro (2001) menilai

interaksi obat melalui peringkat signifikasi, onset, tingkat keparahan efek interaksi

dan dokumentasinya.

a. Peringkat Signifikansi

Peringkat signifikansi interaksi bervariasi dari derajat 1 sampai 5. Derajat 1

adalah interaksi yang parah dan telah terdokumentasi dengan baik. Derajat 5 adalah

interaksi yang dokumentasinya tidak lebih dari possible atau unlikely.

Tabel I. Peringkat Signifikansi Klinis Interaksi Obat Menurut Tatro (2001)

Peringkat signifikansi Signifikansi Dokumentasi


1 Major Suspected atau lebih
2 Moderate Suspected atau lebih
3 Minor Suspected atau lebih
4 Major/Moderate Possible
5 Minor Possible
Any Unlikely

b. Onset

Onset adalah mulai efek kerja interaksi suatu obat yang terbagi dalam 2

kelompok yaitu rapid dan delayed. Onset rapid ialah efek akan terjadi dalam kurun

waktu 24 jam setelah pemakaian obat yang berinteraksi, sehingga diperlukan tindakan

segera. Onset delayed ialah efek tidak akan terjadi sampai beberapa hari atau minggu

setelah pemakaian obat. Tidak memerlukan tindakan segera.


11

c. Tingkat keparahan efek interaksi

Berdasarkan tingkat keparahan efek interaksi suatu obat terbagi dalam 3

kelompok yaitu major, moderate, minor. Tingkat keparahan major ialah efek yang

terjadi secara potensial mengancam jiwa atau dapat menyebabkan kerusakan yang

bersifat menetap. Efek dapat menyebabkan perubahan status klinik dan penambahan

pengobatan merupakan tingkat keparahan moderate. Efek yang biasanya ringan tidak

memerlukan tambahan pengobatan merupakan tingkat keparahan minor.

d. Dokumentasi

Dokumentasi adalah derajat kepercayaan dari interaksi obat yang dapat

menyebabkan perubahan respon klinis. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi

terdokumentasinya suatu efek interaksi obat khususnya pada pasien tertentu.

Dokumentasi tidak menunjukkan besarnya insidensi atau frek uensi interaksi, serta

tidak tergantung pada keparahan efek interaksi. Dekomentasi terbagi dalam 5

kelompok yaitu established, probable, suspected, possible dan unlikely. Dokumentasi

established ialah derajat kepercayaan yang telah dapat membuktikan interaksi terjadi

disertai suatu kontrol penelitian yang baik. Kelompok kedua yaitu probable ialah

sangat mungkin terjadi interaksi tetapi tidak ada bukti klinis. Yang ketiga yaitu

suspected ialah interaksi obat mungkin terjadi dan terdapat beberapa data yang baik,

tetapi membutuhkan studi penelitian lebih lanjut. Kelompok keempat yaitu possible

ialah interaksi obat dapat terjadi tetapi data masih sangat terbatas. Dan yang kelima

yaitu unlikely ialah derajat kepercayaan yang meragukan untuk terjadi interaksi obat

dan tidak ada perubahan efek klinis yang jelas.


12

6. Dosis terlalu tinggi (dosage too high )

Beberapa penyebabnya ialah dosis pemberian terlalu tinggi, frekuensi

pemberian terlalu cepat, durasi obat terlalu panjang, dan interaksi obat yang terjadi

menghasilkan efek toksik.

7. Ketidaktaatan (inappropiate compliance)

Beberapa penyebabnya ialah pasien tidak memahami instruksi, lebih memilih

untuk tidak melakukan pengobatan, lupa melakukan pengobatan, tidak sanggup

menebus obat karena terlalu mahal, tidak dapat menelan atau melakukan pemberian

sendiri dengan tepat dan produk obat tidak tersedia.

B. Diabetes Mellitus

Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu penyakit atau gangguan

metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula

darah (hiperglikemia) disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan

protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat

disebabkan oleh gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh sel-sel beta

Langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel

tubuh terhadap insulin (WHO, 1999).

1. Klasifikasi

Berdasarkan etiologi, American Diabetes Association (ADA)

mengklasifikasikan Diabetes Mellitus menjadi :

a. Diabetes Mellitus tipe 1 atau Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)

Diabetes Mellitus tipe 1 merupakan diabetes yang tergantung pada insulin


13

yang disebabkan oleh adanya reaksi autoimun sehingga sel beta (ß) penghasil insulin

pada pulau-pulau langerhans pankreas menjadi rusak, akibatnya tubuh menjadi

kekurangan insulin (Triplitt dkk., 2005).

Destruksi autoimun dari sel ß langerhans kelenjar pankreas melibatkan

defisiensi sekresi insulin sehingga menyebabkan gangguan metabolisme yang

menyertai DM tipe 1. Selain itu, sel alfa (a ) kelenjar pankreas pada penderita DM tipe

1 yang tidak normal. Secara normal, hiperglikemia akan menurunkan sekresi

glukagon, namun pada penderita DM tipe 1 sekresi glukagon tetap tinggi walaupun

dalam keadaan hiperglikemi. Hal ini memperparah keadaan ketoasidosis diabetik jika

tidak mendapat terapi insulin (Anonim, 2005 a).

b. Diabetes Mellitus tipe 2 atau Non-Insulin-Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)

Pada diabetes tipe ini terjadi penurunan kemampuan insulin bekerja di

jaringan perifer (resistensi insulin dan disfungsi sel ß). Akibatnya, pankreas tidak

mampu memproduksi insulin yang cukup untuk mengkompensasi resistensi insulin.

Kedua hal ini menyebabkan terjadinya defisiensi insulin relatif (Widijanti, 2006)

Berbeda dengan DM tipe 1, pada penderita DM tipe 2 terutama yang berada

pada tahap awal, umumnya dapat terdeteksi jumlah insulin yang cukup di dalam

darahnya, di samping kadar glukosa yang tinggi. Jadi, awal patofisiologis DM tipe 2

bukan karena kurangnya sekresi insulin, tapi karena sel-sel sasaran insulin tidak

mampu merespon insulin secara normal. Apabila tidak ditangani dengan baik, pada

perkembangannya penderita DM tipe 2 akan mengalami kerusakan sel-sel ß pankreas

yang terjadi secara progesif yang seringkali akan mengakibatkan defisiensi insulin
14

sehingga akhirnya penderita memerlukan insulin eksogen (Anonim, 2005 a).

c. Diabetes Mellitus Tipe Spesifik

Meliputi individu dengan gangguan genetik fungsi sel ß, gangguan genetik

kerja insulin, penyakit endokrin pankreas, endokrinopati (akromegali, sindrom

Chusing), Diabetes Mellitus karena obat atau bahan kimia, infeksi dan sindrom

genetik (Triplitt dkk., 2005)

d. Diabetes Mellitus Gestasional

Diabetes Mellitus gestasional adalah diabetes yang dialami oleh wanita

terutama pada masa kehamilan yang diakibatkan adanya intoleransi glukosa selama

kehamilan. Diabetes gestasional terjadi pada 7% dari seluruh wanita hamil (Triplitt

dkk., 2005).

2. Gejala

Pada DM Tip e 1 gejala awalnya adalah rasa haus dan berkemih yang

berlebihan, mual, muntah, lelah dan nyeri perut (terutama pada anak-anak).

Pernafasan menjadi dalam dan cepat karena tubuh berusaha untuk memperbaiki

keasaman darah. Bau nafas penderita tercium seperti bau aseton. Tanpa pengobatan,

ketoasidosis diabetikum bisa berkembang menjadi koma, kadang dalam waktu hanya

beberapa jam. Bahkan setelah mulai menjalani terapi insulin, penderita Diabetes tipe I

bisa mengalami ketoasidosis jika mereka melewatkan satu kali penyuntikan insulin

atau mengalami stres akibat infeksi, kecelakaan atau penyakit yang serius (Anonim,

2008 a).

Penderita DM tipe 2 bisa tidak menunjukkan gejala- gejala selama beberapa


15

tahun. Jika kekurangan insulin semakin parah, maka timbullah gejala ya ng berupa

sering berkemih dan sering merasa haus. Jika kadar gula darah sangat tinggi (sampai

lebih dari 1.000mg/dL, biasanya terjadi akibat stres misalnya infeksi atau obat-

obatan), maka penderita akan mengalami dehidrasi berat, yang bisa menyebabkan

kebingungan mental, pusing, dan kejang (Anonim, 2008 a).

3. Diagnosis

Menurut American Association of Clinical Endocrinologists (2007), diagnosa

Diabetes Mellitus baru dapat dipastikan jika :

a. Adanya gejala seperti poliuria, polidipsia dan penurunan berat badan yang cepat

tanpa sebab yang jelas dan kadar glukosa darah acak = 200mg/dl atau

b. Kadar glukosa darah puasa (GDP) (dengan menggunakan plasma vena) =

126mg/dl. Puasa didefinisikan sebagai tidak adanya masukan kalori selama

setidaknya 8 jam atau

c. Kadar glukosa plasma = 200mg/dl pada 2 jam sesudah beban glukosa 75 gram

pada tes toleransi glukosa oral (TTGO).

Untuk kelompok tanpa keluhan khas, hasil pemeriksaan kadar glukosa darah

abnormal tinggi (hiperglikemia) satu kali saja tidak cukup kuat untuk menegakkan

diagnosis DM. Diperlukan konfirmasi atau pemastian lebih lanjut dengan

mendapatkan paling tidak satu kali lagi kadar gula darah sewaktu yang abnormal

(Anonim, 2005 a).


16

4. Komplikasi

Komplikasi dapat bersifat akut atau kronis. Komplikasi akut terjadi jika kadar

glukosa darah seseorang meningkat atau menurun drastis jika seseorang menjalani

diet terlalu ketat. Komplikasi kronis berupa kelainan pembuluh darah yang akhirnya

dapat menyebabkan serangan jantung, ginjal, saraf dan penyakit berat lainnya.

a. Komplikasi Akut

1) Hipoglikemia

Hipoglikemia adalah suatu keadaan klinik gangguan saraf yang disebabkan

penurunan glukosa darah. Hipoglikemia ditandai dengan lemas, gemetar, pusing,

pandangan berkunang-kunang, keluar keringat dingin, detak jantung meningkat,

sampai kehilangan kesadaran. Jika tidak tertolong dapat terjadi kerusakan otak

dan akhirnya kematian (Soegondo, 2006 a).

2) Ketoasidosis Diabetik

Asidosis yang disebabkan oleh pemecahan lemak yang ber lebih, yang

menyebabkan akumulasi asam-asam lemak dan senyawa-senyawa keton di dalam

tubuh. Salah satu gejalanya nafas penderita berbau khas seperti buah dan

kecepatan nafas lebih cepat dari normal. Keadaan ketoasidosis ini dapat

mengakibatkan kehilangan kesadaran, koma dan akhirnya meninggal dunia

(Soegondo, 2006 a).

b. Komplikasi Kronis

Komplikasi kronis Diabetes Mellitus terjadi pada semua pembuluh darah

di seluruh bagian tubuh (angiopati diabetik). Angiopati dibagi menjadi 2 yaitu :


17

1) Makroangiopati (makrovaskuler)

Jenis komplikasi makrovaskuler yang umum berkembang adalah penyakit

vaskuler perifer, gagal jantung, jantung koroner, infark miokard, dan kematian

mendadak. Diabetes Mellitus merupakan salah satu penyebab timbulnya penyakit

jantung (Triplitt dkk., 2005). Yang lebih sering merasakan komplikasi ini adalah

DM tipe 2 yang umumnya menderita hipertensi, dislipidemia dan atau

kegemukan (Soegondo, 2006 a).

2) Mikroangiopati (mikrovaskuler)

Yang termasuk dalam komplikasi mikrovaskuler yaitu retinopati,

nefropati dan neuropati. Hal yang dapat mendorong terjadinya komplikasi

terseb ut ialah terjadinya hiperglikemia dan pembetukan protein terglikasi yang

menyebabkan dinding pembuluh darah menjadi semakin lemah dan rapuh dan

terjadi penyumbatan pada pembuluh darah kecil (Soegondo, 2006 a).

a) Retinopati

Kejadian retinopati diabetik dikarenakan mikroangiopati yang terjadi

pada arteriola prekapiler retinal, kapiler, dan venula. Kerusakan disebabkan

karena kebocoran mikrovaskuler karena terurainya barier retinal sehingga darah

dapat masuk dan adanya sumbatan mikrovaskuler (Watkins, 2003).

b) Neuropati

Neuropati terjadi, akibat adanya kerusakan pada pembuluh darah kecil

yang memberi nutrisi pada saraf perifer dan metabolisme gula yang abnormal

(Triplitt dkk., 2005).


18

c) Nefropati

Kadar glukosa yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada pembuluh

darah sehingga dapat menyebabkan penurunan kualitas kerja ginjal (Triplitt dkk.,

2005).

5. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus

Tujuan umum penatalaksanaan Diabetes Mellitus adalah memperbaiki

kelainan metabolisme pasien sehingga dapat mempertahankan status kesehatan pasien

dan memperpanjang harapan hidup pasien. Pendekatan penatalaksanaan terapi

Diabetes melitus yang lain dipusatkan pada adanya resistensi insulin dan usaha untuk

meningkatkan kemampuan insulin yang tersedia dalam memacu pengambilan glukosa

oleh jaringan (Asdie, 2000).

Pada penatalaksanaan terapi Diabetes Mellitus terdapat terapi primer dan

terapi sekunder. Penatalaksanaan terapi primer meliputi edukasi, diet, dan olahraga

sedangkan terapi sekunder dengan insulin , obat hipoglikemia oral dan cangkok

pankreas (Asdie, 2000).

Apabila penatalaksanaan terapi tanpa obat (pengaturan diet dan olahraga)

belum berhasil mengendalikan kadar glukosa darah penderita, maka perlu dilakukan

langkah berikutnya berupa penatalaksanaan terapi obat, baik dalam bentuk terapi obat

hipoglikemik oral, terapi insulin, atau kombinasi keduanya (Anonim, 2005 a).
19

Gambar 1. Algoritma Terapi untuk Pasien DM Tipe 2 Menurut AACE

Tabel II. Korelasi Nilai HbA1C dengan Kadar Glukosa Darah

HbA1C Kadar Glukosa Darah


(%) (mg/dl)
6 126
7 154
8 183
9 212
10 240
11 269
12 298
(ADA, 2009)
20

a. Terapi non farmakologi

1) Diet

Terapi nutrisi medis direkome ndasikan untuk semua penderita DM.

Melalui terapi ini diharapkan dapat mencapai outcome metabolik yang optimal

dan pencegahan serta terapi komplik asi. Untuk orang dengan DM tipe 1, fokus

terutama pada pemberian insulin dan diseimbangkan dengan diet untuk mencapai

dan menjaga berat badan yang ideal. Pada pasien DM tipe 2 dilakukan

pembatasan kalori untuk mencapai penurunan berat badan. Penurunan berat

badan dapat menurunkan faktor risiko pada orang DM tipe 2 (Triplitt dkk.,

2005).

2) Olah Raga.

Berolah raga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar gula

darah tetap normal. Prinsipnya, tidak perlu olah raga berat, olah raga ringan

asalkan dilakukan secara teratur akan bagus pengaruhnya bagi kesehatan. Olah

raga akan memperbanyak jumlah dan meningkatkan aktivitas reseptor insulin

dalam tubuh dan juga meningkatkan penggunaan glukosa (Anonim, 2005 a).

b. Terapi Farmakologi

1) Terapi Insulin

Bagi penderita DM Tipe 1 terapi insulin sangat dibutuhkan karena pada

penderita DM Tipe 1, sel-sel ß Langerhans kelenjar pankreas penderita telah

rusak, sehingga tidak lagi dapat memproduksi insulin. Untuk itu penderita harus

mendapat insulin eksogen untuk membantu agar metabolisme karbohidrat di


21

dalam tubuhnya dapat berjalan normal. Penderita DM Tipe 2 tertentu

kemungkinan juga membutuhkan terapi insulin apabila terapi lain yang diberikan

tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah (Anonim, 2005 a).

Dahulu terapi insulin untuk pasien DM tipe 2 dianggap sebagai pilihan

yang terakhir, tetapi, hal tersebut mulai berubah seiring dengan waktu. Blonde

(2007) menyatakan bahwa terapi insulin intensif pada DM tipe 2 yang baru

terdiagnosa dapat meningkatkan kontrol glukosa darah dalam jangka waktu lama

menurunkan risiko mikrovaskular dan makrovaskuler, serta potensial

meningkatkan fungsi sel ß pankreas.

Insulin yang disekresikan oleh sel-sel ß pankreas akan langsung

diinfusikan ke dalam hati melalui vena porta, lalu didistribusikan ke seluruh

tubuh melalui sirkulasi sistemik yang selanjutnya berperan untuk membantu

transpor glukosa dari darah ke dalam sel. Kekurangan insulin menyebabkan

glukosa darah tidak dapat atau terhambat masuk ke dalam sel. Akibatnya,

glukosa darah akan meningkat, dan sebaliknya sel-sel tubuh kekurangan bahan

sumber energi sehingga tidak dapat memproduksi energi sebagaimana

seharusnya (Anonim, 2005 a).

Tabel III. Beberapa Sediaan Insulin di Indonesia


Nama Awal Kerja Efek Puncak Lama Kerja
(jam) (jam) (Jam)
1. Kerja Cepat
Actrapid® 0,5-1 0,5-1,5 3-5
Humulin-R®
2. Kerja menengah
Insultard® 2-4 4-10 10-16
Humulin® N 3-4 4-12 12-18
22

3. Kerja campur
Mixtard® 30
Humulin® 30/70 0,5-1 Tidak ada 10-16
4. Kerja panjang
Lantus® 2-4 Tidak ada 24

(Soegondo, 2006 a)

2) Terapi Obat Hipoglikemia Oral

Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat-obat hipoglikemik oral dapat

dibagi menjadi beberapa golongan, yaitu:

a) Golongan Sulfonilurea

Sifat perangsangan obat golongan ini berbeda dengan perangsangan

oleh glukosa, karena ketika kondisi hiperglikemia sel pankreas gagal

merangsang sekresi insulin, senyawa-senyawa obat ini masih mampu

meningkatkan sekresi insulin. Oleh sebab itu, obat-obat golongan sulfonilurea

sangat bermanfaat untuk penderita diabetes yang kelenjar pankreasnya masih

mampu memproduksi insulin, tetapi karena sesuatu hal terhambat sekresinya

(Anonim, 2005 a). Obat golongan sulfonilurea be risiko tinggi terjadi

hipoglikemia jika pasien berusia lanjut dan mengalami insufisiensi renal atau

gangguan hati (Triplitt dkk., 2005).

Golongan sulfonilurea terdiri dari 2 agen generasi. Agen generasi

pertama meliputi klorpropamid, tolbutamid, karbutamid, asetoxamid,

tolazamid dan glikodiazin. Agen generasi kedua meliputi glibenklamid,

glipizid, glik lazid dan glimepirid (Karam, 2007).


23

(1) Glibenklamid

Cara kerja glibenklamid adalah dengan meningkatkan sekresi insulin

dari sel ß pankreas, menurunkan glukosa dari hati, dan meningkatkan

sensitifitas insulin di jaringan perifer. Untuk pasien geriatri dosis awalnya

adalah 1,25-5 mg perhari dapat ditingkatkan dengan dosis maksimal yang

dianjurkan 20 mg perhari. Obat golongan tiazid dan beta bloker dapat

menurunkan efektfitas glibenklamid. Sedangkan penggunaan yang bersamaan

dengan golongan obat antikoagulan, salisilat, anti inflamasi non steroid atau

pun MAO inhibitor dapat meningkatkan risiko terjadinya hipoglikemia (Lacy,

Armstrong, Goldman,Lance, 2006).

(2) Glik lazid

Durasi obat ini di dalam tubuh adalah 12 jam untuk itu pemberiannya

cukup 1-2 kali dalam sehari. Dosis awal penggunaannya 40-80 mg sekali

sehari, dosis maksimumnya 320 mg dalam sehari. Obat ini dimetabolisme di

hati dan metabolit dan konjugatnya ini tidak menyebabkan efek hipoglikemia

(Karam, 2007).

(3) Glipizid

Efek maksimumnya mampu menurunkan kadar glukosa post prandial.

Glipizid mempunyai waktu paruh 2-4 jam dengan lama kerjanya 10-16 jam.

Obat ini seharusnya dikonsumsi 30 menit sebelum makan karena jika

bersamaan dengan makanan maka kecepatan absorpsinya dapat tertunda

(Karam, 2007). Dosis awal 2,5-5 mg 30 menit sebelum sarapan. Bila


24

diperlukan ditingkatkan 5 atau 10 mg sampai 3 kali sehari sebelum makan,

maksimal 20 mg sehari (Anonim, 2000).

Obat ini dikontraindikasikan untuk pasien yang memiliki gangguan

hati atau ginjal, memiliki risiko tinggi terhadap hipoglikemia tetapi karena

potensinya lebih rendah dan durasinya lebih singkat maka obat ini lebih baik

digunakan untuk pasien lanjut usia dibandingkan dengan gliburid (Karam,

2007).

(4) Glikuidon.

Dosis awalnya adalah 15 mg sehari, sebelum makan pagi, dapat

ditingkatkan menjadi 45-60 mg sehari terbagi dalam 2 atau 3 dosis. Dosis

maksimal glikuidon dalam sehari adalah 180 mg (Soegondo, 2006 a).

(5) Glimepirid

Obat ini diberikan sekali sehari untuk monoterapi namun dapat juga

dikombinasikan dengan insulin untuk menurunkan kadar glukosa pasien yang

tidak dapat dikontrol hanya dengan diet dan olahraga (Karam, 2007). Dosis

awal untuk pasien usia lanjut yaitu 0,5-1 mg sekali konsumsi dan dosis

maksimalnya 8 mg per hari (Soegondo, Soewondo, Subekti, 2004).

b) Golongan Meglitinida dan Turunan Fenilalanin

Obat golongan glinida ini merupakan obat hipoglikemik generasi baru

yang kerjanya mirip dengan golongan sulfonilurea. Kedua golongan senyawa

hipoglikemik oral ini bekerja meningkatkan sintesis dan sekresi insulin oleh

kelenjar pankreas. Umumnya senyawa obat hipoglikemik golongan


25

meglitinida dan turunan fenilalanin ini dipakai dalam bentuk kombinasi

dengan obat-obat antidiabetik oral lainnya (Carlisle, Kroon, Kimble, 2005).

c) Golongan Biguanida

Obat hipoglikemik oral golongan biguanida bekerja langsung pada hati

dengan menurunkan produksi glukosa hati. Senyawa-senyawa golongan

biguanida tidak merangsang sekresi insulin, dan hampir tidak pernah

menyebabkan hipoglikemia. Satu-satunya senyawa biguanida yang masih

dipakai sebagai obat hipoglikemik oral di United State adalah metformin.

Kerja obat ini adalah meningkatkan sensitivitas insulin pada hati dan jaringan

perifer, sehingga meningkatkan ambilan glukosa (Triplitt dkk., 2005).

Sangat penting untuk memulai dosis dari dosis rendah dan dapat

ditingkatkan secara bertahap digunakan bersama an waktu makan hal ini

dilakukan untuk mengurangi risiko gangguan saluran pencernaan yang

mungkin dapat terjadi (Karam, 2007). Tablet 500 mg dapat digunakan 3 kali

sehari bersamaan dengan waktu makan, atau 850 mg digunakan 2 kali sehari

namun pada beberapa pasien dapat digunakan 3 kali sehari (Semla, Beizer,

Higbee, 2002)

Monoterapi dengan metformin secara konsisten menurunkan level

HbA1c sebanyak 1,5-1,7% dan level GDP sebesar 50-70 mg/dl. Metformin

juga menurunkan kadar asam lemak bebas, kolesterol total (5-10%), dan

trigliserid plasma (10-20%) dengan sedikit atau tanpa perubahan pada HDL

(Carlisle dkk., 2005).


26

Beberapa obat dapat berinteraksi dengan meformin seperti simetidin,

nifedipin, furosemid, ranitidin, amiloridine, prokainamid yang dapat

meningkatkan efek dari metformin sehingga dapat meningkatkan terjadinya

hipoglikemia (Semla dkk., 2002).

d) Golongan Tiazolidindio n (TDZ)

Golongan obat ini bekerja dengan cara meningkatkan kepekaan tubuh

terhadap insulin dengan mengikat PPAR? (peroxisome proliferator activated

receptor-gamma) yang terutama terdapat pada sel lemak dan sel vaskuler.

Dengan demikian thiazolidindion secara tidak langsung meningkatkan

sensitivitas insulin pada otot, liver, dan jaringan lemak (Triplitt dkk., 2005).

Seperti halnya biguanin, obat golongan ini juga tidak menyebabkan

hipoglikemia. Pioglitazone dan rosiglitazone termasuk dalam obat golongan ini,

kedua obat ini efektif jika digunakan secara tunggal maupun dikombinasikan

dengan golongan sulfonilurea atau metformin atau insulin (Karam, 2007).

e) Golongan Inhibitor a-Glukosidase

Golongan obat ini bekerja dengan cara menghambat enzim alfa

glukosidase yang terdapat di dinding usus halus. Enzim-enzim a-glukosidase

(maltase, isomaltase, glukomaltase dan sukrase) berfungsi untuk menghidrolisis

oligosakarida, pada dinding usus halus. Inhibisi kerja enzim ini secara efektif

dapat mengurangi pencernaan karbohidrat kompleks dan absorbsinya, sehingga

obat dapat mengurangi peningkatan kadar glukosa post prandial pada penderita

Diabetes. Senyawa inhibitor a- glukosidase juga menghambat enzim a-amilase


27

pankreas yang bekerja menghidrolisis polisakarida di dalam lumen usus halus.

Sehingga obat ini hanya mempengaruhi kadar glukosa darah pada waktu makan

dan tidak mempengaruhi kadar glukosa darah setelah itu (Triplitt dkk., 2005).

Akarbose merupakan obat yang termasuk dalam golongan ini, tersedia

dalam tablet 50 mg dan 100 mg. Dosis awal pengunaan dapat dimulai dengan

pemberian 50 mg 3 kali sehari, secara bertahap dapat ditingkatkan hingga 100

mg untuk 3 kali sehari. Obat ini memiliki keuntungan untuk mengatasi

hiperglikemia postprandial, sehingga alangkah baik jika digunakan setelah

suapan pertama saat makan (Karam, 2007).

f) Golongan Dipeptidyl-peptidase-4 (DPP-4)

DPP 4 inhibitor menurunkan hormon inkretin yang berfungsi

meningkatkan sekresi insulin dan menekan produksi glukagon, sehingga dapat

memperbaiki fungsi keseimbangan antara glukagon dan insulin (AACE, 2007).

DPP 4 menghambat penurunan glukosa darah puasa dan glukosa post prandial.

Obat golongan ini berperan untuk menghambat DPP 4. Pada suatu penelitian,

efektivitas obat golongan ini sebanding dengan obat golongan sulfonilurea dan

metformin. Obat yang termasuk dalam golongan ini adalah vildagliptin,

saxagliptin dan sitagliptin yang digunakan satu kali sehari. Sitagliptin

dieliminasi melalui ginjal, pada pasien yang menderita insufisiensi renal dosis

penggunaannya harus diturunkan (AACE, 2009).

g) Glucagonlike Peptide-1 Agonist (GLP-1)

Obat golongan ini berperan seperti halnya GLP-1 (glucagon- like


Obat golongan ini berperan seperti halnya GLP-1 (glucagon-like

peptide-1). GLP-1 berfungsi untuk memacu sekresi insulin dan menghambat

pelepasan glucagon. Mekanisme aksi penurunan glukosa darah dari obat

golongan ini terjadi secara alami seperti pada hormon inkretin. Aksinya

meliputi memacu produksi insulin, dan merespon peningkatan glukosa darah,

menghambat pelepasan glukagon setelah makan, dan memperlambat absorbsi

makanan. Exenatide merupakan salah satu obat yang termasuk dalam golongan

ini. Exenatide dapat dikombinasikan dengan golongan sulfonilurea, metformin,

dan tiazollidindion.

Tabel IV. Obat Hipoglikemia Oral yang Beredar di Indonesia

Nama Nama Dosis Dosis Awal Dosis Lama


Generik Dagang harian untuk Elderly maksimal kerja
(mg) (mg/hari) (mg/hari) (jam)
1. Sulfonilurea
Klorpropamid Diabenese® 100-500 300 500 24-36
(100-250 mg)
Glibenklamid Euglucon® 2,5-5 - - 12-24
(2,5mg-5mg) Prodiabet®
Glipizid Minidiab® 5-20 2,5-5 40 10-16
(5 mg-10mg) Glucotrol®
Glikazid Diamicron® 30-120 - - 10-20
(80 mg) Glucodex®
Glikuidon Glurenorrn® 30-120 - - -
(30 mg)
Glimepirid Amaryl® 6 0,5-1 8 24
(1 mg, 2 mg, 3 Gluvas®
mg, 4 mg)
2. Short-Acting Insulin Secretagogues (Glinid)
Nateglinid Starlix® 360 120 dengan 360 4
(120 mg) makanan
Repaglinid Novonorm® 6 0,5-1 dengan 16 4
(0,5 mg, 1 mg, makanan
2 mg)
Nama Nama Dosis Dosis Awal Dosis Lama
Generik Dagang harian untuk Elderly maksimal kerja
(mg) (mg/hari) (mg/hari) (jam)
3. Biguanid
Metformin Glucopaghe® 250-3000 1000 2550 6-8
(500-850mg) Diabex®
Neodipar®
4. Thiazolindione/ Glitazon
Pioglitazon Actos® 15-30 15 45 24
(15 mg- 30
mg)
5. Penghambat α-glukosidase25 mg
Acarbose Glucobay® 50-300 75 300 12-24
(50-100 mg)
(Soegondo, dkk., 2004 dan Semla dkk., 2002)

b. Terapi kombinasi

Pemberian obat hipoglikemia oral (OHO) maupun insulin selalu dimulai dengan dosis

rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respon kadar

glokosa darah. Terapi dengan OHO kombinasi, dipilih berdasarkan dua macam obat

dari kelompok yang mempunyai mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar

glukosa darah belum tercapai, dapat pula diberikan kombinasi tiga OHO dari

kelompok yang berbeda atau kombinasi OHO dengan insulin. Pada pasien dengan

alasan klinik di mana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai, dipilih terapi

dengan kombinasi tiga OHO. Bila kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak

dapat terkendali, maka OHO dihentikan dan diberikan insulin saja. Untuk kombinasi

OHO dan insulin, yang banyak dipergunakan adalah kombinasi OHO dengan insulin

basal (insulin kerja sedang/panjang) yang diberikan pada malam hari menjelang tidur.
30

Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat memperoleh kendali glukosa

darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil (Soegondo, 2006 a).

C. Geriatri

Istilah geriatri berasal dari geros yang artiny usia lanjut dan iateria yg artinya

merawat. Pada usia ini terjadi proses menua yang akan mengakib atkan timbulnya

beberapa perubahan fisiologi, anatomi, psikologi dan sosiologi. Keadaan ini

cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan (Darmojo dan Martono,

2004).

Menurut WHO, geriatri diklasifikasikan menjadi 3 kelompok yaitu lansia

(elderly) dengan kisaran usia 60-75 tahun, tua (old ) dengan kisaran usia 75-90, dan

sangat tua (very old) dengan kisaran usia lebih dari 90 tahun (Laksmiarti dan

Maryam, 2002).

Proses menua dapat mempengaruhi farmakokinetik dan farmakodinamik obat

di dalam tubuh. Proses farmakokinetik meliputi absorbsi, distribusi, metabolisme dan

ekskresi, sedangkan proses farmakodinamik berupa antaraksi obat dengan reseptor.

Salah satu organ yang mengalami penurunan fungsi yaitu ginjal yang merupakan jalur

utama ekskresi mengalami perubahan saluran ginjal (laju filtrasi glomeruler)

akibatnya waktu paruh eliminasi obat dapat lebih lama berada dalam tubuh. Hal ini

memungkinkan perpanjangan kinerja farmakologi dan toksikologi obat (Donatus,

1999). Maka dianjurkan untuk pemilihan obat hipoglikemia yang tepat dan

pemberian dosis yang disesuaikan dengan kondisi pasien geriatri (Rochmah, 2006).
31

D. Keterangan Empiris

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran evaluasi Drug Therapy

Problems obat hipoglikemia kombinasi pada pasien geriatri Diabetes Mellitus tipe 2

di instalasi rawat jalan RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode Januari-Juni 2009.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian mengenai evaluasi Drug Therapy Problems obat hipoglikemia

kombinasi pada pasien geriatri DM tipe 2 di Instalasi Rawat Jalan RSUP Dr Sardjito

Yogyakarta periode Januari-Juni 2009 merupakan jenis penelitian non eksperimental

dengan rancangan penelitian deskriptif evaluatif yang bersifat retrospektif. Penelitian

ini bersifat non eksperimental karena tidak ada perlakuan pada subyek penelitian

(Pratiknya, 2001). Rancangan penelitian deskriptif ini karena data yang diperoleh

kemudian dievaluasi berdasarkan studi pustaka dan dideskripsikan dengan

memaparkan fenomena yang terjadi, yang ditampilkan dalam bentuk tabel dan

gambar. Penelitian ini bersifat retrospektif karena data yang digunakan dalam

penelitian ini diambil dengan melakukan penelusuran dokumen terdahulu, yaitu pada

lembar rekam medik pasien geriatri DM tipe 2 di Instalasi Rawat Jalan RSUP Dr

Sardjito Yogyakarta periode Januari-Juni 2009.

B. Definisi Operasional Variabel

1. Geriatri adalah pasien yang berusia lebih atau sama dengan 60 tahun.

2. Rekam medik merupakan lembar catatan dokter dan perawat yang berisi data

laboratorium, data klinis serta perkembangan kondisi pasien geriatri DM tipe 2

yang menerima terapi obat hipoglikemia kombinasi di Instalasi Rawat Jalan RSUP

32
33

Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Januari-Juni 2009.

3. Drug Therapy Problems yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah butuh

tambahan obat, obat tanpa indikasi, salah obat, dosis terlalu rendah, adverse drug

reaction dan dosis terlalu tinggi.

4. Kelas terapi obat adalah kelompok besar obat yang terdiri dari beberapa golongan

obat yang mempunyai sasaran pengobatan yang sama, dikelompokkan berdasarkan

formularium RSUP Dr. Sardijito tahun 2009.

C. Subyek Penelitian

Subyek penelitian adalah pasien rawat jalan poliklinik geriatri RSUP Dr.

Sardjito Yogyakarta yang memenuhi kriteria inklusi meliputi pasien geriatri yang

berusia 60 tahun atau lebih dengan diagnosa utama Diabetes Mellitus tipe 2, memiliki

data laboratorium terutama data glukosa darah (GDP/2JPP) dan menggunakan

kombinasi 2 atau lebih obat hipoglikemia oral dan obat hipoglikemi kombinasi

dengan insulin.

Jumlah pasien DM tipe 2 di Instalasi Rawat Jalan RSUP Dr Sardjito

Yogyakarta periode Januari-Juni 2009 adalah sebanyak 185 pasien, di mana yang

memenuhi kriteria inklusi sebanyak 26 pasien.

D. Bahan Penelitian

Alat yang diperlukan berupa lembar pengumpulan data, alat tulis untuk

menulis data secara langsung, buku pedoman dan guideline pengobatan Diabetes
34

Mellitus seperti Pharmacotherapy, Informatorium Obat Nasional (IONI), dan

Informasi Spesialite Obat (ISO), Guidelines for Clinical Practice for The

Management of Diabetes Mellitus, Standard of Medical Care in Diabetes-2009; buku

pedoman interaksi obat dan perhitungan dosis meliputi Geriatric Dosage Handbook,

Drug Informatorium Handbook, Drug Interaction Fact.

Bahan yang digunakan adalah kartu rekam medik pasien yang mencakup data

pasien, data obat, riwayat penyakit, kondisi pasien dan data laboratorium pasien.

Kartu rekam medik merupakan informasi sekaligus sarana komunikasi yang

dibutuhkan pasien, maupun pelayanan kesehatan dan pihak terkait untuk

mempertimbangkan dalam menentukan suatu kebijakan tatalaksanan atau tindakan

medik. Rekam medik memuat informasi karakteristik demografi pasien, tanggal

kunjung, tanggal rawat, tanggal selesai rawat, riwayat penyakit riwayat pengobatan,

catatan anamnesis, gejala klinik yang diobservasi, pemeriksaan lain, catatan

diagnosis, dan paraf dokter yang menangani, dan petugas perekam medik.

E. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Instalasi Catatan Medis RSUP Dr Sardjito Yogyakarta

yang terletak di Jalan Kesehatan No. 1 Sekip Yogyakarta.

F. Tata Cara Penelitian

Penelitian mengenai Evaluasi Drug Therapy Problems Obat hipoglikemia

kombinasi pada pasien geriatri penderita DM tipe 2 di Instalasi Rawat Jalan di RSUP
35

Dr Sardjito Yogyakarta periode Januari-Juni 2009 dilakukan dalam beberapa tahap :

1. Persiapan

Tahap ini dilakukan pada bulan Agustus hingga Oktober 2009. Pada tahap awal

penelitian ini, peneliti mencari pustaka yang berkaitan dengan penelitian yang akan

dilakukan. Setelah proposal disusun, kemudian surat ijin penelitian diajukan kepada

pihak fakultas dan ditandatangani oleh Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata

Dharma. Selanjutnya proposal dan surat tersebut disampaikan kepada Direktur RSUP

Dr. Sardjito Yogyakarta untuk dapat melakukan penelitian dengan tembusan kepada

Kepala Bagian Pendidikan dan Penelitian. Setelah mendapat ijin, maka peneliti

mengajukan permohonan untuk mendapatkan keterangan kelaikan etik (Ethical

Clearance) kepada kepala Komisi Etik Penelitian Kedokteran dan Kesehatan di

Departemen Pendidikan Nasional Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.

Setelah mendapatkan keterangan kelaikan etik (Ethical Clearance), peneliti kembali

ke bagian pendidikan dan penelitian RSUP Dr Sardjito Yogyakarta untuk

menyelesaikan administrasi.

2. Pengambilan data

Tahap pengambilan data dilakukan beberapa proses, yaitu :

a. Penelusuran dan pengumpulan data

Proses ini dilakukan dengan cara melihat data di bagian Instalasi Catatan

Medis yang memuat laporan jenis penyakit pasien rawat jalan. Berdasarkan laporan

tersebut, kita dapat mencatat nomor rekam medik, umur, jenis kelamin, anamnesis,

diagnosis, hasil pemeriksaan fisik maupun laboratorium pasien, golongan dan jenis
36

obat, jumlah obat, bentuk sediaan, aturan pakai obat.

b. Pencatatan data

Dari proses penelusuran data diketahui bahwa jumlah pasien geriatri penderita

DM tipe 2 di Instalasi Rawat Jalan RSUP Dr Sardjito Yogyakarta periode Januari-

Juni 2009 adalah sebanyak 185 pasien, di mana yang memenuhi kriteria inklusi

sebanyak 26 pasien. Maka proses selanjutnya ialah pencatatan data 26 pasien

tersebut. Data yang diambil adalah nomor rekam medik, umur, jenis kelamin,

anamnesis, diagnosis, hasil pemeriksaan laboratorium pasien, golongan dan jenis

obat, jumlah obat, dan aturan pakai obat.

3. Pengolahan data

Pengolahan data dilakukan secara deskriptif dengan mengelompokkan pasien

berdasarkan usia, jenis kelamin, penyakit komplikasi, penyakit penyerta dan

mengelompokkan obat yang digunakan dalam pengobatan Diabetes Mellitus tipe

2 berdasarkan kelas terapi, golongan obat, jenis obat, jumlah obat dan

menganalisis terjadinya DTPs. Evaluasi DTPs dilakukan per pasien dengan

menggunakan referensi Geriatric Dosage Handbook, Drug Interaction Fact,

Drug Information Handbook, Stockley’s Drug Interaction, Informatorium Obat

Nasional Indonesia, Informatorium Standar Obat, Standar of Medical Care in

Diabetes 2009, AACE Guidelines.


37

G. Tata Cara Analisis Hasil

Data dibahas secara deskriptif evaluatif dalam bentuk tabel dan gambar

1. Karakteristik Pasien

a. Persentase jenis kelamin pasien geriatri penderita DM tipe 2 dihitung

dengan cara menghitung jumlah pasien berdasarkan jenis kelamin dibagi

dengan jumlah pasien yang dianalisis kemudian dikalikan 100%

b. Persentase umur pasien pasien geriatri penderita DM tipe 2 dikelompokkan

menjadi 3 kelompok umur yaitu : 60-75 tahun, 76-90 tahun, > 90 tahun.

Masing-masing dibagi dengan jumlah pasien yang dianalisis kemudian

dikalikan 100%.

c. Persentase jenis penyakit komplikasi pasien geriatri penderita DM tipe 2

dihitung dengan cara menghitung jumlah pasien berdasarkan jenis penyakit

komplikasi dibagi dengan jumlah kasus yang dianalisis kemudian dikalikan

100%.

d. Persentase jenis penyakit penyerta pasien geriatri penderita DM tipe 2

dihitung dengan cara menghitung jumlah pasien berdasarkan jenis penyakit

penyerta dibagi dengan jumlah pasien yang dianalisis kemudian dikalikan

100%

2. Profil Obat

Pengelompokan kelas terapi pada profil obat menggunakan Standar

Pelayanan Medis RSUP Dr. Sardjito dan Informatorium Obat Nasional

(IONI). Persentase kelas terapi obat dihitung berdasarkan jumlah pasien yang
37

menggunakan kelas terapi obat tertentu dibagi jumlah pasien yang dianalisis

dan dikalikan 100%.

3. Evaluasi Drug Therapy Problems

Mengevaluasi kerasionalan terapi berdasarkan Drug Therapy Problem

dengan metode SOAP secara per kasus :

a. menentukan subyek

b. menentukan obyek

c. menentukan assessment meliputi : butuh obat hipoglikemia, tidak perlu

obat hipoglikemia, obat hipoglikemia yang diberikan tidak sesuai dengan

indikasi, pasien mendapat dosis obat hipoglikemia yang kurang, mengalami

Adverse Drug Reaction, dosis obat yang diterima pasien terlalu tinggi.

d. menentukan plan/ rekomendasi

H. Kesulitan Penelitian

Proses pengambilan data untuk evaluasi Drug Therapy Problems obat

hipoglikemia kombinasi pada pasien geriatri DM tipe 2 di Instalasi Rawat Jalan

RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode Januari-Juni 2009 yang dilakukan di unit

rekam medik mengalami beberapa kesulitan meliputi :

1. Belum terdapat rekam tahunan, maka peneliti harus membuka semua data rekam

medis pasien geriatri yang didiagnosa DM tipe 2 baru kemudian diambil yang

sesuai dengan kriteria inklusi penelitian.


39

2. Beberapa data tidak dapat ditemukan karena ada beberapa dokter yang tidak

menulis rekam medik pasien. Selain itu ada beberapa rekam medik yang tidak

tertulis lengkap misalnya diagnosis, terapi yang diberikan serta data

laboratoriumnya. Hal tersebut diatasi dengan memasukkan ke daftar subyek

eksklusi.

3. Kesulitan dalam membaca beberapa tulisan yang ada di rekam medik. Usaha

yang dilakukan untuk mengatasi hal tersebut, maka peneliti menanyakan kepada

beberapa pihak yang mengerti seperti petugas rekam medik atau dokter yang

kebetulan juga sedang mengadakan penelitian.

4. Selain itu tidak adanya catatan keluhan pasien, di mana hal ini sangat berguna

bagi evaluasi DTPs yang mungkin terjadi. Hal tersebut diatasi dengan

menentukan DTPs pada penelitian ini bersifat aktual dan potensial.


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian mengenai “Evaluasi Drug Therapy Problems Obat Hipoglikemia

Kombinasi pada Pasien Geriatri DM Tipe 2 di Instalasi Rawat Jalan RSUP Dr.

Sardjito Yogyakarta Periode Januari-Juni 2009” dilakukan dengan penelusuran data

rekam medik. Berdasarkan kriteria inklusi yang telah ditentukan maka diperoleh 26

pasien sebagai subyek penelitian.

Hasil dan pembahasan penelitian ini dibagi menjadi 3 bagian. Bagian

pertama berisi karakteristik pasien ditinjau dari jenis kelamin, usia, penyakit

komplikasi dan penyakit penyerta yang dialami oleh pasien. Bagian kedua yaitu

menggambarkan profil obat meliputi kelas terapi, golongan dan jenis obat yang

digunakan untuk mengatasi penyakit yang dialami oleh pasien. Dan bagian yang

ketiga berupa evaluasi DTPs yang bersifat aktual dan atau potensial yang

dikemukakan oleh peneliti.

A. Karakteristik Pasien

Di bawah ini akan dideskripsikan karakteristik pasien menurut jenis

kelamin, usia, penyakit komplikasi dan penyakit penyerta.

1. Berdasarkan jenis kelamin

Deskripsi jenis kelamin diperlukan untuk mengetahui ada tidaknya

dominasi antara pasien laki-laki dan perempuan. Dari data yang diperoleh, jumlah

pasien rawat jalan yang terdiagnosa Diabetes tipe 2 yang mendapat terapi obat

40
41

hipoglikemia kombinasi di RSUP Dr. Sardjito periode Januari-Juni 2009 adalah 26

pasien dengan perbandingan laki-laki sebanyak 11 pasien (42,3 %) dan perempuan

sebanyak 15 pasien (57,7%).

Gambar 2. Persentase Karakteristik Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin

Adanya perbedaan jumlah antara pasien laki-laki dan perempuan tidak

menandakan bahwa perempuan lebih berisiko menderita DM dikarenakan jenis

kelamin bukanlah suatu faktor risiko terjadinya DM. Risiko terjadinya DM pada

perempuan adalah sama yang terjadi pada laki-laki (ADA, 2009).

2. Berdasarkan kelompok usia

Pengelompokan pasien berdasarkan usia dilakukan untuk mengetahui

karakteristik usia pasien geriatri yang terdiagnosis DM tipe 2 yang mendapat terapi

obat hipoglikemia kombinasi. Menurut WHO, pembagian terhadap populasi geriatri

meliputi 3 kelompok yaitu lansia (elderly) dengan kisaran usia 60-75 tahun, tua (old)
42

dengan kisaran usia 75-90, dan sangat tua (very old) dengan kisaran usia lebih dari 90

tahun (Laksmiarti dan Maryam, 2002).

Gambar 3. Persentase Karakteristik Pasien Berdasarkan Usia

Gambar tersebut menunjukkan bahwa jumlah penderita DM yang paling

banyak adalah pada usia lansia (elderly) sebanyak 19 pasien (73,1%), selebihnya

pada usia tua (old) sebanyak 7 pasien (27,9%) dan tidak terdapat pasien dengan usia

lebih dari 90 tahun. Hal ini mungkin dikarenakan pada saat penelitian ini jumlah

pasien yang menjalani di Instalasi Rawat Jalan RSUP Dr. Sardjito sebagian besar

ialah pasien usia lansia yaitu antara 60-75 tahun.

3. Berdasarkan penyakit komplikasi

Komplikasi adalah penyakit yang menyertai DM tipe 2 terkait dengan

komplikasi mikrovaskuler dan makrovaskuler. Komplikasi ini muncul seiring

dengan kondisi pasien yang semakin parah. Beberapa pasien mungkin saja dapat

menderita bermacam-macam komplikasi. Hal tersebut tergantung dari pengendalian

serta keberhasilan terapi yang dijalani. Semakin rendah kesadaran pasien untuk
43

memperhatikan kondisi kesehatan terutama dalam hal menjaga kestabilan glukosa

darahnya, maka semakin tinggi pula risiko pasien tersebut mengidap penyakit

komplikasi.

Tabel V. Jenis dan Persentase Komplikasi

No Jenis komplikasi No Pasien Jumlah Persentase


pasien (%)
1. Hipertensi 1,2,3,5,6,7,8,9,10, 24 92,3
11,12,13,14,15,16
,17,18,19,20,21,
22,24,25,26
2. Dislipidemia 1,2,3,17,19,23,25 7 26,9
3. IHD (Ischemic Heart Disease) 6 1 3,8
4. HHD (Hipertensive Heart Disease) 7,10,14,17 4 15,4
5. APS (Angina Pektoris) 1 1 3,8
6. AKD (Acute Kidney Disease) 12 1 3,8
7. CKD (Chronic Kidney Disease) 12 1 3,8
8. Insufisiensi Renal 1,19 2 7,7
9. Neuropati 18 1 3,8

Berdasarkan data yang diambil, penyakit komplikasi yang terbanyak

diderita pasien adalah hipertensi sebesar 92,3% . Proses terjadinya DM komplikasi

hipertensi adalah saat kadar glukosa darah yang terlalu banyak akan menyebabkan

cairan ekstraselular menjadi lebih pekat karena glukosa darah tidak mudah berdifusi

melalui pori-pori membran sehingga menarik cairan dari dalam sel dan

menyebabkan volume cairan menjadi bertambah. Kenaikan volume cairan ini akan

meningkatkan cardiac output sehingga pada akhirnya akan meningkatkan tekanan

darah pasien. Hipertensi memiliki kemungkinan dua kali lebih besar terjadi pada

pasien diabetes dari pada pasien non diabetes, di mana patogenesis terjadinya

komplikasi terkait dengan resistensi terhadap insulin dan hiperinsulinnemia. Untuk


44

itu perlu dilakukan manajemen terapi untuk mengurangi risiko (Guyton dan Hall,

1996).

4. Berdasarkan penyakit penyerta

Pasien DM tipe 2 yang menjalani rawat jalan mengalami keluhan yang

dirasakan sangat mengganggu. Selain keluhan akibat penyakit DM dan komplikasi

yang dialami, ada beberapa yang mengeluh akibat penyakit penyerta yang

dialaminya seperti gangguan saluran pernapasan, gangguan saluran pencernaan,

gangguan otot skelet dan sendi serta penyakit penyerta lain. Pada penelitian ini yang

disertai penyakit penyerta sebanyak 14 pasien (53,6%,), sedangkan yang tidak

disertai penyakit penyerta sebanyak 12 pasien (46,4%). Dari data penyakit penyerta

yang paling banyak diderita adalah osteoatritis sebanyak 5 pasien (19,2 %).

Tabel VI. Jenis dan Persentase Penyakit Penyerta

No Penyakit Penyerta Jumlah Persentase


Pasien (%)
(n=26)
1. Athralgia 1 3,8
2. Asma 3 11,5
3. Benign Prostat Hipertropi 1 3,8
4. Dermatitis alergi 1 3,8
5. Digitate Pedis 1 3,8
6. Dispepsia 2 7,7
7. Gastropati 1 3,8
8. Hiperuremia 1 3,8
9. Konstipasi 1 3,8
10. Low back pain (LBP) 1 3,8
11. Osteoartritis 5 19,2
12. Pneumonia 1 3,8
13. Vertigo 1 3,8
45

B. Profil Obat

Kelas terapi obat adalah kelompok obat yang terdiri atas beberapa

golongan obat yang mempunyai tujuan pengobatan yang sama yang diberikan kepada

pasien, baik obat hipoglikemia maupun obat lain yang digunakan untuk mengobati

penyakit komplikasi dan penyerta yang diderita.

Gambar 4. Distribusi Penggunaan Obat Berdasarkan Kelas Terapi

Penggolongan kelas terapi obat dilakukan berdasarkan formularium RSUP

Dr. Sardjito tahun 2009 hal ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi rumah

sakit tentang profil obat yang digunakan untuk menangani pasien geriatri DM tipe 2

di Instalasi Rawat Jalan rumah sakit tersebut. Dari gambar di atas dapat diketahui

bahwa obat hipoglikemia digunakan oleh semua pasien. Obat kardiovaskuler berada

diurutan kedua dari kelas terapi yang banyak digunakan. Obat kardiovaskuler

digunakan untuk menangani penyakit komplikasi yang diderita oleh beberapa pasien.
46

Penggolongan obat pada pasien geriatri penderita DM tipe 2 yang

mendapat obat hipoglikemia kombinasi ini terdiri dari 11 kelas terapi meliputi :

a. Obat Susunan Saraf

Obat susunan saraf terdiri dari beberapa golongan yaitu analgesik narkotik,

anestetik lokal atau regional, anti inflamasi nonsteroid dan antipirai, anti migren, anti

parkinson, anti psikotik, anti vertigo, obat miastenia gravis, obat tonus, otot rangka,

dan pelumpuh otot. Tidak semua penggunaan golongan tersebut ditemukan pada

penelitian ini, hanya beberapa obat tertentu saja seperti obat analgetik narkotik, dan

psikofarmaka. Kelompok antiinflamasi non steroid, antipirai adalah obat untuk

penyakit reumatik dan gout. Obat rematik diperlukan untuk pasien DM yang telah

lanjut karena lapisan pelindung persendian yang menghalangi terjadinya gesekan

dengan tulang sudah menipis dan cairan tulang sudah mengental, menyebabkan tubuh

menjadi kaku dan sakit saat digerakkan.

Obat yang banyak digunakan adalah meloksikam yang diindikasikan untuk

menangani nyeri dan radang, gangguan otot skelet dan osteoatritis. Pada penelitian ini

obat meloksikam terutama digunakan untuk menangani penyakit osteoatritis yang

merupakan penyakit penyerta yang paling banyak diderita oleh pasien geriatri

penderita DM tipe 2. Pasien usia lanjut memiliki kerentaan terhadap efek samping

obat golongan AINS yaitu gangguan saluran cerna, untuk itu diperlukan pemantauan

yang lebih (Anonim, 2000).


47

Tabel VII. Penggunaan Kelas Terapi Sistem Obat Saraf Pusat

No Golongan Kelompok Nama No Jumlah Persentase


Obat Generik Pasien Pasien (%)
1. Analgetik Analgesik non asam salisilat 1,3,6, 4
narkotik opioid 11
Anti Inflamasi allopurinol 6,12 2
non steroid, meloksikam 2,6,7, 6
antipirai 11,24,
26 50%
2. Psikofarmaka Anti ansietas diazepam 24 1
dan anti alprazolam 8 1
insomnia loprazolam 12 1
Anti depresi amitriptiline 18 1
dan anti mania
Anti vertigo betahistine 19 1
mesylate

Beberapa obat golongan psikofarmaka digunakan oleh subyek penelitian ini.

Psikofarmaka terutama hipnotik dan ansiolitik berfungsi dalam membantu pasien

tertidur serta mengatasi kecemasan akibat stres dengan mekanisme meningkatkan

neurotrasmiter GABA (Gama Amino Butyric Acid), suatu neurotransmiter

penghambat yang penting di sistem saraf pusat (Anonim, 2000). Sedangkan

amitriptiline yang termasuk dalam golongan anti depresi dan anti mania dalam dosis

pemberiannya berfungsi untuk mengatasi neuropati yang dialami oleh pasien.

b. Obat Kardiovaskuler

Penggunaan obat kardiovaskuler yang paling banyak digunakan oleh

pasien adalah golongan obat antihipertensi yaitu kelompok Angiotensin Receptor

Blockers (ARBs) yaitu valsartan sebesar 50% dari 26 pasien.


48

Valsartan menurunkan tekanan darah dengan cara menghambat

angitensin II agar tidak bertemu dengan reseptor (AT1), yang terletak pada kelenjar

adrenal yang dapat mensekresikan aldosteron. Aldosteron ini yang menyebabkan

reabsorbsi sodium dan cairan dari ginjal sehingga terjadi peningkatan volume plasma

dan mengakibatkan tekanan darah menjadi naik. Penggunaan obat golongan anti

hipertensi cukup banyak, hal ini sesuai seperti yang digambarkan pada karakteristik

subyek penelitian berdasarkan penyakit komplikasi yang paling banyak diderita yaitu

penyakit hipertensi.

Tabel VIII. Penggunaan Kelas Terapi Obat Kardiovaskuler

No Golongan Kelompok Nama Generik No Jumlah Persentase


Obat Pasien Pasien (%)
1. Anti Angiotensin valsartan 1,2,7,8,10 13
Hipertensi Reseptor 12,13,14,
Blockers 16,18,20,
22,26
α blocker tertrazosin 1 1
hidroklorida
ACE inhibitor kaptopril 5 1
lisinopril 9,15,25 3 84,6 %
β Blocker bisoprolol 1,21 2
Antagonis amlodipine 10,15,21 3
Kalsium besylate
Diuretik hidroklortiazid 1,2,5,12,2 5
2
2. Anti Angina CCB nifedipin 1,2,5,6,7, 6
11,24
Nitrat isosorbit dinitrat 1,6,11,17 4

c. Obat Saluran Pernapasan

Terdapat 2 golongan obat yang digunakan pada kelas terapi obat saluran

pernapasan ini yaitu anti asma dan ekspektoran. Obat saluran pernapasan terutama
49

asma, digunakan untuk mengatasi penyakit asma yang menyertai perjalanan penyakit

pasien. Fenoterol merupakan salah satu obat asma yang digunakan, obat ini berperan

sebagai bronkodilator. Bronkodilator digunakan untuk melegakan jalan napas

sehingga dapat mengurangi gejala sesak napas. Obat ekspektoran digunakan untuk

mengurangi batuk berdahak yang dialami oleh pasien (Anonim,2000).

Tabel IX. Penggunaan Kelas Terapi Obat Saluran Pernapasan


No Golongan Nama Generik No Jumlah Persentase
Obat Pasien Pasien (%)
1. Anti Asma teofilin 8 1
fenoterol HBr 8 1
salbutamol 8,9 2 15,4
2. Ekspektoran obat batuk hitam 12,14 2
gliseril guaiakolat 8 1

d. Obat Saluran Cerna

Obat saluran cerna yang digunakan dalam penelitian ini adalah obat

antitukak dan pencahar. Obat-obat tersebut digunakan untuk mengatasi efek samping

yang ditimbulkan dari penggunaan obat hipoglikemia dan obat anti inflamasi non

steroid (AINS) yang digunakan oleh pasien selain itu juga digunakan untuk

mengatasi dispepsia dan konstipasi yang dialami oleh pasien.

Tabel X. Penggunaan Kelas Terapi Obat Saluran Cerna


No Golongan Kelompok Nama No Jumlah Persentase
Obat Generik Pasien Pasien (%)
1. Anti Antagonis ranitidin 1,6,8,9 4
Tukak Histamin H2
Menghambat omeprazol 17 1 26,9
pompa
proton
2 Pencahar fenolftalein 7,24 2
50

Obat kelompok antagonis histamin H2 yaitu ranitidin digunakan oleh

beberapa pasien pada penelitian ini yakni sebesar 3 pasien. Mekanisme kerja ranitidin

yaitu menghambat reseptor histamin H2 yang terdapat di lambung akibatnya sekresi

asam lambung menjadi terhambat, volume asam lambung dan ion hidrogen dapat

berkurang (Lacy dkk., 2006). Dengan begitu diharapkan obat ini dapat menangani

dispepsia dan efek samping AINS.

e. Obat Anti Alergi

Obat anti alergi yaitu loratadin diindikasikan untuk gejala alergi hay fever

dan urtikaria. Sedangkan kortikosteroid digunakan karena efektif untuk asma dengan

cara mengurangi inflamasi pada mukosa bronkus dengan mengurangi edema dan

sekresi mukus pada saluran napas (Anonim,2000).

Tabel XI. Penggunaan Kelas Terapi Anti Alergi

No Golongan Kelompok Nama No Jumlah Persentase


Obat Generik Pasien pasien (%)
1. Anti Histamin Anti histamin Loratadin 25 1
non sedative 11,5
2. Kortikosteroid Glukokorikoid budesonide 8,9 2

f. Cairan untuk Keseimbangan Air, Elektrolit, Dialisis dan Nutrisi

Obat yang digunakan dalam kelas terapi ini adalah kalsium karbonat (CaCO3)

yang diberikan dalam bentuk sediaan tablet. Pada pasien yang mengalami gangguan

ginjal akan mengalami gangguan ekskresi ion H+ sehingga dapat menyebabkan

asidosis sistemik dengan penurunan pH plasma dan darah. Tablet kalsium karbonat
51

diberikan pada pasien yang mengalami insufisiensi renal untuk mengatasi risiko

asidosis yang dapat terjadi.

Tabel XII. Penggunaan Kelas Terapi untuk Keseimbangan Air, Elektrolit,


Dialisis dan Nutrisi
No Golongan Kelompok Nama No Jumlah Persentase
Obat Generik Pasien Pasien (%)
Elektrolit kalsium CaCO3 1,12,22 3 11,5%
karbonat
g. Obat Anti Diabetik

Obat hipoglikemia adalah obat yang digunakan untuk menurunkan kadar

glukosa darah yang tinggi karena glukosa dalam darah tidak dapat masuk ke dalam

jaringan dan akibat dari defisiensi produksi insulin.

Obat yang mempunyai persentase tertinggi dari pemakaian obat antidiabetik

adalah golongan biguanida yaitu metformin dan golongan α glukosidase inhibitor

yaitu akarbose. Metformin mendorong sensitivitas insulin di jaringan perifer dan

menurunkan glukogenesis hati (Semla,2002). Risiko terhadap terjadinya hipoglikemi

sangat kecil pada penggunaan obat ini, dengan alasan tersebut maka metformin

digunakan sebagai pilihan pertama dalam penanganan DM tipe 2 yang diderita oleh

pasien geriatri.

Tabel XIII. Penggunaan Kelas Terapi Obat Anti Diabetik


No Golongan Kelompok Nama Generik No Jumlah Persentase
Obat Pasien Pasien (%)
1 Anti Diabetik 30% soluble insulin 1,3,7,12, 5
Parenteral & 70% NPH 13
campuran Regular soluble 4,20 2 100
human insulin
aspart 30% + aspart- 12,13,25 3
protamine
tunggal insulin glargine 20 1
52

No Golongan Kelompok Nama Generik No Jumlah Persentase


Obat Pasien Pasien (%)
2 Anti Diabetik Sulfonilurea glikuidon 30 mg 1,4,5,10, 5
Oral 15,16
glikazid 80 mg 2,6,8,9, 9
14,18,19
,22,26
glipizide 5 mg 23 1
glimepirid 2 mg 21 1
Biguanida metformin 500 mg 2,3,7,8,9 15 100
,10,11,
13,14,16
,17,18,
20,21,24
metformin 850 mg 4,5,6,19 5
α 1,8,9,11,
glukosidase akarbose 100 mg 12,15,16 15
inhibitor 17,18,19
20,22,23
,24,25,
26

Golongan α glukosidase inhibitor bekerja dengan cara menghambat enzim α

glukosidase yang terdapat di dinding usus halus. Enzim-enzim α-glukosidase

(maltase, isomaltase, glukomaltase dan sukrase) berfungsi untuk menghidrolisis

oligosakarida, pada dinding usus halus. Inhibisi kerja enzim ini secara efektif dapat

mengurangi pencernaan karbohidrat kompleks dan absorbsinya, sehingga dapat

mengurangi peningkatan kadar glukosa post prandial pada penderita Diabetes

(Triplitt, dkk., 2005).

Obat ini menjadi pilihan karena memiliki risiko hipoglikemia yang rendah

jika diberikan secara tunggal. Untuk terapi kombinasi pada pasien usia lanjut,

beberapa diabetologist menggunakan golongan ini sebagai fist-line karena dipercaya

aman dan manjur (Chehade, 2001). Pada penelitian ini akarbose dikombinasikan
53

dengan obat hipoglikemia lain seperti golongan sulfonilurea, biguanida, maupun

insulin. Jika penggunaannya tepat maka dapat menghasilkan efek yang diinginkan

yaitu pencapaian target terapi.

Berikut ini menggambarkan pola penggunaan obat hipoglikemia yang terdiri

atas 2 atau 3 kombinasi obat hipoglikemia oral atau bersama dengan insulin.

Kombinasi golongan obat hipoglikemia yang berbeda mekanisme diharapkan

menghasilkan efek terapi yang berpengaruh baik pada pencapaian target terapi.

Tabel XIV. Penggunaan Obat Hipoglikemia Kombinasi

No Jenis Kombinasi No Pasien Jumlah Persentase


pasien (%)
1. akarbose + glikuidon 1,15, 2 7,7
2. akarbose + gliklazid 22,25,26 3 7,7
3. akarbose + glipizide 23 1 3,8
4. akarbose + insulin 1,12, 2 7,7
5. akarbose + metformin 11,17,24 3 11,5
6. akarbose+ metformin + glikuidon 16 1 3,8
7. akarbose +metformin +insulin 20 1 3,8
8. metformin +insulin 3,7,13 3 11,5
9. metformin + glimepiride 21 1 3,8
10. metformin +glikuidon+insulin 4 1 3,8
11. metfomin + glikuidon 5,10 2 7,7
12. metformin + gliklazid 2,6,14 3 11,5
13. metformin + gliklazid + akarbose 8,9,18,19 4 15,4

Terlihat bahwa kombinasi yang paling banyak digunakan adalah kombinasi 3

obat hipoglikemia oral yaitu metformin, akarbose dan gliklazid. Metformin

digunakan sebagai terapi dasar karena obat berperan mendorong sensitivitas insulin

dan aman untuk digunakan karena risiko terhadap hipoglikemianya rendah. Golongan
54

α glukosidase inhibitor yaitu karbose digunakan sebagai komponen kedua yang aman

digunakan dan manjur jika dikombinasikan dengan metformin (AACE, 2009).

Belum terdapat bukti yang menyatakan suatu kombinasi tertentu dengan agen

tertentu lebih efektif dalam menurunkan kadar kadar gula darah atau lebih efektif

dalam mencegah berkembangnya komplikasi. Pada prakteknya, penentuan kombinasi

sebaiknya dipakai harus didasarkan pada kriteria spesifik pasien (Inzucci, 2002).

RSUP Dr. Sardjito merupakan rumah sakit yang dijadikan rujukan dari

beberapa rumah sakit di Yogyakarta maupun Jawa Tengah di mana mayoritas

pasiennya adalah pasien anggota asuransi kesehatan (ASKES) dan keluarga miskin.

Beberapa obat dimasukkan dalam Daftar Plafon Harga Obat (DPHO) yang nantinya

obat dimasukkan dalam klaim dari perusahan asuransi. Dari penelitian ini terlihat

pada terapi kombinasi yang diberikan tidak terdapat golongan thiazolidinedion dan

meglitinid hal ini mungkin disebabkan karena obat golongan tersebut termasuk obat

yang mahal sehingga tidak masuk dalam Daftar Plafon Harga Obat (DPHO) sehingga

obat golongan ini jarang diresepkan oleh dokter. Dengan demikian, dokter lebih

sering meresepkan biguanida, α glukosidase inhibitor, sulfonilurea, dan insulin

(Sariningtyas, 2008).

h. Anti Infeksi

Penggunaan anti infeksi sebagai agen antibakteri pada pasien DM sangat

penting karena jika terjadi luka akan lebih sukar sembuh. Hal ini karena pada

lingkungan yang mengandung kadar glukosa yang tinggi merupakan tempat

perkembangbiakan bakteri yang baik.


55

Pada penelitian ini pasien no 8 menggunakan antibiotik yaitu siprofloksasin

yang termasuk dalam kelompok kuinolon. Antibiotik ini diindikasikan untuk

mengobati pneumonia yang dialami oleh pasien. Mekanisme aksi obat siprofloksasin

ini dengan menghambat DNA-gyrase yang terdapat pada bakteri penginfeksi selain

itu juga mendorong pemecahan rantai ganda dari DNA sehingga sintesis DNA bakteri

terganggu (Anonim, 2000).

i. Vitamin, Mineral dan Metabolitropikum

Obat golongan ini digunakan untuk menambah kondisi kesehatan pasien yang

tentunya diharapkan mampu mempercepat proses penyembuhan, menjaga organ agar

tetap berfungsi dengan baik, menambah tenaga serta mengatasi gejala kekurangan

nutrisi(Anonim, 2000).

Obat yang banyak digunakan dari golongan ini yaitu vitamin B kompleks.

Vitamin B kompleks sebagai vitamin neurotropik yang sangat baik diberikan pada

pasien lanjut usia. Selain itu kombinasi vitamin B1, B6 dan B12 sangat baik

digunakan pada pasien Diabetes Melitus karena dapat membantu jalannya proses

metabolisme dalam tubuh.

Obat simvastatin yang merupakan kelompok statin bekerja menghambat

secara kompetitif enzim 3-hidroksi-3-metiglutaril-coenzim A (HMG CoA) reduktase

(Lacy, dkk., 2006). Statin lebih efektif dibanding resin penukar anion dalam

menurunkan LDL, tetapi kurang efektif dibandingkan kelompok fibrat dalam

menurunkan trigliserida dan meningkatkan HDL. Statin dapat sebagai pilihan

pertama karena lebih poten menurunkan LDL (Anonim, 2000).


56

Tabel XIV. Penggunaan Kelas Terapi Vitamin, Mineral dan Metabolitropikum

No Golongan Kelompok Nama No Jumlah Persentase


Obat Generik Pasien Pasien (%)
1. Vitamin Vitamin B vitamin B 2,4,6,8,9 18
kompleks ,11,12,1
3,14,16,
18,19,20
,21,22,2
4,25,26 80,8

- glucosamin 20,23 2

2. Metabolitropikum Antihiperlipi simvastatin 1,2,9,11, 9


demia 17,19,22
,23,25
gemfibrozil 2 1

j. Obat yang Mempengaruhi Darah

Asam folat termasuk dalam golongan obat yang mempengaruhi darah dan

berperan sebagai suplemen penambah darah.

Tabel XVI. Penggunaan Kelas Terapi Obat yang Mempengaruhi Darah

No Golongan Nama No Jumlah Persentase


Obat Generik Pasien Pasien (%)
1. Anti anemia asam folat 1,12,22 3 11,5

k. Obat Penyakit Kulit

Obat yang digunakan adalah golongan anestetika topikal yang termasuk dalam

kelompok kortikosteroid lokal. Desoximetason digunakan untuk mengobati dermatitis

yang dialami oleh pasien, digunakan 1-2 kali dioleskan tipis dalam sehari.
57

C. Evaluasi DTPs

Penatalaksanaan DM dengan pemberian terapi dengan obat terkadang dapat

menimbulkan masalah-masalah penggunaan obat (DTPs) yang sebaiknya dihindari

karena berdampak pada pencapaian tujuan terapi. Farmasis berperan penting untuk

meminimalkan risiko yang dapat terjadi akibat DTPs pada penggunaan obat.

Evaluasi DTPs dilakukan untuk mengetahui masalah-masalah yang berkaitan

dengan peresepan pada pasien geriatri penderita DM tipe 2 yang mendapatkan terapi

obat hipoglikemia kombinasi di Instalasi Rawat Jalan RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.

DTPs yang diamati pada penelitian ini meliputi butuh obat, tidak butuh obat, obat

salah, dosis terlalu rendah, dosis terlalu tinggi dan Adverse Drug Reaction (ADRs).

Ketidaktaatan pasien dalam penggunaan obat yang diresepkan tidak dapat dilakukan

karena penelitian ini bersifat retrospektif.

Dari penelitian ini ditemukan 14 pasien mengalami DTPs dan 12 pasien tidak

mengalami DTPs. Beberapa kejadian DTPs yang dialami, meliputi dosis terlalu

rendah dan Adverse Drug Reaction (ADR), sedangkan jenis DTPs yang lain tidak

ditemukan sehingga tidak dibahas lebih lanjut oleh peneliti.

Pada penelitian ini yang paling banyak ditemukan adalah kejadian DTPs

Adverse Drug Reaction yaitu terdapat 14 kejadian pada penelitian ini. Hal ini

kemungkinan disebabkan oleh karena penggunaan berbagai jenis obat (polifarmasi)

pada pasien geriatri yang menjalani rawat jalan.

Kejadian DTPs yang ditemukan dalam penelitian ini terdapat 2 jenis DTPs

yang bersifat aktual dan potensial. Kejadian DTPs dosis terlalu rendah bersifat aktual
58

artinya kejadian tersebut sudah terjadi dan tanggung jawab sebagai farmasis berusaha

menyelesaikannya. Sedangkan DTPs Adverse Drug Reaction bersifat potensial yakni

suatu masalah yang mungkin menjadi risiko namun belum tentu dialami oleh pasien.

Mengetahui hal tersebut maka dibutuhkan pemantauan terhadap kejadian DTPs yang

potensial terjadi sehingga jika sungguh terjadi maka dapat dilakukan evaluasi

pemberian terapi dan rekomendasi yang tepat.

Tabel XVII. Pengelompokan Kejadian DTPs

Jenis DTPs Jumlah yang Terjadi No Pasien


Dosis terlalu rendah 1 7
Adverse Drug Reaction 14 1,2,5,6,7,8,9,11,
16,17,18,19,20,24

a. DTPs dosis terlalu rendah

Pemberian obat dengan dosis yang terlalu rendah mengakibatkan

ketidakefektifan terapi obat yang diterima. Cara menentukan dosis terlalu rendah

adalah dengan melihat terapi yang diberikan dan melihat glukosa darah puasa dan

kadar glukosa darah post-prandial yang terukur setelah pemantauan 2-3 bulan masih

lebih tinggi dari nilai rujukan dari rumah sakit namun obat yang diresepkan kurang

dari dosis yang digunakan sesuai standar Geriatic Dosage Handbook, Drug

Information Handbook, dan Informatorium Obat Nasional Indonesia. Sedangkan

dosis insulin, karena tidak memiliki dosis tetap dan pemberian dosis sangat individual

sehingga dikatakan dosis terlalu rendah apabila dosis yang diresepkan pada bulan

tersebut tidak mengalami peningkatan dosis dari dosis 2-3 bulan sebelumnya,
59

sedangkan selama pemantauan 2-3 bulan kadar glukosa puasa dan atau kadar glukosa

darah post-prandial masih di atas target glukosa dari rumah sakit.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa pasien geriatri no 7 mengalami kejadian

dosis terlalu rendah. Dosis yang terlalu rendah dapat menyebabkan tidak tercapainya

tujuan terapi, sehingga hal ini tidak menguntungkan bagi pasien. Menurut peneliti

sebaiknya dilakukan peninjauan ulang terhadap terapi yang diberikan kepada pasien

jika ditemukan bahwa dosisnya terlalu rendah maka sebaiknya dilakukan evaluasi

terhadap hal tersebut agar target terapi dapat tercapai.

Tabel XVIII. Kejadian DTPs Dosis Terlalu Rendah

DTPs Rekomendasi
Pasien
7 Pasien mendapatkan terapi Lakukan pemantauan glukosa
metformin 500 mg darah, jika nilai GDP dan 2JJP
2x1kombinasi dengan mixtard, tetap di atas target terapi, maka
tapi nilai GDP dan 2 JPP belum lakukan evaluasi terhadap
mencapai target terapi terapi yang diberikan.

b. DTPs Adverse Drug Reaction

Pasien geriatri DM tipe 2 dikaitkan dengan banyak penyakit lain baik

penyakit komplikasi maupun penyakit penyerta yang memerlukan terapi

farmakologis, sehingga pasien tersebut seringkali menerima beberapa jenis obat

(polifarmasi). Polifarmasi akan meningkatkan kemungkinan risiko interaksi obat.

Interaksi obat merupakan salah satu kriteria dari kejadian DTPs jenis Adverse Drug

Reaction. Interaksi obat didefinisikan sebagai modifikasi efek satu obat akibat obat

lain yang diberikan pada awalnya atau diberikan bersamaan, atau bila dua atau lebih
60

obat berinteraksi sedemikian rupa sehingga keefektifan atau toksisitas satu obat atau

lebih berubah (Aslam, 2003). Fakta pada pasien DM tipe 2 terdapat banyak kejadian

interaksi obat yang meningkatkan risiko kematian. Solusinya adalah dengan

melakukan pemantauan interaksi obat yang potensial dan meningkatkan keamanan

pasien (AACE, 2007).

Interaksi obat dilihat dulu secara teoritis pada Geriatric Dosage Handbook,

Drug Information Handbook dan Drug Interaction Fact kemudian dilihat apakah

interaksi obat bermakna secara klinik (dilihat dari kadar gula darah yang terukur)

setelah terapi. Interaksi yang diihat hanya interaksi obat yang mempengaruhi

pencapaian target glukosa darah.

Dari hasil penelitian ditemukan 14 kejadian interaksi obat atau 53,85% dari

total 26 pasien dalam penelitian. Yang paling banyak ditemukan adalah potensial

interaksi antara obat metformin dengan akarbose dengan severity level : 5 atau minor,

yang terjadi pada pasien 8,9,11,16,17,18,19,20, dan 24. Efek yang dapat ditimbulkan

akibat interaksi metformin dengan akarbose yaitu akarbose dapat menunda onset

metformin dan dapat menurunkan bioavailabilitasnya. Hal tersebut dapat terjadi

karena akarbose dapat menunda absorpsi metformin ketika ada di saluran pencernaan.

Jika ditinjau dari kecepatan terjadinya efek klinik, maka interaksi kedua obat ini

tergolong pada kelompok interaksi dengan onset rapidly, yaitu efek akan terjadi

dalam waktu 24 jam setelah pemakaian obat yang berinteraksi. Secara potensial

interaksi kedua obat tersebut dapat dengan cepat dirasakan oleh pasien. Jika ditinjau

dari potensial interaksinya maka metformin dengan akarbose berada di level 5 yang
61

berarti bahwa efek biasanya ringan, efek terapetik tidak bermakna dan biasanya tidak

dibutuhkan tambahan pengobatan. Jika dilihat dari derajat kepercayaan, interaksi

antara metformin dengan akarbose dapat terjadi, namun data yang menyatakan hal

tersebut masih sangat terbatas. Walaupun demikian, perlu dilakukan pemantauan

terhadap terapi yang diberikan pada pasien karena hal ini berguna untuk

meminimalkan atau mencegah interaksi agar tidak merugikan pasien. Selain itu perlu

pemantauan yang intensif karena tidak dapat dijamin apakah efek dari interaksi

tersebut tidak akan muncul pada semua pasien. Hal tersebut dikarenakan kondisi

fisiologi setiap manusia berbeda satu dengan yang lain, sehingga nasib obat di dalam

tubuh setiap orang juga tidak sama.

Interaksi antara metformin dengan nifedipin berada diurutan kedua terbanyak

dari potensial kejadian interaksi obat. Penggunaan nifedipin bersamaan dengan

metformin dapat meningkatkan absorbsi metformin, meningkatkan konsentrasinya di

plasma darah, selain itu juga meningkatkan ekskresi metformin (McEvoy, 2005).

Pada penelitian ini juga ditemukan 3 pasien potensial mengalami DTPs

Adverse Drug Reaction akibat dari interaksi antara metformin dengan ranitidin.

Mekanisme interaksinya belum diketahui secara jelas, namun jika dilihat dari

golongan obatnya yaitu antagonis histamin H2, kemungkinan mekanismenya mirip

dengan obat simetidin. Simetidin dapat menurunkan ekskresi metformin akibatnya

metformin menjadi lebih lama dan lebih banyak tertahan di darah sehingga efek

metformin meningkat dan dapat menimbulkan terjadinya hipoglikemia (McEvoy,

2005).
62

Kriteria lain dari DTPs terjadinya efek samping akibat obat yang diberikan.

Pasien 1 mengalami kembung dan kentut terus, akibat efek samping dari akarbose

maka sebaiknya dilakukan pemantauan terhadap efek samping yang dialami oleh

pasien, jika masih berlanjut maka hentikan penggunaan obat akarbose dan diberikan

obat pilihan lain.

Di bawah ini merupakan tabel yang memuat adanya potensi interaksi yang

ditemukan pada penelitian ini. Mengetahui hal tersebut maka penting dilakukan

pemantauan terhadap terapi yang diberikan agar kejadian DTPs dapat diminimalkan

dan dapat segera ditangani jika terjadi.

Tabel XIX. Potensial Kejadian DTPs Adverse Drug Reaction

Pasien Keterangan DTPs Rekomendasi


interaksi
8,9,11,1 metformin, metformin berinteraksi dengan Lakukan pemantauan terhadap
6,17,18, akarbose akarbose dengan severity level : 5 nilai glukosa darah pasien dan
19,20, atau minor. Hal ini menyebabkan interaksi obat yang minor dapat
24 bioavailabilitas metformin dapat terjadi.
menurun jika digunakan
bersamaan dengan akarbose.
2,5,6,7, metformin, Pemberian bersamaan antara lakukan pemantauan terhadap
11, 24, nifedipin metformin dengan nifedipin terapi yang diberikan jika
dapat meningkatkan efek muncul efek hipoglikemia
metformin yang berakibat sebaiknya diberi alternatif obat
munculnya efek hipoglikemia. hipoglikemia lain
6, 8, 9, metformin, Ranitidin dapat meningkatkan Lakukan pemantauan terhadap
ranitidin efek farmakologi metformin nilai glukosa darah pasien dan
sehingga dapat menyebabkan interaksi obat yang potensial
hipoglikemia. terjadi.
63

D. Rangkuman Pembahasan

Selama periode Januari-Juni 2009 terdapat 185 pasien geriatri penderita DM

tipe 2 di Instalasi Rawat Jalan RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Setelah dilakukan

sensus berdasarkan pada kriteria inklusi penelitian maka dari 185 pasien tersebut

didapatkan 26 pasien untuk dievaluasi DTPs. Sampel yang diambil berupa rekam

medik yang diambil dari nstalsi catatan rekam medik RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.

Berdasarkan karakteristik pasien dilihat berdasarkan usia subyek penelitian

yang paling banyak yaitu pasien lansia dengan range umur 60-75 tahun yaitu sebesar

73,1% (19 pasien). Subyek penelitian pada penelitian ini lebih banyak wanita

dibandingkan pria yaitu 57,7% (15 pasien) sedangkan pada pria 42,3%. Jika dilihat

dari penyakit komplikasi dan penyakit penyerta yang terbanyak diderita pasien, dapat

diketahui bahwa hipertensi merupakan penyakit komplikasi yang paling banyak

diderita yaitu sebesar 92,3% (24 pasien) dan osteoatritis sebagai penyakit penyerta

yang paling banyak diderita yaitu sebesar 19,2 % (5 pasien).

Obat yang diberikan pada pasien geriatri penderita DM tipe 2 dibagi menjadi

11 kelas terapi yaitu obat susunan saraf, obat kardiovaskuler, obat saluran

pernapasan, obat saluran cerna, obat anti alergi, cairan untuk keseimbangan air,

elektrolit, dialisis dan nutrisi, obat anti diabetik, anti infeksi, vitamin, mineral dan

metabolitropikum, obat yang mempengaruhi darah, dan obat penyakit kulit. Obat

yang paling banyak digunakan yaitu obat kelas terapi kardiovaskuler.

Kejadian DTPs yang ditemukan dalam penelitian ini yaitu 2 jenis DTPs yang

bersifat aktual dan potensial. Kejadian DTPs dosis terlalu rendah bersifat aktual
64

artinya kejadian tersebut sudah terjadi dan tanggung jawab farmasis untuk

menyelesaikannya. Sedangkan DTPs Adverse Drug Reaction yang potensial adalah

suatu masalah yang mungkin menjadi risiko namun belum tentu dialami oleh pasien.

Mengetahui hal tersebut maka dibutuhkan pemantauan terhadap kejadian DTPs yang

potensial terjadi sehingga jika sungguh terjadi maka dapat dilakukan evaluasi

pemberian terapi dan rekomendasi yang tepat. Kejadian DTPs yang paling banyak

terjadi adalah Adverse Drug Reaction (ADR) yaitu sebesar 53,8% (14 pasien) dan

dosis terlalu rendah sebanyak 3,8% (1 pasien).


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari penelitian “Evaluasi Drug Therapy Problems (DTPs) pada Pasien

Geriatri Diabetes Mellitus Tipe 2 di Instalasi Rawat Jalan RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta Periode Januari-Juni 2009” diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Karakteristik pasien berdasarkan jenis kelamin yang terbanyak yakni

perempuan sebanyak 15 pasien (57,7%). Berdasarkan usia yakni usia lansia

(elderly) sebanyak 19 pasien (73,1%). Berdasarkan penyakit komplikasi yang

terbanyak diderita pasien adalah hipertensi sebanyak 24 pasien (92,3 %) dan

berdasarkan penyakit penyerta yang paling banyak muncul adalah osteoatritis

sebanyak 5 pasien (19,2 %).

2. Terdapat 11 kelas terapi yang diberikan pada pasien dengan penggunaan

terbesar adalah obat kelas terapi kardiova skuler sebesar 84,6 %.

3. Drug Therapy Problems (DTPs) yang terjadi adalah dosis terlalu rendah

sebanyak 1 pasien (3,8%) dan Adverse Drug Reaction (ADR) sebanyak 14

pasien (53,8%).

B. Saran

Saran yang dapat penulis berikan adalah :

a. Bagi Rumah Sakit

1. Penulisan rekam medik sebaiknya dilakukan secara lengkap dan teliti.

Karena rekam medik merupakan informasi sekaligus sarana komunikasi

yang dibutuhkan pasien, maupun pelayanan kesehatan dan pihak terkait

65
66

untuk mempertimbangkan dalam menentukan suatu kebijakan tatalaksana

atau tindakan medik.

2. Sebaiknya dilakukan pengukuran HbA1C setiap 3 bulan sekali. Karena

pengukuran HbA1C berguna untuk mengetahui kepatuhan pasien dan

pemberian terapi yang tepat bagi pasien.

b. Bagi Peneliti Selanjutnya

Sebaiknya dilakukan penelitian lanjutan untuk evaluasi Drug Therapy

Problems obat hipoglikemia kombinasi pada pasien geriatri Diabetes Mellitus tipe

2 di Instalasi Rawat Jalan RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta pada periode yang

berbeda secara prospektif.


Daftar pustaka

AACE, 2007, American Association of Clinical Endocrinologists Medical


Guidelines for Clinical Practice for The Management of Diabetes Mellitus,
Endocrine Practice, Vol 13 (suppl 1), American Association of Clinical
Endocrinologists Medical
AACE, 2009, Statement by an American Association of Clinical Endocrinologists
Consensus Panel On Type 2 Diabetes Mellitus : An Algoritm for Glycemic
Control, Vol 15 No 6, American Association of Clinical Endocrinologists
Medical
ADA, 2006, Standar of Medical Care in Diabetes-2006,
http://care.diabetesjournals.org/content/29/suppl_1/s4.full.pdf+html, diakses
22 November 2009
ADA, 2009, Standar of Medical Care in Diabetes-2009,
http://care.diabetesjournals.org/content/32/Supplement_1/S13.full.pdf+html,
diakses 22 November 2009
Anonim, 2000, Informatorium Obat Nasional Indonesia 2000, 19-21, 263-269,
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
Anonim, 2002, Konsensus Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia,
Penerbit PERKENI, Jakarta
Anonim, 2005 a, Pharmaceutical Care untuk Penyakit Diabetes Mellitus, 8- 76,
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI
Anonim, 2005 b, Standar Pelayanan Medis RSUP Dr. Sardjito, Medika Fakultas
Kedokteran UGM, Yogyakarta
Anonim, 2008 a, Diabetes Mellitus,
http://www.fortunestar.co.id/content/view/24/24/ diakses 22 Oktober 2008
Anonim, 2009 a, Informasi Spesialite Obat Indonesia, Edisi 44, 3, 238-246, 276,
281, 297, 298, 300,445-446, PT ISFI Penerbitan, Jakarta Barat
Anonim, 2009 b, 2030 Penderita Diabetes Indonesia Berjumlah 21,3 Juta Jiwa,
http://www.indofamilyhealth.com, diakses 22 Maret 2009

67
68

Asdie, A.H., 2000, Patogenesis dan Terapi Diabetes Mellitus Tipe 2, 11,41-67,
Penerbit Medika UGM, Yogyakarta
Aslam, M, dkk., 2003, Farmasi Klilnik (Clinical Pharmacy), PT. Elex Media
Komputindo, Jakarta
Bexter, K., 2006, Stockley’s Drug Interaction : A Source Book of Interaction,
Their Mechanism, Clinical Impportance and Management, Sevent Edition,
1-11, 389,-424, Pharmaceutical Press, London
Blonde, L., 2007, Easing the Transition to Insulin Therapy in People with type 2
Diabetes, Diabetes Clinical Research Unit, Ochsner Clinic Foundation, New
Orleans
Carlisle, B.A., Kroon, L.A., Koda.Kimble, M.A., 2005, Diabetes Mellitus, dalam
Koda. Kimble,M.A., Young, L.Y., Kradjan, W.A., Guglielmo, B.J.,(eds),
Applied Therapeutics : The Clinical Use of Drugs, Seven Edition, 50-58,
Lippincot Williams & Walkin, Philadelpia
Chehade, J.M., and Mooradian, A.D., 2001, Drug Therapy : Current and
Emerging Agent, diakses tanggal 15 Desember 2009
Cipolle, R.J, Strand, L.M., Morley P.C., 2004, Pharmaceutical Care Practice The
Clinician’s Guide, Second Edition, 73-119, McGraw-Hill, New York
Darmojo, R.B., dan Martono, H.H., 2004, Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan
Usia Lanjut), Edisi 3 114, Balai Penerbit FKUI, Jakarta
Donatus, 1999, Nasib Obat dalam Diri Usia Lanjut, Majalah Sains dan Teknologi,
Volume 2, No. 2, 1-10, Bandar Lampung
Feingold K.R., and Funk, J.L., 2000, Disorder of the Endocrine Pancreas, dalam
McPee, S.J., Lingappa, W.F., Lange J.D., Pathophysology of Disease : An
Introduction to Clinical Medicine,Third Edition, 432-458, The McGraw-
Hill Companies Inc., New York
Guyton, A.C., dan Hall, J.E., 1996, Textbook of Medical Physiology, EGC, Jakarta
Ikram, H.A., 1996, Diabetes Mellitus pada Usia Lanjut dalam Noer, S.H.,
Waspaji, S., Lesmana, L.A., Widodo, D., Isbagio, H., Alwi, I., (Editor),
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi III, 692-696, Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran UI, Jakarta
69

Inzucchi, S.E., 2002, Oral Antihyperglycemic Therapy for Type 2 Diabetes:


Scientific Review, Vol.287, No.3, 360-372, JAMA, America
Kimble, M.A.K, Young L.Y., Kradjan W.A., Guglielmo B.J., 2005, Handbook of
Applied Therapeutics, Seve nth Edition, 47.1-47.39, Lippincot Williams &
Walkins, Philadelphia
Lacy, C.F., Armstrong, L.L., Goldman, M.O., and Lance L.L., 2006, Drug
Information Handbook, 14th Ed., 735-736, 741-742, 1016-1018, Lexi-comp,
Ohio
Laksmiarti, T., dan Maryam, H., 2002, Tetap Sehat di Usia Lanjut dengan Gizi
Sehat, Medika Jurnal Kedokteran dan Farmasi, Tahun XXVIII, No.7, 599-
600, PT. Grafiti Medika Pers, Jakarta
Karam, J.H., 2007, Diabetes Mellitus and Hypoglicemia, dalam McPee S.J. and
Papadakis M.A., Current Medical Diagnosis and Treatment, 1231-1241,
McGraw Hill Medical, New York
McEvoy, G.K., 2005, AHFS Drug Information 2005, 3015-3016, American
Society of Health System Pharmacists, Avenus
Pratiknya, A.W., 2001, Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan
Kesehatan, 10-18; 176-183, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta
Prest, M., 2003, Penggunaan Obat pada Lanjut Usia, dalam Aslam, M., Tan, C.K.,
Prayitno., A., Farmasi Klinis, 203-215, PT. Elex Media Komputindo,
Kelompok Gramedia, Jakarta
Rochmah, W., 2006, Diabetes Mellitus pada Usia Lanjut, dalam Sudoyo A.W.,
Setiyohadi B., Alwi I., Simabrata M., Setiati S., Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, Jilid III, Edisi IV, 1937- 1939, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
Rovers J.P., 2003, Identifying Drug Therapy Problems, dalam Rovers J.P., Currie
J.D., Hagel H.P., McDonough R.P., Sobotka J.L., A Practical Guide to
Pharmaceutical Care, Second Edition, 2003, 15-25, 54-64, American
Pharmaceutical Association, Washington D.C
Sariningtyas, A.T., 2008, Evaluasi Keamanan Terapi Kombinasi Tiga
Antidiabetika Oral pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 di RSUP Dr.
70

Sardjito Yogyakarta, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada,


Yogyakarta
Semla, T.P., Beizer, J.L., Higbee. M.D., 2002, Geriatric Dosage Handbook, 7th
Edition,16-17, 463-468, 528-536, 652-653, American Pharmaceutical
Assotiation, USA
Soegondo S., Soewondo P., Subekti I., (eds), 2004, Penatalaksanaan Diabetes
Mellitus Terpadu, Pusat Diabetes dan Lipid RSUP Nasional Cipto
Mangunkusumo-FKUI, Jakarta
Soegondo S., 2006 a, Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus
Tipe 2 di Indonesia, Penerbit Perkumpulan Endokrinologi Indonesia
(PERKENI), Jakarta
Soegondo S., 2006 b, Farmakoterapi pada Pengendalian Glikemia Diabetes
Mellitus Tipe 2, dalam Sudoyo A.W., Setiyohadi B., Alwi I., Simabrata M.,
Setiati S., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi IV, 1882- 1887,
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta
Stockley, and Ivan.H., 1994, Drug Interaction, third edition, 540-560, University
of Notingham Medical School, UK
Tatro, D.S. 2001, Drug Interaction Fact, Fact and Comparison, xiv-xvii, 846-
854, 992-996, A Walters Kluwer Company, St. Louis, Missouri
Tjokroprawiro, A., 2001, Diabetes Mellitus (Klasifikasi, Diagnosis, dan Terapi),
Ed. III, PT Gramedia Pustaka, Jakarta
Triplitt, C.L., Reasner, C.A. Isley.L.I., 2005, Diabetes Mellitus, dalam Dipro, J.T,
Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Welss, B.G., Posey, L.M., (Eds.),
Pharmacotherapy a Phathophysiologic Approach, sixth edition 1333-1365,
Appleton and Lange, Standford Canneticut
Turner, R.C., Cull, C.A., Frighi, V., Holman, R.R., 1999, Glicemic Control With
Diet, Sulfonilurea, Metformin, or Insulin in Patient With Type 2 Diabetes
Mellitus, Progessive Requirement for Multiple Therapies (UKPDS 49),
Volume 281, No. 21, The Journal of the American Medical Association
(JAMA), American
71

Watkins, P.J., 2003, ABC of Diabetes, Fifth Edition, BMJ Publishing Group Ltd,
London
Widijanti, A., 2006, Pemeriksaan Laboratorium Penderita Diabetes Mellitus,
http://www.tempo.co.id/medika/temp.online.old/pus-i diakses 13 April 2009
World Health Organization, 1999, Definition, Diagnosis and Classification of
Diabetes Mellitus and its Complications Report of a WHO Consultation
Part 1: Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus, WHO
Department of Noncommunicable Disease Surveillance, Geneva
73

LAMPIRAN
74

Lampiran I. Kajian DTPs Pasien Penggunaan Obat Hipoglikemia Kombinasi pada


Pasien Geriatri DM Tipe II di Instalasi Rawat Jalan RSUP Dr Sardjito Yogyakarta
Periode Januari-Juni 2009
Pasien 1 No. RM 00-68-33-66
Subyektif
Perempuan, 69 tahun. Diagnosa : DM tipe 2, Hipertensi, Dislipidemia, Benign Prostat
Hipertropi, Angina Pektoris, Insufisiensi Renal. Riwayat penyakit : pada bulan April, pasien
mengalami kembung dan kentut terus menerus, dokter mendiagnosis hal ini akibat efek
samping dari obat Glukobay (akarbose)
Obyektif
Tanggal Periksa (2009)
Parameter 9 Jan 7 Feb 7 Mar 4 Apr
TD 110/80 130/80 130/70 130/80
GDP 90 93 118 129
2JPP 211 201 229 243
Kolesterol 189 189 - 167
Trigliserida 78 79 - 262
LDL 122 122 - 92
HDL 40,3 49,3 - 32,8
Penatalaksanaan
Tanggal Periksa (2009)
9 7 7 4
Nama obat Jan Feb Mar Apr
Glucobay® (akarbose 100 mg) 1-1-1 √ √ √ √
Glurenorm® (glikuidon 30 mg) 1-0-0 √ √ √ -
Mixtard® (insulin campuran) 6-0-2 - - - √
Adalat Oros® (nifedipin 30 mg) (60) 1x1 √ √ √ √
Hytrin® (terazosin HCL) (30) 1x1 √ √ √ √
simvastatin 10 mg (30) 0-0-1 √ √ √ √
hidroklortiazid 25 mg (30) 1x1 - - - √
Aspilet® ( asam salisilat 80 mg) (30) 1x1 - √ - -
ranitidin 15 mg (60)2x1 - - - √
valsartan 80 mg (30) 1x1 - - - √
bisoprolol 5 mg (30) 1x1 √ √ √ √
asam folat 3x1 √ √ √ √
CaCO3 (60) 3x1 √ √ √ √
isosorbit dinitrat(kalau perlu)(30) √ √ √ √
Penilaian
pasien mengalami kembung dan kentut terus, akibat efek samping dari akarbose. DTPs
potensial : Adverse Drug Reaction
Rekomendasi
1. lakukan pemantauan terhadap glukosa darah pasien
2. lakukan pemantauan terhadap efek samping yang dialami oleh pasien, jika masih berlanjut
maka hentikan penggunaan obat akarbose dan diberikan obat pilihan lain.
75

Pasien 2 No. RM 01.16.18.54


Subyektif
Perempuan, 74 tahun.
Diagnosa : DM tipe 2, Hipertensi, Dislipidemia, Osteoatritis
Obyektif
Tanggal Periksa (2009)
Parameter 22 Jan 19 Feb 20 Mar 18 Apr 22 Mei
TD 125/80 135/80 120/80 130/80 110/70
GDP 122 90 152 118 129
2JPP 151 116 139 178 149
BUN - - 13,1 - -
Kreatinin - - 1,03 - -
Kolesterol - - 187 167 -
HDL - - 38,1 - -
Trigliserida - - 99 182 -
Penatalaksanaan
Tanggal Periksa (2009)
22 19 20 18 22
Nama obat Jan Feb Mar Apr Mei

Glucodex® (gliklazid 80 mg)(30) - -0 √ √ √ √ √


metformin 500 mg(30) 0-0-1 √ √ √ √ √
valsartan 80 mg (30) 1x1 √ √ √ √ √
Adalat Oros® (nifedipin 30 mg) (60) 1x1 √ √ √ √ √
hidroklortiazid 25 mg (30) 1x1 √ √ √ √ √
simvastatin 10 mg (30) 0-0-1 - - √ √ √
gemfibrozil 30 mg (30) 1x1 - √ - - -
meloxicam 7,5 mg (30) 1x1 - - - - √
Neurodex® (vit B1,vit B6, vit B12) (30) 1x1 √ - - - -
Penilaian
pemberian bersamaan antara metformin dengan nifedipin dapat meningkatkan efek
metformin yang berakibat munculnya efek hipoglikemia. DTPs potensial : Adverse Drug
Reaction
Rekomendasi
1. lakukan pemantauan terhadap terapi yang diberikan jika muncul efek hipoglikemia
sebaiknya diberi alternatif obat hipoglikemia lain
2. pantau glukosa darah secara rutin
76

Pasien 3 No. RM 01.16.18.54


Subyektif
Laki-laki, 74 tahun.
Diagnosa : DM tipe 2, Hipertensi, Dislipidemia, Post Stroke, Digitate Pedis
Obyektif
Tanggal Periksa (2009)
Parameter 11 Feb 11 Mar 11 Apr 20 Mei
TD 110/70 100/60 120/80 100/80
GDP 149 94 125 190
2JPP 249 177 133 214
Trigliserida 233 168 212 275

Penatalaksanaan
Tanggal Periksa (2009)
11 11 11 20
Nama obat Feb Mar Apr Mei
Mixtard® (insulin campuran) 1 x 30 unit √ √ √ √
Gludepatic® (metformin HCl 500 mg) (30) 2x1 √ √ √ √
Aspilet®(asam salisilat 80 mg) (30) 1x1 - - - √
efedrin (30) 1x1 - - - √
Penilaian
Nilai glukosa darah pasien tidak teratur, kadang terkontrol dan terkadang melebihi dari nilai
rujukan dari rumah sakit.
Rekomendasi
Lakukan pemantauan glukosa darah jika nilai GDP dan 2JJP
77

Pasien 4 No. RM 00.03.13.15


Subyektif
Laki-laki, 70 tahun.
Diagnosa : DM tipe 2
Obyektif
Tanggal Periksa
(2009)
Parameter 31 Jan 12 Mei
TD 110/70 100/60
GDP 128 129
2JPP 183 179

Penatalaksanaan
Tanggal Periksa
(2009)
Nama obat 31 Jan 12 Mei
Humulin® (insulin campuran) 0-0-10 √ √
Glurenorm® (glikuidon 30 mg) 1-0-0 √ √
metformin 850 mg (30) 1-1-1 √ √
Sohobion® (vit B1,vit B6, vit B12) (30) 1x1 √ -
Neurodex® (vit B1,vit B6, vit B12) (30) 1 x 1 - √
Penilaian
Nilai glukosa darah pasien belum mencapai target terapi
Rekomendasi
1. Lakukan pemantauan terhadap glukosa darah pasien jika masih lebih tinggi dari target
terapi maka dapat dilakukan evaluasi terapi dengan peningkatan dosis atau penggantian
kombinasi terapi.
2. Lakukan pemantauan terhadap glukosa darah dan potensi interaksi yang dapat terjadi
78

Pasien 5 No. RM 00.87.29.11


Subyektif
Laki-laki, 70 tahun.
Diagnosa : DM tipe 2, Hipertensi
Obyektif
Tanggal Periksa
(2009)
Parameter 31 Jan 22 Mei
TD 130/80 150/90
GDP 208 187
2JPP 269 208
Penatalaksanaan
Tanggal Periksa (2009)
Nama obat 31 Jan 22 Mei
Glurenorm® (glikuidon 30 mg) 1-0-0 √ √
metformin 850 mg (30) 1-1-1 √ √
Adalat oros® (nifedipin 30 mg) 1x 1 (30) √ √
hidroklortiazid 25 mg 1-0-0 (30) √ √
kaptopril 25 mg (90) 1-1-1 - √
Penilaian
Pemberian bersamaan antara metformin dengan nifedipin dapat meningkatkan efek
metformin yang berakibat munculnya efek hipoglikemia. DTPs potensial : Adverse Drug
Reaction
Rekomendasi
1. Lakukan pemantauan terhadap glukosa darah pasien jika masih lebih tinggi dari target
terapi maka dapat dilakukan evaluasi terapi dengan peningkatan dosis atau penggantian
kombinasi terapi.
2. Lakukan pemantauan terhadap glukosa darah dan potensi interaksi yang dapat terjadi
79

Pasien 6 No. RM 00.01.96.51


Subyektif
Laki-laki, 67 tahun.
Diagnosa : DM tipe 2, Hipertensi, Ischemik Heart Disease, Ostreoatritis
Obyektif
Tanggal Periksa
(2009)
Parameter 31 Jan 12 Mei
TD 140/80 130/80
GDP 130 126
2JPP 144 131
Ureum - 334
Asam Urat - 60,1
Kreatinin - 1,47

Penatalaksanaan
Tanggal Periksa (2009)
Nama obat 31 Jan 25 Feb 22 Mei
Glucodex® (gliklazid 80 mg)(30)1 -0 -0 √ √ √
metformin 850 mg (30) 1-1-1 √ √ √
ranitidin 15 mg (60)2x1 - - √
isosorbit dinitrat (kalau perlu)(30) √ √ √
Adalat oros® (nifedipin 30 mg) (30) 1x1 √ √ √
meloxicam 7,5 mg (30) 1x1 - - √
Neurodex® (vit B1,vit B6, vit B12) (30) 1x1 √ √ √
allopurinol (30) 1x1 √ √ -
Aspilet® (asam salisilat 80 mg) (30) 1x1 - - √
Penilaian
1. Penggunaan ranitidin yang bersamaan dengan metformin dapat meningkatkan efek
farmakologi sehingga dapat menyebabkan hipoglikemia. DTPs potensial : Adverse Drug
Reaction
2. Penggunaan nifedipin dapat meningkatkan efek metformin yang berakibat munculnya
efek hipoglikemia. DTPs potensial : Adverse Drug Reaction
Rekomendasi
1. 1. Lakukan pemantauan terhadap glukosa darah pasien dan potensi interaksi obat tersebut.
Jika interaksi berefek klinik menyebabkan hipoglikemia maka dapat diberikan pilihan
obat hipoglikemia lain.
80

Pasien 7 No. RM 00.53.42.91


Subyektif
Laki-laki, 78 tahun.
Diagnosa : DM tipe 2, Hipertensi, Athralgia, Hipertensi Heart Disease, Osteoatritis
Riwayat : rujukan dari puskesmas kotagedhe
Obyektif
Tanggal Periksa (2009)
Parameter 21 Jan 5 Feb 24 Mar 22 Apr 23 Mei 20 Juni
TD 120/80 135/80 130/70 120/70 120/80 120/80
GDP 185 185 190 180 145 175
2JPP 171 170 - 200 167 -
BUN - - - 18,2 - -
Kreatinin - - - 0,97 - -
Urat - - - 4,2 - -
Penatalaksanaan
Tanggal Periksa (2009)
21 5 24 22 23 20
Nama obat Jan Feb Mar Apr Mei Juni
Mixtard® (insulin campuran) 12-0-8 √ √ - - - -
Mixtard® (insulin campuran) 14-0-10 - - √ √ √ √
metformin 500 mg(30) 1-0-1 √ √ √ √ √ √
valsartan 80 mg (30) 1x1 √ - - √ - -
Adalat Oros® (nifedipin 30 mg) (60) 1x1 - √ √ √ √ √
meloxicam 7,5 mg (30) 1x1 √ - - - - √
Laxadin® (fenoftalin) syr 1x CII (1) - - - √ - -
Penilaian
1. DTPs aktual yang terjadi pasien mengalami dosis terlalu rendah, hal ini diketahui dari nilai
GDP dan 2JPP yang masih tinggi dibanding nilai rujukan
3. Pemberian bersamaan antara metformin dengan nifedipin dapat meningkatkan efek
hipoglikemia. DTPs potensial : Adverse Drug Reaction
Rekomendasi
1. Lakukan pemantauan terhadap nilai glukosa darah pasien jika masih tinggi maka dapat
dilakukan evaluasi terapi.
2. Lakukan pemantauan terhadap glukosa darah dan potensi interaksi yang dapat terjadi
81

Pasien 8 No. RM 00.41.85.86


Subyektif
Laki-laki, 84 tahun.
Diagnosa : DM tipe 2, Hipertensi, Asma, Pneumonia, Dispepsia,
Obyektif
Tanggal Periksa (2009)
Parameter 20 Jan 25 Feb 18 Mar 15 Apr 12 Mei 18 Juni
TD 130/80 135/80 140/80 180/70 120/80 120/80
GDP 85 135 120 84,7 111 100
2JPP 136 233 189 214 213 190
BUN - - - 65,7 - -
Kreatinin - - - 1,37 - -
Kolesterol - - - 147,2 - -
HDL - - - 57,8 - -
LDL - - - 64,2 - -
Urat - - - 5,9 - -
Penatalaksanaan
Tanggal Periksa (2009)
20 25 18 15 12 18
Nama obat Jan Feb Mar Apr Mei Juni
Glucodex® (gliklazid 80 mg) (30)2-2-0 √ √ √ √ √ √
metformin 500 mg (30) 1-0-1 √ √ √ √ √ √
Glucobay® (akarbose 100 mg) 1-1-1 √ √ √ √ √ √
valsartan 80 mg (30) 1x1 √ √ √ √ √ √
alprazolam 0,5 mg (30) 1 x1 - - - √ - -
Neurodex® (vit B1,vit B6, vit B12) (30) √ √ √ √ √
1x1 √
Inflammide® (budesonid)3 x 2 puff (I) √ √ - √ - -
siprofloxacin 500 mg 2 x 1 - √ - - - -
Benotec (fenoterol HBr)® 3 x II - - √ - - √
ranitidin 15 mg (60)2x1 - - - - √ √
teofilin 10 mg
gliseril guaikolat 50 mg 3x1kapsul √ √ √ √ √ √
salbutamol 2 mg
Penilaian
1. Penggunaan ranitidin yang bersamaan dengan metformin dapat meningkatkan efek
farmakologi sehingga dapat menyebabkan hipoglikemia. DTPs potensial : Adverse Drug
Reaction
2. metformin berinteraksi dengan akarbose dengan severity level : 5 atau minor. Hal ini
menyebabkan bioavailabilitas metformin dapat menurun jika digunakan bersamaan dengan
akarbose. DTPs potensial : Adverse Drug Reaction
Rekomendasi
Lakukan pemantauan terhadap nilai glukosa darah pasien dan interaksi obat yang potensial
terjadi. Selain itu sarankan pasien untuk mengatur pola makan dengan baik dan melakukan
aktivitas atau olahraga yang masih mungkin dapat dilakukan.
82

Pasien 9 No. RM 00.97.70.42


Subyektif
Laki-laki, 78 tahun.
Diagnosa : DM tipe 2, Hipertensi, Asma,
Obyektif
Tanggal Periksa (2009)
Parameter 1 Jan 16 Mar 14 Apr 13 Mei
TD 130/80 100/60 120/70 125/70
GDP 124 122 132 145
2JPP 144 150 166 189
BUN 12,1 - - -
Kreatinin 1,34 - - -
Kolesterol 171 - - -
HDL 53,5 - - -
LDL 110 - - -
Ureum 5,1 - - -
Penatalaksanaan
Tanggal Periksa (2009)
1 16 14 13
Nama obat Jan Mar Apr Mei
Glucodex® (gliklazid 80 mg)(30)2-2-0 √ √ √ √
Gludepatic® (metformin 500 mg) (30) 3x1 √ √ √ √
Glucobay® (akarbose 100 mg) 1-1-1 √ √ √ √
Ventolin® (salbutamol) 3x puff (1) - √ √ √
Noperten® (lisinopril 10 mg) 1x1 - √ √ √
Neurodex® (vit B1,vit B6, vit B12) (30) 1x1 √ - - √
Inflammide® (budesonid) 3 x 2 puff (I) √ - - √
simvastatin 10 mg (30) 0-0-1 √ √
ranitidin 15 mg (60)2x1 - - - √
Penilaian
1. Penggunaan ranitidin yang bersamaan dengan metformin dapat meningkatkan efek
farmakologi sehingga dapat menyebabkan hipoglikemia. DTPs potensial : Adverse Drug
Reaction
2. Metformin berinteraksi dengan akarbose dengan severity level : 5 atau minor. Hal ini
menyebabkan bioavailabilitas metformin dapat menurun jika digunakan bersamaan dengan
akarbose. DTPs potensial : Adverse Drug Reaction
Rekomendasi
1. Lakukan pemantauan terhadap glukosa darah dan potensi interaksi obat yang mungkin dapat
terjadi.
83

Pasien 10 No. RM 00.03.13.15


Subyektif
Perempuan, 62 tahun.
Diagnosa : DM tipe 2, Hipertensi, Hipertensive Heart Disease, Rematoid
Riwayat : diagnosis menderita DM tipe 2 pertama kali tanggal l3 Agustus 2006. Obat
hipoglikemia yang diberikan adalah glibenklamid dan mulai mendapat terapi kombinasi sejak 4
Januari 2008
Obyektif
Tanggal Periksa
(2009)
Parameter 27 Feb
TD 130/80
GDP 125
2JPP 205

Penatalaksanaan
Tanggal
Periksa (2009)
Nama obat 27 Feb
Gludepatic® (metformin 500 mg) (30) 3x1 √
Glurenorm® (glikuidon 30 mg) 1-0-0 √
valsartan 80 mg (30) 1x1 √
Amdixal® (amlodipin maleat 5 mg) 1x1 √
Penilaian
Nilai glukosa darah pasien lebih tinggi dari nilai rujukan rumah sakit yaitu 70-120 mg/dl untuk
GDP dan 85-145 mg/dl nilai rujukan 2JPP
Rekomendasi
1. Lakukan pemantauan glukosa darah pasien
2. Pengaturan pola makan yang baik dan olahraga yang teratur dapat menbantu pencapaian
target terapi
84

Pasien 11 No. RM 00.56.77.67


Subyektif
Perempuan, 71 tahun.
Diagnosa : DM tipe 2, Hipertensi, Osteoatritis
Obyektif
Tanggal Periksa (2009)
Parameter 12 Jan 13 Mei 17 Juni
TD 130/80 130/90 110/60
GDP 111 135 118
2JPP 184 195 182
BUN - 14,9
Kreatinin - 0,86
Urat - 5,9
Kolesterol - 165
Trigliserida - 107
HDL 48 - 44,3
LDL 114 - 103
Penatalaksanaan
Tanggal Periksa (2009)
Nama obat 12 Jan 13 Mei 17 Juni
metformin 500 mg (30) 1-0-1 √ √ √
Glucobay® (akarbose 100 mg) 1-1-1 √ √ √
simvastatin 10 mg (30) 0-0-1 - - √
isosorbit dinitrat (kalau perlu)(30) - - √
Adalat oros® (nifedipin 30 mg) (30) 1x1 √ √ √
meloxicam 7,5 mg (30) 1x1 √ √ √
Neurodex® (vit B1,vit B6, vit B12) (30) 1x1 √ √ √
Aspilet® (asam salisilat 80 mg) (30) 1x1 √ √ √
Penilaian
Metformin berinteraksi dengan akarbose dengan severity level : 5 atau minor. Hal ini
menyebabkan bioavailabilitas metformin dapat menurun jika digunakan bersamaan dengan
akarbose. DTPs potensial : Adverse Drug Reaction
Rekomendasi
Lakukan pemantauan terhadap nilai glukosa darah pasien dan interaksi obat yang mungkin
dapat terjadi
85

Pasien 12 No. RM 00.01.14.53


Subyektif
Laki-laki, 76 tahun.
Diagnosa : DM tipe 2, Hipertensi, Chronic Kidney Disease (CKD), Akut Kidney Injury (AKI),
dispepsia. Riwayat : pada bulan Mei dan Juni pasien tidak menyuntikkan insulin
Obyektif
Tanggal Periksa (2009)
Parameter 5 Jan 5 Feb 5 Mar 2 Apr 11 Mei 25 Juni
TD 130/70 120/80 130/80 130/70 110/80 120/80
GDP 226 118 110 114 330 374
2JPP - 189 179 214 490 376
BUN - - - 14,9 - 9
Kreatinin - - - 1,44 - 1,36
Na - - - - 119 -
K - - - - 4,3 -
Cl - - - - 91 -
Urat - - - 8,1 - 5,1
Glukosa - - - - + -
Protein - - - - + -
Keton - - - - + -
Penatalaksanaan
Tanggal Periksa (2009)
5 5 5 2 11 25
Nama obat Jan Feb Mar Apr Mei Juni
Mixtard® (insulin campuran) 30-0-10 √ - - - - -
Novomix® (insulin campuran) 30 20-0-14 - √ √ √ √ √
Glucobay® (akarbose 100 mg) 1-1-1 √ √ √ √ √ √
valsartan 80 mg (30) 1x1 √ - √ √ √
hidroklortiazid 25 mg 1-0-0 (30) √ √ √ √ √ -
Neurodex® (vit B1,vit B6, vit B12) (30) 1x1 √ - √ √ √ -
Sohobion® (vit B1,vit B6, vit B12)1x1 - - - - √ -
laprazolam 1x1 - - - - √ -
asam folat(50) 3x1 √ √ - √ √ -
CaCO3 (60)3x1 - √ - - - -
allopurinol 10 mg 1 x 1 √ - - - - -
obat batuk hitam syr 3 x CI - - - √ √ √
Penilaian
Nilai glukosa darah pasien tidak teratur, kadang terkontrol dan terkadang melebihi dari nilai
rujukan dari rumah sakit.
Rekomendasi
Lakukan pemantauan terhadap nilai glukosa darah dan sarankan pasien untuk mengatur pola
makan yang sehat serta melakukan aktivitas/ olahraga yang masih mungkin dapat dilakukan.
86

Pasien 13 No. RM 00.36.81.17


Subyektif
Perempuan, 69 tahun.
Diagnosa : DM tipe 2, Hipertensi
Obyektif
Tanggal Periksa (2009)
Parameter 19 Jan 23 Feb 3 April 11 Mei 15 Juni
TD 120/70 130/70 130/80 120/70 125/70
GDP 161 374 146 146 102
2JPP 188 376 166 166 112
BUN - 9 - - -
Kreatinin - 1,36 - - -
Urat - 5,1 - - -
Protein ++ - - - -
Penatalaksanaan
Tanggal Periksa (2009)
19 23 3 11 15
Nama obat Jan Feb Apr Mei Juni
Mixtard® (insulin campuran) 10-0-10 √ - - - -
Novomix® 18-0-10 - √ √ √ √
Gludepatic® (metformin 500 mg) (30) 3x1 √ √ - - -
metformin 850 mg (30) 1-0-1 - - √ √ √
valsartan 80 mg (30) 1x1 √ √ √ √ √
Sohobion® (vit B1,vit B6, vit B12)1x1 √ √ √ √ √
Penilaian
Nilai glukosa darah pasien tidak teratur, kadang terkontrol dan terkadang melebihi dari nilai
rujukan dari rumah sakit.
Rekomendasi
1. Lakukan pemantauan terhadap nilai glukosa darah
2. Sarankan pasien untuk mengatur pola makan yang sehat dan melakukan aktivitas/ olahraga
yang masih mungkin dapat dilakukan
87

Pasien 14 No. RM 00.02.85.08


Subyektif
Perempuan, 68 tahun.
Diagnosa : DM tipe 2, Hipertensi,Hipertensi Heart Disease ,Remathoid
Obyektif
Tanggal Periksa
(2009)
Parameter 7 Jun
TD 130/80
GDP 107
2JPP 144

Penatalaksanaan
Tanggal
Periksa (2009)
Nama obat 7 Jun
metformin 500 mg (30) 1-0-1 √
Glucodex® (gliklazid 80 mg)(30)1-0-0 √
valsartan 80 mg (30) 1x1 √
Neurodex® (vit B1,vit B6, vit B12) (30) √
1x1
Obat batuk hitam syr 3 x CI √
Penilaian
Terapi yang diberikan dapat mengontrol kadar glukosa darah pasien.
Rekomendasi
1. Lakukan pemantauan terhadap nilai glukosa darah
2. Sarankan pasien untuk mengatur pola makan yang sehat dan melakukan aktivitas/
olahraga yang masih mungkin dapat dilakukan
88

Pasien 15 No. RM 00.43.37.19


Subyektif
Perempuan, 74 tahun.
Diagnosa : DM tipe 2, Hipertensi, Asma
Obyektif
Tanggal Periksa
(2009)
Parameter 2 Feb 6 Mar
TD 120/80 110/70
GDP 164 148
2JPP - -

Penatalaksanaan
Tanggal
Periksa (2009)
Nama obat 7 Jun
Glurenorm® (glikuidon 30 mg) 1x1 √
Glucobay® (akarbose 50 mg) 1-1-1 √
amlodipin 5 mg (30) 1x1 √
Noperten® (lisinopril 10 mg) (30) 1x1 √
Penilaian
Terapi yang diberikan belum mampu mengotrol glukosa darah pasien, hal ini diketahui dari
nilai glukosa yang masih lebih tinggi dari nilai rujukan.
Rekomendasi
1. Lakukan pemantauan terhadap nilai glukosa darah
2. Sarankan pasien untuk mengatur pola makan yang sehat dan melakukan aktivitas/
olahraga yang masih mungkin dapat dilakukan
89

Pasien 16 No. RM 00.61.05.98


Subyektif
Perempuan, 71 tahun.
Diagnosa : DM tipe 2, Hipertensi
Obyektif
Tanggal Periksa (2009)
Parameter 22 Jan 20 Feb 30 Apr 26 Mei
TD 130/80 130/70 120/70 110/80
GDP 143 127 107 134
2JPP 140 181 144 198
BUN - - 12,1 -
Kreatinin - - 1,06 -
Urat - - 5,4 -
Protein ++ - - -
Penatalaksanaan
Tanggal Periksa (2009)
22 20 30 26
Nama obat Jan Feb Apr Mei
Gludepatic® (metformin 500 mg) (30) 3x1 √ √ √ √
Glurenorm® (glikuidon 30 mg) 1x1 √ √ √ √
Glucobay® (akarbose 50 mg) 1-1-1 √ √ √ √
glikuidon 30 mg (30) 1x1 - - - √
valsartan 80 mg (30) 1x1 √ √ √ √
Sohobion® (vit B1,vit B6, vit B12) (30) 1x1 - - - √
Neurodex(vit B1,vit B6, vit B12) (30) 1x1 √ √ √ -
Penilaian
metformin berinteraksi dengan akarbose dengan severity level : 5 atau minor. Hal ini
menyebabkan bioavailabilitas metformin dapat menurun jika digunakan bersamaan dengan
akarbose. DTPs potensial : Adverse Drug Reaction
Rekomendasi
1. Lakukan pemantauan terhadap nilai glukosa darah pasien dan interaksi obat yang mungkin
dapat terjadi
2. Sarankan pasien untuk mengatur pola makan yang sehat dan melakukan aktivitas/ olah raga
yang masih dapat dilakukan.
90

Pasien 17 No. RM 00.02.85.08


Subyektif
Perempuan, 77 tahun.
Diagnosa : DM tipe 2, Hipertensi, Dislipidemia, Hipertensive Heart Disease (HHD),
Osteoporosis, dispepsia dengan gastropati
Riwayat penyakit: keluhan saat kontrol ialah perut kembung dan sulit buang air besar
Obyektif
Tanggal Periksa
(2009)
Parameter 14 Mei
TD 120/80
GDP 62
2JPP 220
Kolesterol 166
Trigliserida 133
HDL 67
LDL 72
T score 3,2
Penatalaksanaan
Tanggal
Periksa (2009)
Nama obat 14 Mei
metformin 500 mg (30) 1-0-1 √
Glucobay® (akarbose 100 mg) 2 x1 √
omeprazole 30 mg (30)1x 1 √
simvastatin 10 mg 0-0-1 (30) √
isosorbit dinitrat kl perlu (30) √
Penilaian
metformin berinteraksi dengan akarbose dengan severity level : 5 atau minor. Hal ini
menyebabkan bioavailabilitas metformin dapat menurun jika digunakan bersamaan dengan
akarbose. DTPs potensial : Adverse Drug Reaction
Rekomendasi
1. Lakukan pemantauan terhadap nilai glukosa darah pasien dan interaksi obat yang minor
dapat terjadi
2. Sarankan pasien untuk mengatur pola makan yang sehat dan melakukan aktivitas/
olahraga yang masih dapat dilakukan.
91

Pasien 18 No. RM 00.38.11.98


Subyektif
Perempuan, 68 tahun.
Diagnosa : DM tipe 2, Hipertensi, Neuropati
Obyektif
Tanggal Periksa (2009)
Parameter 15 Jan 10 Mar 27 Jun
TD 130/80 130/80 150/100
GDP 82 80 127
2JPP 138 136 123

Penatalaksanaan
Tanggal Periksa
(2009)
15 10 27
Nama obat Jan Mar Jun
Gludepatic® (metformin 500 mg) (30)
3x1 √ √ √
Glucodex® (gliklazid 80 mg)(90) 3x1 √ √ √
Glucobay® (akarbose 50 mg) 1-1-1 √ √ √
Neurodex® (30) 1x1 √ √ √
valsartan 80 mg (30) 1x1 √ √ -
1
amitrptilin (15) 1x
2 √ √ -
Penilaian
metformin berinteraksi dengan akarbose dengan severity level : 5 atau minor. Hal ini
menyebabkan bioavailabilitas metformin dapat menurun jika digunakan bersamaan dengan
akarbose. DTPs potensial : Adverse Drug Reaction
Rekomendasi
1. Lakukan pemantauan terhadap nilai glukosa darah pasien dan interaksi obat yang mungkin
dapat terjadi
2. Sarankan pasien untuk mengatur pola makan yang sehat dan melakukan aktivitas/ olahraga
yang masih dapat dilakukan.
92

Pasien 19 No. RM 00.61.90.36


Subyektif
Laki-laki, 84 tahun.
Diagnosa : DM tipe 2, Hipertensi, Dislipidemia,Insufisiensi renal, Osteoatritis, Vertigo
Riwayat : pada bulan april, pasien disarankan menggunakan insulin tapi pasien tidak bersedia
Obyektif
Tanggal Periksa (2009)
Parameter 12 Jan 12 Feb 3 Apr 22 Mei 30 Jun
TD 110/70 120/80 120/70 120/80 120/80
GDP 140 91 115 111 111
2JPP 269 179 177 233 170
BUN 13 - - 9,8
Kreatinin 0,84 - - - 0,71
Trigliserida 94 - - 134 -
HDL 42,4 - - 44,3 -
LDL 149,3 - - 168 -
Kolesterol - - - 239 -
Penatalaksanaan
Tanggal Periksa (2009)
12 12 3 22 30
Nama obat Jan Feb Apr Mei Jun
Glidabet® (gliklazid 80 mg) 1-1-0 √ √ √ √ √
metformin 850 mg (30) 1-0-1 √ √ √ √ √
Glucobay® (akarbose 100 mg) 1-1-1 √ √ √ √ √
Sohobion®(vit B1,vit B6, vit B12) 1x1 - - √ √ √
simvastatin 10 mg 0-0-1 √ √ - √ √
Mertigo (betahistin mesylate) 1x1 - √ - - -
Penilaian
metformin berinteraksi dengan akarbose dengan severity level : 5 atau minor. Hal ini
menyebabkan bioavailabilitas metformin dapat menurun jika digunakan bersamaan dengan
akarbose. DTPs potensial : Adverse Drug Reaction
Rekomendasi
1. Lakukan pemantauan terhadap nilai glukosa darah pasien dan interaksi obat yang mungkin
dapat terjadi
2. Sarankan pasien untuk mengatur pola makan yang sehat dan melakukan aktivitas/ olahraga
yang masih dapat dilakukan.
93

Pasien 20 No. RM 00.03.07.42


Subyektif
Perempuan, 70 tahun. Diagnosa : DM tipe 2, Hipertensi
Riwayat : Pada bulan Maret, pasien tidak menyuntikkan insulin selama 4 hari
Obyektif
Tanggal Periksa (2009)
Parameter 8 Jan 25 Feb 16 Mar 2 Apr 7 Mei 8 Juni
TD 160/90 110/70 110/80 130/90 130/70 120/80
GDP 221 220 226 165 105 100
2JPP 445 335 402 299 175 190
BUN 15 21 - - - -
Kreatinin 1,06 1,01 - - - -
Kolesterol - - - - - -
HDL - - - - - -
LDL - - - - - -
Urat - 4,1 - - - -
Penatalaksanaan
Tanggal Periksa (2009)
8 25 16 2 7 8
Nama obat Jan Feb Mar Apr Mei Juni
Humulin® 30/70 (insulin campur) 42-0-20 √ - √ √ √ √
Lantus® (insulin kerja panjang) 0-0-164 - √ - - - -
Humulin® N (insulin kerja sedang) 0-0-164 - - √ - - -
Humulin® N (insulin kerja sedang) 0-0-20 - - - √ √ -
Humulin® 30/70 (insulin campur) 14-0-10 - - - - - √
metformin 500 mg (30) 1-0-1 √ √ √ √ - -
Glucobay® (akarbose 100 mg) 1-1-1 √ √ √ √ - -
glukosamin (30) 1x1 - - - √ √
valsartan 80 mg (30) 1x1 - √ √ √ - -
Sohobion® (vit B1,vit B6, vit B12) (30) 1x1 - √ √ - - -
Neurodex® (vit B1,vit B6, vit B12) (30) - - - - -
1x1 √
tanjil 200 mg (30) 1x1 - - - - √ √
Penilaian
metformin berinteraksi dengan akarbose dengan severity level : 5 atau minor. Hal ini
menyebabkan bioavailabilitas metformin dapat menurun jika digunakan bersamaan dengan
akarbose. DTPs potensial : Adverse Drug Reaction
Rekomendasi
1. Lakukan pemantauan terhadap nilai glukosa darah pasien dan interaksi obat yang mungkin
dapat terjadi
2. Sarankan pasien untuk mengatur pola makan yang sehat dan melakukan aktivitas/ olahraga
yang masih dapat dilakukan.
94

Pasien 21 No. RM 01.30.13.48


Subyektif
Perempuan, 62 tahun.
Diagnosa : DM tipe 2, Hipertensi
Obyektif
Tanggal Periksa (2009)
Parameter 28 Jan 28 Feb 18 Apr 4 Mei
TD 130/80 130/80 120/80 130/70
GDP 125 130 110 124
2JPP 145 124 168 155

Penatalaksanaan
Tanggal Periksa (2009)
28 28 18 4
Nama obat Jan Feb Apr Mei
glimepired 2 mg (30) 1x1 √ √ √ √
metformin 500 mg (30) 1-0-1 √ √ √ √
bisoprolol 5 mg (30) 1x1 √ √ √ √
Neurodex® (vit B1,vit B6, vit B12) √ √ √ √
(30) 1x1
Norvark® (amilodipin) (30) 1x1 √ √ √ √
Penilaian
Nilai glukosa darah pasien tidak teratur, kadang terkontrol dan terkadang melebihi dari nilai
rujukan dari rumah sakit.
Rekomendasi
1. Lakukan pemantauan terhadap nilai glukosa darah.
2. Sarankan pasien untuk mengatur pola makan yang sehat dan melakukan aktivitas/ olahraga
dengan rutin.
95

Pasien 22 No. RM 00.17.60.62


Subyektif
Laki-laki, 77 tahun.
Diagnosa : DM tipe 2, Hipertensi, Dermatitis alergi, Rematoid, Insufisiensi renal
Obyektif
Tanggal Periksa (2009)
Parameter 3 Jan 26 Feb 30 Mar 27 Apr 23 Juni
TD 110/70 150/90 130/80 130/90 130/80
GDP 98 110 109 166 151
2JPP 141 175 185 133 195
BUN - 30 - 31,3 23
Kreatinin - 2,04 - 2,28 2,04
Trigliserida - - 67 - -
HDL - - 34 - -
LDL - - 133 - -
Urat - 6,5 - - 6,5
Penatalaksanaan
Tanggal Periksa (2009)
3 26 30 27 23
Nama obat Jan Feb Mar Apr Juni
Glidabet (gliklazid 80 mg) (30)1-0-0 √ √ √ √ √
Glucobay® (akarbose 100 mg) 1-1-1 √ √ √ √ √
hidroklortiazid 12,5 mg (30) 1-0-0 √ √ √ √ √
valsartan 80 mg (30) 1x1 √ √ √ √ √
simvastatin 10 mg 0-0-1 √ - √ √ √
Sohobion®(vit B1,vit B6, vit B12) (30)1x1 - - √ √ √
asam folat 3x1 √ √ √ √ √
Inevson (desoximetason) 3dd ve √ - - - -
Infenhistin 2x1 (5 hari) - - - - -
CaCO3 3x1 √ √ √ √ √
Penilaian
Nilai glukosa darah pasien tidak teratur, kadang terkontrol dan terkadang melebihi dari nilai
rujukan dari rumah sakit.
Rekomendasi
1. Lakukan pemantauan terhadap nilai glukosa darah.
2. Sarankan pasien untuk mengatur pola makan yang sehat dan melakukan aktivitas/ olahraga
dengan rutin.
96

Pasien 23 No. RM 00.41.76.52


Subyektif
Laki-laki, 77 tahun.
Diagnosa : DM tipe 2, Dislipidemia,
Riwayat : pasien rujukan dari tegalrejo. Mulai menggunakan obat hipoglikemia kombinasi sejak
10 Juni sebelumnya obat tunggal glukobay (akarbose 50 mg)
Obyektif
Tanggal
Periksa (2009)
Parameter 10 Jun
TD 110/70
2JPP 203
Trigliserida 201
Kolesterol 307
Penatalaksanaan
Tanggal
Periksa (2009)
Nama obat 10 Jun
Aldiabet® (Glipizide 5 mg) (30) -0- √
Glucobay® (akarbose 50 mg) 1-1-1 √
simvastatin 10 mg 0-0-1 √
Fitbon® (glukosamin) 1x1 -
Penilaian
Nilai glukosa darah pasien jauh melebihi dari target terapi yang dianjurkan oleh rumah sakit.
Rekomendasi
1. Lakukan pemantauan terhadap nilai glukosa darah.
2. Sarankan pasien untuk mengatur pola makan yang sehat dan melakukan aktivitas/ olahraga
dengan rutin.
97

Pasien 24 No. RM 00.02.18.17


Subyektif
Laki-laki, 76 tahun.
Diagnosa : DM tipe 2, Hipertensi, Post Stroke, Myalgia, low back pain, konstipasi
Obyektif
Tanggal Periksa (2009)
Parameter 12 Jan 16 Feb 16 Mar 17 Jun
TD 120/80 120/80 110/70 110/70
GDP 120,2 139 14 149
2JPP 178,6 197,5 208 -

Penatalaksanaan
Tanggal Periksa (2009)
12 16 16 17
Nama obat Jan Feb Mar Jun
Glucobay® (akarbose 50 mg) 1-1-1 √ √ √ √
metformin 500 mg (30) 1-0-1 √ √ √ √
Adalat oros ®(nifedipin 30 mg) 1x1 √ √ √ √
Neurodex® (vit B1,vit B6, vit B12) (30) 1x1 √ √ √ √
meloxicam 7,5 mg 1x1 - √ √ -
diazepam 2 mg 2x1 - √ - -
Laxadin® (fenolftalin) syr 1x CII - - - √
Penilaian
1. Pemberian bersamaan antara metformin dengan nifedipin dapat meningkatkan efek
metformin yang berakibat munculnya efek hipoglikemia. DTPs potensial : Adverse
Drug Reaction
2. metformin berinteraksi dengan akarbose dengan severity level : 5 atau minor. Hal ini
menyebabkan bioavailabilitas metformin dapat menurun jika digunakan bersamaan dengan
akarbose. DTPs potensial : Adverse Drug Reaction
Rekomendasi
1. Lakukan pemantauan terhadap nilai glukosa darah pasien dan interaksi obat yang mungkin
dapat terjadi
2. Sarankan pasien untuk mengatur pola makan yang sehat dan melakukan aktivitas/ olahraga
yang masih dapat dilakukan.
98

Pasien 25 No. RM 01.01.26.28


Subyektif
Perempuan, 74 tahun.
Diagnosa : DM tipe 2, Hipertensi, Dislipidemia, Insufisiensi Renal, Pruritis
Obyektif
Tanggal Periksa (2009)
Parameter 13 Jan 13 Feb 13 Mar 7 Apr 14 Mei 9 Jun
TD 140/80 130/80 120/80 110/70 120/80 120/80
GDP 114 119 141 105 137 97
2JPP 150 139 228 149 200 144
BUN - - 31,8 27,5 - -
Kreatinin - - 1,44 1,57 - -
Kolesterol - - 231 224 - -
HDL - - 53,7 50,2 - -
LDL - - 159 141 - -
Urea - - 7,2 7,2 - -
Penatalaksanaan
Tanggal Periksa (2009)
13 13 13 7 14 9
Nama obat Jan Feb Mar Apr Mei Jun
Novomix® 6-0-2 √ √ √ √ √ √
Glucobay® (akarbose 100 mg)(90) √ √ √ √ √ √
1-1-1
loratadin 10 mg 1x1 √ - - - - -
Noperten® (lisinopril10 mg) (30) 1x1 √ √ √ √ √ √
simvastatin 10 mg (30) 0-0-1 - √ √ - -
Neurodex® (vit B1,vit B6, vit B12) (30) √ √ √ √ √
1x1 √
Normofet® (simvastatin10 mg) (30)1x1 - - - - √ √
Penilaian
Kontrol glukosa pasien cukup baik namun terkadang nilai glukosanya lebih tinggi dari nilai
rujukan dari rumah sakit.
Rekomendasi
1. Lakukan pemantauan terhadap nilai glukosa darah.
2. Sarankan pasien untuk mengatur pola makan yang sehat dan melakukan aktivitas/ olahraga
dengan rutin.
99

Pasien 26 No. RM 00.52.64.76


Subyektif
Laki-laki, 76 tahun.
Diagnosa : DM tipe 2, Hipertensi,
Obyektif
Tanggal Periksa
(2009)
Parameter 20 Feb 24 Apr
TD 140/90 150/80
GDP 150 240
2JPP 206 308

Penatalaksanaan
Tanggal
Periksa (2009)
20 24
Nama obat Feb Apr
Glucobay® (akarbose 50 mg) 1-1-1 √ √
Glidabet (gliklazid 80 mg) 1-0-0 √ √
valsartan 80 mg 1x1 √ √
Neurodex® (vit B1,vit B6, vit B12) √ √
(30) 1x1
meloxicam 7,5 mg 1x1 √ √
Penilaian
Glukosa darah pasien jauh dari nilai rujukan yaitu 70-120 mg/dl untuk GDP dan 85-145 mg/dl
nilai rujukan 2JPP.
Rekomendasi
1. Lakukan pemantauan terhadap nilai glukosa darah.
2. Sarankan pasien untuk mengatur pola makan yang sehat dan melakukan aktivitas/ olahraga
dengan rutin.
100

Lampiran II. Nilai Rujukan dari RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

NO Parameter Nilai Rujukan


1. Kadar glukosa puasa (mg/dl) 70,00-120,00
2. Kadar glukosa 2JPP (mg/dl) 85,00-145,00
3. Kolesterol (mg/dl) 0,00-200,00
4. LDL (mg/dl) 0,00-130,00
5. HDL (mg/dl) 41,50-66,70
6. Trigliserida(mg/dl) 0,00-200,00
7. Kreatinin (mg/dl) 0,60-1,30
8. Klirens Kreatinin (ml/menit) 95-109
8. BUN(mg/dl) 7,00-18,00
9. Asam Urat (mg/dl) 2,5-8,5

Lampiran III. Obat Paten yang Digunakan


No Nama Generik Nama Dagang
akarbose 100 mg Glucobay®
amilodipine besylate Norvask®
amlodipine maleat Amdixal®
aspart 30% + aspart-protamine Novomix®
bedesonide Inflammide®
betahistine mesylate Mertigo®
desoximetason Inerson®
gliklazid 80 mg Glidabet®, Glucodex®
glikuidon 30 mg Glurenorm®
glipizide 5 mg Aldiab®
fenoftaline Laxadin®
fenoterol HBr Benotec®
insulin glargine Latus®
lisinopril Noperten®
metformin 500 mg Gludepathic®, Glucophage®
nifedipin Adalat Oros®
Regular soluble human insulin Humulin® R
salbutamol Ventolin®
simvastatin Normofet®
tertrazosin hidroklorida Hytrin®
vitamin B kompleks Neurodex®, Sohobion®
30% soluble insulin & 70% NPH Mixtard®
101

Lampiran IV. Daftar Singkatan

ADR = Adverse Drug Reaction


AGI = α Glukosidase Inhibitor
BUN = Blood Urea Nitrogen
DM = Diabetes Mellitus
DTPs = Drug Therapy Problems
GDP = Glukosa Darah Puasa
GLP-1 = Glucagonlike Peptide-1 Agonist
GPP-4 = Dipeptidyl-peptidase-4
LDL = Low Density Lipid
Met = metformin
HDL = High Density Lipid
SU = Sulfonilurea
TD = Tekanan Darah
TDZ = Thiazolidinedione
2JPP = 2 jam post prandial
102

Lampiran V. Surat Ijin Penelitian dari RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta


103

Lampiran VI. Surat Kalaikan Etik


104

BIOGRAFI PENULIS

Penulis skripsi “Evaluasi Drug Therapy Problems Obat


Hipoglikemia Kombinasi pada Pasien Geriatri Diabetes
Mellitus Tipe 2 di Instalasi rawat Jalan RSUP Dr. Sardijito
Yogyakarta Periode Januari-Juni 2009” ini memiliki nama
lengkap Maria Fea Yessy Ayuningtyas. Penulis dilahirkan
di Bantul 8 Februari 1988 dari pasangan Antonius
Purwanto dan Brigita Sri Setyasih sebagai putri kedua dari
tiga bersaudara.
Pendidikan formal yang telah ditempuh penulis yaitu tahun
1992-1994 di TK Dharma IV Bakti Ngebel, tahun 1994-2000 di SD N Tlogo Kasihan
Bantul, tahun 2000-2003 di SLTP N 1 Yogyakarta, tahun 2003-2006 di SMU N 8
Yogyakarta. Pada tahun 2006 penulis melanjutkan pendidikan di Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif
dalam kegiatan kemahasiswaan antara lain tergabung dalam UKF JMKI tahun 2006-
2007, Panitia Pengobatan Gratis JMKI 2007, Panitia Inisiasi Fakultas Farmasi
(TITRASI) 2007, Panitia Kelompok Kerja Nasional Tumbuhan Obat Indonesia
(POKJANAS TOI) 2009, Panitia Seminar Ilmiah Nasional 2009, Peserta Program
Kreativitas Mahasiswa (PKM) 2009.

Вам также может понравиться