Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh :
NIM : 068114152
FAKULTAS FARMASI
YOGYAKARTA
2010
EVALUASI DRUG THERAPY PROBLEMS
OBAT HIPOGLIKEMIA KOMBINASI
PADA PASIEN GERIATRI DIABETES MELLITUS TIPE 2
DI INSTALASI RAWAT JALAN RSUP Dr. SARDJITO YOGYAKARTA
PERIODE JANUARI–JUNI 2009
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh :
NIM : 068114152
FAKULTAS FARMASI
YOGYAKARTA
2010
ii
iii
iv
Ketika kumohon kepada Tuhan kekuatan,
Tuhan memberiku kesulitan agar aku kuat
Ketika kumohon kepada Tuhan kebijaksanaan,
Tuhan memberiku masalah untuk dipecahkan
Ketika kumohon kepada Tuhan kesejahteraan,
Tuhan memberiku akal untuk berfikir
Ketika kumohon kepada Tuhan keberanian,
Tuhan memberiku kondisi bahaya untuk kuatasi
Ketika kumohon kepada Tuhan cinta,
Tuhan memberiku orang-orang bermasalah untuk kutolong
Ketika kumohon kepada Tuhan bantuan,
Tuhan memberiku kesempatan untuk berusaha
Ketika kumohon kepada Tuhan kesabaran,
Tuhan memberiku kesempatan untuk melayani
Aku tidak menerima apa yang aku pinta,
tetapi aku menerima apa yang aku butuhkan
(Anonim, 2002)
v
vivi
Prakata
Puji dan syukur penulis panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat kasih dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang
Pasien Geriatri Diabetes Mellitus Tipe 2 di Instalasi Rawat Jalan RSUP Dr.
memperoleh gelar sarjana farmasi pada program studi Ilmu Farmasi, Jurusan Farmasi,
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini bukanlah suatu hal yang
mudah, banyak pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan sehingga
penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan lancar. Oleh karena itu,
1. Tuhan yang Maha Baik atas segala berkat dan semangat sehingga penulis dapat
2. Kedua orangtuaku Bapak Antonius Purwanto dan Ibu Brigita Sri Setyasih yang
dengan tulus mendampingi dengan kasih, memberikan nasehat dan materi untuk
3. Direktur RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta yang telah memberikan izin untuk
vii
4. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi dan dosen penguji
skripsi atas dukungan, arahan, kritikan dan masukan serta semangat yang
5. Ibu Maria Wisnu Donowati, M.Si., Apt selaku dosen pembimbing yang telah
6. Ibu dr. Fenty, M.Kes, Sp.PK. selaku dosen penguji yang telah memberikan saran
7. Bapak Dr. Osman Sianipar, DMM, M.Sc.,Sp PK (K) selaku kepala Bagian
Pendidikan dan Penelitian (Diklit), Bapak Mt. Sutena, SKM., MM.,M.Sc selaku
Ka Sub Bag Diklit Keperawatan dan Non Medis dan ibu Mamik selaku staff
Diklit
8. Bagian Rekam Medik RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta (Ibu Nani, Pak Dirman, Ibu
9. Seluruh pasien geriatri diabetes mellitus tipe 2 yang menerima terapi obat
10. Segenap dosen pengajar, staf sekretariat Fakultas Farmasi Sanata Dharma atas
11. Kakak dan adikku, Lukas Okta Prasetyawanto dan Yohanes Karisma
viii
ix
ix
x
INTISARI
Diabetes Mellitus pada orang dewasa hampir 90% masuk diabetes tipe 2. Dari
jumlah tersebut bahwa 50% adalah pasien berumur lebih dari 60 tahun. Obat
hipoglikemia kombinasi (lebih dari 1 obat hipoglikemia) yang digunakan untuk
mengatasi diabetes yang dialami oleh pasien geriatri harus diperhatikan, mengingat
fungsi organ dan aktivitas fisik yang sudah mengalami penurunan. Mengingat hal
tersebut maka dianjurkan pemilihan dan dosis pemberian untuk pasien usia lanjut
harus berhati-hati. Untuk itu perlu dilakukan evaluasi Drug Therapy Problems pada
pasien geriatri.
Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dengan rancangan
penelitian deskriptif evaluatif yang bersifat retrospektif. Bahan yang digunakan
adalah lembar rekam medis.
Pasien geriatri diabetes mellitus tipe 2 yang menerima obat hipoglikemia
kombinasi di instalasi rawat jalan RSUP Dr. Sardjito adalah 26 pasien. Karakteristik
pasien berdasarkan jenis kelamin terbanyak adalah perempuan yaitu 57,7% (15
pasien), usia lansia (elderly) terbanyak yaitu 73,1% (19 pasien), komplikasi paling
banyak adalah hipertensi 92,3% (24 pasien) dan penyakit penyerta adalah osteoatritis
19,2 % (5 pasien). Terdapat 11 kelas terapi yang diberikan kepada pasien. Drug
Therapy Problems (DTPs) yang terjadi adalah dosis terlalu rendah sebanyak 3,8 % (1
pasien) dan Adverse Drug Reaction (ADR) sebanyak 53,8% (14 pasien).
Kata kunci : drug therapy problems, obat hipoglikemia kombinasi, Diabetes Mellitus
tipe 2
xi
ABSTRACT
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................... ii
INTISARI............................................................................................................ xi
1. Permasalahan .............................................................................................. 3
xiii
1. Tujuan umum ............................................................................................. 6
2. Tujuan khusus............................................................................................. 6
1. Klasifikasi ................................................................................................... 12
2. Gejala.......................................................................................................... 14
3. Diagnosis .................................................................................................... 15
4. Komplikasi ................................................................................................ 16
a. Komplikasi Akut..................................................................................... 16
1) Hipoglikemia ...................................................................................... 16
5. Penatalaksanaan ........................................................................................ 18
1) Diet .................................................................................................... 20
xiv
a. Golongan Sulfonilurea ................................................................... 22
1. Glibenklamid .............................................................................. 23
2. Gliklazid ..................................................................................... 23
3. Glipizid....................................................................................... 24
4. Glikuidon ................................................................................... 24
5. Glimepiride ................................................................................ 24
C. Geriatri ............................................................................................................ 30
xv
1.Persiapan ..................................................................................................... 35
G. Kesulitan Penelitian........................................................................................ 38
A. Karakteristik Pasien........................................................................................ 40
b. Obat Kardiovaskuler................................................................................... 47
xvi
h. Anti Infeksi ................................................................................................. 54
D. Rangkuman Pembahasan................................................................................ 62
A. Kesimpulan .................................................................................................... 65
B. Saran ............................................................................................................... 65
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel II. Korelasi Nilai HbA1C dengan Kadar Glukosa Darah ................... 19
Tabel XII. Pengunaan Kelas Terapi Cairan untuk Keseimbangan Air, Elektrolit,
Tabel XVI. Pengunaan Kelas Terapi Obat yang Mempengaruhi Darah ........... 56
xviii
DAFTAR GAMBAR
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran II. Nilai Rujukan dari RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta .................. 100
Lampiran V. Surat Ijin Penelitian dari RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta........... 102
xx
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Diabetes Mellitus (DM) ialah suatu penyakit yang ditandai dengan kadar
glukosa yang tinggi di dalam darah karena tubuh tidak dapat melepaskan atau
menggunakan insulin secara tepat ( Triplitt, Reasner, Isley, 2005). Diabetes Mellitus
menjadi salah satu penyakit yang menarik perhatian karena penderitanya terus
bertambah banyak. Menurut hasil survei yang dilakukan oleh WHO di Indonesia pada
tahun 2000, penderita Diabetes Mellitus sekitar 17 juta orang (8,6 persen dari jumlah
penduduk) atau menduduki urutan terbesar ke-4 setelah India, Cina, dan Amerika
mengalami kenaikan dari 17 juta jiwa pada tahun 2000, diperkirakan menjadi 21,3
Mellitus Tipe 2. Dari jumlah tersebut, 50% adalah pasien berusia lebih dari 60 tahun.
Berdasarkan data statistik dunia, pasien geriatri pada tahun 2007 berjumlah sekitar
450 juta jiwa (7% dari total penduduk dunia) dan sekitar 50-92% mengalami
gangguan toleransi glukosa. Dapat diperkirakan bahwa dengan laju kenaikan jumlah
penduduk geriatri yang semakin cepat, maka prevalensi pasien gangguan toleransi
glukosa dan diabetes pada geriatri juga akan semakin cepat (Rochmah, 2006).
1
2
farmakologi yang dapat digunakan adalah terapi obat hipoglikemia yang dapat
diberikan secara tunggal maupun kombinasi. Penelitian oleh Turner, Cull, Frighi, dan
Holman (1999) menyatakan bahwa DM tipe 2 sangat progresif hingga setelah 3 tahun
monoterapi, 50% akan memerlukan lebih dari 1 obat hipoglikemia, dan setelah 9
mengingat fungsi organ dan aktivitas fisik yang sudah mengalami penurunan.
reseptor. Salah satu organ yang mengalami penurunan fungsi yaitu ginjal yang
merupakan jalur utama ekskresi mengalami perubahan saluran ginjal (laju filtrasi
glomeruler) akibatnya waktu paruh eliminasi obat dapat lebih lama berada dalam
tubuh. Hal ini memungkinkan perpanjangan kinerja farmakologi dan toksikologi obat
(Donatus, 1999). Maka dianjurkan untuk pemilihan obat yang tepat dan pemberian
dosis yang disesuaikan dengan kondisi pasien geriatri, hal tersebut berkaitan dengan
konseling dan bekerja sama dengan penderita dalam penatalaksanaan diabetes. Selain
3
itu apoteker juga berperan untuk membantu penderita menyesuaikan pola diet
yang mungkin timbul, mencegah dan mengendalikan efek samping obat, memberikan
rekomendasi penyesuaian rejimen dan dosis obat yang harus dikonsumsi penderita
bersama-sama dengan dokter yang merawat penderita. Peran seorang apoteker sangat
Penelitian ini dilakukan di RSUP Dr. Sardjito karena rumah sakit ini
tersebut cukup banyak. Selain itu, RSUP Dr. Sardjito memiliki instalasi famasi,
instalasi rawat jalan, unit rekam medis dan unit geriatri yang mendukung pelayanan.
Dari data rekam medik yang diperoleh dapat diidentifikasi adanya DTP pada
kualitas layanan RSUP Dr. Sardjito kepada pasien untuk mendapatkan terapi yang
1. Perumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang ada, permasalahan yang dapat dirumuskan adalah :
b. Bagaimana profil penggunaan obat pada pasien geriatri DM tipe 2 yang mendapat
c. Berapa besar angka dan persentase kejadian DTPs pada pengobatan pasien geriatri
2. Keaslian Penelitian
Mellitus tipe 2 yang sudah dilakukan di RSUP Dr. Sardjito. Perbedaan penelitian ini
dengan penelitian sebelumnya terletak pada subyek penelitian dalam penelitian ini
yaitu pasien geriatri yang mendapat obat hipoglikemia kombinasi di Instalasi Rawat
tidak memiliki kriteria inklusi tersebut. Maka dapat dikatakan penelitian mengenai
5
Evaluasi Drug Therapy Problems Obat Hipoglikemia Kombinasi pada Pasien Geriatri
Periode Januari-Juni 2009 belum pernah dilakukan. Penelitian yang terkait mengenai
evaluasi DTPs obat hipoglikemia untuk penderita Diabetes Mellitus tipe 2 yang telah
dilakukan oleh beberapa peneliti lain dengan judul sebagai berikut ini :
a. Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2
b. Evaluasi Drug Related Problems pada Peresepan Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2
dengan Komplikasi Ishemic Heart Disease di Instalasi Rawat Inap RS Panti Rapih
Yogyakarta Periode Januari 2005- Desember 2007 oleh Larasati pada tahun 2008.
Darah pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Rawat Jalan yang Diterapi dengan
3. Manfaat penelitian
a. menjadi sumber informasi tentang DTPs pada pengobatan Diabetes Mellitus tipe 2
kesehatan.
6
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengevaluasi adanya Drug Therapy
2. Tujuan khusus
PENELAAHAN PUSTAKA
yang dialami pasien yang memerlukan atau diduga memerlukan terapi obat dan
menjadi fokus penilaian dan pengambilan keputusan terakhir dalam tahap proses
patient care (Cippole, Strand , Morley, 2004). Kejadian DTPs ini menjadi masalah
aktual maupun potensial yang kental dibicarakan dalam hubungan antara farmasis
dengan dokter. Yang dimaksud dengan masalah aktual DTPs adalah masalah yang
sudah terjadi pada pasien dan farmasis harus berusaha menyelesaikannya. Masalah
DTPs yang potensial adalah suatu masalah yang mungkin menjadi risiko yang dapat
berkembang pada pasien jika farmasis tidak melakukan tindakan untuk mencegah
(Rovers, 2003). Mengetahui hal tersebut maka seorang farmasis memegang peran
kronis, terapi obat pencegahan untuk mengurangi risiko berkembangnya kondisi baru
8
9
dan pemberian pengobatan tambahan untuk mencapai sinergi dan efek tambahan.
Hal ini terjadi jika pasien menggunakan obat tanpa indikasi yang tepat, terapi
dengan dosis toksis, kondisi pengobatan lebih tepat ditangani dengan terapi non-
pengobatan yang lain dan penyalahgunaan obat, penggunaan alkohol atau merokok,
polifarmasi yang sebaiknya terapi tunggal dan terapi efek samping akibat suatu obat
Pasien mendapatkan terapi tidak tepat seperti obat bukan yang paling efektif
dan aman, pasien alergi atau kontraindikasi, sudah resisten terhadap infeksi, dan
yang diinginkan, interaksi obat mengurangi jumlah ketersediaan obat yang aktif,
durasi obat terlalu singkat untuk menghasilkan respon yang diinginkan, pemilihan
alergi atau idiosinkrasi, pengaturan dosis obat diganti terlalu cepat, bioavalibilitas
atau efek obat diubah oleh obat lain atau makanan dan interaksi obat.
10
Salah satu yang menjadi kriteria terjadinya DTPs Adverse Drug Reaction
adalah terjadinya interaksi obat. Tidak semua obat bermakna secara klinis. Beberapa
interaksi obat secara teoritis mungkin terjadi, sedangkan interaksi obat yang lain yang
harus dihindari atau memerlukan pemantauan yang cermat. Tatro (2001) menilai
interaksi obat melalui peringkat signifikasi, onset, tingkat keparahan efek interaksi
dan dokumentasinya.
a. Peringkat Signifikansi
adalah interaksi yang parah dan telah terdokumentasi dengan baik. Derajat 5 adalah
b. Onset
Onset adalah mulai efek kerja interaksi suatu obat yang terbagi dalam 2
kelompok yaitu rapid dan delayed. Onset rapid ialah efek akan terjadi dalam kurun
waktu 24 jam setelah pemakaian obat yang berinteraksi, sehingga diperlukan tindakan
segera. Onset delayed ialah efek tidak akan terjadi sampai beberapa hari atau minggu
kelompok yaitu major, moderate, minor. Tingkat keparahan major ialah efek yang
terjadi secara potensial mengancam jiwa atau dapat menyebabkan kerusakan yang
bersifat menetap. Efek dapat menyebabkan perubahan status klinik dan penambahan
pengobatan merupakan tingkat keparahan moderate. Efek yang biasanya ringan tidak
d. Dokumentasi
Dokumentasi tidak menunjukkan besarnya insidensi atau frek uensi interaksi, serta
established ialah derajat kepercayaan yang telah dapat membuktikan interaksi terjadi
disertai suatu kontrol penelitian yang baik. Kelompok kedua yaitu probable ialah
sangat mungkin terjadi interaksi tetapi tidak ada bukti klinis. Yang ketiga yaitu
suspected ialah interaksi obat mungkin terjadi dan terdapat beberapa data yang baik,
tetapi membutuhkan studi penelitian lebih lanjut. Kelompok keempat yaitu possible
ialah interaksi obat dapat terjadi tetapi data masih sangat terbatas. Dan yang kelima
yaitu unlikely ialah derajat kepercayaan yang meragukan untuk terjadi interaksi obat
pemberian terlalu cepat, durasi obat terlalu panjang, dan interaksi obat yang terjadi
menebus obat karena terlalu mahal, tidak dapat menelan atau melakukan pemberian
B. Diabetes Mellitus
metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula
protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat
disebabkan oleh gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh sel-sel beta
1. Klasifikasi
yang disebabkan oleh adanya reaksi autoimun sehingga sel beta (ß) penghasil insulin
menyertai DM tipe 1. Selain itu, sel alfa (a ) kelenjar pankreas pada penderita DM tipe
glukagon, namun pada penderita DM tipe 1 sekresi glukagon tetap tinggi walaupun
dalam keadaan hiperglikemi. Hal ini memperparah keadaan ketoasidosis diabetik jika
jaringan perifer (resistensi insulin dan disfungsi sel ß). Akibatnya, pankreas tidak
Kedua hal ini menyebabkan terjadinya defisiensi insulin relatif (Widijanti, 2006)
pada tahap awal, umumnya dapat terdeteksi jumlah insulin yang cukup di dalam
darahnya, di samping kadar glukosa yang tinggi. Jadi, awal patofisiologis DM tipe 2
bukan karena kurangnya sekresi insulin, tapi karena sel-sel sasaran insulin tidak
mampu merespon insulin secara normal. Apabila tidak ditangani dengan baik, pada
yang terjadi secara progesif yang seringkali akan mengakibatkan defisiensi insulin
14
Chusing), Diabetes Mellitus karena obat atau bahan kimia, infeksi dan sindrom
terutama pada masa kehamilan yang diakibatkan adanya intoleransi glukosa selama
kehamilan. Diabetes gestasional terjadi pada 7% dari seluruh wanita hamil (Triplitt
dkk., 2005).
2. Gejala
Pada DM Tip e 1 gejala awalnya adalah rasa haus dan berkemih yang
berlebihan, mual, muntah, lelah dan nyeri perut (terutama pada anak-anak).
Pernafasan menjadi dalam dan cepat karena tubuh berusaha untuk memperbaiki
keasaman darah. Bau nafas penderita tercium seperti bau aseton. Tanpa pengobatan,
ketoasidosis diabetikum bisa berkembang menjadi koma, kadang dalam waktu hanya
beberapa jam. Bahkan setelah mulai menjalani terapi insulin, penderita Diabetes tipe I
bisa mengalami ketoasidosis jika mereka melewatkan satu kali penyuntikan insulin
atau mengalami stres akibat infeksi, kecelakaan atau penyakit yang serius (Anonim,
2008 a).
tahun. Jika kekurangan insulin semakin parah, maka timbullah gejala ya ng berupa
sering berkemih dan sering merasa haus. Jika kadar gula darah sangat tinggi (sampai
lebih dari 1.000mg/dL, biasanya terjadi akibat stres misalnya infeksi atau obat-
obatan), maka penderita akan mengalami dehidrasi berat, yang bisa menyebabkan
3. Diagnosis
a. Adanya gejala seperti poliuria, polidipsia dan penurunan berat badan yang cepat
tanpa sebab yang jelas dan kadar glukosa darah acak = 200mg/dl atau
c. Kadar glukosa plasma = 200mg/dl pada 2 jam sesudah beban glukosa 75 gram
Untuk kelompok tanpa keluhan khas, hasil pemeriksaan kadar glukosa darah
abnormal tinggi (hiperglikemia) satu kali saja tidak cukup kuat untuk menegakkan
mendapatkan paling tidak satu kali lagi kadar gula darah sewaktu yang abnormal
4. Komplikasi
Komplikasi dapat bersifat akut atau kronis. Komplikasi akut terjadi jika kadar
glukosa darah seseorang meningkat atau menurun drastis jika seseorang menjalani
diet terlalu ketat. Komplikasi kronis berupa kelainan pembuluh darah yang akhirnya
dapat menyebabkan serangan jantung, ginjal, saraf dan penyakit berat lainnya.
a. Komplikasi Akut
1) Hipoglikemia
sampai kehilangan kesadaran. Jika tidak tertolong dapat terjadi kerusakan otak
2) Ketoasidosis Diabetik
Asidosis yang disebabkan oleh pemecahan lemak yang ber lebih, yang
tubuh. Salah satu gejalanya nafas penderita berbau khas seperti buah dan
kecepatan nafas lebih cepat dari normal. Keadaan ketoasidosis ini dapat
b. Komplikasi Kronis
1) Makroangiopati (makrovaskuler)
vaskuler perifer, gagal jantung, jantung koroner, infark miokard, dan kematian
jantung (Triplitt dkk., 2005). Yang lebih sering merasakan komplikasi ini adalah
2) Mikroangiopati (mikrovaskuler)
menyebabkan dinding pembuluh darah menjadi semakin lemah dan rapuh dan
a) Retinopati
b) Neuropati
yang memberi nutrisi pada saraf perifer dan metabolisme gula yang abnormal
c) Nefropati
darah sehingga dapat menyebabkan penurunan kualitas kerja ginjal (Triplitt dkk.,
2005).
Diabetes melitus yang lain dipusatkan pada adanya resistensi insulin dan usaha untuk
terapi sekunder. Penatalaksanaan terapi primer meliputi edukasi, diet, dan olahraga
sedangkan terapi sekunder dengan insulin , obat hipoglikemia oral dan cangkok
belum berhasil mengendalikan kadar glukosa darah penderita, maka perlu dilakukan
langkah berikutnya berupa penatalaksanaan terapi obat, baik dalam bentuk terapi obat
hipoglikemik oral, terapi insulin, atau kombinasi keduanya (Anonim, 2005 a).
19
1) Diet
Melalui terapi ini diharapkan dapat mencapai outcome metabolik yang optimal
dan pencegahan serta terapi komplik asi. Untuk orang dengan DM tipe 1, fokus
terutama pada pemberian insulin dan diseimbangkan dengan diet untuk mencapai
dan menjaga berat badan yang ideal. Pada pasien DM tipe 2 dilakukan
badan dapat menurunkan faktor risiko pada orang DM tipe 2 (Triplitt dkk.,
2005).
2) Olah Raga.
Berolah raga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar gula
darah tetap normal. Prinsipnya, tidak perlu olah raga berat, olah raga ringan
asalkan dilakukan secara teratur akan bagus pengaruhnya bagi kesehatan. Olah
dalam tubuh dan juga meningkatkan penggunaan glukosa (Anonim, 2005 a).
b. Terapi Farmakologi
1) Terapi Insulin
rusak, sehingga tidak lagi dapat memproduksi insulin. Untuk itu penderita harus
kemungkinan juga membutuhkan terapi insulin apabila terapi lain yang diberikan
yang terakhir, tetapi, hal tersebut mulai berubah seiring dengan waktu. Blonde
(2007) menyatakan bahwa terapi insulin intensif pada DM tipe 2 yang baru
terdiagnosa dapat meningkatkan kontrol glukosa darah dalam jangka waktu lama
glukosa darah tidak dapat atau terhambat masuk ke dalam sel. Akibatnya,
glukosa darah akan meningkat, dan sebaliknya sel-sel tubuh kekurangan bahan
3. Kerja campur
Mixtard® 30
Humulin® 30/70 0,5-1 Tidak ada 10-16
4. Kerja panjang
Lantus® 2-4 Tidak ada 24
(Soegondo, 2006 a)
a) Golongan Sulfonilurea
hipoglikemia jika pasien berusia lanjut dan mengalami insufisiensi renal atau
(1) Glibenklamid
dengan golongan obat antikoagulan, salisilat, anti inflamasi non steroid atau
Durasi obat ini di dalam tubuh adalah 12 jam untuk itu pemberiannya
cukup 1-2 kali dalam sehari. Dosis awal penggunaannya 40-80 mg sekali
hati dan metabolit dan konjugatnya ini tidak menyebabkan efek hipoglikemia
(Karam, 2007).
(3) Glipizid
Glipizid mempunyai waktu paruh 2-4 jam dengan lama kerjanya 10-16 jam.
hati atau ginjal, memiliki risiko tinggi terhadap hipoglikemia tetapi karena
potensinya lebih rendah dan durasinya lebih singkat maka obat ini lebih baik
2007).
(4) Glikuidon.
(5) Glimepirid
Obat ini diberikan sekali sehari untuk monoterapi namun dapat juga
tidak dapat dikontrol hanya dengan diet dan olahraga (Karam, 2007). Dosis
awal untuk pasien usia lanjut yaitu 0,5-1 mg sekali konsumsi dan dosis
hipoglikemik oral ini bekerja meningkatkan sintesis dan sekresi insulin oleh
c) Golongan Biguanida
Kerja obat ini adalah meningkatkan sensitivitas insulin pada hati dan jaringan
Sangat penting untuk memulai dosis dari dosis rendah dan dapat
mungkin dapat terjadi (Karam, 2007). Tablet 500 mg dapat digunakan 3 kali
sehari bersamaan dengan waktu makan, atau 850 mg digunakan 2 kali sehari
namun pada beberapa pasien dapat digunakan 3 kali sehari (Semla, Beizer,
Higbee, 2002)
HbA1c sebanyak 1,5-1,7% dan level GDP sebesar 50-70 mg/dl. Metformin
juga menurunkan kadar asam lemak bebas, kolesterol total (5-10%), dan
trigliserid plasma (10-20%) dengan sedikit atau tanpa perubahan pada HDL
receptor-gamma) yang terutama terdapat pada sel lemak dan sel vaskuler.
sensitivitas insulin pada otot, liver, dan jaringan lemak (Triplitt dkk., 2005).
kedua obat ini efektif jika digunakan secara tunggal maupun dikombinasikan
oligosakarida, pada dinding usus halus. Inhibisi kerja enzim ini secara efektif
obat dapat mengurangi peningkatan kadar glukosa post prandial pada penderita
Sehingga obat ini hanya mempengaruhi kadar glukosa darah pada waktu makan
dan tidak mempengaruhi kadar glukosa darah setelah itu (Triplitt dkk., 2005).
dalam tablet 50 mg dan 100 mg. Dosis awal pengunaan dapat dimulai dengan
DPP 4 menghambat penurunan glukosa darah puasa dan glukosa post prandial.
Obat golongan ini berperan untuk menghambat DPP 4. Pada suatu penelitian,
efektivitas obat golongan ini sebanding dengan obat golongan sulfonilurea dan
dieliminasi melalui ginjal, pada pasien yang menderita insufisiensi renal dosis
golongan ini terjadi secara alami seperti pada hormon inkretin. Aksinya
makanan. Exenatide merupakan salah satu obat yang termasuk dalam golongan
dan tiazollidindion.
b. Terapi kombinasi
Pemberian obat hipoglikemia oral (OHO) maupun insulin selalu dimulai dengan dosis
rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respon kadar
glokosa darah. Terapi dengan OHO kombinasi, dipilih berdasarkan dua macam obat
dari kelompok yang mempunyai mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar
glukosa darah belum tercapai, dapat pula diberikan kombinasi tiga OHO dari
kelompok yang berbeda atau kombinasi OHO dengan insulin. Pada pasien dengan
alasan klinik di mana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai, dipilih terapi
dengan kombinasi tiga OHO. Bila kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak
dapat terkendali, maka OHO dihentikan dan diberikan insulin saja. Untuk kombinasi
OHO dan insulin, yang banyak dipergunakan adalah kombinasi OHO dengan insulin
basal (insulin kerja sedang/panjang) yang diberikan pada malam hari menjelang tidur.
30
Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat memperoleh kendali glukosa
darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil (Soegondo, 2006 a).
C. Geriatri
Istilah geriatri berasal dari geros yang artiny usia lanjut dan iateria yg artinya
merawat. Pada usia ini terjadi proses menua yang akan mengakib atkan timbulnya
2004).
(elderly) dengan kisaran usia 60-75 tahun, tua (old ) dengan kisaran usia 75-90, dan
sangat tua (very old) dengan kisaran usia lebih dari 90 tahun (Laksmiarti dan
Maryam, 2002).
Salah satu organ yang mengalami penurunan fungsi yaitu ginjal yang merupakan jalur
akibatnya waktu paruh eliminasi obat dapat lebih lama berada dalam tubuh. Hal ini
1999). Maka dianjurkan untuk pemilihan obat hipoglikemia yang tepat dan
pemberian dosis yang disesuaikan dengan kondisi pasien geriatri (Rochmah, 2006).
31
D. Keterangan Empiris
Problems obat hipoglikemia kombinasi pada pasien geriatri Diabetes Mellitus tipe 2
di instalasi rawat jalan RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode Januari-Juni 2009.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
kombinasi pada pasien geriatri DM tipe 2 di Instalasi Rawat Jalan RSUP Dr Sardjito
ini bersifat non eksperimental karena tidak ada perlakuan pada subyek penelitian
(Pratiknya, 2001). Rancangan penelitian deskriptif ini karena data yang diperoleh
memaparkan fenomena yang terjadi, yang ditampilkan dalam bentuk tabel dan
gambar. Penelitian ini bersifat retrospektif karena data yang digunakan dalam
penelitian ini diambil dengan melakukan penelusuran dokumen terdahulu, yaitu pada
lembar rekam medik pasien geriatri DM tipe 2 di Instalasi Rawat Jalan RSUP Dr
1. Geriatri adalah pasien yang berusia lebih atau sama dengan 60 tahun.
2. Rekam medik merupakan lembar catatan dokter dan perawat yang berisi data
yang menerima terapi obat hipoglikemia kombinasi di Instalasi Rawat Jalan RSUP
32
33
3. Drug Therapy Problems yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah butuh
tambahan obat, obat tanpa indikasi, salah obat, dosis terlalu rendah, adverse drug
4. Kelas terapi obat adalah kelompok besar obat yang terdiri dari beberapa golongan
C. Subyek Penelitian
Subyek penelitian adalah pasien rawat jalan poliklinik geriatri RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta yang memenuhi kriteria inklusi meliputi pasien geriatri yang
berusia 60 tahun atau lebih dengan diagnosa utama Diabetes Mellitus tipe 2, memiliki
kombinasi 2 atau lebih obat hipoglikemia oral dan obat hipoglikemi kombinasi
dengan insulin.
Yogyakarta periode Januari-Juni 2009 adalah sebanyak 185 pasien, di mana yang
D. Bahan Penelitian
Alat yang diperlukan berupa lembar pengumpulan data, alat tulis untuk
menulis data secara langsung, buku pedoman dan guideline pengobatan Diabetes
34
Informasi Spesialite Obat (ISO), Guidelines for Clinical Practice for The
pedoman interaksi obat dan perhitungan dosis meliputi Geriatric Dosage Handbook,
Bahan yang digunakan adalah kartu rekam medik pasien yang mencakup data
pasien, data obat, riwayat penyakit, kondisi pasien dan data laboratorium pasien.
kunjung, tanggal rawat, tanggal selesai rawat, riwayat penyakit riwayat pengobatan,
diagnosis, dan paraf dokter yang menangani, dan petugas perekam medik.
E. Lokasi Penelitian
kombinasi pada pasien geriatri penderita DM tipe 2 di Instalasi Rawat Jalan di RSUP
35
1. Persiapan
Tahap ini dilakukan pada bulan Agustus hingga Oktober 2009. Pada tahap awal
penelitian ini, peneliti mencari pustaka yang berkaitan dengan penelitian yang akan
dilakukan. Setelah proposal disusun, kemudian surat ijin penelitian diajukan kepada
pihak fakultas dan ditandatangani oleh Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma. Selanjutnya proposal dan surat tersebut disampaikan kepada Direktur RSUP
Dr. Sardjito Yogyakarta untuk dapat melakukan penelitian dengan tembusan kepada
Kepala Bagian Pendidikan dan Penelitian. Setelah mendapat ijin, maka peneliti
menyelesaikan administrasi.
2. Pengambilan data
Proses ini dilakukan dengan cara melihat data di bagian Instalasi Catatan
Medis yang memuat laporan jenis penyakit pasien rawat jalan. Berdasarkan laporan
tersebut, kita dapat mencatat nomor rekam medik, umur, jenis kelamin, anamnesis,
diagnosis, hasil pemeriksaan fisik maupun laboratorium pasien, golongan dan jenis
36
b. Pencatatan data
Dari proses penelusuran data diketahui bahwa jumlah pasien geriatri penderita
Juni 2009 adalah sebanyak 185 pasien, di mana yang memenuhi kriteria inklusi
tersebut. Data yang diambil adalah nomor rekam medik, umur, jenis kelamin,
3. Pengolahan data
2 berdasarkan kelas terapi, golongan obat, jenis obat, jumlah obat dan
Data dibahas secara deskriptif evaluatif dalam bentuk tabel dan gambar
1. Karakteristik Pasien
menjadi 3 kelompok umur yaitu : 60-75 tahun, 76-90 tahun, > 90 tahun.
dikalikan 100%.
100%.
100%
2. Profil Obat
(IONI). Persentase kelas terapi obat dihitung berdasarkan jumlah pasien yang
37
menggunakan kelas terapi obat tertentu dibagi jumlah pasien yang dianalisis
a. menentukan subyek
b. menentukan obyek
Adverse Drug Reaction, dosis obat yang diterima pasien terlalu tinggi.
H. Kesulitan Penelitian
RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode Januari-Juni 2009 yang dilakukan di unit
1. Belum terdapat rekam tahunan, maka peneliti harus membuka semua data rekam
medis pasien geriatri yang didiagnosa DM tipe 2 baru kemudian diambil yang
2. Beberapa data tidak dapat ditemukan karena ada beberapa dokter yang tidak
menulis rekam medik pasien. Selain itu ada beberapa rekam medik yang tidak
eksklusi.
3. Kesulitan dalam membaca beberapa tulisan yang ada di rekam medik. Usaha
yang dilakukan untuk mengatasi hal tersebut, maka peneliti menanyakan kepada
beberapa pihak yang mengerti seperti petugas rekam medik atau dokter yang
4. Selain itu tidak adanya catatan keluhan pasien, di mana hal ini sangat berguna
bagi evaluasi DTPs yang mungkin terjadi. Hal tersebut diatasi dengan
Kombinasi pada Pasien Geriatri DM Tipe 2 di Instalasi Rawat Jalan RSUP Dr.
rekam medik. Berdasarkan kriteria inklusi yang telah ditentukan maka diperoleh 26
pertama berisi karakteristik pasien ditinjau dari jenis kelamin, usia, penyakit
komplikasi dan penyakit penyerta yang dialami oleh pasien. Bagian kedua yaitu
menggambarkan profil obat meliputi kelas terapi, golongan dan jenis obat yang
digunakan untuk mengatasi penyakit yang dialami oleh pasien. Dan bagian yang
ketiga berupa evaluasi DTPs yang bersifat aktual dan atau potensial yang
A. Karakteristik Pasien
dominasi antara pasien laki-laki dan perempuan. Dari data yang diperoleh, jumlah
pasien rawat jalan yang terdiagnosa Diabetes tipe 2 yang mendapat terapi obat
40
41
kelamin bukanlah suatu faktor risiko terjadinya DM. Risiko terjadinya DM pada
karakteristik usia pasien geriatri yang terdiagnosis DM tipe 2 yang mendapat terapi
meliputi 3 kelompok yaitu lansia (elderly) dengan kisaran usia 60-75 tahun, tua (old)
42
dengan kisaran usia 75-90, dan sangat tua (very old) dengan kisaran usia lebih dari 90
banyak adalah pada usia lansia (elderly) sebanyak 19 pasien (73,1%), selebihnya
pada usia tua (old) sebanyak 7 pasien (27,9%) dan tidak terdapat pasien dengan usia
lebih dari 90 tahun. Hal ini mungkin dikarenakan pada saat penelitian ini jumlah
pasien yang menjalani di Instalasi Rawat Jalan RSUP Dr. Sardjito sebagian besar
dengan kondisi pasien yang semakin parah. Beberapa pasien mungkin saja dapat
serta keberhasilan terapi yang dijalani. Semakin rendah kesadaran pasien untuk
43
darahnya, maka semakin tinggi pula risiko pasien tersebut mengidap penyakit
komplikasi.
hipertensi adalah saat kadar glukosa darah yang terlalu banyak akan menyebabkan
cairan ekstraselular menjadi lebih pekat karena glukosa darah tidak mudah berdifusi
melalui pori-pori membran sehingga menarik cairan dari dalam sel dan
menyebabkan volume cairan menjadi bertambah. Kenaikan volume cairan ini akan
darah pasien. Hipertensi memiliki kemungkinan dua kali lebih besar terjadi pada
pasien diabetes dari pada pasien non diabetes, di mana patogenesis terjadinya
itu perlu dilakukan manajemen terapi untuk mengurangi risiko (Guyton dan Hall,
1996).
yang dialami, ada beberapa yang mengeluh akibat penyakit penyerta yang
gangguan otot skelet dan sendi serta penyakit penyerta lain. Pada penelitian ini yang
disertai penyakit penyerta sebanyak 12 pasien (46,4%). Dari data penyakit penyerta
yang paling banyak diderita adalah osteoatritis sebanyak 5 pasien (19,2 %).
B. Profil Obat
Kelas terapi obat adalah kelompok obat yang terdiri atas beberapa
golongan obat yang mempunyai tujuan pengobatan yang sama yang diberikan kepada
pasien, baik obat hipoglikemia maupun obat lain yang digunakan untuk mengobati
Dr. Sardjito tahun 2009 hal ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi rumah
sakit tentang profil obat yang digunakan untuk menangani pasien geriatri DM tipe 2
di Instalasi Rawat Jalan rumah sakit tersebut. Dari gambar di atas dapat diketahui
bahwa obat hipoglikemia digunakan oleh semua pasien. Obat kardiovaskuler berada
diurutan kedua dari kelas terapi yang banyak digunakan. Obat kardiovaskuler
digunakan untuk menangani penyakit komplikasi yang diderita oleh beberapa pasien.
46
mendapat obat hipoglikemia kombinasi ini terdiri dari 11 kelas terapi meliputi :
Obat susunan saraf terdiri dari beberapa golongan yaitu analgesik narkotik,
anestetik lokal atau regional, anti inflamasi nonsteroid dan antipirai, anti migren, anti
parkinson, anti psikotik, anti vertigo, obat miastenia gravis, obat tonus, otot rangka,
dan pelumpuh otot. Tidak semua penggunaan golongan tersebut ditemukan pada
penelitian ini, hanya beberapa obat tertentu saja seperti obat analgetik narkotik, dan
penyakit reumatik dan gout. Obat rematik diperlukan untuk pasien DM yang telah
dengan tulang sudah menipis dan cairan tulang sudah mengental, menyebabkan tubuh
menangani nyeri dan radang, gangguan otot skelet dan osteoatritis. Pada penelitian ini
merupakan penyakit penyerta yang paling banyak diderita oleh pasien geriatri
penderita DM tipe 2. Pasien usia lanjut memiliki kerentaan terhadap efek samping
obat golongan AINS yaitu gangguan saluran cerna, untuk itu diperlukan pemantauan
amitriptiline yang termasuk dalam golongan anti depresi dan anti mania dalam dosis
b. Obat Kardiovaskuler
angitensin II agar tidak bertemu dengan reseptor (AT1), yang terletak pada kelenjar
reabsorbsi sodium dan cairan dari ginjal sehingga terjadi peningkatan volume plasma
dan mengakibatkan tekanan darah menjadi naik. Penggunaan obat golongan anti
hipertensi cukup banyak, hal ini sesuai seperti yang digambarkan pada karakteristik
subyek penelitian berdasarkan penyakit komplikasi yang paling banyak diderita yaitu
penyakit hipertensi.
Terdapat 2 golongan obat yang digunakan pada kelas terapi obat saluran
pernapasan ini yaitu anti asma dan ekspektoran. Obat saluran pernapasan terutama
49
asma, digunakan untuk mengatasi penyakit asma yang menyertai perjalanan penyakit
pasien. Fenoterol merupakan salah satu obat asma yang digunakan, obat ini berperan
sehingga dapat mengurangi gejala sesak napas. Obat ekspektoran digunakan untuk
Obat saluran cerna yang digunakan dalam penelitian ini adalah obat
antitukak dan pencahar. Obat-obat tersebut digunakan untuk mengatasi efek samping
yang ditimbulkan dari penggunaan obat hipoglikemia dan obat anti inflamasi non
steroid (AINS) yang digunakan oleh pasien selain itu juga digunakan untuk
beberapa pasien pada penelitian ini yakni sebesar 3 pasien. Mekanisme kerja ranitidin
asam lambung menjadi terhambat, volume asam lambung dan ion hidrogen dapat
berkurang (Lacy dkk., 2006). Dengan begitu diharapkan obat ini dapat menangani
Obat anti alergi yaitu loratadin diindikasikan untuk gejala alergi hay fever
dan urtikaria. Sedangkan kortikosteroid digunakan karena efektif untuk asma dengan
cara mengurangi inflamasi pada mukosa bronkus dengan mengurangi edema dan
Obat yang digunakan dalam kelas terapi ini adalah kalsium karbonat (CaCO3)
yang diberikan dalam bentuk sediaan tablet. Pada pasien yang mengalami gangguan
asidosis sistemik dengan penurunan pH plasma dan darah. Tablet kalsium karbonat
51
diberikan pada pasien yang mengalami insufisiensi renal untuk mengatasi risiko
glukosa darah yang tinggi karena glukosa dalam darah tidak dapat masuk ke dalam
sangat kecil pada penggunaan obat ini, dengan alasan tersebut maka metformin
digunakan sebagai pilihan pertama dalam penanganan DM tipe 2 yang diderita oleh
pasien geriatri.
oligosakarida, pada dinding usus halus. Inhibisi kerja enzim ini secara efektif dapat
Obat ini menjadi pilihan karena memiliki risiko hipoglikemia yang rendah
jika diberikan secara tunggal. Untuk terapi kombinasi pada pasien usia lanjut,
aman dan manjur (Chehade, 2001). Pada penelitian ini akarbose dikombinasikan
53
insulin. Jika penggunaannya tepat maka dapat menghasilkan efek yang diinginkan
atas 2 atau 3 kombinasi obat hipoglikemia oral atau bersama dengan insulin.
menghasilkan efek terapi yang berpengaruh baik pada pencapaian target terapi.
digunakan sebagai terapi dasar karena obat berperan mendorong sensitivitas insulin
dan aman untuk digunakan karena risiko terhadap hipoglikemianya rendah. Golongan
54
α glukosidase inhibitor yaitu karbose digunakan sebagai komponen kedua yang aman
Belum terdapat bukti yang menyatakan suatu kombinasi tertentu dengan agen
tertentu lebih efektif dalam menurunkan kadar kadar gula darah atau lebih efektif
sebaiknya dipakai harus didasarkan pada kriteria spesifik pasien (Inzucci, 2002).
RSUP Dr. Sardjito merupakan rumah sakit yang dijadikan rujukan dari
pasiennya adalah pasien anggota asuransi kesehatan (ASKES) dan keluarga miskin.
Beberapa obat dimasukkan dalam Daftar Plafon Harga Obat (DPHO) yang nantinya
obat dimasukkan dalam klaim dari perusahan asuransi. Dari penelitian ini terlihat
pada terapi kombinasi yang diberikan tidak terdapat golongan thiazolidinedion dan
meglitinid hal ini mungkin disebabkan karena obat golongan tersebut termasuk obat
yang mahal sehingga tidak masuk dalam Daftar Plafon Harga Obat (DPHO) sehingga
obat golongan ini jarang diresepkan oleh dokter. Dengan demikian, dokter lebih
(Sariningtyas, 2008).
h. Anti Infeksi
penting karena jika terjadi luka akan lebih sukar sembuh. Hal ini karena pada
mengobati pneumonia yang dialami oleh pasien. Mekanisme aksi obat siprofloksasin
ini dengan menghambat DNA-gyrase yang terdapat pada bakteri penginfeksi selain
itu juga mendorong pemecahan rantai ganda dari DNA sehingga sintesis DNA bakteri
Obat golongan ini digunakan untuk menambah kondisi kesehatan pasien yang
tetap berfungsi dengan baik, menambah tenaga serta mengatasi gejala kekurangan
nutrisi(Anonim, 2000).
Obat yang banyak digunakan dari golongan ini yaitu vitamin B kompleks.
Vitamin B kompleks sebagai vitamin neurotropik yang sangat baik diberikan pada
pasien lanjut usia. Selain itu kombinasi vitamin B1, B6 dan B12 sangat baik
digunakan pada pasien Diabetes Melitus karena dapat membantu jalannya proses
(Lacy, dkk., 2006). Statin lebih efektif dibanding resin penukar anion dalam
- glucosamin 20,23 2
Asam folat termasuk dalam golongan obat yang mempengaruhi darah dan
Obat yang digunakan adalah golongan anestetika topikal yang termasuk dalam
yang dialami oleh pasien, digunakan 1-2 kali dioleskan tipis dalam sehari.
57
C. Evaluasi DTPs
karena berdampak pada pencapaian tujuan terapi. Farmasis berperan penting untuk
meminimalkan risiko yang dapat terjadi akibat DTPs pada penggunaan obat.
dengan peresepan pada pasien geriatri penderita DM tipe 2 yang mendapatkan terapi
obat hipoglikemia kombinasi di Instalasi Rawat Jalan RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.
DTPs yang diamati pada penelitian ini meliputi butuh obat, tidak butuh obat, obat
salah, dosis terlalu rendah, dosis terlalu tinggi dan Adverse Drug Reaction (ADRs).
Ketidaktaatan pasien dalam penggunaan obat yang diresepkan tidak dapat dilakukan
Dari penelitian ini ditemukan 14 pasien mengalami DTPs dan 12 pasien tidak
mengalami DTPs. Beberapa kejadian DTPs yang dialami, meliputi dosis terlalu
rendah dan Adverse Drug Reaction (ADR), sedangkan jenis DTPs yang lain tidak
Pada penelitian ini yang paling banyak ditemukan adalah kejadian DTPs
Adverse Drug Reaction yaitu terdapat 14 kejadian pada penelitian ini. Hal ini
Kejadian DTPs yang ditemukan dalam penelitian ini terdapat 2 jenis DTPs
yang bersifat aktual dan potensial. Kejadian DTPs dosis terlalu rendah bersifat aktual
58
artinya kejadian tersebut sudah terjadi dan tanggung jawab sebagai farmasis berusaha
suatu masalah yang mungkin menjadi risiko namun belum tentu dialami oleh pasien.
Mengetahui hal tersebut maka dibutuhkan pemantauan terhadap kejadian DTPs yang
potensial terjadi sehingga jika sungguh terjadi maka dapat dilakukan evaluasi
ketidakefektifan terapi obat yang diterima. Cara menentukan dosis terlalu rendah
adalah dengan melihat terapi yang diberikan dan melihat glukosa darah puasa dan
kadar glukosa darah post-prandial yang terukur setelah pemantauan 2-3 bulan masih
lebih tinggi dari nilai rujukan dari rumah sakit namun obat yang diresepkan kurang
dari dosis yang digunakan sesuai standar Geriatic Dosage Handbook, Drug
dosis insulin, karena tidak memiliki dosis tetap dan pemberian dosis sangat individual
sehingga dikatakan dosis terlalu rendah apabila dosis yang diresepkan pada bulan
tersebut tidak mengalami peningkatan dosis dari dosis 2-3 bulan sebelumnya,
59
sedangkan selama pemantauan 2-3 bulan kadar glukosa puasa dan atau kadar glukosa
dosis terlalu rendah. Dosis yang terlalu rendah dapat menyebabkan tidak tercapainya
tujuan terapi, sehingga hal ini tidak menguntungkan bagi pasien. Menurut peneliti
sebaiknya dilakukan peninjauan ulang terhadap terapi yang diberikan kepada pasien
jika ditemukan bahwa dosisnya terlalu rendah maka sebaiknya dilakukan evaluasi
DTPs Rekomendasi
Pasien
7 Pasien mendapatkan terapi Lakukan pemantauan glukosa
metformin 500 mg darah, jika nilai GDP dan 2JJP
2x1kombinasi dengan mixtard, tetap di atas target terapi, maka
tapi nilai GDP dan 2 JPP belum lakukan evaluasi terhadap
mencapai target terapi terapi yang diberikan.
Interaksi obat merupakan salah satu kriteria dari kejadian DTPs jenis Adverse Drug
Reaction. Interaksi obat didefinisikan sebagai modifikasi efek satu obat akibat obat
lain yang diberikan pada awalnya atau diberikan bersamaan, atau bila dua atau lebih
60
obat berinteraksi sedemikian rupa sehingga keefektifan atau toksisitas satu obat atau
lebih berubah (Aslam, 2003). Fakta pada pasien DM tipe 2 terdapat banyak kejadian
Interaksi obat dilihat dulu secara teoritis pada Geriatric Dosage Handbook,
Drug Information Handbook dan Drug Interaction Fact kemudian dilihat apakah
interaksi obat bermakna secara klinik (dilihat dari kadar gula darah yang terukur)
setelah terapi. Interaksi yang diihat hanya interaksi obat yang mempengaruhi
Dari hasil penelitian ditemukan 14 kejadian interaksi obat atau 53,85% dari
total 26 pasien dalam penelitian. Yang paling banyak ditemukan adalah potensial
interaksi antara obat metformin dengan akarbose dengan severity level : 5 atau minor,
yang terjadi pada pasien 8,9,11,16,17,18,19,20, dan 24. Efek yang dapat ditimbulkan
akibat interaksi metformin dengan akarbose yaitu akarbose dapat menunda onset
karena akarbose dapat menunda absorpsi metformin ketika ada di saluran pencernaan.
Jika ditinjau dari kecepatan terjadinya efek klinik, maka interaksi kedua obat ini
tergolong pada kelompok interaksi dengan onset rapidly, yaitu efek akan terjadi
dalam waktu 24 jam setelah pemakaian obat yang berinteraksi. Secara potensial
interaksi kedua obat tersebut dapat dengan cepat dirasakan oleh pasien. Jika ditinjau
dari potensial interaksinya maka metformin dengan akarbose berada di level 5 yang
61
berarti bahwa efek biasanya ringan, efek terapetik tidak bermakna dan biasanya tidak
antara metformin dengan akarbose dapat terjadi, namun data yang menyatakan hal
terhadap terapi yang diberikan pada pasien karena hal ini berguna untuk
meminimalkan atau mencegah interaksi agar tidak merugikan pasien. Selain itu perlu
pemantauan yang intensif karena tidak dapat dijamin apakah efek dari interaksi
tersebut tidak akan muncul pada semua pasien. Hal tersebut dikarenakan kondisi
fisiologi setiap manusia berbeda satu dengan yang lain, sehingga nasib obat di dalam
plasma darah, selain itu juga meningkatkan ekskresi metformin (McEvoy, 2005).
Adverse Drug Reaction akibat dari interaksi antara metformin dengan ranitidin.
Mekanisme interaksinya belum diketahui secara jelas, namun jika dilihat dari
metformin menjadi lebih lama dan lebih banyak tertahan di darah sehingga efek
2005).
62
Kriteria lain dari DTPs terjadinya efek samping akibat obat yang diberikan.
Pasien 1 mengalami kembung dan kentut terus, akibat efek samping dari akarbose
maka sebaiknya dilakukan pemantauan terhadap efek samping yang dialami oleh
pasien, jika masih berlanjut maka hentikan penggunaan obat akarbose dan diberikan
Di bawah ini merupakan tabel yang memuat adanya potensi interaksi yang
ditemukan pada penelitian ini. Mengetahui hal tersebut maka penting dilakukan
pemantauan terhadap terapi yang diberikan agar kejadian DTPs dapat diminimalkan
D. Rangkuman Pembahasan
tipe 2 di Instalasi Rawat Jalan RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Setelah dilakukan
sensus berdasarkan pada kriteria inklusi penelitian maka dari 185 pasien tersebut
didapatkan 26 pasien untuk dievaluasi DTPs. Sampel yang diambil berupa rekam
medik yang diambil dari nstalsi catatan rekam medik RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.
yang paling banyak yaitu pasien lansia dengan range umur 60-75 tahun yaitu sebesar
73,1% (19 pasien). Subyek penelitian pada penelitian ini lebih banyak wanita
dibandingkan pria yaitu 57,7% (15 pasien) sedangkan pada pria 42,3%. Jika dilihat
dari penyakit komplikasi dan penyakit penyerta yang terbanyak diderita pasien, dapat
diderita yaitu sebesar 92,3% (24 pasien) dan osteoatritis sebagai penyakit penyerta
Obat yang diberikan pada pasien geriatri penderita DM tipe 2 dibagi menjadi
11 kelas terapi yaitu obat susunan saraf, obat kardiovaskuler, obat saluran
pernapasan, obat saluran cerna, obat anti alergi, cairan untuk keseimbangan air,
elektrolit, dialisis dan nutrisi, obat anti diabetik, anti infeksi, vitamin, mineral dan
metabolitropikum, obat yang mempengaruhi darah, dan obat penyakit kulit. Obat
Kejadian DTPs yang ditemukan dalam penelitian ini yaitu 2 jenis DTPs yang
bersifat aktual dan potensial. Kejadian DTPs dosis terlalu rendah bersifat aktual
64
artinya kejadian tersebut sudah terjadi dan tanggung jawab farmasis untuk
suatu masalah yang mungkin menjadi risiko namun belum tentu dialami oleh pasien.
Mengetahui hal tersebut maka dibutuhkan pemantauan terhadap kejadian DTPs yang
potensial terjadi sehingga jika sungguh terjadi maka dapat dilakukan evaluasi
pemberian terapi dan rekomendasi yang tepat. Kejadian DTPs yang paling banyak
terjadi adalah Adverse Drug Reaction (ADR) yaitu sebesar 53,8% (14 pasien) dan
A. Kesimpulan
Geriatri Diabetes Mellitus Tipe 2 di Instalasi Rawat Jalan RSUP Dr. Sardjito
3. Drug Therapy Problems (DTPs) yang terjadi adalah dosis terlalu rendah
pasien (53,8%).
B. Saran
65
66
Problems obat hipoglikemia kombinasi pada pasien geriatri Diabetes Mellitus tipe
2 di Instalasi Rawat Jalan RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta pada periode yang
67
68
Asdie, A.H., 2000, Patogenesis dan Terapi Diabetes Mellitus Tipe 2, 11,41-67,
Penerbit Medika UGM, Yogyakarta
Aslam, M, dkk., 2003, Farmasi Klilnik (Clinical Pharmacy), PT. Elex Media
Komputindo, Jakarta
Bexter, K., 2006, Stockley’s Drug Interaction : A Source Book of Interaction,
Their Mechanism, Clinical Impportance and Management, Sevent Edition,
1-11, 389,-424, Pharmaceutical Press, London
Blonde, L., 2007, Easing the Transition to Insulin Therapy in People with type 2
Diabetes, Diabetes Clinical Research Unit, Ochsner Clinic Foundation, New
Orleans
Carlisle, B.A., Kroon, L.A., Koda.Kimble, M.A., 2005, Diabetes Mellitus, dalam
Koda. Kimble,M.A., Young, L.Y., Kradjan, W.A., Guglielmo, B.J.,(eds),
Applied Therapeutics : The Clinical Use of Drugs, Seven Edition, 50-58,
Lippincot Williams & Walkin, Philadelpia
Chehade, J.M., and Mooradian, A.D., 2001, Drug Therapy : Current and
Emerging Agent, diakses tanggal 15 Desember 2009
Cipolle, R.J, Strand, L.M., Morley P.C., 2004, Pharmaceutical Care Practice The
Clinician’s Guide, Second Edition, 73-119, McGraw-Hill, New York
Darmojo, R.B., dan Martono, H.H., 2004, Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan
Usia Lanjut), Edisi 3 114, Balai Penerbit FKUI, Jakarta
Donatus, 1999, Nasib Obat dalam Diri Usia Lanjut, Majalah Sains dan Teknologi,
Volume 2, No. 2, 1-10, Bandar Lampung
Feingold K.R., and Funk, J.L., 2000, Disorder of the Endocrine Pancreas, dalam
McPee, S.J., Lingappa, W.F., Lange J.D., Pathophysology of Disease : An
Introduction to Clinical Medicine,Third Edition, 432-458, The McGraw-
Hill Companies Inc., New York
Guyton, A.C., dan Hall, J.E., 1996, Textbook of Medical Physiology, EGC, Jakarta
Ikram, H.A., 1996, Diabetes Mellitus pada Usia Lanjut dalam Noer, S.H.,
Waspaji, S., Lesmana, L.A., Widodo, D., Isbagio, H., Alwi, I., (Editor),
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi III, 692-696, Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran UI, Jakarta
69
Watkins, P.J., 2003, ABC of Diabetes, Fifth Edition, BMJ Publishing Group Ltd,
London
Widijanti, A., 2006, Pemeriksaan Laboratorium Penderita Diabetes Mellitus,
http://www.tempo.co.id/medika/temp.online.old/pus-i diakses 13 April 2009
World Health Organization, 1999, Definition, Diagnosis and Classification of
Diabetes Mellitus and its Complications Report of a WHO Consultation
Part 1: Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus, WHO
Department of Noncommunicable Disease Surveillance, Geneva
73
LAMPIRAN
74
Penatalaksanaan
Tanggal Periksa (2009)
11 11 11 20
Nama obat Feb Mar Apr Mei
Mixtard® (insulin campuran) 1 x 30 unit √ √ √ √
Gludepatic® (metformin HCl 500 mg) (30) 2x1 √ √ √ √
Aspilet®(asam salisilat 80 mg) (30) 1x1 - - - √
efedrin (30) 1x1 - - - √
Penilaian
Nilai glukosa darah pasien tidak teratur, kadang terkontrol dan terkadang melebihi dari nilai
rujukan dari rumah sakit.
Rekomendasi
Lakukan pemantauan glukosa darah jika nilai GDP dan 2JJP
77
Penatalaksanaan
Tanggal Periksa
(2009)
Nama obat 31 Jan 12 Mei
Humulin® (insulin campuran) 0-0-10 √ √
Glurenorm® (glikuidon 30 mg) 1-0-0 √ √
metformin 850 mg (30) 1-1-1 √ √
Sohobion® (vit B1,vit B6, vit B12) (30) 1x1 √ -
Neurodex® (vit B1,vit B6, vit B12) (30) 1 x 1 - √
Penilaian
Nilai glukosa darah pasien belum mencapai target terapi
Rekomendasi
1. Lakukan pemantauan terhadap glukosa darah pasien jika masih lebih tinggi dari target
terapi maka dapat dilakukan evaluasi terapi dengan peningkatan dosis atau penggantian
kombinasi terapi.
2. Lakukan pemantauan terhadap glukosa darah dan potensi interaksi yang dapat terjadi
78
Penatalaksanaan
Tanggal Periksa (2009)
Nama obat 31 Jan 25 Feb 22 Mei
Glucodex® (gliklazid 80 mg)(30)1 -0 -0 √ √ √
metformin 850 mg (30) 1-1-1 √ √ √
ranitidin 15 mg (60)2x1 - - √
isosorbit dinitrat (kalau perlu)(30) √ √ √
Adalat oros® (nifedipin 30 mg) (30) 1x1 √ √ √
meloxicam 7,5 mg (30) 1x1 - - √
Neurodex® (vit B1,vit B6, vit B12) (30) 1x1 √ √ √
allopurinol (30) 1x1 √ √ -
Aspilet® (asam salisilat 80 mg) (30) 1x1 - - √
Penilaian
1. Penggunaan ranitidin yang bersamaan dengan metformin dapat meningkatkan efek
farmakologi sehingga dapat menyebabkan hipoglikemia. DTPs potensial : Adverse Drug
Reaction
2. Penggunaan nifedipin dapat meningkatkan efek metformin yang berakibat munculnya
efek hipoglikemia. DTPs potensial : Adverse Drug Reaction
Rekomendasi
1. 1. Lakukan pemantauan terhadap glukosa darah pasien dan potensi interaksi obat tersebut.
Jika interaksi berefek klinik menyebabkan hipoglikemia maka dapat diberikan pilihan
obat hipoglikemia lain.
80
Penatalaksanaan
Tanggal
Periksa (2009)
Nama obat 27 Feb
Gludepatic® (metformin 500 mg) (30) 3x1 √
Glurenorm® (glikuidon 30 mg) 1-0-0 √
valsartan 80 mg (30) 1x1 √
Amdixal® (amlodipin maleat 5 mg) 1x1 √
Penilaian
Nilai glukosa darah pasien lebih tinggi dari nilai rujukan rumah sakit yaitu 70-120 mg/dl untuk
GDP dan 85-145 mg/dl nilai rujukan 2JPP
Rekomendasi
1. Lakukan pemantauan glukosa darah pasien
2. Pengaturan pola makan yang baik dan olahraga yang teratur dapat menbantu pencapaian
target terapi
84
Penatalaksanaan
Tanggal
Periksa (2009)
Nama obat 7 Jun
metformin 500 mg (30) 1-0-1 √
Glucodex® (gliklazid 80 mg)(30)1-0-0 √
valsartan 80 mg (30) 1x1 √
Neurodex® (vit B1,vit B6, vit B12) (30) √
1x1
Obat batuk hitam syr 3 x CI √
Penilaian
Terapi yang diberikan dapat mengontrol kadar glukosa darah pasien.
Rekomendasi
1. Lakukan pemantauan terhadap nilai glukosa darah
2. Sarankan pasien untuk mengatur pola makan yang sehat dan melakukan aktivitas/
olahraga yang masih mungkin dapat dilakukan
88
Penatalaksanaan
Tanggal
Periksa (2009)
Nama obat 7 Jun
Glurenorm® (glikuidon 30 mg) 1x1 √
Glucobay® (akarbose 50 mg) 1-1-1 √
amlodipin 5 mg (30) 1x1 √
Noperten® (lisinopril 10 mg) (30) 1x1 √
Penilaian
Terapi yang diberikan belum mampu mengotrol glukosa darah pasien, hal ini diketahui dari
nilai glukosa yang masih lebih tinggi dari nilai rujukan.
Rekomendasi
1. Lakukan pemantauan terhadap nilai glukosa darah
2. Sarankan pasien untuk mengatur pola makan yang sehat dan melakukan aktivitas/
olahraga yang masih mungkin dapat dilakukan
89
Penatalaksanaan
Tanggal Periksa
(2009)
15 10 27
Nama obat Jan Mar Jun
Gludepatic® (metformin 500 mg) (30)
3x1 √ √ √
Glucodex® (gliklazid 80 mg)(90) 3x1 √ √ √
Glucobay® (akarbose 50 mg) 1-1-1 √ √ √
Neurodex® (30) 1x1 √ √ √
valsartan 80 mg (30) 1x1 √ √ -
1
amitrptilin (15) 1x
2 √ √ -
Penilaian
metformin berinteraksi dengan akarbose dengan severity level : 5 atau minor. Hal ini
menyebabkan bioavailabilitas metformin dapat menurun jika digunakan bersamaan dengan
akarbose. DTPs potensial : Adverse Drug Reaction
Rekomendasi
1. Lakukan pemantauan terhadap nilai glukosa darah pasien dan interaksi obat yang mungkin
dapat terjadi
2. Sarankan pasien untuk mengatur pola makan yang sehat dan melakukan aktivitas/ olahraga
yang masih dapat dilakukan.
92
Penatalaksanaan
Tanggal Periksa (2009)
28 28 18 4
Nama obat Jan Feb Apr Mei
glimepired 2 mg (30) 1x1 √ √ √ √
metformin 500 mg (30) 1-0-1 √ √ √ √
bisoprolol 5 mg (30) 1x1 √ √ √ √
Neurodex® (vit B1,vit B6, vit B12) √ √ √ √
(30) 1x1
Norvark® (amilodipin) (30) 1x1 √ √ √ √
Penilaian
Nilai glukosa darah pasien tidak teratur, kadang terkontrol dan terkadang melebihi dari nilai
rujukan dari rumah sakit.
Rekomendasi
1. Lakukan pemantauan terhadap nilai glukosa darah.
2. Sarankan pasien untuk mengatur pola makan yang sehat dan melakukan aktivitas/ olahraga
dengan rutin.
95
Penatalaksanaan
Tanggal Periksa (2009)
12 16 16 17
Nama obat Jan Feb Mar Jun
Glucobay® (akarbose 50 mg) 1-1-1 √ √ √ √
metformin 500 mg (30) 1-0-1 √ √ √ √
Adalat oros ®(nifedipin 30 mg) 1x1 √ √ √ √
Neurodex® (vit B1,vit B6, vit B12) (30) 1x1 √ √ √ √
meloxicam 7,5 mg 1x1 - √ √ -
diazepam 2 mg 2x1 - √ - -
Laxadin® (fenolftalin) syr 1x CII - - - √
Penilaian
1. Pemberian bersamaan antara metformin dengan nifedipin dapat meningkatkan efek
metformin yang berakibat munculnya efek hipoglikemia. DTPs potensial : Adverse
Drug Reaction
2. metformin berinteraksi dengan akarbose dengan severity level : 5 atau minor. Hal ini
menyebabkan bioavailabilitas metformin dapat menurun jika digunakan bersamaan dengan
akarbose. DTPs potensial : Adverse Drug Reaction
Rekomendasi
1. Lakukan pemantauan terhadap nilai glukosa darah pasien dan interaksi obat yang mungkin
dapat terjadi
2. Sarankan pasien untuk mengatur pola makan yang sehat dan melakukan aktivitas/ olahraga
yang masih dapat dilakukan.
98
Penatalaksanaan
Tanggal
Periksa (2009)
20 24
Nama obat Feb Apr
Glucobay® (akarbose 50 mg) 1-1-1 √ √
Glidabet (gliklazid 80 mg) 1-0-0 √ √
valsartan 80 mg 1x1 √ √
Neurodex® (vit B1,vit B6, vit B12) √ √
(30) 1x1
meloxicam 7,5 mg 1x1 √ √
Penilaian
Glukosa darah pasien jauh dari nilai rujukan yaitu 70-120 mg/dl untuk GDP dan 85-145 mg/dl
nilai rujukan 2JPP.
Rekomendasi
1. Lakukan pemantauan terhadap nilai glukosa darah.
2. Sarankan pasien untuk mengatur pola makan yang sehat dan melakukan aktivitas/ olahraga
dengan rutin.
100
BIOGRAFI PENULIS