Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
B. EPIDEMIOLOGI
Frekuensi mola hidatidosa umumnya di wanita Asia lebih tinggi (1 per 120
kehamilan) daripada wanita di negara Barat (1 per 2.000 kehamilan). Di
Indonesia, mola hidatidosa dianggap sebagai penyakit yang penting dengan
insiden yang tinggi (data RS di Indonesia, 1 per 40 persalinan), faktor risiko
banyak, penyebaran merata serta sebagian besar data masihberupa hospital based.
Faktor risiko mola hidatidosa terdapat pada usia kurang dari 20 tahun dan di atas
35 tahun, gizi buruk, riwayat obstetri, etnis dan genetik.2
Insiden kehamilan mola beragam diantara kelompok-kelompok etnis dan
biasanya tertinggi pada negara-negara Amerika Latin, Timur Tengah, dan Asia
Timur. Mola hidatidosa biasanya lebih sering dijumpai pada wanita usia
reproduksi, yakni usia 15 hingga 45 tahun, di mana wanita pada umur remaja
muda atau premenopausal yang paling beresiko. Wanita dengan umur 35 tahun
keatas memiliki peningkatan resiko 3 kali lipat. Wanita dengan usia lebih dari 40
tahun mengalami peningkatan sebanyak 7 kali lipat jika dibandingkan dengan
2
wanita yang lebih muda. Peran graviditas, paritas, faktor reproduksi lain, status
estrogen, kontrasepsi oral, dan faktor makanan dalam resiko penyakit trofoblastik
gestasional masih belum jelas. Kekambuhan mola hidatidosa dijumpai pada
sekitar 1 – 2% kasus. Dalam suatu kajian terhadap 12 penelitian yang total
mencakup hampir 5.000 persalinan, frekuensi mola rekuren adalah 1,3%.2
C. ETIOLOGI
3
3. Imunoselektif dari sel trofoblast
4. Keadaan sosioekonomi yang rendah
5. Paritas tinggi
6. Defisiensi vitamin A
7. Kekurangan protein
8. Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas.
D. KLASIFIKASI.5,6
Mola hidatidosa dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu bila tidak disertai
janin maka disebut mola hidatidosa atau Complete mole, sedangkan bila disertai
janin atau bagian dari janin disebut mola parsialis atau Parsials mole.6
Analisis sitogenetik pada jaringan yang diperoleh dari kehamilan mola
memberikan beberapa petunjuk mengenai asal mula dari lesi ini. Kebanyakan
mola hidatidosa adalah mola “lengkap” dan mempunyai 46 kariotipe XX.
Penelitian khusus menunjukkan bahwa kedua kromosom X itu diturunkan dari
ayah. Secara genetik, sebagian besar mola hidatidosa komplit berasal dari
pembuahan pada suatu “telur kosong” (yakni, telur tanpa kromosom) oleh satu
sperma haploid (23 X), yang kemudian berduplikasi untuk memulihkan
komplemen kromosom diploid (46 XX). Hanya sejumlah kecil lesi adalah 46 XY.
5,6,
Pada mola yang “tidak lengkap” atau sebagian, kariotipe biasanya suatu
triploid, sering 69 XXY (80%). Kebanyakan lesi yang tersisa adalah 69 XXX atau
69 XYY. Kadang-kadang terjadi pola mozaik. Lesi ini, berbeda dengan mola
lengkap, sering disertai dengan janin yang ada secara bersamaan. Janin itu
biasanya triploid dan cacat.5,6
4
Tabel 1. Perbandingan bentuk mola hidatidosa 3
Patologi
Edema villus Difus Bervariasi,fokal
Proliferasitrofoblastik Bervariasi, ringan s/d berat Bervariasi, fokal,
ringan s/d sedang
Janin Tidakada Seringdijumpai
Amnion, sel darah Tidak ada Sering dijumpai
merah janin
Gambaran klinis
Diagnosis Gestasi mola Missed abortion
Ukuran uterus 50% besar untuk masa Kecil untuk masa
kehamilan kehamilan
Kista teka-lutein 25-30% Jarang
Penyulit medis Sering jarang
Penyakitpascamola 20% <5-10%
Kadar Hcg Tinggi Rendah – tinggi
E. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi dari kehamilan mola hidatidosa yaitu karena tidak sempurnanya
peredaran darah fetus, yang terjadi pada sel telur patologik yaitu: hasil pembuahan
dimana embrionya mati pada umur kehamilan 3 – 5 minggu dan karena pembuluh
darah villi tidak berfungsi maka terjadi penimbunan cairan di dalam jaringan
mesenkim villi.1,2
Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis dari
penyakit trofoblas : 1
5
1. Teori missed abortion.
Teori ini menyatakan bahwa janin mati pada usia kehamilan 3-5 minggu
(missed abortion). Hal inilah yang menyebabkan gangguan peredaran darah
sehingga terjadi penimbunan cairan dalam jaringan mesenkim dari villi dan
akhirnya terbentuklah gelembung-gelembung. Menurut Reynolds, kematian
janin itu disebabkan karena kekurangan gizi berupa asam folik dan histidine
pada kehamilan hari ke 13 dan 21. Hal ini menyebabkan terjadinya gangguan
angiogenesis.7
2. Teori neoplasma
Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Park. Pada penyakit trofoblas,
yang abnormal adalah sel-sel trofoblas dimana fungsinya juga menjadi
abnormal. Hal ini menyebabkan terjadinya reabsorpsi cairan yang berlebihan
kedalam villi sehingga menimbulkan gelembung. Sehingga menyebabkan
gangguan peredaran darah dan kematian janin.7
Secara makroskopik, mola hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa
gelembung-gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, sehingga
menyerupai buah anggur, atau mata ikan. Karena itu disebut juga hamil
anggur atau mata ikan. Ukuran gelembung-gelembung ini bervariasi dari
beberapa milimeter sampai 1-2 cm. Secara mikroskopik terlihat trias: (1)
Proliferasi dari trofoblas; (2) Degenerasi hidropik dari stroma villi dan
kesembaban; (3) Hilangnya pembuluh darah dan stroma. Sel-sel Langhans
tampak seperti sel polidral dengan inti terang dan adanya sel sinsitial giantik
(syncytial giant cells). Pada kasus mola banyak dijumpai ovarium dengan
kista lutein ganda berdiameter 10 cm atau lebih (25-60%). Kista lutein akan
berangsur-angsur mengecil dan kemudian hilang setelah mola hidatidosa
sembuh1,3
6
perdarahan biasanya terjadi antara bulan pertama sampai bulan ke tujuh
dengan rata-rata minggu ke 12-14. Dapat dimulai sesaat sebelum aborsi atau
lebih sering dapat muncul secara intermiten, sedikit-sedikit atau sekaligus
banyak hingga menyebabkan syok atau kematian. Sebagai akibat dari
perdarahan tersebut gejala anemia sering dijumpai terutama pada wanita
malnutrisi. Efek dilusi dari hipervolemia terjadi pada wanita dengan mola
yang lebih besar. Anemia defisiensi Fe sering ditemukan, demikian pula
halnya dengan kelainan eritropoiesis megaloblastik, diduga akibat asupan
yang tidak mencukupi karena adanya mual dan muntah disertai peningkatan
kebutuhan asam folat karena cepatnya proliferasi trofoblas. Perdarahan juga
sering disertai pengeluaran jaringan mola. Darah yang keluar berwarna
kecoklatan. 7,8
2. Ukuran uterus bisa lebih besar atau lebih kecil (tidak sesuai usia kehamilan)
Pertumbuhan ukuran uterus sering lebih besar dan lebih cepat daripada
kehamilan normal, hal ini ditemukan pada setengah dari semua pasien mola.
Ada pula kasus-kasus yang uterusnya lebih kecil atau sama besarnya dengan
kehamilan normal, walaupun jaringannya belum dikeluarkan. Dalam hal ini
perkembangan trofoblas tidak terlalu aktif sehingga perlu dipikirkan
kemungkinan adanya dying mole. Uterus mungkin sulit untuk
diidentifikasikan secara pasti dengan palpasi, terutama pada wanita nullipara.
Hal ini disebabkan karena konsistensinya yang lembut di bawah dinding perut
yang kaku. Pembesaran uterus karena kista theca lutein multiple akan
membuat sulit perbedaaan dengan pembesaran uterus biasa.1,2
3. Tidak adanya aktifitas janin
Walaupun pembesaran uterus mencapai bagian atas simfisis, tidak
ditemukan adanya denyut jantung janin. Meskipun jarang, mungkin terdapat
plasenta ganda dengan kehamilan mola komplet yang bertumbuh bersamaan,
sementara plasenta yang satu dan janin terlihat normal. Juga walaupun jarang,
mungkin terdapat mola inkomplet pada plasenta yang disertai janin hidup.2
7
4. Eklamsia dan preeklamsia
Preeklampsia pada kehamilan mola timbul pada trisemester ke 2. Eklamsia
atau preeklamsia pada kehamilan normal jarang terlihat sebelum usia
kehamilan 24 minggu. Oleh karenanya preeklamsia yang terjadi sebelum
waktunya harus dicurigai sebagai mola hidatidosa.1,2
5. Hiperemesis
Mual dan muntah yang signifikan dapat timbul sebagai salah satu gejala
molahidatidosa.4
Molahidatidosa parsial 3
a) Pasien dengan molahidatidosa parsial tidak memiliki gejala yang sama
dengan mola komplet. Pasien ini biasanya mempunyai gejala dan tanda
seperti abortus inkomplet atau missed abortion.
b) Perdarahan pervaginam
c) Adanya denyut jantungjanin
G. DIAGNOSIS. 7,8
1) Anamnesis
Ada kehamilan disertai gejala dan tanda kehamilan muda yang berlebihan,
perdarahan pervaginam berulang cenderung berwarna coklat dan kadang
bergelembung seperti busa.
8
a) Perdarahan vaginal. Gejala klasik yang paling sering pada mola
komplet adalah perdarahan vaginal. Jaringan mola terpisah dari
desidua, menyebabkan perdarahan. Uterus membesar (distensi) oleh
karena jumlah darah yang banyak dan cairan gelap bisa mengalir
melalui vagina. Gejala ini terdapat dalam 97% kasus. 7,8
b) Hiperemesis. Penderita juga mengeluhkan mual dan muntah yang
berat. Hal ini merupakan akibat dari peningkatan secara tajam hormon
β-HCG. 7,8
c) Hipertiroid. Setidaknya 7% penderita memiliki gejala seperti
takikardi, tremor dan kulit yang hangat.
d) Didapatkan pula adanya gejala preeklamsia yang terjadi pada 27%
kasus dengan karakteristik hipertensi ( TD > 140/90 mmHg),
protenuria (>300 mg.dl), dan edema dengan hiperefleksia
2) Pemeriksaan Fisik
a) Inspeksi
b) Palpasi :
1. Uterus membesar tidak sesuai dengan tuanya kehamilan, teraba
lembek
2. Tidak teraba bagian-bagian janin dan ballotement dan gerakan
janin.
c) Auskultasi : tidak terdengar bunyi denyut jantung janin
d) Pemeriksaan dalam :
1. Memastikan besarnya uterus
2. Uterus terasa lembek
3. Terdapat perdarahan dalam kanalis servikalis
3) Pemeriksaan Laboratorium
a) Pemeriksaan kadar β-Hcg
Beta HCG urin > 100.000 mlU/ml
Beta HCG serum > 40.000 IU/ml
9
Berikut adalah gambar kurva regresi hCG normal yang menjadi
parameter dalam penatalaksanaan lanjutan mola hidatidosa.
4) Pemeriksaan Imaging
a) Ultrasonografi
1. Gambaran seperti sarang tawon / honey comb tanpa disertai adanya
janin
2. Ditemukan gambaran snow storm atau gambaran seperti badai
salju.
10
b) Plain foto abdomen-pelvis: tidak ditemukan tulang janin
H. PENATALAKSANAAN. 8
Penatalaksanaan molahidatidosa terdiri dari 4 tahap, yaitu:
1. Perbaikan keadaan umum
Yang termasuk usaha ini misalnya transfuse darah pada anemia berat
dan syok hipovolemik karena perdarahan. Atau menghilangkan penyulit
seperti preeklamsia dan tirotoksikosis. Preeklamsia diobati seperti pada
kehamilan biasa, sedangkan untuk tirotoksikosis diobati sesuai protocol
penyakit dalam, antara lain dengan inderal.1
2. Pengeluaran jaringan mola
Bila diagnosis telah ditegakkan, kehamilan mola harus segera diakhiri.
Ada dua cara evakuasi, yaitu:1
a. Vakum Kuretase
Vakum kuretase merupakan tindakan pilihan untuk mengevakuasi
jaringan mola, dan sementara proses evakuasi berlangsung berikan
infus 10 IU oksitosin dalam 500 ml NaCl atau RL dengan kecepatan
40-60 tetes/menit. Oksitosin diberikan untuk menimbulkan kontraksi
uterus mengingat isinya akan dikeluarkan Kuretase kedua dilakukan
apabila kehamilan seusia lebih dari 20 minggu, atau tidak diyakini
bersih. Kuret ke-2 dilakukan kira-kira 10-14 hari setelah kuret pertama.
Pada waktu itu uterus sudah mengecil sehingga lebih besar
kemungkinan bahwa kuret betul-betul menghasilkan uterus yang
bersih.Sebelum kuret sebaiknya disediakan persediaan darah untuk
menjaga kemungkinan terjadi perdarahan masif selama kuretase
berlangsung.1
b. Histerektomi
Sebelum kuret hisap digunakan, histerektomi sering dipakai untuk
pasien dengan ukuran uterus di luar 12-14 minggu. Namun
histerektomi tetap merupakan pilihan pada wanita yang telah cukup
umur dan cukup mempunyai anak. 1
11
Alasan untuk melakukan histerektomi ialah karena umur tua dan
paritas tinggi karena hal tersebut merupakan predisposisi timbulnya
keganasan. Batasan yang dipakai ialah umur 35 tahun dengan anak
hidup tiga. Tidak jarang bahwa pada sediaan histerektomi bila
dilakukan pemeriksaan histopatologi sudah tampak adanya tanda-tanda
mola invasif.1,3
3. Terapi profilaksis dengan sitostatika
Diberikan pada kasus mola dengan resiko tinggi akan terjadinya
keganasan di bawah pengawasan dokter. Misalnya umur tua dan paritas
tinggi yang menolak untuk dilakukan histerektomi, atau kasus dengan
hasil histopatologi yang mencurigakan. Biasanya diberikan Methotrexate
atau Actinomycin D. Metoreksat 3x 5mg selama 5 hari.3
4. Pemeriksaan tindak lanjut (follow up)
Tujuan utama follow up untuk mendeteksi adanya perubahan yang
mengarah keganasan. Tes hCG harus mencapai nilai normal 8 minggu
setelah evakuasi. Lama pengawasan berkisar 1 tahun. Untuk tidak
mengacaukan evaluasi selama periode ini pasien dianjurkan untuk tidak
hamil.1
12
I. KOMPLIKASI.1
1. Perdarahan yang hebat sampai syok
2. Perdarahan berulang-ulang yang dapat menyebabkan anemia
3. Infeksi sekunder
4. Perforasi karena tindakan atau keganasan
J. PROGNOSIS
Di negara maju, kematian karena mola hidatidosa hampir tidak ada, mortalitas
akibat mola hidatidosa ini mulai berkurang oleh karena diagnosis yang lebih dini
dan terapi yang tepat. Akan tetapi di negara berkembang kematian akibat mola
masih cukup tinggi yaitu berkisar antara 2,2% dan 5,7%. Kematian pada mola
hodatidosa biasanya disebabkan oleh karena perdarahan, infeksi, eklamsia, payah
jantung dan tirotoksikosis.1,2
Lebih dari 80% kasus mola hidatidosa tidak berlanjut menjadi keganasan
trofoblastik gestasional, akan tetapi walaupun demikian tetap dilakukan
pengawasan lanjut yang ketat, karena hampir 20% dari pasien mola hidatidosa
berkembang menjadi tumor trofoblastik gestasional. 1,
Pada 10-15% kasus mola akan berkembang menjadi mola invasif, dimana
akan masuk ke dalam dinding uterus lebih dalam lagi dan menimbulkan
perdarahan dan komplikasi yang lain yang mana pada akhirnya akan
memperburuk prognosisnya. Pada 2-3% kasus mola dapat berkembang menjadi
korio karsinoma, suatu bentuk keganasan yang cepat menyebar dan membesar. 1
13
BAB III
LAPORAN KASUS
IDENTITAS
ANAMNESIS
G4P2A1
HPHT : ?-03-2018
Pertama, usia saat menikah: lupa
14
perutnya membesar yang dialami sejak sekitar 2 bulan yang lalu. Awalnya pasien
mengira bahwa dirinya hamil sehingga pasien periksa ke bidan dan dinyatakan
positif hamil, namun pasien merasa terdapat hal yang aneh dibanding kehamilan
sebelumnya yaitu dalam waktu 2 bulan perut pasien semakin cepat membesar dan
pasien juga tidak merasakan gerakan janinnya. Pasien juga mengeluh nyeri perut
terutama bagian bawah. Keluhan disertai dengan adanya mual dan muntah lebih
hebat dari kehamilan sebelumnya. Pusing (+), sakit kepala (-), BAK biasa dan
BAB lancar. HPHT: ?-03-2018
Riwayat Alergi :
Pasien mengatakan tidak mempunyai alergi terhadap obat-obatan dan
makanan
Riwayat Haid
1. Haid pertama kali : lupa
2. Lama menstruasi 7 hari, siklus teratur
3. Darah haid banyak, ganti pembalut 2 kali sehari
4. Warna merah, tak berbau
Riwayat Perkawinan
15
Riwayat Obstetri :
PEMERIKSAAN FISIK
KU : Sakit sedang
Kesadaran : Kompos mentis
Tanda-Tanda Vital
Tekanan Darah : 120/80mmHg
Nadi : 87x/menit
Pernapasan : 20x/menit
Suhu : 36,6ºC
Kepala – Leher :
Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterus (-/-), pembesaran KGB (-),
pembesaran kelenjar tiroid (-).
Thorax :
I : Pergerakan thoraks simetris, sikatrik (-)
P : Nyeri tekan (-), massa tumor (-)
P : Sonor pada kedua lapang paru, pekak pada area jantung, batas jantung
Dalam batas normal
16
A :Bunyi pernapasan vesikular +/+, rhonki -/-, wheezing -/-. Bunyi jantung
I/II murni Regular
Abdomen
I: Abdomen tampak mengalami pembesaran, tidak ada tanda-tanda
peradangan, bekas operasi (-).
A: Peristaltik (+) kesan normal, Aorta abdominalis (+), DJJ (-)
P: Redup abdomen kuadran bawah,lainnya timpani
P: Teraba tinggi fundus uteri berada setinggi umbilikus, balotement (-),
tidak teraba bagian janin, nyeri tekan (+)
Pemeriksaan Obstetri :
TFU 3 jari dibawah processus xypoid
Leopold I-IV : Tidak teraba bagian-bagian janin
Denyut Jantung Janin : Tidak ada
17
Genitalia :
Pemeriksaan Dalam (VT) :
Vulva : tidak ada kelainan
Vagina : tidak ada kelainan
Portio : portio tebal (+) Lunak (+),
Pelepasan: darah (+) menggumpal seperti anggur
Ekstremitas :
Atas :Akral hangat +/+, Edema -/-
Bawah :Akral hangat +/+, Edema -/-
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
18
USG :
RESUME
19
perutnya membesar yang dialami sejak sekitar 2 bulan yang lalu. Awalnya pasien
mengira bahwa dirinya hamil sehingga pasien periksa ke bidan dan dinyatakan
positif hamil, namun pasien merasa terdapat hal yang aneh dibanding kehamilan
sebelumnya yaitu dalam waktu 2 bulan perut pasien semakin cepat membesar dan
pasien juga tidak merasakan gerakan janinnya. Pasien juga mengeluh nyeri perut
terutama bagian bawah. Keluhan disertai dengan adanya mual dan muntah lebih
hebat dari kehamilan sebelumnya. Pusing (+), sakit kepala (-), BAK biasa dan
BAB lancar. HPHT: ?-03-2018
Dari pemeriksaan fisik ditemukan tanda vital: tekanan darah 120/70, nadi 87
x/m, pernapasan 20 x/m, suhu 36,6ºC. TFU 3 jari diatas umbilikus, leopold I-IV
tidak teraba bagian-bagian janin, denyut jantung janin tidak ada, pemeriksaan
dalam didapatkan pelepasan darah menggumpal menyerupai anggur. Dari
pemeriksaan laboratorium : WBC 9,2 x 103/L, HGB 7,4 gr/dl, HCT 41%, PLT
312 x 103/L. Urinalisis : hCG: Positif. Hasil pemeriksaan USG, menunjukkan
gambaran snow storm atau badai salju yang memberikan kesan mola hidatidosa.
DIAGNOSIS
G4P2A1, UK 12 – 13 minggu + Mola Hidatidosa
PENATALAKSANAAN
IVFD RL 20 tetes/menit
Drips Oxytocin 20 iu dalam RL
Inj. Ceftriaxone 1gr/12 jam/
Inj. Ondancentron 1 ampl/ 8 jam
Inj. Ranitidin 1 ampl/8jam
Farbion 1ampl/hari
Transfusi WB 2 unit
RENCANA TINDAKAN
Rencana Kureta
20
FOLLOW UP
Laboratorium
21
Tanggal 28 Juni 2018
22
Laporan Operasi
23
Hari Jum’at, tanggal 29 Juni 2018 (Post Kuretase H.1)
S : Nyeri perut post kuretase (+),perdarahan pervaginam (+), mual (-) muntah
(-), pusing (-), sakit kepala (-), BAK biasa, dan BAB lancar
O : Keadaan umum : Sakit sedang
Tanda vital : Suhu : 36,5 0C
TD : 130/70 mmHg
Nadi : 84 kali/menit
Respirasi : 20 kali/menit
Mata : Conjunctiva : Anemis (+/+)
Abdomen : Auskultasi : Peristaltik usus (+) kesan normal
Perkusi : Tympani
Palpasi : Nyeri tekan suprapubik (+)
TFU : 4 jari dibawah umbilikus
24
TD : 120/70 mmHg
Nadi : 79 kali/menit
Respirasi : 20 kali/menit
Mata : Conjunctiva : Anemis (-/-)
Abdomen : Auskultasi : Peristaltik usus (+) kesan normal
Perkusi : Tympani
Palpasi : Nyeri tekan suprapubik (+) berkurang
TFU : 4 jari dibawah umbilikus
25
A : Post Kuret H.3 atas indikasi molahidatidosa H.3
P : - Cefadroxil 500 mg 2x1
- Vit C 3x1
- Metilergotamin 3x1
- Pasien boleh pulang
- Kontrol poli
26
BAB IV
PEMBAHASAN
Diagnosis pada pasien ini ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis diketahui bahwa pasien Ny. N, 33
tahun datang ke IGD kebidanan RSU Anutapura Palu dengan keluhan perdarahan
dari jalan lahir, dialami sejak kurang lebih 1 minggu sebelum masuk rumah sakit.
Pasien mengaku darah yang keluar berwarna merah gelap menggumpal dan bulat-
bulat menyerupai mata ikan.. Pasien juga mengeluh perutnya membesar yang
dialami sejak sekitar 2 bulan yang lalu. Awalnya pasien mengira bahwa dirinya
hamil sehingga pasien periksa ke bidan dan dinyatakan positif hamil, namun
pasien merasa terdapat hal yang aneh dibanding kehamilan sebelumnya yaitu
dalam waktu 2 bulan perut pasien semakin cepat membesar dan pasien juga tidak
merasakan gerakan janinnya. Pasien juga mengeluh nyeri perut terutama bagian
bawah. Keluhan disertai dengan adanya mual dan muntah lebih hebat dari
kehamilan sebelumnya. Pusing (+), sakit kepala (-), BAK biasa dan BAB lancar.
HPHT: ?-03-2018
Dari pemeriksaan fisik ditemukan tanda vital: tekanan darah 120/70, nadi 87
x/m, pernapasan 20 x/m, suhu 36,6ºC. TFU 3 jari diatas umbilikus, leopold I-IV
tidak teraba bagian-bagian janin, denyut jantung janin tidak ada, pemeriksaan
dalam didapatkan pelepasan darah menggumpal menyerupai anggur. Dari
pemeriksaan laboratorium : WBC 9,2 x 103/L, HGB 7,4 gr/dl, HCT 41%, PLT
312 x 103/L. Urinalisis : hCG: Positif. Hasil pemeriksaan USG, menunjukkan
gambaran snow storm atau badai salju yang memberikan kesan mola hidatidosa.
Mola Hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dimana seluruh villi korialisnya
mengalami perubahan hidrofobik. Mola hidatidosa juga dihubungkan dengan
edema vesikular dari vili korialis plasenta dan biasanya tidak disertai fetus yang
intak. Prevalensi mola hidatidosa lebih tinggi di Asia, Afrika, dan Amerika Latin
jika dibandingkan dengan negara-negara barat. Di negara-negara barat dilaporkan
27
1:200 atau 2000 kehamilan, sedangkan di negara-negara berkembang sebesar
1:100 atau 600 kehamilan. Insidensi di Indonesia dilaporkan mencapai 1:85
kehamilan.1,2
Pada pasien ini, ciri-ciri mola yang dapat dilihat antara lain adanya
perdarahan uterus yang merupakan gejala utama pada kasus, gejala ini bervariasi
mulai dari spoting sampai perdarahan yang banyak. Pasien juga mengeluh merasa
mual dan muntah, hal ini merupakan salah satu manifestasi klinis yang
ditimbulkan mola akibat peningkatan kadar beta HCG. Gerakan janin juga tidak
pernah dirasakan pasien selama hamil, dimana pada kehamilan normal gerakan
janin sudah mulai bisa dirasakan pada minggu ke 18-20.
Hasil pemeriksaan didapatkan pemeriksaan abdomen didapatkan TFU 3 jari
diatas umbilikus, DJJ tidak dinilai, balotement (-), dan tidak teraba bagian janin,
uterus membesar tidak sesuai dengan usia kehamilan, tidak teraba bagian janin
dan ballotemen juga gerakan janin. Pada kasus mola hidatidosa temuan klinis
yang dapat ditemukan untuk menentukan diagnosis pasti antara lain adalah uterus
yang membesar tidak sesuai dengan usia kehamilan serta tidak teraba bagian
janin dan ballotemen juga gerakan janin . Berdasarkan taksiran hari pertama
haid terakhir pasien usia kehamilan pasien adalah sekitar 12-13 minggu,
sedangkan TFU pasien setara dengan usia kehamilan 24-26 minggu.
Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti, namun faktor
penyebabnya yang kini telah diakui adalah:3,4
1. Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat
dikeluarkan.
2. Usia ibu yang terlalu muda atau tua (36-40 tahun) beresiko 50% terkena
penyakit ini.
3. Imunoselektif dari sel trofoblast
4. Keadaan sosioekonomi yang rendah
5. Paritas tinggi
6. Defisiensi vitamin A
7. Kekurangan protein
8. Infeksi virus dan factor kromosom yang belum jelas.
28
Pada kasus ini beberapa faktor penyebab mola hidatidosa yaitu usia pasien
yang sudah terlalu tua yaitu 33 tahun, pasien juga memiliki memiliki 2 anak dan
keadaan sosioekonomi pasien yang rendah karena pasien hanyalah ibu rumah
tangga dan suami pasien bekerja sebagai petani.
Mola hidatidosa dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu bila tidak disertai janin
maka disebut mola hidatidosa atau Complete mole, sedangkan bila disertai janin
atau bagian dari janin disebut mola parsialis atau Parsials mole. Pada kasus ini
termasuk mola komplit karena tidak disertai janin atau tidak diteraba bagian-
bagian janin saat dilakukan pemeriksaan leopold.3
Pada kasus ini, pemeriksaan USG ditemukan adanya gambaran snow storm
atau badai salju, menurut teori diagnosis pasti dari mola hidatidosa biasanya
dapat dibuat dengan ultrasonografi dengan menunjukkan gambaran yang khas
berupa “vesikel-vesikel” (gelembung mola) dalam kavum uteri atau “badai salju”
(snow flake pattern/snow storm).
Penatalaksanaan awal pada kasus ini adalah transfusi darah karena salah satu
komplikasi mola hidatidosa yaitu perdarahan, anemia sampai syok hipovolemik
sehingga pasien ditransfusi PRC 2 unit untuk menaikkan Hb awal 7,4 g/dL. Bila
kedaan umum telah stabil maka penatalaksanaan selanjutnya yaitu melakukan
tindakan kuretase. Pada pasien ini dilakukan kuretase dan didapatkan darah
keluar bersama cairan putih dan coklat dan banyak jaringan mola. Ada tidaknya
janin tidak dapat diketahui dari temuan intra kuretase karena sebagian besar
jaringan mola sudah dikeluarkan melalui tindakan kuretase. Tindakan curetase
pada pasien ini sudah tepat dilakukan dan perlu tindakan kuret ke-2 (7-10 hari
berikutnya) untuk memastikan tidak ada jaringan mola yang tersisa.
Pada kasus ini, pasien boleh rawat jalan di Poli sambil menunggu hasil titer
β-hCG karena keluhan pasien telah berkurang dan pasien boleh dipulangkan. Tes
hCG harus mencapai nilai normal 8 minggu setelah evakuasi. Pasien dianjurkan
untuk tetap teratur kontrol di poli selama sekitar 1 tahun, untuk mengevaluasi
keadaan pasien serta untuk mengantisipasi jika penyakit mengarah ke
keganasan.Untuk tidak mengacaukan evaluasi, selama periode ini pasien
dianjurkan untuk tidak hamil.1
29
DAFTAR PUSTAKA
30