Вы находитесь на странице: 1из 19

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi

Skizofrenia berasal dari bahas Yunani “schizein” yang berarti “terpisah”


atau “pecah”, dan “phren” yang artinya “jiwa”. Pada skizofrenia terjadi pecahnya
atau ketidakserasian antara afeksi, kognitif dan perilaku. Skizofrenia adalah
sindrom dengan variasi penyebab (banyak belum diketahui) dan perjalanan
penyakit (tak selalu bersifat kronis) yang luas, serta sejumlah akibat yang
tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik dan social budaya. Pada
umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari
pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar (inappropriate). Kesadaran
yang jernih dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun
4
kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang kemudian.

Salah satu pembagian skizofrenia adalah skizofrenia hebefrenik.


“Skizofrenia hebefrenik adalah suatu bentuk Skizofrenia yang ditandai dengan
perilaku pasien regresi dan primitif, tidak teroganisir serta dengan tidak adanya
gejala yang memenuhi kriteria untuk jenis katatonik. Onset tipe ini umumnya
sebelu usia 25 tahun. Pasien biasanya aktif tapi tidak terorganisir dan tanpa
tujuan. Gangguan proses berpikir sangat jelas dan hubugan social dengan dunia
sekiranya pun sangat kurang. Mereka sering tertawa tanpa alasan yang jelas dan
afek yang tidak sesuai, wajah dungu, meringis dan menarik diri secara ekstrim.
Prilaku mereka sering digambarkan sebagai prilaku yang konyol atau bodoh.6

Skizofrenia hebefrenik adalah tipe skizofrenia yang permulaannya


perlahan-lahan atau subkutan dan sering timbul pada masa remaja atau antara 15-
25 tahun. Gejala yang mencolok adalah gangguan pross berfikir, gangguan
kemauan dan adanya depersonalisasi atau double personality. Gangguan
psikomotor seperti mannerisem, neologisme atau prilaku kekanak-kanakan sering
terdapat pada hebefrenia. Waham dan halusinasi banyak sekali.3

12
13

Skizofrenia hebefrenik disebut juga disorganized type atau “kacau balau”


yang ditandai dengan inkoherensi, affect datar, perilaku dan tertawa kekanak -
kanakan, yang terpecah-pecah, dan perilaku aneh seperti menyeringai sendiri,
menunjukkan gerakan - gerakan aneh, mengucap berulang - ulang dan
kecenderungan untuk menarik diri secara ekstrim dari hubungan social. Perubahan
prilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan, ada
kecenderungan untuk selalu menyendiri, dan prilaku menunjukkan hampa prilaku
dan hampa perasaan, senang menyendiri, dan ungkapan kata yang di ulang –
ulang, proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu serta
adanya penurunan perawatan diri pada individu.7

3.2 Etiologi

Etiologi Skizofreni Hebefrenik pada umumnya sama seperti etiologi


skizofrenia lainnya. Dibawah ini beberapa etiologi yang sering ditemukan:2

1. Keturunan
Dapat dipastikan bahwa ada factor keturunan yang juga menentkan
timbulnya skizofrenia. Hal ini telah dibuktikan dengan penelitian tentang
keluarga-keluarga penderita skizofrenia dan terutama anak-anak kembar satu
telur. Angka kesakitan bagi saudara tiri ialah 0,9 – 1,8 %, bagi saudara kandung
7-15%, bagi anak dengan salah satu orang tua yang menderita skizofrenia 7-16%,
bila kedua orang tua menderita skizofrenia 40-68%, bagi kembar dua telur
(heterozigot) 2-15%, bagi kembar satu telur (homozigot) 61-86%.

Tetapi pengaruh keturunan tidak sesederhana seperti hokum-hukum


Mendel tentang hal ini. Disangka bahwa potensi untuk mendapatkan skizofrenia
diturunkan melalui gen yang resisif. Potensi ini mungkin kuat, mungkin juga
lemah, tetapi selanjutnya tergantung pada lingkungan hidup itu apakah akan
terjadi skizofrenia atau tidak (mirip hal genetic pada diabetes mellitus).

Telah diketahui bahwa secara genetis skizofrenia diturunkan melalui


kromosom-kromosom tertentu. Tetapi kromosom yang ke berapa menjadi faktor
penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam tahap penelitian. Diduga
letak gen skizofrenia ada dikromosom no. 6 dengan kontribusi genetik tambahan
14

no. 4, 8, 15 dan 22. Baru-baru ini, mutasi gen dystrobrevin (DTNBP1) dan
neuregulin 1 telah ditemukan terkait dengan fitur negatif skizofrenia.

2. Faktor Neurologis
Ditemukan bahwa korteks prefrotal dan korteks limbik pada klien
skizofrenia tidak pernah berkembang penuh. Ditemukan juga pada klien
skizofrenia terjadi penurunan volume dan fungsi otak yang abnormal.
Neurotransmiter yang ditemukan tidak normal khususnya dopamine, serotonine,
dan glutamate.

3. Factor Neurotransmiter

Skizofrenia diduga juga disebabkan oleh adaya ketidakseimbangan


neurotransmitter dopamine yang berlebihan.

4. Faktor Imunology
Beberapa kelainan imunologi telah dikaitkan dengan pasien yang
menderita skizofrenia. Kelainan ini termasuk penurunan T-sel yang memproduksi
interleukin-2, penurunan daya tanggal limfosit perifer, reaktivitas antibody seluler
dan humoral yang abnormal. Hal ini dapat mewakili berbagai efek dari virus
neurotoksik atau gangguan autoimun endogen.

5. Faktor Endokrin
Perbedaan neuroendokrin pada pasien skizofrenia dengan seseorang yang
tidak menderita skizofrenia adalah hasil uji deksametason dimana terdapat
penekanan deksametason yang abnormal pada skizofrennia. Penurunan
konsentrasi hormone LH/FSH mungkin akan sejalan dengan usia dan lamanya
penyakit.

6. Faktor Psikososial
Beberapa kondisi psikologis yang menjadi faktor predisposisi skizofrenia
antara lain anak yang diperlakukan oleh ibu pencemas, terlalu melindungi, dingin
dan tidak berperasaan, sementara ayah yang mengambil jarak dengan anaknya.
15

7. Factor pencetus respon neurobiologist


a. Berbelihannya proses inflamasi pada sistem saraf yang menerima
dan memproses informasi di thalamus dan frontal otak.
b. Mekanisme pertahanan listrik di saraf terganggu.
c. Gejala-gejala pemicu seperti kondisi kesehatan, lingkungan, sikap
dan prilaku.

3.3 Epidemiologi

John McGrath PhD dari Pusat Penelitian Kesehatan Mental Queensland,


Wacol, Australia, dalam simposium bertema Psychosis Round the World, yang
membahas data terbaru epidemiologi skizofrenia, memberikan presentasi
sistematik untuk memandang kejadian skizofrenia. Ia mengatakan, kejadian
skizofrenia pada pria lebih besar daripada wanita. Kejadian tahunan berjumlah
15,2% per 100.000 penduduk, kejadian pada imigran dibanding penduduk asli
sekitar 4,7%, kejadian pada pria 1,4% lebih besar dibandingkan wanita. Di
indonesia, menurut dr.Irmasyah, hampir 70% mereka yang dirawat di bagian
psikiatri karena skizofrenia. Angka di masyarakat berkisar 1-2% dari seluruh
penduduk pernah mengalami skizofrenia dalam hidup mereka.

3.4 Patofisiologi

1. Tahapan halusinasi dan delusi yang biasa menyertai gangguan jiwa.4


a. Tahap Comforting
Timbul kecemasan ringan disertai gejala kesepian, perasaan berdosa, klien
biasanya mengkompensasikan stresornya dengan koping imajinasi sehingga
merasa senang dan terhindar dari ancaman.

b. Tahap Condeming
Timbul kecemasan moderat, cemas biasanya makin meninggi selanjutnya klien
merasa mendengarkan sesuatu, klien merasa takut apabila orang lain ikut
mendengarkan apa-apa yang ia rasakan sehingga timbul perilaku menarik diri (
with drawl ).
c. Tahap Controling
16

Timbul kecemasan berat, klien berusaha memerangi suara yang timbul tetapi
suara tersebut terus menerus mengikuti, sehingga menyebabkan klien susah
berhubungan dengan orang lain. Apabila suara tersebut hilang klien merasa sangat
kesepian atau sedih.

d. Tahap Conquering
Klien merasa panik, suara atau ide yang datang mengancam apabila tidak diikuti
perilaku klien dapat bersifat merusak atau dapat timbul perilaku suicide.

2. Waham2
Kelompok ini ditandai secara khas oleh berkembangnya waham yg umumnya
menetap dan kadang-kadang bertahan seumur hidup. Waham dapat berupa waham
kejaran, hipokondrik, kebesaran, cemburu, tubuhnya dibentuk secara
abnormal,merasa dirinya bau dan homoseks. Tidak dijumpai Gangguan lain,
hanya depresi bisa terjadi secara intermitten. Onset biasanya pada usia
pertengahan, tetapi kadang-kadang yg berkaitan dgn bentuk tubuh yang salah
dijumpai pada usia muda. Isi waham dan waktu timbulnya sering dihubungkan
dengan situasi kehidupan individu, misalnya waham kejaran pada kelompok
minoritas. Terlepas dari perbuatan dan sikapnya yang berhubungan dengan
wahamnya, afek dan pembicaraan dan perilaku orang tersebut adalah
normal.Waham ini minimal telah menetap selama 3 bulan.

3.5 Manifestasi Klinis

Perjalanan penyakit Skizofrenia dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu fase


prodromal, fase aktif dan fase residual.2,4

Pada fase prodromal biasanya timbul gejala gejala non spesifik yang
lamanya bisa minggu, bulan ataupun lebih dari satu tahun sebelum onset psikotik
menjadi jelas. Gejala tersebut meliputi : hendaya fungsi pekerjaan, fungsi sosial,
fungsi penggunaan waktu luang dan fungsi perawatan diri. Perubahan perubahan
ini akan mengganggu individu serta membuat resah keluarga dan teman, mereka
17

akan mengatakan “orang ini tidak seperti yang dulu”. Semakin lama fase
prodromal semakin buruk prognosisnya.

Pada fase aktif gejala positif / psikotik menjadi jelas seperti tingkah laku
katatonik, inkoherensi, waham, halusinasi disertai gangguan afek. Hampir semua
individu datang berobat pada fase ini, bila tidak mendapat pengobatan gejala
gejala tersebut dapat hilang spontan suatu saat mengalami eksaserbasi atau terus
bertahan.

Fase aktif akan diikuti oleh fase residual dimana gejala gejalanya sama
dengan fase prodromal tetapi gejala positif / psikotiknya sudah berkurang.
Disamping gejala gejala yang terjadi pada ketiga fase diatas, penderita skizofrenia
juga mengalami gangguan kognitif berupa gangguan berbicara spontan,
mengurutkan peristiwa, kewaspadaan dan eksekutif (atensi, konsentrasi,
hubungan sosial).

Pada Skizofrenia Hebefrenik kita dapat melihat tanda dan gejala yang
khas, antara lain;

1. Inkoherensi yaitu jalan pikiran yang kacau, tidak dapat dimengerti


apa maksudnya.
2. Alam perasaan yang datar tanpa ekspresi serta tidak serasi atau
ketolol-tololan.
3. Perilaku dan tertawa kekenak-kanakan, senyum yang menunjukkan
rasa puas diri atau senyum yang hanya dihayati sendiri.
4. Waham yang tidak jelas dan tidak sistematik tidak terorganisasi
sebagai suatu kesatuan.
5. Halusinasi yang terpecah-pecah yang isi temanya tidak
terorganisasi sebagai satu kesatuan.
6. Gangguan proses berfikir
7. Perilaku aneh, misalnya menyeringai sendiri, menunjukkan
gerakan-gerakan aneh, berkelakar, pengucapan kalimat yang diulang-ulang dan
cenderung untuk menarik diri secara ekstrim dari hubungan social.
18

Gejala-gejala pencetus respon biologis :

 Kesehatan : nutrisi kurang, kurang tidur, ketidakseimbangan irama


sirkadian, kelelahan, infeksi, obat-obatan sistem saraf pusat, kurangnya latihan
dan hambatan untuk menjangkau layanan kesehatan.
 Lingkungan : lingkungan yang memusuhi, masalah rumah tangga,
kehilangan kebebasan hidup, perubahan kebiasaan hidup, pola aktivitas sehari-
hari, kesukaran berhubungan dengan orang lain, isolasi sosial, kurangnya
dukungan sosial, tekanan kerja, stigmasisasi, kemiskinan, kurangnya alat
transportasi dan ketidakmampuan mendapatkan pekerjaan.
 Sikap/perilaku : merasa tidak mampu, putus asa, merasa gagal,
kehilangan kendali diri(demoralisasi), merasa punya kekuatan berlebihan dengan
gejala tersebut, merasa malang, bertindak tidak seperti orang lain dari segi usia
maupun kebudayaan, rendahnya kemampuan sosialisasi, perilaku agresif, perilaku
kekerasan, ketidakadekuatan pengobatan dan ketidakadekuatan penanganan
gejala.
Beberapa tanda dang gejala yang paling sering ditemukan pada pasien-
pasien Skizofrenia Hebefrenik adalah,

 Waham; yaitu suatu keyakinan yang salah yang tidak sesuai


dengan latar belakang sosial budaya serta pendidikan pasien, namun
dipertahankan oleh pasien dan tidak dapat ditangguhkan.
 Halusinasi; gangguan persepsi ini membuat pasien skizofrenia
dapat melihat sesuatu atau mendengar suara yang tidak ada sumbernya.
Halusinasi yang sering terdapat pada pasien adalah halusinasi auditorik
(pendengaran). Terkadang juga terdapat halusinasi penglihatan dan halusinasi
perabaan.
 Siar pikiran, yaitu pasien merasa bahwa pikirannya dapat disiarkan
melalui alat-alat bantu elektronik atau merasa pikirannya dapat dibaca oleh orang
lain. Terkadang pasien dapat mengatakan bahwa dirinya dapat berbincang-
bincang dengan penyiar televisi maupun radio. Beberapa pasien juga mengatakan
pikirannya dimasuki oleh pikiran atau kekuatan lain atau ditarik/diambil oleh
kekuatan lain.
19

3.6 Diagnosis
Pedoman diagnostik berdasarkan PPDGJ III2

 Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya
dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):

a. -Thought echo
Isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam kepalanya
(tidak keras) dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun
kualitasnya berbeda, atau
-Thought insertion or withdrawal
Isi pikiran yang asing dari luar masuk kedalam pikirannya (insertion) atau
isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (Withdrawal)
dan
-Thought broadcasting
Isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umumnya
mengetahuinya.
b. -Delusion of control
Waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatukekuatan tertentu dari luar
- Delusion of influence
Waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan tertentu dari luar
- Delusion of passivity
Waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan
dari luar; (tentang dirinya= secara jelas ,merujuk ke pergerakan
tubuh/anggota gerak atau kepikiran, tindakan atau penginderaan khusus).
- Delusion perception
Pengalaman inderawi yang tidak wajar, yang bermakna sangat khas bagi
dirinya , biasanya bersifat mistik dan mukjizat.
c. Halusional Auditorik ;

- Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap prilaku


pasien ,atau
20

- Mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri (diantara berbagai


suara yang berbicara) atau

- Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.

d. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat


dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahi,misalnya perihal
keyakinan agama atau politik tertentu atau kekuatan dan kemampuan
diatas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca atau
berkomunikasi dengan mahluk asing atau dunia lain)

 Atau paling sedikitnya dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara
jelas:

e. Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja , apabila disertai baik
oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa
kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan
(over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama
berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus menerus.
f. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation) yang berakibat inkoherensia atau pembicaraan yang tidak
relevan atau neologisme.
g. Perilaku katatonik seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), posisi
tubuh tertentu (posturing) atay fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme,
dan stupor
h. Gejala negatif seperti sikap apatis, bicara yang jarang dan respons
emosional yang menumpul tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan
penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunya kinerja sosial, tetapi
harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau
medikasi neureptika.

 Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun


waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik
prodromal);
21

 Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi
(personal behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak
bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self
absorbed attitute), dan penarikan diri secara sosial.

Pedoman Diagnostik berdasarkan PPDGJ III 2

 Memenuhi Kriteria umum diagnosis skizofrenia


 Diagnosis hebefrenik untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia
remaja atau dewasa muda (onset biasanya 15-25 tahun).
 Kepribadian premorbid menunjukan pemalu dan senang menyendiri
(solitary), namun tidak harus demikian untuk menentukan diagnosis.
 Untuk diagnosis hebefrenia yang meyakinkan umumnya diperlukan
pengamatan kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan
bahwa gambaran yang khas berikut ini memang benar bertahan :

- Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tidak dapat


diramalkan, serta manerisme, ada kecenderungan untuk
menyendiri (solitaris) dan perilaku menunjukan hampa tujuan dan
hampa perasaan.
- Afek pasien yang dangkal (shallow) tidak wajar (inaproriate),
sering disertai oleh cekikikan (gigling) atau perasaan puas diri
(self-satisfied), senyum-senyum sendiri (self absorbed smiling)
atau sikap tinggi hati (lofty manner), tertawa menyerigai,
(grimaces), manneriwme, mengibuli secara bersenda gurau
(pranks), keluhan hipokondriakalI dan ungkapan dan ungkapan
kata yang diulang-ulang (reiterated phrases)
- Proses pikir yang mengalamu disorganisasi dan pembicaraan
yang tak menentu (rambling) dan inkoheren

 Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir


biasanya menonjol.Halusinasi dan waham biasanya ada tapi tidak
22

menonjol ) fleeting and fragmentaty delusion and hallucinations.Dorongan


kehendak (drive) dan yang bertujuan (determnation) hilang serta sasaran
ditinggalkan, sehingga prilaku penderita memperlihatkan ciri khas yaitu
perilaku tanpa tujuan (aimless) dan tanpa maksud (empty of purpose)
Tujuan aimless tdan tampa maksud (empty of puspose).
Adanya suatu preokupasi yang dangkal, dan bersifat dibuat-buar terhadap
agama, filsafat, dan tema abstrak lainnya, makin mempersukar orang
memahami jalan pikiran pasien.

3.7 Tatalaksana

1.Terapi Somatik (Medikamentosa) 4

Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati Skizofrenia disebut


antipsikotik. Antipsikotik bekerja mengontrol halusinasi, delusi dan perubahan
pola fikir yang terjadi pada Skizofrenia. Pasien mungkin dapat mencoba beberapa
jenis antipsikotik sebelum mendapatkan obat atau kombinasi obat antipsikotik
yang benar-benar cocok bagi pasien. Antipsikotik pertama diperkenalkan 50 tahun
yang lalu dan merupakan terapi obat-obatan pertama yang efekitif untuk
mengobati Skizofrenia.

Pada dasarnya semua obat antipsikotik mempunyai afek primer (efek


klinis) yang sama. Perbedaan utama pada efek sekunder(efek samping). Pemilihan
jenis antipsikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan dan efek
samping obat. Bila gejala negative lebih menonjol dari gejala positif pilihannya
adalah obat antipsikosis atipikal(golongan generasi kedua),sebaliknya bilagejala
positif lebih menonjol dibandingkan gejala negatif pilihannya adalah antipsikosis
tipikal(golongan generasi pertama).

Terdapat 2 kategori obat antipsikotik yang dikenal saat ini, yaitu


antipsikotik tipikaldan antipsikotik atipikal

a. Antipsikotik Tipikal

Walaupun sangat efektif, antipsikotik tipikal sering menimbulkan efek


samping yang serius.
23

Penggolongan obat antipsikotik tipikal antara lain :

a. Phenothiazine
 Rantai Aliphatic :
- Chlorpromazine
- Levomepromazine
 Rantai Piperazine
- Perphenazine
- Trifluoperazine
- Fluphenazine
 Rantai Piperidine
- Thioridazine

b. Butyrophenone
- Haloperidol

c. Diphenyl-butylpiperidine
- Pimozide

Mekanisme kerja antipsikotik tipikal adalah memblokade Dopamine pada


reseptor pasca sinaptik neuron di otak,khususnya di sistem limbik dan sistem
ekstrapiramidal(Dopamine D2 receptor antagonists) sehingga efektif untuk gejala
positif.

b. Antipsikotik Atipikal

Obat-obat yang tergolong kelompok ini disebut atipikal karena prinsip


kerjanya berbeda, serta sedikit menimbulkan efek samping bila dibandingkan
dengan antipsikotik tipikal. Beberapa contoh, antara lain :

a. Benzamide
- Sulpride (dogmatil)

b. Dibenzodiazepine
- Clozapine(clozaril)
- Olanzapine (zyprexa)
24

- Quetiapine (Seroquel)

c. Benzisoxazole
- Risperidone (risperdal)

Mekanisme kerja antipsikotik atipikal berafinitas terhadap Dopamine D2


receptor juga berafinitas terhadap Serotonin 5 HT2 Receptors (Serotonin –
dopamine antagonists) sehingga efektif untuk gejala negati.

Efek samping obat anti psikotik dapat berupa :

- Sedasi dan inhibisi psikomotor (rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang,


kinerja psikomotor menurun,kemampuan kognitif menurun)
- Gangguan otonomik (hipotensi, antikolinergik /parasimpatolitik, mulut
kering, sering miksi dan defekasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan
intraokuler meninggi, gangguan irama jantung)
- Gangguan ekstrapiramidal (distonia akut, akathisia, sindrom parkinson
berupa tremor, bradikinesia, dan rigiditas)
- Gangguan endokrin (amenorrheaa, gynaecomastia), metabolik (jaundice)
hematologik (agranulocytosis), biasanya untuk pemakaian jangka panjang
- Efek samping yang irreversible yaitu tardive dyskinesia (gerakan berulang
involunter pada lidah, wajah, mulut/rahang dan anggota gerak, dimana
pada waktu tidur gejala tersebut menghilang). Biasanya terjadi pada
pemakaian jangka panjang (terapi pemeliharaan) dan pada pasien usia
lanjut. Efek samping ini tidak berkaitan dengan dosis obat antipsikotik.
Pemilihan Obat untuk Episode (Serangan) Pertama

Atypical antipsycoic merupakan terapi pilihan untuk penderita Skizofrenia


episode pertama karena efek samping yang ditimbulkan minimal dan resiko untuk
terkena tardive dyskinesia lebih rendah. Biasanya obat antipsikotik membutuhkan
waktu beberapa saat untuk mulai bekerja. Sebelum diputuskan pemberian salah
satu obat gagal dan diganti dengan obat lain, para ahli biasanya akan mencoba
memberikan obat selama 6 minggu (2 kali lebih lama pada Clozaril)
25

Pemilihan Obat untuk keadaan relaps (kambuh)

Biasanya timbul bila pendrita berhenti minum obat, untuk itu, sangat
penting untuk mengetahui alasan mengapa penderita berhenti minum obat.
Terkadang penderita berhenti minum obat karena efek samping yang ditimbulkan
oleh obat tersebut. Apabila hal ini terjadi, dokter dapat menurunkan dosis
menambah obat untuk efek sampingnya, atau mengganti dengan obat lain yang
efek sampingnya lebih rendah. Apabila penderita berhenti minum obat karena
alasan lain, dokter dapat mengganti obat oral dengan injeksi yang bersifat long
acting, diberikan tiap 2- 4 minggu. Pemberian obat dengan injeksi lebih simpel
dalam penerapannya. Terkadang pasien dapat kambuh walaupun sudah
mengkonsumsi obat sesuai anjuran. Hal ini merupakan alasan yang tepat untuk
menggantinya dengan obat obatan yang lain, misalnya antipsikotik konvensonal
dapat diganti dengan newer atipycal antipsycotic atau newer atipycal antipsycotic
diganti dengan antipsikotik atipikal lainnya. Clozapine dapat menjadi cadangan
yang dapat bekerja bila terapi dengan obat-obatan diatas gagal.

Pengobatan Selama fase Penyembuhan

Sangat penting bagi pasien untuk tetap mendapat pengobatan walaupun


setelah sembuh. Penelitian terbaru menunjukkan 4 dari 5 pasien yang behenti
minum obat setelah episode petama Skizofrenia dapat kambuh. Para ahli
merekomendasikan pasien-pasien Skizofrenia episode pertama tetap mendapat
obat antipskotik selama 12-24 bulan sebelum mencoba menurunkan dosisnya.
Pasien yang mendertia Skizofrenia lebih dari satu episode, atau balum sembuh
total pada episode pertama membutuhkan pengobatan yang lebih lama. Perlu
diingat, bahwa penghentian pengobatan merupakan penyebab tersering
kekambuhan dan makin beratnya penyakit.
26

Tabel 1. Sediaan Obat Anti Psikosis dan Dosis Anjuran

Nama Generik Sediaan Dosis

Klorpromazin Tablet, 25 dan 100 mg, 150 - 600 mg/hari

Injeksi 25 mg/ml

Haloperidol Tablet, 0,5 mg, 1,5 mg, 5 mg, 5 - 15 mg/hari

Injeksi 5 mg/ml

Perfenazin Tablet 2, 4, 8 mg 12 - 24 mg/hari

Flufenazin Tablet 2,5 mg, 5 mg 10 - 15 mg/hari

Flufenazin dekanoat Inj 25 mg/ml 25 mg/2-4 minggu

Levomeprazin Tablet 25 mg, Injeksi 25 mg/ml 25 - 50 mg/hari

Trifluperazin Tablet 1 mg dan 5 mg 10 - 15 mg/hari

Tioridazin Tablet 50 dan 100 mg 150 - 600 mg/hari


27

Sulpirid Tablet 200 mg 300 – 600 mg/hari

Injeksi 50 mg/ml 1 - 4 mg/hari

Pimozide Tablet 1 dan 4 mg 1 - 4 mg/hari

Risperidon Tablet 1, 2, 3 mg 2 - 6 mg/hari

2. Terapi Psikososial3

a. Terapi perilaku

Teknik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan


ketrampilan sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan
memenuhi diri sendiri, latihan praktis, dan komunikasi interpersonal. Perilaku
adaptif adalah didorong dengan pujian atau hadiah yang dapat ditebus untuk hal-
hal yang diharapkan, seperti hak istimewa dan pas jalan di rumah sakit. Dengan
demikian, frekuensi perilaku maladaptif atau menyimpang seperti berbicara
lantang, berbicara sendirian di masyarakat, dan postur tubuh aneh dapat
diturunkan.

b. Terapi berorientasi-keluarga

Terapi ini sangat berguna karena pasien skizofrenia seringkali dipulangkan


dalam keadaan remisi parsial, keluraga dimana pasien skizofrenia kembali
seringkali mendapatkan manfaat dari terapi keluarga yang singkat namun intensif
(setiap hari). Setelah periode pemulangan segera, topik penting yang dibahas
didalam terapi keluarga adalah proses pemulihan, khususnya lama dan
kecepatannya. Seringkali, anggota keluarga, didalam cara yang jelas mendorong
sanak saudaranya yang terkena skizofrenia untuk melakukan aktivitas teratur
28

terlalu cepat. Rencana yang terlalu optimistik tersebut berasal dari ketidaktahuan
tentang sifat skizofreniadan dari penyangkalan tentang keparahan penyakitnya.
Ahli terapi harus membantu keluarga dan pasien mengerti skizofrenia tanpa
menjadi terlalu mengecilkan hati. Sejumlah penelitian telah menemukan bahwa
terapi keluarga adalah efektif dalam menurunkan relaps. Didalam penelitian
terkontrol, penurunan angka relaps adalah dramatik. Angka relaps tahunan tanpa
terapi keluarga sebesar 25-50 % dan 5 - 10 % dengan terapi keluarga.

c. Terapi kelompok

Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana,


masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok mungkin terorientasi
secara perilaku, terorientasi secara psikodinamika atau tilikan, atau suportif.
Terapi kelompok efektif dalam menurunkan isolasi sosial, meningkatkan rasa
persatuan, dan meningkatkan tes realitas bagi pasien skizofrenia. Kelompok yang
memimpin dengan cara suportif, bukannya dalam cara interpretatif, tampaknya
paling membantu bagi pasien skizofrenia.

d. Psikoterapi individual

Penelitian yang paling baik tentang efek psikoterapi individual dalam


pengobatan skizofrenia telah memberikan data bahwa terapi alah membantu dan
menambah efek terapi farmakologis. Suatu konsep penting di dalam psikoterapi
bagi pasien skizofrenia adalah perkembangan suatu hubungan terapetik yang
dialami pasien sebagai aman. Pengalaman tersebut dipengaruhi oleh dapat
dipercayanya ahli terapi, jarak emosional antara ahli terapi dan pasien, dan
keikhlasan ahli terapi seperti yang diinterpretasikan oleh pasien. Hubungan antara
dokter dan pasien adalah berbeda dari yang ditemukan di dalam pengobatan
pasien non-psikotik. Menegakkan hubungan seringkali sulit dilakukan; pasien
skizofrenia seringkali kesepian dan menolak terhadap keakraban dan kepercayaan
dan kemungkinan sikap curiga, cemas, bermusuhan, atau teregresi jika seseorang
mendekati. Pengamatan yang cermat dari jauh dan rahasia, perintah sederhana,
kesabaran, ketulusan hati, dan kepekaan terhadap kaidah sosial adalah lebih
disukai daripada informalitas yang prematur dan penggunaan nama pertama yang
29

merendahkan diri. Kehangatan atau profesi persahabatan yang berlebihan adalah


tidak tepat dan kemungkinan dirasakan sebagai usaha untuk suapan, manipulasi,
atau eksploitasi.

3.Perawatan di Rumah Sakit (Hospitalization)

Indikasi utama perawatan rumah sakit adalah untuk tujuan diagnostik,


menstabilkan medikasi, keamanan pasien karena gagasan bunuh diri atau
membunuh, prilaku yang sangat kacau termasuk ketidakmampuan memenuhi
kebutuhan dasar. Tujuan utama perawatan dirumah sakit yang harus ditegakkan
adalah ikatan efektif antara pasien dan sistem pendukung masyarakat. Rehabilitasi
dan penyesuaian yang dilakukan pada perawatan rumahsakit harus direncanakan.

Dokter harus juga mengajarkan pasien dan pengasuh serta keluarga pasien
tentang skizofrenia. Perawatan di rumah sakit menurunkan stres pada pasien dan
membantu mereka menyusun aktivitas harian mereka. Lamanya perawatan rumah
sakit tergantung dari keparahan penyakit pasien dan tersedianya fasilitas
pengobatan rawat jalan. Rencana pengobatan di rumah sakit harus memiliki
orientasi praktis ke arah masalah kehidupan, perawatan diri, kualitas hidup,
pekerjaan, dan hubungan sosial. Perawatan di rumah sakit harus diarahkan untuk
mengikat pasien dengan fasilitas perawatan termasuk keluarga pasien. Pusat
perawatan dan kunjungan keluarga pasien kadang membantu pasien dalam
memperbaiki kualitas hidup.

3.8 Prognosis

Menurut Kraepelin dan Bleuler,skizofrenia hebefrenik dan jenis jenis


skizofrenia tipe sederhana lainnya memiliki prognosis yang paling buruk,
dibandingkan dengan tipe paranoid atau katatonik akut yang memiliki reaksi
cepat,namun ada juga yang berkembang menjadi kronik dan semakin lama
semakin memburuk.4
30

Berikut daftar faktor yang mempengaruhi prognosis penderita skizofrenia :

Perihal Prognosis Baik Prognosis Buruk

Onset Lama muda

Faktor pencetus Jelas Tidak ada

Onset Akut Tidak jelas

Riwayat sosial ,seksual Baik Buruk


dan pekerjaan premorbid

Gejala Gangguan mood Perilaku menarik


diri,autistik

Status Perkawinan Menikah Tidak


menikah,bercerai,atau
janda/duda

Riwayat keluarga Gangguan mood Skizofrenia

Dukungan Baik Buruk

Gejala Gejala Positif Gejala negatif

Ada tanda dan gejala


neurologis,

Riwayat trauma
perinatal,tidak ada remisi
dalam 3 tahun,banyak
relaps

Вам также может понравиться