Вы находитесь на странице: 1из 91

SKRIPSI

TINGKAT NYERI AKIBAT PEMASANGAN INFUS DENGAN TEKNIK


DISTRAKSI PADA ANAK USIA SEKOLAH YANG DIRAWAT DIRUANG
IRD RSUD H.A SULTAN DAENG RAJA KABUPATEN BULUKUMBA
TAHUN 2010

Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada Program Studi Ilmu
Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar

Oleh :

NUR AWALIAH RASYID


C 121 09 504

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
HASANUDDIN MAKASSAR
2010
KATA PENGANTAR

Assalamu’allaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah Penulis panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang

telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Teknik Distraksi terhadap

Penurunan Nyeri Pemasangan Infus pada Anak Usia Sekolah Di Ruang IRD

RSUD H.A Sultan Daeng Raja Kabupaten Bulukumba”

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam

menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar.

Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis memperoleh banyak

bimbingan, arahan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, dalam kesempatan

berbahagia ini penulis ingin mengucapkan rasa hormat, simpati serta terima kasih

yang sedalam-dalamnya kepada :

1. Prof. Irawan Yusuf, Ph.D selaku Dekan Fakultas Kedokteran Program Studi

Ilmu Keperawatan Universitas Hasanuddin Makassar.

2. Prof. Dr. dr. Ilhamjaya Patellongi,M.Kes Selaku Ketua Program Studi Ilmu

Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar dan

selaku Dewan Penguji I.

3. Ibu Kadek Ayu Erika,S.Kep,Ns,M.Kes selaku pembimbing I dan Ibu Tuti

Seniwati,S.Kep,Ns selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan

dan arahan selama penyusunan ini dimulai dari proposal hingga hasil penelitian.

45
4. Ibu Suni Hariati,S.Kep,Ns,M.Kep selaku Dewan Penguji II yang telah

memberikan masukan dan arahan demi penyempurnaan skripsi ini.

5. Ibu dr.Hj.A.Diah Marni Gandhis,MARS selaku Direktur RSUD H.A Sultan

Daeng Raja beserta stafnya yang memberikan izin uuntuk melakukan

penelitian diwilayah kerjanya.

6. Seluruh staf Pengajar dan Karyawan Program Studi Ilmu Keperawatan

Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar.

7. Teman-teman seperjuangan PSIK UNHAS 2009 dan keluarga besar yang

telah banyak membantu dan mensupport penulis dalam penyelesaian skripsi

ini.

Semoga segala bentuk bantuan dari semua pihak bernilai ibadah dan

mendapat balasan dari Allah SWT.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan, untuk itu segala kritik dan saran yang bersifat konstruktif sangat

penulis harapkan dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Makassar, Februari 2010

Nur Awaliah Rasyid

45
KATA PENGANTAR

Assalamu’allaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah Penulis panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang

telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga usulan proposal dengan judul

“Tingkat Nyeri pada Pemasangan Infus dengan Teknik Distraksi pada Anak Usia

Sekolah Di Ruang IRD RSUD H.A Sultan Daeng Raja Kabupaten Bulukumba”

dapat di selesaikan untuk di ujiankan pada seminar proposal tanggal

17 Desember 2010.

Ucapan terima kasih yang tulus serta limpahan hormat penulis haturkan

kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta, Suamiku Irvan Handy dan Fiqry anakku

tersayang. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis

haturkan kepada Ibu Kadek Ayu Erika,S.Kep,Ns,M.Kes dan Ibu Tuti

Seniwati,S.Kep,Ns selaku pembimbing pertama dan kedua yang telah meluangkan

waktu, tenaga dan pikirannya untuk memberikan bimbingan dan arahan kepada

Penulis.

Terimakasih pula penulis ucapkan kepada :

1. Prof. Irawan Yusuf, Ph.D selaku Dekan Fakultas Kedokteran Program Studi

Ilmu Keperawatan Universitas Hasanuddin Makassar.

2. Dr. dr. Ilhamjaya Patellongi,M.Kes Selaku Ketua Program Studi Ilmu

Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar dan

selaku Dewan Penguji I.

45
3. Ibu Suni Hariati,S.Kep,Ns,M.Kep selaku Dewan Penguji II yang akan

meluangkan waktu serta memberikan saran kepada penulis saat seminar

proposal penelitian nanti.

4. Seluruh staf Pengajar dan Karyawan Program Studi Ilmu Keperawatan

Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar. Dan teman-teman

mahasiswa seperjuangan. Serta semua pihak yang terkait yang tidak bisa

disebutkan satu-persatu.

Penulis sadari bahwa usulan proposal ini masih jauh dari kesempurnaan.

Oleh karena itu saran dan masukan dari dewan penguji I dan II guna perbaikan

proposal ini sangat kami harapkan. Serta dukungan, waktu dan bimbingan dari

pembimbing I dan II senantiasa kami butuhkan hingga penyusunan Skripsi.

Makassar, Desember 2010

Nur Awaliah Rasyid

45
ABSTRAK
Nur Awaliah Rasyid,”TINGKAT NYERI AKIBAT PEMASANGAN INFUS
DENGAN TEKNIK DISTRAKSI PADA ANAK USIA SEKOLAH YANG DIRAWAT
RUANG IRD RSUD H.A SULTAN DAENG RAJA KABUPATEN BULUKUMBA”.
Dibimbing oleh Ibu Kadek Ayu Erika dan Ibu Tuti Seniwati. Jumlah
61 halaman + 3 tabel + 9 lampiran.
Latar belakang : Rumah sakit merupakan tempat dimana anak sering mengalami
prosedur medis yang menyakitkan seperti pemasangan infus sehingga menimbulkan
stress situasional,kecemasan dan pengalaman yang tidak menyenangkan bagi anak. Untuk
mengurangi nyeri tersebut maka sebaiknya dilakukan tindakan non farmakologis seperti
teknik distraksi.
Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat nyeri yang
dirasakan oleh anak usia sekolah pada pemasangan infus setelah dilakukan teknik
distraksi.
Metode : Penelitian ini menggunakan desain penelitian pra eksperimental dengan
rancangan post test only design dengan jumlah sampel 37 orang anak usia sekolah (6-12
tahun) yang dirawat di ruang IRD RSUD H.A Sultan Daeng Raja Kabupaten Bulukumba
dan menggunakan teknik sampling non-propability sampling yaitu consecutive sampling.
Hasil : Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 37 subjek penelitian yang diberikan
teknik distraksi pada saat pemasangan infus ditemukan 19 orang (51,4 %) yang
mengalami nyeri ringan, 9 orang (24,3 %) yang mengalami nyeri sedang dan 9 orang
(24,3 %) yang mengalami nyeri berat.
Kesimpulan :Tingkat nyeri yang dirasakan anak usia sekolah pada saat pemasangan
infus setelah dilakukan teknik distraksi sebagian besar mengalami nyeri ringan. Teknik
distraksi merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengurangi nyeri akibat
pemasangan infus
Kata Kunci : Tingkat nyeri, Pemasangan infus, Teknik Distraksi, Anak usia sekolah.
Sumber Pustaka : 20 (1993-2010)
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……………………………………………….……………. i

HALAMAN PERSETUJUAN…………………………………….………...…...ii

HALAMAN PENGESAHAN…………………………………………...…….....iii

KATA PENGANTAR……………………………………………………………iv

DAFTAR ISI.……………………………………………………………………vi

BAB I Pendahuluan

A. Latar Belakang………………………………………………...…....1

B. Rumusan Masalah ………………………………………………….5

C. Tujuan Penelitian …………………………………………………..6

D. Manfaat Penelitian …………………………………………………7

BAB II Tinjauan Pustaka

A. Tinjauan Tentang Nyeri……... ……………………….……………8

B. Tinjauan Tentang Teknik Distraksi ….……………………………25

C. Tinjauan Tentang Anak Usia Sekolah…..…………………………28

D. Tinjauan Tentang Pemasangan Infus……………………………...34

BAB III Kerangka Konsep ……………………………………..……………..39

BAB IV Metode Penelitian

A. Desain Penelitian …………………………………………………40

B. Tempat dan Waktu Penelitian……..………………………………40

C. Populasi dan Sampel………..…………...…………………………40

D. Alur Penelitian……………………………………………………..42

E. Defenisi Operasional……………………………………………….44

6
F. Instrumen Penelitian……………..…………………………………45

G. Pengolahan Data…………………………………………………..45

H. Etika Penelitian ……………………………………………………46

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN………………………………………..47

A. Hasil………………………………………………………………...47

B. Pembahasan…………………………………………………………51

C. Keterbatasan Penelitian……………………………………………..59

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN………………………………………60

A. Kesimpulan………………………………………………………….60

B. Saran………………………………………………………………...60

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

7
DAFTAR TABEL/DIAGRAM

Tabel 1 Distribusi responden berdasarkan karakteristik demografi

responden di ruang IRD RSUD H.A Sultan Daeng Raja Kabupaten

Bulukumba tahun 2011…………...…………………………….. 48

Tabel 2 Distribusi responden berdasarkan tingkat nyeri post test di ruang

IRD RSUD H.A Sultan Daeng Raja Kabupaten Bulukumba tahun

2011………………………………………………………………49

Tabel 3 Tabulasi silang tingkat nyeri pada pemasangan infus setelah

dilakukan teknik distraksi berdasarkan kelompok umur, jenis

kelamin dan pengalaman infus yang lalu di ruang IRD RSUD H.A

Sultan Daeng Raja Kabupaten Bulukumba tahun 2011.................50

Diagram 1 Tingkat nyeri pada pemasangan infus setelah dilakukan teknik

distraksi berdasarkan umur di ruang IRD RSUD H.A Sultan

Daeng Raja Kabupaten Bulukumba tahun

2011…............................................................................................50

Diagram 2 Tingkat nyeri pada pemasangan infus setelah dilakukan teknik

distraksi berdasarkan jenis kelamin di ruang IRD RSUD H.A

Sultan Daeng Raja Kabupaten Bulukumba tahun

2011………………………………………………………………51

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat rekomendasi penelitian dari Balitbangda Kabupaten

Bulukumba kepada Direktur RSUD H.A Sultan Daeng Raja

Kabupaten Bulukumba

Lampiran 2 Surat permohonan kesediaan menjadi responden

Lampiran 3 Surat persetujuan menjadi responden

Lampiran 4 Prosedur pelaksanaan teknik distraksi

Lampiran 5 Skala pengukuran nyeri “wajah”

Lampiran 6 Lembar observasi

Lampiran 7 Lembar master tabel hasil penelitian

Lampiran 8 Lembar hasil uji statistik dengan program SPSS 16,0

Lampiran 9 Surat keterangan telah melaksanakan penelitian di RSUD H.A

Sultan Daeng Raja Kabupaten Bulukumba


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kondisi sakit dan hospitalisasi sering kali menimbulkan krisis pada

kehidupan anak dimana akan menimbulkan stress pada anak karena menghadapi

lingkungan yang asing dan terjadi gangguan pada gaya hidup mereka. Stressor

utama dari hospitalisasi diantaranya adalah karena perpisahan, kehilangan

kendali, cedera tubuh dan nyeri (Wong, 2008)

International Association of Pain (1979) menyatakan bahwa nyeri

adalah suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan

yang berkaitan dengan kerusakan jaringan baik aktual maupun potensial.

Persepsi nyeri pada anak kompleks dan sering sulit untuk dinilai. Meskipun bayi

dan anak telah mengalami nyeri pada awal kehidupan, namun ada banyak faktor

yang mempengaruhi persepsi anak tentang nyeri seperti usia anak, tingkat

perkembangan, keterampilan kognitif, pengalaman sebelumnya dan keyakinan

yang terkait. Pada anak usia sekolah biasanya mengkomunikasikan secara verbal

nyeri yang mereka alami berkaitan dengan letak, intensitas, dan deskripsinya.

(Srouji.R, Ranapalen.S & Schneeweiss.S, 2010).

Rumah sakit merupakan tempat dimana anak sering mengalami prosedur

medis yang menyakitkan dan tak terduga seperti pemasangan infus sehingga

menimbulkan stress situasional dan kecemasan yang mengarahkan pada

pengalaman yang tidak menyenangkan bagi anak. Reaksi yang ditunjukkan juga

bermacam-macam sesuai dengan usia mereka. Reaksi anak

1
usia sekolah terhadap perlukaan atau rasa nyeri akan ditunjukkan dengan

ekspresi, baik secara verbal maupun non verbal karena anak sudah mampu

mengkomunikasikannya. Anak-anak cenderung bertindak agresif yaitu sebagai

pertahanan diri, bertindak dengan mengekspresikan secara verbal yaitu dengan

mengeluarkan kata-kata mendesis, membentak dan sebagainya, serta dapat

bersikap dependent yaitu menutup diri, tidak kooperatif. (Supartini, 2004;

Wong, 2008).

Anak yang mengalami prosedur yang menimbulkan nyeri cenderung

memperlihatkan perilaku yang negatif termasuk menendang, berteriak-teriak

dan melakukan perlawanan. Perilaku yang negatif seperti ini dapat

menyulitkan pelaksanaan prosedur tersebut sehingga bisa terjadi kecelakaan

baik pada anak itu sendiri maupun petugas kesehatan.Selain itu hal ini dapat

membuat ketegangan pada petugas kesehatan dan orang tua yang bisa

mengganggu pelaksanaan prosedur (Bart Smet,1994).

Menangis selama prosedur medis, misalnya karena jarum suntik atau

pemasangan infus telah dipertimbangkan sebagai indikator nyeri untuk bayi.

Akan tetapi masih sedikit penelitian mengenai menangis yang disebabkan oleh

nyeri. Dalam penelitian lain tentang tindakan invasive yang menggunakan jarum

(tindakan aspirasi sumsum tulang dan fungsi lumbar), didapatkan bahwa

anak usia muda yang mengalami tindakan tersebut menunjukan menangis lebih

keras dari pada anak yang lebih tua (Yates et al, 1998)

Mengurangi intensitas nyeri merupakan kebutuhan dasar dan hak dari

setiap anak. Profesional kesehatan sebaiknya memiliki kemampuan untuk

2
mencoba berbagai intervensi untuk mengontrol intensitas nyeri. Dalam

penatalaksanaan nyeri biasa digunakan manajemen nyeri baik secara

farmakologik dengan menggunakan analgetik dan narkotik maupun non

farmakologik seperti teknik distraksi, teknik relaksasi dan teknik stimulasi kulit.

Namun sebaiknya tindakan nonfarmakologis harus di dahulukan daripada

tindakan farmakologis. Karena tindakan nonfarmakologis lebih ekonomis, lebih

adekuat dalam mengontrol nyeri dan tidak ada efek samping. Hal ini dilakukan

dengan harapan anak tidak mengalami trauma psikologis dan melakukan

penolakan terhadap tindakan invasif pemasangan infus (Priharjo, 1993).

Intervensi nonfarmakologis dalam mengatasi nyeri pada anak paling

efektif bila disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak. Pada anak

sekolah teknik distraksi sangat efektif digunakan untuk mengalihkan nyeri, hal

ini disebabkan karena distraksi merupakan metode dalam upaya menurunkan

nyeri pada anak, dan sering membuat pasien lebih banyak menahan nyeri. Selain

itu anak usia sekolah juga sudah dapat di ajak bekerja sama dan memiliki

kemampuan kognitif yang memadai.( Hasanpour dikutip dalam Tufecki et al,

2009)

Beberapa penelitian menyatakan bahwa penggunaan metode

nonfarmakologis seperti teknik distraksi dapat mengurangi nyeri. Di Turki,

kehadiran orang tua adalah satu-satunya metode nofarmakologis yang terbaik

untuk menghilangkan rasa sakit pada tindakan prosedural. Penelitian lain

menunjukkan bahwa penggunaan keleidoskop sebagai alat distraksi visual

3
dapat menurunkan intensitas nyeri pada pelaksanaan fungsi vena pada anak.

Dari 206 anak yang diteliti, ada 105 anak yang diberi intervensi dan 101 anak

yang menjadi kelompok kontol (tanpa intervensi). Dari penelitian ini didapatkan

bahwa tingkat nyeri yang dirasakan anak yang diberi intervensi lebih rendah

dibanding dengan kelompok kontrol. Di Indonesia sendiri juga telah banyak

yang melakukan penelitian tentang penggunaan teknik distraksi untuk

menurunkan intensitas nyeri, seperti pada penelitian A.Suci.E (2005) yang

membuktikan bahwa teknik distraksi musik dengan menggunakan musik anak-

anak memiliki efektivitas yang lebih tinggi dalam menurunkan nyeri pada

anak-anak, terutama pada saat pemasangan infus ( Tufecki et al, 2009; A.Suci.E

dikutip dalam Widyastuti et al, 2010).

Selain penelitian tentang upaya untuk menurunkan intensitas nyeri

akibat prosedur medis yang menyakitkan seperti karena pemasangan infus,

adapula penelitian tentang respon nyeri yang dialami oleh anak pada saat

pemasangan infus. Menurut penelitian Mediani et al, (2005) yang menyatakan

bahwa anak mampu mengungkapkan rasa nyeri yang dialaminya pada saat

pemasangan infus dan terdapat perbedaan respon nyeri yang ditampilkan anak

dimana untuk infant, balita dan anak usia sekolah menunjukkan bahwa anak

mengalami nyeri pada saat pemasangan infus sedangkan untuk anak remaja

tidak menunjukkan respon nyeri baik pada respon fisiologis maupun respon

perilaku. Namun pada penelitian ini tidak digambarkan tentang tingkatan nyeri

yang dirasakan oleh anak yang mengalami nyeri (Mediani.H.S, Mardhiyah.A

& Rakhmawati,W , 2005)

4
Data RSUD H.A Sultan Daeng Raja Kabupaten Bulukumba

menunjukkan bahwa dari 2368 anak yang di rawat tahun 2009, 867 anak (36,6

%) adalah anak dengan usia 6-12 tahun. Sedangkan anak usia sekolah (6-12

tahun) yang dirawat dari bulan Januari sampai September 2010 sebanyak 868

anak (37,7 %) dari 2301 anak yang di rawat. Hal ini menunjukkan

peningkatan jumlah anak usia sekolah yang di rawat pada periode yang sama

sebanyak 216 anak (33,1 %). Dari seluruh anak yang dirawat, 100 % anak

tersebut mendapatkan tindakan invasif pemasangan infus (Data RSUD H.A

Sultan Dg Raja Kab. Bulukumba, 2010).

Hasil wawancara sederhana peneliti dengan seorang perawat pelaksana

ruang IRD serta seorang anak yang dirawat di ruang perawatan anak RSUD H.A

Sultan Dg Raja Kab. Bulukumba, didapatkan bahwa teknik non farmakologis

untuk mengurangi nyeri pada pemasangan infus belum dilakukan

sedangkan anak mengatakan dia merasa sangat nyeri saat dilakukan tindakan

pemasangan infus.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti mencoba untuk

mengembangkan penelitian tentang “Tingkat nyeri akibat pemasangan

infus dengan teknik distraksi pada anak usia sekolah yang dirawat di

Ruang IRD Rumah Sakit Umum daerah H.A Sultan dg Raja Kabupaten

Bulukumba”

B. Rumusan Masalah

Rumah sakit merupakan tempat dimana anak sering mengalami

prosedur medis yang menyakitkan dan tak terduga seperti pemasangan infus

5
sehingga menimbulkan stress situasional dan kecemasan yang mengarahkan

pada pengalaman yang tidak menyenangkan bagi anak. Reaksi yang ditunjukkan

juga bermacam-macam sesuai dengan usia mereka. Anak-anak cenderung

bertindak agresif yaitu sebagai pertahanan diri, bertindak dengan

mengekspresikan secara verbal yaitu dengan mengeluarkan kata-kata

mendesis, membentak dan sebagainya, serta dapat bersikap dependent yaitu

menutup diri, tidak kooperatif. Untuk mengurangi nyeri tersebut maka

sebaiknya dilakukan tindakan non farmakologis seperti teknik distraksi.

Namun sebaiknya perlu pula diketahui tingkat nyeri yang dirasakan anak pada

saat pemasangan infus setelah diberi teknik distraksi.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian

sebagai berikut : “Bagaimana tingkat nyeri akibat pemasangan infus dengan

teknik distraksi pada anak usia sekolah yang dirawat di Ruang IRD H.A

Sultan Daeng Raja Kabupaten Bulukumba“.

C. Tujuan Penelitian

a. Tujuan Umum

Mengetahui gambaran tingkat nyeri yang dirasakan anak usia sekolah pada

pemasangan infus dengan teknik distraksi

b. Tujuan Khusus

Mengidentifikasi tingkat nyeri yang dirasakan anak usia sekolah pada

pemasangan infus dengan teknik distraksi

6
D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dilakukan penelitian ini adalah :

1. Bagi Rumah Sakit

Memberi masukan bagi rumah sakit dalam meningkatkan kualitas pelayanan

kesehatan khususnya pada anak yang mendapat tindakan pemasangan infus.

2. Bagi Pendidikan

Sebagai sumbangan ilmiah dan masukan untuk pengembangan ilmu

pengetahuan keperawatan di Indonesia khususnya dapat senantiasa

berkembang dan meningkatkan pemahaman tentang pemasangan infus

pada anak.

3. Bagi Penelitian

Sebagai data untuk penelitian lebih lanjut dalam kaitannya dengan proses

keperawatan anak dalam hal tindakan pemasangan infus sekaligus

memberi masukan bagi peningkatan mutu asuhan keperawatan anak.

4. Bagi Peneliti

Sebagai bahan pengetahuan untuk mendapatkan pengalaman dan

meningkatkan kemampuan diri dalam bidang penelitian serta menambah

pengetahuan tentang tinkat nyeri yang dirasakan anak usia sekolah pada

pemasangan infus dengan teknik distraksi.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Nyeri

1. Defenisi Nyeri

Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak

menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan baik yang aktual maupun

potensial. Dari defenisi ini, pemahaman tentang nyeri lebih menitikberatkan

bahwa nyeri adalah kejadian fisik, yang tentu saja untuk penatalaksanaan

nyeri menitikberatkan pada manipulasi fisik atau menghilangkan kausa

nyeri (Tamsuri, 2007).

Nyeri dapat dibedakan menjadi nyeri akut yaitu nyeri yang biasanya

berlangsung singkat (waktu atau durasinya dari 1 detik sampai kurang dari

6 bulan) dan nyeri kronik yaitu nyeri yang berkembang lebih lambat dan

terjadi dalam waktu yang lebih lama sehingga terkadang pasien sulit untuk

mengingat sejak kapan nyeri tersebut dirasakan. Nyeri juga dapat

dibedakan menjadi nyeri somatogenik yaitu nyeri secara fisik dan nyeri

psikogenik yaitu nyeri secara psikis atau mental.

Nyeri merupakan tanda penting terhadap adanya gangguan atau akibat

dari stimulasi fisik dan mental atau stimuli emosional. Oleh karena itu

dalam hal pengkajian dan penatalaksanaannya tidak hanya akan

menitikberatkan pada faktor fisik semata tapi juga faktor mental dan

emosional yang mempengaruhi persepsi individu tentang nyeri.

8
Pokok penting yang harus diingat adalah , apa yang “dikatakan”

tentang nyeri adalah tidak pada pernyataan verbal. Beberapa pasien tidak

dapat atau tidak akan melaporkan secara verbal bahwa mereka mengalami

nyeri. Karenanya, perawat juga bertanggung jawab terhadap perilaku non

verbal yang dapat terjadi bersamaan dengan nyeri (Brunner & Suddarth,

2002).

2. Fisiologi Nyeri

Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima

rangsang nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah

ujung saraf bebas dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat

yang secara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut juga nosiseptor. Secara

anatomis, nosiseptor ada yang bermielin dan ada juga yang tidak bermielin

dari saraf perifer.

Berdasarkan letaknya, nosiseptor dapat dikelompokkan dalam

beberapa bagian tubuh yaitu pada kulit dan subkutan (kutaneus), somatik

dalam (deep somatic), dan pada daerah visceral. Karena letaknya berbeda-

beda maka nyeri yang timbul juga memiliki sensasi yang berbeda.Nyeri

yang berasal dari kutaneus biasanya mudah untuk dilokalisasi dan

didefenisikan. Reseptor kutaneus terbagi dalam 2 komponen :

a. Serabut A delta

Merupakan serabut komponen cepat (kecepatan transmisi 6-30

m/det) yang memungkinkan timbulnya nyeri tajam, yang akan cepat hilang

apabila penyebab nyeri dihilangkan

99
b. Serabut C

Merupakan serabut komponen lambat (kecepatan transmisi 0,5-2

m/det) yang terdapat pada daerah yang lebih dalam, nyeri biasanya bersifat

tumpul dan sulit dilokalisasi.

Struktur reseptor nyeri somatic dalam meliputi reseptor nyeri

yang terdapat pada tulang, pembuluh darah, saraf, otot, dan jaringan

penyangga lainnya. Karena struktur reseptornya kompleks, nyeri yang

timbul merupakan nyeri yang tumpul dan sulit dilokalisasi.

Reseptor nyeri jenis ketiga adalah reseptor visceral yang meliputi

organ-organ visceral seperti jantung, hati, usus, ginjal dan sebagainya.

Nyeri yang timbul biasanya terus-menerus dan tidak sensitif terhadap

pemotongan organ tetapi sangat sensitive terhadap penekanan, iskemia dan

inflamasi ( Tamsuri,2007).

Terdapat berbagai teori yang berusaha menggambarkan

bagaimana nosiseptor dapat menghasilkan rangsang nyeri. Sampai saat

ini dikenal berbagai teori yang mencoba menjelaskan bagaimana nyeri

dapat timbul, namun teori gate control yang dianggap paling relevan

(Tamsuri,2007).

Teori gate control dari Melzack & Wall (1978) mengusulkan bahwa

impuls nyeri dapat diatur atau dihambat oleh mekanisme pertahanan

disepanjang sistem saraf pusat. Teori ini menyatakan bahwa impuls nyeri

dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka dan impuls

101
0
dihambat saat sebuah pertahanan tertutup. Upaya menutup pertahanan

tersebut merupakan dasar teori menghilangkan nyeri.

Suatu keseimbangan aktivitas dari neuron sensori dan serabut

control desenden dari otak mengatur proses pertahanan. Neuron delta-A

dan C melepaskan substansi C untuk mentransmisi impuls melaui

mekanisme pertahanan. Selain itu, terdapat mekanoreseptor , neuron delta-

A yang lebih tebal yang lebih cepat melepaskan neurotransmitter

penghambat. Apabila masukan yang dominan berasal dari serabut beta-A

maka akan menutup mekanisme pertahanan. Diyakini mekanisme

penutupan ini dapat terlihat saat perawat mengusap punggung klien

dengan lembut. Pesan yang dihasilkan akan menstimuli mekanoreseptor,

apabila masukan yang dominan berasal dari serabut delta-A dan serabut C,

maka akan membuka pertahanan tersebut dan klien mempersepsikan

sensasi nyeri. Bahkan jika impuls nyeri dihantarkan ke otak, terdapat pusat

kortek yang lebih tinggi di otak yang memodifikasi nyeri. Alur saraf

desenden melepaskan opiate endogen, seperti endorphin dan dinorfin,

suatu pembunuh alami nyeri dari dalam tubuh. Neuromodulator ini

menutup mekanisme pertahanan dengan menghambat pelepasan substansi

P. Teknik distraksi, konseling dan pemberian plasebo merupakan upaya

untuk melepaskan endorfin ( Potter,2005 ).

Anas Tamsuri tahun 2007 menyatakan bahwa ada beberapa

respon tubuh terhadap nyeri, antara lain :

11
1. Respon Fisik

Respon fisik timbul karena pada saat impuls nyeri

ditransmisikan oleh medulla spinalis menuju batang otak dan

thalamus, system saraf otonom terstimulasi, sehingga menimbulkan

respon yang serupa dengan respon tubuh terhadap nyeri. Respon

fisiologis terhadap nyeri dibedakan menjadi reaksi simpatis dan

parasimpatis.Adapun reaksi simpatis tubuh terhadap nyeri antara lain

a. Dilatasi saluran pernapasan dan peningkatan respirasi rate

b. Peningkatan heart rate

c. Vasokontriksi perifer sehingga meningkatkan tekanan darah

d. Peningkatan nilai gula darah

e. Diaporesis

f. Peningkatan kekuatan otot

g. Dilatasi pupil

h. Penurunan motilitas gastro intestinal

Respon fisik timbul karena Sedangkan reaksi parasimpatis

tubuh terhadap nyeri antara lain:

a. Muka pucat

b. Kelelahan otot

c. Peburuban tekanan darah dan nadi

d. Napas cepat dan tidak teratur

e. Mual dan muntah

f. Kelelahan.

12
2. Respon Psikologis

Respon psikologis sangat berkaitan dengan pemahaman klien

terhadap nyeri yang terjadi. Arti nyeri bagi individu berbeda-beda

antara lain :

a. Bahaya atau merusak

b. Komplikasi seperti infeksi

c. Penyakit baru

d. Penyakit yang berulang

e. Penyakit yang fatal

f. Peningkatan ketidakmampuan

g. Kehilangan mobilitas

h. Menjadi tua

i. Sembuh

j. Perlu untuk penyembuhan

k. Hukuman karena berdosa l.

Tantangan

m. Penghargaan terhadap penderitaan orang lain

n. Sesuatu yang harus ditoleransi

o. Bebas dari tanggung jawab yang tidak dikehendaki.

Pemahaman dan pemberian arti bagi nyeri sangat dipengaruhi

tingkat pengetahuan, persepsi, pengalaman masa lalu, dan factor sosial

budaya.

13
3. Respon Perilaku

Respon perilaku yang ditampilkan oleh individu jika

mengalami nyeri bermacam-macam. Meinhart & Mc.Caffery (1983)

dalam Anas Tamsuri (2007) menggambarkan 3 fase perilaku

terhadap nyeri antara lain :

a. Fase antisipasi

Fase ini merupakan fase yang paling penting karena fase

ini menentukan dua fase berikutnya. Fase ini memungkinkan

seseorang belajar tentang nyeri dan upaya untuk menghilangkan

nyeri tersebut.Peran perwat sangat penting dalam fase ini

terutama dalam memberikan informasi terhadap klien.

b. Fase sensasi

Fase ini terjadi ketika klien merasakan nyeri. Karena nyeri

bersifat subyektif maka tiap orang menyikapinya dengan cara

yang berbeda. Toleransinya pun berbeda antara orang yang satu

dengan yang lain. Orang yang mempunyai tingkat toleransi yang

tinggi terhadap nyeri tidak akan mengeluh nyeri dengan stimulus

kecil dan mampu menahan stimulus nyeri tanpa bantuan.

Berbeda dengan orang yang memiliki tingkat toleransi yang rendah

terhadap nyeri akan mudah merasakan nyeri pada stimulus

kecil dan sudah berupaya mencegah nyeri sebelum nyeri itu datang.

14
Keberadaan enkafalin dan endorphin membantu

menjelaskan bagaimana orang yang berbeda merasakan tingkat

nyeri dari stimulus yang sama. Kadar endorphin berbeda pada

tiap individu dimana individu dengan kadar endorphin tinggi

sedikit merasakan nyeri sedangkan individu dengan kadar

endorphin yang rendah merasakan nyeri lebih besar.

Klien bisa mengungkapkan nyerinya dengan berbagai

cara, mulai dari ekspresi wajah, vokalisasi dan gerakan tubuh.

Ekspresi yang ditunjukkan itulah yang digunakan perawat untuk

mengenali pola perilaku yang menunjukkan nyeri. Perawat harus

melakukan pengkajian secara teliti apabila klien sedikit

mengekspresikan nyerinya. Karena belum tentu orang yang tidak

mengekspresikan nyeri tidak mengalami nyeri. Kasus seperti itu

tentunya membutuhkan bantuan perawat untuk membantu klien

mengkomunikasikan nyeri secara efektif.

c. Fase akibat (pasca nyeri)

Fase ini terjadi saat nyeri sudah berkurang atau hilang.

Pada fase ini klien masih membutuhkan kontrool dari perawat.

Karena nyeri bersifat krisis, sehingga dimungkinkan klien

mengalami gejala sisa pasca nyeri. Apabila klien mengalami

episode nyeri berulang, maka respon akibat (aftermath) dapat

menjadi masalah kesehatan yang berat. Peran perawat dalam

15
membantu memperoleh kontrol diri untuk meminimalkan rasa

takut akan kemunkinan berulang.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi nyeri

Ada banyak faktor yang bisa mempengaruhi respon nyeri pada

seseorang antara lain :

1. Budaya

Orang belajar dari budayanya tentang bagaimana mereka

berespon terhadap nyeri misalnya suatu daerah menganut kepercayaan

bahwa nyeri adalah akibat yang harus diterima karena mereka melakukan

kesalahan sehingga mereka tidak mengeluh jika mengalami nyeri.

2. Perhatian

Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat

mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan

dengan nyeri yang meningkat , sedangkan upaya distraksi diupayakan

dengan respon nyeri yang menurun ( Gill, 1990).

3. Pengalaman Nyeri yang Lalu

Individu dengan pengalaman nyeri berulang dapat mengetahui

ketakutan peningkatan nyeri dan pengobatannya tidak adekuat. Sekali

individu mengalam nyeri berat, individu tersebut mengetahui hanya

seberapa berat nyeri ini dapat terjadi. Sebaliknya, individu yang tidak

pernah mengalami nyeri hebat tidak mempunyai rasa takut terhadap nyeri

itu. Cara seseorang berespon terhadap nyeri adalah akibat dari

16
banyaknya kejadian nyeri selama rentang kehidupan.bagi beberapa orang,

nyeri masa lalu dapat saja menetap dan tidak terselesaikan,seperti

pada nyeri berkepanjangan atau kronis dan persisten ( Brunner &

Suddarth,2002).

4. Usia dan Nyeri

Pengaruh usia pada persepsi nyeri dan toleransi nyeri tidak

diketahui secara luas. Pengkajian nyeri pada lansia mungkin sulit

karena perubahan fisiologis dan psikologis yang menyertai proses

penuaan. Pada lansia cenderung memendam nyeri yang dialami, karena

mereka menganggap nyeri adalah hal yang harus dijalani dan mereka

takut kalau mengalami penyakit berat atau meninggal jika nyeri

diperiksakan (Brunner & Suddarth,2002).

5. Kecemasan dan Stressor lain

Pada umumnya diyakini bahwa ansietas akan meningkatkan

nyeri, tetapi ada pula riset yang tidak memperlihatkan suatu hubungan

yang konsisten antara ansietas dan nyeri. Namun, ansietas yang relevan

atau berhubungan dengan nyeri dapat meningkatkan persepsi pasien

terhaap nyeri (Brunner & Suddart,2002).

6. Efek plasebo

Efek placebo terjadi ketika seseorang berespon terhadap

pengobatan atau tindakan lain karena suatu harapan bahwa pengobatan

atau tindakan tersebut akan memberikan hasil bukan karena tindakan atau

pengobatan tersebut benar-benar bekerja. Menerima pengobatan

17
atau tindakan saja sudah memberikan efek positif. Individu yang

diberitahu bahwa suatu medikasi diperkirakan dapat meredakan nyeri

hampir pasti akan mengalami peredaan nyeri dibanding pasien yang

diberitahu bahwa medikasi yang didapatnya tidak mempunyai efek

apapun (Brunner & Suddarth,2002).

4. Mengkaji persepsi nyeri

Brunner & Suddart tahun 2002 menyatakan bahwa alat-alat

pengukuran nyeri dapat digunakan untuk mengkaji persepsi nyeri

seseorang. Agar alat-alat pengkajian nyeri dapat bermanfaat, alat tersebut

harus mmenuhi kriteria berikut :

a. Mudah dimengerti dan digunakan

b. Memerlukan sedikit upaya pada pihak pasien

c. Mudah dinilai

d. Sensitif terhadap perubahan kecil dalam intensitas nyeri.

Alat-alat pengkajian nyeri dapat digunakan untuk

mendokumentasikan kebutuhan intervensi, untuk mengevaluasi efektivitas

intervensi dan untuk mengidentifikasi kebutuhan akan intervensi alternatif

dan tambahan jika intervensi sebelumnya tidak efektif dalam meredakan

nyeri individu.

Nyeri sukar digambarkan, saat pasien mengeluh nyeri, dengarrkan

(lakukan sesuatu) karena nyerinya adalah apa yang ia rasakan meskipun iia

mungkin kesulitan menggambarkannya. Observasi objektif yang bisa ditemui

yakni :

18
a. Kulit – menjadi pucat, dingin dan lembab saat nyeri hebat dan lama.

b. Ekspresi wajah – kening mengernyit, mulut dan gigi terkatup rapat;

pasien mungkin meringis.

c. Mata – tertutup rapat atau terbuka; pupil mungkin dilatasi.

d. Nadi – nadi mungkin meningkat atau menurun dengan beragam

intensitas.

e. Respirasi – frekwensinya meningkat dan berubah karakternya.

f. Tekanan darah – bisa berubah jika terjadi nyeri.

g. Muskuloskeletal – menegang atau kaku.

h. Distres gastric – bisa terjadi mual, dengan atau tanpa muntah; anorexia

atau menolak makan bisa terjadi.

i. Aktivitas fisik dan reaksi – pasien mungkin sangat tenang, hanya

bergerak saat disuruh atau perlu; mungkin tidak pernah istirahat dan tidak

dapat tidur.

j. Aktivitas mental dan emosional – pasien mungkin menangis, bicara

terlalu banyak atau terlalu banyak meminta.

k. Observasi mengenai asuhan keperawatan – apakah pasien puas dengan

efek pengobatannya, lebih tenang, dapat tidur atau istirahat.

Instrumen yang dapat digunakan untuk mengukur dan mengkaji

intensitas nyeri pada anak menurut Wong (1996) adalah:

(1) Visual Analog Scale (VAS)

Visual Analog Scale (VAS) mengukur besarnya nyeri pada garis

sepanjang 10 cm. Biasanya berbentuk horizontal, tetapi mungkin saja

19
ditampilkannya secara vertikal. Garis ini digerakkan oleh gambaran

intensitas nyeri, misalnya: “no hurt”, sampai “worst hurt”. Baik skala

vertical maupun horizontal merupakan pengukuran yang sama valid,

tetapi VAS yang vertical lebih sensitive menghasilkan score yang lebih

besar dan lebih mudah digunakan dari pada skala horizontal. VAS ini

dapat digunakan pada anak yang mampu memahami perbedaan dan

mengindikasikan derajat nyeri yang sedang dialaminya (Wong, 1996).

Skala Visual Analog

Tidak sedikit nyeri nyeri sangat

Nyeri nyeri sedang lebih banyak nyeri

Gambar 2.1 Rentang nyeri dengan VAS

(2) Numerical Rating Scale (NRS)

Numerical Rating Scale (NRS) hampir sama dengan Visual Analog

Scale, tetapi memiliki angka-angka sepanjang garisnya. Angka 0-10

atau 0-100 dan anak diminta untuk menunjukkan rasa nyeri yang

dirasakannya. Skala Numerik ini dapat digunakan pada anak yang lebih

muda seperti 3-4 tahun atau lebih.

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Tidak sangat

Nyeri nyeri

Gambar 2.2 Rentang nyeri dengan NRS

20
Dari skala diatas, tingkatan nyeri yang dapat diklasifikasikan

sebagai berikut:

(a) Skala 1 : tidak ada nyeri

(b) Skala 2-4 : nyeri ringan, dimana klien belum mengeluh nyeri, atau

masih dapat ditolerir karena masih dibawah ambang rangsang.

(c) Skala 5-6 : nyeri sedang, dimana klien mulai merintih dan mengeluh,

ada yang sambil menekan pada bagian yang nyeri

(d) Skala 7-9 : termasuk nyeri berat, klien mungkin mengeluh sakit sekali

dan klien tidak mampu melakukan kegiatan biasa

(e) Skala 10 : termasuk nyeri yang sangat, pada tingkat ini klien tidak

dapat lagi mengenal dirinya.

(3) Faces Rating Scale dari Wong Baker

Instrumen dengan menggunakan Faces Rating Scale terdiri dari 6 gambar

skala wajah yang bertingkat dari wajah yang tersenyum untuk “no pain”

sampai wajah yang berlinang air mata. Penjelasan Faces Rating Sacle

yaitu:

(a) Nilai 0; nyeri tidak dirasakan oleh anak

(b) Nilai 1: nyeri dirasakan sedikit saja

(c) Nilai 2: nyeri agak dirasakan oleh anak

(d) Nilai 3: nyeri yang dirasakan anak lebih banyak

(e) Nilai 4: nyeri yang dirasakan anak secara keseluruhan

(f) Nilai 5; nyeri sekali dan anak menjadi menangis

21
Kelebihan dari skala wajah ini yaitu anak dapat menunjukkan sendiri rasa

nyeri yang baru dialaminya sesuai dengan gambar yang telah ada dan

skala wajah ini baik digunakan pada anak usia prasekolah.

0 1 2 3 4 5

Gambar 2.3 Rentang nyeri dengan Face Rating Scale

5. Manajemen Nyeri

Brunner & Suddart tahun 2002 menyatakan bahwa alat-alat

pengukuran nyeri dapat digunakan untuk mengkaji persepsi nyeri

seseorang. Agar alat-alat pengkajian nyeri dapat bermanfaat, alat tersebut

harus mmenuhi kriteria berikut :

Manajemen nyeri mencakup baik pendekatan farmakologis dan

nonfarmakologis. Pendekatan ini diseleksi berdasarkan pada kebutuhan dan

tujuan pasien secara individu. Semua intervensi akan sangat berhasil bila

dilakukan sebelum nyeri menjadi parah, dan keberhasilan terbesar sering

dicapai jika beberapa intervensi diterapkan secara simultan. (Brunner &

Suddarth,2002)

a. Intervensi Farmakologis

22
Menangani nyeri yang dialami pasien melalui intervensi

farmakologis dilakukan dalam kolaborasi dengan dokter atau pemberi

perawatan utama lainnya dan pasien. Obat-obatan tertentu untuk

penatalaksanaan nyeri seperti analgesia, opoid atau obat anti inflamasi

nonsteroid mungkin diresepkan atau kateter epidural mungkin dipasang

untuk memberikan dosis awal. Untuk pemberian analgesia, perawat

perlu mempertahankan analgesia, mengkaji keefektifannya dan

melaporkannya jika intervensi tersebut tidak efektif atau menimbulkan

efek samping.oleh karena itu, penatalaksanaan nyeri memerlukan

kolaborasi erat dan komunikasi yang efektif diantara pemberi perawatan

kesehatan.

b. Intervensi Nonfarmakologis

Banyak aktivitas keperawatan yang menggunakan pendekatan

nonfarmakologis dalam menghilangkan nyeri. Meskipun demikian

masih banyak pasien maupun tim kesehatan yang cenderung

memandang obat sebagai satu-satunya metode untuk menghilangkan

nyeri. Metode pereda nyeri nonfarmakologis biasanya memiliki resiko

yang sangat rendah karena tindakan ini diperlukan untuk

mempersingkat episode nyeri yang berlangsung hanya beberapa detik

atau menit. Dalam hal ini, pada saat nyeri hebat berlangsung selama

berjam-jam atau berhari-hari, mengkombinasikan teknik

nonfarmakologis dengan obat-obatan mungkin cara yang efektif untuk

menghilangkan nyeri.

23
Brunner & Suddarth (2002) mengemukakan bahwa adapun

tindakan nonfarmakologis yang biasa dilakukan antara lain :

1) Stimulasi dan masase kutaneus

Masase adalah stimulasi kutaneus tubuh secara umum, sering

dipusatkan pada punggung dan bahu. Masase ini membuat pasien

lebih nyaman karena membuat relaksasi otot.

2) Kompres es dan panas

Penggunaan kompres panas dingin meliputi penggunaan

kantong es, masase mandi air dingin atau panas, penggunaan

selimut atau bantal panas.Kompres panas dingin, selain menurunkan

sensasi nyeri juga dapat meningkatkan proses penyembuhan

jaringan yang mengalami kerusakan.

3) Stimulasi saraf elektris transkutan (TENS)

Stimulasi saraf elektris transkutan menggunakan satu unit

peralatan yang dijalankan dengan elektroda yang dipasang pada

kulit untuk menghasilkan sensasi kesemutan, getaran atau

mendengung pada area kulit tertentu.

4) Teknik distraksi

Distraksi yang mencakup memfokuskan perhatian pasien

pada sesuatu selain nyeri. Teknik distraksi antara lain : distraksi

24
visual, distraksi pendengaran, distraksi pernapasan, distraksi

intelektual, distraksi taktil kinetic dan imajinasi terbimbing.

5) Teknik relaksasi

Teknik relaksasi dapat merilekskan ketegangan otot yang

menunjang nyeri. Teknik relaksasi yang sederhana terdiri atas napas

abdomen dengan frekwensi lambat, berirama.

6) Imajinasi terbimbing

Adalah kegiatan membuat suatu bayangan yang

menyenangkan dan mengkonsentrasikan diri pada bayangan

tersebut serta berangsur-angsur membebaskan diri dari perhatian

terhadap nyeri.

7) Hipnotis

Hipnotis mungkin membantu dalam memberikan peredaan

nyeri terutama dalam situasi sulit misalnya luka bakar.Keefektifan

hipnotis juga tergantung pada kemudahan hipnotik individu.

B. Teknik Distraksi

Tehnik distraksi adalah pengalihan dari fokus perhatian terhadap nyeri

ke stimulus yang lain. Tehnik distraksi dapat mengatasi nyeri berdasarkan

teori bahwa aktivasi retikuler menghambat stimulus nyeri. jika seseorang

menerima input sensori yang berlebihan dapat menyebabkan terhambatnya

impuls nyeri ke otak (nyeri berkurang atau tidak dirasakan oleh klien),. Stimulus

yang menyenangkan dari luar juga dapat merangsang sekresi

25
endorfin, sehingga stimulus nyeri yang dirasakan oleh klien menjadi

berkurang. Peredaan nyeri secara umum berhubungan langsung dengan

partisipasi aktif individu, banyaknya modalitas sensori yang digunakan dan

minat individu dalam stimulasi, oleh karena itu, stimulasi penglihatan,

pendengaran dan sentuhan mungkin akan lebih efektif dalam menurunkan

nyeri dibanding stimulasi satu indera saja (Tamsuri, 2007).

Jenis Tehnik Distraksi antara lain :

1) Distraksi visual

Melihat pertandingan, menonton televisi, membaca koran, melihat

pemandangan dan gambar termasuk distraksi visual.

2) Distraksi pendengaran

Diantaranya mendengarkan musik yang disukai atau suara burung

serta gemercik air, individu dianjurkan untuk memilih musik yang disukai

dan musik tenang seperti musik klasik, dan diminta untuk berkosentrasi pada

lirik dan irama lagu. Klien juga diperbolehkan untuk menggerakkan tubuh

mengikuti irama lagu seperti bergoyang, mengetukkan jari atau kaki.

(Tamsuri, 2007).

Musik klasik salah satunya adalah musik Mozart. Dari sekian banyak

karya musik klasik, sebetulnya ciptaan milik Wolfgang Amadeus Mozart

(1756-1791) yang paling dianjurkan. Beberapa penelitian sudah

membuktikan, Mengurangi tingkat ketegangan emosi atau nyeri fisik.

Penelitian itu di antaranya dilakukan oleh Dr. Alfred Tomatis dan Don

Campbell. Mereka mengistilahkan sebagai “Efek Mozart”.

26
Dibanding musik klasik lainnya, melodi dan frekuensi yang tinggi

pada karya-karya Mozart mampu merangsang dan memberdayakan daerah

kreatif dan motivatif di otak. Yang tak kalah penting adalah kemurnian

dan kesederhaan musik Mozart itu sendiri. Namun, tidak berarti karya

komposer klasik lainnya tidak dapat digunakan (Andreana, 2006)

3) Distraksi pernafasan

Bernafas ritmik, anjurkan klien untuk memandang fokus pada satu

objek atau memejamkan mata dan melakukan inhalasi perlahan melalui

hidung dengan hitungan satu sampai empat dan kemudian

menghembuskan nafas melalui mulut secara perlahan dengan menghitung

satu sampai empat (dalam hati). Anjurkan klien untuk berkosentrasi pada

sensasi pernafasan dan terhadap gambar yang memberi ketenangan,

lanjutkan tehnik ini hingga terbentuk pola pernafasan ritmik.

Bernafas ritmik dan massase, instruksi kan klien untuk melakukan

pernafasan ritmik dan pada saat yang bersamaan lakukan massase pada

bagaian tubuh yang mengalami nyeri dengan melakukan pijatan atau

gerakan memutar di area nyeri. Pernapasan dalam adalah teknik yang

termudah yang digunakan untuk anak kecil. Anak di instruksikan mengambil

napas melalui hidung dan meniup keluar melalui mulut. Sambil

menghitung respirasi anak, perhatian dapat dipusatkan pada pernapasannya.

Bagi anak usia sekolah, dengan meminta mereka menahan napas sewaktu

prosedur yang menyakitkan akan memindahkan perhatian mereka pada

pernapasannya bukan pada prosedurnya. Meminta anak

27
“meniup keluar nyeri” telah didiskusikan sebagai alat distraksi yang efektif

(French, Painterand Coury, 1994)

4) Distraksi intelektual

Antara lain dengan mengisi teka-teki silang, bermain kartu,

melakukan kegemaran (di tempat tidur) seperti mengumpulkan perangko,

menulis cerita.

5) Tehnik pernafasan

Seperti bermain, menyanyi, menggambar atau sembayang

6) Imajinasi terbimbing

Adalah kegiatan klien membuat suatu bayangan yang menyenangkan

dan mengonsentrasikan diri pada bayangan tersebut serta berangsur-angsur

membebaskan diri dari dari perhatian terhadap nyeri.

Peran perawat dalam manajemen nyeri tidaklah lengkap tanpa

evaluasi yang akurat tentang keefektifan intervensi spesifik keperawatan.

Evaluasi memerlukan data tentang derajat penyembuhan yang dihasilkan

dari tiap intervensi. Observasi perilaku pasien dan menanyakan perasaan

pasien tentang penurunan nyeri adalah elemen penting dalam proses

keperawatan. Komunikasi staf melalui rencana asuuhan keperawatan dan

catatan pasien adalah alat vital dalam mengevaluasi intervensi untuk

penyembuhan nyeri.

C. Anak Usia Sekolah

28
Anak adalah individu yang berusia 0-18 tahun dipnadnag sebagai

individu yang unik, yang punya potensi untuk tumbuh dan berkembang. Anak

usia sekolah, umur 6-12 tahun adalah suatu usia paliing sejahtera dari kehidupan,

yang dikarakteristikkan dengan pertumbuhan yang lambat, terjadi terus

menerus, serta perkembangan kognitif dan social yang cepat (Supartini,

2004)

Pertumbuhan dan perkembangan anak usia sekolah :

1. Perkembangan fisik

Anak usia sekolah lebih langsing daripada anak prasekolah,

sebagai akibat perubahan distribusi dan ketebalan lemak. Laju

pertumbuhan berbeda pada setiap anak. Rata-rata tinggi berat badan yang

lebih bervariasi, meningkat 2-3,5 kg per tahun. Anak laki-laki sedikit lebih

tinggi dan lebih berat daripada anak perempuan selama tahun pertama

sekolah. Kira-kira 2 tahun sebelum pubertas anak mengalami pertumbuhan

yang cepat. Anak perempuan yang lebih dulu mengalami pubertas mulai

melampaui berat badan dan tinggi badan anak laki-laki. Perbahan ini

terjadi pada anak perempuan berusia 9 tahun tetapi biasanya tidak terjadi

pada anak laki-laki sebelum 12 tahun (Edelman dan Mandle dikutip dalam

Perry & Potter, 2005)

Koordinasi otot meningkat dan kekuatan otot meningkat dua kali

lipat membuat anak lebih lentur. Banyak anak berlatih keterampilan motorik

kasar dasar yaitu berlari, melompat, menyeimbangkangerak

29
tubuh, melempar dan menangkap selama bermain, menyebabkan

peningkatan fungsi dan keterampilan neuromuskuler.

Kemampuan meningkatkan keterampilan motorik halus pada anak

membuat mereka menjadi sangat mandiri untuk mandi, berpakaian dan

memenuhi kebutuhan personal lain. Penyakit dan hospitaliisasi

mengancam pengendalian anak sehingga sangat penting mengizinkan

kemandirian sebanyak mungkin.

2. Perkembangan kognitif

Saat berusia 7 tahun, anak mengalami perkembangan kognitif berupa

operasional konkret diimana perubahan kognitif yang terjadi adalah

kemampuan untuk berpikir dengan cara logis. Anak mampu

mengklasifikasikan benda dan perintah dan menyelesaikan masalah secara

konkret dan sistematis berdasarkan apa yang diterima dari

lingkungannya.kemampuan berpikir anak sudah rasional, imajinatif dan

dapat menggali objek atau situasi lebih banyak untuk memecahkan masalah.

3. Perkembangan psikososial

Tugas perkembangan anak pada usia sekolah adalah industri versus

inferioritas. Selama masa ini anak berjuang untuk mendapatkan

kompetensi dan keterampilan yang penting bagi mereka untuk berfungsi

sama seperti orang dewasa. Terjadinya perubahan fisik, emosi dan social

pada anak berpengaruh terhadap gambaran tubuh. Interaksi social lebih

luas dengan teman, umpan balik berupa kritik dan evaluasi dari teman atau

30
lingkungannya, mencerminkan penerimaan dari kelompok akan membantu

anak semakin mempunyai konsep diri yang positif.

Perasaan tidak adekuat dan rasa rendah diri akan berkembang apabila

anak terlalu mendapat tuntutan dari lingkuungannya dan anak tidak berhasil

memenuhinya. Selain itu, harga diri yang kurang akan menjadi dasar yang

kurang untuk penguasaan tugas-tugas di fase remaja dan dewasa. Pujian

(reinforcement) dari orang tua dan orang dewasa lainnya terhadap prestasi

yang dicapainya menjadi begitu penting untuk menguatkan perasaan

berhasil dalam melakukan sesuatu.

4. Perkembangan psikoseksual

Freud mengemukakan perkembangan psikoseksual pada usia 6

sampai 12 tahun berada pada fase laten yaitu fase ketika anak

menggunakan energi fisik dan psikologis yang merupakan media untuk

mengeksplorasi pengetahuan dan pengalamannya melalui aktivitas fisik

maupun sosialnya. Pada awal fase laten, anak perempuan lebih menyukai

teman dengan jenis kelamin yang sama demikian pula dengan anak laki-

laki. Pertanyaan tentang seks semakin banyak, mengarah pada system

reproduksi. Dalam hal ini orang tua harus bijaksana dalam merespons,

yaitu menjawabnya dengan jujur dan hangat dan disesuaikan dengan

maturitas anak.

5. Perkembangan komunikasi

Komunikasi yang dapat dilakukan pada usia sekolah adalah tetap

memperhatikan tingkat kemampuan bahasa anak yaitu gunakan kata

31
sederhana yang spesifik, jelaskan sesuatu yang membuat ketidakjelasan

pada anak atau sesuatu yang tidak diketahui, pada usia ini keingintahuan

pada aspek fungsional dan procedural dari objek tertentu sangat tinggi

maka jelaskan arti fungsi dan prosedurnya, maksud dan tujuan dari sesuatu

yang ditanyakan secara jelas dan jangan menyakiti atau mengancam sebab

ini akan membuat anak tidak mampu berkomunikasi secara efektif.

6. Perkembangan moral

Perkembangan moral dan aturan social menjadi lebih nyata sesuai

peningkatan kemampuan kognitif dan pengalaman social anak usia

sekolah. Mereka memandang aturan sebagai prinsip dasar kehidupan,

bukan hanya perintah dari yang memiliki otoritas. Pada anak masa

sekolah, anak menginterpretasikan secara ketat dan patuh terhadap aturan.

Seiring dengan perkembangan, mereka menilai lebih fleksibel dan

mengevaluasi aturan untuk diterapkan pada situasi yang ada. Anak usia

sekolah mempertimbangkan motivasi dan perilaku mereka mempengaruhi

mereka sendiri dan orang lain. Kemampuan untuk fleksibel saat menerapkan

aturan dan mengambil perspektif orang lain yang esensial dalam

mengembangkan penilaian moral. Kemampuan ini muncul pada masa awal

tetapi tampak lebih konsisten pada masa usia sekolah beikutnya.

Di rumah sakit anak seringkali harus mengalami prosedur yang

menimbulkan nyeri, kehilangan kemandirian dan berbagai hal yang tidak

diketahui. Interpretasi anak terhadap suatu kejadian, respons terhadap

32
pengalaman dan signifikansi yang mereka tempatkan pada pengalaman

secara langsung berhubungan dengan tingkat perkembangan.

Umumnya anak takut akan perlukaan dan nyeri. Anak dengan

penyakit kronik kemungkinan lebih mengenal prosedur inttrusif sebagai

penyebab stress, sebaliknya anak dengan penyakit akut mungkin lebih

menunjukkan respon fisik (Bossert, 1994).

Anak wanita cenderung memperlihatkan rasa takut yang berlebihan

disbanding anak laki-laki dan hospitalisasi sebelumnya tidak

mempengaruhi frekwensi dan intensitas ketakutannya. Anak usia sekolah

yang mengalami perkembangan kognitif lebih mengetahui arti bermacam-

macam penyakit, kemungkinan resiko dalam perawatan atau pengobatan,

akibat trauma, kehilangan fungsi dan arti dari kematian. Perhatian utama

hospitalisasi pada anak usia sekolah adalah ketakutan mereka terhadap

masalah (Hart and Bossert,1994).

Umumnya anak usia sekolah sangat perhatian terhadap kesehatan

atau penyakit mereka. Bahkan anak jarang bertanya, biasanya

mengungkapkan masalah secara detil pengetahuan tentang kondisi mereka

oleh karena mendengar dari orang disekitar mereka. Anak mulai

menunjukkan perhatian terhadap keuntungan dan resiko dari suatu prosedur.

Adanya rasa ingin tahu anak tentang prosedur menyebabkan anak

mencari informasi : apakah menykitkan atau tidak, apa manfaatnya,

bagaimana cara mengatasinya agar tidak sakit dan rasa sakit yang timbul

seperti apa. Biasanya anak toleransi terhadap prosdur seperti pemeriksaan

33
fisik secara rutin, namun perhatian terhadap privacy menjadi lebih penting.

Pada usia 9 atau 10 tahun, sebagian besar anak menunjukkan ketakutan yang

minimal terhadap nyeri dibandingkan anak yang lebih muda. Reaksi

terhadap perlukaan atau rasa nyeri ditunjukkan dengan ekspresi yang baik

secara verbal maupun nonverbal karena anak sudah mampu

mengkomunikasikannya. Reaksi anak terhadap nyeri berupa merintih atau

merengek, memegang dengan kaku, menunda kejadian penyebab nyeri

bahkan ada yang mencoba bertindak berani. Jika mereka menunjukkan

reaksi yang berlebihan seperti : menggigit, menendang, berusaha

melepaskan diri dan menangis. Mereka mungkin menyangkl khususnya

kepada teman sebaya karena malu.

D. Pemasangan Infus

1. Pengertian

Pemasangan infus adalah prosedur tindakan invasif yang dilakukan dengan

cara memasukkan kateter intravena dengan tujuan pengobatan atau rehidrasi

(Weinstein,2001)

2. Tujuan

Terapi intravena diberikan pada bayi dan anak dengan alasan sebagai berikut

a. Penggantian cairan

b. Pemeliharaan cairan

c. Rute pemberian obat atau substansi terapeutik lain (misalnya darah,

produk darah, immunoglobulin).

34
3. Pemilihan Vena

Pada umumnya, vena yang harus digunakan padaa terapi IV adalah vena-

vena distal pada tangan dan lengan seperti vena basilica, vena sefalika dan

vena metakarpal. Sebelum vena dipilih, ekstremitas harus diobservasi dan

dipalpasi untuk melihat kekenyalan dan lokasi. Sebaiknya vena yang

digunakan adalah vena yang belum digunakan dan lurus. Adapun pedoman

untuk pemilihan vena yaitu :

a. Gunakan vena-vena distal terlebih dahulu

b. Gunakan lengan pasien yang tidak dominan jika mungkin

c. Pilih vena-vena diatas area fleksi

d. Pilih vena yang cukup besar untuk memungkinkan aliran darah yang

adekuat ke dalam kateter

e. Palpasi vena untuk menentukan kondisinya. Selalu pilih vena yang

lunak, penuh dan yang tidak tersumbat, jika ada

f. Pastikan bahwa lokasi yang dipilih tidak mengganggu aktivitas pasien

sehari-hari

g. Pilih lokasi yang tidak akan mempengaruhi posedur-prosedur yang

direncanakan.

Pertimbangan pediatrik :

- Vena dorsal kaki memungkinkan anak mempunyai mobilitas yang

paling besar

- Selalu memilih tempat penusukan yang akan menimbulkan

pembatasan yang minimal

35
- Tempat penusukan pada kaki, kulit kepala dan antekubiti adalah yang

paling umum digunakan pada kelompok umur bayi sampai pada anak

usia bermain (toodler)

4. Peralatan

a. Larutan IV yang tepat

b. Jarum/kateter untuk pungsi vena yang sesuai

c. Untuk infus cairan IV

d. Tourniquet

1) Perangkat pemberian (pilihan tergantung pada tipe larutan dan

kecepatan pemberian, bayi dan anak kecil memerlukan selang

mikrodrip, yang memberikan 60 tetes/ml)

2) Filter 0,22 μm 9bila diperlukan oleh kebijakan institusi atau bila

bahan berpartikel akan diberikan)

3) Tambahan selang (digunakan bila jalur IV lebih panjang perlu)

e. Tourniquet

f. Sarung tangan sekali pakai

g. Papan tangan

h. Kasa 2x2 dan salep pavidon iodine; atau, untuk balutan transparan,

larutan pavidon iodine

i. Plaster yang telah dipotong dan siap digunakan

j. Handuk untuk diletakkan dibawah tangan klien

k. Pakaian khusus dengan kancing dilapisan bahu, bila tersedia.

36
l. Tiang infuse

5. Pelaksanaan

a. Cuci tangan

b. Atur peralatan di samping atau di atas meja tempat tidur

c. Buka kemasan steril dengan menggunakan teknik aseptic

d. Periksa larutan terhadap warna, kejernihan dan tanggal kadaluarsa

e. Bila menggunakan larutan IV dalam botol, lepaskan penutup logam

dan lempeng karet dan logam di bawah penutup

f. Buka set infus, mempertahankan sterilitas pada kedua ujung

g. Pasang klem rol sekitar 2 sampai 4 cm di bawah balik drip dan

pindahkan klem rol pada posisi “off”

h. Tusukkan set infus ke dalam botol cairan

i. Isi selang infus

1) Tekan bilik drip dan lepaskan, biarkan terisi

2) Lepaskan pelindung jarum dan klem rol uuntuk memungkinkan

cairan memenuhi bilik drip melalui selang ke adapter jarum.

Kembalikan klem rol ke posisi off setelah selang terisi

3) Pastikan selang bersih dari udara dan gelembung udara

j. Pilih jarum IV yang tepat

k. Pilih tempat distal vena yang digunakan, bila mungkin letakkan

ekstremitas pada posisis dependen

l. Letakkan torniket 10 sampai 12 cm di atas tempat penususkan

m. Kenakan sarung tangan sekali pakai

37
n. Pilih vena berdilatasi baik, bersihkan tempat insersi dengan gerakan

sirkuler menggunnakan larutan pavidon iodine atau alcohol 70 %

o. Lakukan pungsi vena. Tahan vena dengan menggunakan ibu jari di

atasvena dengan meregangkan kulit berlawanan arah dengan arah

penusukan 5 sampai 7,5 cm kearah distal tempat penusukan. Tusuk

dengan bevel menghadap ke atas pada sudut 20 sampai 30 derajat sedikit

kea rah distal terhadap tempat actual pungsi vena

p. Perhatikan keluarnya darah melalui bilik flashback over the needle

catheter (ONC), yang menandakan jarum telah masuk ke vena.

Turunkan jarum sampai hamper menyentuhh kulit. Dorong kateter

ONC 0,6 cm ke dalam vena lalu lepaskan stiletnya. Dorong kateter ke

dalam vena sampai hubungan menempel dengan tempat pungsi vena

q. Tahan kateter dengan satu tangan, lepaskan torniket dan lepaskan stilet

dari ONC. Dengan cepat hubungkan adapter jarum dan perangkat

pemberi ke hubungan dari ONC

r. Lepaskan klem roler untuk memulai infus pada kecepaatan untuk

mempertahankan aliran IV

s. Amankan kateter dan jarum IV (prosedur dapat saja berbeda

tergantung kebijakan institusi)

t. Atur kecepatan aliran sampai tetesan yang tepat per menit

u. Tuliskan tanggal dan waktu pemasangan infus serta ukuran jrum pada

balutan

v. Lepaskan sarung tangan, singkirkan alat-alat dan cuci tangan

38
w. Catat pada catatan perawat jenis larutan, letak insersi, kecepatan aliran,

ukuran dan tipe kateter atau jarum, kapan infuse dimulai dan

bagaimana toleransi klien terhadap prosedur ( Perry, Anne griffin,

1999).

BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep

Berdasarkan uraian teori pada tinjauan pustaka, maka kerangka

konsep dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 3.1 Kerangka konsep penelitian

Pemasangan infus
dengan teknik Tingkat nyeri
distraksi pada anak
usia sekolah

39
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Dalam penelitian ini, desain penelitian yang digunakan adalah pra

eksperimentl design : post test only design yaitu penelitian yang dilakukan

dengan memberikan intervensi / perlakuan kemudian dilihat hasilnya

(Notoatmodjo, 2010). Dalam penelitian ini, peneliti memberikan perlakuan

berupa teknik distraksi pada saat pemasangan infus. Setelah itu di ukur tingkat

nyeri yang dirasakan oleh anak dengan menggunakan skala nyeri “wajah”.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat

Tempat penelitian di Ruang IRD RSUD H.A Sulthan Dg Raja Kabupaten

Bulukumba.

2. Waktu

Waktu pelaksanaan penelitian ini pada tanggal 10 sampai 31 januari 2011.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

40
Populasi dalam penelitian ini adalah anak usia sekolah (6-12 tahun) yang

dirawat di RSUD H.A Sulthan Dg Raja Kabupaten Bulukumba dengan

rata-rata kunjungan 59 orang/bulan.

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah anak usia sekolah (6-12 tahun) yang

dirawat di ruang IRD RSUD H.A Sultan Daeng Raja Kabupaten Bulukumba

dengan teknik sampling non-propability sampling dengan cara consecutive

sampling yaitu pengambilan sampel yang dilakukan dengan memilih sampel

yang memenuhi kriteria penelitian sampai kurun waktu tertentu sehingga

jumlah sampel terpenuhi (Sugiyono,dikutip dalam Hidayat, 2009).

Bungin (2010) jumlah sampel dapat diperoleh dengan menggunakan

rumus perhitungan besaran sampel:

N
n =
N (d)2 + 1

Keterangan:

n : Jumlah sampel yang dicari

N : Jumlah populasi

d : Nilai presisi (ditentukan sebesar a=0,1)

Dengan demikian maka jumlah sampel dalam penelitian ini adalah:

59 59
n = = = 37,10 = 37 orang
59 (0,1)2 + 1 1,59

41
Sampel yang digunakan adalah semua anak usia sekolah (6-12

tahun) yang dirawat di ruang IRD RSUD H.A Sultan Daeng Raja

Kabupaten Bulukumba dengan kriteria inklusi dan ekslusi yaitu :

a. Kriteria Inklusi

1) Anak usia sekolah (6-12 tahun) yang akan dilakukan pemasangan

infus

2) Anak didampingi orang tua

3) Dalam keadaan sadar

4) Dapat berkomunikasi verbal

b. Kriteria Eksklusi

1) Anak yang menderita sakit berat yang mengharuskan pemasangan

infus segera

2) Tidak bersedia menjadi responden

D. Alur Penelitian

Alur penelitian menguraikan pengambilan data, penempatan sampel,

pembuatan proposal, pelaksanaan intervensi, pengisian lembar observasi,

pengolahan dan analisa data, hasil dan pembahasan serta kesimpulan.

42
Izin pengambilan data awal

Pengambilan data awal

Ujian proposal dan surat izin penelitian

Penelitian

Anak usia sekolah masuk di ruang IRD RSUD


H.A Sultan Daeng Raja Kabupaten Bulukumba

Penempatan sampel (Kriteria inklusi dan Ekslusi)

Pemasangan infus

Intervensi (melakukan teknik distraksi)

Pengukuran tingkat nyeri dengan


menggunakan skala nyeri “wajah”

Pengisian lembar observasi

Pengolahan data dan analisa data

43
Hasil dan pembahasan

Kesimpulan

Gambar 4.1 Alur penelitian.

E. DEFENISI OPERASIONAL

1. Pemasangan infus dengan teknik distraksi

Teknik distraksi pernapasan yang dilakukan oleh anak usia sekolah (6-

12 tahun) untuk mengalihkan perhatian terhadap nyeri pada saat pemasangan

infus.

2. Tingkat nyeri

Tingkatan nyeri yang dirasakan oleh anak setelah dilakukan teknik

distraksi pada saat pemasangan infus, yang di ukur dengan skala peringkat

nyeri “wajah” dengan menggunakan 6 skala wajah kartun yang direntang

dari wajah tersenyum untuk “tidak ada nyeri” sampai wajah yang

menangis untuk “nyeri yang paling berat” (Wong & Baker, 1998 & 2000

dikutip dalam Wong,2010)

Kriteria Objektif :

Nyeri ringan : Bila anak menunjukkan/mengungkapkan nyeri

yang dirasakan pada wajah 1 dan 2

44
Nyeri sedang : Bila anak menunjukkan/mengungkapkan nyeri

yang dirasakan pada wajah 3

Nyeri berat : Bila anak menunjukkan/mengungkapkan nyeri

yang dirasakan pada wajah 4 dan 5

F. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan digunakan dalam penelitian ini

adalah dengan menggunakan lembar prosedur pelaksanaan teknik distraksi,

skala nyeri dengan skala peringkat nyeri “wajah” dari Wong & Baker (1998 &

2000) dan lembar observasi yang berisi catatan tentang intensitas nyeri yang

dirasakan anak setelah dilakukan teknik distraksi pada saat pemasangan infus

G. Pengolahan Data

Proses pengolahan data yang dilakukan adalah :

1. Editing

Lembar observasi diisi kemudian dikumpulkan dalam bentuk data, data

dilakukan pengecekan dengan memeriksa kelengkapan data,

kesinambungan dan keseragaman data.

2. Koding

45
Memudahkan pengolahan data semua jawaban atau data yang

disederhanakan yaitu dengan memberikan simbol-simbol tertentu untuk

setiap jawaban.

3. Tabulasi

Data diolah dan disajikan dalam bentuk tabel.

4. Analisa Data

Analisa data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah Analisa univariat

yang dilakukan terhadap setiap variabel dari hasil penelitian dengan

menggunakan tabel distribusi frekwensi sehingga menghasilkan distribusi

persentasi dari tiap tabel yang diteliti.

H. Etika Penelitian

Peneliti perlu mendapatkan rekomendasi dari Program studi lmu

Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin sebelum

melakukan penelitian dengan mengajukan permohonan ijin kepada Direktur

RSUD H.A Sulthan Dg Raja Kabupaten Bulukumba. Setelah mendapatkan

persetujuan barulah penelitian ini dilakukan dengan menekankan masalah

etika yang meliputi :

1. Informed Consent

Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang akan

diteliti yang memenuhi kriteria inklusi dan disertai judul penelitian dan

manfaat penelitian, bila subjek menolak maka peneliti tidak memaksa dan

tetap menghormati hak-hak subjek.

2. Anonimity

46
Peneliti tidak akan mencantumkan nama responden, tetapi pada

lembar tersebut diberikan kode. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga

kerahasiaan.

3. Confidentiality

Kerahasiaan informasi responden dijamin peneliti hanya kelompok

data tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian.

47
48
BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Pada bab ini dikemukakan hasil dan pembahasan tentang tingkat nyeri

pada pemasangan infus dengan teknik distraksi pada anak usia sekolah di Ruang

IRD RSUD H.A Sultan Daeng Raja Kabupaten Bulukumba. Penelitian

dilakukan sesuai dengan rencana yaitu selama 3 minggu mulai tanggal 10-31

januari 2011 di ruang IRD RSUD H.A Sultan Daeng Raja Kabupaten

Bulukumba dengan jumlah sampel sebanyak 37 orang anak usia sekolah.

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan instrument

penelitian yang telah dipersiapkan sebelumnya. Setelah pengumpulan data,

langkah selanjutnya adalah pengolahan data untuk memperoleh hasil

penelitian. Untuk analisa data digunakan analisis univariat dengan tampilan

dalam bentuk distribusi frekwensi. Selanjutnya hasil penelitian secara lengkap

akan disajikan dalam bentuk tabel meliputi data umum dan khusus. Yang

termasuk data umum adalah data demografi yang meliputi umur, jenis

kelamin, pendidikan, suku dan pengalaman pemasangan infus yang lalu

sedangkan yang termasuk data khusus adalah data tentang tingkat nyeri pada

pemasangan infus dengan teknik distraksi. Data yang diperoleh dari peneliti

adalah sebagai berikut :

1. Karakteristik Demografi Responden Berdasarkan Umur, Jenis Kelamin,

Pendidikan dan Suku

47
49
Tabel 5.1
Distribusi Responden berdasarkan Karakteristik Demografi di Ruang IRD RSUD H.A
Sultan Daeng Raja Kabupaten Bulukumba Tahun 2011

Karakteristik Jumlah (n) Persentase (%)

Umur
6 7 18,9
7 9 24,2
8 3 8,1
9 2 5,4
10 8 21,6
11 7 18,9
12 1 2,7

Jenis Kelamin
Laki-laki 24 64,9
Perempuan 13 35,1
Pendidikan
TK 8 21,6
SD 29 78,4
Suku
Bugis 29 78,4
Makassar 8 21,6
Pengalaman Infus Yang Lalu
Pernah diinfus 16 43,2
Belum pernah diinfus 21 56,8
Jumlah 37 100
Sumber : Data Primer, Januari 2011

Dari Tabel 1 menunjukkan bahwa berdasarkan umur, yang

menduduki jumlah terbesar yaitu 7 tahun sebanyak 9 responden (24,2 %),

umur 10 tahun sebanyak 8 responden (21,6 %), kelompok umur 6 dan 11

tahun masing-masing sebanyak 7 responden (18,9 %), umur 8 tahun sebanyak

3 responden (8,1 %), umur 9 tahun sebanyak 2 responden (5,4 %) dan umur

12 tahun sebanyak 1 responden (2,7 %). Berdasarkan jenis kelamin, dari 37

responden terdapat 24 responden (64,9 %) berjenis kelamin laki-laki dan

13 responden (35,1 %) berjenis kelamin perempuan. Berdasarkan tingkat

pendidikan, terlihat bahwa pasien anak usia sekolah yang dirawat, dari 37

responden terdapat 29 responden (78,4 %)

47
50
berpendidikan SD sedangkan 8 responden (21,6 %) berpendidikan TK.

Berdasarkan suku, terdapat 29 responden (78,4 %) yang merupakan suku

bugis dan 8 responden (21,6 %) yang merupakan suku makassar.

Sedangkan berdasarkan pengalaman infus yang lalu, dari 37 responden

sebanyak 16 responden (43,2 %) yang pernah dipasangi infus sebelumnya

dan 21 responden (56,8 %) yang belum pernah dipasangi infus.

2. Tingkat nyeri post test

Tabel 5.2
Distribusi Responden berdasarkanTingkat Nyeri Post Test
di Ruang IRD RSUD H.A Sultan Daeng Raja Kabupaten Bulukumba Tahun 2011

Tingkat Nyeri Post Test Jumah (n) Persentase (%)


Nyeri ringan 19 51,4
Nyeri sedang 9 24,3
Nyeri berat 9 24,3
Jumlah 37 100
Sumber : Data Primer, Januari 2011

Dari Tabel 2 menunjukkan bahwa anak usia sekolah yang dirawat

setelah diberikan teknik distraksi pada saat pemasangan infus, sebanyak 19

responden (51,4 %) yang mengalami nyeri ringan, 9 responden (24,3 %)

yang mengalami nyeri sedang dan sebanyak 9 responden (24,3 %) yang

mengalami nyeri berat.

3. Tabulasi Silang Tingkat Nyeri pada Pemasangan Infus setelah dilakukan

Teknik Distraksi berdasarkan Umur, Jenis Kelamin dan Pengalaman infus

yang lalu.

Tabel 5.3
Tabulasi Silang Tingkat Nyeri pada Pemasangan Infus setelah dilakukan Teknik
Distraksi berdasarkan Kelompok Umur, Jenis Kelamin dan Pengalaman Infus

49
yang lalu di Ruang IRD RSUD H.A Sultan Daeng Raja Kabupaten Bulukumba
Tahun 2011

Karakteristik Tingkat Nyeri Responden Jumlah %


Bera
Ringan % Sedang % %
t
Umur
7
6 1 14,3 1 14,3 5 71,4
9 100
7 3 33,3 3 33,3 3 33,3
3 100
8 2 66,7 1 33,3 0 0
2 100
9 1 50 1 50 0 0
8 100
10 6 75 1 12,5 1 1
7 100
11 6 85,7 1 14,3 0 0
1 100
12 0 0 1 100 0 0
0
Jenis Kelamin
Laki-laki 16 66,7 2 8,3 6 25 24 100

Perempuan 3 23,1 7 53,8 3 23,1 13 100

Pengalaman
Infus yang
lalu
Pernah di infus 5 31,2 4 25 7 43,8 16 100
Belum pernah 14 66,7 5 23,8 2 9,5 21 100
di infuse

Sumber : Data Primer, Januari 2011

Tabel 3 menunjukkan bahwa berdasarkan umur anak diatas bahwa

yang yang mengalami nyeri ringan pada saat pemasangan infus setelah

diberikan teknik distraksi lebih banyak pada umur 11 tahun yaitu 6

responden (85,7 %) dan umur 10 tahun yaitu 6 responden (75 %),

sedangkan yang mengalami nyeri sedang lebih banyak pada umur 7

tahun sebanyak 3 responden (33,3 %) dan yang mengalami nyeri berat

lebih banyak pada umur 6 tahun yaitu 5 responden (71,4 5%). Tabel diatas

juga menunjukkan bahwa berdasarkan jenis kelamin, yang mengalami

nyeri ringan setelah diberikan teknik distraksi pada saat pemasangan infus

adalah anak dengan jenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 16 responden

(66,7 %), sedangkan yang mengalami nyeri

50
sedang lebih banyak pada anak dengan jenis kelamin perempuan yaitu

sebanyak 7 responden (53,8 %) dan yang mengalami nyeri berat lebih

banyak pada anak laki-laki yaitu sebanyak 6 responden (25 %). Sedangkan

untuk pengalaman infus yang lalu terlihat bahwa yang mengalamai nyeri

ringan setelah diberikan teknik distraksi pada pemasangan infus adalah

anak dengan pengalaman belum pernah dipasangi infus yaitu sebanyak 14

responden (66,7 %) dan yang mengalami nyeri berat adalah anak dengan

pengalaman pernah dipasangi infus yaitu sebanyak 7 responden (43,8 %).

B. Pembahasan

Nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional yang tidak

menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial.

Nyeri terjadi bersama banyak proses penyakit atau bersamaan dengan

beberapa pemeriksaan diagnostik atau pengobatan. Rangsangan nyeri ini

secara langsung akan merangsang nosiseptor melalui bekerjanya saluran

natrium atau kation non-selektif. Selain itu kerusakan jaringan menyebabkan

dilepaskannya berbagai macam mediator kimia seperti prostaglandin, substansia

P, bradikinin, leukotrien, histamin, serotonin, dan sitokin (interleukin, tumor

necrotizing factor dan neurotropin). Beberapa substrat ini dapat merangsang

nosiseptor (menyebabkan impuls) secara langsung atau tidak langsung

melalui sel inflamator dan kebanyakan akan mensensitisasi (meningkatkan

frekwensi on off impuls) nosiseptor, serta memiliki efek

51
sinergistik. Proses diterimanya rangsangan oleh nosiseptor hingga

menyebabkan timbulnya impuls disebut proses transduksi. Proses ini, terjadi

sangat rumit, melibatkan banyak substrat dan reseptor. Pada tingkat ini bahkan

terdapat mekanisme modulasi perifer. Adanya rangsangan akan meyebabkan

terjadinya potensial aksi pada membran yang selanjutnya akan diteruskan

melalui akson. Ada tidaknya myelin berpengaruh pada proses penghantaran

impuls saraf yang melalui akson. Pada neuron yang tidak bermielin impuls saraf

atau potensial aksi menjalar sebagai gelombang yang tidak terputus. Sedangkan

pada akson yang bermielin impuls akan menjalar dengan potensial aksi hanya

pada daerah yang tidak bermielin atau nodus ranvier, sehingga penjalaran akan

berlangsung lebih cepat. Hal ini disebut sebagai penghantaran saltatori. Proses

penghantaran impuls dari perifer hingga ke SSP hingga impuls dapat

diterjemahkan disebut transmisi. Transmisi terjadi dalam beberapa fase. Fase

pertama yaitu dari perifer menuju medulla spinalis. Impuls yang terjadi di

nosiseptor akan menjalar melalui akson dari serabut aferen primer menuju kornu

dorsalis di medula spinalis. Tetapi tidak semua proses yang terjadi di sini

memfasilitasi nosiseptif. Interneuron spinal melepaskan asam amino inhibisi,

yaitu gama-aminobutiric acid (GABA) dan neuropeptida, yaitu opioid endogen,

yang akan mengikat reseptor pada serabut aferen primer dan serabut saraf di

kornu dorsalis yang akan mencegah transmisi dengan mekanisme pre- dan

post-sinaps. Selain itu ada pula input inhibisi yang berasal dari otak, yang

akan memodulasi proses transmisi. Informasi yang

52
diteruskan ke sistim yang lebih tinggi pada akhirnya akan diterjemahkan

sebagai persepsi nyeri.

Tindakan pemasangan infus merupakan salah satu tindakan pengobatan

yang dapat menimbulkan nyeri Namun untuk anak-anak khususnya anak

usia sekolah hal ini bisa menimbulkan stress situasional dan kecemasan yang

mengarahkan pada pengalaman yang tidak menyenangkan. Sebagai seorang

perawat sebaiknya mampu membantu pasien khususnya anak untuk dapat

mengurangi atau menghilangkan nyeri yang dirasakan. Salah satunya dengan

cara memberikan tindakan nonfarmakologik seperti teknik distraksi untuk

mengurangi rasa nyeri tersebut. Teori gate control dari Melzack & Wall

(1978) mengusulkan bahwa impuls nyeri dapat diatur atau dihambat oleh

mekanisme pertahanan disepanjang sistem saraf pusat. Teori ini menyatakan

bahwa impuls nyeri dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka dan impuls

dihambat saat sebuah pertahanan tertutup. Upaya menutup pertahanan tersebut

merupakan dasar teori menghilangkan nyeri.

Suatu keseimbangan aktivitas dari neuron sensori dan serabut

control desenden dari otak mengatur proses pertahanan. Neuron delta-A dan C

melepaskan substansi C untuk mentransmisi impuls melaui mekanisme

pertahanan. Selain itu, terdapat mekanoreseptor , neuron delta-A yang lebih

tebal yang lebih cepat melepaskan neurotransmitter penghambat. Apabila

masukan yang dominan berasal dari serabut beta-A maka akan menutup

mekanisme pertahanan. Diyakini mekanisme penutupan ini dapat terlihat saat

perawat mengusap punggung klien dengan lembut. Pesan yang dihasilkan

53
akan menstimuli mekanoreseptor, apabila masukan yang dominan berasal dari

serabut delta-A dan serabut C, maka akan membuka pertahanan tersebut dan

klien mempersepsikan sensasi nyeri. Bahkan jika impuls nyeri dihantarkan ke

otak, terdapat pusat kortek yang lebih tinggi di otak yang memodifikasi nyeri.

Alur saraf desenden melepaskan opiate endogen, seperti endorphin dan dinorfin,

suatu pembunuh alami nyeri dari dalam tubuh. Neuromodulator ini menutup

mekanisme pertahanan dengan menghambat pelepasan substansi P. Teknik

distraksi, konseling dan pemberian plasebo merupakan upaya untuk melepaskan

endorfin ( Potter,2005 ).

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka didapatkan

bahwa dari 37 responden yang diberikan teknik distraksi pada saat

pemasangan infus menunjukkan bahwa yang mengalami nyeri ringan

sebanyak 19 orang anak. Dari 19 anak usia sekolah tersebut, umur 10 tahun

dan 11 tahun lebih banyak yang mengalami nyeri ringan (wajah 1 dan 2). Hal

ini disebabkan karena anak pada umur tersebut lebih kooperatif daripada anak

yang umurnya lebih muda. Selain itu mereka lebih mudah untuk diajarkan

melakukan teknik distraksi pernapasan. Mereka dengan cepat memahami apa

yang diajarkan oleh perawat sehingga mampu melakukan teknik distraksi

yang di ajarkan secara maksimal. Anak merasa sangat mudah melakukan

teknik distraksi pernapasan yakni hanya dengan menarik napas secara

perlahan dari hidung dan mengeluarkannya melalui mulut secara teratur

sambil menghitung jumlah pernapasannya dalam hati. Dengan meminta

mereka melakukan teknik pernapasan yang teratur pada saat prosedur

54
pemasangan infus maka akan memindahkan perhatian mereka pada

pernapasannya bukan pada prosedurnya.

Pada penelitian ini juga didapatkan hasil bahwa masih ada 9 orang anak

yang mengalami nyeri berat pada saat pemasangan infus meskipun telah

dilakukan teknik distraksi pada anak. Rata-rata yang mengalami nyeri berat ini

adalah anak-anak dengan umur 6 dan 7 tahun. Hal ini disebabkan karena anak

pada umur tersebut lebih takut terhadap keberadaan mereka di rumah sakit dan

petugas sehingga mereka agak sulit untuk di bujuk dan di ajak kerja sama. Butuh

waktu yang agak lama untuk membujuk anak dan menjelaskan tindakan yang

akan dilakukan. Belum lagi anak harus diajarkan berulang-ulang cara

melakukan teknik distraksi pada saat pemasangan infus sehingga anak kurang

mampu melakukan teknik distraksi yang diajarkan secara maksimal.

Meskipun masih ada seorang anak dengan umur 10 tahun yang mengalami nyeri

berat pada saat pemasangan infus setelah diberikan teknik distraksi. Hal ini

disebabkan karena anak tersebut pernah di rawat di rumah sakit sebelumnya

dan pernah mengalami tindakan pemasangan infus dan pada saat itu tidak ada

tindakan dari petugas untuk mengurangi nyeri yang dirasakan sehingga anak

tersebut tahu bahwa pemasangan infus akan menimbulkan nyeri. Hal inilah

yang membuat anak tersebut menjadi ketakutan dan merasa trauma sehingga

meskipun telah diajarkan teknik distraksi anak tetap menangis pada saat

dilakukan pemasangan infus.

Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Wong (2008) yang

menyatakan pada anak dengan usia 9 atau 10 tahun, sebagian besar anak

55
menunjukkan ketakutan yang lebih sedikit atau resistensi yang lebih terbuka

terhadap nyeri dibandingkan dengan anak yang lebih kecil. Secara umum

mereka telah mempelajari metode koping untuk menghadapi rasa tidak

nyaman seperti dengan berpegangan erat, mengepalkan tangan atau

mengatupkan gigi. Selain itu mereka merasa malu jika harus menunjukkan

tanda-tanda resistensi yang terbuka seperti menangis, menendang atau

mencoba melarikan diri terutama jika diilihat oleh teman sebayanya.

Tamsuri (2007) mengatakan bahwa distraksi sangat baik dilakukan

sebelum timbul nyeri atau segera setelah nyeri timbul. Distraksi dapat

menurunkan persepsi nyeri dengan menstimulasi system kontrol desenden

yang mengakibatkan lebih sedikit stimulasi nyeri yang ditransmisikan ke otak.

Salah satunya dengan cara distraksi pernapasan. Menurut French Painterand

Coury (1994) menyatakan bahwa meminta anak “meniup keluar nyeri”

dengan menggunakan pernapasan teratur telah didiskusikan sebagai alat

distraksi yang efektif. Namun keefektifan teknik distraksi ini juga tergantung

pada kemampuan pasien untuk menerima dan membangkitkan input sensori

selain nyeri. Selain itu peredaan nyeri secara umum dapat meningkat dalam

hubungan langsung dengan partisipasi aktif individu itu sendiri, banyaknya

modalitas sensori yang digunakan dan minat individu dalam stimuli.

Pada penelitian diatas juga didapatkan bahwa pada anak yang

diberikan teknik distraksi pada saat pemasangan infus yang mengalami nyeri

ringan lebih banyak pada anak yang belum pernah dipasangi infus sebelumnya

yaitu sebanyak 14 responden (66,7 %) sedangkan yang mengalami nyeri berat

56
lebih banyak pada anak yang pernah dipasangi infus sebelumnya yaitu sebanyak

7 responden (43,8 %). Hal ini disebabkan karena anak dengan pengalaman

pernah dipasangi infus sebelumnya telah mengetahui bahwa tindakan

pemasangan infus menimbulkan nyeri. Selain itu pada saat pemasangan infus

sebelumnya mereka tidak mendapatkan peredaan nyeri yang maksimal dari

petugas kesehatan sehingga menyebabkan trauma bagi mereka dan kurang

kooperatif pada saat diajarkan teknik distraksi. Berbeda dengan anak yang

belum pernah dipasangi infus sebelumnya belum mengetahui nyeri yang

dirasakan akibat pemasangan infus sehingga pada saat diajarkan teknik distraksi

pada saat pemasangan infus mampu melakukannya dengan baik.

Hal ini sesuai dengan pendapat Brunner & Suddarth (2002)

menyatakan bahwa seringkali lebih berpengalaman individu dengan nyeri

yang dialami, makin takut individu tersebut terhada peristiwa yang menyakitkan

yang akan diakibatkan. Terlebih lagi jika individu tersebut tidak mendapatkan

peredaan nyeri yang adekuat dimasa lalu. Sekali individu mengalami nyeri

berat, individu tersebut mengetahui seberapa berat nyeri yang akan terjadi.

Sedangkan individu yang tidak pernah mengalami nyeri hebat tidak mempunyai

rasa takut terhadap nyeri itu. Efek yang tidak diinginkan yang diakibatkan dari

pengalaman sebelumnya menunjukkan pentingnya perawat untuk waspada

terhadap pengalaman masa lalu pasien tentang nyeri. Jika nyerinya teratasi

dengan cepat dan adekuat, individu

57
mungkin lebih sedikit memiliki ketakutan terhadap nyeri dimasa mendatang

dan mampu mentoleransinya dengan baik.

Dari hasil penelitian diatas juga didapatkan bahwa anak dengan jenis

kelamin laki-laki lebih banyak yang mengalami nyeri ringan setelah diberi

teknik distraksi pada saat pemasangan infus dari pada perempuan. Hal ini

disebabkan karena anak laki-laki kebanyakan merasa “jagoan” terlebih lagi

jika mendapat pujian dari petugas kesehatan atau keluarganya. Berbeda

dengan anak perempuan yang karakternya lebih cengeng dibanding dengan anak

laki-laki. Meskipun masih dijumpai ada 3 orang anak perempuan yang

mengalami nyeri ringan dan nyeri sedang. Hal ini disebabkan karena anak- anak

ini lebih kooperatif pada saat pemasangan infus dan pada saat diajarkan teknik

distraksi. Selain itu anak-anak ini juga mendapat dukungan yang aktif dari

keluarganya.

Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Hart and Bossert (1994)

dalam Wong (2008) yang menyatakan bahwa anak wanita cenderung

memperlihatkan rasa takut yang berlebihan dibanding dengan anak laki-laki.

Umumnya anak takut akan perlukaan dan nyeri. Anak dengan penyakit kronik

kemungkinan lebih mengenal prosedur invasif sebagai penyebab stress,

sebaliknya anak dengan penyakit akut mungkin lebih menunjukkan respon fisik.

Hal ini juga sesuai dengan penelitian Tufecki & Cheng (2007), dari 2 kelompok

anak yang diberikan teknik distraksi penglihatan dengan kaleidoskop

pada saat pemasangan infus menunjukkan bahwa anak laki-laki mempunyai

kemampuan toleransi terhadap nyeri yang lebih tinggi dibanding

58
dengan anak perempuan. Dikatakan bahwa budaya di Turki juga mempengaruhi

persepsi anak terhadap nyeri berdasarkan jenis kelaminnya dimana anak laki-

laki memiliki tingkat ketenangan yang lebih baik.

C. Keterbatasan Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti tidak melihat bagaimana pengaruh

teknik distraksi terhadap tingkat nyeri yang dirasakan anak pada saat

pemasangan infus karena tidak menggunakan kelompok kontrol dalam

penelitian ini. Sehingga dalam penelitian ini hanya mampu menggambarkan

tingkat nyeri pada pemasangan infus dengan teknik distraksi tanpa melihat

pengaruhnya.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

59
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Ruang IRD RSUD H.A

Sultan Daeng Raja Kabupaten Bulukumba dari tanggal 10 Januari sampai

tanggal 31 Januari 2011 dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Tingkat nyeri yang dirasakan oleh anak usia sekolah pada saat

pemasangan infus setelah dilakukan teknik distraksi adalah sebagian besar

mengalami nyeri ringan

2. Teknik distraksi merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk

mengurangi rasa nyeri pada saat pemasangan infus.

3. Nyeri ringan ini lebih banyak terjadi pada anak-anak dengan usia yang

lebih tua yaitu 10 dan 11 tahun dan pada jenis kelamin laki-laki.

4. Nyeri berat lebih banyak dirasakan oleh anak dengan umur yang lebih

muda yaitu pada umur 6 dan 7 tahun dan lebih banyak dirasakan oleh anak

perempuan. Selain itu sebagian besar anak pada usia ini pernah mengalami

pemasangan infus sebelumnya tanpa dilakukan tindakan untuk

mengurangi nyeri.

B. Saran

1. Bagi Kepala Ruangan selaku penanggung jawab di Ruang IRD RSUD

H.A Sultan Daeng Raja Kabupaten Bulukumba diharapkan mampu

menerapkan teknik distraksi pada saat dilakukan pemasangan infus untuk

mengurangi nyeri yang dirasakan melalui distraksi pernapasan.

2. Bagi perawat agar dapat melakukan teknik distraksi seperti distraksi

pernapasan pada saat pemasangan infus untuk menurunkan nyeri terutama

60
pada anak usia sekolah sehingga mampu meminimalisasi hospitalisasi dan

trauma pada anak terhadap rumah sakit dan tindakan pengobatan lainnya.

3. Bagi peneliti selanjutnya perlu melakukan penelitian dengan metode yang

lain atau memperbaiki kelemahan-kelemahan metodologi dan instrument

penelitian sehingga tingkat validitas dapat dijamin.

61
Lampiran 2

LEMBAR PERMINTAAN MENJADI RESPONDEN

Kepada Yth.

Bapak/Ibu/Saudara(i) calon responden

Di

RSUD H.A Sultan Dg Raja

Sebagai persyaratan tugas akhir mahasiswa Program Studi Ilmu

Keperawatan Universitas Hasanuddin Makassar, saya akan melakukan penelitian

tentang “Tingkat nyeri pada pemasangan infus dengan teknik distraksi pada anak

usia sekolah”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat nyeri pada

pemasangan infus dengan teknik distraksi pada anak usia sekolah.

Peneliti akan melakukan intervensi berupa teknik distraksi pernapasan dan

massase pada anak yang akan dipasangi infus dengan meminta anak menarik

napas melalui hidung sambil memejamkan mata dan menghitung satu sampai lima

dalam hati kemudian mengeluarkan melalui mulut secara perlahan-lahan.. Setelah

itu melihat respon nyeri pada anak sesuai intensitas nyeri yang dirasakan setelah

melakukan teknik distraksi dengan menggunakan skala nyeri “wajah”.

Peneliti tidak akan mencantumkan nama pasien. Daftar nama akan

disimpan secara terpisah dalam arsip khusus. Hasil penelitian ini akan dilaporkan

dalam skripsi peneliti sebagai syarat memenuhi pendidikan Sarjana Keperawatan.

Tidak ada resiko untuk anda jika anda berperan serta dalam penelitian ini.

Dengan teknik distraksi ini diharapkan rasa nyeri yang anak anda rasakan dapat

berkurang. Hasil penelitian ini akan membantu rencana asuhan para perawat
dalam menurunkan nyeri pada anak yang akan dipasangi infus. Anda bebas untuk

menolak untuk berperan serta dalam penelitian ini, menolak berperan dalam

penelitian ini tidak akan mempengaruhi hubungan dengan rumah sakit khususnya

asuhan keperawatan yang anda akan terima. Peran serta dalam penelitian ini tidak

akan meminta biaya anda dan anda juga tidak akan dibayar untuk keterlibatan

anda. Jika kemudian anda mempunyai beberapa pertanyaan, anda dapat

menghubungi peneliti yang namanya tercantum dibawah ini.

Bulukumba, 2010

Peneliti

Nur Awaliah Rasyid


Lampiran 3

LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini bersedia menjadi responden dalam

penelitian yang akan dilaksanakan oleh Mahasiswa Program Studi Ilmu

Keperawatan Universitas Hasanuddin Makassar yang bernama Nur Awaliah

Rasyid (C12109504) dengan judul “Tingkat Nyeri pada Pemasangan Infus

dengan Teknik Distraksi pada Anak Usia Sekolah di Ruang IRD RSUD H.A

Sultan Daeng Raja Kabupaten Bulukumba”

Saya memahami penelitian ini akan dimaksudkan untuk kepentingan ilmiah

dalam rangka penyyusunan skripsi bagi peneliti dan tidak merugikan saya serta

jawaban yang saya berikan akan dijaga kerahasiaannya.

Dengan demikian, secara sukarela dan tidak ada unsur paksaan dari siapapun,

saya berpartisipasi dalam penelitian ini.

Bulukumba, 2010

( ………………………)
Lampiran 6
Frequencies

umur responden

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 6 7 18.9 18.9 18.9

7 9 24.3 24.3 43.2

8 3 8.1 8.1 51.4

9 2 5.4 5.4 56.8

10 8 21.6 21.6 78.4

11 7 18.9 18.9 97.3

12 1 2.7 2.7 100.0

Total 37 100.0 100.0

jns kelamin responden

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid laki-laki 24 64.9 64.9 64.9

perempuan 13 35.1 35.1 100.0

Total 37 100.0 100.0

suku responden

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid bugis 29 78.4 78.4 78.4

makassar 8 21.6 21.6 100.0

Total 37 100.0 100.0

pendidikan responden
Frequency
Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid TK 8 21.6 21.6 21.6

SD 29 78.4 78.4 100.0

Total 37 100.0 100.0

tingkat nyeri responden setelah teknik distraksi

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid berat 9 24.3 24.3 24.3

ringan 19 51.4 51.4 75.7

sedang 9 24.3 24.3 100.0

Total 37 100.0 100.0

pengalaman masa lalu

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid pernah di infus 22 59.5 59.5 59.5

belum pernah di infus 15 40.5 40.5 100.0

Total 37 100.0 100.0

Crosstabs

umur responden * tingkat nyeri responden Crosstabulation

tingkat nyeri responden Total


berat ringan sedang

umur responden 6 Count 5 1 1 7

% within umur responden 71.4% 14.3% 14.3% 100.0%

7 Count 3 3 3 9

% within umur responden 33.3% 33.3% 33.3% 100.0%

8 Count 0 2 1 3

% within umur responden .0% 66.7% 33.3% 100.0%

9 Count 0 1 1 2

% within umur responden .0% 50.0% 50.0% 100.0%

10 Count 1 6 1 8

% within umur responden 12.5% 75.0% 12.5% 100.0%

11 Count 0 6 1 7

% within umur responden .0% 85.7% 14.3% 100.0%

12 Count 0 0 1 1

% within umur responden .0% .0% 100.0% 100.0%

Total Count 9 19 9 37

% within umur responden 24.3% 51.4% 24.3% 100.0%

jenis kelamin responden * tingkat nyeri responden Crosstabulation

tingkat nyeri responden Total

berat ringan sedang

jns kelamin responden laki-laki Count 6 16 2 24


% within jns kelamin
25.0% 66.7% 8.3% 100.0%
responden

perempuan Count 3 3 7 13
% within jns kelamin
23.1% 23.1% 53.8% 100.0%
responden

Total Count 9 19 9 37
% within jns kelamin
24.3% 51.4% 24.3% 100.0%
responden
Lampiran 8
Hasil Uji Statistik (Distribusi Frekuensi)

umur responden

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 6 7 18.9 18.9 18.9

7 9 24.3 24.3 43.2

8 3 8.1 8.1 51.4

9 2 5.4 5.4 56.8

10 8 21.6 21.6 78.4

11 7 18.9 18.9 97.3

12 1 2.7 2.7 100.0

Total 37 100.0 100.0

jns kelamin responden

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid laki-laki 24 64.9 64.9 64.9

perempuan 13 35.1 35.1 100.0

Total 37 100.0 100.0

suku responden

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid bugis 29 78.4 78.4 78.4

makassar 8 21.6 21.6 100.0

Total 37 100.0 100.0

pendidikan responden
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid TK 8 21.6 21.6 21.6

SD 29 78.4 78.4 100.0

Total 37 100.0 100.0

tingkat nyeri responden setelah teknik distraksi

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid berat 9 24.3 24.3 24.3

ringan 19 51.4 51.4 75.7

sedang 9 24.3 24.3 100.0

Total 37 100.0 100.0

pengalaman masa lalu

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid pernah di infus 16 43.2 43.2 43.2

belum pernah di infus 21 56.8 56.8 100.0

Total 37 100.0 100.0

Crosstabs

umur responden * tingkat nyeri responden Crosstabulation


tingkat nyeri responden Total

berat ringan Sedang

umur responden 6 Count 5 1 1 7

% within umur responden 71.4% 14.3% 14.3% 100.0%

7 Count 3 3 3 9

% within umur responden 33.3% 33.3% 33.3% 100.0%

8 Count 0 2 1 3

% within umur responden .0% 66.7% 33.3% 100.0%

9 Count 0 1 1 2

% within umur responden .0% 50.0% 50.0% 100.0%

10 Count 1 6 1 8

% within umur responden 12.5% 75.0% 12.5% 100.0%

11 Count 0 6 1 7

% within umur responden .0% 85.7% 14.3% 100.0%

12 Count 0 0 1 1

% within umur responden .0% .0% 100.0% 100.0%

Total Count 9 19 9 37

% within umur responden 24.3% 51.4% 24.3% 100.0%

jenis kelamin responden * tingkat nyeri responden Crosstabulation

tingkat nyeri responden Total

berat ringan sedang

jns kelamin responden laki-laki Count 6 16 2 24


% within jns
kelamin 25.0% 66.7% 8.3% 100.0%
responden

perempuan Count 3 3 7 13

% within jns
kelamin 23.1% 23.1% 53.8% 100.0%
responden

Total Count 9 19 9 37

% within jns
kelamin 24.3% 51.4% 24.3% 100.0%
responden

pengalaman masa lalu * tingkat nyeri responden Crosstabulation

tingkat nyeri responden Total

berat ringan sedang

pengalaman masa lalu pernah di infus Count 7 5 4 16

% within
pengalaman 43.8% 31.2% 25.0% 100.0%
masa lalu

belum pernah di Count


2 14 5 21
infus

% within
pengalaman 9.5% 66.7% 23.8% 100.0%
masa lalu

Total Count 9 19 9 37

% within
pengalaman 24.3% 51.4% 24.3% 100.0%
masa lalu
Lampiran 4

Prosedur Pelaksanaan Teknik Distraksi

(Distraksi Pernapasan)

1. Anjurkan anak untuk rileks

2. Setelah itu minta anak untuk memandang fokus pada satu objek atau

memejamkan mata

3. Anjurkan anak melakukan inhalasi perlahan melalui hidung dengan hitungan

satu sampai lima dan kemudian menghembuskan nafas melalui mulut secara

perlahan dengan menghitung satu sampai lima (dalam hati). Perawat juga ikut

menghitung jumlah pernapasan anak.

4. Anjurkan anak untuk berkonsentrasi pada sensasi pernafasan sampai

terbentuk pernapasan yang teratur dan pada hitungan ketiga maka dilakukan

penusukan atau pemasangan infus pada anak sambil memperhatikan wajah

dan respon anak.

5. Anjurkan anak untuk tetap melakukan napas teratur.

6. Setelah infus terpasang (jarum/abocath masuk ke dalam vena dengan baik),

anjurkan anak untuk rileks kembali


7. Catat hasil pada lembar observasi.

Lampiran 5

SKALA PERINGKAT NYERI “ WAJAH”

Terdiri atas enam skala wajah kartun yang direntang dari wajah yang tersenyum

untuk “ tidak ada nyeri “ sampai wajah yang menangis untuk “ Nyeri yang paling berat

“ (Wong dan Baker,1998,2000).

Instruksi :

1. Jelaskan pada anak bahwa setiap wajah adalah seseorang yang merasa

bahagia karena tidak mengalami nyeri (sakit) atau sedih karena mengalami

nyeri baik yang ringan maupun yang berat.

a. WAJAH 0 sangat senang karena tidak mengalami nyeri.

b. WAJAH 1 nyeri yang sangat sedikit.

c. WAJAH 2 nyeri yang sedikit lebih banyak.

d. WAJAH 3 nyeri sedikit lebih banyak.

e. WAJAH 4 sangat nyeri

f. WAJAH 5 nyeri sebanyak yang kamu bisa bayangkan, meskipun kamu

tidak harus menangis untuk mengalami nyeri ini.


2. Minta anak untuk memilih wajah yang paling baik menggambarkan nyerinya.

Jika anak tidak mampu menggambarkan nyerinya,maka perhatikan wajah

anak pada saat prosedur nyeri berlangsung.

3. Catat nomor wajah mana yang ditunjuk atau yang sesuai dengan wajah anak

pada saat prosedur berlangsung pada lembar observasi

0 1 2 3 4 5

Instruksi Singkat :

WAJAH-WAJAH ini menunjukkan seberapa besar nyeri yang kamu alami

(Tunjuk pada wajah) seberapa hebat nyeri yang kamu alami sekarang? Bila anak

Nampak bingung atau tidak berespon, tunjukkan WAJAH 1 dan katakan “ wajah ini

tidak ada nyeri”. Pindahkan jari anda pada WAJAH 5 dan katakana “ wajah ini

sangat nyeri sebanyak yang kamu bisa bayangkan, meskipun kamu tidak harus
menangis untuk merasakan nyeri ini”. Bila tidak dapat memilih wajah, gunakan

instruksi asli.

Daftar Pustaka

Asmadi (2008), Teknik Prosedural Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien ,
Salemba Medika, Jakarta

Bart Smet (1994), Psikologi Kesehatan , Grasindo, Jakarta

Brunner & Suddarth (2002), Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah , Edisi 8 , EGC,
Jakarta

Dahlan, M.S (2009), Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan , Seri Evidance
Based Medicine 1, Edisi 4, Salemba Medika, Jakarta

Hidayat, A.A (2009). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data,
Salemba Medika, Jakarta

Hermawati , Karakteristik Nyeri pada Ibu Inpartu Kala I antara yang diberi Teknik
Distraksi Musik Klasik dan Massase dengan yang diberi Massase Saja di
Rumah Sakit Bersalin Gratis Kepatihan Kulon Jabres Surakarta, di akses tanggal
23 November 2010, (http://etd.e
prints.ums.ac.id/4451/I/J210070094.pdf )

La Rocca, J.C & Otto, S.E (1998). Pedoman Praktis Terapi Intravena, Edisi 2, EGC,
Jakarta

Muscari, M.E (2005). Panduan Belajar : Keperawatan Pediatrik, Edisi 3, EGC,


Jakarta

Notoatmodjo, S (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta


Nursalam (2003) , Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan,
Salemba Medika, Jakarta

Perry & Potter (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan, Edisi 4, EGC, Jakarta

Priharjo, R (1993). Seri Keperawatan : Perawatan Nyeri Pemenuhan Aktivitas


Istirahat Pasien , EGC, Jakarta

Srouji, R ., Ratnapalen, S ., & Schneeweiss, S (2010). Pain in Children : Assesment


and Nonpharmacological Management, International Journal of Pediatric ,
Volume 2010, p 1-2

Supartini, Y (2004). Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan, EGC, Jakarta

Tamsuri, A (2007). Seri Kebutuhan Dasar Manusia : Konsep dan Penatalaksannan


Nyeri, EGC, Jakarta

Tufecki, F.G ., Celebioglu, A & Kucukoglu, S (2009). Turkish Children Loved


Distraction, Using Kaleidoscope to Reduce Perceived Pain During
Venipuncture, Jurnal of Clinical Nursing, p 1-5

Tulaar, Angela B.M., Memperoleh Kembali Fungsi pada Anak dengan Kanker, di
akses pada tanggal 23 November 2010,
(http://www.majalah–farmacia.com/rubrik/one_news_print.asp?ID News=392)

Tondok,Y.R (2006) Pengaruh Terapi Musik terhadap Penurunan Intensitas Nyeri


pada Post Operatif Anak Usia Sekolah di BLU RSUP DR.Wahidin
Sudirohusodo Makassar, Skripsi tidak dipublikasikan, Universitas Hasanuddin

Widyastuti,S., Marylin.T., Anggriani,W., Rama.W & Wike.M.S (2010),


Keperawatan Keluarga : Teknik Distraksi, Fakultas Ilmu Keperawatan,
Universitas Indonesia, diakses tanggal 23 November 2010
(http://www.scribd.com/doc/37307079/TEKNIK-DISTRAKSI)

Wong, D.L ., Eaton, M.H ., Wilson, D ., Winkelstein, M.L & Schwartz, P (2008).
Buku Ajar Keperawatan Pediatrik, Edisi 6, EGC, Jakarta
Lampiran 6
LEMBAR OBSERVASI
Tanggal : Umur :
Nama : Agama :
Jenis Kelamin : Alamat :
Pendidikan : Suku :

Intensitas Nyeri Post test

Wajah 0

Wajah 1

Wajah 2

Wajah 3

Wajah 4

Wajah 5

Hasil :

Ket : - Nyeri ringan : Jika anak menunjukkan wajah 1 dan 2

- Nyeri sedang : Jika anak menunjukkan wajah 3

- Nyeri berat : Jika anak menunjukkan wajah 4 dan 5

Вам также может понравиться