Вы находитесь на странице: 1из 13

REFERAT

“INDUKSI PERSALINAN”

Disusun Oleh :

Harishal Aryaputra

Pembimbing :

dr. Aranda Tri S, Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK STASE OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA CEMPAKA PUTIH
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2018
1. Definisi Induksi Persalinan
Induksi persalinan adalah upaya menstimulasi uterus untuk memulai
terjadinya persalinan. Sedangkan augmentasi atau akselerasi persalinan adalah
meningkatkan frekuensi, lama, dan kekuatan kontraksi uterus dalam persalinan.1
Induksi dimaksudkan sebagai stimulasi kontraksi sebelum mulai terjadi
persalinan spontan, dengan atau tanpa rupture membrane. Augmentasi merujuk
pada stimulasi terhadap kontraksi spontan yang dianggap tidak adekuat karena
kegagalan dilatasi serviks dan penurunan janin.2
Induksi persalinan adalah upaya memulai persalinan dengan cara-cara
buatan sebelum atau sesudah kehamilan cukup bulan dengan jalan merangsang
timbulnya his.3

2. Indikasi Induksi Persalinan

Induksi diindikasikan hanya untuk pasien yang kondisi kesehatannya


atau kesehatan janinya berisiko jika kehamilan berlanjut. Induksi persalinan
mungkin diperlukan untuk menyelamatkan janin dari lingkungan intra uteri
yang potensial berbahaya pada kehamilan lanjut untuk berbagai alasan atau
karena kelanjutkan kehamilannya membahayan ibu.4

Adapun indikasi induksi persalinan yaitu ketuban pecah dini, kehamilan


lewat waktu, oligohidramion, korioamnionitis, pre eklamsia berat, hipertensi
dalam kehamilan, intrauterine fetal death (IUFD), dan pertumbuhan janin
terhambat (PJT), insufisiensi plasenta, perdarahan antepartum, dan umbilical
abnormal arteri doppler.4

3. Kontra Indikasi Induksi Persalinan


Kontra indikasi induksi persalinan serupa dengan kontra indikasi untuk
menghindarkan persalinan dan pelahiran spontan. Diantaranya yaitu : Cephalo-
pelvic disporpotion (CPD), plasenta previa, gemeli, polihidramion, riwayat
Sectio-caesarea klasik, malpresentasi atau kelainan letak, gawat janin, vasa
previa, hidrosefalus, dan infeksi herpes genital aktif.2
4. Komplikasi atau Risiko dari Induksi Persalinan
Komplikasi dapat ditentukan selama pelaksanaan induksi persalinan maupun
setelah bayi lahir. Komplikasi yang dapat ditemukan antara lain: atonia uteri,
hiperstimulasi, fetal distress, prolaps tali pusat, rupture uteri, solusio plasenta,
hiperbilirubinemia, hiponatremia, infeksi intra uterin, perdarahan post-partum,
kelelahan ibu dan krisis emosional, serta dapat meningkatkan pelahiran caesar
pada induksi elektif.2

5. Persyaratan
Untuk dapat melaksanakan induksi persalinan perlu dipenuhi beberapa
kondisi/persyaratan sebagai berikut5 :
a Tidak ada cephalo-pelvic disporpotion (CPD)
b Sebaiknya serviks uteri sudah matang, yakni serviks sudah
mendatar dan menipis, hal ini dapat dinilai menggunakan tabel
skor Bishop. Jika kondisi tersebut belum terpenuhi maka kita
dapat melakukan pematangan serviks dengan menggunakan
metode farmakologis atau dengan metode mekanis.
c Presentasi harus kepala, atau tidak terdapat kelainan letak janin.
d Sebaiknya kepala janin sudah mulai turun kedalam rongga
panggul.

Apabila kondisi-kondisi diatas tidak terpenuhi maka induksi persalinan


mungkin tidak memberikan hasil yang diharapkan. Untuk menilai keadaan
serviks dapat dipakai skor Bishop. Berdasarkan kriteria Bishop, yakni :

a Jika kondisi serviks baik (skor 5 atau lebih), persalinan biasanya


berhasil diinduksi dengan hanya menggunakan induksi.
b Jika kondisi serviks tidak baik (skor <5), matangkan serviks
terlebih dahulu sebelum melakukan induksi2
Sistem Penilaian Pelvik Menurut Bishop
Faktor Nilai
0 1 2 3
Pembukaan (cm) 0 1-2 3-4 5-6
Penipisan/Pendataran 0-30% 40-50% 60-70% 80%
Penurunan -3 -2 -1/0 +1/+2
Konsistensi Kuat Sedang Lunak
Posisi Posterior Pertengahan Anterior

Pada kebanyakan kasus, teknik yang digunakan untuk meningkatkan


favorability atau kematangan serviks juga menstimulasi kontraksi. Jadi teknik
tersebut dapat digunakan untuk menginduksi persalinan. Metode yang
digunakan untuk mematangkan serviks meliputi preparat farmakologis dan
berbagai bentuk distensi serviks mekanis.2

6. Proses Induksi Persalinan

Ada dua cara yang biasanya dilakukan untuk memulai proses induksi,
yaitu kimia dan mekanik. Namun pada dasarnya, kedua cara ini dilakukan untuk
mengeluarkan zat prostaglandin yang berfungsi sebagai zat penyebab otot rahim
berkontraksi.

Keberhasilan induksi persalinan tergantung kondisi serviks yang matang.


Yang dimaksud serviks yang matang yaitu lembut, anterior, penipisannya lebih
dari 50% dan dilatasi 2 cm atau lebih.

Metode farmakologis/ kimia diantaranya yaitu pemberian prostaglandin


E2 (dinoprostone, cervidil, dan prepidil), prostaglandin El (Misoprostol atau
cytotec), dan donor nitrit oksida. Sedangkan yang termasuk kedalam metode
mekanis yaitu kateter transservikal (kateter foley), ekstra amnionik salin
infusion (EASI), dilator servikal higroskopik, dan stripping membrane.2

a. Secara kimia atau medicinal/farmakologis2


 Prostaglandin

Ada 2 unsur prostaglandin yang sejak lama merupakan fokus


utama yang digunakan pada induksi persalinan yaitu prostaglandin E1 dan
prostaglandin E2. Prostaglandin E1 dikenal dengan nama Misoprostol atau
Cytotec. Sedangkan prostaglandin E2 terdiri dari Cervidil dan Prepidil

Respon terkait dosis pada pemberian prostaglandin mencakup


pematangan serviks, distress janin, hiperstimulasi uterus, seksio sesarea
untuk penanganan distress janin, ikterik pada neonatus.

Kontraindikasi untuk agen prostaglansin secara umum meliputi


asma, glaukoma, atau peningatan tekanan intraokular. Mengingat resiko
yang ditimbulkan akibat pemberian prostaglandin, maka sebelum
pemberian prostaglandin dilakukan pemantauan denyut nadi, tekanan
darah,kontraksi uterus, pemeriksaan denyut jantung janin. Pemantauan
dilakukan dengan pengamatan partograf.

 Prostaglandin E1 (PGE1)

Misoprostol merupakan prostaglandin sintetik, analog dari PGE1,


yang dibuat dan dipasarkan sebagai gastroprotektor diakui sebagai tablet
100 atau 200 μg. misoprostol dapat diberikan sublingual atau
pervaginam

Indikasi

Penggunaan misoprostol untuk pematangan serviks hanya pada


kasus-kasus tertentu, misalnya:

a) Preeklamsia berat atau eklamsia dan serviks belum matang


sedangkan sectio sesarea belum dapat segera dilakukan atau
bayi terlalu prematur untuk bisa hidup
b) Kematian janin dalam rahim lebih dari 4 minggu belum
inpartu,dan terdapat tanda-tanda gangguan pembekuan darah.

Penggunaan

Efek misoprostol pada saluran reproduksi meningkat dan efek


pada gastrointestinal menurun bila misoprostol diberikan secara
pervaginam. Ketika tablet misoprostol ditempatkan pada forniks
posterior dari vagina, konsentrasi plasma dari asam misoprostol
mencapai puncaknya dalan satu sampai dua jam dan kemudian menurun
secara perlahan. Misoprostol yang diberikan pervaginam atausecara oral
dapat memberikan efek pematangan serviks sebelum induksi persalinan
dengan menggunakan oksitosin.

Dosis

Misoprostol pervaginam diberikan dengan dosis 25 mcg,


diberikan dosis ulang setelah 6 jam tidak ada his. Apabila tidak ada
reaksi setelah 2 kali pemberian 25 mcg, maka dosis dinaikkan menjadi
50 mcg setiap 6 jam. Misoprostol tidak dianjurkan melebihi 50 mcg dan
melebihi 4 dosis atau 200 mcg dan tidak boleh memberikan oksitosin
dalam 8 jam sesudah pemberian misoprostol.

Efek Samping

Efek samping yang paling sering terjadi pada penggunaan


misoprostol diantaranya:

 Nausea& vomitus
 Nyeri pada perut
 Demam & menggigil
 Korioamnionitis-endometritis
 Retensio plasenta
 Perdarahan postpartum
 Pada janin ditemukan pola denyut jantung janin (DJJ) abnormal dan
pengeluaran meconium

 Prostaglandin E2 (PGE2)

PGE2 tersedia dalam bentuk gel atau pesarium yang dapat


dimasukkan intravaginal atau intraserviks. Gel atau pesarium ini yang
digunakan secara lokal akan menyebabkan pelonggaran kolagen serviks
dan peningkatan kandungan air di dalam jaringan serviks.
PGE2 memperlunak jaringan ikat serviks dan merelaksasikan
serabut otot serviks, sehingga mematangkan serviks. PGE2 ini pada
umumnya digunakan untuk mematangkan serviks pada wanita dengan
nilai bishop <5 dan digunakan untuk induksi persalinan pada wanita
yang nilai bishopnya antara 5 – 7

Prepidil

Bentuk gelnya (prepidil) tersedia dalam suntikan 2,5 ml untuk


pemberian intraserviks berisi 0,5 mg dinoprostone. Ibu dalam posisi
terlentang, ujung suntikan yang belum diisi diletakkan di dalam serviks,
dan gel dimasukkan tepat di bawah os serviks interna. Setelah
pemberian, ibu tetap berbaring selama setidaknya 30 menit. Dosis dapat
diulang setiap 6 jam, dengan maksimum tiga dosis yang
direkomendasikan dalam 24 jam.

Cervidil

Cervidil (dinoprostone 10 mg) juga diakui untuk pematangan


serviks. Bentuknya yang persegi panjang (berupa wafer polimerik) yang
tipis dan datar, yang dibungkus dalam kantung jala kecil berwarna putih
yang terbuat dari polyester. Kantungnya memiliki ekor panjang agar
mudah untuk mengambilnya dari vagina.pemasukannya memungkinkan
dilepaskannya obat 0,3 mg/jam (lebih lambat dari pada bentuk gel).

Cervidil digunakan dalam dosis tunggal yang diletakkan


melintang pada forniks posterior vagina. Pelumas harus digunakan
sedikit, atau tidak sama sekali, saat pemasukan. Pelumas yang
berlebihan dapat menutupi dan mencegah pelepasan dinoprostone.

Setelah pemasukan, ibu harus tetap berbaring setidaknya 2 jam.


Obat ini kemudian dikeluarkan setelah 12 jam atau ketika persalinan
aktif mulai terjadi. Dilakukan pemantauan janin selama cervidil
digunakan dan sekurang-kurangnya selama 15 menit setelah
dikeluarkan.
Efek Samping

Efek samping setelah pemberian prostaglandin E2 pervaginam


adalah peningkatan aktivitas uterus, menurut American College of
Obstetricians and Gynecologists (1999) mendeskripsikannya sebagai
berikut:

 Takisistol uterus diartikan scbagai 26 kontraksi dalam periode 10


menit.
 Hipertoni uterus dideskripsikan sebagai kontraksi tungeal yang
berlangsung lebih lama dari 2 menit.
 Hiperstimulasi uterus jika salah satu kondisi menyebabkan pola
denyut jantung janin yang meresahkan.
Karena hiperstimulasi yang dapat menyebabkan masalah bagi janin bisa
berkembang jika prostaglandin diberikan sebelum adanya persalinan
spontan, maka penggunaannya tidak direkomendasikan.

 Donor Nitrit Oksida

Nitrit oksida merupakan mediator pematangan serviks, metabolit


NO pada serviks meningkat pada awal kontraksi uterus, dan produksi
NO di serviks sangat rendah pada kehamilan lebih bulan. Dasar
pemikiran dan penggunaan donor NO yaitu isosorbide mononitrate dan
glycery rinitrate. Isosorbide mononitrate menginduksi siklo-oksigenase 2
serviks, agen ini juga menginduksi pengaturan ulang ultrastruktur
serviks, serupa dengan yang terlihat pada pematangan serviks spontan.
Namun sejauh ini uji klinis belum menunjukkan bahwa donor NO sama
efektifnya dengan prostaglandin E2 dalam menghasilkan pematangan
serviks, dan penambahan isosorbide mononitrate pada dinoprostone atau
misoprostol tidak meningkatkan pematangan serviks pada awal
kehamilan atau saa cukup bulan dan tidak mempersingkat waktu
pelahiran pervaginam.
 Oksitosin

Oksitosin saat ini secara luas digunakan sebagai stimulant uterus,


dimana dapat digunakan untuk induksi persalinan dan perbaikan
kontraksi uterus dalam persalinan. Selain itu oksitosin juga dapat
digunakan pada pengelolaan perdarahan postpartum

Cara Kerja

Oksitosin merupakan hormon yang dikeluarkan neurohipofise


yang merangsang secara langsung jaringan miometriun. Mekanisme
pematangan serviks oleh oksitosin terjadi secara tidak langsung dimana
oksitosin merangsang decidua untuk memproduksi prostaglandin E dan
prostaglandin F. Prostaglandin E meningkatkan degradasi kolagen, asam
hyaluronik hidrofilik, dilatasi pembuluh darah kecil di serviks,
sedangkan PGF meningkatkan glikosaminoglikan sehingga serviks
menjadi lunak. Pada sel miometrium, oksitosin meningkatkan aktifitas
phospodiesterase yang menyebabkan pengeluaran kalsium dari retiulum
endoplasmik. Peningkatan konsentrasi kalsium intraseluler mengaktifkan
mekanisme kontraksi otot.6

Dosis dan pengunaan

 Infuse oksitosin 2.5 IU dalam 500cc dextrose atau NaCl mulai dengan 10
tetes per menit
 Naikkan kecepatan infuse 10 tetes per menit tiap 30 menit sampai
kontraksi adekuat (3 kali tiap 10 menit dengan lama > 40 detik) dan
pertahankan sampai terjadi kelairan
 Jika terjadi hiperstimulasi (lama kontraksi> 60 detik) atau> 4 kali
kontraksi dalam 10 menit, hentikan infuse dan kurangi hiperstimulasi
dengan :
 Terbutalin 250 mcg IN pelan-pelan selama 5 menit, ATAU
 Salbutamol 5 mg dalam 500 ml cairan (garam fisiologis atau ringer
laktat) 10 tetes per menit
 Jika tidak tercapai kontraksi yang adekuat (3 kali tiap 10 menit dengan
lama> 40 detik) setelah infuse oksitosin mencapai 60 tetes per menit:
 Naikkan konsentrasi oksitosin menjadi 5 unit dalam 500 ml
dextrose (atau garam fisiologis) dan sesuaikan kecepatan infuse
sampai 30 tetes per menit (15 mlU/ menit);
 Naikkan kecepatan infuse 10 tetes per menit tiap 30 menit sampai
kontraksi adekuat (3 kali tiap 10 menit dengan lama>40 detik)
atau setelah infuse oksitosin mencapai 60 tetes per menit
 Jika masih tidak tercapai kontraksi yang adekuat dengan konsentrasi
yang lebih tinggi:
 Pada multigravida, induksi dianggap gagal, lakukan sectio cesarea
 Pada primigravida, infuse oksitosin bisa dinaikan konsentrasunya
yaitu:
 10 unit dalam 500 ml dextrose atau NaCl 30 tetes per
menit
 Naikkan 10 tetes tiap 30 menit sampai kontraksi adekuat
 Jika konsentrasi tetap tidak adekuat setelah 60 tetes per
menit (60mIU/menit), lakukan sectio sesarea

Catatan : Jangan berikan oksitosin 10 IU dalam 500 cc pada


multigravida dan pada bekas sectio caesareae

Tabel Kecepatan infuse oksitosin untuk induksi persalinan


b. Secara mekanis atau tindakan
 Kateter Transservikal (kateter foley)2

Kateter foley merupakan alternatif yang efektif disamping


pemberian prostaglandin untuk mematangkan serviks dan induksi
persalinan. Akar tetapi tindakan ini tidak boleh digunakan pada ibu yang
mengalami servisitis, vaginitis, pecah ketuban, dan terdapat rivayat
perdarahan.

Teknik ini telah dilaporkan memberikan perbaikan yang signifikan


pada skor bishop dan mengurangi waktu induksi ke persalinan.

Penggunaan

Kateter foley diletakkan atau dipasang melalui kanalis servikalis


(os seviks interna) di dalam segmen bawah uterus (dapat diisi sampai 100
ml).

Tekanan kearah bawah yang diciptakan dengan menempelkan


kateter pada paha dapat menyebabkan pematangan serviks. Modifikasi
cara ini disebut dengan extra-amnionic saline infusion (EASI), cara ini
terdiri dari infuse salin kontinu melalui kateter ke dalam ruang antara os
serviks interna dan membran plasenta.

Adapun teknik pemasangan kateter foley yaitu sebagai berikut:

1) Pasang speculum pada vagina


2) Masukkan kateter foley pelan-pelan melalui servik dengan
menggunakan cunam tampon
3) Pastikan ujung kateter telah melewati ostinum uteri interum
4) Gelembungkan balon kateter dengan memasukkan 10 ml air
5) Gulung sisa kateter
6) Diamkan kateter dalam vagina sampai timbul kontraksi uterus atau
maksimal 12 jam
7) Kempiskan balon kateter sebelum mengeluarkannya dan kemudian
lanjutkan dengan infuse oksitosin.
 Pemecahan Ketubah (Amniotomi)2

Pemecahan ketuban dengan disengaja merupakan salah satu bentuk


induksi maupun akselerasi persalinan. Dengan keluamya sebagian air
ketuban, terjadi pembentukan prostaglandin yang akan merangsang
persalinan dengan meningkatkan kontraksi uterus, dan terjadi pemendekan
otot rahim sehingga otot rahim lebih efektif berkontraksi.

Amniotomi dapat dilakukan sejak awal sebagai tindakan induksi,


dengan atau tanpa oksitosin. Induksi persalinan secara bedah (amniotomi)
lebih efektif jika keadaan serviks baik (skor Bishop> 5). Amniotomi pada
dilatasi serviks sekitar 5 cm akan mempercepat persalinan spontan selama
1 sampai 2 jam.
DAFTAR PUSTAKA

1) Saifudin, Abdul B. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan


Maternal & Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
2) Cunningham F.G., Gant N.F., Leveno K.J., Gilstrap L.C., Hauth J.C., Wenstrom
K.D., 2013. Williams OBSTETRICS. Edisi 21. Jakarta : EGC
3) Sinclair, constance. 2010. Buku Saku Kedokteran. Jakarta : EGC
4) Llewellyn-Jones, D. (2005). Setiap Wanita: Panduan Terlengkap tentang
Kesehatan, Kebidanan & Kandungan. Delapratasa Publishing
5) Oxorn, H. 2010. Ilmu Kebidanan Patologi Dan Fisiologi Persalinan.
Yogyakarta : Yayasan Essentia Medica.
6) Arias, fernando. 2012. Practical Guide to High Risk Pregnancy and Delivery.
Mosby. Westline Industrial Drive

Вам также может понравиться