Вы находитесь на странице: 1из 13

BAB 1

PENDAHULUAN
BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1 Mutu Pelayanan


2.1.1 Definisi Mutu Pelayanan
2.1.2 Indikator Penilaian Mutu Pelayanan Kesehatan
Indikator penilaian mutu pelayanan kesehatan adalah variable ukuran dan tolak ukur
untuk mengetahui adanya perubahan/penyimpangan yang dikaitkan dengan target/standar yang
telah ditentukan idikator biasanta digunakan dalam mengukur keberhasilan kinerja seseorang,
kelompok atau organisasi tertentu. Mutu pelayanan kesehatan dapat dikaji antara lain
berdasarkan tingkat pemanfaatan bkesehatan. Beberapa indikator yang dapat digunakan untuk
melakukan penilaian mutu pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut :
1. Indikiator yang mengacu pada aspek medis
a. Angka infeksi nosocomial (1-2%).
b. Angka kematian kasar (3-4%).
c. Post-Operative Death Rate / PODR (1%).
d. Post-Operative Infection rate/POIR (1%).
e. Kematian bayi baru lahir (20%).
f. Kematian ibu melahirkan (1-2%).
g. Kematian pascabedah (1-2%).
2. Indikator mutu pelayanan untuk mengukur tingkat efisiensi rumah sakit
a. Unit cost rawat jalan.
b. Jumlah penderita yang mengalami decubitus.
c. Jumlah penderita yang jatuh dari tempat tidur.
d. BOR 70-85%.
e. Turn Over Interval/TOI 1-3 hari TT yang kosong.
f. Bed Turn Over/BTO 5-45 hari atau 40-50 kali/1 TT/tahun.
g. Average Length of Stay/ALOS 7-10 hari.
3. Indikator mutu mengacu pada keselamatan pasien
a. Pasien terjatuh dari tempat tidur/kamar mandi.
b. Pasien diberikan obat yang salah.
c. Tidak ada obat/alat emergensi.
d. Tidak ada oksigen.
e. Tidak ada alat pemadam kebakaran.
f. Pemakaian air, listrik, gas, obat terbatas, dan sebagainya.
4. Indikator mutu yang berkaitan dengan tingkat kepuasan pasien
a. Jumlah keluhan pasien/keluarga.
b. Surat pembaca.
c. Jumlah surat kaleng.
d. Surat yang masuk di kotak saran.

2.1.3 Indikator Efisiensi Rawat Inap


Menurut Sudra (2010), untuk mengetahui tingkat efisiensi di suatu ruang rawat inap, perlu
adanya suatu indikator untuk mengukur apakah ruang rawat inap tersebut sudah efisien atau
belum. Beberapa indikator efisiensi rawat inap tersebut diantaranya adalah :
1. BOR (Bed Occupancy Rate)
Menurut Hatta (2010), BOR (Bed Occupancy Rate) merupakan persentase dari
penggunaan tempat tidur yang tersedia pada satu periode waktu tertentu. Umumnya
semakin besar BOR akan semakin bertambah pemasukan dari rumah sakit.
Sedangkan menurut Sudra (2010), BOR (Bed Occupancy Rate) merupakan angka
yang menunjukan presentase penggunaan tempat tidur dalam satu ruang rawat inap.
Periode perhitungan BOR ditentukan berdasarkan kebijakan intern, misalnya bulanan,
triwulanan, semester dan tahunan. Lingkup perhitungan BOR juga ditentukan
berdasarkan kebijakan intern rumah sakit, misalnya BOR per ruangan atau BOR seluruh
ruangan rawat inap di suatu rumah sakit.
BOR digunakan untuk mengetahui tingkat pemanfaatan tempat tidur rumah sakit.
Angka BOR yang rendah menunjukkan kurangnya pemanfataan fasilitas perawatan
rumah sakit oleh masyarakat. Angka BOR yang tinggi (lebih dari 85%) menunjukkan
tingkat pemanfaatan tempat tidur yang tinggi sehingga perlu pengembangan rumah sakit
atau penambahan tempat tidur. Menurut Ery T (2009), untuk menghitung BOR dapat
menggunakan rumus sebagai berikut :

Jumlah Hari Perawatan


BOR = X 100%
Jumlah Tempat Tidur x Periode

Menurut Sudra (2010) nilai ideal BOR dikatan secara statistik semakin tinggi nilai
BOR berarti semakin tinggi pula penggunaan tempat tidur yang tersedia untuk pasien.
Namun perlu diperhatikan pula bahwa semakin banyak pasien yang dilayani berarti
semakin sibuk dan semakin berat pula beban kerja pertugas kesehatan di unit tersebut.
Akibatnya, pasien kurang mendapatkan perhatian yang dibutuhkan dalam proses
perawatan. Pada akhirnya, peningkatan BOR yang terlalu tinggi ini justru bisa
menurunkan kualitas kinerja tim medis dan menurunkan kepuasan serta keselamatan
pasien. Di sisi lain, semakin rendah BOR berarti semakin sedikit tempat tidur yang
digunakan untuk merawat pasien dibandingkan dengan tempat tidur yang telah
disediakan. Dengan kata lain, jumlah pasien yang sedikit ini bisa menimbulkan kesulitan
pendapatan ekonomi bagi pihak rumah sakit.
Dengan memperhatikan hal-hal tersebut maka perlu adanya suatu nilai ideal yang
mneyeimbangkan suatu kualitas medis, kepuasan pasien, keselamatan pasien, dan aspek
pendapatan ekonomi bagi pihak rumah sakit. Maka nilai ideal untuk BOR yang
disarankan adalah 75% - 85%. (Sudra, 2010).
2. AvLOS (Average Length of Stay)
Menurut Sudra (2010), AvLOS adalah rata-rata jumlah hari pasien rawat inap yang
tinggal disuatu ruangan di rumah sakit, tidak termasuk bayi baru lahir. AVLOS adalah
rata-rata lama rawat seorang pasien. Indikator ini disamping memberikan gambaran
tingkat efisiensi, juga dapat memberikan gambaran mutu pelayanan, apabila diterapkan
pada diagnosis tertentu dijadikan hal yang perlu pengamatan yang lebih lanjut. Secara
umum nilai AVLOS yang idela antara 6-9 hari. Menurut Ert T (2009), untuk menghitung
AvLOS dapat menggunakan rumus :

Jumlah Lama Dirawat


AvLOS =
Jumlah Pasien Keluar (Hidup + Meninggal )
Dari aspek medis, semakin lama angka AvLOS maka bisa menunjukkan kinerja
kualitas medis yang kurang baik karena pasien haraus dirawat lebih lama (lama
sembuhnya). Dari aspek ekonomis, semakin lama nilai AvLOS berarti semakin tinggi
biaya yang nantinya harus dibayar oleh pasien kepada pihak rumah sakit. Jadi diperlukan
adanya keseimbangan antara sudut pandang medis dan ekonomis untuk menentukan nilai
AvLOS yang ideal. Nilai AvLOS ideal yang disarankan yaitu 3-12 hari (Sudra, 2010).
3. TOI (Turn Over Interval)
TOI adalah rata-rata hari yakni tempat tidur tidak ditempati dari telah diisi hingga
saat terisi berikutnya. Indikator ini memberikan gambaran tingkat efisiensi penggunaan
tempat tidur. Idealnya tempat tidur kosong tidak terisi pada kisaran 1-3 hari.
4. BTO (Bed Turn Over)
BTO adalah frekuensi pemkaian tempat tidur pada satu periode, beberapa kali tempat
tidur dipakai dalam satu satuan waktu tertentu. Idealnya dalam satu tahun, satu tmepat
tidur rata-rata dipakai 40-50 kali.
5. NDR (Net Death Rate)
6. GDR (Gross Death Rate)

2.1.4 Komponen Indikator


Menurut Niluh (2017), berikut ini adalah komponen yang dipakai dalam pembuatan suatu
indikator mutu pelayanan di rumah sakit, yang terdiri dari :
1. Nama indikator
2. Tujuan indikator
3. Rational
4. Definisi terminologi yang digunakan dan standar
5. Frekuensi pembaharuan standar
6. Periode dilakukan analisis
7. Numerator
8. Denominator
9. Sumber data numerator dan denumerator

2.1.5 Aspek Mutu


Kepuasan pasien merupakan salah satu hal sangat penting dalam menjala mutu pelayanan
suatu rumah sakit. Ada empat aspek mutu yang dapat dipakai sebagai indikator penilaian mutu
pelayanan suatu rumah sakit, yaitu sebagai berikut :
1. Penampilan keprofesian yang ada di rumah sakit (aspek klinis)
2. Efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pelayanan berdasarkan pemakaian sumber
daya.
3. Aspek keselamatan, keamanan, dan kenyamanan pasien.
4. Aspek kepuasan pasien yang dilayani.

2.1.6 Tabel Jenis Pelayanan, Indikator dan Standar


NO JENIS INDIKATOR STADAR
PELAYANAN
1. Gawat Darurat a. Kemampuan menangani live saving anak a. 100%
dan dewasa.
b. Jan buka pelayanan Gawat Darurat. b. 24 jam
c. Pemberian pelayaan kegawat daruratan c. 80%
yang bersetifikat
ATLS/BTLS/ACLS/PPGD. d. 5 menit
d. Waktu tanggap pelayanan dokter di
Instalasi Gawat Darurat. e. 70%
e. Kepuasan pelanggan di Instalasi Gawat
Darurat. f. 2
f. Kematian pasien <24 jam di Instalasi perseribu
Gawat Darurat.
g. Pasien dapat ditenangkan dalam waktu < g. 100%
1 jam.
h. Tidak ada keharusan membayar uang h. 100%
muka. i. 30 menit
i. Waktu tanggap pelayanan Dikter
Spesialis di Instalasi Gawat Darurat. j. Ada tim
j. Ketersediaan tim Penanggulangan
Bencana
2. Rawat jalan a. Pemberi pelayanan di poliklinik a. 100% dari
Spesialis Spesialis
b. Jam Buka Pelayaanan Schifeside
c. Ketersediaan Pleyaan nt.
d. Waktu tunggu dirawat jalan b. 08.00-
e. Kepuasan pelanggan 13.00
f. Pasoen di rawat jalan Tuberkolosis yang Kecuali
ditangani dengan Strategi DOTS Jum’at
c. Semua
SMF yang
ada
d. 60 menit
e. 90%
f. 100%
3. Rawat Inap a. Jam visiste dokter spesialis dikelas 1 a. 100%
dan VIP
b. Jam visited r spesialis dikelas 2 dan 3 b. 100%
c. Dokter penanggung jawab pasien c. 1005
rawat inap
d. Ketersediaan pasien rawat inap d. Semua
e. Kejadian infeksi pasca operasi SMF
f. Kematian pasien >48 jam e. <1,5%
g. Kejadian pulang paksa f. 0,24%
h. Kepuasan pelanggan rawat inap g. <1,5%
i. Pasien rawat inap Tuberkolosis yang h. 90%
ditangani dengan strategi DOTS i. 100%
j. Tidak adanya kejadian pasien
gangguan jiwa karena bunuh diri j. 100%
k. Tidak adanya kejadian pasien
gangguan jiwa tidak kembali dalam k. 100%
waktu <1 bulan
l. Lama hari perawatan pasien gangguan l. 6 minggu
jiwa
4. Rawat intensif a. Rata-rata pasien yang kembali a. Max 3 %
keperawatan intensif dengan kasus
yang sama <72 jam
b. Pemberi pelayanan unit intensif b. 100%
Dokter Spesialis anak 100% perawat
DLL dengan sertifikat perawat mahir

5. Persalinan dan a. Pemberi pelayanan Persalinan Normal a. 100%


Perinatologi b. Pemberi pelayanan persalinan dengan b.
penyulit
c. Pemberi pelayanan persalinan dengan
section cesaria
d. Pertolongan persalinan dengan
section cesaria
e. Kemampuan menangani BBLR
1500gr-2500gr
f. Kepuasan pelanggan
g. Kematian ibu karena eklamsia
h. Kematian ibu karena perdarahan
i. Kematian ibu melahirkan karena
sepsis
j. Konseling KB pasca persalinan
k. Angka cakupan KB pasca persalinan
dan pasca keguguran
6. Pelayanan a. Pemberi pelayanan di instalasi rawat a. 90%
Kesehatan inap b. Maksimum
b. Angka kejadian infeksi nosocomial 1,5%
c. Tidak adanya kejadian pasien jatuh yang c. 100%
berakibat kecacatan/kematian d. ≤1,5%
d. Angka kejadian decubitus e. 0%
e. Angka kejadian pasien jatuh f. ≤ 1,5%
f. Angka kejadian flebitis g. ≤ 30%
g. Angka keterbatasan perawatan diri h. ≤ 30%
h. Angka tata laksana pasien nyeri i. ≤ 30%
i. Angka kejadian cemas j. ≤ 30%
j. Pengetahuan tentang perawatan k. ≤ 10%
penyakitnya l. Persepsi
k. Perencanaan pasien pulang positif pasien
l. Evaluasi penerapan standar Asuhan terhadap
Keperawatan pelayanan
keperawatan
80%,
kemampuan
perawat
dalam
melaksanaka
n tindakan
keperawatan
75%,
pencapaian
dokumentasi
askep 60%

2.2 Kepuasan Pasien


2.2.1 Definisi Kepuasan Pasien
Pasien jika memasuki rumah sakit dengan serangkaian harapan dan keinginan dan pada
kenyataannya pengalamannya selama mendapatkan pelaynan di rumah sakit lebih baik dariada
yang diharapkannya maka dia akan puas, sebaliknya jika pengalaman selama mendapatkan
pelayanan di rumah sakit lebih rendah (lebih buruk) daripada yang mereka harapkan maka
mereka akan merasa tidak puas.
Kepuasan pasien adalah evaluasi positif dari dimensi pelayanan yang beragam. Pelayanan
yang di evaluasi dapat berupa sebagian kecil dari pelayanan, misalnya salah satu jenis
pelayanan dari serangkaian pelayanan rawat jalan, atau rawat inap, semua jenis pelayanan yang
diberikan untuk menyembuhkan seorang pasien sampai dengan system pelayanan secara
menyeluruh di dalam rumah sakit. Kajian tentang kepuasan pasien harus dipahami sebagai
suatu hal yang sangat banyak dimensinya atau variable yang mempengaruhinya.

2.2.2 Manfaat Kepuasan Pasien


Kepuasan pasien merupakan hal yang sangat subjektif, sulit diukur, dapat berubah-ubah.
Serta banyak sekali faktor yang berpengaruh sebanyak dimensi di dalam kehidupan manusia.
Subjektivisme tersebut bisa berkurang dan bahkan bisa menjadi objtektif bila cukup banyak
yang sama pendapatnya terhadap sesuatu hal. Oleh karena itu, untuk mengkaji kepuasan pasien
dipegunakan suatu instrument penelitian yang cukup valid disertai dengan metode penelitian
yang baik.
Di dalam situasi rumah sakit harus mengutamakan pihak yang dilayani (client oriented),
karena pasien adalah klien yang terbanyak, maka banyak sekali manfaat yang dapat diperoleh
suatu rumah sakit bila mengutamakan kepuasan pasien.
1. Rekomendasi medis untuk kesembuhan pasien akan dengan senang hati diikuti oleh
pasien yang merasa puas terhadap pelaynan rumah sakit.
2. Terciptanya citra positif dan nama baik rumah sakit karena pasien yang puasa tersebut
akan memberitahukan kepuasannya kepada orang lain. Hal ini secara akumulatif akan
menguntungkan rumah sakit karena merupakan pemasaran rumah sakit secara tidak
langsung.
3. Citra rumah sakit akan menguntungkan secara sosial dan ekonomi. Bertambahnya
jumlah pasien yang berobat, karena ingin mendapatkan pelayanan yang memuaskan
seperti selama ini mereka dengar akan menguntungkan rumah sakit secra sosial dan
ekonomi (menignkatnya pendapatan rumah sakit).
4. Berbagai pihak yang berkepentingan (stakehilders) rumah sakit, seperti perusahaan
asuransi, akan lebih menaruh kepercayaan pada rumah sakit yang mempunyai citra
positif.
5. Di dalam rumah sakit yang berusaha mewujudkan kepuasan pasien akan diwarnai
dengan situasi pelayanan yang menjunjung hak-hak pasien. Rumah sakit pun berusaha
sedemkian rupa sehingga malpraktik tidak terjadi.
Loyalis pasien adalah tanggapan tentang komitmen pasien untuk setia beobat serta tetap
melakukan permintaan jasa perawatan secara konsisten, yang terdiri atas kepercayaan (trust),
komitmen psikologi (psychological commitment), perubahan biaya (sitcing cost), perilaku
publisitas (word of mouth), dan kerja sama yang baik (cooperation).

2.2.3 Dimensi Kepuasan Pasien


Mengukur kepuasan pasien dapat digunakan sebagai alat untuk:
1. Evaluasi kualitas pelayanan kesehatan
2. Evaluasi terhadap konsultasi intervensi dan hubungan antar perilaku sehat dan sakit
3. Membuat keputusan administrasi
4. Evaluasi efek dari perubhan organisasi pelayanan
5. Administrasi staf
6. Fungsi pemasaran, dan
7. Formasi erik professional

2.2.4 Klasifikasi Kepuasan Pasien


Ada dua kepuasan pasien yaitu sebagai berikut :
1. Kepuasan pasien yang mengacu hanya pada penerapan standard an kode etik profesi,
hubungan dokter-pasien, kenyamanan pelayanan, kebebasan menentukan pilihan,
pengetahuan dan kompetensi teknis, ekfektivitas pelayanan, dan kemananan tindakan.
2. Kepuasan yang mengacu pada penerapan semua persyaratan pelayanan kesehatan,
ketersediaan, kewajaran, kesinambungan, penerimaan, ketersediaan, keterjangkauan,
efisiensi, dan mutu pelayanan kesehatan.
BAB 3
PEMBAHASAN

3.1 Indikator Efisiensi Rawat Inap


Sesuai uraian dibab II,, terdapat indikator efisensi rawat inap yaitu:
1. BOR (Bed Occupancy Rate)
2. AvLOS (Average Length of Stay)
3. TOI (Turn Over Interval)
4. BTO (Bed Turn Over)
5. NDR (Net Death Rate)
6. GDR (Gross Death Rate)
Berdasarkan penelitian dari Rapitos sidiq, dkk (2015) di RSUD Aceh Besar.
1. RSUD Aceh Besar RS yang sedang berkembang 2014 jumlah hari perawatan tertinggi
tahun 2014 sebesar 1241 hari, sedangkan pada tahun 2015 sebanyak 923 hari.
Ditinjau dari indikator BOR RSUD Aceh Besar 2014 dengan angka 3,2 %. Jumlah jauh
dari nilai ideal yaitu sebesar 60-85%. 2015 BOR RSUD Aceh Besar 62% kondisi BOR
2014 menggambarkan bahwa pelayanan rumah sakit tidak efesien.
2. Untuk indikator AVLOS RSUD Aceh Besar tahun 2014 sebesar 3,2 hari sedangkan tahun
2015 sebesar 4 hari idealnya AVLOS atara 6-9 hari, itu termasuk kedalam kategori tidak
efisien.
3. Untuk indikator TOI sebesar 31,5 pada tahun 2014. Sedangkan tahun 2015 sebesar 3,1
hari idealnya nilai ini sebesar 1-3 hari. Nilai TOI tahun 2014 Artinya tempat tidur
tersebut kosong selama satu bulan.
4. BTO 2014 sebesar 10,8 kali nilai ini sangat kecil sekali, sedangkan pada tahun 2015
sudah membaik menjadi 45,7 artinya tempat tidur 45 kali dipakai. Idealnya nilai ini 40-50
kali. Berdasarkan nilai-nilai indikator dari tahun 2014-2015 RSUD Aceh Besar
mengalami peningkatan dan pelayanan sudah mencapai efesiensi.
3.2 Dimensi Kepuasaan pasien
Dari uraian dibab II, dimensi kepuasaan pasien terdiri dari
Dimensi Kepuasan Pasien. Mengukur kepuasan pasien dapat digunakan sebagai alat untuk:
1. Evaluasi kualitas pelayanan kesehatan
2. Evaluasi terhadap konsultasi intervensi dan hubungan antar perilaku sehat dan sakit
3. Membuat keputusan administrasi
4. Evaluasi efek dari perubhan organisasi pelayanan
5. Administrasi staf
6. Fungsi pemasaran, dan
7. Formasi erik professional
Berikut hasil penelitian dari Hajjul Kamil di RSUDZA Banda Aceh,
Dari tabel 3 diatas dapat disimpulkan berdasarkan hasil masing masing dimensi kepuasan
sebagai berikut
1. Dimensi Empati
Hasil pada dimensi ini telah memberi gambaran bahwa sikap dan perilaku tenaga
kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien pada ruang rawat inap
kelas III RSUDZA Banda Aceh, seperti; memberikan perhatian secara individual,
memiliki jam pelayanan yang nyaman, selalu mengutamakan kepentingan pasien, dan
memahami kebutuhan spesifik para pasiennya belum terlaksana secara optimal.

2. Dimensi Kehandalan
Ketidakpuasan pasien pada dimensi kehandalan terhadap mutu pelayanan
kesehatan pada ruang rawat inap kelas III RSUDZA Banda Aceh, telah memberikan
gambaran bahwa tenaga kesehatan yang bertugas dalam memberikan pelayanan
kesehatan kepada pasien belum optimal dalam melaksanakan tugasnya dari aspek
kecepatan, ketepatan, kesesuaian, dan kelancaran pelayanan.

3. Dimensi Jaminan
Ketidakpuasan pasien pada dimensi ini, memberikan gambaran tentang pengalaman nyata
pasien yang tidak sesuai dengan harapan bagaimana tenaga kesehatan mampu membuat
para pasien mempercayainya, merasa aman dalam menerima pelayanan, bersikap
konsisten, dan memiliki pengetahuan yang memadai untuk menjawab pertanyaan-
pertanyaan pasien.

4. Dimensi Ketanggapan
Hasil penelitian untuk dimensi ketanggapan merupakan dimensi prioritas ketiga dalam
menyempurnakan kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan pada ruang rawat inap
kelas III RSUDZA Banda Aceh. Hal ini didasarkan pada hasil Gap Score antara
kenyataan dan harapan responden terhadap dimensi ini adalah -0,7.

5. Dimensi Tampilan Fisik


Kepuasan pasien pada dimensi ini harusnya berkaitan sangat erat dengan pelaksanaa
pelayanan kesehatan yang berlangsung saat ini di rumah sakit tersebut yang relatif sangat
baru, seperti; gedung yang bersih dan nyaman, fasilitas fisik yang lengkap, dan
penampilan para tenaga kesehatan yang bersih dan rapi

Вам также может понравиться