Вы находитесь на странице: 1из 18

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELLITUS
DI PUSKESMAS PEKAUMAN

Di susun Oleh :
Makiah
14144011070

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN


D3 KEPERAWATAN KELAS INTERNASIONAL
TAHUN AKADEMIK 2016/2017
1. Anatomi dan Fisiologi Pankreas

a. Anatomi Pankreas
Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira-kira 15 cm,
lebar 5 cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata-rata 60-90
gram. Terbentang pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung.
Pankreas juga merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam
tubuh baik hewan maupun manusia. Bagian depan (kepala) kelenjar pankreas
terletak pada lekukan yang dibentuk oleh duodenum dan bagian
Pilorus dari lambung. Bagian badan yang merupakan bagian utama dari organ
ini merentang ke arah limpa dengan bagian ekornya menyentuh atau terletak pada
alat ini. Dari segi perkembangan embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari
epitel yang berasal dari lapisan epitel yang membentuk usus (Tambayong, 2001).
Fungsi pankreas ada 2 yaitu :
1) Fungsi eksorin yaitu membentuk getah pankreas yang berisi enzim dan
elektrolit.
2) Fungsi endokrin yaitu sekelompok kecil atau pulau langerhans,yang
bersama-sama membentuk organ endokrin yang mensekresikan
insulin.Pulau langerhans manusia mengandung tiga jenis sel utama, yaitu:
a) Sel-sel A (alpha), jumlahnya sekitar 20-40 % ; memproduksi
glukagon yang manjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon yang
mempunyai “anti insulin like activity “.
b) Sel-sel B (betha), jumlahnya sekitar 60-80 % , membuat insulin.
c) Sel-sel D (delta), jumlahnya sekitar 5-15 %, membuat somatostatin
yang menghambat pelepasan insulin dan glukagon.(Tambayong,
2001)
b. Fisiologi Pankreas
Kadar glukosa dalam darah sangat dipengaruhi fungi hepar, pankreas,
adenohipofisis dan adrenal. Glukosa yang berasal dari absorpsi makanandiintestin
dialirkan ke hepar melalui vena porta, sebagian glukosa akandisimpan sebagai
glikogen. Pada saat ini kadar glukosa di vena porta lebih tinggi daripada vena
hepatica, setelah absorsi selesai gliogen hepar dipecah lagi menjadi glukosa,
sehingga kadar glukosa di vena hepatica lebih tinggi dari vena porta. Jadi hepar
berperan sebagai glukostat. Pada keadaan normal glikogen di hepar cukup untuk
mempertahankan kadar glukosa dalam beberapa hari, tetapi bila fungsi hepar
terganggu akan mudah terjadi hipoglikemi atau hiperglikemi. Sedangkan peran
insulin dan glukagon sangat penting pada metabolisme karbonhidrat. Glukagon
menyebabkan glikogenolisis dengan merangsang adenilsiklase, enzim yang
dibutuhkan untuk mengaktifkanfosforilase. Enzim fosforilase penting untuk
gliogenolisis. Bila cadangan glikogen hepar menurun maka glukoneogenesis akan
lebih aktif.
2. Definisi
Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau mengalihkan”
(siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna manis atau madu. Penyakit
diabetes melitus dapat diartikan individu yang mengalirkan volume urine yang banyak
dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang
ditandai dengan ketidakadaan absolute insulin atau penurunan relative insensitivitas sel
terhadap insulin (Corwin, 2009).
Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai
kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai
komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada
membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron (Mansjoer dkk, 2007).
Diabetes Mellitus (DM) adalah kelainan defisiensi dari insulin dan kehilangan
toleransi terhadap glukosa ( Rab, 2008).
Dari beberapa definisi tentang diabetes mellitus diatas, penulis menyimpulkan
bahwa diabetes mellitus adalah penyakit atau keadaan hiperglikemia yang ditandai
denga ketiadaan insulin.
3. Etiology
a. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
1) Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi
suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes
tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki
tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan
kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses
imun lainnya.
2) Faktor Imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini
merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal
tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya
seolah-olah sebagai jaringan asing.
3) Faktor Lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai contoh
hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat
memicu proses autoimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β pancreas.
b. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya
mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam
sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat
resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula
mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian
terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa menembus
membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan
insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah
tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi
penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan system
transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang
cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi
insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia
(Price, 1995 cit Indriastuti 2008). Diabetes Melitus tipe II disebut juga Diabetes
Melitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes
Melitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk
Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi
terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II,
diantaranya adalah:
1) Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65
tahun)
2) Obesitas
3) Riwayat keluarga
4) Kelompok etnik
4. Manifestasi Klinis
Menurut Purwaningsih (2009)manifestasi klinis yang dirasakan dapat berupa :
a. Polidipsi

Merupakan akibat reaksi tubuh karena banyak mengeluarkan urin. Gejala ini
sebenarnya merupakan usaha tubuh untuk menghindari kekurangan cairan
(dehidrasi). Oleh karena tubuh banyak mengeluarkan air (dalam bentuk urin),
secara otomatis menimbulkan rasa haus untuk mengganti cairan yang keluar.
Selama kadar gula dalam darah belum terkontrol baik, akan timbul terus
keinginan untuk terus-menerus minum. Sebaliknya minum yang banyak akan
terus menimbulkan keinginan untuk selalu kencing. Dua hal ini merupakan
serangkaian sebab akibat yang akan terus terjadi selagi tubuh belum dapat
mengendalikan kadar gula dalam darahnya.

b. Polifagi
Merupakan gejala lain yang dapat diamati. Terjadinya gejala ini, disebabkan
oleh berkurangnya cadangan gula dalam tubuh meskipun kadar gula dalam
darah tinggi. Oleh karena ketidakmampuan insulin dalam menyalurkan gula
sebagai sumber tenaga dalam tubuh, membuat tubuh merasa lemas seperti
kurang tenaga.
c. Poliuri
Merupakan gejala umum pada penderita DM. Biasanya banyaknya air kencing
ini disebabkan gula dalam darah (glukosa) yang terlalu banyak, sehingga akan
membuat tubuh harus segera mengeluarkan kelebihan gula tersebut melalui
ginjal bersama urin (air kencing).
d. Mual, muntah
e. Obesitas
f. Hipoglikemia merupakan salah satu kegawatan diabetik yang mengancam,
sebagai akibat dari menurunnya kadar glukosa darah < 60 mg/dl
g. Hiperglikemia merupakan keadaan peningkatan glukosa darah daripada rentang
kadar puasa normal 80-90 mg / dl darah, atau rentang non puasa sekitar 140-
160 mg /100 ml darah
5. Patofisiologi/Patway
Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk
menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses
autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak terukur oleh
hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam
hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial
(sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap
kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam
urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke dalam urin,
ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan
ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan,
pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus
(polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera
makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup
kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis
(pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru
dari dari asam-asam amino dan substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin,
proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan
hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan
peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak.
Badan keton merupakan asam yang menggangu keseimbangan asam basa tubuh apabila
jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-
tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau
aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan
kematian. Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan
memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala
hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar gula darah
yang sering merupakan komponen terapi yang penting.
Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan
dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin
akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya
insulin dengan resptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme
glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan
reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi
pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya glukosa dalam
darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita
toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan
dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit
meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan
kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe
II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe II,
namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan
lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetik
tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak
terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom
hiperglikemik hiperosmoler nonketoik (HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia lebih dari
30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama
bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa
terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat
mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada kulit yang lama sembuh-
sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadra glukosanya sangat
tinggi).
Patway
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Darah
1) Glukosa darah puasa > 120 mg/dl
2) Glukosa darah 2 jam > 200 mg/dl
b. Pemeriksaan Urine
Pemeriksaan urine reduksi biasanya 3 kali sehari dilakukan 30 menit sebelum
makan dapat juga 4 kali sehari. Urine reduksi normal biasanya biru.
7. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi Diabetes Mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas
insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi
vaskular serta neuropatik. Tujuan teraupetik pada setiap tipe Diabetes Mellitus adalah
mencapai kadar glukosa darah normal (euglikemia) tanpa terjadi hipoglikemia dan
gangguan series pada pola aktivitas pasien.
Ada 5 komponen dalam pentalaksanaan Diabetes mellitus, yaitu :
a. Diet
Diit Diabates Mellitus sesuai dengan paket-paket yang telah disesuaikan dengan
kandungan kalorinya.
Penentuan jumlah kalori diit Diabetes Mellitus harus disesuaikan oleh status gizi
penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung Percentage of
relative body weight.
b. Latihan
Beberapa kegunaan latihan adalah untuh mencegah kegemukan, meningkatkan
kepekaan insulin, kadar glukosa otor dan hati berkurang, dan menurunkan
kolesterol total dalam darah karena pembakaran asam lemak menjadi lebih baik.
c. Penyuluhan
Penyuluhan kesehatan kepada penderita Diabetes Mellitus, melalui bermacam-
macam cara atau media misalnya: leaflet, poster, TV, kaset video, dan
sebagainya.
d. Obat
1) Tablet OAD (Oral Antidiabetes)
2) Insulin
e. Cangkok Pankreas
Pendekatan terbaru untuk cangkok pankreas adalah segmental dari donot hidup
saudara kembar identik.
8. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1) Identitas
Identitas klien yang biasa di kaji pada penyakit sistem endokrin adalah usia,
akrena ada beberapa penyakit endokrin banyak terjadi pada klien di atas usia
60 tahun.
2) Keluhan Utama
Keluhan utama yang serig ditemukan pada klien dengan penyakit endokrin
seperti Diabetes Mellitus adalah poliuria, polifagi, dan poldipsi.
3) Riwayat penyakit sekarang
Riwayat kesehatan saat ini adalah uraian mengenai penyakit yang diderita
oleh pasien dari mulai timbulnya keluhan utama dirasakan sampai pasien
dibawa ke rumah sakit, dan apakah pernah memeriksakan diri ke tempat lain
selain rumah sakit serta pengobatan apa yang pernah diberikan dan
bagaimana perubahannya.
4) Riwayat penyakit dahulu
Riwayat kesehatan yang lalu seperti riwayat penyakit hematologi
sebelumnya, penggunaan obat-obatan, riwayat mengkonsumsi alkohol dan
merokok.
5) Riwayat penyakit keluarga
Yang perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang menderita penyakit yang
sama karena faktor genetik.
6) Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum
Keadaan umum pasien lanjut usia yang mengalami gangguan endokrin
biasanya lemah.
b) Kesadaran
Kesadaran pasien biasanya Composmentis, apatis sampai somnolen.
c) Tanda-tanda vital
 Suhu meningkat (>370C)
 Nadi meningkat/menurun (70-82x/menit)
 Tekanan darah meningkat
 Pernafasan biasanya meningkat
d) Pemeriksaan Review of System (ROS)
 B1: Breathing
Pada pasien Diabetes Mellitus ditemukan peningkatan frekuensi
nafas atau dalam batas normal.
 B2: Bleeding
Kaji adanya penyakit jantung, frekuensi nadi apikal, sirkulasi
perifer, warna, dan kehangatan.
 B3: Brain
Kaji adanya kehilangan gerakan/sensasi, spasme otot, terlihat
kelemahan/hilang fungsi. Pergerakan mata, dilatasi pupil. Agitasi
(mungkin berhubungan dengan nyeri/ansietas).
 B4: Bleeder
Perubahan pola perkemihan, seperti inkontinensia, disuria, distensi
kandung kemih, warna dan bau urin.
 B5: Bowel
 B6: Bone
Kaji adanya nyeri berat tiba-tiba/mungkin terlokalisasi pada area
jaringan, dapat berkurang pada mobilisasi, kontarktor atrofi otot,
laserasi kulit, dan perubahan warna.
7) Pola fungsi kesehatan
a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Menggambarkan persepsi, pemeliharaan, dan penanganan kesehatan.
b) Pola nutrisi
Menggambarkan masukan nutrisi, balance cairan, dan elektrolit, nafsu
makan, pola makan, diit, kesulitan menelan, mual/muntah, dan makanan
kesukaan.
c) Pola eliminasi
Menjelaskan pola fungsi ekskresi, kandung kemih, defekasi, ada
tidaknya masalah defekasi, masalah nutrisi, dan penggunaan kateter.
d) Pola tidur dan istirahat
Menggambarkan pola tidur, istirahat, dan persepsi terhadap energi,
jumlah jam tidur pada siang dan malam, masalah tidur seperti insomnia.
e) Pola aktivitas dan istirahat
Menggmbarkan pola latihan, aktivitas, fungsi pernafasan, dan sirkulasi.
Riwayat penyakit jantung, frekuensi, irama, dan kedalaman pernafasan.
Pengkajian indeks KATZ.
f) Pola hubungan dan peran
Menggambarkan dan mengetahui hubungan dan peran pasien terhadap
anggota keluarga dan masyarakat tempat tinggal, pekerjaan, tidak punya
rumah, dan masalah keuangan. Pengkajian APGAR keluarga.
g) Pola sensori dan kognitif
Menjelaskan persepsi sensori dan kognitif. Pola persepsi sensori
meliputi pengkajian penglihatan, pendengaran, perasaan, dan pembau.
Pengkajian status mental menggunakan Tabel Short Portable Mental
Status Quesionare (SPMSQ).
h) Pola persepsi dan konsep diri
Menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan persepsi terhadap
kemampuan konsep diri. Konsep diri menggambarkan gambaran diri,
harga diri, peran, identitas diri. Pengkajian tingkat depresi menggunakan
Tabel Inventaris Depresi Back.
i) Pola seksual dan reproduksi
Menggambarkan kepuasaan atau masalah terhadap seksualitas.
j) Pola penanggulangan stress dan koping
Menggambarkan kemampuan untuk menangani stress.
k) Pola tata nilai dan kepercayaan
Menggambarkan dan menjelaskan pola, nilai keyakinan termasuk
spiritual.
b. Diagnosa
1) Nyeri akut b.d agen cedera biologis (penurunan perfusi jaringan perifer)
2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d.
ketidakmampuan menggunakan glukose (tipe 1)
3) Defisit Volume Cairan b.d Kehilangan volume cairan secara aktif,
Kegagalan mekanisme pengaturan
c. Intervensi
1) Nyeri akut b.d agen cedera biologis (penurunan perfusi jaringan perifer)
 Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x6 jam pasien dapat
pain control dan mengidentifikasi tingkat nyeri
 Kriteria hasil :
 Penampilan rileks
 Pasien menyatakan nyeri berkurang
 Skala nyeri 0-2
Intervensi Rasional
Kaji tingkat nyeri (PQRST) Mengetahui subyektifitas
pasien terhadap nyeri untuk
menentukan tindakan
selanjutnya.
Berikan posisi yang nyaman Menurunkan ketegangan
Berikan lingkungan yang Menurunkan stimulasi yang
tenang dapat menurunkan ketegangan
Monitor respon verbal dan Mengetahui tingkat nyeri
non verbal nyeri untuk menentukan intervensi
Monitor vital signs Nyeri mempengaruhi tanda-
tanda vital
Kaji faktor penyebab Intervensi di sesuaikan dengan
penyebab
Berikan support emosi Emosi berpengaruh terhadap
nyeri
Lakukan touch terapi Pasien merasa di perhatikan
Lakukan teknik distraksi dan Mengalihkan perhatian untuk
relaksasi mengurangi nyeri

2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d.


ketidakmampuan menggunakan glukose (tipe 1)
 Tujuan: Perubahan nutrisi dapat teratasi / nutrisi dapat terpenuhi.
 Kriteria hasil :
 Mencerna jumlah kalori / nutrien dengan tepat.
 Menunjukan tingkatan energi.
 Berat badan yang stabil atau penambahan kearah rentang yang
diinginkan.
 Nilai laboratorium normal.
Intervensi Rasional
Timbang berat badan mengkaji pemasukan
setiap hari atau sesuai dengan makanan yang adekuat.
indikasi.
Auskultasi bising usus, catat hiperglikemia dan gangguan
adanya nyeri abdomen/perut keseimbangan cairan dan
kembung, mual, muntahan elektrolit dapat menurunkan
makanan yang belum sempat motilitas / fungsi lambung
dicerna. yang akan mempengaruhi
fungsi metabolik.
Observasi tanda-tanda karena metabolisme
hipoglikemia, seperti karbohidrat mulai terjadi, gula
perubahan tingkat kesadaran, darah akan berkurang dan
kulit lembab / dingin, denyut sementara tetap diberikan
nadi cepat, lapar, peka insulin maka hipoglikemi
terhadap rangsangan, cemas, dapat terjadi.
sakit kepala, pusing,
sempoyongan.
Lakukan pemeriksaan gula analisa ditempat tidur
darah dengan mengunakan terhadap gula darah lebih
“finger stick”. akurat, daripada memantau
gula dalam urin yang tidak
cukup akurat untuk
mendeteksi fluktuasi kadar
gula darah dan dapat
dipengaruhi oleh ambang
ginjal pasien secara individual
atau adanya retensi urin dan
gagal ginjal.
Pantau pemeriksaan gula darah akan menurun
laboratorium. perlahan dengan penggantian
cairan dan terapi insulin
terkontrol.
Berikan pengobatan insulin larutan glukosa ditambahkan
secara teratur. setelah insulin dan cairan
membawa gula darah kira-kira
250 mg/dl. Dengan
metabolism karbohidrat
mendekati normal, perawatan
harus diberikan untuk
menghindari hipoglikemia.
Lakukan konsultasi dengan sangat bermanfaat dalam
ahli diet. perhitungan dan penyesuaian
diet untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi klien

3) Defisit Volume Cairan b.d Kehilangan volume cairan secara aktif,


Kegagalan mekanisme pengaturan
 Tujuan: Volume cairan dalam tubuh dapat terpenuhi.
 Kriteria hasil :
 Tanda-tanda dehidrasi tidak terjadi dibuktikan oleh tanda vital
stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisisan
kapiler baik, haluaran urin tepat secara individu.
 Kadar elektrolit dalam batas normal
Intervensi Rasional
Pantau tanda-tanda vital, catat hipovolemia dapat
adanya perubahan tekanan dimanifestasikan oleh hipotensi
darah. dan takikardia. Perkiraan berat
ringannya hipovolemia dapat
dibuat ketika tekanan darah
sistolik pasien turun lebih dari
10 mmHg dari posisi berbaring
keposisi duduk / berdiri.
Kaji suhu, warna kulit atau meskipun demam, menggigil dan
kelembabannya. diaphoresis merupakan hal
umum terjadi pada proses
infeksi, demam dengan kulit
yang kemerahan, kering
mungkin sebagai cerminan dari
dehidrasi.
Kaji nadi perifer, pengisian merupakan indikator dari
kapiler, turgor kulit dan tingkat dehidrasi atau volume
membran mukosa. sirkulasi yang adekuat.
Ukur berat badan setiap hari. memberikan hasil pengkajian
yang terbaik dari status cairan
yang sedang berlangsung dan
selanjutnya dalam memberikan
cairan pengganti.
Pertahankan untuk memberikan mempertahankan hidrasi /
cairan paling sedikit 2500 ml / volume sirkulasi.
hari dalam batas yang dapat
ditoleransi jantung jika
pemasukan oral sudah dapat
diberikan.
Catat hal-hal yang dilaporkan kekurangan cairan dan elektrolit
seperti mual, nyeri abdomen, mengubah motilitas lambung,
mual dan distensi lambung. yang sering kali akan
menimbulkan muntah dan secara
potensial akan menimbulkan
kekurangan cairan atau
elektrolit.
Observasi adanya perasaan pemberian cairan untuk
kelelahan yang meningkat, perbaikan yang cepat, mungkin
edema, peningkatan berat
badan, nadi teratur dan adanya sangat berpitensi menimbulkan
distensi pada vaskuler. kelebihan beban cairan.
Berikan kalium atau elektrolit Kalium harus ditambahkan pada
IV untuk mencegah hipokalimea.
Pantau pemeriksaan (Ht) mengkaji tingkat hidrasi dan
laboratorium, seperti: sering kali meningkat
hematokrit, natrium dan kalium. akibat hemokonsentrasi yang
terjadi setelah diuresis osmotik.
(Na) mungkin menurun yang
dapat mencerminkan
perpindahan cairan dari intra sel
(diuresis osmotik). (Kalium)
awalnya akan terjadi
hiperkalimea dalam berespon
pada asidosis, namun selanjutnya
kalium ini akan hilang melalui
urin, kadar kalium absolute
dalam tubuh berkurang. Bila
insulin diganti dan asidosis
teratasi, kekurangan kalium
serum akan terlihat.
REFERENCES

Clevo, M.Rendy dan margareth TH. 2012. Asuhan Keperawatan Medikan Bedah dan
Penyakit DalamI. Yogyakarta: Nuha Medika

Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius

Purwaningsih dan Siti Fatmawati.2010. Asuhan Keperawatan Maternitas. Yogyakarta


: Nuha Medika.

Rab, T. 2008. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit PT Alumni

Yuli, Reny Aspiani.2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gerontik. Jakarta: CV.
Trans Info Media

Вам также может понравиться