Вы находитесь на странице: 1из 27

AKUT LIMFOBLASTIK LEUKEMIA (ALL)/

LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT

A. PENGERTIAN
Leukemia lymphoblastic akut ( ALL atau juga disebut leukemia limfositik akut ) adalah kanker
darah dan sumsum tulang . Kanker jenis ini biasanya semakin memburuk dengan cepat jika tidak
diobati .ALL adalah jenis kanker yang paling umum pada anak-anak . Pada anak yang sehat ,
sumsum tulang membuat sel-sel induk darah ( sel yang belum matang ) yang menjadi sel-sel darah
dewasa dari waktu ke waktu . Sebuah sel induk dapat menjadi sel induk myeloid atau sel induk
limfoid (National Cancer Institute, 2014).

Leukemia adalah keganasan organ pembuat darah, sehingga sumsum tulang didominasi oleh
limfoblas yang abnormal. Leukemia limfoblastik akut adalah keganasan yang sering ditemukan
pada masa anak-anak (25-30% dari seluruh keganasan pada anak), anak laki lebih sering
ditemukan dari pada anak perempuan, dan terbanyak pada anak usia 3-4 tahun. Faktor risiko terjadi
leukimia adalah faktor kelainan kromosom, bahan kimia, radiasi faktor hormonal,infeksi virus
(Ribera, 2009).

Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) adalah suatu keganasan pada sel-sel prekursor limfoid,
yakni sel darah yang nantinya akan berdiferensiasi menjadi limfosit T dan limfosit B. LLA ini
banyak terjadi pada anak-anak yakni 75%, sedangkan sisanya terjadi pada orang dewasa. Lebih
dari 80% dari kasus LLA adalah terjadinya keganasan pada sel T, dan sisanya adalah keganasan
pada sel B. Insidennya 1 : 60.000 orang/tahun dan didominasi oleh anak-anak usia < 15 tahun,
dengan insiden tertinggi pada usia 3-5 tahun (Landier dkk, 2004)

B. ANATOMI FISIOLOGI
Darah adalah suatu jaringan tubuh yang terdapat di dalam pembuluh darah yang warnanya
merah. Pada tubuh yang sehat atau orang dewasa terdapat darah sebanyak kira-kira 1/13 dari berat
badan atau kira-kira 4 sampai 5 liter. Keadaan jumlah tersebut pada tiap organ0organ tidak sama
tergantung pada umur, pekerjaan, keadaan jatung atau pembuluh darah.
Fungsi darah terdiri atas:
1) Sebagai alat pengangkut
2) Sebagai pertahanan tubuh terhadap serangan bibit penyakit dan racun yang akan membunuh
tubuh dengan perantaraan leukosit, anti bodi / zat-zat anti racun
3) Menyebarkan panas ke seluruh tubuh

Bagian-bagian darah:
1. Air : 91%
2. Protein : 8% (albumin, globulin, protombi dan fibrinogen)
3. Mineral : 0,9% (Natrium Klorida, Natrium Bikarbonat, Garam, Posphatt, Magnesium
dan Asam Amino)

Darah terdiri dari 2 bagian yaitu:


1) Sel darah ada 3 macam yaitu:
a. Eritrosit (sel darah merah)
b. Leukosit (sel darah putih)
c. Trombosit (sel pembeku darah)
2) Plasma darah
a. Eritrosit
Ialah bentuknya seperti cakram / bikonkap dan tidak mempunyai inti. Ukurannya kira-kira
7,7 unit (0,007 mm) diameter tidak dapat bergerak. Banyaknya kira-kira 5 juta dalam 1 mm3 (4 ½
- 4 juta). Warnanya kuning kemerah-merahan, karena di dalamnya mengandug suatu zat yang
disebut hemoglobin. Warna ini akan bertambah merah jika di dalamnya banyak mengandung O2.
Fungsinya mengikat O2 dari paru-paru untuk diedarkan ke seluruh jaringan tubuh dan
mengikat CO2 dari jaringan tubuh dikeluarkan melalui paru-paru.
Jumlah eritrosit normal pada orang dewasa kira-kira 11,5 – 15 gram dalam 100 cc darah.
Normal Hb wanita 11,5 mg% dan Hb laki-laki 13,0%. Di dalam tubuh banyaknya sel darah merah
ini bisa berkurang, demikian juga banyaknya hemoglobin dalam sel darah merah. Apabila
keduanya berkurang maka keadaan ini disebut anemia, yang biasanya hal ini disebabkan oleh
karena pendarahan yang hebat, hama-hama penyakit yang menghanyutkan eritrosit dan tempat
pembuatan eritrosit sendiri terganggu.

b. Leukosit
Ialah keadaan bentuk dan sifat-sifat leukosit berlainan dengan eritrosit dan apabila kita periksa
dan kita lihat bahwa di bawah mikroskop maka akan terlihat bentuknya yang dapat berubah-ubah
dan dapat bergerak dengan perantaraan kaki palsu (pseudopodia), mempunyai bermacam-macam
inti sel sehingga ia dapat dibedakan menurut inti selnya. Warnanya bening (tidak berwarna),
banyaknya dalam 1 mm3 kira-kira 6.000 sampai 9.000

Fungsinya:
 Sebagai serdadu tubuh yaitu, membunuh dan memakan bibit penyakit / bakteri yang masuk
ke dalam tubuh jaringan RES (System Retikulo Endotel), tempat pembiakannya di dalam limpa
dan kelenjar limfe.
 Sebagai pengangkut yaitu, mengangkut / membawa zat lemak dari dinding usus melalui limpa
uterus ke pembuluh darah.
Hal ini disebabkan sel leukosit yang biasanya tinggal di dalam kelenjar limfe, sekarang beredar di
dalam darah untuk mempertahankan tubuh terhadap serangan bibit penyakit tersebut. Jika jumlah
leukosit dalam darah melebihi 10.000/mm3 disebut leukotosis dan kurang 5.000 / mm3 leukopenia.
Macam-macam leukosit meliputi:
1. Agranulosit
Sel leukosit yang tidak mempunyai granula di dalamnya, yang terdiri dari:
a. Limfosit
Macam leukosit yang dihasilkan dari jaringan RES dan kelenjar limfe, bentuknya ada yang
besar dan ada yang kecil, di dalam sitoplasmanya tidak terdapat granula dan intinya besar,
banyaknya 20 – 25% dan fungsinya membunuh dan memakan bakteri yang masuk ke dalam
jaringan tubuh.
b. Monosit
Terbanyak dibuat di sum-sum tulang merah, besarnya lebih besar dari limfosit, fungsinya
sebagai fagosit dan banyaknya 38%.
Di bawah mikroskop terlihat bahwa protoplasmanya lebar, warnanya biru sedikit abu-abu,
mempunyai bintik-bintik sedikit kemerah-merahan. Inti selnya bulat dan panjang warnanya
lembayung muda.

2. Granulosit
Disebut juga leukosit granular terdiri dari:
a. Neutrofil atau pulmor nuclear leukosit, mempunyai inti sel yang berangkai kadang-kadang
seperti terpisahpisah, protoplasmanya banyak bintik-bintik halus / granula, banyaknya 60 – 70%
b. Eosinofil, ukuran dan bentuknya hampir sama dengan netrofil tetapi granula dalam
sitoplasmanya lebih besar, banyaknya kira-kira 2 – 4%
c. Basofil, sel inti kecil dan pada eosinifil tetapi mempunyai inti yang bentuknya teratur, di dalam
protoplasmanya terdapat granula-granula besar. Banyaknya ½ %. Dibuat di sum-sum merah,
fungsinya tidak diketahui
d. Trombosit ialah merupakan benda-benda kecil yang mati yang bentuk dan ukurannya
bermacam-macam, ada yang bulat, ada yang lonjong, warnanya putih, banyaknya normal pada
orang dewasa 200.000 – 300.000 mm3.
Fungsinya memegang peranan penting di dalam pembekuan darah. Jika banyaknya kurang dari
normal, maka kalau ada luka darah tidak lekas membeku sehingga timbul pendarahan yang terus-
menerus. Trombosit lebih dari 300.000 disebut trombositosis. Trombosit yang kurang dari 200.000
disebut trombositopenia.
Terjadinya pembekuan darah di dalam plasma darah terdapat suatu zat yang turut membantu
terjadinya peristiwa pembekuan darah yaitu Ca2+ dan f
ibrinogen mulai bekerja apabila tubuh medapat luka.

Hemoglobin ialah protein yang kaya akan zat besi. Jumlah hemoglobin dalam darah normal ialah
kira-kira 15 gram setiap ml darah, dan ini jumlahnya biasa disebut 100 persen.
Plasma darah ialah bagian darah yang encer tanpa sel-sel darah, warnanya bening kekuning-
kuningan. Hampir 90% dari plasma darah terdiri dari air, disamping itu terdapat pula zat-zat lain
yang terlarut di dalamnya.

Zat-zat yang terdapat dalam plasma darah:


1. Fibrinogen yang berguna dalam peristiwa pembekuan darah.
2. Garam-garam mineral (garam kalsium, kalium, natrium dan lain-lain) yang berguna dalam
metabolisme dan juga mengadakan osmotil
3. Protein darah (albumin, globulin) meninggalkan viskositosis darah dan juga menimbukan
tekanan osmotic untuk memelihara keseimbangan cairan dalam tubuh
4. Zat makanan (asam amino, glukosa, mineral dan vitamin)
5. Hormon yaitu suatu zat yang dihasilkan dari kelenjar tubuh
6. Anti bodi / anti toksin
(Drs. Syaifuddin, B. Ac, 1992: 70)

C. ETIOLOGI
Penyebab yang pasti belum diketahui, akan tetapi terdapat faktor predisposisi yang
menyebabkan terjadinya leukemia yaitu :
1. Genetik
a. Keturunan
1) Adanya Penyimpangan Kromosom
Insidensi leukemia meningkat pada penderita kelainan kongenital, diantaranya pada sindroma
Down, sindroma Bloom, Fanconi’s Anemia, sindroma Wiskott-Aldrich, sindroma Ellis van
Creveld, sindroma Kleinfelter, D-Trisomy sindrome, sindroma von Reckinghausen, dan
neurofibromatosis. Kelainan-kelainan kongenital ini dikaitkan erat dengan adanya perubahan
informasi gen, misal pada kromosom 21 atau C-group Trisomy, atau pola kromosom yang tidak
stabil, seperti pada aneuploidy.
2) Saudara kandung
Dilaporkan adanya resiko leukemia akut yang tinggi pada kembar identik dimana kasus-kasus
leukemia akut terjadi pada tahun pertama kelahiran. Hal ini berlaku juga pada keluarga dengan
insidensi leukemia yang sangat tinggi
b. Faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan di ketahui dapat menyebabkan kerusakan kromosom dapatan, misal :
radiasi, bahan kimia, dan obat-obatan yang dihubungkan dengan insiden yang meningkat pada
leukemia akut, khususnya ALL ,
2. Virus
Dalam banyak percobaan telah didapatkan fakta bahwa RNA virus menyebabkan leukemia pada
hewan termasuk primata. Penelitian pada manusia menemukan adanya RNA dependent DNA
polimerase pada sel-sel leukemia tapi tidak ditemukan pada sel-sel normal dan enzim ini berasal
dari virus tipe C yang merupakan virus RNA yang menyebabkan leukemia pada hewan. (Wiernik,
1985). Salah satu virus yang terbukti dapat menyebabkan leukemia pada manusia adalah Human
T-Cell Leukemia . Jenis leukemia yang ditimbulkan adalah Acute T- Cell Leukemia.
3. Bahan Kimia dan Obat-obatan
a. Bahan Kimia
Paparan kromis dari bahan kimia (misal : benzen) dihubungkan dengan peningkatan insidensi
leukemia akut, misal pada tukang sepatu yang sering terpapar benzen. Selain benzen beberapa
bahan lain dihubungkan dengan resiko tinggi dari AML, antara lain : produk – produk minyak, cat
, ethylene oxide, herbisida, pestisida, dan ladang elektromagnetik
b. Obat-obatan
Obat-obatan anti neoplastik (misal : alkilator dan inhibitor topoisomere II) dapat mengakibatkan
penyimpangan kromosom yang menyebabkan AML. Kloramfenikol, fenilbutazon,
dan methoxypsoralen dilaporkan menyebabkan kegagalan sumsum tulang yang lambat laun
menjadi AML
4. Radiasi
Hubungan yang erat antara radiasi dan leukemia (ANLL) ditemukan pada pasien-
pasien anxylosing spondilitis yang mendapat terapi radiasi, dan pada kasus lain seperti
peningkatan insidensi leukemia pada penduduk Jepang yang selamat dari ledakan bom atom.
Peningkatan resiko leukemia ditemui juga pada pasien yang mendapat terapi radiasi misal :
pembesaran thymic, para pekerja yang terekspos radiasi dan para radiologis .
5. Leukemia Sekunder
Leukemia yang terjadi setelah perawatan atas penyakit malignansi lain disebut Secondary Acute
Leukemia ( SAL ) atau treatment related leukemia. Termasuk diantaranya penyakit Hodgin,
limphoma, myeloma, dan kanker payudara. Hal ini disebabkan karena obat-obatan yang
digunakan termasuk golongan imunosupresif selain menyebabkan dapat menyebabkan kerusakan
DNA

D. PATOFISIOLOGI
Komponen sel darah terdiri atas eritrosit atau sel darah merah (RBC) dan leukosit atau sel
darah putih (WBC) serta trombosit atau platelet. Seluruh sel darah normal diperoleh dari sel batang
tunggal yang terdapat pada seluruh sumsum tulang. Sel batang dapat dibagi ke dalam lymphpoid
dan sel batang darah (myeloid), dimana pada kebalikannya menjadi cikal bakal sel yang terbagi
sepanjang jalur tunggal khusus. Proses ini dikenal sebagai hematopoiesis dan terjadi di dalam
sumsum tulang tengkorak, tulang belakang., panggul, tulang dada, dan pada proximal epifisis pada
tulang-tulang yang panjang.
ALL meningkat dari sel batang lymphoid tungal dengan kematangan lemah dan
pengumpulan sel-sel penyebab kerusakan di dalam sumsum tulang. Biasanya dijumpai tingkat
pengembangan lymphoid yang berbeda dalam sumsum tulang mulai dari yang sangat mentah
hingga hampir menjadi sel normal. Derajat kementahannya merupakan petunjuk untuk
menentukan/meramalkan kelanjutannya. Pada pemeriksaan darah tepi ditemukan sel muda
limfoblas dan biasanya ada leukositosis, kadang-kadang leukopenia (25%). Jumlah leukosit
neutrofil seringkali rendah, demikian pula kadar hemoglobin dan trombosit. Hasil pemeriksaan
sumsum tulang biasanya menunjukkan sel-sel blas yang dominan. Pematangan limfosit B dimulai
dari sel stem pluripoten, kemudian sel stem limfoid, pre pre-B, early B, sel B intermedia, sel B
matang, sel plasmasitoid dan sel plasma. Limfosit T juga berasal dari sel stem pluripoten,
berkembang menjadi sel stem limfoid, sel timosit imatur, cimmom thymosit, timosit matur, dan
menjadi sel limfosit T helper dan limfosit T supresor.
Peningkatan prosuksi leukosit juga melibatkan tempat-tempat ekstramedular sehingga anak-
anak menderita pembesaran kelenjar limfe dan hepatosplenomegali. Sakit tulang juga sering
dijumpai. Juga timbul serangan pada susunan saraf pusat, yaitu sakit kepala, muntah-muntah,
“seizures” dan gangguan penglihatan.
Sel kanker menghasilkan leukosit yang imatur / abnormal dalam jumlah yang berlebihan.
Leukosit imatur ini menyusup ke berbagai organ, termasuk sumsum tulang dan menggantikan
unsur-unsur sel yang normal. Limfosit imatur berproliferasi dalam sumsum tulang dan jaringan
perifer sehingga mengganggu perkembangan sel normal. Hal ini menyebabkan haemopoesis
normal terhambat, akibatnya terjadi penurunan jumlah leucosit, sel darah merah dan trombosit.
Infiltrasi sel kanker ke berbagai organ menyebabkan pembersaran hati, limpa, limfodenopati, sakit
kepala, muntah, dan nyeri tulang serta persendian.
Penurunan jumlah eritrosit menimbulkan anemia, penurunan jumlah trombosit
mempermudah terjadinya perdarahan (echimosis, perdarahan gusi, epistaksis dll.). Adanya sel
kanker juga mempengaruhi sistem retikuloendotelial yang dapat menyebabkan gangguan sistem
pertahanan tubuh, sehingga mudah mengalami infeksi. Adanya sel kaker juga mengganggu
metabolisme sehingga sel kekurangan makanan. (Ngastiyah, 1997; Smeltzer & Bare, 2002; Suriadi
dan Rita Yuliani, 2001, Betz & Sowden, 2002).

PATHWAY

E. KLASIFIKASI
1. Leukemia secara umum
Secara sederhana leukemia dapat diklasifikasikan berdasarkan maturasi sel dan tipe sel asal yaitu
:
a. Leukemia Akut
Leukemia akut adalah keganasan primer sumsum tulang yang berakibat terdesaknya komponen
darah normal oleh komponen darah abnormal (blastosit) yang disertai dengan penyebaran ke
organ-organ lain. Leukemia akut memiliki perjalanan klinis yang cepat, tanpa pengobatan
penderita akan meninggal rata-rata dalam 4-6 bulan.
1) Leukemia Limfositik Akut (LLA)
LLA merupakan jenis leukemia dengan karakteristik adanya proliferasi dan akumulasi sel-sel
patologis dari sistem limfopoetik yang mengakibatkan organomegali (pembesaran alat-alat dalam)
dan kegagalan organ.
LLA lebih sering ditemukan pada anak-anak (82%) daripada umur dewasa (18%). Insiden LLA
akan mencapai puncaknya pada umur 3-7 tahun. Tanpa pengobatan sebagian anak-anak akan hidup
2-3 bulan setelah terdiagnosis terutama diakibatkan oleh kegagalan dari sumsum tulang. (gambar
1. hapusan sumsum tulang dengan pewarnaan giemsa perbesaran 1000x).

Gambar 1. Leukemia Limfositik Akut

2) Leukemia Mielositik Akut (LMA)


LMA merupakan leukemia yang mengenai sel stem hematopoetik yang akan berdiferensiasi ke
semua sel mieloid. LMA merupakan leukemia nonlimfositik yang paling sering terjadi. LMA atau
Leukemia Nonlimfositik Akut (LNLA) lebih sering ditemukan pada orang dewasa (85%)
dibandingkan anak-anak (15%). Permulaannya mendadak dan progresif dalam masa 1 sampai 3
bulan dengan durasi gejala yang singkat. Jika tidak diobati, LNLA fatal dalam 3 sampai 6
bulan. (gambar 2. hapusan sumsum tulang dengan pewarnaan giemsa perbesaran 1000x).

Gambar 2. Leukemia Mielositik Akut


b. Leukemia Kronik
Leukemia kronik merupakan suatu penyakit yang ditandai proliferasi neoplastik dari salah satu sel
yang berlangsung atau terjadi karena keganasan hematologi.
1) Leukemia Limfositik Kronis (LLK)
LLK adalah suatu keganasan klonal limfosit B (jarang pada limfosit T). Perjalanan penyakit ini
biasanya perlahan, dengan akumulasi progresif yang berjalan lambat dari limfosit kecil yang
berumur panjang.
LLK cenderung dikenal sebagai kelainan ringan yang menyerang individu yang berusia 50 sampai
70 tahun dengan perbandingan 2:1 untuk laki-laki. (gambar 3. a dan b. hapusan sumsum tulang
dengan pewarnaan giemsa perbesaran 1000x).

a b
Gambar 3. Leukemia Limfositik Kronik

2) Leukemia Granulositik/Mielositik Kronik (LGK/LMK)


LGK/LMK adalah gangguan mieloproliferatif yang ditandai dengan produksi berlebihan sel
mieloid (seri granulosit) yang relatif matang. LGK/LMK mencakup 20% leukemia dan paling
sering dijumpai pada orang dewasa usia pertengahan (40-50 tahun). Abnormalitas genetik yang
dinamakan kromosom philadelphia ditemukan pada 90-95% penderita LGK/LMK.
Sebagian besar penderita LGK/LMK akan meninggal setelah memasuki fase akhir yang disebut
fase krisis blastik yaitu produksi berlebihan sel muda leukosit, biasanya berupa
mieloblas/promielosit, disertai produksi neutrofil, trombosit dan sel darah merah yang amat
kurang. (gambar 4. hapusan sumsum tulang dengan pewarnaan giemsa a. perbesaran 200x, b.
perbesaran 1000x).
a b
Gambar 4. Leukemia Granulositik/Mielositik Kronik

2. Leukemia Limfoblastik Akut (LLA)


FAB (French-American-British) dibuat klasifikasi LLA berdasarkan morfologik untuk lebih
memudahkan pemakaiannya dalam klinik, antara lain sebagai berikut:
a. L-1 terdiri dari sel-sel limfoblas kecil serupa dengan kromatin homogen, nucleus umumnya tidak
tampak dan sitoplasma sempit
b. L-2 pada jenis ini sel limfoblas lebih besar tapi ukurannya bervariasi, kromatin lebih besar dengan
satu atau lebih anak inti\
c. L-3 terdiri dari sel limfoblas besar, homogeny dengan kromatin berbecak, banyak ditemukan anak
inti serta sitoplasma yang basofilik dan bervakuolisasi

F. MORFOLOGI dan FUNGSI NORMAL SEL DARAH PUTIH


Leukosit merupakan unit yang aktif dari sistem pertahanan tubuh23, yaitu berfungsi melawan
infeksi dan penyakit lainnya. Batas normal jumlah sel darah putih berkisar dari 4.000 sampai
10.000/mm. Berdasarkan jenis granula dalam sitoplasma dan bentuk intinya, sel darah putih
digolongkan menjadi 2 yaitu : granulosit (leukosit polimorfonuklear) dan agranulosit (leukosit
mononuklear).
1. Granulosit
Granulosit merupakan leukosit yang memiliki granula sitoplasma. Berdasarkan warna granula
sitoplasma saat dilakukan pewarnaan terdapat 3 jenis granulosit yaitu neutrofil, eosinofil, dan
basofil.

a. Neutrofil
Neutrofil adalah garis pertahanan pertama tubuh terhadap invasi oleh bakteri, sangat fagositik dan
sangat aktif. Sel-sel ini sampai di jaringan terinfeksi untuk menyerang dan menghancurkan bakteri,
virus atau agen penyebab infeksi lainnya.
Neutrofil mempunyai inti sel yang berangkai dan kadang-kadang seperti terpisah- pisah,
protoplasmanya banyak bintik-bintik halus (granula). Granula neutrofil mempunyai afinitas sedikit
terhadap zat warna basa dan memberi warna biru atau merah muda pucat yang dikelilingi oleh
sitoplasma yang berwarna merah muda.
Neutrofil merupakan leukosit granular yang paling banyak, mencapai 60% dari jumlah sel darah
putih. Neutrofil merupakan sel berumur pendek dengan waktu paruh dalam darah 6-7 jam dan
jangka hidup antara 1-4 hari dalam jaringan ikat, setelah itu neutrofil mati.
b. Eosinofil
Eosinofil merupakan fagositik yang lemah. Jumlahnya akan meningkat saat terjadi alergi atau
penyakit parasit. Eosinofil memiliki granula sitoplasma yang kasar dan besar. Sel granulanya
berwarna merah sampai merah jingga.
Eosinofil memasuki darah dari sumsum tulang dan beredar hanya 6-10 jam sebelum bermigrasi ke
dalam jaringan ikat, tempat eosinofil menghabiskan sisa 8-12 hari dari jangka hidupnya. Dalam
darah normal, eosinofil jauh lebih sedikit dari neutrofil, hanya 2-4% dari jumlah sel darah putih.
c. Basofil
Basofil adalah jenis leukosit yang paling sedikit jumlahnya yaitu kurang dari 1% dari jumlah sel
darah putih. Basofil memiliki sejumlah granula sitoplasma yang bentuknya tidak beraturan dan
berwarna keunguan sampai hitam.
Basofil memiliki fungsi menyerupai sel mast, mengandung histamin untuk meningkatkan aliran
darah ke jaringan yang cedera dan heparin untuk membantu mencegah pembekuan darah
intravaskular.
2. Agranulosit
Agranulosit merupakan leukosit tanpa granula sitoplasma. Agranulosit terdiri dari limfosit dan
monosit.
a. Limfosit
Limfosit adalah golongan leukosit kedua terbanyak setelah neutrofil, berkisar 20-35% dari sel
darah putih, memiliki fungsi dalam reaksi imunitas. Limfosit memiliki inti yang bulat atau oval
yang dikelilingi oleh pinggiran sitoplasma yang sempit berwarna biru. Terdapat dua jenis limfosit
yaitu limfosit T dan limfosit B. Limfosit T bergantung timus, berumur panjang, dibentuk dalam
timus. Limfosit B tidak bergantung timus, tersebar dalam folikel-folikel kelenjar getah bening.
Limfosit T bertanggung jawab atas respons kekebalan selular melalui pembentukan sel yang
reaktif antigen sedangkan limfosit B, jika dirangsang dengan semestinya, berdiferesiansi menjadi
sel-sel plasma yang menghasilkan imunoglobulin, sel-sel ini bertanggung jawab atas respons
kekebalan hormonal.
b. Monosit
Monosit merupakan leukosit terbesar. Monosit mencapai 3-8% dari sel darah putih, memiliki
waktu paruh 12-100 jam di dalam darah. Intinya terlipat atau berlekuk dan terlihat berlobus,
protoplasmanya melebar, warna biru keabuan yang mempunyai bintik-bintik sedikit kemerahan.
Monosit memiliki fungsi fagositik dan sangat aktif, membuang sel-sel cedera dan mati, fragmen-
fragmen sel, dan mikroorganisme.

G. MANIFESTASI KLINIS
Leukemia limfositik akut menyerupai leukemia granulositik akut dengan tanda dan gejala
dikaitkan dengan penekanan unsur sumsum tulang normal (kegagalan sumsum tulang) atau
keterlibatan ekstramedular oleh sel leukemia. Akumulasi sel-sel limfoblas ganas di sumsumtulang
menyebabkan berkurangnya sel-sel normal di darah perifer dengan manifestasi utama berupa
infeksi, perdarahan, dan anemia. Gejala lain yang dapat ditemukan yaitu:
1. Anemia: mudah lelah, letargi, pusing, sesak, nyeri dada
2. Anoreksia, kehilangan berat badan, malaise
3. Nyeri tulang dan sendi (karena infiltrasi sumsum tulang oleh sel leukemia),
biasanya terjadi pada anak
4. Demam, banyak berkeringat pada malam hari(hipermetabolisme)
5. Infeksi mulut, saluran napas, selulitis, atau sepsis. Penyebab tersering adalah
gramnegatif usus
6. Stafilokokus, streptokokus, serta jamur
7. Perdarahan kulit, gusi, otak, saluran cerna, hematuria
8. Hepatomegali, splenomegali, limfadenopati
9. Massa di mediastinum (T-ALL)
10. Leukemia SSP (Leukemia cerebral); nyeri kepala, tekanan intrakranial naik,
muntah,kelumpuhan saraf otak (VI dan VII), kelainan neurologik fokal, dan perubahan
statusmental.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang mengenai leukemia adalah :
1. Hitung darah lengkap menunjukkan normositik, anemia normositik.
2. Hemoglobin : dapat kurang dari 10 g/100 ml
3. Retikulosit : jumlah biasanya rendah
4. Jumlah trombosit : mungkin sangat rendah (<50.000/mm)
5. SDP : mungkin lebih dari 50.000/cm dengan peningkatan SDP yang imatur (mungkin
menyimpang ke kiri). Mungkin ada sel blast leukemia.
6. PT/PTT : memanjang
7. LDH : mungkin meningkat
8. Asam urat serum/urine : mungkin meningkat
9. Muramidase serum (lisozim) : penigkatabn pada leukimia monositik akut dan mielomonositik.
10.Copper serum : meningkat
11.Zinc serum : meningkat/ menurun
12.Biopsi sumsum tulang : SDM abnormal biasanya lebih dari 50 % atau lebih dari SDP pada sumsum
tulang. Sering 60% - 90% dari blast, dengan prekusor eritroid, sel matur, dan megakariositis
menurun.
13.Foto dada dan biopsi nodus limfe : dapat mengindikasikan derajat keterlibatan
I. KOMPLIKASI
1. Perdarahan
Akibat defisiensi trombosit (trombositopenia). Angka trombosit yang rendah ditandai dengan:
a. Memar (ekimosis)
b. Petekia (bintik perdarahan kemerahan atau keabuan sebesar ujung jarum dipermukaan kulit)
Perdarahan berat jika angka trombosit < 20.000 mm3 darah. Demam dan infeksi dapat
memperberat perdarahan
2. Infeksi
Akibat kekurangan granulosit matur dan normal. Meningkat sesuai derajat netropenia dan
disfungsi imun.
3. Pembentukan batu ginjal dan kolik ginjal.
Akibat penghancuran sel besar-besaran saat kemoterapi meningkatkan kadar asam urat sehingga
perlu asupan cairan yang tinggi.
4. Anemia
5. Masalah gastrointestinal.
a. mual
b. muntah
c. anoreksia
d. diare
e. lesi mukosa mulut

J. PENATALAKSAAN MEDIS
1. Leukemia Limfoblastik Akut :
Tujuan pengobatan adalah mencapai kesembuhan total dengan menghancurkan sel-sel
leukemik sehingga sel noramal bisa tumbuh kembali di dalam sumsum tulang. Penderita yang
menjalani kemoterapi perlu dirawat di rumah sakit selama beberapa hari atau beberapa minggu,
tergantung kepada respon yang ditunjukkan oleh sumsum tulang.

Sebelum sumsum tulang kembali berfungsi normal, penderita mungkin memerlukan:


transfusi sel darah merah untuk mengatasi anemia, transfusi trombosit untuk mengatasi
perdarahan, antibiotik untuk mengatasi infeksi. Beberapa kombinasi dari obat kemoterapi sering
digunakan dan dosisnya diulang selama beberapa hari atau beberapa minggu. Suatu kombinasi
terdiri dari prednison per-oral (ditelan) dan dosis mingguan dari vinkristin dengan antrasiklin atau
asparaginase intravena. Untuk mengatasi sel leukemik di otak, biasanya diberikan suntikan
metotreksat langsung ke dalam cairan spinal dan terapi penyinaran ke otak. Beberapa minggu atau
beberapa bulan setelah pengobatan awal yang intensif untuk menghancurkan sel leukemik,
diberikan pengobatan tambahan (kemoterapi konsolidasi) untuk menghancurkan sisa-sisa sel
leukemik. Pengobatan bisa berlangsung selama 2-3 tahun. Sel-sel leukemik bisa kembali muncul,
seringkali di sumsum tulang, otak atau buah zakar. Pemunculan kembali sel leukemik di sumsum
tulang merupakan masalah yang sangat serius. Penderita harus kembali menjalani kemoterapi.
Pencangkokan sumsum tulang menjanjikan kesempatan untuk sembuh pada penderita ini. Jika sel
leukemik kembali muncul di otak, maka obat kemoterapi disuntikkan ke dalam cairan spinal
sebanyak 1-2 kali/minggu. Pemunculan kembali sel leukemik di buah zakar, biasanya diatasi
dengan kemoterapi dan terapi penyinaran.

2. Pengobatan Leukeumia Limfositik Kronik


Leukemia limfositik kronik berkembang dengan lambat, sehingga banyak penderita yang
tidak memerlukan pengobatan selama bertahun-tahun sampai jumlah limfosit sangat banyak,
kelenjar getah bening membesar atau terjadi penurunan jumlah eritrosit atau trombosit. Anemia
diatasi dengan transfusi darah dan suntikan eritropoietin (obat yang merangsang pembentukan sel-
sel darah merah). Jika jumlah trombosit sangat menurun, diberikan transfusi trombosit. Infeksi
diatasi dengan antibiotik.
Terapi penyinaran digunakan untuk memperkecil ukuran kelenjar getah bening, hati atau
limpa. Obat antikanker saja atau ditambah kortikosteroid diberikan jika jumlah limfositnya sangat
banyak. Prednison dan kortikosteroid lainnya bisa menyebabkan perbaikan pada penderita
leukemia yang sudah menyebar. Tetapi respon ini biasanya berlangsung singkat dan setelah
pemakaian jangka panjang, kortikosteroid menyebabkan beberapa efek samping. Leukemia sel B
diobati dengan alkylating agent, yang membunuh sel kanker dengan mempengaruhi DNAnya.
Leukemia sel berambut diobati dengan interferon alfa dan pentostatin.

Penatalaksanaan lain:
1. Pelaksanaan kemoterapi
Sebagian besar pasien leukemia menjalani kemoterapi. Jenis pengobatan kanker ini menggunakan
obat-obatan untuk membunuh sel-sel leukemia. Tergantung pada jenis leukemia, pasien bisa
mendapatkan satu jenis obat atau kombinasi dari dua obat atau lebih.
Pasien leukemia bisa mendapatkan kemoterapi dengan berbagai cara:
 Melalui mulut
 Dengan suntikan langsung ke pembuluh darah balik (atau intravena)
 Melalui kateter (tabung kecil yang fleksibel) yang ditempatkan di dalam pembuluh darah balik
besar, seringkali di dada bagian atas - perawat akan menyuntikkan obat ke dalam kateter, untuk
menghindari suntikan yang berulang kali. Cara ini akan mengurangi rasa tidak nyaman dan/atau
cedera pada pembuluh darah balik/kulit.
 Dengan suntikan langsung ke cairan cerebrospinal – jika ahli patologi menemukan sel-sel
leukemia dalam cairan yang mengisi ruang di otak dan sumsum tulang belakang, dokter bisa
memerintahkan kemoterapi intratekal. Dokter akan menyuntikkan obat langsung ke dalam cairan
cerebrospinal. Metode ini digunakan karena obat yang diberikan melalui suntikan IV atau diminum
seringkali tidak mencapai sel-sel di otak dan sumsum tulang belakang.
Pengobatan umumnya terjadi secara bertahap, meskipun tidak semua fase yang digunakan untuk
semua orang.
a. Tahap 1 (terapi induksi)
Tujuan dari tahap pertama pengobatan adalah untuk membunuh sebagian besar sel-sel leukemia
di dalam darah dan sumsum tulang. Terapi induksi kemoterapi biasanya memerlukan perawatan
di rumah sakit yang panjang karena obat menghancurkan banyak sel darah normal dalam proses
membunuh sel leukemia. Pada tahap ini dengan memberikan kemoterapi kombinasi yaitu
daunorubisin, vincristin, prednison dan asparaginase.
b. Tahap 2 (terapi konsolidasi/ intensifikasi)
Setelah mencapai remisi komplit, segera dilakukan terapi intensifikasi yang bertujuan untuk
mengeliminasi sel leukemia residual untuk mencegah relaps dan juga timbulnya sel yang resisten
terhadap obat. Terapi ini dilakukan setelah 6 bulan kemudian.
c. Tahap 3 ( profilaksis SSP)
Profilaksis SSP diberikan untuk mencegah kekambuhan pada SSP. Perawatan yang digunakan
dalam tahap ini sering diberikan pada dosis yang lebih rendah. Pada tahap ini menggunakan obat
kemoterapi yang berbeda, kadang-kadang dikombinasikan dengan terapi radiasi, untuk mencegah
leukemia memasuki otak dan sistem saraf pusat
d. Tahap 4 (pemeliharaan jangka panjang)
Pada tahap ini dimaksudkan untuk mempertahankan masa remisi. Tahap ini biasanya memerlukan
waktu 2-3 tahun. Angka harapan hidup yang membaik dengan pengobatan sangat dramatis. Tidak
hanya 95% anak dapat mencapai remisi penuh, tetapi 60% menjadi sembuh. Sekitar 80% orang
dewasa mencapai remisi lengkap dan sepertiganya mengalami harapan hidup jangka panjang, yang
dicapai dengan kemoterapi agresif yang diarahkan pada sumsum tulang dan SSP.
2. Terapi Biologi
Orang dengan jenis penyakit leukemia tertentu menjalani terapi biologi untuk meningkatkan daya
tahan alami tubuh terhadap kanker. Terapi ini diberikan melalui suntikan di dalam pembuluh darah
balik. Bagi pasien dengan leukemia limfositik kronis, jenis terapi biologi yang digunakan adalah
antibodi monoklonal yang akan mengikatkan diri pada sel-sel leukemia. Terapi ini memungkinkan
sistem kekebalan untuk membunuh sel-sel leukemia di dalam darah dan sumsum tulang. Bagi
penderita dengan leukemia myeloid kronis, terapi biologi yang digunakan adalah bahan alami
bernama interferon untuk memperlambat pertumbuhan sel-sel leukemia.
3. Terapi Radiasi
Terapi Radiasi (juga disebut sebagai radioterapi) menggunakan sinar berenergi tinggi untuk
membunuh sel-sel leukemia. Bagi sebagian besar pasien, sebuah mesin yang besar akan
mengarahkan radiasi pada limpa, otak, atau bagian lain dalam tubuh tempat menumpuknya sel-sel
leukemia ini. Beberapa pasien mendapatkan radiasi yang diarahkan ke seluruh tubuh. (radiasi
seluruh tubuh biasanya diberikan sebelum transplantasi sumsum tulang.)
4. Transplantasi Sel Induk (Stem Cell)
Beberapa pasien leukemia menjalani transplantasi sel induk (stem cell). Transplantasi sel induk
memungkinkan pasien diobati dengan dosis obat yang tinggi, radiasi, atau keduanya. Dosis tinggi
ini akan menghancurkan sel-sel leukemia sekaligus sel-sel darah normal dalam sumsum tulang.
Kemudian, pasien akan mendapatkan sel-sel induk (stem cell) yang sehat melalui tabung fleksibel
yang dipasang di pembuluh darah balik besar di daerah dada atau leher. Sel-sel darah yang baru
akan tumbuh dari sel-sel induk (stem cell) hasil transplantasi ini. Setelah transplantasi sel induk
(stem cell), pasien biasanya harus menginap di rumah sakit selama beberapa minggu. Tim
kesehatan akan melindungi pasien dari infeksi sampai sel-sel induk (stem cell) hasil transplantasi
mulai menghasilkan sel-sel darah putih dalam jumlah yang memadai.
5. Transfusi darah, biasanya diberikan bila kadar Hb kurang dari 6 g%. Pada trombositopenia
yang berat dan perdarahan masif, dapat diberikan transfusi trombosit dan bila terdapat tanda-tanda
DIC dapat diberikan heparin.
6. Kortikosteroid (prednison, kortison, deksametason dan sebagainya). Setelah dicapai remisi
dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya dihentikan.
7. Sitostatika. Selain sitostatika yang lama (6-merkaptopurin atau 6-mp, metotreksat atau MTX)
pada waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih poten seperti vinkristin (oncovin), rubidomisin
(daunorubycine), sitosin, arabinosid, L-asparaginase, siklofosfamid atau CPA, adriamisin dan
sebagainya. Umumnya sitostatika diberikan dalam kombinasi bersama-sama dengan prednison.
Pada pemberian obat-obatan ini sering terdapat akibat samping berupa alopesia, stomatitis,
leukopenia, infeksi sekunder atau kandidiagis. Hendaknya lebih berhziti-hati bila jumiah leukosit
kurang dari 2.000/mm3.
8. Infeksi sekunder dihindarkan (bila mungkin penderita diisolasi dalam kamar yang suci hama).
9. Imunoterapi, merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah ter capai remisi dan
5 6
jumlah sel leukemia cukup rendah (10 - 10 ), imunoterapi mulai diberikan. Pengobatan yang
aspesifik dilakukan dengan pemberian imunisasi BCG atau dengan Corynae bacterium dan
dimaksudkan agar terbentuk antibodi yang dapat memperkuat daya tahan tubuh. Pengobatan
spesifik dikerjakan dengan penyuntikan sel leukemia yang telah diradiasi. Dengan cara ini
diharapkan akan terbentuk antibodi yang spesifik terhadap sel leukemia, sehingga semua sel
patologis akan dihancurkan sehingga diharapkan penderita leukemia dapat sembuh sempurna.
10. Cara pengobatan.
Setiap klinik mempunyai cara tersendiri bergantung pada pengalamannya. Umumnya pengobatan
ditujukan terhadap pencegahan kambuh dan mendapatkan masa remisi yang lebih lama. Untuk
mencapai keadaan tersebut, pada prinsipnya dipakai pola dasar pengobatan sebagai berikut:
a. Induksi
Dimaksudkan untuk mencapai remisi, yaitu dengan pemberian berba gai obat tersebut di atas,
baik secara sistemik maupun intratekal sampai sel blast dalam sumsum tulang kurang dari 5%.
b. Konsolidasi
Yaitu agar sel yang tersisa tidak cepat memperbanyak diri lagi.
c. Rumat (maintenance)
Untuk mempertahankan masa remisi, sedapat-dapatnya suatu masa remisi yang lama. Biasanya
dilakukan dengan pemberian sitostatika separuh dosis biasa.
d. Reinduksi
Dimaksudkan untuk mencegah relaps. Reinduksi biasanya dilakukan setiap 3-6 bulan dengan
pemberian obat-obat seperti pada induksi selama 10-14 hari.
e. Mencegah terjadinya leukemia susunan saraf pusat.
Untuk hal ini diberikan MTX intratekal pada waktu induksi untuk mencegah leukemia meningeal
dan radiasi kranial sebanyak 2.4002.500 rad. untuk mencegah leukemia meningeal dan leukemia
serebral. Radiasi ini tidak diulang pada reinduksi.
f. Pengobatan imunologik
Diharapkan semua sel leukemia dalam tubuh akan hilang sama sekali dan dengan demikian
diharapkan penderita dapat sembuh sempurna. (Sutarni Nani, 2003).

ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

1. Pengkajian keperawatan
a. Identitas
Acute lymphoblastic leukemia sering terdapat pada anak-anak usia di bawah 15 tahun (85%) ,
puncaknya berada pada usia 2 – 4 tahun. Rasio lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada
anak perempuan.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama : Pada anak keluhan yang sering muncul tiba-tiba adalah demam, lesudan malas
makan atau nafsu makan berkurang, pucat (anemia) dan kecenderungan terjadi perdarahan.
2) Riwayat kesehatan masa lalu : Pada penderita ALL sering ditemukan riwayat keluarga yang
erpapar oleh chemical toxins (benzene dan arsen), infeksi virus (epstein barr, HTLV-1), kelainan
kromosom dan penggunaan obat-obatann seperti phenylbutazone dan khloramphenicol, terapi
radiasi maupun kemoterapi.
3) Pola Persepsi - mempertahankan kesehatan : Tidak spesifik dan berhubungan dengan kebiasaan
buruk dalam mempertahankan kondisi kesehatan dan kebersihan diri. Kadang ditemukan laporan
tentang riwayat terpapar bahan-bahan kimia dari orangtua.
4) Pola Nurisi : Anak sering mengalami penurunan nafsu makan, anorexia, muntah, perubahan
sensasi rasa, penurunan berat badan dan gangguan menelan, serta pharingitis. Dari pemerksaan
fisik ditemukan adanya distensi abdomen, penurunan bowel sounds, pembesaran limfa,
pembesaran hepar akibat invasi sel-sel darah putih yang berproliferasi secara abnormal, ikterus,
stomatitis, ulserasi oal, dan adanya pmbesaran gusi (bisa menjadi indikasi terhadap acute
monolytic leukemia)
5) Pola Eliminasi : Anak kadang mengalami diare, penegangan pada perianal, nyeri abdomen, dan
ditemukan darah segar dan faeces berwarna ter, darah dalam urin, serta penurunan urin output.
Pada inspeksi didapatkan adanya abses perianal, serta adanya hematuria.
6) Pola Tidur dan Istrahat : Anak memperlihatkan penurunan aktifitas dan lebih banyak waktu yang
dihabiskan untuk tidur /istrahat karena mudah mengalami kelelahan.
7) Pola Kognitif dan Persepsi : Anak penderita ALL sering ditemukan mengalami penurunan
kesadaran (somnolence) , iritabilits otot dan “seizure activity”, adanya keluhan sakit kepala,
disorientasi, karena sel darah putih yang abnormal berinfiltrasi ke susunan saraf pusat.
8) Pola Mekanisme Koping dan Stress : Anak berada dalam kondisi yang lemah dengan pertahan
tubuh yang sangat jelek. Dalam pengkajian dapt ditemukan adanya depresi, withdrawal, cemas,
takut, marah, dan iritabilitas. Juga ditemukan peerubahan suasana hati, dan bingun.
9) Pola Seksual : Pada pasien anak-anak pola seksual belum dapat dikaji.
10) Pola Hubungan Peran : Pasien anak-anak biasanya merasa kehilangan kesempatan bermain dan
berkumpul bersama teman-teman serta belajar.
11) Pola Keyakinan dan Nilai : Anak pra sekolah mengalami kelemahan umum dan ketidakberdayaan
melakukan ibadah.
12) Pengkajian tumbuh kembang anak.
c. Pemeriksaan Diagnostik
 Count Blood Cells : indikasi normocytic, normochromic anemia
 Hemoglobin : bisa kurang dari 10 gr%
 Retikulosit : menurun/rendah
 Platelet count : sangat rendah (<50.000/mm)
 White Blood cells : > 50.000/cm dengan peningkatan immatur WBC (“kiri ke kanan”)
 Serum/urin uric acid : meningkat
 Serum zinc : menurun
 Bone marrow biopsy : indikasi 60 – 90 % adalah blast sel dengan erythroid
 prekursor, sel matur dan penurunan megakaryosit
 Rongent dada dan biopsi kelenjar limfa : menunjukkan tingkat kesulitan tertentu

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia
3. Resiko terhadap cedera: perdarahan berhubungan dengan penurunan jumlah
trombosit
4. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah
5. Perubahan membran mukosa mulut: stomatitis berhubungan dengan efek samping
, agen kemoterapi
6. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia,
malaise, mual dan muntah, efek samping kemoterapi dan atau stomatitis
7. Nyeri berhubungan dengan efek fisiologis dari leukemia
8. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pemberian agens kemoterapi,
radioterapi, imobilitas.

NURSING CARE PLANN

DIAGNOSA
NO TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
KEPERAWATAN
1 Resiko infeksi NOC : NIC :
Definisi : Peningkatan  Immune Status Infection Control (Kontrol
resiko masuknya  Knowledge : Infection infeksi)
organisme patogen control  Bersihkan lingkungan setelah
Faktor-faktor resiko :  Risk control dipakai pasien lain
- Prosedur Infasif Kriteria Hasil :  Pertahankan teknik isolasi
- Ketidakcukupan  Klien bebas dari tanda dan
 Batasi pengunjung bila perlu
pengetahuan untuk gejala infeksi  Instruksikan pada pengunjung
menghindari paparan  Mendeskripsikan proses untuk mencuci tangan saat
patogen penularan penyakit, factor berkunjung dan setelah
- Trauma yang mempengaruhi berkunjung meninggalkan
- Kerusakan jaringan dan penularan serta pasien
peningkatan paparan penatalaksanaannya,  Gunakan sabun antimikrobia
lingkungan untuk cuci tangan
- Ruptur membran amnion
- Agen farmasi  Menunjukkan kemampuan  Cuci tangan setiap sebelum dan
(imunosupresan) untuk mencegah sesudah tindakan kperawtan
- Malnutrisi timbulnya infeksi  Gunakan baju, sarung tangan
- Peningkatan paparan  Jumlah leukosit dalam sebagai alat pelindung
lingkungan patogen batas normal  Pertahankan lingkungan aseptik
- Imonusupresi  Menunjukkan perilaku selama pemasangan alat
- Ketidakadekuatan imum hidup sehat  Ganti letak IV perifer dan line
buatan central dan dressing sesuai
- Tidak adekuat pertahanan dengan petunjuk umum
sekunder (penurunan Hb,  Gunakan kateter intermiten
Leukopenia, penekanan untuk menurunkan infeksi
respon inflamasi) kandung kencing
- Tidak adekuat pertahanan  Tingktkan intake nutrisi
tubuh primer (kulit tidak
 Berikan terapi antibiotik bila
utuh, trauma jaringan,
perlu
penurunan kerja silia,
Infection Protection (proteksi
cairan tubuh statis,
terhadap infeksi)
perubahan sekresi pH,
 Monitor tanda dan gejala infeksi
perubahan peristaltik)
sistemik dan lokal
- Penyakit kronikhiperplasia
dinding bronkus, alergi  Monitor hitung granulosit,
jalan nafas, asma. WBC
- Obstruksi jalan nafas :  Monitor kerentanan terhadap
spasme jalan nafas, sekresi infeksi
tertahan, banyaknya  Batasi pengunjung
mukus, adanya jalan nafas  Saring pengunjung terhadap
buatan, sekresi bronkus, penyakit menular
adanya eksudat di alveolus,  Partahankan teknik aspesis pada
adanya benda asing di jalan pasien yang beresiko
nafas.  Pertahankan teknik isolasi k/p
 Berikan perawatan kuliat pada
area epidema
 Inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap kemerahan,
panas, drainase
 Ispeksi kondisi luka / insisi
bedah
 Dorong masukkan nutrisi yang
cukup
 Dorong masukan cairan
 Dorong istirahat
 Instruksikan pasien untuk
minum antibiotik sesuai resep
 Ajarkan pasien dan keluarga
tanda dan gejala infeksi
 Ajarkan cara menghindari
infeksi
 Laporkan kecurigaan infeksi
 Laporkan kultur positif

2 Intoleransi aktivitas b/d NOC : NIC :


fatigue  Energy conservation Energy Management
 Self Care : ADLs
Definisi : Ketidakcukupan  Observasi adanya pembatasan
energu secara fisiologis klien dalam melakukan aktivitas
maupun psikologis untuk Kriteria Hasil :  Dorong anak untuk
meneruskan atau  Berpartisipasi dalam mengungkapkan perasaan
menyelesaikan aktifitas aktivitas fisik tanpa terhadap keterbatasan
yang diminta atau aktifitas disertai peningkatan  Kaji adanya factor yang
sehari hari. tekanan darah, nadi dan menyebabkan kelelahan
RR.  Monitor nutrisi dan sumber
Batasan karakteristik :  Mampu melakukan energi tangadekuat
a. melaporkan secara verbal aktivitas sehari hari  Monitor pasien akan adanya
adanya kelelahan atau (ADLs) secara mandiri kelelahan fisik dan emosi secara
kelemahan. berlebihan
b. Respon abnormal dari  Monitor respon
tekanan darah atau nadi kardivaskuler terhadap aktivitas
terhadap aktifitas  Monitor pola tidur dan lamanya
c. Perubahan EKG yang tidur/istirahat pasien
menunjukkan aritmia atau 
iskemia Activity Therapy
d. Adanya dyspneu atau  Kolaborasikan dengan Tenaga
ketidaknyamanan saat Rehabilitasi Medik
beraktivitas. dalammerencanakan progran
terapi yang tepat.
Faktor factor yang  Bantu klien untuk
berhubungan : mengidentifikasi aktivitas yang
 Tirah Baring atau mampu dilakukan
imobilisasi  Bantu untuk memilih aktivitas
 Kelemahan menyeluruh konsisten yangsesuai dengan
 Ketidakseimbangan antara kemampuan fisik, psikologi dan
suplei oksigen dengan social
kebutuhan  Bantu untuk mengidentifikasi
 Gaya hidup yang dan mendapatkan sumber yang
dipertahankan. diperlukan untuk aktivitas yang
diinginkan
 Bantu untuk mendpatkan alat
bantuan aktivitas seperti kursi
roda, krek
 Bantu untu mengidentifikasi
aktivitas yang disukai
 Bantu klien untuk membuat
jadwal latihan diwaktu luang
 Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan
dalam beraktivitas
 Sediakan penguatan positif bagi
yang aktif beraktivitas
 Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi diri
dan penguatan
 Monitor respon fisik, emoi,
social dan spiritual
3 Resiko terhadap Tujuan : klien tidak  Gunakan semua tindakan untuk
cedera/perdarahan yang menunjukkan bukti-bukti mencegah perdarahan
berhubungan dengan perdarahan khususnya pada daerah ekimosis
penurunan jumlah  Cegah ulserasi oral dan rectal
trombosit

 Gunakan jarum yang kecil pada


saat melakukan injeksi

 Menggunakan sikat gigi yang


lunak dan lembut
 Laporkan setiap tanda-tanda
perdarahan (tekanan darah
menurun, denyut nadi cepat, dan
pucat)
 Hindari obat-obat yang
mengandung aspirin
 Ajarkan orang tua dan anak yang
lebih besar ntuk mengontrol
perdarahan hidung
4 Defisit Volume Cairan NOC: NIC :
Definisi : Penurunan cairan Fluid balance Fluid management
intravaskuler, interstisial,  Hydration  Timbang popok/pembalut jika
dan/atau intrasellular. Ini  Nutritional Status : Food diperlukan
mengarah ke dehidrasi, and Fluid Intake  Pertahankan catatan intake dan
kehilangan cairan dengan Kriteria Hasil : output yang akurat
pengeluaran sodium  Mempertahankan  Monitor status hidrasi (
urine
output sesuai dengan usia kelembaban membran mukosa,
Batasan Karakteristik : dan BB, BJ urine normal, nadi adekuat, tekanan darah
- Kelemahan HT normal ortostatik ), jika diperlukan
- Haus  Tekanan darah, nadi, suhu Monitor vital sign
- Penurunan turgor tubuh dalam batas normal
kulit/lidah
- Membran mukosa/kulit  Tidak ada tanda tanda  Monitor masukan makanan /
kering dehidrasi, Elastisitas cairan dan hitung intake kalori
- Peningkatan denyut nadi, turgor kulit baik, membran harian
penurunan tekanan darah, mukosa lembab, tidak ada  Kolaborasikan pemberian
penurunan volume/tekanan rasa haus yang berlebihan cairan IV
nadi  Monitor status nutrisi
- Pengisian vena menurun  Berikan cairan IV pada suhu
- Perubahan status mental ruangan
- Konsentrasi urine  Dorong masukan oral
meningkat  Berikan penggantian nesogatrik
- Temperatur tubuh sesuai output
meningkat
 Dorong keluarga untuk
- Hematokrit meninggi
membantu pasien makan
- Kehilangan berat badan
 Tawarkan snack ( jus buah,
seketika (kecuali pada third
buah segar )
spacing)
 Kolaborasi dokter jika tanda
Faktor-faktor yang cairan berlebih muncul meburuk
berhubungan:  Atur kemungkinan tranfusi
- Kehilangan volume cairan  Persiapan untuk tranfusi
secara aktif
- Kegagalan mekanisme
pengaturan
5 Perubahan membran Tujuan : pasien tidak Inspeksi mulut setiap hari untuk
mukosa mulut : stomatitis mengalami mukositis oral adanya ulkus oral
yang berhubungan dengan  Gunakan sikat gigi berbulu
efek samping agen lembut, aplikator berujung
kemoterapi kapas, atau jari yang dibalut
kasa
 Berikan pencucian mulut yang
sering dengan cairan salin
normal atau tanpa larutan
bikarbonat
 Gunakan pelembab bibir
 Hindari penggunaan larutan
lidokain pada anak kecil
 Berikan diet cair, lembut dan
lunak
 Inspeksi mulut setiap hari
 Dorong masukan cairan dengan
menggunakan sedotan
 Hindari penggunaa swab
gliserin, hidrogen peroksida dan
susu magnesi
 Berikan obat-obat anti infeksi
sesuai ketentuan
 Berikan analgetik

6 Ketidakseimbangan nutrisi NOC : NIC :


kurang dari kebutuhan  Nutritional Status : food Nutrition Management
tubuh b/d pembatasan and Fluid Intake  Kaji adanya alergi makanan
cairan, diit, dan hilangnya Kriteria Hasil :  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
protein  Adanya peningkatan berat menentukan jumlah kalori dan
Definisi : Intake nutrisi badan sesuai dengan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
tidak cukup untuk tujuan  Anjurkan pasien untuk
keperluan metabolisme  Berat badan ideal sesuai meningkatkan intake Fe
tubuh. dengan tinggi badan  Anjurkan pasien untuk
Batasan karakteristik :  Mampu mengidentifikasi meningkatkan protein dan
- Berat badan 20 % atau kebutuhan nutrisi vitamin C
lebih di bawah ideal  Tidak ada tanda tanda  Berikan substansi gula
- Dilaporkan adanya intake malnutrisi  Yakinkan diet yang dimakan
makanan yang kurang dari Tidak terjadi penurunan mengandung tinggi serat untuk
RDA (Recomended Daily berat badan yang berarti mencegah konstipasi
Allowance)  Berikan makanan yang terpilih (
- Membran mukosa dan sudah dikonsultasikan dengan
konjungtiva pucat ahli gizi)
- Kelemahan otot yang  Ajarkan pasien bagaimana
digunakan untuk membuat catatan makanan
menelan/mengunyah harian.
- Luka, inflamasi pada  Monitor jumlah nutrisi dan
rongga mulut kandungan kalori
- Mudah merasa kenyang,  Berikan informasi tentang
sesaat setelah mengunyah kebutuhan nutrisi
makanan  Kaji kemampuan pasien untuk
- Dilaporkan atau fakta mendapatkan nutrisi yang
adanya kekurangan dibutuhkan
makanan
- Dilaporkan adanya Nutrition Monitoring
perubahan sensasi rasa  BB pasien dalam batas normal
- Perasaan ketidakmampuan  Monitor adanya penurunan berat
untuk mengunyah makanan badan
- Miskonsepsi  Monitor tipe dan jumlah aktivitas
- Kehilangan BB dengan yang biasa dilakukan
makanan cukup  Monitor interaksi anak atau
- Keengganan untuk makan orangtua selama makan
- Kram pada abdomen  Monitor lingkungan selama makan
- Tonus otot jelek  Jadwalkan pengobatan dan
- Nyeri abdominal dengan tindakan tidak selama jam
atau tanpa patologi makan
- Kurang berminat terhadap  Monitor kulit kering dan
makanan perubahan pigmentasi
- Pembuluh darah kapiler  Monitor turgor kulit
mulai rapuh  Monitor kekeringan, rambut
- Diare dan atau steatorrhea kusam, dan mudah patah
- Kehilangan rambut yang  Monitor mual dan muntah
cukup banyak (rontok)  Monitor kadar albumin, total
- Suara usus hiperaktif protein, Hb, dan kadar Ht
- Kurangnya informasi,  Monitor makanan kesukaan
misinformasi  Monitor pertumbuhan dan
perkembangan
Faktor-faktor yang  Monitor pucat, kemerahan, dan
berhubungan : kekeringan jaringan konjungtiva
Ketidakmampuan  Monitor kalori dan intake nuntrisi
pemasukan atau mencerna  Catat adanya edema, hiperemik,
makanan atau hipertonik papila lidah dan
mengabsorpsi zat-zat gizi cavitas oral.
berhubungan dengan faktor  Catat jika lidah berwarna magenta,
biologis, psikologis atau scarlet
ekonomi.
7 Nyeri NOC : NIC :
Definisi :  Pain Level, Pain Management
Sensori yang tidak  Pain control,  Lakukan pengkajian nyeri secara
menyenangkan dan  Comfort level komprehensif termasuk lokasi,
pengalaman emosional Kriteria Hasil : karakteristik, durasi, frekuensi,
yang muncul secara aktual Mampu mengontrol nyeri kualitas dan faktor presipitasi
atau potensial kerusakan (tahu penyebab nyeri,  Observasi reaksi nonverbal dari
jaringan atau mampu menggunakan ketidaknyamanan
menggambarkan adanya tehnik nonfarmakologi  Gunakan teknik komunikasi
kerusakan (Asosiasi Studi untuk mengurangi nyeri, terapeutik untuk mengetahui
Nyeri Internasional): mencari bantuan) pengalaman nyeri pasien
serangan mendadak atau  Melaporkan bahwa nyeri  Kaji kultur yang mempengaruhi
pelan intensitasnya dari berkurang dengan respon nyeri
ringan sampai berat yang menggunakan manajemen  Evaluasi pengalaman nyeri masa
dapat diantisipasi dengan nyeri lampau
akhir yang dapat diprediksi Mampu mengenali nyeri  Evaluasi bersama pasien dan tim
dan dengan durasi kurang (skala, intensitas, kesehatan lain tentang
dari 6 bulan. frekuensi dan tanda nyeri) ketidakefektifan kontrol nyeri
Batasan karakteristik :  Menyatakan rasa nyaman masa lampau
- Laporan secara verbal atau setelah nyeri berkurang  Bantu pasien dan keluarga untuk
non verbal  Tanda vital dalam rentang mencari dan menemukan
- Fakta dari observasi normal dukungan
- Posisi antalgic untuk  Kontrol lingkungan yang dapat
menghindari nyeri mempengaruhi nyeri seperti
- Gerakan melindungi suhu ruangan, pencahayaan dan
- Tingkah laku berhati-hati kebisingan
- Muka topeng  Kurangi faktor presipitasi nyeri
- Gangguan tidur (mata  Pilih dan lakukan penanganan
sayu, tampak capek, sulit nyeri (farmakologi, non
atau gerakan kacau, farmakologi dan inter personal)
menyeringai)  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
- Terfokus pada diri sendiri menentukan intervensi
- Fokus menyempit  Ajarkan tentang teknik non
(penurunan persepsi waktu, farmakologi
kerusakan proses berpikir,  Berikan analgetik untuk
penurunan interaksi dengan mengurangi nyeri
orang dan lingkungan)  Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
- Tingkah laku distraksi,  Tingkatkan istirahat
contoh : jalan-jalan,  Kolaborasikan dengan dokter jika
menemui orang lain ada keluhan dan tindakan nyeri
dan/atau aktivitas, aktivitas tidak berhasil
berulang-ulang)  Monitor penerimaan pasien
- Respon autonom (seperti tentang manajemen nyeri
diaphoresis, perubahan
tekanan darah, perubahan Analgesic Administration
nafas, nadi dan dilatasi  Tentukan lokasi, karakteristik,
pupil) kualitas, dan derajat nyeri
- Perubahan autonomic sebelum pemberian obat
dalam tonus otot (mungkin  Cek instruksi dokter tentang jenis
dalam rentang dari lemah obat, dosis, dan frekuensi
ke kaku)  Cek riwayat alergi
- Tingkah laku ekspresif  Pilih analgesik yang diperlukan
(contoh : gelisah, merintih, atau kombinasi dari analgesik
menangis, waspada, ketika pemberian lebih dari satu
iritabel, nafas  Tentukan pilihan analgesik
panjang/berkeluh kesah) tergantung tipe dan beratnya
- Perubahan dalam nafsu nyeri
makan dan minum  Tentukan analgesik pilihan, rute
pemberian, dan dosis optimal
Faktor yang berhubungan :  Pilih rute pemberian secara IV, IM
Agen injuri (biologi, kimia, untuk pengobatan nyeri secara
fisik, psikologis) teratur
 Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik
pertama kali
 Berikan analgesik tepat waktu
terutama saat nyeri hebat
 Evaluasi efektivitas analgesik,
tanda dan gejala (efek samping)
8 Kerusakan intergritas kulit NOC : Tissue Integrity : NIC : Pressure Management
b/d edema dan Skin and  Anjurkan
Mucous pasien untuk
menurunnya tingkat Membranes menggunakan pakaian yang
aktivitas Kriteria Hasil : longgar
 Integritas kulit yang baik
Definisi : Perubahan pada  Hindari kerutan padaa tempat tidur
epidermis dan dermis bisa dipertahankan  Jaga kebersihan kulit agar tetap
(sensasi, elastisitas, bersih dan kering
Batasan karakteristik : temperatur,  Mobilisasi pasien (ubah posisi
hidrasi,
- Gangguan pada bagian pigmentasi) pasien) setiap dua jam sekali
tubuh  Tidak ada luka/lesi pada  Monitor kulit akan adanya
- Kerusakan lapisa kulit kulit kemerahan
(dermis)  Perfusi jaringan baik  Oleskan lotion atau minyak/baby
- Gangguan permukaan  Menunjukkan pemahaman oil pada derah yang tertekan
kulit (epidermis) dalam proses perbaikan  Monitor aktivitas dan mobilisasi
Faktor yang berhubungan : kulit dan mencegah pasien
Eksternal : terjadinya sedera berulang Monitor status nutrisi pasien
- Hipertermia atau  Mampu melindungi kulit  Memandikan pasien dengan sabun
hipotermia dan mempertahankan dan air hangat
- Substansi kimia kelembaban kulit dan
- Kelembaban udara perawatan alami
- Faktor mekanik (misalnya
: alat yang dapat
menimbulkan luka,
tekanan, restraint)
- Immobilitas fisik
- Radiasi
- Usia yang ekstrim
- Kelembaban kulit
- Obat-obatan

Internal :
- Perubahan status
metabolik
- Tulang menonjol
- Defisit imunologi
- Faktor yang berhubungan
dengan perkembangan
- Perubahan sensasi
- Perubahan status nutrisi
(obesitas, kekurusan)
- Perubahan status cairan
- Perubahan pigmentasi
- Perubahan sirkulasi
- Perubahan turgor
(elastisitas kulit)

Daftar Pustaka
Aster, Jon. 2007. Sistem Hematopoietik dan Limfoid dalam Buku Ajar Patologi Edisi 7. Jakarta:Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Atul, Mehta dan A. Victor Hoffbrand. 2006. At a Glance Hematologi.Edisi 2. Jakarta: Erlangga
Baldy, Catherine M. 2006. Komposisi Darah dan Sistem Makrofag-Monosit dalam Patofisiologi Konsep
Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC
Carpenito, Lynda Juall. (2000.). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. (terjemahan). Penerbit buku
Kedokteran EGC. Jakarta.
Landier W, Bhatia S, Eshelman DA, Forte KJ, Sweeney T, Hester AL, et al.Development of risk-based guidelines
for pediatric cancer survivors: the Children'sOncology Group Long-Term Follow-Up Guidelines
from the Children's OncologyGroup Late Effects Committee and Nursing Discipline. J Clin Oncol.
Dec 152004;22(24):4979-90.
Smeltzer Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih bahasa
Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC;.2. Tucke

Вам также может понравиться