Вы находитесь на странице: 1из 14

PELAKSANAAN PRAKTEK FARMASI SAAT INI YANG DIJALANKAN OLEH

APOTEKER

LOGO

DISUSUN OLEH :

FUAD AMRILLAH 1648201110016

HAMIDAH 1648201110018

HERNAMIRAH 1648201110020

PAHRIAH 1648201110037

SYARIFAH ALAWIYAH 1648201110048

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN

2018
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama di
bidang kesehatan, masyarakat semakin memahami akan pentingnya hidup sehat.
Hal ini ditunjang dengan semakin mudahnya masyarakat mendapatkan informasi-
informasi kesehatan melalui media yang ada, baik media cetak maupun media
elektronik. Pengetahuan masyarakat mengenai informasi kesehatan dan
pentingnya hidup sehat, secara langsung berdampak pada meningkatnya tuntutan
masyarakat terhadap kualitas tenaga kesehatan dan pelayanan kesehatan,
termasuk tenaga dan pelayanan kefarmasian.

Pharmaceutical care atau asuhan kefarmasian merupakan bentuk optimalisasi


peran yang dilakukan oleh apoteker terhadap pasien dalam melakukan terapi
pengobatan sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan pasien. Apoteker
berperan dalam memberikan konsultasi, informasi dan edukasi (KIE) terkait
terapi pengobatan yang dijalani pasien, mengarahkan pasien untuk melakukan
pola hidup sehat sehingga mendukung agar keberhasilan pengobatan dapat
tercapai, dan melakukan monitoring hasil terapi pengobatan yang telah dijalankan
oleh pasien serta melakukan kerja sama dengan profesi kesehatan lain yang
tentunya bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien (ISFI, 2000). Hal
tersebut menegaskan peran apoteker untuk lebih berinteraksi dengan pasien, lebih
berorientasi terhadap pasien dan mengubah orientasi kerja apoteker yang semula
hanya berorientasi kepada obat dan berada di belakang layar menjadi profesi yang
bersentuhan langsung dan bertanggungjawab terhadap pasien.
Pelayanan kefarmasian mulai berubah orientasinya dari drug oriented menjadi
patient oriented. Perubahan paradigma ini dikenal dengan nama Pharmaceutical
care atau asuhan pelayanan kefarmasian (Kemenkes RI, 2011). Pharmaceutical
care atau asuhan kefarmasian merupakan pola pelayanan kefarmasian yang
berorientasi pada pasien. Pola pelayanan ini bertujuan mengoptimalkan
penggunaan obat secara rasional yaitu efektif, aman, bermutu dan terjangkau bagi
pasien (Depkes RI, 2008). Hal ini meningkatkan tuntutan terhadap pelayanan
farmasi yang lebih baik demi kepentingan dan kesejahteraan pasien. Asuhan
kefarmasian, merupakan komponen dari praktek kefarmasian yang memerlukan
interaksi langsung apoteker dengan pasien untuk menyelesaikan masalah terapi
pasien.

Beberapa sarana pelayanan kesehatan yang dapat menunjang kualitas


kesehatan masyarakat antara lain Apotek, Rumah Sakit beserta Instansi Farmasi
Rumah Sakit, Puskesmas, dan Poliklinik beserta tenaga kesehatan (dokter,
apoteker, perawat) professional yang berkompetensi di bidangnya.

Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang


Kesehatan, yang dimaksud dengan kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara
fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk
hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Berdasarkan Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 51 tahun 2009, tenaga kefarmasian adalah tenaga
yang melakukan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas apoteker dan tenaga
teknis kefarmasian, sedangkan definisi pelayanan kefarmasian adalah suatu
pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan
sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan
mutu kehidupan pasien. Sesuai dengan PP RI No.51 tahun 2009, bahwa telah
terjadi pergeseran orientasi Pelayanan Kefarmasian dari pengelolaan obat sebagai
komoditi kepada pelayanan yang komprehensif (pharmaceutical care) dalam
pengertian tidak saja sebagai pengelola obat namun dalam pengertian yang lebih
luas mencakup pelaksanaan pemberian informasi untuk mendukung penggunaan
obat yang benar dan rasional, monitoring penggunaan obat untuk mengetahui
tujuan akhir, serta kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (medication
error). Selain Pharmaceutical Care manajemen praktis juga harus dikuasai oleh
apoteker.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1027 tahun 2004 tentang
standar pelayanan kefarmasian di apotek, Apoteker senantiasa harus memiliki
kemampuan menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik, mengambil
keputusan yang tepat, kemampuan berkomunikasi antar profesi, menempatkan
diri sebagai pemimpin di situasi multidisipliner, kemampuan mengelola SDM
secara efektif, selalu belajar sepanjang karier, membantu memberi pendidikan
serta meningkatkan pengetahuan. Oleh karena itu, seorang calon apoteker harus
mempersiapkan diri dengan membentuk kompetensinya untuk menjadi seorang
yang profesional di bidangnya melalui pendidikan akademis yang harus dijalani
selama jangka waktu tertentu, dimana pendidikan akademis dapat menjadi modal
dasar bagi seorang calon apoteker untuk dapat menjadi seorang apoteker yang
profesional, handal dan berkompetensi. Namun agar dapat menghadapi tantangan
profesi di masyarakat, pendidikan akademis saja tidaklah cukup, oleh karena itu
diperlukan pelatihan berupa Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang harus
dijalani oleh seorang calon apoteker untuk dapat memahami peran dan fungsi
apoteker di dalam pelayanan kefarmasian di apotek. Melalui Praktek Kerja
Profesi Apoteker (PKPA) ini, seorang calon apoteker dapat belajar untuk
menerapkan ilmu yang telah didapat secara teoritis dalam perkuliahan ke dalam
praktik profesi secara nyata di apotek ,yaitu dengan mengamati, memahami, dan
melatih diri beraktivitas di apotek di bawah bimbingan apoteker yang
berpengalaman. Kegiatan PKPA juga akan memberikan bekal bagi calon
Apoteker untuk dapat melakukan tugas dan tanggung jawab seorang Apoteker
secara profesional serta mendapat pengalaman praktis dalam pengelolaan apotek
seperti aspek kefarmasian, aspek pelayanan, serta aspek manajemen berdasarkan
peraturan perundang-undangan dan Kode Etik Apoteker Indonesia yang berlaku.
Melalui PKPA ini diharapkan calon apoteker dapat siap dalam menghadapi
tantangan pengabdian profesi yang akan dijalani di masa yang akan datang.

2.1 RUMUSAN MASALAH


a) Tata laksana pelayanan kefarmasian oleh apoteker di apotek
b) Bagaimana pelayanan apoteker terhadap pasien

2.3 TUJUAN

a) Mengetahui tata laksana pelayanan kefarmasian oleh apoteker di apotek


apakah sesuai dengan peraturan
b) Mengetahui apakah pelayanan yang dilakukan apoteker sudah sesuai dngan
standar pelayanan kefarmasian

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pelayanan Kefarmasian oleh Apoteker

PP 51 Tahun 2009 menyatakan bahwa tenaga kefarmasian adalah tenaga yang


melakukan pekerjaan kefarmasian. Tenaga kefarmasian terdiri atas apoteker dan
tenaga teknis kefarmasian. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai
Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker. Sedangkan tenaga teknis
kefarmasian merupakan tenaga yang membantu Apoteker dalam menjalani pekerjaan
kefarmasian, yang terdiri atas sarjana farmasi, ahli madya farmasi, analis farmasi, dan
tenaga menengah farmasi/asisten apoteker. Dalam melakukan praktek profesinya di
apotek seorang apoteker harus memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA)
dan Surat Ijin Praktek Apoteker (SIPA). STRA adalah bukti tertulis yang diberikan
oleh Menteri kepada Apoteker yang telah diregistrasi. SIPA adalah surat izin yang
diberikan kepada Apoteker untuk dapat melaksanakan Pekerjaan Kefarmasian pada
Apotek atau Instalasi Farmasi Rumah Sakit.
Berdasarkan Kepmenkes Nomor : 1027/Menkes/SK/IX/2004 standar kompetensi
yang harus dimiliki oleh apoteker untuk melakukan pelayanan kefarmasian,
diantaranya:

1. Dapat memberi serta menyediakan pelayanan yang baik.

Apoteker berkedudukan sebagai pengelola apotek diharapkan dapat melakukan


pelayanan kefarmasian yang profesional. Saat melakukan pelayanan kepada pasien,
apoteker sebaiknya mampu untuk mengintegrasikan pelayanan yang diberikan pada
sistem pelayanan kesehatan secara menyeluruh. Dengan hal tersebut, diharapkan
dapat dihasilkan suatu sistem pelayanan kesehatan berkesinambungan.

2. Memiliki kemampuan dalam menentukan keputusan yang profesional.

Sebagai apoteker, diharapkan untuk berkompeten dalam bidangnya dan terus mau
untuk belajar sesuai profesinya, sehingga apoteker tersebut dapat melakukan
pengambilan keputusan yang tepat sesuai dengan efikasi, efektifitas dan efisiensi
terkait pengobatan maupun perbekalan kesehatan lain.

3. Dapat melakukan komunikasi yang baik.

Salah satu kemampuan penting yang harus dimiliki oleh apoteker adalah mampu
untuk melakukan komunikasi yang baik dengan pasien ataupun profesi kesehatan
lainnya sehingga diharapkan pengobatan yang dilakukan tepat dan tujuan pengobatan
dapat tercapai.

4. Mampu menjadi pemimpin


Apoteker diharapkan bisa menjadi seorang pemimpin dalam suatu organisasi atau
group. Apoteker harus mampu untuk mengambil suatu keputusan yang efektif dan
tepat, dapat menyebarkan informasi tersebut dan dapat melakukan pengelolaan
terhadap suatu hasil keputusan.

5. Apoteker diharapkan bisa dan memiliki kemampuan dalam mengatur dan


mengelola sumber daya yang ada.

6. Belajar sepanjang masa.

Pengobatan akan selalu berkembang seiring perkembangan pengetahuan dan


teknologi, sehingga diharapkan apoteker akan selalu belajar untuk mengikuti
perkembangan tersebut, sehingga keilmuan yang dimiliki selalu berkembang sesuai
dengan perkembangan ilmu pengobatan.

7. Membantu memberi pendidikan dan memberi peluang untuk

meningkatkan pengetahuan.

Berdasarkan PP 51 Tahun 2009 terkait pekerjaan kefarmasian disebutkan bahwa


dalam melakukan pekerjaan kefarmasian di tempat pelayanan kefarmasian seperti
apotek, rumah sakit dll, seorang apoteker dapat :
a. Memiliki seorang Apoteker Pendamping untuk menggantikan tugas Apoteker
Pengelola yang telah di lengkapi dengan SIPA;

b. Melakukan penggantian obat bermerk dagang dengan obat generic dimana zat
aktif yang terkandung dalam kedua obat tersebut adalah sama dan meminta
persetujuan kepada pasien/ dan dokter; dan

c. Melakukan penyerahan obat keras, obat psikotropika dan obat narkotika


kepada pasien atas resep dokter berdasarkan peraturan undang-undang yang berlaku.

d. Berdasarkan KepMenKes RI No. 1027/MenKes/SK/IX/2004, apoteker adalah


sarjana farmasi yang telah lulus pendidikan profesi yang telah mengucapkan sumpah
berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku dan berhak melakukan pekerjaan
kefarmasian di Indonesia sebagai apoteker.

Apoteker merupakan tenaga kesehatan professional yang banyak berhubungan


langsung dengan masyarakat sebagai sumber informasi obat. Oleh karena itu,
informasi obat yang diberikan pada pasien haruslah informasi yang lengkap dan
mengarah pada orientasi pasien bukan pada orientasi produk. Dalam hal sumber
informasi obat seorang apoteker harus mampu memberi informasi yang tepat dan
benar sehingga pasien memahami dan yakin bahwa obat yang digunakannya dapat
mengobati penyakit yang dideritanya dan merasa aman menggunakannya. Dengan
demikian peran seorang apoteker di apotek sungguh-sungguh dapat dirasakan
manfaatnya oleh masyarakat (Menkes RI, 2014).

2.2 Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Berdasarkan Kep Men Kes

Nomor: 1027/Menkes/SK/IX/2004

Pelayanan kefarmasian (Pharmaceutical Care) adalah pelayanan yang berorientasi


kepada pasien. Pelayanan kefarmasian ini mengarahkan pasien tentang
kebiasaan/pola hidup untuk mendukung tercapainya keberhasilan

pengobatan, memberikan informasi tentang program pengobatan yang dijalani oleh


pasien, memonitoring hasil pengobatan dan bekerja sama dengan profesi lain untuk
mendukung tercapainya kualitas hidup pasien yang lebih baik.

Latar belakang dikeluarkannya Keputusan Menteri Kesehatan Nomor:


1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang standar pelayanan kefarmasian di Apotek adalah
pelayanan yang saat ini orientasinya telah bergeser dari obat kepada pasien yang
disebut dengan asuhan kefarmasian (Pharmaceutical Care). Dengan pergeseran
orientasi tersebut, maka apoteker dituntut untuk lebih aktif dalam berinteraksi
langsung dengan pasien dan memberikan pelayanan kefarmasian yang beriorientasi
kepada pasien. Pelayanan kefarmasian antara lain pelayanan swamedikasi terhadap
pasien, melakukan pelayanan obat, melaksnakan pelayanan resep, maupun pelayanan
terhadap perbekalan farmasi dan kesehatan, sertadilengkapi dengan pelayanan
konsultasi, informasi dan edukasi (KIE) terhadap pasien serta melakukan monitoring
terkait terapi pengobatan pasien sehingga diharapkan tercapainya tujuan pengobatan
dan memiliki dokumentasi yang baik. Oleh karena itu, apoteker perlu untuk terus
meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku sehingga diharapkan dapat
meningkatkan derajat kesehatan pasien (Depkes RI, 2008).

Ditetapkannya standar pelayanan kefarmasian bertujuan untuk digunakan sebagai


pedoman oleh apoteker dalam menjalankan praktek keprofesiannya, memberikan
perlindungan kepada masyarakat dari pelayanan yang tidak profesional, serta
melindungi profesi dalam menjalankan praktek. Apoteker dituntut untuk melakukan
pelayanan kefarmamsian yang bertanggungjawab dan professional sehingga tujuan
pengobatan pasien dapat tercapai dan kualitas hidup pasien meningkat (Depkes RI,
2008).

Pelayanan resep adalah permintaan tertulis dokter, dokter hewan, dokter gigi kepada
apoteker untuk menyiapkan dan memberikan obat kepada pasien berdasarkan aturan
perundang-undangan yang berlaku. Adapaun
yang termasuk dalam pelayanan resep antara lain : skrining resep, penyediaan dan
penyerahan sediaan farmasi serta perbekalan kesehatan kepada pasien. Pelayanan
resep terdiri dari pelayanan resep obat (golongan keras, bebas terbatas, dan obat
bebas), pelayanan resep obat yang mengandung psikotropika dan obat narkotika
(Depkes RI, 2008).

Pelayanan informasi obat merupakan suatu pelayanan kefarmasian oleh apoteker


dimana apoteker harus dapat memberikan keterangan/informasi secara tepat dan jelas
kepada pasien sehingga tujuan pengobatan dapat tercapai. Promosi merupakan suatu
kegiatan yang memberdayakan masyarakat dengan melakukan motivasi melalui
pemberian inspirasi kepada masyarakat, sehingga diharapkan masyarakat termotivasi
untuk dapat melakukan peningkatan kualitas hidupnya secara mandiri. Edukasi
merupakan suatu kegiatan yang memberdayakan masyarakat melalui pemberian
pengetahuan terkait tentang terapi pengobatan dan mengikutsertakan pasien dalam
pengambilan keputusan, yang bertujuan agar tujuan pengobatan dapat tercapai secara
optimal. Sedangkan, konseling adalah suatu proses yang sistematis untuk melakukan
identifikasi sehingga dapat menyelesaikan masalah pasien terkait dengan terapi
pengobatan yang dijalani oleh pasien (Depkes RI, 2008).

Pengelolaan sediaan farmasi maupun perbekalan kesehatan merupakan suatu kegiatan


manajemen yang dimulai dari merencanakan, mengadakan, menerima, menyimpan
dan menyerahkan kepada pasien. Adapun dengan pengelolaan diharapkan dapat
tersedia sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan jenis, jumlah, waktunya tepat dan
memiliki kualitas yang baik (Depkes RI, 2008).
2.3 Penelitian pelayanan kefarmasian diapotek Kimia Farma S.Parman Banjarmasin.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Kritik dan Saran


DAFTAR PUSTAKA

Lihat diatas

Вам также может понравиться