Вы находитесь на странице: 1из 16

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr wb, Rasa syukur yang dalam kita sampaikan ke hadiran Tuhan Yang
Maha Esa, karena berkat kemurahan_Nya telaah jurnal ini dapat penulis selesaikan sesuai
yang diharapkan. Dalam telaah jurnal ini penulis membahas “Candidaassociated denture
stomatitis”. Telaah jurnal ini dibuat dalam rangka untuk memenuhi tugas kegawat daruratan
(KGD ), penulis menyadari bahwa dalam telaah jurnal ini masih jauh dari sempurna. Dalam
proses pendalaman materi leukoplakia ini, tentunya penulis mendapatkan bimbingan,
arahan, koreksi dan saran, untuk itu rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya penulis
sampaikan: Ilmu Kesehatan Gigi dan Mulut” Demikian telaah jurnal ini penulis buat semoga
bermanfaat, Wassalamualaikum wr wb,

Semarang, 7 Desember 2018

Penulis
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rongga mulut adalah pintu masuknya makanan ke dalam tubuh. Rongga mulut terbagi
atas dua bagian yaitu oral dan oro-faring. Yang termasuk daerah oral adalah bibir, lidah,
palatum keras, mukosa bukal, gingiva, dasar mulut, maksila, mandibula dan kelenjar air liur,
sedangkan yang termasuk dalam bagian oro-faring adalah palatum lunak, pangkal lidah,
tonsil dan dinding faring.1 Dalam penulisan ini, hanya akan dibahas mengenai oral.

Terdapat berbagai jenis lesi-lesi rongga mulut yang ditemui. Menurut Kumar dkk (2005),
jens-jenis lesi rongga mulut dapat berupa inflamasi (lesi fibrous proliferatif, aphthous ulcer,
glositis), infeksi (virus Herpes Simplex, kandidiasis, fungi), prekanker (leukoplakia,
eritroplakia), kista (odontogenik dan non odontogenik), neoplasma jinak (ameloblastoma,
papiloma, adenoma, fibroma, epulis, lipoma, hemangioma, osteoma, limfangioma,
kondroma) dan neoplasma ganas (karsinoma, sarkoma, limfoma).2 Faktor-faktor penyebab
kanker rongga mulut tidak diketahui dengan pasti. Namun, terdapat beberapa faktor yang
dapat mendorong terkenanya kanker seperti iritasi kronis yang disebabkan oleh karies gigi,
permukaan gigi yang tajam, tambalan yang kasar dan gigi palsu yang tidak baik. Faktor-
faktor lainnya yang diduga berhubungan adalah kebiasaan buruk seperti pengkonsumsian
tembakau, alkohol, dan kebiasaan menyirih. Selain itu, infeksi (sifilis, kandidiasis, dan virus),
sinar matahari jangka waktu lama serta faktor genetik juga dapat menyebabkan terjadinya
kanker.3,4,5 Salah satu faktor yang menyebabkan meningkatnya angka morbiditas adalah
lambatnya mendeteksi lesi tersebut.6,7 Pendekatan saat ini untuk mengendalikan kanker ini
mencakup pencegahan faktor risiko dan deteksi dini pasien dengan lesi oral yang
mencurigakan.6

Inflamasi kronis telah dikenal sebagai faktor penting dalam perkembangan neoplasma.
Dalam perjalanannya suatu patogenesis lesi normal menjadi neoplasma membutuhkan waktu
yang lama yaitu dengan adanya suatu karsinogenik yang mengiritasi secara kronis, sehingga
sel epitel mengalami proliferasi secara abnormal. Paparan kronis karsinogen seperti
tembakau, alkohol, virus-virus onkogen, dan inflamasi dapat merusak gen seseorang pada
kromosom sebagai bagian dari materi genetik. Akumulasi dari perubahan genetik tersebut
dapat memicu perkembangan lesi-lesi premalignan dan diikuti dengan terjadinya karsinoma
invasif. Setelah adanya jejas, sel-sel inflamatori melepaskan sitokin dan faktor-faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan dan kelangsungan hidup sel yang akan menstimulasi proliferasi
sel lokal, pertumbuhan vaskular, dan penyembuhan luka. Pada inflamasi kronis, faktor-faktor
ini bergabung dan terjadilah proliferasi yang terus-menerus hingga sel jaringan epitel
mengalami displasia dan akhirnya menjadi neoplasma.2,3 Insidensi kanker rongga mulut di
Amerika dan Eropa (2005) adalah 3-5% dari seluruh kanker. Pada negara berkembang di
Asia Tenggara seperti India (2001), kanker rongga mulut ditemukan sekitar 36,5%.8 Di
Indonesia, penelitian tentang lesi rongga mulut masih sedikit. Di Medan, penelitian pernah
dilakukan di sembilan laboratorium Patologi Anatomi tahun 1997 – 2002 untuk mengetahui
distribusi frekuensi lesi rongga mulut dan diperoleh 34,1% kasus neoplasma ganas,9
dilanjutkan dengan penelitian yang sama tahun 2002 – 2007 dan diperoleh 42,8% kasus
neoplasma ganas.10 Penelitian ini belum dapat menjadi data akurat untuk mengetahui
insidensi lesi rongga mulut di Medan. Dokter gigi sesuai dengan profesinya tentu mempunyai
kesempatan yang pertama untuk menemukan dan mengevaluasi lesi-lesi di rongga mulut
yang disebabkan oleh karena gigi dan faktor lain. Di samping merawat gigi pasien, dokter
gigi juga harus dapat memperhatikan dengan lebih cermat keadaan jaringan lunak mulut
pasiennya serta mengenali dan merawat lesi iritatif yang bertujuan dapat melakukan deteksi
dini dan pencegahan yang berpotensi ganas di rongga mulut sehingga insidensi kanker
rongga mulut dapat diturunkan dan sekaligus dapat mengurangi angka morbiditas dan
mortalitas akibat kanker rongga mulut.

B. Rumusan Masalah

a. Apa penyebab dari Trauma Lesi rongga mulut dan Macam’’ trauma lesi rongga mulut?

C. Tujuan

a. Menjelaskan tentang Trauma Lesi rongga mulut dan Macam’’ trauma lesi rongga mulut

D. Manfaat

a. Bagi penelaah - Menambah wawasan mengenai ilmu mengenai Trauma Lesi rongga
mulut

b. Bagi pembaca - Menambah wawasan mengenai Trauma Lesi rongga mulut


BAB II

PEMBAHASAN

A. LESI TRAUMA DALAM RONGGA MULUT

Dalam rongga mulut dapat timbul lesi yang salah satunya disebabkan karena adanya trauma.
Biasanya trauma tersebut diakibatkan oleh kerusakan mekanik seperti kontak dengan makanan
yang tajam, tergigit ketika makan, bicara, bahkan tidur. Lesi ini juga bisa terjadi akibat luka
bakar benda panas, listrik atau kimia. Lokasi lesi traumatik bisa terjadi pada mukosa pipi,
mukosa bibir, palatum dan tepi perifer dari lidah (Bricker dkk., 1994).

Tanda dan gejala klinik yaitu tampak membran fibrin kekuningan dengan tepi eritema
disertai rasa nyeri (Regezi dkk., 2003). Pada beberapa kasus tepi ulkus berwarna putih
dikarenakan adanya hiperkeratosis (Neville dkk., 2009). Ulkus traumatik dapat sembuh dalam
beberapa hari atau minggu setelah etiologi terjadinya ulkus dihilangkan. Rasa nyeri hilang dalam
waktu 3-4 hari dan sembuh dalam waktu 10-14 hari (Wood dan Goaz, 1997).

Ulkus traumatik dapat disebabkan oleh berbagai macam trauma, yaitu trauma fisik, trauma
termal, trauma elektrik, trauma kimiawi, dan trauma radiasi (Bricker dkk., 1994).

1. TRAUMA FISIK

Luka akibat trauma fisik pada kulit atau mukosa secara umum dapat diklasifikasikan menjadi
4, yaitu:
a. Abrasion (luka lecet)

Merupakan luka di permukaan yang disebabkan karena kulit atau mukosa berkontak
dengan benda tajam maupun permukaan kasar seperti jalan raya/beton (saat terjatuh) yang
akan meninggalkan luka dangkal yang kasar dan berdarah. Luka ini dapat menyebabkan
terlepasnya jaringan epitelium dan benda asing menempel sehingga sering terjadi infeksi.
Luka seperti ini sering mengakibatkan rasa sakit, hal tersebut dikarenakan ujung saraf yang
terbuka akibat luka.

Perawatan yang dilakukan adalah membersihkan luka dengan sabun desinfektan pada
kulit, sedangkan untuk gingiva dan mukosa oral dengan irigasi larutan saline. Antibiotik
terkadang perlu diberikan untuk mencegah terjadinya infeksi.

b. Contusion (luka memar)

Merupakan luka yang terjadi akibat pukulan atau tertimpa benda tumpul. Luka ini tidak
merusak mukosa, namun hanya akan membuat darah berekstravasasi ke jaringan subkutan
yang menyebabkan area membiru (ecchymosis) dan memar. Bentuk luka ini adalah
perdarahan dari jaringan subkutan tanpa adanya kerusakan jaringan lunak di sekitarnya.

Perawatan yang dilakukan adalah aplikasi kompres dingin pada area luka. Apabila
gingiva yang mengalami luka seperti ini, dapat dilakukan perawatan dengan observasi,
pembersihan lokal, dan pemberian antibiotik. Luka seperti ini yang terisolasi pada jaringan
lunak dalam jangka waktu yang lama mungkin mengindikasikan adanya fraktur tulang.

c. Laceration (luka gores)

Merupakan luka dangkal maupun dalam pada jaringan lunak yang disebabkan tergores
baik oleh benda tajam dan tumpul, tepi luka biasanya disertai memar. Luka ini mungkin akan
mengganggu pembuluh darah, saraf, otot, dan kelenjar saliva. Area yang sering terlibat
adalah bibir, mukosa oral, gingiva, dan lidah. Luka ini sering terjadi karena terobeknya
mukosa atau kulit pada kecelakaan kendaraan bermotor. Perawatan yang dilakukan adalah
pembersihan luka, pemberian antibiotik, dan terkadang perlu dilakukan penjahitan (suturing).

Lacerations menurut bentuk lukanya dapat diklasifikasikan menjadi:


Crescent shaped (bulan sabit): disebabkan oleh benda tumpul yang mempunyai tepi
permukaan yang tajam (misalnya palu).

Linear with ’Y’ shaped ends (garis dengan ujung huruf Y): disebabkan oleh benda sempit
memanjang (batang besi, batang logam, pipa).

Stellate (bintang): disebabkan oleh benda yang mempunyai permukaan tajam dengan ujung
tumpul membulat.

Triangular (segitiga): disebabkan oleh pointed bayonet, seperti paku.

d. Soft tissue avulsion

Luka avulsi (hilangnya jaringan) merupakan luka yang terjadi karena gigitan hewan yang
menimbulkan luka lecet yang sangat dalam dan lebar.

e. Puncture wounds (luka tusuk)

Merupakan luka tusukan yang disebabkan oleh penetrasi benda tajam langsung ke dalam
kulit, seperti pisau dan tembakan senjata. Perawatan yang dilakukan adalah pembersihan luka
dengan desinfektan, pemberian antibiotik untuk mencegah infeksi, dan mungkin juga
dilakukan penjahitan pada luka yang lebar.

Macam-macam Lesi Trauma Fisik dalam Rongga Mulut:

Penyebab lain terjadinya lesi dalam rongga mulut akibat trauma fisik di antaranya:
malposisi gigi, menyikat gigi terlalu keras, tergigit, kebiasaan menggigit-gigit bibir atau pipi,
pembuatan protesa gigi yang salah (bagian flange yang terlalu menekan gingiva tau bagian
baseplate terlalu menekan palatum), restorasi gigi yang tajam, penggunaan instrumen
kedokteran gigi (cotton roll, saliva ejector, bur).

1. Linea Alba

Linea alba (white line) adalah kondisi yang paling sering muncul di sepanjang mukosa
bukal setinggi dataran oklusal gigi rahang atas dan rahang bawah yang disebabkan adanya
tekanan, iritasi gesekan, dan trauma dari permukaan gigi (Neville dkk., 2009). Linea alba
berbentuk garis putih keabuan memanjang di mukosa bukal, biasanya bilateral di kanan dan
kiri, berawal dari sudut mulut hingga gigi posterior. Penampakan klinis berupa warna putih
keabuan disebabkan hiperkeratosis epitel. Lesi ini tidak berbahaya dan tidak memerlukan
perawatan berarti (Neville dkk., 2009).

2. Morsicatio Buccarum

Lesi putih pada rongga mulut ini disebabkan adanya iritasi kronis akibat mengisap-isap
atau menggigit-gigit pipi. Hal tersebut akan menyebabkan area trauma menjadi lebih tebal,
luka, dan lebih pucat daripada jaringan di sekitarnya. Lesi ini seringkali muncul pada orang
yang sedang mengalami stress tinggi atau orang yang mempunyai kebiasaan menggigit-gigit
pipi, bibir maupun lidah (Greenberg dan Glick, 2003).

Penampakan klinis dari lesi ini sering ditemukan bilateral pada mukosa bukal, namun ada
juga yang unilateral dikombinasikan dengan adanya lesi pada bibir, lidah, atau keduanya.
Area putih menebal seperti bekas cabikan didominasi dengan area eritematous dan
permukaan yang kasar. Pemeriksaan histopatologis hasil biopsi menyatakan adanya
hiperkeratosis yang menyebar dengan jumlah keratin yang banyak. Tidak ada perawatan
yang perlu dilakukan selama lesi dirasa tidak mengganggu pasien. Apabila pasien
memerlukan perawatan dapat dilakukan dengan membuat cetakan akrilik yang menutupi
permukaan fasial gigi untuk menghindari akses mukosa bukal (Neville dkk., 2009).

3. Frictional (Traumatic) Keratosis

Traumatic keratosis didefinisikan sebagai plak putih dengan permukaan kasar dan terluka
yang disebabkan iritasi mekanis dari gigi tiruan yang kasar atau tepi gigi yang tajam.
Pemeriksaan histologis menyatakan lesi dengan hiperkeratosis dan akantosis. Lesi ini tidak
mengacu pada keganasan. Lokasi lesi biasanya pada mukosa bukal, bibir, dan lidah
(Greenberg dan Glick, 2003).

4. Toothbrush Injury

Trauma dari sikat gigi disebabkan iritasi mekanis dari bulu sikat gigi pada margin gingiva
dan gingiva cekat. Lokasi lesi ini dapat ditemukan pada seluruh permukaan gingiva, namun
yang paling sering terjadi pada gingiva rahang atas di antara gigi kaninus dan premolar
(karena pada lokasi ini biasanya menggunakan tekanan maksimal selama menyikat gigi).
Penampakan klinis lesi berupa erosi tunggal dengan area eritematous, berwarna putih atau
merah, dan beberapa menyebabkan rasa sakit. Lesi ini tidak memerlukan perawatan, namun
mengurangi faktor lokal dengan memperbaiki cara menyikat gigi (Purkait, 2003).

5. Traumatic Hematoma

Traumatic hematoma pada mukosa oral terjadi karena adanya tekanan mekanis yang
menyebabkan perdarahan pada jaringan di rongga mulut. Penampakan klinis berupa lesi
irreguler berwarna kemerahan. Lokasi yang paling sering terjadi lesi ini adalah lidah dan
bibir, penyebab utamanya adalah tergigitnya mukosa oral dan penggunaan yang tidak benar
dari instrumen kedokteran gigi. Tidak ada perawatan yang perlu dilakukan, lesi akan sembuh
dalam waktu 4-6 hari (Laskaris, 2003).

6. Cotton Roll Stomatitis

Cotton roll sangat biasa diaplikasikan pada praktek kedokteran gigi untuk menjaga
permukaan gigi tetap kering. Kekeringan yang berlebihan pada permukaan mukosa akan
tampak setelah gulungan kapas dilepas. Penampakan klinis lesi adalah erosi yang tertutupi
pseudomembran putih, yang akan sembuh dalam 4-6 hari dan tidak memerlukan perawatan
yang berarti (Laskaris, 2003).

7. Denture Stomatitis

Denture stomatitis atau denture sore mouth sering terjadi pada pasien yang menggunakan
gigi tiruan dalam waktu lama. Lesi ini biasanya ditemukan pada palatum. Penampakan klinis
berupa mukosa yang tertutup plat gigi tiruan edema berwarna merah dengan titik-titik putih
yang merupakan akumulasi Candida albicans atau sisa makanan. Beberapa kasus tidak
menimbulkan gejala pada pasien, namun ada beberapa yang mengeluhkan sensasi rasa
terbakar dan nyeri. Penyebab yang biasa terjadi karena iritasi gigi tiruan, sisa-sisa makanan
yang menumpuk di bawah permukaan plat gigi tiruan, dan infeksi C. albicans. Perawatan
yang perlu dilakukan adalah memperbaiki gigi tiruan dan menjaga kebersihan mulut dengan
baik (Laskaris, 2003).

8. Submucosal Hemorrhage (Petechiae, Ecchymosis, Hematoma)

Hemoragi intraoral disebabkan karena rupturnya pembuluh darah yang terjadi akibat
trauma fisik (ekstraksi gigi, tergigit, fellatio, batuk kronis, muntah), trauma sekunder pasca
pembedahan, dan kelainan perdarahan seperti hemofilia, leukemia, trombositopenia, dan
terapi antikoagulan. Petechiae adalah area perdarahan kecil yang tidak meninggi, purpura
adalah area hemoragi yang lebih besar dan tidak meninggi, ecchymosis adalah area hemoragi
dengan diameter lebih dari 2 mm. Hematoma adalah sekumpulan darah yang berekstravasasi
dari pembuluh darah lokal ke jaringan dan secara klinis menyebabkan pembengkakan.
Hemoragi submukosal biasanya berwarna merah-keunguan, ungu, atau biru-kehitaman.
Hemoragi biasanya terbentuk bersama jaringan granulasi dan sembuh dengan sendirinya
tanpa perawatan. Hematoma yang ukurannya sangat besar dapat diinsisi dan dilakukan
drainase (Neville dkk., 2009).

9. Traumatic Atrophic Glossitis

Traumatic atrophic glossitis berupa area eritematous pada lidah yang disebabkan adanya
iritasi atau trauma fisik, di antaranya restorasi gigi yang tidak tepat, gigi tiruan yang patah
atau rusak, tepi insisal gigi yang tajam, kalkulus yang berlebihan pada gigi-gigi anterior
rahang bawah, dan gigi yang crowded. Lokasi lesi pada ujung dan lateral lidah dengan area
yang terlibat trauma akan menipis dan berwarna merah, papilla filliformis menghilang,
papilla fungiformis membesar dan memerah. Pemeriksaan histopatologis menyatakan adanya
penipisan papilla lidah, vasodilatasi jaringan ikat di bawahnya dengan infiltrasi sel inflamasi
kronis yaitu limfosit dan sel plasma. Perawatan yang dilakukan adalah mengurangi faktor
iritasi dan meminimalisasi pergerakan lidah (Purkait, 2003).

10. Traumatic Ulcerations

Ulkus traumatik paling sering terjadi di pipi, bibir, dan lidah. Tergigitnya lidah
merupakan ulkus tunggal yang seringkali terjadi pada tepi lateral lidah (Bricker dkk., 1994).
Tanda dan gejala klinik yaitu tampak membran fibrin kekuningan dengan tepi eritema
disertai rasa nyeri (Regezi dan Sciubba, 2003). Lokasinya bisa bersebelahan dengan gigi
yang karies atau patah, tepi plat gigi tiruan atau ortodontik. Ulkus traumatik biasanya
tunggal, ukurannya bervariasi, bentuknya bulat atau oval. Dasar lesi kekuningan, tepinya
merah dan tidak ada indurasi. Ulkus traumatik sembuh dalam beberapa hari, setelah
penyebabnya dihilangkan (Birnbaum dan Dunne, 2009). Ulkus traumatik yang ditemukan
pada area anterior lidah bayi disebabkan oleh natal teeth disebut Riga-Fede disease (Regezi
dan Sciubba, 2003).
Pemeriksaan histopatologis ulkus traumatik akut menunjukkan hilangnya permukaan
epitelium yang digantikan oleh jaringan fibrin dengan neutrofil. Dasar ulkus terdiri dari
kapiler yang melebar dan jaringan granulasi. Regenerasi epitelium dimulai dari tepi ulkus,
dengan sel-sel proliferatif pindah dari dasar jaringan granulasi dan di bawah gumpalan darah
(Regezi dan Sciubba, 2003).

Beberapa langkah sederhana yang dapat dilakukan untuk mengurangi rasa sakit dari ulserasi
yang terjadi ialah:

 Hindari makanan yang dapat menyakitkan ulserasi.

Hindari makanan yang pedas dan asam yang dapat menyebabkan iritasi lebih lanjut.
Lebih baik mengkonsusmsi makanan yang lebih lembut dalam potongan yang kecil-
kecil sebagai gantinya. Sebaiknya hindari mengkonsumsi makanan panas atau dingin
karena dapat membuat rasa sakit ketika dimakan.

 Gunakan sedotan ketika minum.

Penggunaan sedotan ketika minum akan membuat area luka aman terhadap cairan
minuman. Minuman yang mengandung alkohol yang diminum tanpa menggunakan
sedotan akan dapat menyebabkan luka teriritasi.

 Menjaga dan meningkatkan kebersihan mulut.

Walaupun terdapat luka, tetapi kebersihan mulut harus tetap dijaga dan ditingkatkan
seperti menyikat gigi dengan lebih hati-hati agar tidak memperparah ulserasi, berkumur
beberapa kali sehari (Anonim, 2009).

B. TRAUMA TERMAL DAN ELEKTRIK

1. Trauma Termal
Trauma termal dapat disebabkan karena seseorang memakan pizza yang terlalu panas
atau makanan dengan keju yang meleleh di atasnya sehingga menyebabkan luka bakar pada
palatum atau ventral lidah (Bricker dkk., 1994). Lesi akibat trauma termal biasanya terjadi
pada palatum dan mukosa bukal posterior. Penampakan klinis lesi dengan area eritematous
dan ulserasi dengan sisa jaringan epitel di sekelilingnya. Tidak ada perawatan khusus yang
dilakukan untuk lesi ini karena akan sembuh dengan sendirinya (Neville dkk., 2009).
2. Trauma Elektrik
Trauma elektrik biasanya disebabkan oleh peralatan elektrik yang digigit dengan mulut.
Lokasi yang biasa terjadi lesi akibat trauma elektrik adalah mukosa bibir dan sudut mulut.
Mulanya tidak terasa adanya rasa sakit, area berwarna kekuningan dengan sedikit atau tidak
ada perdarahan, terjadi edema setelah beberapa jam dan berlangsung hingga 12 hari. Pada
hari ke-empat, lesi akan menjadi nekrosis dan mulai terjadi perdarahan. Area lipatan
mukobukal, lidah, gigi di sekitarnya mungkin akan terlibat dan gigi menjadi non vital dengan
atau tanpa nekrosis di sekitar tulang alveolar. Perawatan yang diberikan untuk pasien dengan
lesi seperti ini adalah antibiotik profilaksis untuk mencegah adanya infeksi sekunder (Neville
dkk., 2009).

C. TRAUMA KIMIAWI

Trauma kimiawi di dalam rongga mulut biasanya akibat bahan-bahan kedokteran gigi
yang digunakan dalam praktek, misalnya aspirin, hidrogen peroksida, silver nitrat, fenol,
larutan anestesi, dan bahan perawatan saluran akar. Trauma kimiawi dapat disebabkan karena
pemakaian obat-obatan yang bersifat kaustik, seperti obat kumur yang tinggi kandungan
alcohol, hydrogen peroksida, atau fenol, dan penggunaan obat aspirin baik tablet maupun
topikal pada mukosa sebagai obat sakit gigi.

Lesi biasanya terletak pada forniks atau lipatan mukobukal dan gingiva. Area yang
terluka berbentuk ireguler, berwarna putih, dilapisi pseudomembran, dan sangat sakit. Area
yang terlibat sangat mungkin meluas. Jika kontak dengan agen kimia terjadi cukup singkat,
maka lesi yang terbentuk berupa kerut-kerut berwarna putih tanpa nekrosis jaringan. Kontak
dalam waktu lama (biasanya dengan aspirin, sodium hipoklorid, dan fenol) dapat
menyebabkan kerusakan yang lebih berat dan pengelupasan jaringan yang nekrosis. Mukosa
non-keratinisasi yang tidak cekat lebih sering mengalami luka bakar dibandingkan mukosa
cekat (Greenberg dan Glick, 2003).

1. Aspirin

Acetylsalicylic acid (aspirin) merupakan agen yang biasa menyebabkan trauma kimiawi
dalam rongga mulut. Jaringan rongga mulut rusak ketika aspirin diisap pada area lipatan
mukobukal dalam jangka waktu yang cukup lama untuk melegakan nyeri gigi.
2. Silver Nitrat

Silver nitrat biasa digunakan oleh dokter gigi sebagai agen kauterisasi untuk merawat
kasus stomatitis aptosa. Bahan ini mampu meredakan gejala secara instan dengan membakar
akhiran saraf pada ulkus. Namun, silver nitrat sering merusak jaringan di sekitarnya dan
menghambat penyembuhan atau bahkan dapat menyebabkan nekrosis di lokasi aplikasinya
(jarang terjadi). Oleh sebab itu, penggunaan silver nitrat sebaiknya dikurangi.

3. Sodium Hipoklorid

Sodium hipoklorid atau bahan pemutihan gigi, sering digunakan untuk irigasi saluran
akar dan dapat menyebabkan ulkus yang cukup parah akibat kontak dengan jaringan lunak di
dalam rongga mulut.

4. Hidrogen Peroksida

Hidrogen peroksida sering digunakan sebagai bahan irigasi intraoral untuk pencegahan
penyakit periodontal. Pada konsentrasi ≥3%, hidrogen peroksida dapat menyebabkan
jaringan nekrosis.

5. Pasta Gigi dan Obat Kumur

Beberapa kasus ulserasi dan luka jaringan di dalam mulut telah dilaporkan disebabkan
karena salah penggunaan obat kumur dan pasta gigi komersial. Reaksi hipersensitivitas,
ulserasi, dan pengelupasan epitel yang tidak biasa terjadi pernah dilaporkan terjadi pada
penggunaan pasta gigi yang mengandung kayu manis (cinnamons). Bahan yang
menyebabkan reaksi hipersensitivitas diduga adalah kandungan aldehid. Reaksi ini tampak
mirip dengan reaksi yang disebabkan oleh bahan kimia lain seperti aspirin dan hidrogen
peroksida. Selain itu, ditemukan pula kasus luka bakar di bibir, mulut, dan lidah pada pasien
yang menggunakan obat kumur yang mengandung alkohol dan klorheksidin (Greenberg dan
Glick, 2003).

6. Smoker’s Melanosis

Individu yang merokok mungkin akan timbul area hiperpigmentasi melanin pada
mukosanya tergantung pada jumlah batang rokok sehari-hari. Smoker’s melanosis paling
sering ditemukan di area gingiva anterior pada maksila maupun mandibula. Pigmentasi
bervariasi dari warna coklat terang hingga gelap dan tampak difus. Perawatan yang dilakukan
adalah biopsi, terutama pada area palatum. Smoker’s melanosis akan menghilang sedikit
demi sedikit selama 3 tahun setelah berhenti merokok (Neville dkk., 2009).

7. Anesthetic Necrosis

Kasus yang jarang terjadi, nekrosis fokal jaringan dapat timbul pada lokasi injeksi
anestesi lokal. Predileksi terjadinya lesi pada palatum durum, yang jaringan mukosanya
berikatan cekat dengan tulang di bawahnya. Biasanya lesi ini timbul sebagai lesi ulser yang
bertepi reguler yang timbul beberapa hari setelah injeksi. Ulser terjadi akibat nekrosis
iskemia yang kemungkinan disebabkan karena trauma langsung dari larutan anestesi,
vasokonstriksi epinefrin, atau keduanya. Penyembuhan ulser memerlukan waktu beberapa
minggu dan terkadang dapat menjadi kronis. Stimulus lokal, misalnya usapan sitologi, cukup
untuk merangsang penyembuhan ulser (Neville dkk., 2009).

8. Soft Tissue Emphysema

Kasus ini merupakan fenomena yang jarang terjadi dimana udara atau gas masuk ke
dalam jaringan lunak. Pada regio orofasial, soft-tissue emphysema sering terkait dengan
penggunaan syringe udara atau handpiece dimana udara ditiupkan pada lokasi pembedahan,
laserasi, atau duktus kelenjar saliva. Kemungkinan penyebab lainnya adalah trauma, batuk
keras, dan memainkan instrumen musik tiup. Udara dapat memasuki jaringan dan
menyebabkan pembengkakan mendadak. Tanda klinis yaitu ditemukan krepitasi pada
palpasi. Emfisema pada leher dapat menyebar ke bawah dan menyebabkan
pneumomediastinum. Pasien dengan soft-tissue emphysema sebaiknya dirawat dengan
antibiotik untuk pencegahan infeksi sekunder. Kebanyakan kasus sembuh dalam 1–2 minggu
(Neville dkk., 2009).

D. TRAUMA RADIASI

Perawatan kanker dengan kemoterapi dan radiasi pada daerah kepala dan leher dapat
menyebabkan timbulnya ulserasi. Hal tersebut dikarenakan perawatan kanker bertujuan
untuk membunuh pertumbuhan sel-sel dengan cepat seperti sel kanker. Beberapa sel yang
sehat pada tubuh membelah dan tumbuh dengan cepat, termasuk sel yang melapisi bagian
mukosa. Sayangnya, sel-sel sehat juga dirusak oleh kemoterapi dan radiasi ini. Kerusakan
pada sel-sel di dalam mulut membuat kemampuannya untuk sembuh dan melawan bakteri
menjadi sulit sehingga dapat menyebabkan luka dan infeksi (Anonim, 2009). Salah satu
masalah yang sering terjadi akibat kemoterapi atau radioterapi adalah mukositis (Scully,
2004).

Oral mucositis merupakan manifestasi oral akibat paparan radiasi yang timbul pada
minggu kedua setelah terapi pada area yang terkena sinar X secara langsung, misalnya
mukosa bukal, ventral lidah, palatum molle, dan dasar mulut. Gambaran klinis lesi awal
berwarna keputihan dengan deskuamasi pada keratin, selanjutnya atrofi pada mukosa dengan
gambaran edematous dan eritematous. Oral mucositis akan sembuh 2-3 minggu setelah terapi
dihentikan (Neville dkk., 2009).
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

 Dalam rongga mulut dapat timbul lesi yang salah satunya disebabkan karena
adanya trauma. Biasanya trauma tersebut diakibatkan oleh kerusakan mekanik
seperti kontak dengan makanan yang tajam, tergigit ketika makan, bicara, bahkan
tidur. Lesi ini juga bisa terjadi akibat luka bakar benda panas, listrik atau kimia.
Lokasi lesi traumatik bisa terjadi pada mukosa pipi, mukosa bibir, palatum dan
tepi perifer dari lidah

 Tanda dan gejala klinik yaitu tampak membran fibrin kekuningan dengan tepi
eritema disertai rasa nyeri. Pada beberapa kasus tepi ulkus berwarna putih
dikarenakan adanya hiperkeratosis. Ulkus traumatik dapat sembuh dalam
beberapa hari atau minggu setelah etiologi terjadinya ulkus dihilangkan. Rasa
nyeri hilang dalam waktu 3-4 hari dan sembuh dalam waktu 10-14 hari.

 Ulkus traumatik dapat disebabkan oleh berbagai macam trauma, yaitu trauma
fisik, trauma termal, trauma elektrik, trauma kimiawi, dan trauma radiasi.
BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

sumber: perwakilan komisi A PSMKGI 2010-2012 FKG UGM

George Laskaris, M.D., D.D.S., Ph.D. 2006.Pocket Atlas of Oral Disease , 2nd

revised and enlarged edition. Thieme . Stuttgart ・ New York

Saraf, Sanjay . 2006 . Textbook of Oral Pathology

Lynch, Malcolm A. 1992. “Ilmu Penyakit Mulut : Diagnosis dan Terapi”.

Jakarta : Binarupa Aksara.

Вам также может понравиться