Вы находитесь на странице: 1из 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Memang harus diakui, kecenderungan orang semakin mengesampingkan
pentingnya penggunaan bahasa, terutama dalam tata cara pemilihan kata atau
diksi. Terkadang kita pun tidak mengetahui pentingnya penguasaan bahasa
Indonesia yang baik dan yang benar, sehingga ketika kita berbahasa, baik lisan
maupun tulisan, sering mengalami kesalahan dalam penggunaan kata, frasa,
paragraf, dan wacana.
Agar tercipta suatu komunikasi yang efektif dan efisien, pemahaman yang
baik ihwal penggunaan diksi atau pemilihan kata dirasakan sangat penting,
bahkan mungkin vital, terutama untuk menghindari kesalapahaman dalam
berkomunikasi.
Diksi atau pilihan kata dalam praktik berbahasa sesungguhnya
mempersoalkan kesanggupan sebuah kata dapat juga frasa atau kelompok kata
untuk menimbulkan gagasan yang tepat pada imajinasi pembaca atau
pendengarnya.
Indonesia memiliki bermacam-macam suku bangsa dan bahasa. Hal itu juga
disertai dengan bermacam-macam suku bangsa yang memiliki banyak bahasa
yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa yang digunakan juga
memiliki karakter berbeda-beda sehingga penggunaan bahasa tersebut berfungsi
sebagai sarana komunikasi dan identitas suatu masyarakat tersebut. Sebagai
makhluk sosial kita tidak bisa terlepas dari berkomunikasi dengan sesama dalam
setiap aktivitas. Dalam kehidupan bermasyarakat sering kita jumpai ketika
seseorang berkomunikasi dengan pihak lain tetapi pihak lawan bicara kesulitan
menangkap informasi dikarenakan pemilihan kata yang kurang tepat ataupun
dikarenakan salah paham.
Pemilihan kata yang tepat merupakan sarana pendukung dan penentu
keberhasilan dalam berkomunikasi. Pilihan kata atau diksi bukan hanya soal
pilih-memilih kata, melainkan lebih mencakup bagaimana efek kata tersebut
terhadap makna dan informasi yang ingin disampaikan. Pemilihan kata tidak

1
hanya digunakan dalam berkomunikasi namun juga digunakan dalam bahasa
tulis (jurnalistik). Dalam bahasa tulis pilihan kata (diksi) mempengaruhi
pembaca mengerti atau tidak dengan kata-kata yang kita pilih.
Dalam makalah ini, penulis berusaha menjelaskan mengenai diksi yang
digunakan dalam kehidupan sehari-hari baik dalam segi makna dan relasi, gaya
bahasa, ungkapan, kata kajian, kata popular, kata sapaan dan kata serapan.

1.2.RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan diksi?
2. Apa Fungsi diksi?
3. Bagaimana persyaratan ketepatan diksi?
4. Bagaimana pembagian makna kata?
5. Bagaimana pembagian gaya bahasa dan idiom?

1.3. TUJUAN
1. Megetahui pengertian dari diksi.
2. Mengetahui fungsi diksi.
3. Mengetahui syarat-syarat yang dibutuhkan dalam penggunaan diksi.
4. Mengetahui pembagian makna kata.
5. Memahami gaya bahasa dan idiom.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. PENGERTIAN DIKSI


Diksi ialah pilihan kata. Maksudnya, kita memilih kata yang tepat dan
selaras untuk menyatakan atau mengungkapkan gagasan sehingga memperoleh
efek tertentu. Pilihan kata merupakan satu unsur sangat penting, baik dalam
dunia karang-mengarang maupun dalam dunia tutur setiap hari. Ada beberapa
pengertian diksi di antaranya adalah membuat pembaca atau pendengar mengerti
secara benar dan tidak salah paham terhadap apa yang disampaikan oleh
pembicara atau penulis, untuk mencapai target komunikasi yang efektif,
melambangkan gagasan yang diekspresikan secara verbal, membentuk gaya
ekspresi gagasan yang tepat (sangat resmi, resmi, tidak resmi) sehingga
menyenangkan pendengar atau pembaca.
Diksi, dalam arti pertama, merujuk pada pemilihan kata dan gaya ekspresi
oleh penulis atau pembicara. Arti kedua, arti “diksi” yang lebih umum
digambarkan dengan kata – seni berbicara jelas sehingga setiap kata dapat
didengar dan dipahami hingga kompleksitas dan ekstrimitas terjauhnya. Arti
kedua ini membicarakan pengucapan dan intonasi, daripada pemilihan kata dan
gaya. Harimurti (1984) dalam kamus linguistic, menyatakan bahwa diksi adalah
pilhan kata dan kejelasan lafal untuk memperoleh efek tertentu dalam berbicara
di dalam karang mengarang.
Dalam KBBI (2002: 264) diksi diartikan sebagai pilihan kata yanng tepat
dan selaras dalam penggunaanya untuk menggungkapkan gagasan sehingga
diperoleh efek tertentu seperti yang diharapkan. Jadi, diksi berhubungan dengan
pengertian teknis dalam hal karang-mengarang, hal tulis-menulis, serta tutur
sapa.

3
2.2. FUNGSI DIKSI

Dalam karangan ilmiah, diksi dipakai untuk menyatakan sebuah konsep,


pembuktian, hasil pemikiran, atau solusi dari suatu masalah. Adapun fungsi
diksi antara lain :
a) Melambangkan gagasan yang diekspresikan secara verbal.
b) Membentuk gaya ekspresi gagasan yang tepat.
c) Menciptakan komunikasi yang baik dan benar.
d) Mencegah perbedaan penafsiran.
e) Mencagah salah pemahaman.
f) Mengefektifkan pencapaian target komunikasi.

2.3. PERSYARATAN DIKSI


Kata merupakan salah satu unsur dasar bahasa yang sangat penting. Dalam
memilih kata-kata, ada dua persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu:
A. Ketepatan
Ketepatan adalah kemampuan sebuah kata untuk menimbulkan gagasan
yang sama pada imajinasi pembaca atau pendengar, seperti yang
dipikirkan atau dirasakan oleh penulis atau pembicara, maka setiap penulis
atau pembicara harus berusaha secermat mungkin memilih kata-katanya
untuk mencapai maksud tersebut. Ketepatan tidak akan menimbulkan
salah paham.
Adapun syarat-syarat ketepatan pilihan kata adalah:
1. Membedakan makna denotasi dan konotasi dengan cermat.
2. Membedakan secara cermat makna kata yang hampir bersinonim,
misalnya: adalah, ialah, yaitu, merupakan, dalam pemakaiannya
berbeda-beda.
3. Membedakan makna kata secara cermat kata yang mirip ejaanya,
misalnya: infrensi (kesimpulan) dan interferensi (saling
mempengaruhi).
4. Tidak menafsirkan makna kata secara subjektif berdasarkan pendapat
sendiri.
5. Menggunakan imbuhan asing. (jika diperlukan)

4
6. Menggunakan kata-kata idiomatik berdasarkan susunan (pasangan)
yang benar.
7. Menggunakan kata umum dan kata khusus secara cermat.
8. Menggunakan kata yang berubah makna dengan cermat.
9. Menggunakan dengan cermat kata bersinonim.
10. Menggunakan kata abstrak dan konkrit secara cermat.
B. Kesesuaian
Syarat kesesuaian kata, sebagai berikut :
1. Hindarilah sejauh mungkin bahasa aatau unsur substandard dalam
situasi yang formal.
2. Gunakanlah kata-kata ilmiah dalam situasi yang khusus saja. Dalam
situasi yang umum hendaknya penulis dan pembicara mempergunakan
kata-kata popular.
3. Hindarilah jargon dalam tulisan untuk pembaca umum.
4. Penulis atau pembicara sejauh mungkin menghindari pemakaian kata-
kata slang.
5. Dalam penulisan jangan mempergunakan kata percakapan.
6. Hindarilah ungkapan-ungkapan usang (idiom yang mati).
7. Jauhkan kata-kata atau bahasa yang artfisial.

2.4. PEMBAGIAN MAKNA KATA


A. Makna Denotatif
Makna denotatif adalah makna dalam alam wajar secara eksplisit. Makna
wajar ini adalah makna yang sesuai dengan apa adanya . Denotatif adalah
suatu pengertian yang dikandung dalam sebuah kata secara objektif. Makna
denotatif (denotasi) lazim disebut: 1) Makna konseptual yaitu makna yang
sesuai dengan hasil observasi (pengamatan) menurut penglihatan,
penciuman, pendengaran, atau pengalaman yang berhubungan dengan
informasi (data) faktual dan objektif. 2) Makna sebenarnya, umpamanya,
kata kursi yaitu tempat duduk yang berkaki empat (makna sebenarnya). 3)
makna lugas yaitu makna apa adanya, lugu, polos, makna sebenarnya.
Contoh: Rumah itu luasnya 250 meter persegi, ada seribu orang yang

5
menghadiri pertemuan itu, Wanita dan perempuan secara konseptual sama,
kumpulan, rombongan, gerombolan, secara konseptual sama maknanya,
istri dan bini secara konseptual sama.

B. Makna Konotatif
Makna konotatif adalah makna asosiatif, makna yang timbul sebagai
akibat dari sikap sosial, dan kriteria tambahan yang dikenakan pada sebuah
makna konseptual. Makna konotatif atau konotasi berarti makna kias, bukan
makna sebenarnya. Makna konotatif juga mengandung nilai-nilai
emosional. Sebuah kata dapat berbeda dari satu masyakat ke masyarakat
lain, sesuai dengan pandangan hidup dan norma masyarakat tersebut.
Makna konotasi juga dapat berubah dari waktu kewaktu. Contoh:“Prabowo
Hatta dan Jokowi Kalla berebut kursi presiden.” Kalimat tersebut tidak
menunjukan makna bahwa Prabowo dan Jokowi Kalla tarik-menarik kursi.
Karena kata kursi berarti jabatan presiden.

Makna konotatif dan denotatif berhubungan erat dengan kebutuhan


pemakaian bahasa. Makna denotatif ialah arti harfiah suatu kata tanpa ada
suatu makna yang menyertainya, sedangkan makna konotatif adalah makna
yang mempunyai tautan pikiran, perasaan, dan lain-lain yang menimbulkan
nilai rasa tertentu. Dengan kata lain, makna konotatif lebih bersifat pribadi
dan khusus, sedangkan denotatif maknanya umum.
Kalimat dibawah ini menunjukan hal itu:
Dia adalah wanita manis (konotatif).
Dia adalah wanita cantik (denotatif).
Kata cantik lebih umum daripada kata manis. Kata cantik akan
memberikan gambaran umum seorang wanita. Akan tetapi, dalam kata
manis terkandung suatu maksud yang bersifat memukau perasaan kita.

Nilai kata-kata itu dapat bersifat baik dan dapat pula bersifat jelek. Kata-
kata yang berkonotasi jelek dapat kita sebutkan seperti kata tolol (lebih jelek
daripada bodoh ), mampus (lebih jelek daripada mati), dan gubuk (lebih
jelek daripada rumah). Di pahak lain, kata-kata itu dapat mengandung arti

6
kiasan yang terjadi dari makna denotatif referensi lain. Makna yang
dikenakan kepada kata itu dengan sendirinya akan ganda sehingga
kontekslah yang lebih banyak berperan dalam hal ini.

Perhatikan contoh dibawah ini:

Sejak dua tahun yang lalu ia membanting tulang untuk memperoleh


kepercayaan masyarakat. Kata membanting tulang (yang mengambil suatu
denotatif kata pekerjaan membanting sebuah tulang) mengandung makna
“bekerja keras” yang mengandung sebuah kiasan. Kata membanting tulang
dapat kita masukan dalam golongan kata yang bermakna konotatif.

C. Umum dan Khusus


Kata umum dibedakan dari kata khusus berdasarkan ruang lingkupnya.
Makin luas ruang lingkup suatu kata, makin umum sifatnya. Sebaliknya,
mana kata menjadi sempit ruang lingkupnya makin khusus sifatnya.
Makin umum suatu kata makin besar kemungkinan terjadi salah paham
atau perbedaan tafsiran. Sebaliknya, makin khusus, makin sempit ruang
lingkupnya, makin sedikt terjadi salah paham. Dengan kata lain, semakin
khusus makna kata yang dipakai, pilihan kata semakin cepat. Perhatikan
contoh berikut:
1. Kata umum: melihat.
Kata khusus: melotot, melirik, mengintip, menatap, memandang.
2. Kata umum: berjalan
Kata khusus: tertatih-tatih, ngesot, terseok-seok, langkah tegap.
3. Kata umum: jatuh.
Kata khusus: terpeleset, terjengkang, tergelincir, tersungkur,
terjerembab, terperosok, terjungkal.

D. Kata konkret dan Abstrak


Kata yang acuannya semakin mudah diserap pancaindra disebut kata
konkret , seperti meja, rumah, mobil, dan lain-lain. Jika suatu kata tidak
mudah dicerap panca indra maka kata itu disebut kata abstrak , seperti

7
gagasan dan saran. Kata abstrak digunakan untuk mengungkapkan gagasan
rumit. Kata abstrak mampu membedakan secara halus gagasan yang
bersifat teknis dan khusus. Akan tetapi jika dihambur-hamburkan dalam
suatu karangan, karangan itu dapat menjadi samar dan tidak cermat.

E. Sinonim
Sinonim adalah dua kata atau lebih yang pada asasnya mempunyai
makna yang sama, tetapi bentuknya berlainan . Sinonim ialah persamaan
makna kata . Artinya, dua kata atau lebih yang berbeda bentuk ejaan, dan
pengucapannya.
Contoh: agung, besar, raya. mati, mangkat, wafat, meninggal, dll.

2.5. Perubahan Makna


Bahasa berkembang sesuai dengan tuntutan masyarakat pemakainya,
pengembangan diksi tejadi pada kata. Namun, hal ini berpengaruh pada
penyusunan kalimat, paragraf, dan wacana. Pengembangan tersebut
dilakukan memenuhi kebutuhan komunikasi. Komunikasi kreatif berdampak
pada perkembangan diksi, berupa penambahan atau pengurangan kuantitas
maupun kualitasnya. Selain itu, bahasa berkembang dengan sesuai kualitas
pemikiran pemakainya. Perkembangan dapat menimbulkan perubahan yang
mencakup perluasan, penyempitan, pembatasan, pelemahan, pengaburan, dan
penggeseran makna. Faktor penyebab perubahan makna:
1. Perkembangan dalam Ilmu dan Teknologi
Perkembangan dalam bidang ilmu dan kemajuan dalam bidang
terknologi dapat menyebabkan terjadinya perubahan makna sebuah
kata. Sebuah kata yang tadinya mengandung konsep makna terhadap
sesuatu yang sederhana, tetap digunakan walaupun konsep makna
yang dikandungnya telah berubah sebagai akibat dari pandangan baru,
atau teori baru dalam satu bidang ilmu atau sebagai akibat dalam
perkembangan teknologi. Misalnya, kata berlayar yang pada awalnya
bermakna “perjalanan di laut (di air) dengan menggunakan perahu

8
atau kapal yang digerakkan dengan tenaga layar”. Walaupun kini
kapal-kapal besar tidak lagi menggunakan layar, tetapi sudah
menggunakan tenaga mesin , bahkan juga tenaga nuklir, namun
kata berlayar masih digunakan.
2. Perkembangan Sosial dan Budaya
Perkembangan dalam bidan sosial kemasyarakatan dapat
menyebabkan terjadinya perubahan makna. Sama halnya dengan yang
terjadi sebagai akibat perkembangan dalam bidang ilmu dan
teknologi, sebuah kata yang pada mulanya bermakna ‘A’. lalu berubah
menjadi bermakna ‘B’ atau ‘C’. Bentuk katanya tetap sama, tetapi
konsep makna yang dikandungnya sudah berubah. Misalnya,
kata saudara dalam bahasa Sansekerta yang bermakna “seperut” atau
“satu kandungan”. Kini kata saudara, walaupun masih digunakan
dalam arti “orang yang lahir dari kandungan yang sama” tetapi
digunakan juga untuk menyebut atau menyapa siapa saja yang
dianggap sederajat atau berstatus sosial yang sama.
3. Perbedaan Bidang Pemakaian
Setiap bidang kehidupan atau kegiatan memiliki kosakata
tersendiri yang hanya dikenal dan digunakan dengan makna tertentu
dalam bidang tersebut. Kata-kata yang menjadi dalam kosakata dalam
bidang-bidang tertentu itu dalam kehidupan dan pemakaian sehari-
hari dapat digunakan dalam bidang lain atau menjadi kosakata umum.
Oleh karena itu, kata-kata tersebut menjadi memiliki makna baru atau
makna lain di samping makna aslinya. Misalnya, kata membajak yang
berasal dari bidang pertanian, seperti pada frase membajak sawah,
kini telah biasa digunakan dalam bidang lain dengan makna
“melakukan kekerasan atau paksaan untuk memperoleh keuntungan”
seperti tampak dalam frase membajak pesawat terbang dan kaset
bajakan.
4. Adanya Asosiasi
Berbeda dengan perubahan makna yang terjadi sebagai akibat
penggunaan dalam bidang yang lain, dalam hal ini, makna baru yang

9
muncul adalah berkaitan dengan hal atau peristiwa lain yang
berkenaan dengan kata tersebut. Misalnya, kata amplop yang berasal
dari bidang administrasi atau surat-menyurat, maka asalnya adalah
“sampul surat”. Kedalam amplop itu selain biasa dimasukkan surat
tetapi bisa juga dimasukkan benda lain seperti uang. Oleh karena itu,
dalam kalimat “Beri saja amplop maka semua urusanmu pasti beres.”
Dalam kalimat tersebut, amplop yang dimaksudkan bukanlah surat,
melainkan berisi uang yang berarti sogokan.
5. Pertukaran Tanggapan Indra
Dalam penggunaan bahasa, banyak terjdi kasus pertukaran
tanggapan antara alat indra yang satu dengan alat indra yang lain.
Misalnya, rasa pedas yang seharusnya ditanggap dengan alat indra
perasa pada lidah, tertukar menjadi ditanggap alat indra pendengar
seperti tampak dalam ujaran kata-katanya cukup pedas. Dalam hal ini,
pertukara alat indra penanggap, biasa disebut dengan
istilah sinestesia.
6. Perbedaan Tanggapan
Setiap unsur leksikal atau kata sebenarnya secara sinkronis telah
mempunyai makna leksikal tetap. Namun karena pandangan hidup
dan ukuran dalam norma kehidupan di dalam masyarakat maka
banyak kata yang memiliki nilai rasa yang “rendah”, kurang
menyenangkan. Di samping itu ada juga yang menjadi memiliki nilai
rasa yang “tinggi”, atau yang mengenakkan. Kata-kata yang nilainya
merosot menjadi rendah tersebut, lazim disebut peyoratif, sedangkan
yang nilainya naik menjadi tinggi disebut amelioratif. Misalnya,
kata bini yang saat ini dianggap peyoratif, sedangkan
kata istri dianggap amelioratif.
7. Pengembangan Istilah
Salah satu upaya dalam pengembangan atau pembentukan istilah
baru adalah dengan memanfaatkan kosakata bahasa Indonesia yang
ada dengan jalan memberi makna baru, entah dengan menyempitkan
makna kata tersebut, meluaskan, maupun memberi arti baru sama

10
sekali. Misalnya, kata papan yang semula bermakna “lempengan
kayu tipis”, kini diangkat menjadi istilah untuk makna “perumahan”.

2.6. GAYA BAHASA DAN IDIOM


GAYA BAHASA
Gaya bahasa atau langgam bahasa dan sering juga disebut majas adalah cara
penutur mengungkapkan maksudnya. Banyak cara yang dapat dipakai untuk
mengungkapkan maksud. Ada cara yang memakai perlambang (majas metafora,
personifikasi) ada cara yang menekankan kehalusan (majas eufemisme, litotes)
dam masih banyak lagi majas yang lainnya. Semua itu pada prinsipnya
merupakan corak seni berbahasa untuk menimbulkan kesan tertentu bagi mitra
komunikasi kita (pembaca/pendengar).
Sebelum menampilkan gaya tertentu ada enam faktor yang mempengaruhi
tampilan bahasa seorang komunikator dalam berkomunikasi dengan mitranya,
yaitu :
a. Cara dan media komunikasi : lisan atau tulisan, langsung atau tidak
langsung, media cetak atau media elektronik.
b. Bidang ilmu : filsafat, sastra, hukum, teknik, kedokteran, dll.
c. Situasi : resmi, tidak resmi, setangah resmi.
d. Ruang atau konteks : seminar, kuliah, ceramah, pidato.
e. Khalayak : dibedakan berdasarkan umur (anak-anak, remaja, dewasa, orang
tua); jenis kelamin (laki-laki, perempuan); tingkat pendidikan dan status
sosial (rendah, menengah, tinggi).
f. Tujuan : membangkitkan emosi, diplomasi, humor, informasi.

JENIS – JENIS MAJAS


1. Gaya bahasa penegasan.
Gaya bahasa penegasan terdiri dari beberapa jenis antara lain :
a. Inversi adalah gaya bahasa yang berupa susunan kalimat terbalik dari
subjek-predikat menjadi predikat-subjek. Inversi disebut juga susun
balik. Contoh: Indah benar pemandangannya.

11
b. Retoris adalah gaya bahasa berupa kalimat tanya yang tidak memerlukan
jawaban. Contoh:Bukankah tugas kalian masih banyak?
c. Koreksio adalah gaya bahasa yang mengoreksi kata-kata yang dianggap
salah dengan kata-kata pembetulannya. Contoh : aku bertemu
dengannya, oh ternyata sedang bermimpi.
d. Repetisi adalah gaya bahasa dengan mengulang-ulang kata atau
kelompok kata. Repetisi sering digunakan dalam pidato. Contoh : kita
harus berusaha, kita harus belajar, kita harus bisa sehingga kita
harus pintar.
e. Paralelisme adalah gaya bahasa dengan pengulangan yang sering dipakai
dalam puisi. Paralelisme dapat dibedakan menjadi dua yaitu anafora dan
epifora.
f. Enomerasio adalah gaya bahasa yang menyebutkan beberapa peristiwa
saling berkaitan sehingga membentuk satu kesatuan. Contoh : Bintang-
bintang gemerlapan, rembulan bersinar, angin berembus sepoi-sepoi,
malam itu indah sekali.
g. Klimaks adalah gaya bahasa yang mengungkapkan beberapa hal secara
berturut-turut semakin memuncak. Contoh: Sejak detik, menit, jam, dan
hari ini saya tidak merokok lagi.
h. Antiklimaks adalah gaya bahasa yang menyatakan beberapa
hal secara berturut-turut semakin menurun. Contoh: Jangankan seribu,
seratus, serupiah, bahkan sesen pun aku tidak membawa uang.
i. Asidenton adalah gaya bahasa yang menjelaskan beberapa hal sederajat
secara berturut-turut tanpa kata penghubung. Contoh: Baju, celana, kaos,
sarung, dan kaos kaki dicuci semuanya.
j. Polisidenton adalah gaya bahasa yang menjelaskan beberapa hal
sederajat secara berturut-turut dengan kata penghubung. Contoh: Buku
cerita dan sepatu serta tas dibeli kakak untuk adik.
k. Pleonasme adalah gaya bahasa yang menggunakan kata tambahan secara
berlebihan. Contoh :Anak-anak sedang turun ke bawah

12
l. Tautologi adalah gaya bahasa dengan pengulangan kata, kelompok kata,
atau sinonimnya. Contoh : Datang, datanglah malam ini juga wahai
sahabatku.
m. Praterito adalah gaya bahasa yang menyembunyikan maksud agar
ditebak oleh pembaca atau pedengarnya. Contoh: Senang sekali bisa
diterima kuliah di UGM. Kelak kalian dapat merasakan sendiri
n. Elipsis adalah gaya bahasa yang menggunakan kalimat elips (kalimat
tidak lengkap). Contoh :Ayo, tidur! (maksudnya : ayo, anak-anak tidur!)
o. Interupsi adalah gaya bahasa yang menggunakan kata atau kelompok
kata yang disisipkan untuk menjelaskan sesuatu. Contoh : Buku ini, yang
ku cari selama ini, yang kudapatkan dari seorang teman.
p. Ekslamasio adalah gaya bahasa yang menggunakan kata seru. Yang
termasuk kata seru diantaranya,
yaitu ah, aduh, amboi, astaga, awas, oh, wah. Contoh: awas, ada anjing
galak!

2. Gaya bahasa perbandingan


Gaya bahasa perbandingan terdiri dari beberapa jenis antara lain :
a. Tropen adalah gaya bahasa yang menggunakan kata atau istilah lain
dalam istilah sejajar. Contoh : pikirannya melambung tinggi (sejajar
dengan memikirkan yang hebat-hebat)
b. Simbolik adalah gaya bahasa yang menggunakan perbandingan simbol
(lambang) benda, binatang, atau tumbuhan. Contoh: Lintah darat harus
dibasmi.
c. Antonomasia adalah gaya bahasa yang menggunakan kata (sebutan)
tertentu untuk menggantikan nama orang atau sebaliknya. Contoh:
Kartini adalah Srikandi Indonesia.
d. Alusio adalah gaya bahasa yang menggunakan ungkapan, pribahasa,
atau sampiran pantun secara lazim. Contoh : petugas itu dijadikan
kambing hitam.

13
e. Eufimisme adalah gaya bahasa yang menggunakan kata atau kelompok
kata penghalus. Contoh: Ia sedang ke kamar belakang (kamar belakang
penghalus dari WC).
f. Litotes adalah gaya bahasa yang menggunakan kata berlawanan untuk
merendahkan diri. Contoh: Ayo, mampir ke gubuk kami (rumah).
g. Hiperbola adalah gaya bahasa yang menyatakan sesuatu secara
berlebihan. Contoh: Tawanya menggelegar hingga membelah bumi.
h. Perifrasis adalah gaya bahasa yang menggunakan suatu kata atau
kelompok kata dengan kata atau kelompok kata lain. Contoh: Aku
merasa senang dapat belajar di kota pelajar(Yogyakarta).
i. Personifikasi adalah gaya bahasa yang menggambarkan benda mati
seolah-olah benda hidup atau bernyawa. Contoh: Buih
laut menjilat pantai.
j. Sinekdoke adalah gaya bahasa yang menyebutkan sebagian, tetapi yang
dimaksud ialah seluruh bagian atau sebaliknya.
Sinekdoke dibagi dua yaitu : Pars Prototo adalah gaya bahasa yang
menyatakan sebagian, tetapi untuk seluruhbagian. Contoh: Setiap
kepala harus membayar uang dua ribu rupiah (setiap kepala : setiap
orang).
Totem proparte adalah gaya bahasa yang menyatakan seluruh bagian
untuk sebagian. Contoh: Flu burung menyerang Indonesia. (maksudnya
penyakit flu burung menyerang beberapa orang Indonesia)
k. Metonimia adalah gaya bahasa yang menggunakan suatu nama barang,
tetapi yang dimaksud ialah benda lain. Contoh: Setiap hari aku
minum aqua (maksudnya adalah air minum)
l. Alegori adalah gaya bahasa yang membandingkan kehidupan manusia
dengan alam secara utuh. Contoh: Keduanya selamatlah sampai
di pantai yang dituju. (maksudnya mencapai kehidupan yang bahagia)
m. Metafora adalah gaya bahasa yang mengunakan kata atau kelompok
kata dengan arti bukan sesungguhnya untuk membandingkan suatu
benda dengan benda lainnya. Contoh : si jantung hatinya telah pergi
tanpa pesan (jantung hati : kekasih).

14
n. Simile adalah gaya bahasa yang menggunakan kata-kata perbandingan
antara lain seperti bak umpama, laksana, bagaikan.
Contoh: Wajah kedua orang itu bagaikan pinang dibelah dua.

3. Gaya bahasa pertentangan


Gaya bahasa perbandingan terdiri dari beberapa jenis antara lain :
a. Paradoks adalah gaya bahasa yang mengandung dua pernyataan saling
bertentangan, tetapi mengandung kebenaran. Contoh: Hatinya bersedih
dihari ulang tahunnya yang meriah ini.
b. Antitesis adalah gaya bahasa yang menggunakan paduan harta dengan
arti bertentangan. Contoh: Kaya atau miskin sama dihadapan Tuhan.
c. Anokronisme adalah gaya bahasa yang pernyataannya tidak sesuai
dengan peristiwa. Contoh: Kerajaan Majapahit runtuh karena diserang
Sriwijaya.
d. Kontradiksio adalah gaya bahasa yang mengandung pertentangan.
Contoh: Semua pengunjung dilarang masuk kecuali petugas.
e. Okupasi adalah gaya bahasa yang mengandung pertentangan,
tetapi diberi penjelasan. Contoh: Dulunya ia anak bandel, tetapi
sekarang ia baik.

4. Gaya bahasa sindiran


a. Ironi adalah gaya bahasa sindiran yang halus. Contoh: Harum benar bau
badanmu, sudah dua hari kamu belum mandi.
b. Sinisme adalah gaya bahasa sindiran yang agak kasar. Contoh: Aku
muak setiap melihat tampangnya.
c. Sarkasme adalah gaya bahasa sindiran yang sangat kasar.
Contoh: Benar-benar kamu badak.
d. Antifrasis adalah gaya bahasa ironi dengan kata atau kelompok kata
yang berlawanan. Contoh: “Lihatlah si gendut ini”, ketika si kurus
datang.

15
e. Inuendo adalah gaya bahasa sindiran yang mengecilkan kenyataan
sebenarnya. Contoh:Jangan heran bahwa ia menjadi kaya karena pelit.

IDIOM

Menurut Moeliono, Idiom adalah ungkapan bahasa yang artinya tidak


secara langsung dapat dijabarkan dari unsur-unsurnya. Sedangkan menurut
Badudu, idiom adalah bahasa yang teradatkan. Oleh karena itu, setiap kata
yang membentuk idiom berarti di dalamnya sudah ada kesatuan bentuk dan
makna. Walaupun dengan prinsip ekonomi bahasa, salah satu unsurnya tidak
boleh dihilangkan. Setiap idiom sudah tepat sedemikian rupa sehingga para
pemakai bahasa mau tidak mau harus tunduk pada aturan pemakaiannya.
Sebagian besar idiom yang berupa kelompok kata, misalnya gulung tikar, adu
domba, muka tembok tidak boleh dipertukarkan susunannya menjadi tikar
gulung, domba adu, tembok muka karena ketiga kelompok kata yang terakhir
itu bukan idiom.

16
BAB III
PENUTUP

3.1. KESIMPULAN
Diksi adalah ketepatan pilihan kata. Penggunaan ketepatan pilihan kata ini
dipengaruhi oleh kemampuan pengguna bahasa yang terkait dengan kemampuan
mengetahui, memahami, menguasai, dan menggunakan sejunlah kosakata secara
aktif yang dapat mengungkapkan gagasan secara tepat sehingga mampu
mengkomunikasikannya secara efektif kepada pembaca atau pendengarnya.
Selain kata yang tepat, efektivitas, komunikasi menuntut persyaratan yang harus
dipenuhi oleh pengguna bahasa, yaitu kemampuan memilih kata yang sesuai
dengan tuntutan komunikasi.

3.2. SARAN
Sebagai seorang mahasiswa, perlu sekali mempelajari dan memahami
bagaimana penggunaan diksi yang tepat dan cermat karena seorang mahasiswa
itu selalu dibebankan dan berkelut dengan karya-karya tulis dalam setiap tugas
perkuliahannya.
Penulis juga menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, saran dari pembaca sangat kami harapkan untuk perbaikan
makalah kami ke depannya.

17

Вам также может понравиться