Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Risiko terjadinya harm pada praktik kesehatan adalah fakta yang disadari
sejak dahulu, ketika praktik kedokteran belum serumit dan seluas saat ini.
Hippocrates (460–335 SM) mengingatkan dengan ungkapannya yang terkenal
“first, do no harm”. Pada tahun 1999, publik Amerika kembali diingatkan tentang
risiko KTD dengan terbitnya buku berjudul To Err is Human: Building a
SaferHealth System dari Institute of Medicine (IOM). Buku ini menampilkan
suatu datayang menyebutkan bahwa setiap tahun antara 44.000 – 98.000
orang meninggal dunia akibat kesalahan medis di rumah sakit di Amerika,
sekitar 50% diantaranya dapat dicegah.
1
Berdasarkan data pada tahun 2011, KKP-RS melaporkan insiden
keselamatan pasien sebanyak 34 insiden yang terdiri dari KNC 18,5%, KTD
14,4%, dan 22,65% diantaranya meninggal. Data tentang KTD di Indonesia
belum mewakili kejadian KTD yang sebenarnya terjadi. Dalam kenyataanya
masalah kesalahan medis dalam sistem pelayanan kesehatan mencerminkan
fenomena gunung es, karena yang terdeteksi adalah kejadian adverse event
yang ditemukan secara kebetulan saja.
Angka insiden keselamatan pasien yang cukup tinggi tidak serta merta
menunjukkan bahwa dokter dan perawat saat ini membuat lebih banyak
kesalahan di banding di masa lalu, namun karena peluang terjadinya kesalahan
yang semakin besar. Teknologi kedokteran dari hari ke hari semakin
disempurnakan, menjadikan prosedur pelayanan kesehatan sesuatu yang
kompleks. Di satu sisi hal ini membuat pelayanan pada pasien menjadi lebih
efektif, nyaman, dan cepat, namun di sisi lain kompleksitas praktik kedokteran
ini memiliki risiko terjadinya insiden keselamatan pasien dan kesalahan medis.
Keberagaman, kompleksitas dan rutinitas pelayanan di rumah sakit apabila
tidak dikelola dengan baik, sangat mungkin menyebabkan terjadinya insiden
keselamatan pasien. Rumah sakit merupakan suatu sistem dengan elemen-
elemen dan saling ketergantungan yang sangat kompleks, melibatkan orang,
departemen, kebiasaan, aturan, peralatan, hierarki, sosiologi, pasien dengan
variasi kebutuhan, perkembangan teknologi, medikasi dan lain lain.
Insiden keselamatan pasien menimbulkan banyak kerugian bagi pasien
dan keluarga, rumah sakit, tenaga kesehatan serta pemerintah. Dampak yang
ditimbulkan meliputi aspek fisik, psikis, sosial dan ekonomi. Dampak langsung
diterima pasien berupa rawat inap lebih lama, cedera, gangguan fungsi tubuh,
kecacatan dan kematian. Bagi keluarga dan tenaga kesehatan insiden
keselamatan pasien memiliki potensi memicu stress, dari aspek ekonomi
menyebabkan biaya pelayanan kesehatan lebih tinggi. Beberapa studi
mengestimasi peningkatan biayarumah sakit lebih dari 15% akibat insiden
keselamatan pasien, sebagian besar karena pasien dirawat lebih lama.
Laporan lain menyebutkan bahwa insiden keselamatan pasien meningkatkan
sekitar 2% pengeluaran kesehatan dan 30% anggaran rumah sakit. Secara
Nasional Amerika Serikat kehilangan 37,6 miliar dolar setiap tahun akibat
insiden keselamatan pasien.
2
mikro, pertanyaan yang muncul adalah seberapa besar keberhasilannya.
Beberapa ahli berpendapat bahwa kemajuan yang dicapai relatif lambat,
meskipun demikian ada beberapa perubahan yang patut disyukuri, yaitu
kesadaran global akan arti dan pentingnya gerakan keselamatan pasien.
Survey Kesehatan Daerah (Surkesdas) oleh Dinas Kesehatan DIY
bekerjasama dengan Badan Mutu Pelayanan Kesehatan (BMPK) DIYpada
tahun 2011 di 21 rumah sakit (umum dan khusus), 30 puskesmas, 11 Balai
Pengobatan/ Rumah Bersalin, 20 apotek, 10 laboratorium dan 29 praktik
mandiri. Pada aspek keselamatan pasien rumah sakit, survey menunjukkan
hasil yang variatif. Di rumah sakit kelas B tingkat penerapan kriteria
keselamatan pasien sekitar 30% sampai mendekati 50% (kecuali peresepan
elektronik 2%), dan di rumah sakit kelas C dibawah 5% sampai sekitar 30%.
Perbaikan mutu pelayanan kesehatan, dilakukan dengan sinergi 4 tingkat
pelayanan kesehatan. Tingkat pertama pengalaman pasien dan masyarakat,
kedua sistem mikro, ketiga sistem organisasi pelayanan kesehatan, dan
terakhir lingkungan luar. Lingkungan luar yang berfungsi sebagai fasilitator dari
sistem organisasi pelayanan kesehatan menciptakan dan mendukung melalui
kebijakan, sistem pembiayaan kesehatan, regulasi, dan akreditasi..
Di Indonesia tahun 2005 dibentuk Komite Keselamatan Pasien Rumah
Sakit (KKPRS) sebagai fasilitator implementasi keselamatan pasien. Langkah
ini diikuti dengan memasukkan keselamatan pasien sebagai salah satu aspek
yang dinilai pada akeditasi rumah sakit, membuat pedoman, standar dan
peraturan.
Keberhasilan implementasi keselamatan pasien dipengaruhi oleh
karakteristik organisasi dan pengaruh lingkungan, regulasi diduga dapat
menjadi salah satu strategi untuk mendorong implementasi keselamatan pasien
di rumah sakit. Regulasi terhadap sarana kesehatan dilakukan untuk
mengendalikan dan menyempurnakan kinerja dan mutu. Mekanismenya adalah
melalui regulasi internal dan eksternal. Regulasi eksternal berbasis pada
peraturan yang ditetapkan regulator dan upaya organisasi mematuhi peraturan
tersebut, sedangkan regulasi internal adalah tata kelola organisasi secara
hierarkal dalam mengatur dan mengelola kinerja.
3
Regulasi internal keselamatan pasien seharusnya memperlihatkan
bagaimana rumah sakit secara hierarkal mengatur dan mengelola kinerjanya
terkait keselamatan pasien. Studi menunjukkan bahwa pengaturan dan
pengelolaan keselamatan pasien oleh rumah sakit relatif belum sesuai harapan.
Nasution (2012) dalam penelitiannya menemukan bahwa beberapa aspek
implementasi keselamatan pasien di rumah sakit di DIY masih lemah, yaitu
pada pembahasan keselamatan pasien dalam rapat dewan pengawas rumah
sakit (25%), tujuan dan misi tertulis aspek keselamatan pasien (8,3%), serta
menggunakan sistem peresepan elektronik (16,7%).
Studi menunjukkan bahwa akreditasi secara signifikan meningkatkan
outcome klinik dan mutu pelayanan rumah sakit. Di Indonesia, akreditasi
rumahsakit dilaksanakan oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS) yang
misinya antara lain menjadikan rumah sakit bermutu, pelayanan berfokus pada
pasien serta memiliki standar internasional melalui akreditasi.
Dari studi dan pendapat ahli, dapat disimpulkan bahwa penerapan
keselamatan pasien di tingkat global, nasional dan daerah masih variatif. Belum
banyak keberhasilan yang mampu dicapai serta masih terdapat beberapa
hambatan meskipun terdapat banyak pihak yang berpotensi menjadi fasilitator.
Keberhasilan penerapan keselamatan pasien dipengaruhi oleh
karakteristik organisasi dan pengaruh dari lingkungan eksternal. Lingkungan
luar seperti regulasi eksternal dan tuntutan penerapan mutu merupakan salah
satu faktor yang diduga cukup berpengaruh untuk mendorong implementasi
keselamatan pasien di rumah sakit, apalagi diketahui regulasi internal rumah
sakit relatif belum sesuai harapan.
Pada pelayanan yang telah berkualitas tersebut masih terjadi insiden
keselamatan pasien yang tidak jarang berakhir dengan tuntutan hukum. Oleh
sebab itu perlu program untuk lebih memperbaiki proses pelayanan, karena
insiden keselamatan pasien sebagian dapat merupakan kesalahan dalam
proses pelayanan yang sebetulnya dapat dicegah melalui rencana pelayanan
yang komprehensif dengan melibatkan pasien berdasarkan hak-nya. Program
tersebut yang kemudian dikenal dengan istilah keselamatan pasien. Dengan
meningkatnya keselamatan pasien rumah sakit diharapkan kepercayaan
masyarakat terhadap pelayanan rumah sakit dapat meningkat.
Selain itu keselamatan pasien juga dapat mengurangi KTD, yang selain
berdampak terhadap peningkatan biaya pelayanan juga dapat membawa
rumah sakit ke arena blamming, menimbulkan konflik antara dokter/petugas
kesehatan dan pasien, menimbulkan sengketa medis, tuntutan dan proses
hukum, tuduhan malpraktek, blow-up ke media masa yang akhirnya
menimbulkan opini negatif terhadap pelayananrumah sakit, selain itu rumah
sakit dan dokter bersusah payah melindungi dirinya dengan asuransi,
4
pengacara, dan sebagainya. Tetapi pada akhirnya tidak ada pihak yang
menang, bahkan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan
rumah sakit.
Dalam meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan pasien, perlu
adanya penerapan budaya keselamatan pasien dalam menanggulangi adanya
insiden. Budaya keselamatan pasien merupakan fondasi dalam menerapkan
keselamatan pasien. Dalam mengupayakan keselamatan pasien tentunya
dibutuhkan kesinambungan dan penanaman nilai dan keyakinan.
Budaya organisasi berpengaruh kuat pada perilaku para anggota
organisasi. Secara umum, budaya keselamatan pasien dapat didefinisikan
sebagai polaterpadu perilaku individu dan organisasi yang berorientasi pada
nilai-nilai dan asumsi dasar yang secara terus menerus berupaya
meminimalkan kejadian-kejadian yang tidak diharapkan karena berpotensi
dapat membahayakan pasien.
5
D. AsasPeningkatanMutudanKeselamatan Pasien
a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan;
b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit;
c. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang
Praktik Kedokteran;
d. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2014 tentang
Tenaga Kesehatan;
e. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2014 tentang
Keperawatan;
f. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit;
g. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah
Sakit;
h. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
269/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis;
i. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
290/Menkes/Per/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran;
j. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1691/Menkes/Per/VIII/2011 Tentang Keselamatan Pasien Rumah
Sakit
k. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 12 Tahun
2012 Tentang Akreditasi Rumah Sakit
l. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 36 Tahun
2012 Tentang Rahasia Kedokteran
E. Ruang Lingkup
Ruang lingkup pelayanan Komite Mutu meliputi pelayanan sebagai berikut :
1. Indikator mutu
a. Penyusunan indikator mutu terdiri atas
1) Usulan dari unit rumah sakit
2) Penetapan kebijakan tentang indikator mutu
3) Pelaksanaan sesuai kebijakan, panduan, pedoman, dan SPO
tentang
indicatormutu
b. Jenis indikator mutu terdiri atas area klinis, area menajerial, area
sasaran
dan keselamatan pasien
6
c. Kamus Profil Indikator mutu.
d. Sosialisasi indikator mutu.
e. Trial indikator mutu
f. Implementasi indikator mutu.
g. Validasi indikator mutu.
h. Pencatatan dan pelaporan indikator mutu.
i. Analisis data indikator mutu.
j. Rapat pimpinan indikator mutu baik insidentil/bulanan atau tri bulan.
k. Benchmarking indikator mutu dengan rumah sakit yang se-tipe
dengan RSI.
l. Publikasi data indikator mutu antara lain website, media informasi,
madingdansosialisasi baik tertulis maupun lisan.
m. Evaluasi dan tindak lanjut (monitoring dan evaluasi) indikator mutu.
n. Pelaporan ke Direksi
2. Manajemen tata kelola mutu
3. Pelaksanaan rencana kegiatan anggaran Komite Mutu
4. PPK (Panduan Praktek Klinis) dan ClinicalPathways
5. Monitoring dan evaluasi penerapan/hasil kegiatan 7 (tujuh) Langkah
MenujuKeselamatan Pasien Rumah
6. Monitoring dan evaluasi penerapan/hasi kegiatan pelaksanaan 6 (enam)
Sasaran
Keselamatan Pasien
7. Monitoring dan evaluasi pelaksanaan manajemen resiko klinik
8. Pelaksanaan asesmen risiko secara proaktif :
a. Failure Mode andEffectsAnalysis (FMEA)
b. Koordinasi dan monitoring analisis kerentanan terhadap bahaya
(HVA)
c. Koordinasi dan monitoringasesmen risiko dari pengendalian infeksi
(ICRA)
9. Monitoring dan evaluasi pendidikan dan pelatihan PMKP
10. Monitoring dan evaluasi surveilance, PPI
11. Monitoring dan evaluasi pelaksanaan kontrak
12. Monitoring dan evaluasi penilaian kinerja unit
13. Monitoring dan evaluasi penilaian kinerja individu (profesi dan staf)
14. Pelaporan ke direksi dan laporan tentang kegiatan komite mutu
F. Pegertian Umum
1. Mutu adalah kondisi dinamis mengenai jasa yang menuntut untuk
pemenuhanstandar, kebutuhan, harapan, dan keinginan pelanggan,
yang cocok untuk digunakan dan menjadikan pelanggan puas.
7
2. Mutu pelayanan rumah sakit adalah derajat kesempurnaan pelayanan
RSuntuk memenuhi kebutuhan masyarakat konsumen akan pelayanan
dengan menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di rumah sakit
secara wajar, efisien dan efektif serta diberikan secara aman dan
memuaskan sesuai dengan norma, etika, hukum, sosial dan budaya
dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan Rumah Sakit H.L
Manambal Abdulkadir dan masyarakat konsumen.
3. Dimensi Mutu adalahmeliputi keprofesian, efisiensi, keamanan
pasien,kepuasan pasien, aspek sosial budaya
4. Peningkatan mutu adalah proses pembelajaran dan perbaikan yang
terusmenerus dalam proses penyediaan pelayanan kesehatan sesuai
kebutuhan pasien dan pihak-pihakyang berkepentingan lainnya
berdasarkan siklus penjaminan mutu yang berkelanjutan (PDSA) dan
perencanaan peningkatan mutu di semua unit pada semua tingkatan
dalam sistem.
5. Upaya peningkatan mutu adalah upaya yang menggunakan
pendekatanpendidikan (edukasi) berkelanjutan dan perbaikan proses-
proses pemberian pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan pasien dan
pihak-pihak yang berkepentingan lainnya.
6. Input adalah segala sumber daya yang diperlukan untuk melakukan
pelayanankesehatan, seperti tenaga, dana, obat, fasilitas, peralatan,
bahan, teknologi, organisasi, informasi dan lain-lain. Pelayanan
kesehatan yang bermutu memerlukan dukungan input yang bermutu
pula. Hubungan struktur dengan mutu pelayanan kesehatan adalah
perencanaan dan pergerakan pelaksanaan pelayanan kesehatan.
7. Proses adalah aktivitas dalam bekerja, adalah merupakan interaksi
profesionalantara pemberi pelayanan dengan konsumen
(pasien/masyarakat). Proses ini merupakan variable penilaian mutu yang
penting.
8. Output adalah jumlah pelayanan yang dilakukan oleh unit kerja/rumah
sakit.
9. Outcome adalah hasil pelayanan kesehatan, merupakan perubahan
yang terjadipada konsumen (pasien/masyarakat), termasuk kepuasan
dari konsumen tersebut.
10. Clinical pathway adalah pedoman kolaboratif untuk merawat pasien
yangberfokus pada diagnosis, masalah klinis dan tahapan pelayanan
atau dapat diartikan sebagai suatu alur yang menunjukkan secara detail
tahap-tahap penting dari pelayanan kesehatan termasuk hasil yang
diharapkan mulai saat penerimaan pasien hingga pemulangan pasien
dimana dalam pelaksanaannya menggabungkan standar asuhan setiap
8
tenaga kesehatan secara sistematik. Tindakan yang diberikan
diseragamkan dalam suatu standar asuhan, namun tetap
memperhatikan aspek individu dari pasien
11. Indikator adalah suatu cara yang sensitif dan spesifikuntuk
menilaipenampilan dari suatu kegiatan, atau dengan kata lain
merupakan variabel yang digunakan untuk menilai perubahan
12. Indikator klinis adalah ukuran kuantitas sebagai pedoman untuk
mengukurdan mengevaluasi kualitas asuhan pasen dan berdampak
terhadap pelayanan. Indikator tidak dipergunakan secara langsung untuk
mengukur kualitas pelayanan, tetapi dapat dianalogikan sebagai
"bendera" yang menunjuk adanya suatu masalah spesifik dan
memerlukan monitoring dan evaluasi.
13. Indikator manajemen adalah ukuran kuantitas sebagai pedoman
untukmengukur dan mengevaluasi kualitas proses manajerial yang dan
berdampak langsung atau tidak langsung terhadap pelayanan
14. Indikator sasaran keselamatan pasien adalah ukuran kuantitas
sebagaipedoman untuk mengukur dan mengevaluasi enam sasaran
keselamatan pasien
15. Keselamatan / Safetyadalah bebas dari bahaya atau risiko (hazard)
16. Hazard / bahayaadalah suatu“ Keadaan, Perubahan atau
Tindakan”yangdapat meningkatkan risiko pada pasien.
a. Keadaan adalah setiap faktor yang berhubungan atau
mempengaruhi suatu“Peristiwa Keselamatan Pasien/ Patient
safety event , Agent atauPersonal”
b. Agent adalah substansi, obyek atau sistem yang menyebabkan
perubahan
17. Kesalahan Medis (Medication error)adalah Kesalahan yang terjadi
dalamproses asuhan medisyangmengakibatkanatau berpotensi
mengakibatkan cidera pada pasien.Kesalahan termasuk gagal
melaksanakan sepenuhnya suatu rencana atau menggunakan rencana
yang salah untuk mencapai tujuannya. Dapat akibat melaksanakan
suatu tindakan (commission) atautidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil (omission).
18. Harm/ cedera adalah dampak yang terjadi akibat gangguan struktur
ataupenurunan fungsi tubuh dapat berupa fisik, sosial dan psikologis.
Yang termasuk Harmadalah : “Penyakit, Cedera, Penderitaan, Cacad,
danKematian”.
a. Penyakit / Disease adalah Disfungsi fisik atau psikis
b. Cedera / Injury adalah Kerusakan jaringan yang diakibatkan agent
/ keadaan
9
c. Penderitaan / Suffering adalah Pengalaman / gejala yang tidak
menyenangkan termasuk nyeri, malaise, mual, muntah, depresi,
agitasi,dan ketakutan
d. Cacat / Disability adalah Segala bentuk kerusakan struktur atau
fungsi tubuh, keterbatasan aktifitas dan atau restriksi dalam
pergaulan sosial yang berhubungan dengan harm yang terjadi
sebelumnya atau saat ini.
19. Keselamatan Pasien / Patient Safetyadalah Pasien bebas
dariharm/cederayang tidak seharusnya terjadi atau bebas dari harm
yang potensial akan terjadi (penyakit, cedera fisik / sosial / psikologis,
cacat, kematian dll), terkait dengan pelayanan kesehatan.
20. Keselamatan Pasien Rumah Sakit adalah Suatu sistem dimana rumah
sakitmembuat asuhan pasien lebih aman. Hal ini termasuk: asesmen
risiko; identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko
pasien; pelaporan dan analisis insiden; kemampuan belajar dan insiden
dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan
timbulnya risiko.Sistem ini mencegah terjadinya cidera yang
disebabkan oleh kesalahanmelaksanakan suatu tindakan atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnyadiambil
21. Insiden Keselamatan Pasien (IKP) yang selanjutnya disebut insiden
adalahsetiap kejadian atau situasi yang tidak disengaja dan kondisi yang
mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan kerugian, cidera,
kecacatan atau kematian pada pasien yang tidak seharusnya terjadi.
Terdiri dari Sentinel, Kejadian Tidak Diharapkan, Kejadian Nyaris
Cedera, Kejadian Tidak Cedera dan Kejadian Potensial Cedera
22. Sentinel adalah :
a. kematian tidak terduga dan tidak terkait dengan perjalanan
alamiah penyakit pasien atau kondisi yang mendasari penyakitnya
(contoh, bunuh diri)
b. kehilangan fungsi utama (mayor) secara permanen yang tidak
terkait dengan perjalanan alamiah penyakit pasien atau kondisi
yang mendasari penyakitnya
c. salah-lokasi, salah-prosedur, salah-pasien operasi; dan
d. penculikan bayi atau bayi yang dipulangkan bersama orang yang
bukan orang tuanya
e. kejadian yang menyangkut outbreak (infeksi dan non infeksi) yang
terjadi di dalam lingkup RS.
23. Kejadian Tidak Diharapkan(KTD) adalah :
a. insiden yang mengakibatkan cedera pada pasien.
10
b. Suatu Insiden yang mengakibatkan harm / cedera pada pasien
akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil
tindakan yang seharusnya diambil, dan bukan karena penyakit
dasarnya atau kondisi pasien. Cedera dapat diakibatkan oleh
kesalahan medis atau bukan kesalahan medis yang tidak dapat
dicegah
24. Kejadian Tidak Cedera(KTC) adalah insiden yang sudah terpapar ke
pasien,tetapi tidak timbul cedera.
25. Kejadian Nyaris Cedera(KNC) adalah
a. insiden yang belum sampai terpapar ke pasien
b. Suatu kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan
(commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya
diambil (omission), yang dapat menciderai pasien, tetapi cidera
serius tidak terjadi, karena “keberuntungan” (misalnya pasien
terima suatu obat kontra indikasi tetapi tidak timbul reaksi obat),
karena “pencegahan” (suatu obat dengan overdosis lethal akan
diberikan, tetapi staf lain mengetahui dan membatalkannya
sebelum obat diberikan), atau “peringanan” (suatu obat dengan
overdosis lethal diberikan, diketahui secara dini lalu diberikan
antidotumnya).
11
c. Faktor kontributor yang berhubungan dengan petugas (kognitif
atau perilaku petugas yang kurang, lemahnya supervisi, kurangnya
teamwork atau komunikasi)
d. Faktor kontributor yang berhubungan dengan keadaan pasien.
30. Risiko adalah peluang terjadinya sesuatu yang akan berdampak pada
tujuan
12
BAB II
GAMBARAN UMUM RUMAH SAKIT
A. Gambaran Umum
Rumah Sakit H.L.Manambai Abdul kadir adalah salah satu SKPD
dilingkungan PemerintahProvinsi NTByang merupakan unsur penunjang
penyelenggaraan pemerintah daerah dibidang Pelayanan
Kesehatan.Sebagai salah satu Satuan Kerja Pemerintah Daerah di
lingkungan Pemerintah Provinsi NTB yang menerapkan Pola
PengelolaanKeuanganBLUD( PPK–BLUD) dandibentukuntuk memberikan
pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang/jasa
yangdijualtanpa mengutamakanmencarikeuntungan
dandalammelakukankegiatannya didasarkanpada prinsip efisiensi
danproduktivitas. Haltersebutbertujuanmeningkatkankualitas pelayanan
masyarakat,
Secara histories, Rumah Sakit H.L.Manamba Abdul kadir pada
awalnyaberdiribernama Rumah Sakit Rujukan Provinsi Di Sumbawa.
Rumah sakit ini mulai dioperasikan bulan Oktober 2012 dan
diresmikantanggal17Desember 2012oleh GubernurNusaTenggara Barat
dengan status Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD)Dinas
KesehatanProvinsiNusa Tenggara Barat yang tertuang dalam
PeraturanGubernurNusa Tenggara BarattentangOrganisasidanTata Kerja
UnitPelaksanaTeknisDinasKesehatanRumahSakit Umum Daerah Provinsi
di SumbawaNomor: 24Tahun 2010.
Seiring tuntutan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang
berkualitas, aman, nyaman dan terjangkau. Rumah Sakit Rujukan Provinsi
Di Sumbawa berbenah dalam semua hal, salah satunya adalah upaya
peningkatan status rumah sakit, dari kelas D menjadi kelas C. Pada
Tanggal 6 Desember 2013 terbitlah Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor : HK.02.03/I/2159/2013Tentang
Penetapan Kelas Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi di Sumbawa,
sebagai Rumah Sakit Umum Kelas C.
Tahun 2014 Rumah Sakit Rujukan Provinsi Di Sumbawa
mengalami perubahan Nama dan Status. Rumah Sakit Umum Daerah
Provinsi di Sumbawa bernama Rumah Sakit H.L. Manambai
Abdulkadir, berdasarkan Keputusan Gubernur Nusa Tenggara Barat
Nomor: 440-288 tahun 2014, Tanggal 26 Maret 2014 Tentang
Perubahahan Nama Rumah Sakit. Sedangkan perubahan Status
Rumah Sakit Rujukan Provinsi Di Sumbawa, sesuai Peraturan Daerah
Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 12 Tahun 2014 Tentang
13
Perubahan Kedua Atas Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2008
tentang Organisasi Dan Tata Kerja Inspektorat, BAPPEDA dan
Lembaga Teknis Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat,
B. Visi,MisiDanMoto
1. VisiDan Misi
Untuk dapat melaksanakan tugas pokok dan fungsinya,
Gubernur NTBtelahmenetapkanvisi danmisiRS H.LManambai
Abdulkadir sebagai berikut:MenjadiRumah SakitPusat
Rujukansepulau Sumbawa”.
a. Visi “MenjadiRumah SakitPusat Rujukansepulau Sumbawa”
b. Misi :
14
BAB III
KEBIJAKAN
15
16. Komunikasi dilakukan secara reguler melalui saluran yang efektif
17. Komunikasi termasuk kemajuan dalam hal penerapan sasaran keselamatan
pasien
18. Ada program pelatihan bagi staf sesuai dengan peranan mereka dalam
program peningkatan mutu dan keselamatan pasien
19. Seorang individu yang berpengetahuan luas memberikan pelatihan
20. Staf berpartisipasi dalam pelatihan sebagai bagian dari pekerjaan rutin
mereka
16
c. jika perlu disesuaikan dengan teknologi, obat-obatan, dan sumber daya
lain di rumah sakit atau dengan norma profesional yang diterima secara
nasional
d. dinilai untuk bukti ilmiah mereka;
e. diakui secara remsi atau digunakan oleh rumah sakit;
f. diterapkan dan di monitor agar digunakan secara konsisten dan efektif;
g. didukung oleh staf terlatih melaksanakan pedoman atau pathways;
h. diperbaharui secara berkala berdasarkan perubahan dalam bukti dan
hasil evaluasi dari proses dan hasil (outcomes)
7. Rumah sakit melaksanakan pedoman klinis dan clinical pathways atau
protokol klinis di setiap area prioritas yang ditetapkan
8. Pimpinan klinis dapat menunjukkan bagaimana penggunaan pedoman
klinis, clinical pathways dan atau protokol klinis telah mengurangi adanya
variasi dari proses dan hasil (outcomes)
17
c) Sistem dan proses yang bervariasi dalam penerapan (stroke, jantug
dll)
d) Sistem pelayanan klinis komplek yang perlu efisiensi (Stroke,
jantung)
e) Dampak perbaikan sistem keseluruh unit di Rumah sakit (Sistem
manajmen obat )
f) Riset klinis dan pendidikan profesi kesehatan
18
b. Perbandingan dilakukan dengan rumah sakit lain yang sejenis, bila ada
kesempatan
c. Perbandingan dilakukan dengan standar, bila memungkinkan
d. Perbandingan dilakukan dengan praktek yang baik
9. Rumah sakit mengintegrasikan kegiatan validasi data kedalam proses
manajemen mutu dan proses peningkatan.
10. Rumah sakit punya proses validasi data secara internal yang memasukkan
hal-hal sebagai berikut:
a. Mengumpulkan ulang data oleh orang kedua yang tidak terlibat
dalam pengumpulan data sebelumnya
b. Menggunakan sample statistik sahih dari catatan, kasus dan data
lain. Sample 100 % dibutuhkan hanya jika jumlah pencatatan, kasus
atau data lainnya sangat kecil jumlahnya.
c. Membandingkan data asli dengan data yang dikumpulkan ulang
d. Kalkulasi akurasi dengan membagi jumlah elemen data yang
ditemukan dengan total jumlah data elemen dikalikan dengan 100.
Tingkat akurasi 90 % adalah patokan yang baik.
e. Jika elemen data yang diketemukan ternyata tidak sama, dengan
catatan alasannya (misalnya data tidak jelas definisinya) dan
dilakukan tindakan koreksi
f. Koleksi sample baru setelah semua tindakan koreksi dilakukan untuk
memastikan tindakan menghasilkan tingkat akurasi yang
11. Proses validasi data memuat paling sedikit indikator yang dipilih
12. Direktur Rumah Sakit H.L Manambal Abdulkadir bertanggung jawab bahwa
data yang disampaikan ke publik dapat di pertanggungjawabkan dari segi
mutu dan hasilnya (outcome).
13. Data yang disampaikan kepada publik telah dievaluasi dari segi validitas
dan reliabilitasnya.
19
d. penculikan bayi atau bayi yang dipulangkan bersama orang yang bukan
orang tuanya
20
5. Sumber daya manusia atau lainnya yang dibutuhkan untuk melaksanakan
peningkatan disediakan dan atau diberikan.
6. Perubahan-perubahan direncanakan dan diuji
7. Dilaksanakan perubahan yang menghasilkan peningkatan
8. Tersedia data yang menunjukkan bahwa peningkatan tercapai secara efektif
dan langgeng
9. Dibuat perubahan kebijakan yang diperlukan untuk merencanakan, untuk
melaksanakan pelaksanaan yang sudah dicapai, dan mempertahankannya
10. Perubahan yang berhasil dilakukan, didokumentasikan
11. Direktur Rumah Sakit H.L Manambal Abdulkadir menerapkan kerangka
acuan manajemen risiko yang meliputi :
a. identifikasi risiko;
b. proses risiko menetapkan prioritas risiko;
c. pelaporan tentang risiko;
d. manajemen risiko;
e. investigasi KTD; dan
f. Manajemen klaim-klaim yang terkait
12. Paling sedikit setiap tahun rumah sakit melaksanakan dan
mendokumentasikan penggunaan alat pengurangan-proaktif-terhadap-risiko
dalam salah satu prioritas
13. Berdasarkan analisis, Direktur Rumah Sakit H.L Manambal Abdulkadir
membuat rancang ulang dari proses yang mengandung risiko tinggi.
21
BAB IV
PENGORGANISASIAN
22
2. Menjalankan peran untuk melakukan motivasi, edukasi, konsultasi,
pemantauan (monitoring) dan penilaian (evaluasi) tentang penerapan
(implementasi) program keselamatan pasien rumah sakit;
3. Bekerja sama dengan bagian pendidikan dan pelatihan rumah sakit untuk
melakukan pelatihan internal peningkatan mutu, manajemen risiko, dan
keselamatan pasien di rumah sakit;
4. Melakukan pencatatan, pelaporan insiden, analisa insiden serta
mengembangkan solusi untuk pembelajaran;
5. Memberikan masukan dan pertimbangan kepada DirekturRumah Sakit H.L
Manambal Abdulkadir dalam rangka pengambilan kebijakan peningkatan
mutu dan keselamatan pasien rumah sakit; dan
6. Membuat laporan kegiatan kepada Direktur Rumah Sakit H.L Manambal
Abdulkadir
23
5. Melakukan evaluasi dan tindak lanjut rekomendasi perbaikan
24
STRUKTUR ORGANISASI
KOMITE PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN
RUMAH SAKIT H.L MANAMBAL ABDULKADIR
1. Komite Medik
2. Komite Keperawatan
DIREKTUR 3. Komite Tenaga
Kesehatan Lain
4. Komite PPI
5. Komite K3
6. Panitia Farmasi dan
Terapi
KETUA 7. Unit Rekam Medik
8. Unit Pendidikan,
Penelitian, dan
Pelatihan
SEKRETARIS 9. Tim Jaminan
Kesehatan Nasional
TIM KESELAMATAN
TIM PENINGKATAN MUTU
PASIENDAN MANAJEMEN
25
BAB V
KEGIATAN
A. KEGIATAN POKOK
1. Standarisasi Asuhan Klinis melalui penerapan Panduan Praktik Klinis (PPK) dan
Clinical Pathway (CP) secara bertahap (Koordinasi dengan Komite Medik)
2. Monitoring Mutu melalui indikator mutu
3. Keselamatan Pasien
4. Manajemen Risiko
5. Penilaian kinerja staf (koordinasi dengan Komite Medik, Komite Keperawatan,
Komite Tenaga Kesehatan Lain, Bagian SDI)
6. Evaluasi kontrak dan perjanjian lainnya (koordinasi dengan Unit Hukum, Humas,
dan Pemasaran)
7. Pendidikan dan Pelatihan (koordinasi dengan Unit Pendidikan dan Pelatihan)
8. Program PMKP di unit kerja (koordinasi dengan Unit-Unit)
9. Pencatatan dan pelaporan
10. Monitoring dan evaluasi kegiatan PMKP
B. RINCIAN KEGIATAN
1. Standarisasi Asuhan Klinis melalui penerapan Panduan Praktik Klinis (PPK)
dan Clinical Pathway (CP) Secara Bertahap
a. Penyusunan panduan standarisasi asuhan klinis (PPK dan CP)
b. Pemilihan dan Penetapan 5 area prioritas penyakit dan prosedur tindakan untuk
distandarisasi
c. Penyusunan Panduan Praktik Klinis (PPK) dan clinical pathway(CP)
d. Edukasi ke staf klinis
e. Uji coba implementasi
f. Perbaikan PPK danCP serta sistem implementasi
g. Implementasi PPK danCP
h. Monitoring implementasi PPK dan CP melalui audit klinis
i. Pelaporan hasil audit
j. Rencana Tindak Lanjut
2. Monitoring Mutu
a. Identifikasi indikator yang sudah dimonitor di RS
Secara rinci Kegiatan Upaya Peningkatan Mutu dan Keselamatan di Rumah Sakit
H.L Manambai AbdulKadir dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Upaya peningkatan mutu pelayanan
a. Penetapan program prioritas kegiatan yang akan dievaluasi, terdiri dari : Indikator
Area Klinis, Indikator Area Manajerial, dan Indikator Sasaran Keselamatan
Pasien
26
1) Indikator prioritas rumah sakit yang telah ditetapkan yaitu pelayanan Kebidanan
(OBGYN). Pelayanan ini ditetapkan berdasarkan Rencana Strategis provinsi NTB
tahun 2013 – 2018 yaitu Angka Kematian Ibu Menuju Nol (AKINO), tingginya
kunjungan pasien kebidanan di RS H.L Manambai Abdulkadir dan tersedianya 2
dokter spesialis OBGYN di RS H.L Manambai Abdulkadir
Adapun Area dan indikator- indikator yang akan dinilai meliputi
a) Indikator Area Klinis
Emergency Respon Time pasien OBGYN < 5 menit (IGD)
Penundaan Operasi Elektif Sectio Caesarea < 5 % 1 hari (IBS)
Kepatuhan ibu dalam Inisiasi Menyusui Dini (Ruang Bersalin)
Angka Kepatuhan Pemberian ASI Eksklusif Bayi Baru Lahir Selama Rawat Inap
(Ruang Nifas)
Kepatuhan ibu dalam melaksanakan jadwal metode kanguru (NICU)
Waktu tunggu pasien rawat jalan < 60 menit (poli OBGYN)
b) Indikator Area Manjmen
Ketersediaan benang jahit bagi pasien sectio caesarea
Angka kepuasaan pasien OBGYN dalam pelayanan di rumah sakit
c) Indikator Sasaran Keselamatan Pasien
Ketepatan Identifikasi Pasien :Kepatuahan pelaksanaan prosedur identifikasi
pasien oleh petugas kesehatan
Peningkatan Komunikasi yang Efektif : Kepatuhan pelaksanaan komunikasi
efektif verbal atau via telepon yang dilakukan readback dan verifikasi dalam 1x24
jam
Peningkatan Keamanan obat yang perlu diwaspadai (High Alert Medication) :
Kepatuhanpelabelan obat high alert dan lasa pada saat dispensing obat dari
farmasi ke unit Perawatan Pasien
Kepastian tepat lokasi,tepat prosedur dan tepat pasien operasi : Kepatuhan
Pengisian Format Check List Keselamatan Pasien Pada Pasien dengan Tindakan
Pembedahan Dengan Sedasi dan local Anestesi, dan Prosedur Diagnostik
Invasive
Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan : Kepatuhan cuci tangan
Pengurangan resiko pasien jatuh :Kejadian insiden pasien jatuh selama
perawatan rawat inap di rumah sakit
2) Indikator Mutu Unit Rumah Saklit
1. Laboratorium : Waktu lapor hasil tes kritis laboratorium
2. Radiologi : Kepatuhan Pengawasan harian hasil pemeriksaan imaging
3. BDRS : Ketepatan Penerimaan darah transfusi < 6 jam
4. IPSRS : Respon Time Genset Menyala Setelah Listrik Mati Dalam 10 Detik
5. Laundry : Kepatuhan petugas laudry menggunakan APD
27
6. Unit Kesehatan Lingkungan (IPAL) : Kepatuhan petugas pengelola limbah dalam
menggunakan APD
7. CSSD :
8. Rekam Medik : Kelengkapan pengisian rekam medik pasien rawat inap, ≤24 jam
setelah pasien pulang
9. Gas Medik (Kontrak) : Kepatuhan pihak vendor gas medik dalam supervisi
berkala setiap bulan
10. Farmasi : Kepatuhan Penggunaan Formularium Nasional
11. Rawat Jalan : Kecepatan waktu tunggu pasien rawat jalan
12. Rawat Inap ( Ruang anak (Teratai), Tulip, Sakura, Anggrek, VIP, Flamboyan) :
Kelengkapan Asesmen awal medis 1x24 jam setelah pasien masuk rumah sakit
13. ICU/ICCU : Kepatuhan pengisian pengkajian ulang keperawatan
b. Penetapan indikator area klinis, manajerial dan SKP yang akan dimonitoring
bersama Direksi dan Dewan pengawas
c. Penyusunan standarpencatatan, pengumpulan laporan, analisis, validasi, laporan
ke Direktur RS, feed back ke unit kerja, dan publikasi data.
d. Edukasi staf penanggung jawab pengumpul data
e. Pelaksanaan pengumpulan data
f. Validasi data indikator mutu area klinis
g. Analisis data indikator
h. Penyusunan laporan mutu ke Direktur
i. Feed back hasil mutu ke unit kerja
j. Pertemuan berkala dengan Komite PPI untuk membahas hasil
surveilance/indikator area klinis yang berkaitan dengan PPI
3. Keselamatan Pasien
a. Penyusunan sistem pencatatan dan pelaporan insiden keselamatan pasien (IKP).
b. Pencatatan dan pelaporan insiden keselamatan pasien
c. Risk grading
d. Investigasi dan analisis
4. Manajemen Risiko
Peningkatan mutu dan keselamatan Pasien dilakukan dengan menggunakan
pendekatan proaktif dalam melaksanakan manajemen risiko di semua unit Rumah
Sakit H.L
Manambal Abdulkadir .Analisis risiko merupakan proses untuk mengenali bahaya
(hazard) yang mungkin terjadi dan bagaimana potensi kegawatan dari bahaya
tersebut.
28
Langkah-langkah manajemen risiko :
a. Identifikasi Risiko
c. Analisis risiko
d. Pengelola risiko
e. Evaluasi
29
Analisa akar masalah (RCA) dilakukan untuk melakukan identifikasi apabila
ditemukan permasalahan dalam pemenuhan indikator mutu dan manajerial serta
pengelolaan insiden .
FMEA merupakan suatu alat mutu untuk mengkaji suatu prosedur secara rinci dan
mengenali model-model adanya kegagalan/kesalahan pada suatu prosedur,
melakukan penilaian terhadap tiap model kesalahan/kegagalan dan mencari
solusi dengan melakukan perubahan disain/ prosedur.
Proses mengurangi risiko dilakukan paling sedikit satu kali dalam setahun dan dibuat
dokumentasinya, dengan menggunakan FMEA (Failure Mode and Efect
Analysis). Proses yang dipilih adalah proses dengan risiko tinggi.
Delapan tahap FMEA :
(a) Pilih Proses yang berisiko tinggi dan Bentuk Tim
(b) Gambarkan Alur Proses
(c) Diskusikan Modus Kegagalan potensial dan Dampaknya
(d) Buat prioritas Modus Kegagalan yang akan diintervensi
(e) Identifikasi Akar Penyebab Modus Kegagalan
(f)Desain ulang proses / Re-desain Proses
(g) Analisa dan uji Proses baru
(h) Implementasi & Monitor Proses baru
30
b. Monitoring dan penilaian kinerja
1) Kinerja RS
2) Unit Kerja
4) Tenaga Medis
5) Tenaga Keperawatan
7) Karyawan umum
a. Sasaran
1) Dewan pengawas
2) Direksi
3) Manajer dan Supervisor
4) KomitePMKP
5) Seluruh karyawan dan staf
b. Materi
1) Manajemen Risiko:
a) Risk grading danRoot cause analysis (RCA)
b) Failure Mode Effect Analysis (FMEA)
2) Keselamatan pasien
3) Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
4) Keselamatan Kerja, Kebakaran dan Kewaspadaan Bencana
31
8. Program PMKP di unit kerja
3) Analisis
4) Rencana Tindak Lanjut.
32
BAB VI
METODE
33
Dalam gambar 1 tersebut, pengidentifikasian masalah yang akan dipecahkan dan
pencarian sebab-sebabnya serta penentuan tindakan koreksinya, harus selalu
didasarkan pada fakta. Hal ini dimaksudkan untuk menghindarkan adanya unsur
subyektivitas dan pengambilan keputusan yang terlalu cepat serta keputusan
yang bersifat emosional. Selain itu, untuk memudahkan identifikasi masalah yang
akandipecahkan dan sebagai patokan perbaikan selanjutnya perusahaan harus
menetapkan standar pelayanan.
A B
Pemecahan masalah
dan peningkatan
C D
A B
Standar
Pemecahan masalah
dan
C D peningkatan
Standar
34
Materia Method
ls s Machines
Problem
Measuremen
tss Environtments People
Time
1. Masalah yang kan dianlisa diletakkan disebelah kanan (kepala tulang ikan)
2. Komponen struktur dan proses masalah diletakkan pada sirip ikan (manusia,
mesin/peralatan, metode, material, lingkungan)
3. Kemudian dilakukan diskusi untuk menganalisa penyebab masalah pada setiap
kompenen strktur dan proses tersebut.
Hubungan pengendalian kualitas pelayanan dengan peningkatan perbaikan
berdasarkan siklus P-D-S-A diperlihatkan dalam gambar 3. Pengendalian kualitas
berdasarkan siklus P-D-C-A hanya dapat berfungsi jika informasi berjalan dengan
baik dan siklus tersebut dapat dijabarkan dalam enam langkah seperti
diperlihatkan dalam gambar 3
35
Plan Do Study Action
Follow Up
Corective
Action
Improvement
Actio Pla
n n
(6)
(1)
Mengambil
Menentukan tujuan
(6) tindakan dengan dan sasaran
Mengambiltepattindakan
dengan tepat (2)
(3)
(
5
) Menyelenggarakan
Memeriksa akibat pendidikan dan latihan
pelaksanaan
(4)
Melaksanakan
36
pekerjaan
Study Do
Keenam langkah P-D-S-A yang terdapat dalam gambar 4 di atas dapat dijelaskan
sebagai berikut :
Tujuan dan sasaran yang akan dicapai didasarkan pada kebijakan yang
ditetapkan. Penetapan sasaran tersebut ditentukan oleh Direktur RS dan jajaran
manajer.Penetapan sasaran tersebut didasarkan pada data pendukung dan
analisis informasi.
Sasaran ditetapkan secara konkret dalam bentuk angka, harus pula
diungkapkan dengan maksud tertentu dan disebarkan kepada semua
karyawan.Semakin rendah tingkat karyawan yang hendak dicapai oleh
penyebaran kebijakan dan tujuan, semakin rinci informasi.
Penetapan tujuan dan sasaran dengan tempat belum tentu akan berhasil
dicapai tanpa disertai metode yang tepat untuk mempercayainya. Metode yang
ditetapkan harus rasional, berlaku untuk semua karyawan dan tidak menyulitkan
karyawan untuk menggunakannya. Oleh karena itu dalam menetapkan metode
yang akan digunakan perlu pula diikuti dengan penetapan standar kerja yang
dapat diterima dan dimengerti oleh semua karyawan.
Metode untuk mencapai tujuan yang dibuat dalam bentuk standar kerja. Agar
dapat dipahami oleh semua petugas terkait, dilakukan program pelatihan para
karyawan untuk memahami standart kerja dan program yang ditetapkan.
37
dijadikan modal dasar untuk mengatasi masalah yang timbul dalam pelaksanaan
pekerjaan karena ketidaksempurnaan standar kerja yang telah ditetapkan.
38
mungkin dapat dicapai jika terdapat pengendalian kualitas dalam setiap tahapan
dari proses. Dimana dalam setiap tahapan proses dapat dijamin adanya
keterpaduan, kerjasama yang baik antara kelompok karyawan dengan
manajemen, sebagai tanggung jawab bersama untuk menghasilkan kualitas hasil
kerja dari kelompok, sebagai mata rantai dari suatu proses.
Dalam proses peningkatan mutu dan keselamatan pasien di Rumah Sakit H.L
Manambal Abdulkadir, pendekatanPDSA yang dijalankan meliputi:
1. Memimpin dan merencanakan program PMKP (plan)
2. Merancang proses klinis dan manajerial yang baru dengan baik(plan).
3. Mengukur seberapa baiknya proses berjalan melalui pengumpulan data (do).
4. Menganalisis dan validasi data (study).
5. Menerapkandan mempertahankan perubahan yang ditimbulkan dalam proses
peningkatkan mutu(action).
6. Mempublikasi data pencapaian peningkatan mutu dan keselamatan
pasien(action).
39
BAB VII
PENCATATAN DAN PELAPORAN
40
BAB VIII
MONITORING DAN EVALUASI
41
BAB IX
PENUTUP
42