Вы находитесь на странице: 1из 42

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Risiko terjadinya harm pada praktik kesehatan adalah fakta yang disadari
sejak dahulu, ketika praktik kedokteran belum serumit dan seluas saat ini.
Hippocrates (460–335 SM) mengingatkan dengan ungkapannya yang terkenal
“first, do no harm”. Pada tahun 1999, publik Amerika kembali diingatkan tentang
risiko KTD dengan terbitnya buku berjudul To Err is Human: Building a
SaferHealth System dari Institute of Medicine (IOM). Buku ini menampilkan
suatu datayang menyebutkan bahwa setiap tahun antara 44.000 – 98.000
orang meninggal dunia akibat kesalahan medis di rumah sakit di Amerika,
sekitar 50% diantaranya dapat dicegah.

Pelayanan kesehatan berisiko bagi pasien, survey menunjukkan bahwa


satu diantara sepuluh orang yang dirawat di rumah sakit mengalami insiden
keselamatan pasien. Studi di beberapa tempat menunjukkan hasil serupa. Di
London, suatu studi retrospektif pada 1014 rekam medis menunjukkan adanya
insiden keselamatan pasien pada 10,8% rekam medis (sekitar 50% diantaranya
dapat dicegah dan sepertiganya menyebabkan cacat serta kematian. Studi di
Kanada pada tahun 2004 menemukan adanya insiden keselamatan pasien
sebesar 7,5% per 100 admisi, 39,6% diantaranya dapat dicegah dan 20,8%
menyebabkan kematian.

Insiden keselamatan pasien di negara berkembang lebih serius daripada


di negara industri. Tahun 2006 dilakukan studi oleh the World Health
Organisation(WHO), Eastern Mediterranean Regions (EMRO) dan African
Regions (AFRO), dan WHO Patient safety di 8 negara berkembang. Hasilnya
insiden keselamatan pasien terjadi pada 2,5%-18,4% dari 15.548 rekam medis
di 26 rumah sakit, 83% diantaranya dapat dicegah, 30% berhubungan dengan
kematian pasien dan 34% berkaitan dengan kesalahan terapeutik pada situasi
klinik yang relatif tidak komplek.
Di Indonesia, meskipun publikasi tentang malpraktik cukup sering muncul
di media massa, namun data resmi insiden keselamatan pasien masih
jarangditemui. Penelitian pertama tentang keselamatan pasien di Indonesia
dilakukan di 15 rumah sakit dengan 4500 rekam medik. Hasilnya menunjukkan
angka insiden keselamatan pasien berkisar antara 8,0%-98,2% untuk
kesalahan diagnosis dan 4,1%-91,6% untuk kesalahan pengobatan.

1
Berdasarkan data pada tahun 2011, KKP-RS melaporkan insiden
keselamatan pasien sebanyak 34 insiden yang terdiri dari KNC 18,5%, KTD
14,4%, dan 22,65% diantaranya meninggal. Data tentang KTD di Indonesia
belum mewakili kejadian KTD yang sebenarnya terjadi. Dalam kenyataanya
masalah kesalahan medis dalam sistem pelayanan kesehatan mencerminkan
fenomena gunung es, karena yang terdeteksi adalah kejadian adverse event
yang ditemukan secara kebetulan saja.

Angka insiden keselamatan pasien yang cukup tinggi tidak serta merta
menunjukkan bahwa dokter dan perawat saat ini membuat lebih banyak
kesalahan di banding di masa lalu, namun karena peluang terjadinya kesalahan
yang semakin besar. Teknologi kedokteran dari hari ke hari semakin
disempurnakan, menjadikan prosedur pelayanan kesehatan sesuatu yang
kompleks. Di satu sisi hal ini membuat pelayanan pada pasien menjadi lebih
efektif, nyaman, dan cepat, namun di sisi lain kompleksitas praktik kedokteran
ini memiliki risiko terjadinya insiden keselamatan pasien dan kesalahan medis.
Keberagaman, kompleksitas dan rutinitas pelayanan di rumah sakit apabila
tidak dikelola dengan baik, sangat mungkin menyebabkan terjadinya insiden
keselamatan pasien. Rumah sakit merupakan suatu sistem dengan elemen-
elemen dan saling ketergantungan yang sangat kompleks, melibatkan orang,
departemen, kebiasaan, aturan, peralatan, hierarki, sosiologi, pasien dengan
variasi kebutuhan, perkembangan teknologi, medikasi dan lain lain.
Insiden keselamatan pasien menimbulkan banyak kerugian bagi pasien
dan keluarga, rumah sakit, tenaga kesehatan serta pemerintah. Dampak yang
ditimbulkan meliputi aspek fisik, psikis, sosial dan ekonomi. Dampak langsung
diterima pasien berupa rawat inap lebih lama, cedera, gangguan fungsi tubuh,
kecacatan dan kematian. Bagi keluarga dan tenaga kesehatan insiden
keselamatan pasien memiliki potensi memicu stress, dari aspek ekonomi
menyebabkan biaya pelayanan kesehatan lebih tinggi. Beberapa studi
mengestimasi peningkatan biayarumah sakit lebih dari 15% akibat insiden
keselamatan pasien, sebagian besar karena pasien dirawat lebih lama.
Laporan lain menyebutkan bahwa insiden keselamatan pasien meningkatkan
sekitar 2% pengeluaran kesehatan dan 30% anggaran rumah sakit. Secara
Nasional Amerika Serikat kehilangan 37,6 miliar dolar setiap tahun akibat
insiden keselamatan pasien.

Upaya mengurangi insiden keselamatan pasien dilaksanakan secara


global melalui gerakan keselamatan pasien. Lima tahun setelah laporan IOM,
ketika keselamatan pasien telah menjadi salah satu prioritas utama pelayanan
kesehatan dan diupayakan secara ekstensif dari tingkat global sampai sistem

2
mikro, pertanyaan yang muncul adalah seberapa besar keberhasilannya.
Beberapa ahli berpendapat bahwa kemajuan yang dicapai relatif lambat,
meskipun demikian ada beberapa perubahan yang patut disyukuri, yaitu
kesadaran global akan arti dan pentingnya gerakan keselamatan pasien.
Survey Kesehatan Daerah (Surkesdas) oleh Dinas Kesehatan DIY
bekerjasama dengan Badan Mutu Pelayanan Kesehatan (BMPK) DIYpada
tahun 2011 di 21 rumah sakit (umum dan khusus), 30 puskesmas, 11 Balai
Pengobatan/ Rumah Bersalin, 20 apotek, 10 laboratorium dan 29 praktik
mandiri. Pada aspek keselamatan pasien rumah sakit, survey menunjukkan
hasil yang variatif. Di rumah sakit kelas B tingkat penerapan kriteria
keselamatan pasien sekitar 30% sampai mendekati 50% (kecuali peresepan
elektronik 2%), dan di rumah sakit kelas C dibawah 5% sampai sekitar 30%.
Perbaikan mutu pelayanan kesehatan, dilakukan dengan sinergi 4 tingkat
pelayanan kesehatan. Tingkat pertama pengalaman pasien dan masyarakat,
kedua sistem mikro, ketiga sistem organisasi pelayanan kesehatan, dan
terakhir lingkungan luar. Lingkungan luar yang berfungsi sebagai fasilitator dari
sistem organisasi pelayanan kesehatan menciptakan dan mendukung melalui
kebijakan, sistem pembiayaan kesehatan, regulasi, dan akreditasi..
Di Indonesia tahun 2005 dibentuk Komite Keselamatan Pasien Rumah
Sakit (KKPRS) sebagai fasilitator implementasi keselamatan pasien. Langkah
ini diikuti dengan memasukkan keselamatan pasien sebagai salah satu aspek
yang dinilai pada akeditasi rumah sakit, membuat pedoman, standar dan
peraturan.
Keberhasilan implementasi keselamatan pasien dipengaruhi oleh
karakteristik organisasi dan pengaruh lingkungan, regulasi diduga dapat
menjadi salah satu strategi untuk mendorong implementasi keselamatan pasien
di rumah sakit. Regulasi terhadap sarana kesehatan dilakukan untuk
mengendalikan dan menyempurnakan kinerja dan mutu. Mekanismenya adalah
melalui regulasi internal dan eksternal. Regulasi eksternal berbasis pada
peraturan yang ditetapkan regulator dan upaya organisasi mematuhi peraturan
tersebut, sedangkan regulasi internal adalah tata kelola organisasi secara
hierarkal dalam mengatur dan mengelola kinerja.

Regulasi kesehatan oleh pemerintah di Indonesia secara umum masih


lemah. Studi di Kabupaten Pontianak, Kota Pontianak, Kabupaten Sleman dan
Kota Yogyakarta menunjukkan bahwa belum semua dinas kesehatan mampu
berfungsi sebagai regulator bagi rumah sakit di daerah. Kendala yang dihadapi
terutama terkait dengan sumber daya manusia. Oleh karena itu regulasi
keselamatan pasien membutuhkan dukungan dari berbagai pihak lain yang
berkepentingan.

3
Regulasi internal keselamatan pasien seharusnya memperlihatkan
bagaimana rumah sakit secara hierarkal mengatur dan mengelola kinerjanya
terkait keselamatan pasien. Studi menunjukkan bahwa pengaturan dan
pengelolaan keselamatan pasien oleh rumah sakit relatif belum sesuai harapan.
Nasution (2012) dalam penelitiannya menemukan bahwa beberapa aspek
implementasi keselamatan pasien di rumah sakit di DIY masih lemah, yaitu
pada pembahasan keselamatan pasien dalam rapat dewan pengawas rumah
sakit (25%), tujuan dan misi tertulis aspek keselamatan pasien (8,3%), serta
menggunakan sistem peresepan elektronik (16,7%).
Studi menunjukkan bahwa akreditasi secara signifikan meningkatkan
outcome klinik dan mutu pelayanan rumah sakit. Di Indonesia, akreditasi
rumahsakit dilaksanakan oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS) yang
misinya antara lain menjadikan rumah sakit bermutu, pelayanan berfokus pada
pasien serta memiliki standar internasional melalui akreditasi.
Dari studi dan pendapat ahli, dapat disimpulkan bahwa penerapan
keselamatan pasien di tingkat global, nasional dan daerah masih variatif. Belum
banyak keberhasilan yang mampu dicapai serta masih terdapat beberapa
hambatan meskipun terdapat banyak pihak yang berpotensi menjadi fasilitator.
Keberhasilan penerapan keselamatan pasien dipengaruhi oleh
karakteristik organisasi dan pengaruh dari lingkungan eksternal. Lingkungan
luar seperti regulasi eksternal dan tuntutan penerapan mutu merupakan salah
satu faktor yang diduga cukup berpengaruh untuk mendorong implementasi
keselamatan pasien di rumah sakit, apalagi diketahui regulasi internal rumah
sakit relatif belum sesuai harapan.
Pada pelayanan yang telah berkualitas tersebut masih terjadi insiden
keselamatan pasien yang tidak jarang berakhir dengan tuntutan hukum. Oleh
sebab itu perlu program untuk lebih memperbaiki proses pelayanan, karena
insiden keselamatan pasien sebagian dapat merupakan kesalahan dalam
proses pelayanan yang sebetulnya dapat dicegah melalui rencana pelayanan
yang komprehensif dengan melibatkan pasien berdasarkan hak-nya. Program
tersebut yang kemudian dikenal dengan istilah keselamatan pasien. Dengan
meningkatnya keselamatan pasien rumah sakit diharapkan kepercayaan
masyarakat terhadap pelayanan rumah sakit dapat meningkat.
Selain itu keselamatan pasien juga dapat mengurangi KTD, yang selain
berdampak terhadap peningkatan biaya pelayanan juga dapat membawa
rumah sakit ke arena blamming, menimbulkan konflik antara dokter/petugas
kesehatan dan pasien, menimbulkan sengketa medis, tuntutan dan proses
hukum, tuduhan malpraktek, blow-up ke media masa yang akhirnya
menimbulkan opini negatif terhadap pelayananrumah sakit, selain itu rumah
sakit dan dokter bersusah payah melindungi dirinya dengan asuransi,

4
pengacara, dan sebagainya. Tetapi pada akhirnya tidak ada pihak yang
menang, bahkan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan
rumah sakit.
Dalam meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan pasien, perlu
adanya penerapan budaya keselamatan pasien dalam menanggulangi adanya
insiden. Budaya keselamatan pasien merupakan fondasi dalam menerapkan
keselamatan pasien. Dalam mengupayakan keselamatan pasien tentunya
dibutuhkan kesinambungan dan penanaman nilai dan keyakinan.
Budaya organisasi berpengaruh kuat pada perilaku para anggota
organisasi. Secara umum, budaya keselamatan pasien dapat didefinisikan
sebagai polaterpadu perilaku individu dan organisasi yang berorientasi pada
nilai-nilai dan asumsi dasar yang secara terus menerus berupaya
meminimalkan kejadian-kejadian yang tidak diharapkan karena berpotensi
dapat membahayakan pasien.

B. Maksud dan Tujuan


1. Tujuan umum
Terlaksananya peningkatan mutu pelayanan RS yang memenuhi standar
pelayanan, keselamatan pasien dan memberikan kepuasan kepada
pasien secara berkelanjutan dan berkesinambungan
2. Tujuan Khusus
a. Mengimplementasikan siklus PDSA dalam upaya peningkatan mutu
dan keselamatan pasien
b. Meningkatkan mutu klinis pelayanan rumah sakit berkelanjutan.

c. Meningkatkan mutu manajemen rumah sakit berkelanjutan.

d. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit.

e. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan


masyarakat.

f. Menurunnya angka Insiden Keselamatan Pasien di rumah sakit.

g. Terlaksananya program–program pencegahan sehingga tidak terjadi


pengulangan kejadian tidak diharapkan.
C. Sasaran
Sasaran kegiatan PMKP yaitu peningkatan pada indikator mutu yang
meliputi hal – hal sebagai berikut :
a. Indikator mutu prioritas Rumah Sakit
b. Indikator Mutu Unit
c. Indikator Mutu Nasional

5
D. AsasPeningkatanMutudanKeselamatan Pasien
a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan;
b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit;
c. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang
Praktik Kedokteran;
d. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2014 tentang
Tenaga Kesehatan;
e. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2014 tentang
Keperawatan;
f. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit;
g. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah
Sakit;
h. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
269/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis;
i. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
290/Menkes/Per/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran;
j. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1691/Menkes/Per/VIII/2011 Tentang Keselamatan Pasien Rumah
Sakit
k. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 12 Tahun
2012 Tentang Akreditasi Rumah Sakit
l. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 36 Tahun
2012 Tentang Rahasia Kedokteran
E. Ruang Lingkup
Ruang lingkup pelayanan Komite Mutu meliputi pelayanan sebagai berikut :
1. Indikator mutu
a. Penyusunan indikator mutu terdiri atas
1) Usulan dari unit rumah sakit
2) Penetapan kebijakan tentang indikator mutu
3) Pelaksanaan sesuai kebijakan, panduan, pedoman, dan SPO
tentang
indicatormutu
b. Jenis indikator mutu terdiri atas area klinis, area menajerial, area
sasaran
dan keselamatan pasien

6
c. Kamus Profil Indikator mutu.
d. Sosialisasi indikator mutu.
e. Trial indikator mutu
f. Implementasi indikator mutu.
g. Validasi indikator mutu.
h. Pencatatan dan pelaporan indikator mutu.
i. Analisis data indikator mutu.
j. Rapat pimpinan indikator mutu baik insidentil/bulanan atau tri bulan.
k. Benchmarking indikator mutu dengan rumah sakit yang se-tipe
dengan RSI.
l. Publikasi data indikator mutu antara lain website, media informasi,
madingdansosialisasi baik tertulis maupun lisan.
m. Evaluasi dan tindak lanjut (monitoring dan evaluasi) indikator mutu.
n. Pelaporan ke Direksi
2. Manajemen tata kelola mutu
3. Pelaksanaan rencana kegiatan anggaran Komite Mutu
4. PPK (Panduan Praktek Klinis) dan ClinicalPathways
5. Monitoring dan evaluasi penerapan/hasil kegiatan 7 (tujuh) Langkah
MenujuKeselamatan Pasien Rumah
6. Monitoring dan evaluasi penerapan/hasi kegiatan pelaksanaan 6 (enam)
Sasaran
Keselamatan Pasien
7. Monitoring dan evaluasi pelaksanaan manajemen resiko klinik
8. Pelaksanaan asesmen risiko secara proaktif :
a. Failure Mode andEffectsAnalysis (FMEA)
b. Koordinasi dan monitoring analisis kerentanan terhadap bahaya
(HVA)
c. Koordinasi dan monitoringasesmen risiko dari pengendalian infeksi
(ICRA)
9. Monitoring dan evaluasi pendidikan dan pelatihan PMKP
10. Monitoring dan evaluasi surveilance, PPI
11. Monitoring dan evaluasi pelaksanaan kontrak
12. Monitoring dan evaluasi penilaian kinerja unit
13. Monitoring dan evaluasi penilaian kinerja individu (profesi dan staf)
14. Pelaporan ke direksi dan laporan tentang kegiatan komite mutu

F. Pegertian Umum
1. Mutu adalah kondisi dinamis mengenai jasa yang menuntut untuk
pemenuhanstandar, kebutuhan, harapan, dan keinginan pelanggan,
yang cocok untuk digunakan dan menjadikan pelanggan puas.

7
2. Mutu pelayanan rumah sakit adalah derajat kesempurnaan pelayanan
RSuntuk memenuhi kebutuhan masyarakat konsumen akan pelayanan
dengan menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di rumah sakit
secara wajar, efisien dan efektif serta diberikan secara aman dan
memuaskan sesuai dengan norma, etika, hukum, sosial dan budaya
dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan Rumah Sakit H.L
Manambal Abdulkadir dan masyarakat konsumen.
3. Dimensi Mutu adalahmeliputi keprofesian, efisiensi, keamanan
pasien,kepuasan pasien, aspek sosial budaya
4. Peningkatan mutu adalah proses pembelajaran dan perbaikan yang
terusmenerus dalam proses penyediaan pelayanan kesehatan sesuai
kebutuhan pasien dan pihak-pihakyang berkepentingan lainnya
berdasarkan siklus penjaminan mutu yang berkelanjutan (PDSA) dan
perencanaan peningkatan mutu di semua unit pada semua tingkatan
dalam sistem.
5. Upaya peningkatan mutu adalah upaya yang menggunakan
pendekatanpendidikan (edukasi) berkelanjutan dan perbaikan proses-
proses pemberian pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan pasien dan
pihak-pihak yang berkepentingan lainnya.
6. Input adalah segala sumber daya yang diperlukan untuk melakukan
pelayanankesehatan, seperti tenaga, dana, obat, fasilitas, peralatan,
bahan, teknologi, organisasi, informasi dan lain-lain. Pelayanan
kesehatan yang bermutu memerlukan dukungan input yang bermutu
pula. Hubungan struktur dengan mutu pelayanan kesehatan adalah
perencanaan dan pergerakan pelaksanaan pelayanan kesehatan.
7. Proses adalah aktivitas dalam bekerja, adalah merupakan interaksi
profesionalantara pemberi pelayanan dengan konsumen
(pasien/masyarakat). Proses ini merupakan variable penilaian mutu yang
penting.
8. Output adalah jumlah pelayanan yang dilakukan oleh unit kerja/rumah
sakit.
9. Outcome adalah hasil pelayanan kesehatan, merupakan perubahan
yang terjadipada konsumen (pasien/masyarakat), termasuk kepuasan
dari konsumen tersebut.
10. Clinical pathway adalah pedoman kolaboratif untuk merawat pasien
yangberfokus pada diagnosis, masalah klinis dan tahapan pelayanan
atau dapat diartikan sebagai suatu alur yang menunjukkan secara detail
tahap-tahap penting dari pelayanan kesehatan termasuk hasil yang
diharapkan mulai saat penerimaan pasien hingga pemulangan pasien
dimana dalam pelaksanaannya menggabungkan standar asuhan setiap

8
tenaga kesehatan secara sistematik. Tindakan yang diberikan
diseragamkan dalam suatu standar asuhan, namun tetap
memperhatikan aspek individu dari pasien
11. Indikator adalah suatu cara yang sensitif dan spesifikuntuk
menilaipenampilan dari suatu kegiatan, atau dengan kata lain
merupakan variabel yang digunakan untuk menilai perubahan
12. Indikator klinis adalah ukuran kuantitas sebagai pedoman untuk
mengukurdan mengevaluasi kualitas asuhan pasen dan berdampak
terhadap pelayanan. Indikator tidak dipergunakan secara langsung untuk
mengukur kualitas pelayanan, tetapi dapat dianalogikan sebagai
"bendera" yang menunjuk adanya suatu masalah spesifik dan
memerlukan monitoring dan evaluasi.
13. Indikator manajemen adalah ukuran kuantitas sebagai pedoman
untukmengukur dan mengevaluasi kualitas proses manajerial yang dan
berdampak langsung atau tidak langsung terhadap pelayanan
14. Indikator sasaran keselamatan pasien adalah ukuran kuantitas
sebagaipedoman untuk mengukur dan mengevaluasi enam sasaran
keselamatan pasien
15. Keselamatan / Safetyadalah bebas dari bahaya atau risiko (hazard)
16. Hazard / bahayaadalah suatu“ Keadaan, Perubahan atau
Tindakan”yangdapat meningkatkan risiko pada pasien.
a. Keadaan adalah setiap faktor yang berhubungan atau
mempengaruhi suatu“Peristiwa Keselamatan Pasien/ Patient
safety event , Agent atauPersonal”
b. Agent adalah substansi, obyek atau sistem yang menyebabkan
perubahan
17. Kesalahan Medis (Medication error)adalah Kesalahan yang terjadi
dalamproses asuhan medisyangmengakibatkanatau berpotensi
mengakibatkan cidera pada pasien.Kesalahan termasuk gagal
melaksanakan sepenuhnya suatu rencana atau menggunakan rencana
yang salah untuk mencapai tujuannya. Dapat akibat melaksanakan
suatu tindakan (commission) atautidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil (omission).
18. Harm/ cedera adalah dampak yang terjadi akibat gangguan struktur
ataupenurunan fungsi tubuh dapat berupa fisik, sosial dan psikologis.
Yang termasuk Harmadalah : “Penyakit, Cedera, Penderitaan, Cacad,
danKematian”.
a. Penyakit / Disease adalah Disfungsi fisik atau psikis
b. Cedera / Injury adalah Kerusakan jaringan yang diakibatkan agent
/ keadaan

9
c. Penderitaan / Suffering adalah Pengalaman / gejala yang tidak
menyenangkan termasuk nyeri, malaise, mual, muntah, depresi,
agitasi,dan ketakutan
d. Cacat / Disability adalah Segala bentuk kerusakan struktur atau
fungsi tubuh, keterbatasan aktifitas dan atau restriksi dalam
pergaulan sosial yang berhubungan dengan harm yang terjadi
sebelumnya atau saat ini.
19. Keselamatan Pasien / Patient Safetyadalah Pasien bebas
dariharm/cederayang tidak seharusnya terjadi atau bebas dari harm
yang potensial akan terjadi (penyakit, cedera fisik / sosial / psikologis,
cacat, kematian dll), terkait dengan pelayanan kesehatan.
20. Keselamatan Pasien Rumah Sakit adalah Suatu sistem dimana rumah
sakitmembuat asuhan pasien lebih aman. Hal ini termasuk: asesmen
risiko; identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko
pasien; pelaporan dan analisis insiden; kemampuan belajar dan insiden
dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan
timbulnya risiko.Sistem ini mencegah terjadinya cidera yang
disebabkan oleh kesalahanmelaksanakan suatu tindakan atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnyadiambil
21. Insiden Keselamatan Pasien (IKP) yang selanjutnya disebut insiden
adalahsetiap kejadian atau situasi yang tidak disengaja dan kondisi yang
mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan kerugian, cidera,
kecacatan atau kematian pada pasien yang tidak seharusnya terjadi.
Terdiri dari Sentinel, Kejadian Tidak Diharapkan, Kejadian Nyaris
Cedera, Kejadian Tidak Cedera dan Kejadian Potensial Cedera
22. Sentinel adalah :
a. kematian tidak terduga dan tidak terkait dengan perjalanan
alamiah penyakit pasien atau kondisi yang mendasari penyakitnya
(contoh, bunuh diri)
b. kehilangan fungsi utama (mayor) secara permanen yang tidak
terkait dengan perjalanan alamiah penyakit pasien atau kondisi
yang mendasari penyakitnya
c. salah-lokasi, salah-prosedur, salah-pasien operasi; dan
d. penculikan bayi atau bayi yang dipulangkan bersama orang yang
bukan orang tuanya
e. kejadian yang menyangkut outbreak (infeksi dan non infeksi) yang
terjadi di dalam lingkup RS.
23. Kejadian Tidak Diharapkan(KTD) adalah :
a. insiden yang mengakibatkan cedera pada pasien.

10
b. Suatu Insiden yang mengakibatkan harm / cedera pada pasien
akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil
tindakan yang seharusnya diambil, dan bukan karena penyakit
dasarnya atau kondisi pasien. Cedera dapat diakibatkan oleh
kesalahan medis atau bukan kesalahan medis yang tidak dapat
dicegah
24. Kejadian Tidak Cedera(KTC) adalah insiden yang sudah terpapar ke
pasien,tetapi tidak timbul cedera.
25. Kejadian Nyaris Cedera(KNC) adalah
a. insiden yang belum sampai terpapar ke pasien
b. Suatu kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan
(commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya
diambil (omission), yang dapat menciderai pasien, tetapi cidera
serius tidak terjadi, karena “keberuntungan” (misalnya pasien
terima suatu obat kontra indikasi tetapi tidak timbul reaksi obat),
karena “pencegahan” (suatu obat dengan overdosis lethal akan
diberikan, tetapi staf lain mengetahui dan membatalkannya
sebelum obat diberikan), atau “peringanan” (suatu obat dengan
overdosis lethal diberikan, diketahui secara dini lalu diberikan
antidotumnya).

26. Kondisi Potensial Cedera(KPC) adalah kondisi yang sangat


berpotensiuntuk menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi insiden.
27. Laporan insiden RS (Internal): Pelaporan secara tertulis setiap
kejadiannyaris cedera (KNC) atau kejadian tidak diharapkan (KTD) yang
menimpa pasien atau kejadian lain yang menimpa keluarga pengunjung,
maupun karyawan yang terjadi di rumah sakit.
28. Laporan insiden keselamatan pasien KKP-RS (Eksternal) :
Pelaporansecara anonim dan tertulis ke KKP-RS setiap kejadian tidak
diharapkan (KTD) atau kejadian nyaris cedera (KNC) yang terjadi pada
PASIEN, telah dilakukan analisa penyebab, rekomendasi dan solusinya.
29. Faktor Kontributor :keadaan, tindakan, atau faktor yang mempengaruhi
danberperan dalam mengembangkan dan atau meningkatkan risiko
suatu kejadian (misalnya pembagian tugas yang tidak sesuai
kebutuhan).
Contoh :
a. Faktor kontributor di luar organisasi (eksternal)
b. Faktor kontributor dalam organisasi (internal) mis. tidak adanya
prosedur,

11
c. Faktor kontributor yang berhubungan dengan petugas (kognitif
atau perilaku petugas yang kurang, lemahnya supervisi, kurangnya
teamwork atau komunikasi)
d. Faktor kontributor yang berhubungan dengan keadaan pasien.
30. Risiko adalah peluang terjadinya sesuatu yang akan berdampak pada
tujuan

31. Jenis-jenis risiko dalam pelayanan rumah sakit:


a. Risiko organisasi adalah kejadian yang akan memberikan
dampak negatifterhadap tujuan organisasi
b. Risiko non klinis adalah bahaya potensial akibat lingkungan
c. Risiko klinis adalah bahaya potensial akibat pelayanan klinis
d. Risiko finansial adalah risiko pada keuangan yang secara negatif
akanberdampak pada kemampuan organisasi dalam mencapai
tujuan.

32. Manajemen risiko adalah pendekatan proaktif untuk


mengidentifikasi,menilai dan menyusun prioritas risiko, dengan tujuan
untuk menghilangkan atau meminimalkan dampaknya
33. Manajemen risiko rumah sakit adalah kegiatan berupa identifikasi
danevaluasi untuk mengurangi risiko cedera dan kerugian pada pasien,
karyawan rumah sakit, pengunjung dan organisasinya sendiri
34. Failure Mode and Cause Analysis (FMEA)adalah suatu alat mutu
untukmengkaji suatu prosedur di rumah sakit secara rinci dan mengenali
model-model adanya kegagalan/kesalahan pada suatu prosedur,
melakukan penilaian terhadap tiap model kesalahan/kegagalan dan
mencari solusi dengan melakukan perbaikan desain atau prosedu
35. Analisis akar masalah/ Root Cause Analysis (RCA) adalah :
a. Sebuah pendekatan terstruktur untuk mengidentifikasi berbagai
faktor dari kejadian-kejadian di masa lalu untuk mengidentifikasi
penyebab masalah yang bisa diperbaiki untuk mencegah
masalah yang sama terjadi kembali. RCA juga berguna untuk
mengidentifikasi pelajaran yang dapat dipetik untuk mencegah
kerugian kembali terjadi dalam proses
b. Suatu proses berulang yang sistematik dimana faktor-faktor yang
berkontribusi dalam suatu insiden diidentifikasi dengan
merekonstruksi kronologis kejadian menggunakan pertanyaan
„kenapa‟ yang diulang hingga menemukan akar penyebabnya
dan penjelasannya. Pertanyaan „kenapa‟ harus ditanyakan
hingga tim investigator mendapatkan fakta,bukan hasil spekulasi.

12
BAB II
GAMBARAN UMUM RUMAH SAKIT

A. Gambaran Umum
Rumah Sakit H.L.Manambai Abdul kadir adalah salah satu SKPD
dilingkungan PemerintahProvinsi NTByang merupakan unsur penunjang
penyelenggaraan pemerintah daerah dibidang Pelayanan
Kesehatan.Sebagai salah satu Satuan Kerja Pemerintah Daerah di
lingkungan Pemerintah Provinsi NTB yang menerapkan Pola
PengelolaanKeuanganBLUD( PPK–BLUD) dandibentukuntuk memberikan
pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang/jasa
yangdijualtanpa mengutamakanmencarikeuntungan
dandalammelakukankegiatannya didasarkanpada prinsip efisiensi
danproduktivitas. Haltersebutbertujuanmeningkatkankualitas pelayanan
masyarakat,
Secara histories, Rumah Sakit H.L.Manamba Abdul kadir pada
awalnyaberdiribernama Rumah Sakit Rujukan Provinsi Di Sumbawa.
Rumah sakit ini mulai dioperasikan bulan Oktober 2012 dan
diresmikantanggal17Desember 2012oleh GubernurNusaTenggara Barat
dengan status Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD)Dinas
KesehatanProvinsiNusa Tenggara Barat yang tertuang dalam
PeraturanGubernurNusa Tenggara BarattentangOrganisasidanTata Kerja
UnitPelaksanaTeknisDinasKesehatanRumahSakit Umum Daerah Provinsi
di SumbawaNomor: 24Tahun 2010.
Seiring tuntutan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang
berkualitas, aman, nyaman dan terjangkau. Rumah Sakit Rujukan Provinsi
Di Sumbawa berbenah dalam semua hal, salah satunya adalah upaya
peningkatan status rumah sakit, dari kelas D menjadi kelas C. Pada
Tanggal 6 Desember 2013 terbitlah Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor : HK.02.03/I/2159/2013Tentang
Penetapan Kelas Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi di Sumbawa,
sebagai Rumah Sakit Umum Kelas C.
Tahun 2014 Rumah Sakit Rujukan Provinsi Di Sumbawa
mengalami perubahan Nama dan Status. Rumah Sakit Umum Daerah
Provinsi di Sumbawa bernama Rumah Sakit H.L. Manambai
Abdulkadir, berdasarkan Keputusan Gubernur Nusa Tenggara Barat
Nomor: 440-288 tahun 2014, Tanggal 26 Maret 2014 Tentang
Perubahahan Nama Rumah Sakit. Sedangkan perubahan Status
Rumah Sakit Rujukan Provinsi Di Sumbawa, sesuai Peraturan Daerah
Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 12 Tahun 2014 Tentang

13
Perubahan Kedua Atas Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2008
tentang Organisasi Dan Tata Kerja Inspektorat, BAPPEDA dan
Lembaga Teknis Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat,
B. Visi,MisiDanMoto
1. VisiDan Misi
Untuk dapat melaksanakan tugas pokok dan fungsinya,
Gubernur NTBtelahmenetapkanvisi danmisiRS H.LManambai
Abdulkadir sebagai berikut:MenjadiRumah SakitPusat
Rujukansepulau Sumbawa”.
a. Visi “MenjadiRumah SakitPusat Rujukansepulau Sumbawa”
b. Misi :

1)Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang berkeadilan,


terjangkau dan berkualitas
2)Menjadikan Rumah Sakit sebagai wahana Riset,Penelitian dan
pengembangan Iptek
3) Mewujudkan standarisasi RumahSakit
2.Moto
“Melayani Sepenuh Hati”

C. Falsafah dan Nilai-NilaiDasarRumah Sakit


1. Falsafah
“Dengan landasan kemanusiaan, motivasi, jujur dan integritasyang
tinggiakan mampu meningkatkan mutupelayanan”.
2. Nilai-NilaiDasarRumah Sakit
Cepat : Memberikan pelayanan secepat mungkin
Tepat : Memberikan pelayananan sesuai kebutuhan
Ramah :Memberikanpelayananandengansenyum,salamdan
bersahabat
Pro-aktif : Memberikan pelayanan dengan tanggap/empati dan
peduli
Konsisten : Melayani sesuai standar pelayanan

14
BAB III
KEBIJAKAN

A. KEPEMIMPINAN DAN PERENCANAAN


1. Direktur Rumah Sakit H.L Manambal Abdulkadir berpartisipasi dalam
perencanaan program peningkatan mutu dan keselamatan pasien
2. Direktur Rumah Sakit H.L Manambal Abdulkadir berpartisipasi dalam
pelaksanaan monitoring program peningkatan mutu dan keselamatan
pasien
3. Direktur Rumah Sakit H.L Manambal Abdulkadir melakukan proses atau
mekanisme pengawasan program peningkatan mutu dan keselamatan
pasien melalui rapat.
4. Program mutu dan keselamatan pasien dilaporkan oleh Rumah Sakit H.L
Manambal Abdulkadir
5. Direktur Rumah Sakit H.L Manambal Abdulkadir berpartisipasi dalam
melaksanakan program peningkatan mutu dan program keselamatan
pasien.
6. Program peningkatan mutu dan keselamatan pasien berlaku di seluruh
rumah sakit
7. Program menangani sistem dari rumah sakit, peranan rancangan sistem,
rancang ulang dari peningkatan mutu dan keselamatan
8. Program menangani koordinasi semua komponen dari kegiatan pengukuran
mutu dan kegiatan pengendalian
9. Program ini menerapkan pendekatan sistematik dalam peningkatan mutu
dan keselamatan pasien
10. Direktur Rumah Sakit H.L Manambal Abdulkadir menetapkan prioritas
rumah sakit dalam kegiatan evaluasi
11. Direktur Rumah Sakit H.L Manambal Abdulkadir menetapkan prioritas
rumah sakit dalam kegiatan peningkatan dan keselamatan pasien
12. Penerapan Sasaran Keselamatan Pasien di tetapkan sebagai salah satu
prioritas
13. Direktur Rumah Sakit H.L Manambal Abdulkadir memahami teknologi dan
unsur bantuan lain yang dibutuhkan untuk menelusuri dan membandingkan
hasil dari evaluasi
14. Untuk menelusuri dan membandingkan hasil dari evaluasi ini, Direktur
Rumah Sakit H.L Manambal Abdulkadir menyediakan teknologi dan
dukungan sesuai dengan sumber daya yang ada di rumah sakit
15. Informasi tentang program peningkatan mutu dan keselamatan pasien di
sampaikan kepada staf melalui pamflet, leaflet, spanduk, banner, website,
SMS gateway, dan saluran lain yang memungkinkan.

15
16. Komunikasi dilakukan secara reguler melalui saluran yang efektif
17. Komunikasi termasuk kemajuan dalam hal penerapan sasaran keselamatan
pasien
18. Ada program pelatihan bagi staf sesuai dengan peranan mereka dalam
program peningkatan mutu dan keselamatan pasien
19. Seorang individu yang berpengetahuan luas memberikan pelatihan
20. Staf berpartisipasi dalam pelatihan sebagai bagian dari pekerjaan rutin
mereka

B. RANCANGAN PROSES KLINIS DAN MANAJERIAL


1. Prinsip peningkatan mutu dan alat ukur dari program diterapkan pada
rancangan proses baru atau yang dimodifikasi
2. Proses yang dirancang atau yang dimodifikasi menggunakan kaidah
a. konsisten dengan misi dan rencana rumah sakit;
b. memenuhi kebutuhan pasien, keluarga, staf dan lainnya;
c. menggunakan pedoman praktek terkini, standar pelayanan klinis,
kepustakaan ilmiah danberbagai informasi berbasis bukti yang relevan
dalam hal rancangan praktek klinis;
d. sesuai dengan praktek bisnis yang sehat;
e. mempertimbangkan informasi dari manajemen risiko yang relevan;
f. dibangun pengetahuan dan keterampilan yang ada di rumah sakit;
g. dibangun praktek klinis yang baik/lebih baik/sangat baik dari rumah sakit
lain;
h. menggunakan informasi dari kegiatan peningkatan terkait;
i. mengintegrasikan dan menggabungkan berbagai proses dengan sistem.
3. Dipilih indikator untuk mengevaluasi apakah pelaksanaan rancangan proses
baru atau rancanganulang proses telah berjalan baik.
4. Data sebagai indikator digunakan untuk mengukur proses yang sedang
berjalan
5. Setiap tahun Direktur Rumah Sakit H.L Manambal Abdulkadir menentukan
paling sedikit lima area prioritas dengan fokus penggunaanpedoman klinis,
clinical pathways dan/atau protokol klinis
6. Rumah sakit dalam melaksanakan pedoman praktek klinis, clinical pathways
dan/atau protokol klinis melaksanakan proses sebagai berikut:
a. dipilih dari yang dianggap cocok dengan pelayanan dan pasien rumah
sakit (bila ada, pedoman nasional yang wajib dimasukkan dalam proses
ini);
b. dievaluasi berdasarkan relevansinya untuk mengidentifikasi populasi
pasien

16
c. jika perlu disesuaikan dengan teknologi, obat-obatan, dan sumber daya
lain di rumah sakit atau dengan norma profesional yang diterima secara
nasional
d. dinilai untuk bukti ilmiah mereka;
e. diakui secara remsi atau digunakan oleh rumah sakit;
f. diterapkan dan di monitor agar digunakan secara konsisten dan efektif;
g. didukung oleh staf terlatih melaksanakan pedoman atau pathways;
h. diperbaharui secara berkala berdasarkan perubahan dalam bukti dan
hasil evaluasi dari proses dan hasil (outcomes)
7. Rumah sakit melaksanakan pedoman klinis dan clinical pathways atau
protokol klinis di setiap area prioritas yang ditetapkan
8. Pimpinan klinis dapat menunjukkan bagaimana penggunaan pedoman
klinis, clinical pathways dan atau protokol klinis telah mengurangi adanya
variasi dari proses dan hasil (outcomes)

C. PEMILIHAN INDIKATOR DAN PENGUMPULAN DATA


1. Direktur Rumah Sakit H.L Manambal Abdulkadir menetapkan area sasaran
untuk penilaian dan peningkatan.
2. Penilaian merupakan bagian dari program peningkatan mutu dan
keselamatan pasien
3. Hasil penilaian disampaikan kepada pihak terkait dalam mekanisme
pengawasan dan secara berkala kepada Direktur Rumah Sakit H.L
Manambal Abdulkadir.
4. Direktur Rumah Sakit H.L Manambal Abdulkadir menetapkan indikator klinis
yang sesuai dengan Prioritas rumah sakit
5. Direktur Rumah Sakit H.L Manambal Abdulkadir memperhatikan muatan
”ilmu” (science) dan „bukti‟ (evidence) untuk mendukung setiap indikator
yang dipilih.
6. Penilaian mencakup struktur, proses dan hasil (outcome)
7. Cakupan, metodologi dan frekuensi ditetapkan untuk setiap indikator
8. Data penilaian klinis dikumpulkan dan digunakan untuk melakukan evaluasi
terhadap efektivitas dari peningkatan
9. Direktur Rumah Sakit H.L Manambal Abdulkadir menetapkan indikator kunci
untuk setiap area manajemen sebagai berikut:
10. Direktur Rumah Sakit H.L Manambal Abdulkadir menggunakan landasan
sebagai berikut unutk menentukan indikator prioritas rumah sakit
a) Misi Rumah Sakit dan tujuan strategi Rumah sakit ( Rumah Sakit
rujukan regional)
b) Data permaslahan di rumah sakit (Komplain, capaian idndikator dan
lain-lain )

17
c) Sistem dan proses yang bervariasi dalam penerapan (stroke, jantug
dll)
d) Sistem pelayanan klinis komplek yang perlu efisiensi (Stroke,
jantung)
e) Dampak perbaikan sistem keseluruh unit di Rumah sakit (Sistem
manajmen obat )
f) Riset klinis dan pendidikan profesi kesehatan

11. Cakupan, metodologi dan frekuensi ditetapkan untuk setiap penilaian


12. Data penilaian manajerial dikumpulkan dan digunakan untuk mengevaluasi
efektivitas dari peningkatan
13. Direktur Rumah Sakit H.L Manambal Abdulkadir manajerial dan klinis
menetapkan indikator kunci untuk menilai setiap Sasaran
KeselamatanPasien.
14. Penilaian Sasaran Keselamatan Pasien termasuk area-area yang ditetapkan
di Sasaran Keselamatan Pasien sebagai berikut:
a. ketepatan identifikasi pasien
b. peningkatan komunikasi yang efektif
c. peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai
d. kepastikan tepat lokasi,tepat prosedur,tepat pasien operasi
e. pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
f. pengurangan risiko pasien jatuh
15. Data penilaian digunakan untuk menilai efektivitas dari peningkatan

D. VALIDASI DAN ANALISIS DARI DATA PENILAIAN

1. Data dikumpulkan, dianalisis dan diubah menjadi informasi


2. Orang yang mempunyai pengalaman klinis atau manajerial, pengetahuan
dan keterampilan terlibat dalam proses
3. Metode dan teknik-teknik statistik digunakan dalam melakukan analisis dari
proses, bila sesuai.
4. Hasil analisis dilaporkan kepada Direktur untuk melakukan tindak lanjut
5. Frekuensi dari analisis data disesuaikan dengan proses yang sedang dikaji
dan sesuai dengan ketentuan rumah sakit.
6. Frekuensi melakukan analisis data disesuaikan dengan proses yang sedang
dikaji
7. Frekuensi dari analisis data sesuai dengan ketentuan rumah sakit
8. Proses analisis dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Perbandingan dilakukan dari waktu ke waktu didalam rumah sakit

18
b. Perbandingan dilakukan dengan rumah sakit lain yang sejenis, bila ada
kesempatan
c. Perbandingan dilakukan dengan standar, bila memungkinkan
d. Perbandingan dilakukan dengan praktek yang baik
9. Rumah sakit mengintegrasikan kegiatan validasi data kedalam proses
manajemen mutu dan proses peningkatan.
10. Rumah sakit punya proses validasi data secara internal yang memasukkan
hal-hal sebagai berikut:
a. Mengumpulkan ulang data oleh orang kedua yang tidak terlibat
dalam pengumpulan data sebelumnya
b. Menggunakan sample statistik sahih dari catatan, kasus dan data
lain. Sample 100 % dibutuhkan hanya jika jumlah pencatatan, kasus
atau data lainnya sangat kecil jumlahnya.
c. Membandingkan data asli dengan data yang dikumpulkan ulang
d. Kalkulasi akurasi dengan membagi jumlah elemen data yang
ditemukan dengan total jumlah data elemen dikalikan dengan 100.
Tingkat akurasi 90 % adalah patokan yang baik.
e. Jika elemen data yang diketemukan ternyata tidak sama, dengan
catatan alasannya (misalnya data tidak jelas definisinya) dan
dilakukan tindakan koreksi
f. Koleksi sample baru setelah semua tindakan koreksi dilakukan untuk
memastikan tindakan menghasilkan tingkat akurasi yang
11. Proses validasi data memuat paling sedikit indikator yang dipilih
12. Direktur Rumah Sakit H.L Manambal Abdulkadir bertanggung jawab bahwa
data yang disampaikan ke publik dapat di pertanggungjawabkan dari segi
mutu dan hasilnya (outcome).
13. Data yang disampaikan kepada publik telah dievaluasi dari segi validitas
dan reliabilitasnya.

E. KESELAMATAN PASIEN DAN MANAJEMEN RISIKO


1. Direktur Rumah Sakit H.L Manambal Abdulkadir menetapkan definisi dari
kejadian sentinel adalah sebagai berikut:
a. kematian tidak terduga dan tidak terkait dengan perjalanan alamiah
penyakitpasien atau kondisi yangmendasari penyakitnya (contoh, bunuh
diri)
b. kehilangan fungsi utama (major) secara permanen yang tidak terkait
dengan perjalanan alamiah penyakit pasien atau kondisi yang
mendasari penyakitnya
c. salah-lokasi, salah-prosedur, salah-pasien operasi; dan

19
d. penculikan bayi atau bayi yang dipulangkan bersama orang yang bukan
orang tuanya

2. Rumah sakit melakukan analisis akar masalah „RCA‟ terhadap semua


kejadian sentinel yang terjadi dalam batas waktu tertentu yang ditetapkan
Direktur Rumah Sakit H.L Manambal AbdulkadirKejadian dianalisis bila
terjadi
3. Direktur Rumah Sakit H.L Manambal Abdulkadir mengambil tindakan
berdasarkan hasil RCA
4. Analisis secara intensif terhadap data dilakukan jika terjadi penyimpangan
tingkatan, pola atau kecenderungan dari KTD
5. Semua reaksi transfusi, jika terjadi di rumah sakit, dianalisis
6. Semua reaksi obat tidak diharapkan yang serius, jika terjadi sesuai definisi
yang ditetapkan rumahsakit, dianalisis
7. Semua kesalahan medis (medical error) yang signifikan dianalisis
8. Semua ketidakcocokan (discrepancy) antara diagnosis pra dan pasca
operasi dianalisis
9. Semua ketidakcocokan (discrepancy) antara diagnosis pra dan pasca
operasi dianalisis
10. KTD atau pola KTD selama sedasi moderat atau dalam dan anestesi
dianalisis
11. Kejadian lainnya yang ditetapkan oleh rumah sakit dianalisis
12. Rumah sakit menetapkan definisi KNC
13. Rumah sakit menetapkan jenis kejadian yang harus dilaporkan sebagai
KNC
14. Rumah sakit menetapkan proses untuk melakukan pelaporan KNC
15. Data dianalisis dan tindakan diambil untuk mengurangi KNC

F. MENCAPAI DAN MEMPERTAHANKAN PENINGKATAN

1. Rumah sakit membuat rencana dan melaksanakan peningkatan mutu dan


keselamatan pasien
2. Rumah sakit menggunakan proses yang konsisten untuk melakukan
identifikasi area prioritas untukperbaikan sebagaimana yang ditetapkan
Direktur Rumah Sakit H.L Manambal Abdulkadir
3. Rumah sakit mendokumentasikan perbaikan yang dicapai dan
mempertahankannya
4. Area yang ditetapkan Direktur Rumah Sakit H.L Manambal Abdulkadir
dimasukkan kedalam kegiatan peningkatan

20
5. Sumber daya manusia atau lainnya yang dibutuhkan untuk melaksanakan
peningkatan disediakan dan atau diberikan.
6. Perubahan-perubahan direncanakan dan diuji
7. Dilaksanakan perubahan yang menghasilkan peningkatan
8. Tersedia data yang menunjukkan bahwa peningkatan tercapai secara efektif
dan langgeng
9. Dibuat perubahan kebijakan yang diperlukan untuk merencanakan, untuk
melaksanakan pelaksanaan yang sudah dicapai, dan mempertahankannya
10. Perubahan yang berhasil dilakukan, didokumentasikan
11. Direktur Rumah Sakit H.L Manambal Abdulkadir menerapkan kerangka
acuan manajemen risiko yang meliputi :
a. identifikasi risiko;
b. proses risiko menetapkan prioritas risiko;
c. pelaporan tentang risiko;
d. manajemen risiko;
e. investigasi KTD; dan
f. Manajemen klaim-klaim yang terkait
12. Paling sedikit setiap tahun rumah sakit melaksanakan dan
mendokumentasikan penggunaan alat pengurangan-proaktif-terhadap-risiko
dalam salah satu prioritas
13. Berdasarkan analisis, Direktur Rumah Sakit H.L Manambal Abdulkadir
membuat rancang ulang dari proses yang mengandung risiko tinggi.

21
BAB IV
PENGORGANISASIAN

A. Kualifikasi Anggota Komite PMKP


1. Harus berkomitmen untuk misi, visi, tujuan, falsafah, dan nilai Rumah Sakit.
2. Harus bersedia mendedikasikan waktu yang berkualitas untuk berpartisipasi
aktif dalam komite.
3. Harus memiliki minat dan keahlian di bidang yang memajukan mandat
Komite.
4. Harus bersedia untuk melayani, menghadiri secara teratur dan berpartisipasi
aktif di Komite.
5. Harus berkomitmen untuk berpartisipasi dalam program komite dan
pendidikan yang berkelanjutan.

B. Komposisi Komite PMKP


Komite PMKP dipilih atau ditunjuk oleh Direktur Utama yang terdiri dari:
1. Ketua Komite, adalah dokter umum Pelayanan Medik
2. Sekretaris Komite, adalah anggota pokja Peningkatan Mutu dan
Keselamatan Pasien
3. Anggota :
a. Tim Peningkatan Mutu
b. Tim Keselamatan Pasien dan Manajemen Risiko
c. Penanggung Jawab Pengumpulan Data dan Champion Patient Safety
4. Koordinasi dengan :
a. Komite Medik
b. Komite Keperawatan
c. Komite Tenaga Kesehatan Lain
d. Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
e. Komite Kesehatan dan Keselamatan Kerja
f. Panitia Farmasi dan Terapi
g. Unit Rekam Medik
h. Unit Pendidikan, Penelitian, dan Pelatihan
i. Unit Hukum, Humas, dan Pemasaran
j. Tim Jaminan Kesehatan Nasional

C. Uraian Tugas Komite


1. Menyusun kebijakan, pedoman, panduan, prosedur dan program
peningkatan mutu dan keselamatan pasien di Rumah Sakit H.L Manambal
Abdulkadir;

22
2. Menjalankan peran untuk melakukan motivasi, edukasi, konsultasi,
pemantauan (monitoring) dan penilaian (evaluasi) tentang penerapan
(implementasi) program keselamatan pasien rumah sakit;
3. Bekerja sama dengan bagian pendidikan dan pelatihan rumah sakit untuk
melakukan pelatihan internal peningkatan mutu, manajemen risiko, dan
keselamatan pasien di rumah sakit;
4. Melakukan pencatatan, pelaporan insiden, analisa insiden serta
mengembangkan solusi untuk pembelajaran;
5. Memberikan masukan dan pertimbangan kepada DirekturRumah Sakit H.L
Manambal Abdulkadir dalam rangka pengambilan kebijakan peningkatan
mutu dan keselamatan pasien rumah sakit; dan
6. Membuat laporan kegiatan kepada Direktur Rumah Sakit H.L Manambal
Abdulkadir

D. Uraian Tugas Ketua


1. Memastikan seluruh anggota komite aktif dalam pelaksanaan dan pelaporan
upaya PMKP
2. Mengkoordinasikan kegiatan dan pelaporanyang termasuk dalam tugas dan
fungsi Komite PMKP

E. Uraian Tugas Sekretaris


1. Mengatur waktu dan tempat pertemuan,
2. Memastikan kuorum, agenda dan perlengkapan pertemuan.
3. Menulis notulen pertemuan KomitePMKP dan disampaikan kepada Direktur.
4. Mengumpulkan dan menginventarisasi laporan-laporan PMKP

F. Uraian Tugas Tim Peningkatan Mutu


1. Berkoordinasi dengan komite medik untuk:
a. menyusun dan merevisi panduan clinical pathway,
b. melaksanakan minimal minimal 5 clinical pathway,
c. mengaudit pelaksanaan clinical pathway melalui rekam medis
2. Berkoordinasi dengan dengan unit-unit untuk melakukan kegiatan
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi program peningkatan
mutu
3. Menjalankan program mutu melalui proses penyusunan profil indikator,
pemilihan data, pengumpulan data, analisis data, validasi data, dan
publikasi data atas 11 indikator area mutu klinis, 9 indikator area mutu
manajemen
4. Mengumpulkan dan mencatat sensus harian indikator mutu dari
penanggung jawab pengumpulan data dan champion patient safety

23
5. Melakukan evaluasi dan tindak lanjut rekomendasi perbaikan

G. Uraian Tugas Tim Keselamatan Pasien


1. Menyusun Panduan Keselamatan Pasien
2. Melakukan perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi kegiatan
Program Enam Sasaran Keselamatan Pasien
3. Melakukan pencatatan dan melaporkan Insiden Keselamatan Pasien
4. Menjalankan fungsi manajemen risiko
5. Membuat FMEA
6. Membuat RCA pada laporan Insiden Keselamatan Pasien dengan grade
kuning dan merah
7. Membuat laporan IKP dan mengirimkan kepada KKPRS Kemenkes RI

H. Uraian Tugas Penanggung Jawab Pengumpulan Data dan Champion


PatientSafety
1. Melakukan pengumpulan data indikator mutu klinis, manajemen,
keselamatan pasien, dan surveilance di masing-masing unit.
2. Melakukan investigasi sederhana atas insiden grade biru dan hijau di
masing-masing unit.

24
STRUKTUR ORGANISASI
KOMITE PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN
RUMAH SAKIT H.L MANAMBAL ABDULKADIR
1. Komite Medik
2. Komite Keperawatan
DIREKTUR 3. Komite Tenaga
Kesehatan Lain
4. Komite PPI
5. Komite K3
6. Panitia Farmasi dan
Terapi
KETUA 7. Unit Rekam Medik
8. Unit Pendidikan,
Penelitian, dan
Pelatihan
SEKRETARIS 9. Tim Jaminan
Kesehatan Nasional

TIM KESELAMATAN
TIM PENINGKATAN MUTU
PASIENDAN MANAJEMEN

PENANGGUNG JAWAB PENGUMPULAN DATA


DAN CHAMPION PATIENT SAFETY

25
BAB V
KEGIATAN

A. KEGIATAN POKOK
1. Standarisasi Asuhan Klinis melalui penerapan Panduan Praktik Klinis (PPK) dan
Clinical Pathway (CP) secara bertahap (Koordinasi dengan Komite Medik)
2. Monitoring Mutu melalui indikator mutu
3. Keselamatan Pasien
4. Manajemen Risiko
5. Penilaian kinerja staf (koordinasi dengan Komite Medik, Komite Keperawatan,
Komite Tenaga Kesehatan Lain, Bagian SDI)
6. Evaluasi kontrak dan perjanjian lainnya (koordinasi dengan Unit Hukum, Humas,
dan Pemasaran)
7. Pendidikan dan Pelatihan (koordinasi dengan Unit Pendidikan dan Pelatihan)
8. Program PMKP di unit kerja (koordinasi dengan Unit-Unit)
9. Pencatatan dan pelaporan
10. Monitoring dan evaluasi kegiatan PMKP
B. RINCIAN KEGIATAN
1. Standarisasi Asuhan Klinis melalui penerapan Panduan Praktik Klinis (PPK)
dan Clinical Pathway (CP) Secara Bertahap
a. Penyusunan panduan standarisasi asuhan klinis (PPK dan CP)
b. Pemilihan dan Penetapan 5 area prioritas penyakit dan prosedur tindakan untuk
distandarisasi
c. Penyusunan Panduan Praktik Klinis (PPK) dan clinical pathway(CP)
d. Edukasi ke staf klinis
e. Uji coba implementasi
f. Perbaikan PPK danCP serta sistem implementasi
g. Implementasi PPK danCP
h. Monitoring implementasi PPK dan CP melalui audit klinis
i. Pelaporan hasil audit
j. Rencana Tindak Lanjut

2. Monitoring Mutu
a. Identifikasi indikator yang sudah dimonitor di RS
Secara rinci Kegiatan Upaya Peningkatan Mutu dan Keselamatan di Rumah Sakit
H.L Manambai AbdulKadir dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Upaya peningkatan mutu pelayanan
a. Penetapan program prioritas kegiatan yang akan dievaluasi, terdiri dari : Indikator
Area Klinis, Indikator Area Manajerial, dan Indikator Sasaran Keselamatan
Pasien

26
1) Indikator prioritas rumah sakit yang telah ditetapkan yaitu pelayanan Kebidanan
(OBGYN). Pelayanan ini ditetapkan berdasarkan Rencana Strategis provinsi NTB
tahun 2013 – 2018 yaitu Angka Kematian Ibu Menuju Nol (AKINO), tingginya
kunjungan pasien kebidanan di RS H.L Manambai Abdulkadir dan tersedianya 2
dokter spesialis OBGYN di RS H.L Manambai Abdulkadir
Adapun Area dan indikator- indikator yang akan dinilai meliputi
a) Indikator Area Klinis
 Emergency Respon Time pasien OBGYN < 5 menit (IGD)
 Penundaan Operasi Elektif Sectio Caesarea < 5 % 1 hari (IBS)
 Kepatuhan ibu dalam Inisiasi Menyusui Dini (Ruang Bersalin)
 Angka Kepatuhan Pemberian ASI Eksklusif Bayi Baru Lahir Selama Rawat Inap
(Ruang Nifas)
 Kepatuhan ibu dalam melaksanakan jadwal metode kanguru (NICU)
 Waktu tunggu pasien rawat jalan < 60 menit (poli OBGYN)
b) Indikator Area Manjmen
 Ketersediaan benang jahit bagi pasien sectio caesarea
 Angka kepuasaan pasien OBGYN dalam pelayanan di rumah sakit
c) Indikator Sasaran Keselamatan Pasien
 Ketepatan Identifikasi Pasien :Kepatuahan pelaksanaan prosedur identifikasi
pasien oleh petugas kesehatan
 Peningkatan Komunikasi yang Efektif : Kepatuhan pelaksanaan komunikasi
efektif verbal atau via telepon yang dilakukan readback dan verifikasi dalam 1x24
jam
 Peningkatan Keamanan obat yang perlu diwaspadai (High Alert Medication) :
Kepatuhanpelabelan obat high alert dan lasa pada saat dispensing obat dari
farmasi ke unit Perawatan Pasien
 Kepastian tepat lokasi,tepat prosedur dan tepat pasien operasi : Kepatuhan
Pengisian Format Check List Keselamatan Pasien Pada Pasien dengan Tindakan
Pembedahan Dengan Sedasi dan local Anestesi, dan Prosedur Diagnostik
Invasive
 Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan : Kepatuhan cuci tangan
 Pengurangan resiko pasien jatuh :Kejadian insiden pasien jatuh selama
perawatan rawat inap di rumah sakit
2) Indikator Mutu Unit Rumah Saklit
1. Laboratorium : Waktu lapor hasil tes kritis laboratorium
2. Radiologi : Kepatuhan Pengawasan harian hasil pemeriksaan imaging
3. BDRS : Ketepatan Penerimaan darah transfusi < 6 jam
4. IPSRS : Respon Time Genset Menyala Setelah Listrik Mati Dalam 10 Detik
5. Laundry : Kepatuhan petugas laudry menggunakan APD

27
6. Unit Kesehatan Lingkungan (IPAL) : Kepatuhan petugas pengelola limbah dalam
menggunakan APD
7. CSSD :
8. Rekam Medik : Kelengkapan pengisian rekam medik pasien rawat inap, ≤24 jam
setelah pasien pulang
9. Gas Medik (Kontrak) : Kepatuhan pihak vendor gas medik dalam supervisi
berkala setiap bulan
10. Farmasi : Kepatuhan Penggunaan Formularium Nasional
11. Rawat Jalan : Kecepatan waktu tunggu pasien rawat jalan
12. Rawat Inap ( Ruang anak (Teratai), Tulip, Sakura, Anggrek, VIP, Flamboyan) :
Kelengkapan Asesmen awal medis 1x24 jam setelah pasien masuk rumah sakit
13. ICU/ICCU : Kepatuhan pengisian pengkajian ulang keperawatan

b. Penetapan indikator area klinis, manajerial dan SKP yang akan dimonitoring
bersama Direksi dan Dewan pengawas
c. Penyusunan standarpencatatan, pengumpulan laporan, analisis, validasi, laporan
ke Direktur RS, feed back ke unit kerja, dan publikasi data.
d. Edukasi staf penanggung jawab pengumpul data
e. Pelaksanaan pengumpulan data
f. Validasi data indikator mutu area klinis
g. Analisis data indikator
h. Penyusunan laporan mutu ke Direktur
i. Feed back hasil mutu ke unit kerja
j. Pertemuan berkala dengan Komite PPI untuk membahas hasil
surveilance/indikator area klinis yang berkaitan dengan PPI

3. Keselamatan Pasien
a. Penyusunan sistem pencatatan dan pelaporan insiden keselamatan pasien (IKP).
b. Pencatatan dan pelaporan insiden keselamatan pasien
c. Risk grading
d. Investigasi dan analisis

4. Manajemen Risiko
Peningkatan mutu dan keselamatan Pasien dilakukan dengan menggunakan
pendekatan proaktif dalam melaksanakan manajemen risiko di semua unit Rumah
Sakit H.L
Manambal Abdulkadir .Analisis risiko merupakan proses untuk mengenali bahaya
(hazard) yang mungkin terjadi dan bagaimana potensi kegawatan dari bahaya
tersebut.

28
Langkah-langkah manajemen risiko :

a. Identifikasi Risiko

b. Menetapkan prioritas risiko

c. Analisis risiko

d. Pengelola risiko

e. Evaluasi

Langkah manajemen risiko seperti yang digambarkan di bawah ini :

Gambar 1. Alur Manajemen Risiko

Alat-alat manajemen risiko yang digunakan di Rumah Sakit H.L Manambal


Abdulkadir antara lain :

a. Non statistical tools : untuk mengembangkan ide, mengelompokkan,memprioritaskan


dan memberikan arah dalam pengambilan keputusan. Alat-alat tersebut meliputi
RCA dan FMEA

1) Root cause analysis (RCA)

29
Analisa akar masalah (RCA) dilakukan untuk melakukan identifikasi apabila
ditemukan permasalahan dalam pemenuhan indikator mutu dan manajerial serta
pengelolaan insiden .

Langkah-langkah melakukan RCA :

(a) Definisikan masalah

(b) Kumpulkan informasi

(c) Analisis informasi

(a) Tetapkan solusi

2) Failure Mode Effect Analysis (FMEA)

FMEA merupakan suatu alat mutu untuk mengkaji suatu prosedur secara rinci dan
mengenali model-model adanya kegagalan/kesalahan pada suatu prosedur,
melakukan penilaian terhadap tiap model kesalahan/kegagalan dan mencari
solusi dengan melakukan perubahan disain/ prosedur.

Proses mengurangi risiko dilakukan paling sedikit satu kali dalam setahun dan dibuat
dokumentasinya, dengan menggunakan FMEA (Failure Mode and Efect
Analysis). Proses yang dipilih adalah proses dengan risiko tinggi.
Delapan tahap FMEA :
(a) Pilih Proses yang berisiko tinggi dan Bentuk Tim
(b) Gambarkan Alur Proses
(c) Diskusikan Modus Kegagalan potensial dan Dampaknya
(d) Buat prioritas Modus Kegagalan yang akan diintervensi
(e) Identifikasi Akar Penyebab Modus Kegagalan
(f)Desain ulang proses / Re-desain Proses
(g) Analisa dan uji Proses baru
(h) Implementasi & Monitor Proses baru

b. Statistical tools seperti Diagram, lembar periksa (check list)

5. Monitoring dan Penilaian Kinerja

a. Penyusunan panduan penilaian kinerja

30
b. Monitoring dan penilaian kinerja

1) Kinerja RS

2) Unit Kerja

3) Pimpinan (Direksi, Manajer dan Supervisor)

4) Tenaga Medis

5) Tenaga Keperawatan

6) Tenaga kesehatan professional lain

7) Karyawan umum

6. Evaluasi kontrak dan perjanjian lainnya

a. Penyusunan Panduan kontrak dan perjanjian lainnya


b. Monitoring dan evaluasi kontrak dan perjanjian lainnya.

7. Pendidikan dan Pelatihan

a. Sasaran
1) Dewan pengawas
2) Direksi
3) Manajer dan Supervisor
4) KomitePMKP
5) Seluruh karyawan dan staf

b. Materi

1) Manajemen Risiko:
a) Risk grading danRoot cause analysis (RCA)
b) Failure Mode Effect Analysis (FMEA)
2) Keselamatan pasien
3) Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
4) Keselamatan Kerja, Kebakaran dan Kewaspadaan Bencana

31
8. Program PMKP di unit kerja

a. Penyusunan indikator mutu


b. Pencatatan dan pelaporan indikator mutu
c. Pencatatan dan pelaporan insiden dan Insiden Keselamatan Pasien
d. Penilaian kinerja unit

e. Penilaian individu staf

9. Pencatatan dan pelaporan

1) Pencatatan harian data indikator mutu


2) Rekapitulasi bulanan

3) Analisis
4) Rencana Tindak Lanjut.

10. Monitoring dan evaluasi kegiatan PMKP


1) Rapat Mutu Rutin
a) Rapat komite PMKP
b) Rapat dengan direksi

c) Rapat dengan unit terkait

2) Rapat Mutu Untuk Koordinasi Kegiatan


Rapat koordinasi kegiatan dilakukan sebelum melaksanakan kegiatan yang bukan
termasuk kegiatan rutin.

32
BAB VI
METODE

Peningkatan mutu adalah keseluruhan fungsi dan kegiatan yang harus


dilakukan untuk menjamin tercapainya sasaran rumah sakit dalam hal kualitas
jasa pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Peningkatan mutu pelayanan
pada dasarnya adalah peningkatan kualitas kerja dan proses kegiatan untuk
menciptakan kepuasan pelanggan yang dilakukan oleh setiap orang dari setiap
bagian di Rumah Sakit H.L Manambal Abdulkadir.
Pelaksanaan kegiatan program Peningkatan Mutu dan Keselamatan
Pasien (PMKP) di Rumah Sakit H.L Manambal Abdulkadir adalah meningkatkan
mutu secara keseluruhan dengan terus menerus mengurangi risiko terhadap
pasien dan staf baik dalam proses klinis maupun lingkungan fisik menggunakan
pendekatan siklus PDSA.
Peningkatan kualitas pelayanan Rumah Sakit H.L Manambal Abdulkadir
mengacu pada siklus pengendalian dengan memutar siklus “Plan - Do – Study –
Action” (P-D-S-A) atau dapat juga disingkat RELAKSASI (rencanakan-
laksanakan-periksa-aksi). Pola P-D-S-A ini dikenal sebagai “Siklus Shewart”,
karena pertama kali dikemukakan oleh Walter Sherwart beberapa puluh tahun
yang lalu.Namun dalam perkembangannya, metodologi analisis P-D-S-A lebih
sering disebut “Siklus Deming”.Hal ini karena Deming adalah orang yang
mempopulerkan penggunaannya dan memperluas penerapannya. Dengan nama
apapun itu disebut P-D-S-A adalah alat yang bermanfaat untuk melakukan
perbaikan secara terus menerus (continous improvement) tanpa berhenti.
Konsep P-D-S-A tersebut merupakan panduan bagi setiap unit untuk
proses perbaikan secara terus menerus tanpa berhenti tetapi meningkat ke
keadaan yang lebih baik dijalankan di seluruh bagian organisasi, seperti tampak
pada gambar 1.

33
Dalam gambar 1 tersebut, pengidentifikasian masalah yang akan dipecahkan dan
pencarian sebab-sebabnya serta penentuan tindakan koreksinya, harus selalu
didasarkan pada fakta. Hal ini dimaksudkan untuk menghindarkan adanya unsur
subyektivitas dan pengambilan keputusan yang terlalu cepat serta keputusan
yang bersifat emosional. Selain itu, untuk memudahkan identifikasi masalah yang
akandipecahkan dan sebagai patokan perbaikan selanjutnya perusahaan harus
menetapkan standar pelayanan.

A B
Pemecahan masalah

dan peningkatan
C D

A B
Standar
Pemecahan masalah
dan
C D peningkatan

Standar

Gambar 2. Siklus dan proses Peningkatan PDCA

Identifikasi masalah dapat dilakukan dengan mengambarkan diagram sebab akibat


atau “diagram tulang ikan” (fish-bone). Diagram tulang ikan adalah alat untuk
mengambarkan penyebab-penyebab suatu masalah secara rinci. Diagram
tersebut memfasilitasi proses identifikasi masalah sebagai langkah awal untuk
menentukan focus perbaikan, mengembangkan ide pengumpulan data,
mengenali penyebab terjadinya masalah dan menganalisa masalah tersebut.
Diagram tulang ikan diperlihatkan pada gambar 2.

34
Materia Method
ls s Machines

Problem

Measuremen
tss Environtments People

Time

Gambar 3. Diagram Tulang Ikan

Langkah-langkah mengambarkan diagram tulang ikan :

1. Masalah yang kan dianlisa diletakkan disebelah kanan (kepala tulang ikan)

2. Komponen struktur dan proses masalah diletakkan pada sirip ikan (manusia,
mesin/peralatan, metode, material, lingkungan)
3. Kemudian dilakukan diskusi untuk menganalisa penyebab masalah pada setiap
kompenen strktur dan proses tersebut.
Hubungan pengendalian kualitas pelayanan dengan peningkatan perbaikan
berdasarkan siklus P-D-S-A diperlihatkan dalam gambar 3. Pengendalian kualitas
berdasarkan siklus P-D-C-A hanya dapat berfungsi jika informasi berjalan dengan
baik dan siklus tersebut dapat dijabarkan dalam enam langkah seperti
diperlihatkan dalam gambar 3

35
Plan Do Study Action

Follow Up

Corective

Action

Improvement

Gambar 4. Hubungan pengendalian kualitas pelayanan dengan peningkatanperbaikan


berdasarkan siklus P-D-S-A

Actio Pla
n n

(6)
(1)
Mengambil
Menentukan tujuan
(6) tindakan dengan dan sasaran

Mengambiltepattindakan
dengan tepat (2)

Menetapkan Metode untuk mencapai tujuan

(3)
(
5
) Menyelenggarakan
Memeriksa akibat pendidikan dan latihan
pelaksanaan
(4)
Melaksanakan

36
pekerjaan

Study Do

Gambar 5. Siklus PDSA

Keenam langkah P-D-S-A yang terdapat dalam gambar 4 di atas dapat dijelaskan
sebagai berikut :

1. Langkah 1. Menentukan tujuan dan sasaran → Plan

Tujuan dan sasaran yang akan dicapai didasarkan pada kebijakan yang
ditetapkan. Penetapan sasaran tersebut ditentukan oleh Direktur RS dan jajaran
manajer.Penetapan sasaran tersebut didasarkan pada data pendukung dan
analisis informasi.
Sasaran ditetapkan secara konkret dalam bentuk angka, harus pula
diungkapkan dengan maksud tertentu dan disebarkan kepada semua
karyawan.Semakin rendah tingkat karyawan yang hendak dicapai oleh
penyebaran kebijakan dan tujuan, semakin rinci informasi.

2. Langkah 2. Menentukan metode untuk mecapai tujuan → Plan

Penetapan tujuan dan sasaran dengan tempat belum tentu akan berhasil
dicapai tanpa disertai metode yang tepat untuk mempercayainya. Metode yang
ditetapkan harus rasional, berlaku untuk semua karyawan dan tidak menyulitkan
karyawan untuk menggunakannya. Oleh karena itu dalam menetapkan metode
yang akan digunakan perlu pula diikuti dengan penetapan standar kerja yang
dapat diterima dan dimengerti oleh semua karyawan.

3. Langkah 3. Menyelenggarakan pendidikan dan latihan →Do

Metode untuk mencapai tujuan yang dibuat dalam bentuk standar kerja. Agar
dapat dipahami oleh semua petugas terkait, dilakukan program pelatihan para
karyawan untuk memahami standart kerja dan program yang ditetapkan.

4. Langkah 4. Melaksanakan pekerjaan → Do


Dalam pelaksanaan pekerjaan, selalu terkait dengan kondisi yang dihadapi
dan standar kerja mungkin tidak dapat mengikuti kondisi yang selalu dapat
berubah. Oleh karena itu, keterampilan dan pengalaman para karyawan dapat

37
dijadikan modal dasar untuk mengatasi masalah yang timbul dalam pelaksanaan
pekerjaan karena ketidaksempurnaan standar kerja yang telah ditetapkan.

5. Langkah 5 : Memeriksa akibat pelaksanaan → Study

Manajer atau atasan perlu memeriksa apakah pekerjaan dilaksanakan


dengan baik atau tidak.Jika segala sesuatu telah sesuai dengan tujuan yang
telah ditetapkan dan mengikuti standar kerja, tidak berarti pemeriksaan dapat
diabaikan. Hal yang harus disampaikan kepada karyawan adalah atas dasar apa
pemeriksaan itu dilakukan. Agar dapat dibedakan manakah penyimpangan dan
manakah yang bukan penyimpangan, maka kebijakan dasar, tujuan, metode
(standar kerja) dan pendidikan harus dipahami dengan jelas baik oleh kerayawan
maupun oleh manajer.Untuk mengetahui penyimpangan, dapat diliha dari akibat
yang timbul dari pelaksanaan pekerjaan dan setelah itu dapat dilihat dari
penyebabnya.

6. Langkah 6 : Mengambil tindakan yang tepat → Action

Pemeriksaan melalui akibat yang ditimbulkan bertujuan untuk menemukan


penyimpangan.Jika penyimpangan telah ditemukan, maka penyebab timbulnya
penyimpangan harus ditemukan untuk mengambil tindakan yang tepat agar tidak
terulang lagi penyimpangan.Menyingkirkan factor-faktor penyebab yang telah
mengakibatkan penyimpangan merupakan konsepsi yang penting dalam
pengendalian kualitas pelayanan.
Konsep PDSA dengan keenam langkah tersebut merupakan sistem yang
efektif untuk meningkatkan kualitas pelayanan. Untuk mencapai kualitas
pelayanan yang akan dicapai diperlukan partisipasi semua karyawan, semua
bagian dan semua proses. Partisipasi semua karyawan dalam pengendalian
kualitas pelayanan diperlukan kesungguhan, yaitu sikap yang menolak adanya
tujuan yang semata-mata hanya berguna bagi diri sendiri atau menolak cara
berfikir dan berbuat yang semata-mata bersifat pragmatis.Dalam sikap
kesungguhan tersebut yang dipentingkan bukan hanya sasaran yang akan
dicapai, melainkan juga cara bertindak seseorang untuk mencapai sasaran
tersebut.
Partisipasi semua pihak dalam pengendalian kualitas pelayanan mencakup
semua jenis kelompok karyawan yang secara bersama-sama merasa
bertanggung jawab atas kualitas pelayanan dalam kelompoknya. Partisipasi
semua proses dalam pengendalian kualitas pelayanan dimaksudkan adalah
pengendalian tidak hanya terhadap output, tetapi terhadap hasil setiap proses.
Proses pelayanan akan menhasilkan suatu pelayanan berkualitas tinggi, hanya

38
mungkin dapat dicapai jika terdapat pengendalian kualitas dalam setiap tahapan
dari proses. Dimana dalam setiap tahapan proses dapat dijamin adanya
keterpaduan, kerjasama yang baik antara kelompok karyawan dengan
manajemen, sebagai tanggung jawab bersama untuk menghasilkan kualitas hasil
kerja dari kelompok, sebagai mata rantai dari suatu proses.
Dalam proses peningkatan mutu dan keselamatan pasien di Rumah Sakit H.L
Manambal Abdulkadir, pendekatanPDSA yang dijalankan meliputi:
1. Memimpin dan merencanakan program PMKP (plan)
2. Merancang proses klinis dan manajerial yang baru dengan baik(plan).
3. Mengukur seberapa baiknya proses berjalan melalui pengumpulan data (do).
4. Menganalisis dan validasi data (study).
5. Menerapkandan mempertahankan perubahan yang ditimbulkan dalam proses
peningkatkan mutu(action).
6. Mempublikasi data pencapaian peningkatan mutu dan keselamatan
pasien(action).

39
BAB VII
PENCATATAN DAN PELAPORAN

1. Direktur menunjuk pimpinan-pimpinan unit kerja (supervisor/manajer) sebagai


Penanggung Jawab dalam mengelola data PMKP sesuai keterkaitannya dan
peran sertanya didalam program PMKP.
2. Penanggung jawab melakukan pemilihan (termasuk pembuatan profil indikator),
pengumpulan dan pencatatan (termasuk sensus harian indikator mutu),
pelaporan (termasuk pelaporan Insiden Keselamatan Pasien) berkala setiap
bulanke Direktur melalui KomitePMKP serta melakukan evaluasi dan tindak lanjut
rekomendasi perbaikan dari Komite PMKP.
3. Komite PMKP mendapatkan laporan data kegiatan PMKP dari unit kerja.
4. Penanggung jawabdata dan champion bersamaKomitePMKP melakukan analisa
dan validasi data PMKP setiap periode.
5. Komite PPI melaporkan kegiatannya (termasuk rekomendasi) ke Komite PMKP
setiap periode (maksimal satu bulan sekali).
6. Komite K3 melaporkan kegiatannya (termasuk rekomendasi) ke Komite PMKP
setiap periode (maksimal satu bulan sekali).
7. Komite PMKP melaporkan program (termasuk rekomendasi) ke Direktur setiap
periode (maksimal tiga bulan sekali).
8. Alur laporan data indikator mutu : unit kerja  Komite PMKP  Direktur Utama
9. Feed back data hasil analisa indikator mutu : Komite PMKPDirekturUtama unit
kerja
10. Alur laporan insiden keselamatan pasien (IKP) : unit kerja Komite PMKP
Direktur RS
11. Feedback laporan insiden keselamatan pasien: Komite PMKPDirekturunit
kerja
12. Direktur Utama melaporkan pelaksanaan program dan rekomendasi PMKP ke
Pemerintah Provinsi setiap tahun.
13. Direktur Utama menindaklanjuti laporan kegiatan PMKP dari Komite PMKP serta
masukan dari Pemerintah provinsi.
14. Evaluasi kegiatan PMKP dilakukan setiap satu bulan sekali melalui rapat Pleno
seluruh bagian kegiatan PMKP.
15. Hasil kegiatan program PMKP diinformasikan/disosialisasikan melalui rapat-rapat
dan atau media cetak (brosur, pamflet, leaflet, banner) dan elektronik (SIM-RS,
website) di Rumah Sakit.

40
BAB VIII
MONITORING DAN EVALUASI

1. Seluruh jajaran manajemen Rumah Sakit H.L Manambal Abdulkadir secara


berkala melakukan monitoring dan evaluasi program PMKP yang dikoordinasikan
oleh Komite PMKP Rumah Sakit H.L Manambal Abdulkadir.
2. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi program PMKP:
a. Level unit kerja dilakukan setiap hari menyesuaikan masing-masing unit
b. Level antar-unit kerja dilakukan oleh supervisor dalam Forum Laporan Pagi
(morning meeting) setiap hari Senin-Jumat jam 07.30 WIB sampai selesai
c. Level manajer dilakukan dalam forum Rapat Pelayanan Medik setiap hari
Sabtu jam 07.30 WIB sampai selesai
d. Level direksi-manajer dilakukan dalam forum Rapat Struktural setiap tiga
bulan sekali
3. Komite PMKP Rumah Sakit H.L Manambal Abdulkadir secara berkala paling lama
dua tahun melakukan evaluasi pedoman, kebijakan dan prosedur yang
dipergunakan di Rumah Sakit H.L Manambal Abdulkadir
4. Komite PMKP Rumah Sakit H.L Manambal Abdulkadir melakukan evaluasi
kegiatan setiap bulan dan membuat tindak lanjutnya
5. Komite PMKP Rumah Sakit H.L Manambal Abdulkadir melakukan analisis
pemenuhan indikator setiap tiga bulan dan membuat tindak lanjutnya (laporan
triwulan)
6. Audit internal dilakukan oleh assesor internal Rumah Sakit H.L Manambal
Abdulkadir
7. Audit eksternal dilakukan oleh auditor eksternal dalam hal ini adalah Komite
Akreditasi Rumah Sakit (KARS) dan/atau auditor lain (misalnya Badan Mutu
Kesehatan Propinsi NTB, Badan Pengawas RS Propinsi NTB).

41
BAB IX
PENUTUP

Program PMKP merupakan kegiatan Peningkatan Mutu yang berjalan


secara berkesinambungan dan berkelanjutan. Buku Pedoman PMKP akan di
review secara berkala, paling lambat 3 tahun sekali
Demikian buku Pedoman Upaya Peningkatan Mutu dari Rumah Sakit H.L
Manambal Abdulkadir, semoga dapat menjadi pegangan bagi seluruh staf Rumah
Sakit H.L Manambal Abdulkadir untuk mewujudkan keselamatan baik bagi
pasien, keluarga pasien, tenaga medis dan paramedis, lingkungan serta setiap
pihak yang berinteraksi di Rumah Sakit H.L Manambal Abdulkadir. Semoga
usaha Rumah Sakit H.L Manambal Abdulkadir ini dinilai ibadah di sisi Allah SWT.

42

Вам также может понравиться