Вы находитесь на странице: 1из 8

LAPORAN HASIL

PRAKTIKUM UJI VIROLOGIS PADA AYAM BURAS DARI PASAR PABEAN


SURABAYA DENGAN INOKULASI SUSPENSI ORGAN PADA TELUR AYAM
BEREMBRIO (TAB)

DEPARTEMEN MIKROBIOLOGI VETERINER


LAB VIROLOGI

Oleh :
Muhammad Hanif S.KH (061723143127)
Pribadi Muhammad Y. S.KH (061723143081)
R.A. Diah Ratu K.E S.KH (061723143052)
Reni Ramadhani S.KH (061723143126)
Ratna Fatmalasari S.KH (061723143124)
Qadrina Ayu B. S.KH (061723143117)

PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN


GELOMBANG XXX KELOMPOK 8
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2018
I. Anamnesa:

- Ayam dibeli dari pasar pasar pabean surabaya umur sekitar 60 hari.

- Ayam Buras berkelamin jantan.

- Pedagang membeli ayam dari distributor.

II. Gejala Klinis:

- Berak tampak normal

- Bulu tidak rontok dan tidak kusam

- Ayam nampak kurus dan sedikit lemas

- Nafsu makan kurang

III. Patologi Anatomi:

- Saluran pencernaan : pada usus tampak normal.

- Saluran pernafasan : organ pulmo dan trakhea tampak baik tidak ada

perubahan.

- Organ Limpa : tampak normal.

- Organ : tampak normal.

IV. Diagnosa sementara: New Castle Disease (ND).

V. Isolasi:

Sebelum TAB di inokulasikan, harus dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu untuk

mengetahui apakah embrio dalam TAB masih hidup. Hal ini dilakukan dengan cara
candling. Pada embrio yang masih hidup tampak embrio bergerak dan pembuluh darah

terlihat jelas, sedangkan pada embrio yang mati pembuluh darah tidak tampak dengan

jelas. Untuk dapat diinokulsikan virus harus dalam bentuk cairan oleh karena itu bahan

pemeriksaan yang berupa jaringan tubuh harus digerus terlebih dahulu dan supernatannya

digunakan sebagai suspensi virus.

A. Pembuatan suspensi virus

Pembuatan suspensi virus membutuhan beberapa organ yang akan diamati. Pada

Ayam sebanyak 5 organ yaitu caeca tonsil, pulmo, trakea, limpa, proventrikulus serta

sampel darah.

Alat dan Bahan:

1. Organ yang akan diamati yaitu caeca tonsil, pulmo, trakea, limpa, dan

proventrikulus

2. Larutan PZ

3. Antibiotik Streptomycin Sulfate dan antibiotik Penicillin-G

4. Pasir kuarsa

5. Cawan petri

6. Mortal dan gerusan mortal

7. Centrifuge

8. Tabung reaksi

9. Gunting dan pinset

Cara kerja:
1. Organ yang akan diamati disiapkan terlebih dahulu, kemudian masing-masing

organ diukur masa sebesar 0,5 g.

2. Disiapkan larutan PZ yang telah diberikan antibiotik Streptomycin Sulfate dan

Penicillin-G.

3. Organ yang telah disiapkan selanjutnya digerus dengan menggunakan mortal.

Dalam proses penggerusan organ dapat ditambahkan dengan pasir kuarsa agar

mempermudah dalam penggerusan.

4. Hasil gerusan organ yang telah disiapkan ditambahkan larutan PZ dan

Streptomycin Sulfate sebanyak 1,25 ml dan Penicillin-G sebanyak 0,85 ml

(1000-5000 IU). Dengan Selanjutnya hasil gerusan tersebut dipindahkan

kedalam tabung reaksi.

5. Tabung reaksi yang telah berisi gerusan organ, larutan PZ dan Streptomycin

Sulfate dan Penicillin-G selanjutnya dicentrifuge dengan kecepatan 800 rpm

selama 20 menit.

6. Hasil centrifuge yang berupa supernatan atau suspensi virus.

B. Inokulasi pada cairan alantois

Umur TAB yang digunakan dalam kegiatan ini berkisar 8 – 10 hari.

Cara kerja:

1. Dengan bantuan peneropong (candling) diberikan tanda batas dengan pensil

antara ruangan hawa dan isi telur.

2. Membuat lubang dengan paku pada kulit telur pada daerah ruang hawa (±3-5

mm dari tanda batas ruang hawa).


3. Melalui lubang paku dimasukkan jarum spuit sedalam ±1 cm sejajar dengan

sumbu panjang telur.

4. Suspensi virus disuntikan sebanyak 0,2 ml.

5. Setelah disuntik lubang paku ditutup dengan selotip.

6. Telur diinkubasi pada suhu 37OC selama 48 jam dengan posisi ruang hawa

sebelah atas.

7. Pengamatan dilakukan setiap hari selama 5 hari, jika telur mati telur dimasukkan

kedalam kulkas.

8. Pada hari ke-empat semua telur dimasukkan kedalam kulkas untuk selanjutnya

dilakukan pengamatan.

9. Pada hari ke-lima dilakukan pemecahan pada telur pada daerah ruang hawa dan

lakukan pengujian terhadap cairan alantois atau perhatikan adanya perubahan

pada embrio.

VI. Identifikasi:

 Uji HA

1. Menyiapkan sampel dari TAB yang ingin di identifikasi. Pada bagian ruang

hawa TAB dipecah dengan menggunakan gunting. Cairan alantois tersebut dapat

langsung digunakan sebagai antigen.

2. PZ diteteskan pada semua well sebanyak 25 µl.

3. Antigen dari cairan alantois diteteskan sebanyak 25 µl pada well pertama, lalu

diencerkan ke seluruh well.


4. Suspensi eritrosit dengan konsentrasi 0,5% diteteskan sebanyak 50 µl pada

seluruh well.

5. Goyang-goyangkan microplate tersebut.

6. Plate didiamkan selama 15 menit. Amati perubahan adanya hemaglutinasi.

Hasil:

Hasil uji HA yang didapatkan dari organ caeca tonsil, pulmo, trakea, limpa, dan

proventrikulus pada ayam menunjukkan reaksi negatif.

Hal ini ditunjukkan dengan adanya pengendapan pada dasaran sumur mikroplate.

Ketika mikroplate dimiringkan endapan tersebut akan mengalir (bentukan teardrop).

Hal tersebut menunjukkan bahwa sampel ayam tidak terinfeksi atau tidak terdapat

virus yang dapat mengaglutinasi eritrosit.

 Uji HI:

1. PZ diteteskan pada semua well sebanyak 25 µl.

2. Antibodi berupa serum (ayam 2) diteteskan sebanyak 25 µl pada well pertama

kemudian encerkan sampai pada well ke 11. Lalu pada well ke 12 dibuang.

3. Teteskan antigen ND 4HAU pada semua well.

4. Inkubasi selama 15 menit dengan suhu ruangan.


5. Eritrosit diteteskan sebanyak 50 µl pada semua well.

6. Inkubasi selama 30 menit.

Hasil: Didapatkan titer antibodi bernilai negatif.

VII. Pembahasan :

1. Pada uji HA, hasil negatif ditandai dengan tidak terjadinya aglutinasi pada

mikroplate. Diduga terjadi karena adanya virus namun tidak mengandung

hemaglutinin dan kemungkinan ke dua tidak ada virus yang menginfeksi atau ayam

sehat

2. Pada uji HI, hasil negatif ditandai dengan tidak terjadinya hambatan aglutinasi pada

mikroplate. Diduga terjadi terjadi karena adanya Antigen yang diujikan tidak

homolog dengan serum yang diuji. Selain itu ayam masih dalam tahap awal infeksi

hal ini dapat dilihat dari hasil uji HA positif. Kemungkinan selanjutnya terdapat

kesalahan dalam teknis pengerjaan (human error) yang menyebabkan lisisnya eritrosit

yang dipakai sehingga hasil pada kotrol tidak terbaca. Faktor lain yang dapat

mempengaruhi terjadinya lisis eritrosit adalah karena faktor pencucian pada

mikroplate yang kurang bersih, sehingga masih terdapat bahan kimia yang

menempelkan pada wadah, sehingga berekasi dengan eritrosit.


3. Penyebab kematian TAB dapat terjadi karena kontaminasi dengan bakteri yang

masuk didalam TAB. Selain itu faktor keseregaman kualitas telur yang digunakan

pada TAB berbeda beda.

VIII. Kesimpulan :

Berdasarkan hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa sampel ayam tersebut sehat.

Вам также может понравиться