Вы находитесь на странице: 1из 16

Refleksi Kasus Desember 2018

“TERAPI CAIRAN INTRAOPERATIFPADA PASIEN


SECTIO CAESSARIA ATAS INDIKASI IMPENDING
EKLAMSIA +HISTEREKTOMI”

Disusun Oleh:
Riselena Alyssa Amadea
N 111 16 004

Pembimbing Klinik:
dr. SALSIAH HASAN, Sp.An, KIC

DEPARTEMEN ILMU ANASTESI DAN TERAPI INTENSIF


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2018
BAB I
PENDAHULUAN

Cairan merupakan salah satu bagian utama dalam tubuh manusia dengan
distribusi sebesar 60% dari berat badan dibandingkan dengan zat padat yaitu 40%
dari berat badan. Jumlah total cairan tubuh seseorang bervariasi antara 55-70%
dari berat badannya. Variasi ini tergantung dari banyaknya lemak yang dikandung
tubuhnya.Semakin gemuk seseorang semakin kurang air yang dikandungnya,
sebab lemak kurang mengandung air.Rata-rata kandungan air pada laki-laki
sebesar 60% berat badan sedangkan pada perempuan sebesar 55% berat badan
Zat cair (60%) terdiri dari cairan intrasel 40% berat badan, cairan ekstrasel
20% berat badan, dan cairan transelular 1-3% berat badan. Cairan ekstrasel dibagi
lagi menjadi cairan intravascular dan cairan interstisial. Pada bayi cairan jumlah
ekstrasel lebih besar dari intrasel. Perbandingan ini akan berubah sesuai dengan
perkembangan tubuh, sehingga pada dewasa cairan intrasel 2 kali cairan ekstrasel.
1. Cairan Intrasel
Merupakan cairan yang terkandung didalam sel.
2. Cairan Ekstrasel
Merupakan cairan yang berada diluar sel. Jumlah relative cairan ekstraseluler
berkurang seiring usia. Ia dibagi menjadi:

- Cairan Intravaskular
Cairan yang terkandung dalam pembuluh darah. Rata-rata volume darah orang
dewasa sekitar 5-6 liter dimana 3 liternya merupakan plasma dan sisanya terdiri
dari eritrosit, leukosit dan trombosit.

- Cairan Interstisial
Cairan yang mengelilingi sel, rata-rata volumenya adalah 11-12 liter pada
orang dewasa. Cairan limfe juga termasuk dalam kategori ini.

1
- Cairan Transeluler
Merupakan cairan yang terkandung di antara rongga tubuh tertentu seperti
serebrospinal, perikordial, pleura, sendi synovial, intraocular, dan sekresi saluran
pencernaan.
Terapi cairan perioperatif mencakup penggantian kehilangan cairan
ataudefisiensi cairan yang ada sebelumnya, dan kehilangan darah pada tindakan
bedahseperti pada sebelum tindakan pembedahan, selama, dan pasca
pembedahan.Tujuan dari pemberian cairan selama operasi adalah sebagai
koreksikehilangan cairan melalui luka operasi, mengganti perdarahan dan
mengganticairan yang hilang melalui organ eksresi.Idealnya, perdarahan
seharusnyadiatasi dengan penggantian cairan dengan kristaloid atau koloid untuk
menjaga volume intravascular (normovolemia) sehingga resiko terjadinya anemia
dapat diatasi.

Histerektomi merupakan suatu tindakan penanganan untuk mengatasi


kelainan atau gangguan organ atau fungsi reproduksi yang terjadi pada wanita.
Dengan demikian, tindakan ini merupakan keputusan akhir dari penanganan
kelainan atau gangguan berdasarkan hasil pemeriksaan dokter.
Sehingga laporan kasus ini bertujuan untuk membahas mengenai terapi
cairan intraoperatif pada pasien dengan tindakan histerektomi.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 IDENTITAS PASIEN


1. Nama : Ny . I
2. Jenis Kelamin : Perempuan
3. Usia : 38 Tahun
4. Berat Badan : 60 kg
5. Agama : Kristen
6. Pekerjaan : IRT
7. Alamat : BTN Pengawu
8. Tanggal Operasi : 27 / 11/ 2018
9. Anestesiologi : dr. Ajutor Donny. T, Sp.An
10. Ahli Bedah : dr. Abdul Faris, Sp.OG, M.Kes

2.2 ANAMNESIS (Subjektif) (S)


 Keluhan Utama : Nyeri perut tembus belakang
 Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien G4P2A1 masuk RS dengan keluhan nyeri pada perut
tembus belakang yang dirasakan sejak +8 jam SMRS. Keluhan
dirasakan semakin memberat dengan adanya keluhan nyeri kepala (+),
mual (+), nyeri uluh hati (+). Pasien mengeluh awalnya nyeri pada perut
bagian bawah kemudian berpindah sampai kebagian belakang. Buang
air kecil sering dengan volume sedikit. Demam (-), batuk (-) sesak (-
).Buang air besar (BAB) lancar seperti biasa.
 Riwayat AMPLE
o A (Alergy) : Tidak didapatkan Alergi terhadap obat, asma (-)

3
o M (Medication) : tidak sedang menggunakan pengobatan tertentu
o P (Past History of Medication) : Riwayat DM (-), HT (-), icterus (-),
riwayat penggunaan obat-obat (-).
o L (Last Meal) : Pasien terakhir makan pukul 08,00 pagi sebelum
operasi, mual (+), muntah (-)
o E (Elicit History) : Nyeri perut bawah diserti nyeri kepala yang
semakin memberat SMRS

2.3 Pemeriksaan Fisik Pre Operasi(Objektif) (O)


B1 ( Breath) : Airway paten, nafas spontan, reguler, simetris, RR
18x/m, pernapasan cuping hidung (-), snoring (-),
stridor (-), buka mulut lebih 3 jari, Mallampati score
class I. Auskultasi : Suara napas bronchovesiculer,
rhonki (-/-), wheezing (-/-)
B2 (Blood) : Akral hangat, nadi reguler kuat angkat, frek 94x/m,
CRT 2” , TD: 170/120 mmHg, ictus cordis teraba di
SIC 5, S1-S2 reguler, murmur (-) gallop (-)
B3 ( Brain) : Composmentis, GCS 15, refleks cahaya +/+
B4 (Bladder) : BAK : kateter (+), BAB biasa
B5 (Bowel) :cembung (+) Leopold :
Leopold 1 : TFU 27 cm, Leopold 2 : Punggung
kanan, Leopold 3 : Presentase Kepala, Leopold 4 :
U
B6 (Bone) :Nyeri (-), krepitasi (-) morbilitas (-), ekstremitas
deformitas (-)

2.4 Pemeriksaan Penunjang(Objektif) (O)


Pemeriksaan Lab
Darah : RBC :4,4 106/mm3 WBC :19,2103/mm3
HB : 12,1 g/dl HCT : 34,9 %
3 3
PLT : 225 10 /mm HBsAg: non reaktif
GDS : 105 mg/dl Urinalisis : Protein ++
Usg : Gravid tunggal intrauterine, DJJ (+) 154x/m, letak kepala

4
Estimasi usia kehamilan 32 minggu 3 hari
Estimasi berat janin 1898 gr

2.5 DIAGNOSIS (Assesment) (A)


 Ps. ASA II E : pasien penyakit bedah disertai dengan penyakit sistemik
ringan sampai sedang dengan status emergensi.
 G4 P2 A1 Gravid 31-32 Minggu + Impending Eklamsia
2.6 PERSIAPAN PRE OPERATIF (Planning) (P)
 Di Ruangan
- Surat persetujuan operasi (+), surat persetujuan tindakan anestesi
(+)
- Persiapan Whoole blood (+) 2 bag
- IVFD RL 500 ml+ MgSO4 40% 26 tpm
- Persiapan Anestesi Regional
- Teknik anestesi, Sub Arachnoid Block(Spinal)
- Persiapan Tindakan Operatif Sectio Caessaria
2.7 DURANTE OPERATIF
 Di Kamar Operasi
o Assistant yang terlatih
o Jarum Spinal, Bupivakain
o STATICS: Scope → stetoskop, laringoskop
Tubes → ETT (cuffed) size 7,0 mm
Airway → orotracheal airway
Tape → plester untuk fiksasi
Introducer → untuk memandu agar pipa ETT mudah dimasukkan
Connector → penyambung antara pipa dan ventilator
Suction → memastikan tidak ada kerusakan pada alat suction
o Peralatan monitor : tekanan darah, nadi, oksimetri berdenyut, dan
EKG.

5
o Peralatan resusitasi dan obat-obatan emergensi : sulfas atrofin,
lidokain, adrenalin, dan efedrin.

 Laporan Anestesi Durante Operatif


 Jenis anestesi : Anestesi Regional
 Teknik anestesi : Sub Arachnoid Block
 Obat : Bupivakain
 Lama anestesi : 13.40 – (-)
 Lama operasi : 13.45 – 17.00 (3 jam 15 menit)
 Posisi : Supinasi
 Infus :1 line di tangan kiri dan 1 line ditangan
kanan
 Prainduksi :
TD : 160/100 mmHg
N : 94 x/menit
S : 36,7 C
R : 22 x/menit
- Ranitidin 50 mg ( 13.35 Wita)
- Ondansentron 4 mg ( 13.35 Wita)
 Induksi :
Bupivakain ( 13. 40 Wita)
 IntraOperasi :
- Propofol 70 mg ( 14.05 Wita)
- Asam Tranexamat 500 mg ( 14.25 Wita)
- Dexamethasone 2 mg ( 15.05 Wita)
- Ergometrin 0,2 mg ( 13.55 Wita)
- Oxitocyn 10 IU ( 13.55 Wita)
- Metronidazole 500 mg ( 14.40 Wita)
- Midazolam 5 mg ( 14.10 Wita)

6
Keterangan:
: Mulai anestesi
: Mulai operasi
: Operasi selesai

 Cairan
 Pemberian Cairan:
o Cairan masuk :
Pre-operatif kristaloid RL 500 cc
Durante operatif :Kristaloid RL 2200 cc + NaCl 0,9% 500 cc +
WB 700 cc
Total input cairan : 3.400 cc
o Cairan keluar :
Perdarahan :
kasa 4x4 (20 buah) 15 x 20 = 300 cc

7
Kasa lipat (2 buah )  150 x 2= 300 cc
Tabung suction + 900 cc

Urin : ± 100 cc

Total output cairan : Perdarahan 1.500 cc, Urin± 100 cc


1.7 Post Operatif
1. Nadi, pernapasan, aktivitas motorik.
2. Memasang O2 2 L/menit nasal kanul.
3. Analgetik.
o Nadi : 88 x/menit
o RR: 22 x/menit
o TD: 130/80
o VAS Score: 6
4. Skor pemulihan pasca anestesi:
 Bromage Score
o Dapat mengangkat tungkai bawah : 0
o Tidak dapat menekuk lutut tapi dapat mengangkat kaki : 1
o Tidak dapat mengangkat kaki tetapi dapat menekuk lutut : 2
o Tidak dapat mengangkat kaki sama sekali : 3
o Keterangan : Pasien dapat dipindah ke bangsal jika skor kurang
dari 2, akan tetapi pada pasien setelah selesai operasi langsung
dimasukkan ke ICU untuk pemantauan lebih lanjut.
 Alderete Score
o Aktivitas = Dua ekstremitas tidak dapat digerakkan (0)
o Respirasi = Dangkal namun pertukaran udara adekuat (1)
o Sirkulasi = TD ± 20% dari nilai pre anestesi (2)
o Kesadaran = sadar, siaga, orientasi (2)
o Warna kulit = pucat (1)
o Skor Pasien (6): pasien ACC dipindahkan ke ICU.

8
BAB III
PEMBAHASAN

Sebelum dilakukan operasi, pasien diperiksa terlebih dahulu, meliputi


anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang untuk menentukan status
fisik (ASA), serta ditentukan rencana jenis anestesi yang akan dilakukan. Yaitu
general anestesi dengan intubasi.

Berdasarkan hasil pra operatif tersebut, maka dapat disimpulkan status


fisik pasien pra anestesi. American Society of Anesthesiologist (ASA) membuat
klasifikasi status fisik pra anestesia menjadi 5 kelas, yaitu :

ASA I : pasien penyakit bedah tanpa disertai penyakit sistemik

ASA II : pasien penyakit bedah disertai dengan penyakit sistemik ringan sampai
sedang.

ASA III : pasien penyakit bedah disertai dnegan penyakit sistemik berat yang
disebabkan oleh berbagai penyebab tetapi tidak mengancam jiwa.

ASA IV : pasien penyakit bedah disertai dengan penyakit sistemik berat yang
secara langsung mengancam kehidupnnya.

ASA V pasien penyakit bedah yang disertai dengan penyakit sistemik berat yang
sudah tidak mungkin ditolong lagi, dioperassi ataupun tidak selama 24 jam
passien akan meninggal.

ASA VI Pasien yang didiagnosis mati otak yang organ tubuhnya di keluarkan
untuk tujuan donor

Pada kasus ini, pasien perempuan usia 38 tahun dengan diagnosis G4P2A1
Gravid 32-33 minggu + Impending Eklamsia dengan rencana tindakan Sectio
Caessaria. Setelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan

9
penunjang didapatkan pasien mengeluhkan nyeri kepala sejak mengalami
kehamilan, dengan tekanan darah 170/120 mmHg, serta hasil pemeriksaan
urinalisis yaitu adanya protein (++), maka disimpulkan keadaan umum pasien
tergolong dalam status fisik ASA II (E) karena pasien dilakukan operasi cito, E
yang berarti emergensi.

Pada pasien ini, pilihan anestesi yang dilakukan adalah jenis regional
anastesi. Adapun indikasi dilakukan regional anastesi adalah karena operasi
dilakukan pada daerah perut.

Secara umum indikasi bagi pelaksanaan anastesi regional adalah :5


a. Operasi pada bagian daerah perut (bawah), perineum
b. Operasu daerah ekstremitas bawah
Luas daerah teranestesi, tergantung dari:
a. Dosis
b. Volume
c. Kecepatan penyuntikan
d. Tempat penyuntikan
e. Panjang columna vertebralis

Kontra indikasi pelaksanaan anestesi regional adalah:

a. Penderita hipoksia, hipovolemi


b. Anemia berat, dehidrasi
c. Penyakit neurologis
d. Sering head-ache
e. Infeksi tempat suntikan
Pada pasien ini, sebelumnya telah dilakukan informed consent terkait
tindakan yang akan diberikan beserta konsekuensinya. Kemudian pemeriksaan
fisik. Pemeriksaan lain yang perlu dilakukan adalah pemeriksaan hematologi
untuk mengetahui ada tidaknya gangguan perdarahan. Pada pasien ini,
pemeriksaan fisik ataupun laboraturium tidak menunjukkan adanya gangguan
yang dapat menjadi kontraindikasi dilakukannya tindakan.

10
Pada kasus ini pasien dipuasakan hanya kurang lebih 2 jam sebelum
dilakukan operasi, hal ini dikarenakan operasi yang bersifat emergensi yang
apabila menilik pada teori bahwa sebelum dilakukan operasi lebih baiknya pasien
dipuasakan selama 10 jam. Tujuan puasa untuk mencegah terjadinya aspirasi isi
lambung karena regurgitasi atau muntah pada saat dilakukannya tindakan anestesi
akibat efek samping dari obat-obat anastesi yang diberikan sehingga refleks laring
mengalami penurunan selama anestesia.

Adapun tindakan terapi cairan yang dilakukan pada pasien ini yaitu
sebagai berikut :

 Terapi Cairan
 BB : 60 Kg
 EBV : 65 cc/kg BB x 60 kg = 3.900 cc
 Jumlah perdarahan : ± 1.500 cc
% perdarahan : 1.500/3.900 x 100% = 38,4 %
 Pemberian Cairan:
o Cairan masuk :
Pre-operatif kristaloid RL 500 cc
Durante operatif :Kristaloid RL 2200 cc + NaCl 0,9% 500 cc +
WB 700 cc
Total input cairan : 3.400 cc

o Cairan keluar :
Perdarahan :
kasa 4x4 (20 buah) 15 x 20 = 300 cc
Kasa lipat (2 buah )  150 x 2= 300 cc
Tabung suction + 900 cc

Urin : ± 100 cc

 Perhitungan Cairan
Input yang diperlukan selama operasi
1. Cairan Maintanance (M) : (4x10) + (2x10) + (1x40) = 100 ml/jam

11
2. Cairan defisit urin selama 3 jam 15 menit = 100 ml
3. Stress Operasi Besar : 8 cc x 60 kg = 480 ml/jam
4. Defisit darah selama 3 jam 15 menit= 1.500 ml
Jika diganti dengan cairan kolid atau darah 1:1
Jika diganti dengan cairan kristaloid 3:1
Perhitungan cairan pengganti darah :
Transfusi + 3 x cairan kristaloid = volume perdarahan
700 + 3x =1.500
3x= 800
X : 3 x 800 = 2.400 ml
Untuk mengganti kehilangan darah 1.500 cc diperlukan ± 2.400cairan
kristaloid.
Total kebutuhan cairan selama 3 jam15 menit operasi :100 + 480 +
2.400 = 2.980 ml
a. Cairan masuk :
 Kristaloid : 2700 mL
 Whole blood : 700
 Total cairan masuk : 3400 ml
b. Keseimbangan kebutuhan:
Cairan masuk – cairan dibutuhkan = 2.700 ml – 2.980 ml = - 280 ml

Pada pasien total cairan yang masuk adalah sebanyak 2.700 ml yaitu
berupa cairan kristaloid (RL 2200 ml dan Nacl 500 ml), sedangkan cairan yang
dibutuhkan adalah sebanyak 2.980 dari defisit urin, stress operasi dan kristaloid
pengganti darah yaitu. Sehingga keseimbangan kebutuhan pada pasien ini adalah
2.700-2.980 = - 280. Terdapat defisit jumlah cairan intraoperatif pada pasien
sebesar -280. Hal ini dapat disebabkan karena pasien dipuasakan selama 2 jam
sebelum operasi dan tidak di ketahui berapa jumlah cairan yang di berikan untuk
mengganti puasa selama 2 jam tersebut.

12
Pada pasien ini diberikan obat sedatif secara intravena yaitu Propofol 70
mg I.V karena memiliki efek yang cepat, dengan distribusi dan eliminasi yang
cepat. Selain itu juga propofol dapat menghambat transmisi neuron yang hancur
oleh GABA. Obat anestesi ini mempunyai efek kerjanya yang cepat dan dapat
dicapai dalam waktu 30 detik. Sedatif Propofol ini diberikan dipertengahan saat
operasi berlangsung karena operasi yang berlanjut dengan tindakan histerektomi,
yang sudah pasti akan memperpanjang durasi operasi.

Beberapa saat setelah pasien dikeluarkan dari ruang operasi, didapatkan


pada pemeriksaan fisik tekanan darah 130/ 90 mmHG, nadi 72 x/menit, dan laju
respirasi 22 x/menit. Pembedahan dilakukan selama 3 jam 15 menit dengan
perdarahan ± 1.500 cc. Pasien kemudian langsung dipindahkan ke ICU dengan
Bromage Score 3 dan Alderete Score 6.

13
BAB IV
KESIMPULAN

Berdasarkan laporan kasus yang telah dibahas, sehingga dapat disimpulkan :

1. Pada kasus dilakukan operasi sectio caessaria dan histerektomi pada


perempuan usia 38 Tahun, dan setelah dilakukan anamnesis dan pemeriksaan
fisik, maka ditentukan status fisik ASA II E dan dilakukan jenis anestesi
dengan Regional Anestesi dengan teknik Sub Arachnoid Blok (Spinal).
2. Berdasarkan penggunaannya cairan dibagi atas beberapa golongan, yaitu
cairan pemeliharaan (maintenance),cairan pengganti puasa, cairan pengganti
operasi dan pengganti perdarahan, tetapi pada pasien ini tidak dilakukan
penggantian cairan puasa karena operasi yang emergensi dengan lama puasa
yang tidak diketahui dengan jelas.
 Kebutuhan cairan pemeliharaannya pada kasus 100 ml/jam
 Total kebutuhan cairan selama operasi 3 jam 15 menit adalah 2.980
mL
 Perdarahan pada kasus ini adalah 1.500 cc diganti dengan 700 CC
Whole blood sehingga diperlukan ± 2.4000 cairan kristaloid untuk
mengganti sisanya
 Keseimbangan cairan pada kasus -280 ml

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Latief, S. A., Suryadi, K. A., Dachlan M. R. 2009. Petunjuk Praktis


Anestesiologi. Edisi Kedua. Jakarta: Penerbit Bagian Anestesiologi dan Terapi
Intensif FKUI

2. Dobson, M. Penuntun Klinis Praktis Anastesi . EGC:Jakarta; 2015.


3. Orebaugh SL. 2007. Atlas Of Airway Management Techniques and Tools.
Philadelphia: LippincoETT, Williams, and Wilkins.
4. Morgan GE et al. Clinical Anesthesiology. 4th edition. New York: Lange
Medical Book. 2006.

5. Catatan Anestesi.dalam: Kapita Selekta Bagian Anestesiologi RS Wahidin


Sudirobusodo. Jilid 2. edisi ketiga. Makassar: Media Aesculapius. 2002.
6. Desai AM, General Anesthesia. Accessed on April 5 2017. Available at
http://emedicine.medscape.com/article/1271543-overview#showall.
7. General Anesthesia. Accessed on April 4 2017. Available at
http://www.mayoclinic.com/health/anesthesia/MY00100

8. Handoko, Tony. Latief, S, dkk. 2002. Petunjuk Praktis Anestesiologi, edisi


kedua. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2002.
9. Farmakologi FKUI. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI. 2012.
10. Muhardi, M, dkk. Anestesiologi. Bagian Anastesiologi dan Terapi Intensif,
FKUI. Jakarta: CV Infomedia. 1989.

15

Вам также может понравиться