Вы находитесь на странице: 1из 15

Makalah Sistem Gastrointestinal

“Hiscprung”

Oleh
Kelompok 7
Restu Abady C12115318 Zakiah Fitri Ramadani C12115001

Rezi Ayu Angreni C12115512 Ita Dewi Pratiwi C12115008


Wa Ode Umi Kalsum C12115324 Suriati C12115003

Noor Azizah Lukman C12115007 Cindy Elfina C12115323

Nur Hikma C12115322 Vinensia veren Mantou C12115006

Geldys Effendi C12115301 Titik C12115037


Fitria C12115033

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2017

KATA PENGANTAR

i
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya lah kami dapat
menyelesaikan Makalah ini dengan sebaik-baiknya. Pokok bahasan makalah ini disesuaikan
dengan materi dan kompetensi yang diajarkan pada Ilmu Keperawatan. Makalah ini berisi
tentang materi yang telah diberikan kepada kelompok kami yaitu “Hiscprung”.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu, kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.

Kami menyadari masih terdapat banyak kekurangan dan kelemahan dalam makalah
ini. Kami mengharapkan masukan yang membangun dari pembaca agar makalah ini terus
menjadi lebih baik. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa keperawatan.

Penyusun

Kelompok 7

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL...............................................................................................................i

KATA PENGANTAR.................................................................................................................ii

DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1

A. Latar Belakang....................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah...............................................................................................................1

C. Tujuan.................................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................3

A. Definisi................................................................................................................................3

B. Etiologi................................................................................................................................3

C. Manifestasi klinis................................................................................................................3

D. Patofisiolgi..........................................................................................................................4

E. Komplikasi..........................................................................................................................5

F. Penatalaksanaan..................................................................................................................5

G. Pemeriksaan penunjang......................................................................................................7

H. Konsep Asuhan keperawatan..............................................................................................7

BAB III PENUTUP..................................................................................................................10

A. Kesimpulan.......................................................................................................................10

B. Saran.................................................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................11

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Penyakit Hiscprung merupakan kelaianan kongenital dengan karakteristik


berupa tidak adanya pleksus dan ganglion sel submukosa (Meissner’s) dan
mientericus di usus distal.
Penyakit hiscprung terjadi pada 1/5000 kelahiran hidup. Insidensi hiscprung di
Indonesia tidak diketahui secara pasti, tetapi berkisar 1 diantara 5000 kelahiran hidup.
Dengan jumlah penduduk Indonesia 200 juta dan tingkat kelahiran 35 permil, maka
diprediksikan setiap tahun akan lahir 1400 bayi dengan penyakit hiscprung. Laki-laki
lebih banyak diserang dibandingkan perempuan (4;1). Penyakit ini mungkin disertai
dengan cacat bawaan dan termasuk sindrom down, sindrom waardenburg serta
kelainan kardiovaskuler.
Penyakit hiscprung merupakan penyakit yang memerlukan prognosis dan
penangan yang baik. Oleh karena itu, dalam makalah ini kami membahas etiologi,
patofisiologi, manifestasi sampai pada asuhan keperawatan hiscprung.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah definisi hiscprung?
2. Apakah etiologi hiscprung?
3. Apa manifestasi hiscprung?
4. Bagaimana patofisiologi hiscprung?
5. Apa komplikasi hiscprung?
6. Bagaimana penatalaksanaan hiscprung?
7. Bagaimana pemeriksaan penunjang hiscprung?
8. Bagaimana asuhan keperawatan hiscprung?

C. Tujuan
1. Apakah definisi hiscprung?
2. Apakah etiologi hiscprung?
3. Apa manifestasi hiscprung?
4. Bagaimana patofisiologi hiscprung?
5. Apa komplikasi hiscprung?
6. Bagaimana penatalaksanaan hiscprung?
7. Bagaimana pemeriksaan penunjang hiscprung?
8. Bagaimana asuhan keperawatan hiscprung?

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi

Hirsprung atau mega kolon adalah penyakit yang tidak adanya sel-sel
ganglion dalam rectum atau bagian rektosigmoid colon dan ketidak adanya ini
menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya peristaltic serta tidak adanya evakuasi
usus spontan. Pada kebanyakan ksus, ketiadaan ganglion terbatas di kolon sigmoid
(distal), meskipun sekitar 20% kasus, gangguan meluas sampai ke bagian proksimal.
Ketiadaan ganglion di seluruh bagian usus mienterik secra normal menstimulasi
motilitas dan memastikan penyluran feses pada penyakit Hirschprung, feses
menumpuk di usus. Pravelensi Hirschprung sekitar 1:5000 kelahiran hidup, dengan
kebanyakan kasus (sekitar 85%) terjadi secara sporadic atau tanpa pola dominan
autosomal yang jelas Namun demikian setidaknya ada Sembilan gen yang rentan
terhadap gangguan ini. Hampir 1 dari 3 anak yang menderita Hirschprung akan
mengalami malformasi kongenital tambahan. Pada individu dewasa, penyakit
Hirschprung merupakan akibat dari kerusakan pleksus mienterik (Corwin, 2007).

B. Etiologi
Penyakit ini di sebabkan aganglionosis messner dan aurbach dalam lapisan
dinding usus, mulai dari spinterani kemudian internus kea rah proksimal, 70%
terbatas di daerah rectosigmioid, 10% sampai selurh kolon dan sekitar 5% dapat
mengenai seluruh usus sampai pylorus, di duga terjadi karena factor genetic sering
terjadi pada anak dengan down sindrom, kegagalan sel neuro pada masa emrio dalam
dinding usus, gagal eksisstensi, cranio caudal pada meatrik dan submukosa di dinding
plexus (haq zullkarnain , nuzulul;, 2011)

C. Manifestasi klinis

Manifestasi klinis pada neonatus :


1. Kegagalan mengeluarkan mekonium dalam tempo 24 hingga 48 jam karena
usus tidak mampu mendorong isinya ke arah distal
2. Muntah dengan muntahan yang mengandung feses atau empedu sebagai akibat
obstruksi intestinal

2
3. Distensi abdomen yang terjadi sekunder karena retensi isi usus dan obstruksi
usus.
4. Iritabilitas (anak menjadi rewel) akibat distensi abdomen yang ditimbulkan
5. Kesulitan menyusi dan kegagalan tumbuh-kembang yang berhubungan dengan
retensi isi usus dan distensi abdomen
6. Dehidrasi yang berhubungan dengan kesulitan menyusui dan ketidakmampuan
mengomsumsi cukup cairan
7. Diare overflow yang terjadi sekunder karena peningkatan sekresi air ke dalam
usus disertai obstruksi usus.

Manifestasi klinis pada anak-anak :


1. Konstipasi persisten akibat penrunan motlitas GI
2. Distensi abdomen akibat retensi feses
3. Massa feses yang bisa diraba akibat retensi feses
4. Ekstremitas yang lisut (pada kasus-kasus berat) yang terjadi sekunder karena
gangguan motilitas intestinal dan pengaruhnya pada nutrisi serta asupan
makanan.
5. Kehilangan jaringan subkutan (pada kasus-kasus berat) yang kehilangan
sekunder karena malnutrisi
6. Abdomen yang besar dan menonjol akibat retensi feses dan perubahan
homeostasis cairan serta elektrolit yang ditimbulkan

Manifestasi pada dewasa :


1. Distensi abdomen akibat penurunan motilitas usus dan konstipasi
2. Konstipasi intermitten yang kronis dan merupakan keadaan sekunder karena
gangguan motilitas usus
(Kowalak, Welsh, & Mayer, 2014)

D. Patofisiolgi

Dalam keadaan normal, bahan makanan yang dicerna dapat berjalan


disepanjang usus karena adanya kontraksi ritmis dari otot- otot yang meliputi usus
(kontraksi ritmis ini disebut) ganglion, ayng terletak di bawah lapisan otot. Pada
penyakit Hisprung, ganglion/pleksus yang memerintahkan gerakan peristaltic tidak
ada, biasanya hanya seanjang beberapa sentimeter. Segmen usus yang tidak memiliki
gerakan peristaltic tidak dapat mendorong bahan-bahan yang dicerna sehingga terjadi
penyumbatan.
Dengan kondisi tidak adanya ganglion,maka akan memberikan manifestasi
gangguan atau tidak adanya peristaltis sehingga akan terjadi tidak adanya evakuasi

3
usus spontan. Selain itu, sfingter rectum tidak dapat berelaksasi secara optmal, kondisi
ini dapat mencegah keluarnya feses secara normal isi usus kemudian terdorong ke
segmen aganglionik dan terjadi akumulasi feses di daerah tersebut sehingga
memberikan manifestasi dilatasi usus pada bagian proksimal

E. Komplikasi

1. Perforasi usus adalah perforasi atau ruptur pada dinding usus karena berbagai
penyebab sehingga sebagian isi usus terlepas dan masuk ke dalam rongga
peritoneum abdomen kemudian dapat berlanjut menjadi peritonitis dan sepsis.
2. Ketidakseimbangan elektrolit .
3. Difisiensi gizi
4. Enterokolitis
5. Syok hipovolemik
6. Sepsis
(Kowalak, Welsh, & Mayer, 2011)

F. Penatalaksanaan

Tromboflebitis superfisial diobati dengan obat anti-inflamasi (misalnya, obat


nonsteroid), kompres hangat, istirahat, dan peninggian bagian yang terkena. Penderita
dengan trombosis atau tromboflebilitis vena-dalam diterapi dengan antikoagulan dan
kadang-kadang dengan obat trombolitik. Antikoagulan heparin sebaiknya digunakan
dalam dosis penuh selama 7-10 hari, dengan warfarin ditambahkan sebagai tambahan
2-3 bulan pada penderita dengan trombosis vena proksimal (di atas lutut). Penderita
dengan trombosis vena betis harus diterapi dengan heparin selama 7 hari dan
kemudian dengan warfarin atau heparin subkutan untuk tambahan 6 minggu lagi.
Trombosis vena ilifemoralis akut pada dewasa yang diterapi dengan obat trombolitik
diikuti dengan antikoagulan heparin dan warfarin. (Behrman, Kliegman, & Arvin,
2012).
Karena DVT postpartal biasanya hasil dari infeksi endometrium:

 Waspada terhadap tanda dan gejala endometritis


 Beritahu dokter jika tanda dan gejala endometritis muncul
 Lakukan perawatan segera.

Untuk melawan DVT lakukan langkah-langkah berikut ini:

4
 Istirahat seperti yang diperintahkan, dan angkat lengan atau kaki yang terkena
penyakit jika anda menggunkan bantal untuk mengangkat kaki, letakkan bantal
sehingga menopang seluruh tubuhnya agar tidak menekan ruang popliteal.
 Oleskan kompres hangat atau bantalan aquatermia yang tertutup untuk
meningkatkan sirkulasi ke area yang terkena dan untuk menghilangkan rasa sakit
dan pembengkakan.
 Berikan analgesik untuk menghilangkan rasa sakit seperti yang diperintahkan.
 Kaji infolusi rahim dan catat setiap perubahan konsistensi fundal seperti ketidak
mampuan untuk tetap teguh atau terkontrak.
 Pantau tanda vital dengan ketat, setidaknya setiap 4 jam atau lebih sering jika
diindikasikan.Laporkan perubahan denyut nadi atau tekanan darah serta kenaikan
suhu.
 Berikan IV antikoagulan seperti yang diperintahkan, dengan menggunakan
monitor infus atau pompa untuk mengendalikan laju alir jika perlu.
 Berikan terapi antibiotik dan antipiretik untuk pasien dengan DVT pinggul.
Tandai, ukur, dan catat lingkar ekstremitas yang terkena setidaknya satu kali
sehari, dan bandingkan dengan ekstremitas lainnya. Untuk memastikan
keakuratan dan konsistensi pengukuran serial, tandai kulit atas area dan ukur
pada tempat yang sama setiap hari.
 Dapatkan penelitian koagulasi, seperti International Normalizad Ratio (INR),
PTT, dan PT, sesuai pesanan. Perlu diingat bahwa nilai antikoagulan terapeutik
biasanya dianggap 1 ½ sampai 2 kali nilai kontrol. INR harus 2 dan 3,5.

Untuk lochia

 Pantau pasien untuk peningkatan jumlah lochia (cairan sekret yang berasal dari
cavum uteri dan vagina dalam masa nifas). Dorong dia untuk sering mengganti
bantalan perineum, dan timbangkan bantalan untuk memperkirakan jumlah
kehilangan darah.

G. Pemeriksaan penunjang

1. Colok dubur
Didapatkan ampula rekti kosong, anus dan rectum teraba ketat, bula jari
ditarik mekonium atau feses cair akan menyeprot. Pada obstipasi kronik dan
distensi abdomen, feses akan teraba dibagian kolon yang distensi.
2. Biopsy hisap (suction biopsy)

5
Tidak terdapatnya sel ganglion parasimpatis di lapisan mukosa dan
submukosa, adanya serabut saraf yangmenebal, aktivitas asetil kholinesterase
pada serat saraf parasimpatis.
3. Manometri rectal
Bertujuan untuk mengetahui motilitas usus dengan cara mengukur tekanan
intra lumen, normalnya penggembungan rectum mengawali reflex tekanan
spinkter interna pada pasien hirsprung tidak ada tekanan.
4. Radiologic
a. Ra polos abdomen posisi tegak menunjukkan distensi kolon massif dengan
gas dan feses sebagai tanda ileus obstruksi.
b. Barium enema, untuk mendeteksi barium pada foto setelah 24-48 jam,
tampak bagian yang menyempit karena konstraksi terus menerus.
Kontraksi ireguler, bagian yang melebar (megakolon), selaput lendir
karena enterokolitis, terdapat daerah transisi antara kolon segmen
ganglionik dengan segmen aganglionik.

H. Konsep Asuhan keperawatan

1. Pengkajian
a. Identitas
Penyakit ini sebagian besar ditemukan pada bayi cukup bulan dan
merupakan kelainan tunggal
b. Riwayat Keperawatan
1) Keluhan utama
Obstipasi merupakan tanda utama dan pada bayi baru lahir. Trias yang
sering ditemukan adalah mekonium yang lambat keluar (lebih dari 24 jam
setelah lahir), perut kembung, muntah, dan diare.
2) Riwayat penyakit sekarang
Merupakan kelaina bawaan yaitu obstruksi usus fungsional. Obstruksi
saat lahir dengan muntah,distensi abdomen dan ketiadaan evakuasi
mekonium. Bayi sering mengalami muntah, konstipasi, dan dehidrasi.
Gejala berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti
dengan obstruksi usus akut.
3) Riwayat penyakit dahulu
Tidak ada penyakit dahulu yang mempengaruhi terjadinya penyakit
hirschprung.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit ini diturunka kepada
anaknya
5) Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
Tejadi gangguan pertumbuhan dan perkembangan

6
6) Nutrisi
Nutrisi kurang dari kebutuhan karena anak malas makan, mual dan
muntah.
c. Pemeriksaan Fisik
1) Sistem kardioaskular
Tidak ada kelainan
2) Sistem pernapasan
Sesak napas, distress pernapasan
3) Sistem pencernaan
Umumnya obstipasi. Perut kembung dan muntah. Pada anak yang lebih
besar terdapat diare kronik.
4) Sistem saraf
Tidak ada kelainan
2. Diagnosa Keperawatan
a. Pre Operasi
1) Konstipasi berhubungan dengan penyakit Hirschprung
2) Kekurangan volume cairan
3) Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
b. Post Operasi
1) Gangguan rasa nyaman : Nyeri
2) Risiko infeksi
3) Intervensi
3. Intervensi
a. Pre Operasi
1) Konstipasi berhubungan dengan penyakit Hirschprung:
 Lakukan Wash Out
 Monitor cairan yang keluar dari kolostomi
 Pantau jumlah cairan kolostomi
 Pantau pengaruh diet terhadap pola defekasi
2) Kekurangan volume cairan
 Pantau jumlah intake cairan serta kebiasaan eliminasi
 Tentukan factor-faktor risiko yang mungkin menyebabkan
ketidakseimbangan cairan misalnya muntah dan diare
 Periksa isi ulang kapiler
 Periksa turgor kulit
3) Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan
 Berikan diet rendah sisa, lunak, sedikit tapi sering
 Anjurkan minum air hangat/oral hygiene sebelum makan
 Pantau BB tiap 3 hari sekali
 Pemberian diet cair dan nutrisi parenteral sebelum operasi
b. Post Operasi
1) Gangguan rasa nyaman : nyeri
 Observasi lokasi, intensitas, karakteristik, dan skala nyeri yang
dirasakan
 Atur posisi yang nyaman
 Kolaborasi untuk pemberian analgetik
2) Risiko infeksi

7
 Monitor tempat insisi
 Ganti popok yang kering untuk menghindari kontaminasi feses
 Lakukan perawatan pada kolostomi atau perianal
 Kolaborasi pemberian antibiotik dalam penatalaksanaan pengobatan
terhadap mikroorganisme.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Hirsprung atau mega kolon adalah penyakit yang tidak adanya sel-sel ganglion
dalam rectum atau bagian rektosigmoid colon dan ketidak adanya ini menimbulkan
keabnormalan atau tidak adanya peristaltic serta tidak adanya evakuasi usus spontan.
Adapun manifestasi yang timbul tergantung usia yang berbeda tiap tahap
perkembangannya dengan komplikasi berupa Ketidakseimbangan elektroli, difisiensi
gizi, enterokolitis, Syok hipovolemik, dan sepsis. Pemeriksaan diagnostik yang
dilakukan yaitu colok dubur, biopsy hisap, manometri rectal, dan pemeriksaan
radiologi diangnosa keperawatan yang diangkat sesuai dengan kondisi baik pre, intra,
maupun post operasi.

B. Saran

Mahasiswa sebaiknya lebih banyak membaca referensi tentang penyakit


hiscprung agar lebih mudah memahami materi dan mampu melakukan asuhan
keperawatan dengan baik pada penyakit hiscprung.

8
DAFTAR PUSTAKA

Behrman, R. E., Kliegman, R. M., & Arvin, A. M. (2012). Ilmu Kesehatan Anak Nelson (15th
ed., Vol. 2). Jakarta: EGC.

Corwin, E. J. (2007). Buku saku patofisiologi. Jakarta: EGC.

Corputty, E. D., Lampus, H. F., & Monoarfa, A. (2015). Gambaran pasien Hiscprung di
RSUP Prof. DR. R. D. Kandou Manado. E-Clinic, 229-236
Haq zullkarnain , nuzulul;. (2011). asuhan keperawatan hisprung. web.unair.ac.id.

Kowalak, J. P., Welsh, W., & Mayer, B. (2011). Buku Ajar PATOFISIOLOGI. Jakarta: EGC.

Romadoniyah. (2013). Asuhan Keperawatan Anak dengan Hiscprung. 4-5


zulkarnain haq, n. (2011). Askep Hisprung. Unair.ac.id.

9
PATHWAY “HIRSCHPUNG”
Predisposisi : Genetika

Gangguan perkembangan
system saraf enterik

Tidak adanya sel-sel ganglion


pada area distal kolon

Ketidakmampuan pengembangan
& pengempisan pada area
anganglionik

Sfingter rectum tidak


bereklasasi secara optimal

Feses tertimbun di area


anganglionik

Terjadi terus-menerus

Dilatasi usus di bagian


proksimal
Gangguan perkembangan
system saraf enterik PENYAKIT HIRSCHPUNG 10
Tidak dapat
Ketidakseimbangan
GANGGUAN
Resikogangguan
asidosis Kompensasi
Risikojantung Intake nutrisi
RISIKO Absorpsi air Mual,
Gerakan muntah,
peristaltik
Resiko Kesadaran Perfusi
Fungsi ginjal
tubulus mendorong
Penimbunanbahan-
↓cairan & elektrolit (untukVolume
Penurunan
Penurunan cairan
memenuhi
intake
ketidakseimbangan nutrisi)
cairan
kesadaran
cairan inadekuat
Nutrisi
CEDERAke otak Fungsi glomerulus
inadekuat kembung
tidak teratur
Anoreksia
PERFUSI
CairanasamJARINGAN
tidak seimbang
metabolik
basa SyokBradikardi
hipovolemik
Takikardi Nekrosis
Hipoksia
jaringan
menurun Oliguria anuria
menurun
proksimal G3Penyumbatan
gastrointestinal
bahan yang
Lemah
fesesdicerna
menurun
KETIDAKEFEKTIFAN GANGGUAN
POLA NAPAS ELIMINASI URINE

RISIKO PERFUSI
JARINGAN OTAK KETIDAKSEIMBANGAN
NUTRISI : KURANG
DARI KEBUTUHAN
TUBUH

INTOLERAN
AKTIVITAS
11
Obstruksi kolon Obstruksi kolon distal
Risiko konstipasi
proksimal distal

Intervensi
pembedahan

Kerusakan jaringan
RISIKO CEDERA RISIKO INFEKSI
pasca

NYERI

12

Вам также может понравиться