Вы находитесь на странице: 1из 27

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sindrom nefrotik (SN) adalah keadaan klinis yang ditandai oleh


proteinuria masif, hipoproteinemia, edema, dan dapat disertai dengan
hiperlipidemia. Angka kejadian SN di Amerika dan Inggris berkisar antara 2-7 per
100.000 anak berusia di bawah 18 tahun per tahun, sedangkan di Indonesia
dilaporkan 6 per 100.000 anak per tahun, dengan perbandingan anak laki-laki dan
perempuan 2:1. Di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM Jakarta,
sindrom nefrotik merupakan penyebab kunjungan sebagian besar pasien di
poliklinik khusus Nefrologi, dan merupakan penyebab tersering gagal ginjal anak
yang dirawat antara tahun 1995-2000.

Penyakit yang mengubah fungsi glomerulus sehingga mengakibatkan


kebocoran protein (khususnya albumin) ke dalam ruang Bowman akan
menyebabkan terjadinya sindrom ini. Etiologi SN secara garis besar dapat dibagi
3, yaitu kongenital, glomerulopati primer/idiopatik, dan sekunder mengikuti
penyakit sistemik seperti pada purpura Henoch-Schonlein dan lupus eritematosus
sitemik. Sindrom nefrotik pada tahun pertama kehidupan, terlebih pada bayi
berusia kurang dari 6 bulan, merupakan kelainan kongenital (umumnya herediter)
dan mempunyai prognosis buruk.Pada makalah ini akan dijelaskan sindrome
nefrotik dan asuhan keperawatan untuk pasien sindrom nefrotik.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa pengertian sindrom nefrotik?

1.2.2 Bagaimana etiologi sindrom nefrotik?

1.2.3 Bagaimana patofisiologi sindrom nefrotik?

1.2.4 Bagaimana manifestasi klinis sindrom nefrotik?

1.2.5 Apa komplikasi sindrom nefrotik?

1.2.6 Apa pemeriksaan penunjang pada sindrom nefrotik?

1.2.7 Bagaimana penatalaksanaan sindrom nefrotik?

1
1.2.8 Bagaimana asuhan keperawatan untuk pasien sindrom nefrotik?

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Mengetahui pengertian sindrom nefrotik.

1.3.2 Mengetahui etiologi sindrom nefrotik.

1.3.3 Mengetahui patofisiologi sindrom nefrotik.

1.3.4 Mengetahui manifestasi klinis sindrom nefrotik.

1.3.5 Mengetahui komplikasi sindrom nefrotik.

1.3.6 Mengetahui pemeriksaan penunjang pada sindrom nefrotik.

1.3.7 Mengetahui penatalaksanaan sindrom nefrotik.

1.3.8 Mengetahui asuhan keperawatan untuk pasien sindrom nefrotik.

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi

Sindrom Nefrotik adalah suatu kumpulan gejala gangguan klinis meliputi


hal-hal sebagai berikut :
a. Proteinuria massif >3,5 gr/hr.

b. Hipoalbuminemia

c. Edema

d. Hiperlipidemia

Manifestasi dari keempat kondisi tersebut yang sangat merusak membran


kapiler glomerulus dan menyebabkan peningkatan permeabilitas
glomerulus (Arif, 2011).

Sindrom nefrotik merupakan gangguan klinis ditandai oleh peningkatan


protein dalam urin secara bermakna (proteinuria), penurunan albumin dalam
darah, edema, dan serum cholesterol yang tinggi (hiperlipidemia). Tanda-tanda
tersebut dijumpai disetiap kondisi yang sangat merusak membran kapiler
glomerulus dan menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus (Sukiane,
2002).

Sindroma nefrotik ditandai dengan gangguan selektif permeabilitas kapiler


glomerulus sehingga terjadi kehilangan protein melalui urin. Proteinuria pada
anak SN relatif selektif yang terdiri atas albumin dengan kisaran nefrotik
proteinuria mencapai 1000 mg/m 2 per hari atau rasio protein kreatinin pada
random (spot) urin mencapai 2 mg/mg (Bagga dan Mantan, 2005).

Ada beberapa macam pembagian klasifikasi pada sindrom nefrotik.


Menurut berbagai penelitian, respon terhadap pengobatan steroid lebih sering
dipakai untuk menentukan prognosis dibandingkan gambaran patologi anatomi.
Berdasarkan hal tersebut, saat ini klasifikasi SN lebih sering didasarkan pada
respon klinik, yaitu :
1. Sindrom nefrotik sensitif steroid (SNSS)

3
2. Sindrom nefrotik resisten steroid (SNRS)

2.2 Etilogi

Penyebab sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini


dianggap sebagai suatu penyakit autoimun, yaitu suatu reaksi antigen – antibodi.
Umumnya etiologi dibagi menjadi :
a. Sindrom nefrotik bawaan

Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal.


Resisten terhadap semua pengobatan. Prognosis buruk dan biasanya pasien
meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupannya.

b. Sindrom nefrotik sekunder

Akibat infeksi, penggunaan obat, dan penyakit sistemik lain, seperti


Diabetes mellitus, Sistema Lupus Eritematosus, Amyloidosis (Arif,2011).

Penyebab lain seperti :


Malaria kuartana atau parasit lainnya.

1. Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura


anafilaktoid.

2. Glumerulonefritis akut atau kronik,

3. Trombosis vena renalis.

4. Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas,


air raksa.

5. Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis


membranoproliferatif hipokomplementemik.

c. Sindrom nefrotik idiopatik

Tidak diketahui sebabnya atau disebut sindroma nefrotik primer.


Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dgn pemeriksaan
mikroskop biasa dan mikroskop elektron, Churk dkk membaginya menjadi :
1. Kelainan minimal

4
Pada mikroskop elektron akan tampak foot prosessus sel epitel
berpadu. Dengan cara imunofluoresensi ternyata tidak terdapat IgG pada
dinding kapiler glomerulus.

2. Nefropati membranosa

Semua glomerulus menunjukan penebalan dinding kapiler yang


tersebar tanpa proliferasi sel. Prognosis kurang baik.

3. Glomerulonefritis proliferatif

a. Glomerulonefritis proliferatif esudatif difus

Terdapat proliferasi sel mesangial dan infiltrasi sel


polimorfonukleus. Pembengkanan sitoplasma endotel yang
menyebabkan kapiler tersumbat.

b. Dengan penebalan batang lobular

Terdapat prolefirasi sel mesangial yang tersebar dan penebalan


batang lobular.

c. Dengan bulan sabit (crescent)

Didapatkan proliferasi sel mesangial dan proliferasi sel epitel


sampai kapsular dan viseral. Prognosis buruk.

d. Glomerulonefritis membranoproliferatif

Proliferasi sel mesangial dan penempatan fibrin yang


menyerupai membran basalis di mesangium. Titer globulin beta-IC atau
beta-IA rendah. Prognosis buruk.

e. Lain-lain perubahan proliferasi yang tidak khas.

4. Glomerulosklerosis fokal segmental

Pada kelainan ini yang mencolok sklerosis glomerulus. Sering


disertai atrofi tubulus. Prognosis buruk.

2.3 Patofisiologi

5
Kondisi dari sindrom nefrotik adalah hilangnya plasma protein, terutama
albumin ke dalam urin. Meskipun hati mampu meningkatkan produksi albumin,
namun organ ini tidak mampu untuk terus mempertahankan jika albumin terus-
menerus hilang melalui ginjal sehingga terjadi hipoalbuminemia.

Terjadinya penurunan tekanan onkotik menyebabkan edema generalisata


akibat cairan yang berpindah dari system vascular ke dalam ruang cairan
ekstraseluler. Penurunan sirkulasi volume darah mengaktifkan system renin-
angiotensin menyebabkan retensi natrium dan edema lebih lanjut.

Manifestasi dari hilangnya protein dalam serum akan menstimulasi sintesis


lipoprotein di hati dan terjadi peningkatan konsentrasi lemak dalam darah
(hiperlipidemia).

Sindrom nefrotik dapat terjadi di hampir setiap penyakit renal instrinsik


atau sistemik yang mempengaruhi glomerulus. Meskipun secara umum penyakit
ini dianggap menyerang anak-anak, namun sindrom nefrotik juga terjadi pada
orang dewasa termasuk lansia. Penyebab sindrom nefrotik mencakup glomerulus
kronis, diabetes mellitus disertai glomeruloskeloris interkapiler, amiloidosis
ginjal, penyakit lupus erythematosus sistemik, dan thrombosis vena renal.

Respons perubahan patologis pada glomerulus secara fungsional akan


memberikan berbagai masalah keperawatan pada pasien yang mengalami
glomerulus progrsif cepat.

6
Gambar 2 Mekanisme Dasar Sindrom Nefrotik Idiopatik

Sumber: Antignac4

2.4 WOC (Terlampir)

2.5 Manifestasi Klinis

Mansjoer (1999 : 526) menyatakan bahwa gejala utama yang ditemukan


pada penderita nefrotik sindrom adalah:
1. Proteinuria

> 3,5 g/hari pada dewasa atau 0,05 g/kg BB/hari pada anak-anak.
Protenuria merupakan kelainan utama pada sindrom nefrotik. Apabila ekskresi

protein ≥ 40 mg/jam/m 2 luas permukaan badan disebut dengan protenuria berat.


Hal ini digunakan untuk membedakan dengan protenuria pada pasien bukan
sindrom nefrotik.

2. Hipoalbuminemia < 30 g/l.

Abnormalitas sistemik yang paling berkaitan langsung dengan proteinuria


adalah hipoalbuminemia. Salah satu manifestasi pada pasien sindrom nefrotik
pada anak terjadi hipoalbuminemia apabila kadar albumin kurang dari 2,5 g/dL.

7
Pada keadaan normal, produksi albumin di hati adalah 12-14 g/hari (130-
200 mg/kg) dan jumlah yang diproduksi sama dengan jumlah yang dikatabolisme.
Katabolisme secara dominan terjadi pada ekstrarenal, sedangkan 10% di
katabolisme pada tubulus proksimal ginjal setelah resorpsi albumin yang telah
difiltrasi. Pada pasien sindrom nefrotik, hipoalbuminemia merupakan
manifestasi dari hilangnya protein dalam urin yang berlebihan dan peningkatan
katabolisme albumin.

Hilangnya albumin melalui urin merupakan konstributor yang penting


pada kejadian hipoalbuminemia. Meskipun demikian, hal tersebut bukan
merupakan satu-satunya penyebab pada pasien sindrom nefrotik karena laju
sintesis albumin dapat meningkat setidaknya tiga kali lipat dan dengan begitu
dapat mengompensasi hilangnya albumin melalui urin.

Peningkatan hilangnya albumin dalam saluran gastrointestinal juga


diperkirakan mempunyai kontribusi terhadap keadaan hipoalbuminemia, tetapi
hipotesis ini hanya mempunyai sedikit bukti. Oleh karena itu, terjadinya
hipoalbuminemia harus ada korelasi yang cukup antara penurunan laju
sintesis albumin di hepar dan peningkatan katabolisme albumin.

Pada keadaan normal, laju sintesis albumin di hepar dapat


meningkat hingga 300%, sedangkan penelitian pada penderita sindrom nefrotik
dengan hipoalbuminemia menunjukan bahwa laju sintesis albumin di hepar hanya
sedikit di atas keadaan normal meskipun diberikan diet protein yang adekuat. Hal
ini mengindikasikan respon sintesis terhadap albumin oleh hepar tidak adekuat.

3. Edema anasarka.

Terdapat beberapa teori yang menjelaskan tentang timbulnya edema pada


sindrom nefrotik. Underfilled theory merupakan teori klasik tentang
pembentukan edema. Teori ini berisi bahwa adanya edema disebabkan oleh
menurunnya tekanan onkotik intravaskuler dan menyebabkan cairan
merembes ke ruang interstisial. Adanya peningkatan permeabilitas kapiler
glomerulus menyebabkan albumin keluar sehingga terjadi albuminuria dan
hipoalbuminemia. Sebagaimana diketahui bahwa salah satu fungsi vital dari
albumin adalah sebagai penentu tekanan onkotik. Maka kondisi hipoalbuminemia

8
ini menyebabkan tekanan onkotik koloid plasma intravaskular menurun.
Sebagai akibatnya, cairan transudat melewati dinding kapiler dari ruang
intravaskular ke ruang interstisial kemudian timbul edema.

Kelainan glomerulus

Albumi uria

Hipoalbuminemia

Tekanan onkotik koloid plasma ↓

Volume plasma ↑

Retensi Na renal sekunder ↑

Edema

Gambar. Teori underfilled15

4. Hiperlipidemia/hiperkolesterolemia.

Hampir semua kadar lemak (kolesterol, trigliserid) dan lipoprotein serum


meningkat pada sindrom nefrosis. Hal ini dapat dijelaskan dengan penjelasan
antara lain yaitu adanya kondisi hipoproteinemia yang merangsang sintesis
protein menyeluruh dalam hati, termasuk lipoprotein. Selain itu katabolisme
lemak menurun karena terdapat penurunan kadar lipoprotein lipase plasma,
sistem enzim utama yang

5. mengambil lemak dari plasma

6. Hiperkoagulabilitas, yang akan meningkatkan resiko trombosis vena dan


arteri.

7. Hematuria dan hipertensi.

9
8. Pada kasus berat dapat ditemukan gagal ginjal.

Menurut Betz, Cecily L. (2002) tedapat tambahan tanda dan gejala


seperti:
a. Penurunan jumlah urin, urin gelap, dan berbusa.
b. Wajah pucat
c. Anoreksia dan diare disebabkan karena edema mukosa usus.
d. Sakit kepala, malaise, nyeri abdomen, berat badan meningkat dan
keletihan umumnya terjadi.
e. Gagal tumbuh dan pelisutan otot (jangka panjang).

2.6 Komplikasi

Menurut Rauf (2002 : 27-28) komplikasi dari sindrom nefrotik adalah:


1. Infeksi sekunder

Terjadi karena kadar imunoglobulin yang rendah akibat hipoalbuminemia.

2. Shock

Terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (<1 gram/100 ml) yang


menyebabkan hipovolemia berat sehingga menyebabkan shock.

3. Trombosis vaskuler

Terjadi akibat gangguan sistem koagulasi sehingga terjadi peninggian


fibrinogen plasma.

4. Malnutrisi

5. Gagal ginjal akut akibat hipovolemia. Disamping terjadinya penumpukan


cairan di dalam jaringan, terjadi juga kehilangan cairan di dalam
intravaskuler.

2.7 Pemeriksaan Penunjang

Menurut Betz, Cecily L. (2002 : 335) pemeriksaan penunjang dari sindrom


nefrotik antara lain:
1. Uji Urin
a. Protein urin: meningkat

b. Urinalis: cast hialin dan granular, hematuria

10
c. Dipstick urin: positif untuk protein dan darah

d. Berat jenis urin: meningkat

2. Uji Darah

a. Albumin serum: menurun

b. Kolesterol serum: meningkat

c. Hemoglobin dan hematokrit: meningkat (hemakonsentrasi)

d. Laju endap darah (LED): meningkat

e. Elektrolit serum: bervariasi dengan keadaan penyakit perorangan

3. Uji Diagnostic

Biopsi ginjal merupakan uji diagnostik yang tidak dilakukan secara rutin.

2.8 Penatalaksanaan

Menurut Arif Mansjoer (2000) penatalaksanaan dari sindroma nefritok ini


adalah:
a. Istirahat sampai edema tinggal sedikit. Batasi asupan natrium sampai ± 1
gram/hari secara praktis dengan menggunakan garam secukupnya dan
menghindari makanan yang diasinkan. Diet protein 2-3 gram/kgBB/hari.
b. Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam, dapt digunakan
diuretik, biasanya furosemid 1 mg/kgBB/hari. Bergantung pada beratnya
edema dan respons pengobatan. Bila edema refrakter, dapat digunakan
hididroklortiazid (25-50 mg/hari); selama pengobatan diuretik perlu dipantau
kemungkinan hipokalemi, alkalosis metabolik dan kehilangan cairan
intravaskuler berat.
c. Pengobatan kortikosteroid yang diajukan Internasional Coopertive Study of
Kidney Disease in Children (ISKDC), sebagai berikut:
1. Selama 28 hari prednison diberikan per oral dengan dosis 60 mg/hari luas
permukaan badan (1bp) dengan maksimum 80 mg/hari.

2. Kemudian dilanjutkan dengan prednison per oral selama 28 hari dengan


dosis 40 mg/hari/1bp, setiap 3 hari dalam satu minggu dengan dosis

11
maksimum 60 mg/hari. Bila terdapat respons selama pengobatan maka
pengobatan ini dilanjutkan secara intermitten selama 4 minggu.

d. Cegah infeksi

Antibiotik hanya dapat diberikan bila ada infeksi.

e. Pungsi asites maupun hidrotoraks dilakukan bila ada indikasi vital.

12
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

1. Identitas

Umummnya 90% dijumpai pada kasus anak. Enam kasus pertahun setiap
100.000 anak terjadi pada usia kurang dari 14 tahun. Rasio laki-lakilaki dan
perempuan yaitu 2 : 1. Pada daerah endemik malaria banyak mengalami
komplikasi nefrotic syndrome ( Haryono, 2013).

2. Riwayat Kesehatan

a. Riwayat kesehatan Sekarang

Keluhatan utama biasanya bengkak, muka sembab, konstipasi, diare,


urin dan nafsu makan menurun ( haryono, 2013 ). Menurut ( Muttaqin & Sari,
2014 ) bahwa keluhan utama yang sering dikeluhkan wajah atau kaki. Pada
pengkajian riwayat kesehatan sekarang, perawata menanyakan hal berikut :
1) Kaji berapa lama keluhan adanya perubahan urine output

2) Kaji onset keluhan bengkak pada wajah atau kaki apakah disertai dengan
adanya keluhan pusing dan cepat lelah

3) Kaji adanya anoreksia pada klien

4) Kaji adanya keluhan sakit kepala dan malaise

b. Riwayat Kesehatan Dahulu

Keluhan penyakit dahulu yaitu edema masa neonatus, malaria, riwayat


GNA dan GNK, terpapar bahan kimia ( Haryono, 2013 ). Pada pengkajian
riwayat kesehatan dahulu, perawat perlu mengkaji apakah kllien pernah
menderita penyakit edema, apakah ada riwayat dengan penyakit diabetes
melitus dan penyakit hipertensi pada masa sebelumnya. Penting dikaji tentang
riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap
jenis obat dan dokumentasikan ( Muttaqin & Sari, 2013 ).

c. Riwayat Kesehatan Keluarga

13
Karena kelainan gen autosom resesif. Kelainan ini tidak dapat
ditangani dengan terapi biasa dan bayi biasanya mati pada tahun pertama atau
dua tahun setelah kelahiran ( Haryono, 2013).

3. Riwayat perkembangan dan pertumbuhan

1) Perkembangan psikoseksual

Anak berada pada fase oedipal /falik dengan ciri meraa-raba dan
merasakan kenikmatan dari beberapa erogennya, senang bermain dengan anak
berjenis kelamin berbeda, oedipus kompleks untuk anak laki-laki lebih dekat
dengan ibu, elektra kompleks untuk anak perempuan lebih dekat dengan ayah.

2) Perkembangan psikososial

Anak berada pada fase perschool ( inisiatif versus rasa bersalah ) yaitu
memiliki inisiatif untuk belajar mencari pengalaman baru. Jika usahanya
diomeli atau dicela, anak akan merasa bersalah dan menjadi anak peragu.

3) Perkembangan kognitif

Masuk tahap pra operasional yaitu mulai mempresentasikan dunia


dengan bahasa, bermain dengan bahasa, bermain dan meniru, menggunakan
alat-alat sederhana.

4) Perkembangan fisik dan mental

Melompat, menari, menggambar, orang dengan kepala, lengan dan


badan, segiempat segitiga, menghitung jari-jarinya, menyebutnya hari dalam
seminggu, protes bila dilarang, mengenal empat warna, membedakan besar
dan kecil, meniru aktivitas orang dewasa ( haryono, 2013 ).

4. Pemeriksaaan Fisik

a. Sistem pernafasan : frekuensi pernafasan 15-32x/menit, rata-rata


18x/menit, efusi pleura karena distensi abdomen.

b. Sistem kardiovaskuler : nadi 70-110x/menit, tekanan darah 95/65-100/60


mmHg, hipertensi ringan bisa dijumpai

c. Sistem persyarafan : dalam batas normal

14
d. Sistem perkemihan : urin/ 24 jam 600-700 ml, hematuri, proteinuria,
oliguri

e. Sistem pencernaan : diare, nafsu makan menurun, anoreksia,


hepatomegali, nyeri daerah perut, malnutrisi berat, hernia umbilikus,
porlaps ani.

f. Sistem muskuloskletal : didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum,


efek sekunder dari edema tungkai dari keletihan fisik secara umum

g. Sistem integumen : edema periorbital, ascites

h. Sistem endokrin : dalam batas normal

i. Sistem reproduksi : dalam batas normal

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Kelebihan Volume Cairan berhubungan dengan kehilangan protein
sekunder terhadap peningkatan permiabilitas glomelurus
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan malnutrisi sekunder terhadap kehilangan protein dan penurunan
nafsu makan
3. Resiko infeksi berhubungan dengan imunitas tubuh ang menurun
4. Kerusakan intregritas kulit b.d edema
5. Nyeri b.d penyakit

3.3 Aplikasi Nanda Noc Nic

No. NANDA NOC NIC


1. Kelebihan Volume Cairan 1. Electrolit and acid base Fluid management
balance Aktivitas:
2. Fluid balance  Timbang popok/pembalut jika
3. Hydration diperlukan
Hasil yang diharapkan:  Pertahankan catatan intake
 Terbebas dari edema, dan output yang akuran
efusi, anaskara  Pasang urin kateter jika
 Bunyi nafas bersih, tidak diperlukan
ada dyspneu/ortopneu  Monitor hasil lAb yang sesuai

15
 Terbebas dari distensi dengan retensi cairan (BUN ,
vena jugularis, reflek Hmt , osmolalitas urin )
hepatojugular (+)  Monitor status hemodinamik
 Memelihara tekanan termasuk CVP, MAP, PAP,
vena sentral, tekanan dan PCWP
kapiler paru, output  Monitor vital sign
jantung dan vital sign  Monitor indikasi retensi
dalam batas normal kelebihan cairan (cracles, CVP
 Terbebas dari kelelahan, , edema, distensi vena leher,
kecemasan atau asites)
kebingungan  Kaji lokasi dan luas edema
 Menjelaskanindikator  Monitor masukan makanan /
kelebihan cairan cairan dan hitung intake kalori
harian
 Monitor status nutrisi
 Kolaborasi pemberian diuretik
sesuai interuksi
 Batasi masukan cairan pada
keadaan hiponatrermi dilusi
dengan serum Na < 130 mEq/
 Kolaborasi dokter jika tanda
cairan berlebih muncul
memburuk
Fluid Monitoring
 Tentukan riwayat jumlah dan
tipe intake cairan dan
eliminaSi
 Tentukan kemungkinan faktor
resiko dari ketidak
seimbangan cairan
(Hipertermia, terapi diuretik,
kelainan renal, gagal jantung,

16
diaporesis, disfungsi hati, dll )
 Monitor berat badan
 Monitor serum dan elektrolit
urine
 Monitor serum dan osmilalitas
urine
 Monitor BP, HR, dan RR
 Monitor tekanan darah
orthostatik dan perubahan
irama jantung
 Monitor parameter
hemodinamik infasif
 Catat secara akutar intake dan
output
 Monitor adanya distensi leher,
rinchi, eodem perifer dan
penambahan BB
 Monitor tanda dan gejala dari
odema
2. Ketidakseimbangan nutrisi Nutritional Status : food and Nutrition Management
kurang dari kebutuhan Fluid Intake Aktivitas:
tubuh Hasil yang diharapkan:  Kaji adanya alergi makanan
Definisi : Intake nutrisi tidak  Adanya peningkatan  Kolaborasi dengan ahli gizi
cukup untuk keperluan berat badan sesuai untuk menentukan jumlah
metabolisme tubuh. dengan tujuan kalori dan nutrisi yang
Batasan karakteristik :  Berat badan ideal sesuai dibutuhkan pasien.
1. Berat badan 20 % dengan tinggi badan  Anjurkan pasien untuk
atau lebih di bawah  Mampu mengidentifikasi meningkatkan intake Fe
ideal kebutuhan nutrisi  Anjurkan pasien untuk
2. Dilaporkan adanya  Tidak ada tanda tanda meningkatkan protein dan
intake makanan yang malnutrisi vitamin C
kurang dari RDA  Tidak terjadi penurunan  Berikan substansi gula

17
(Recomended Daily berat badan yang berarti  Yakinkan diet yang dimakan
Allowance) mengandung tinggi serat
3. Membran mukosa untuk mencegah konstipasi
dan konjungtiva  Berikan makanan yang terpilih
pucat ( sudah dikonsultasikan
4. Kelemahan otot yang dengan ahli gizi)
digunakan untuk  Ajarkan pasien bagaimana
menelan/mengunyah membuat catatan makanan
5. Luka, inflamasi pada harian.
rongga mulut  Monitor jumlah nutrisi dan
6. Mudah merasa kandungan kalori
kenyang, sesaat  Berikan informasi tentang
setelah mengunyah kebutuhan nutrisi
makanan  Kaji kemampuan pasien untuk
7. Dilaporkan atau fakta mendapatkan nutrisi yang
adanya kekurangan dibutuhkan
makanan Nutrition Monitoring
8. Dilaporkan adanya Aktivitas:
perubahan sensasi  BB pasien dalam batas normal
rasa  Monitor adanya penurunan
9. Perasaan berat badan
ketidakmampuan  Monitor tipe dan jumlah
untuk mengunyah aktivitas yang biasa dilakukan
makanan  Monitor interaksi anak atau
10. Miskonsepsi orangtua selama makan
11. Kehilangan BB  Monitor lingkungan selama
dengan makanan makan
cukup  Jadwalkan pengobatan dan
12. Keengganan untuk tindakan tidak selama jam
makan makan
13. Kram pada abdomen  Monitor kulit kering dan
14. Tonus otot jelek perubahan pigmentas

18
15. Nyeri abdominal  Monitor turgor kulit
dengan atau tanpa  Monitor kekeringan, rambut
patologi kusam, dan mudah patah
16. Kurang berminat  Monitor mual dan muntah
terhadap makanan  Monitor kadar albumin, total
17. Pembuluh darah protein, Hb, dan kadar Ht
kapiler mulai rapuh  Monitor makanan kesukaan
18. Diare dan atau  Monitor pertumbuhan dan
steatorrhea perkembangan
19. Kehilangan rambut  Monitor pucat, kemerahan,
yang cukup banyak dan kekeringan jaringan
(rontok) konjungtiva
20. Suara usus hiperaktif  Monitor kalori dan intake
21. Kurangnya nuntrisi
informasi,  Catat adanya edema,
misinformasi hiperemik, hipertonik papila
Faktor-faktor yang lidah dan cavitas oral.
berhubungan  Catat jika lidah berwarna
Ketidakmampuan magenta, scarlet
pemasukan atau mencerna
makanan atau mengabsorpsi
zat-zat gizi berhubungan
dengan faktor biologis,
psikologis atau ekonomi.

3. Resiko infeksi 1. Immune Status Infection Control (Kontrol infeksi)


Definisi : Peningkatan resiko 2. Knowledge : Infection Aktivitas:
masuknya organisme control  Bersihkan lingkungan setelah
patogen 3. Risk control dipakai pasien lain
Faktor-faktor resiko : Hasil yang diharapkan:  Pertahankan teknik isolasi
1. Prosedur Infasif  Klien bebas dari tanda  Batasi pengunjung bila perlu
2. Ketidakcukupan dan gejala infeksi  Instruksikan pada pengunjung

19
pengetahuan untuk  Mendeskripsikan proses untuk mencuci tangan saat
menghindari paparan penularan penyakit, berkunjung dan setelah
patogen factor yang berkunjung meninggalkan
3. Trauma mempengaruhi penularan pasien
4. erusakan jaringan serta  Gunakan sabun antimikrobia
dan peningkatan penatalaksanaannya, untuk cuci tangan
paparan lingkungan  Menunjukkan  Cuci tangan setiap sebelum
5. Ruptur membran kemampuan untuk dan sesudah tindakan
amnion mencegah timbulnya kperawtan
6. Agen farmasi infeksi  Gunakan baju, sarung tangan
(imunosupresan)  Jumlah leukosit dalam sebagai alat pelindung
7. Malnutrisi batas normal  Pertahankan lingkungan
8. Peningkatan paparan  Menunjukkan perilaku aseptik selama pemasangan
lingkungan patogen hidup sehat alat
9. Imonusupresi  Ganti letak IV perifer dan line
10. Ketidakadekuatan central dan dressing sesuai
imum buatan dengan petunjuk umum
11. Tidak adekuat  Gunakan kateter intermiten
pertahanan sekunder untuk menurunkan infeksi
(penurunan Hb, kandung kencing
Leukopenia,  Tingktkan intake nutrisi
penekanan respon  Berikan terapi antibiotik bila
inflamasi) perlu
12. Tidak adekuat Infection Protection (proteksi
pertahanan tubuh terhadap infeksi)
primer (kulit tidak  Monitor tanda dan gejala
utuh, trauma infeksi sistemik dan lokal
jaringan, penurunan  Monitor hitung granulosit,
kerja silia, cairan  Monitor kerentanan terhadap
tubuh statis, infeksi
perubahan sekresi  Batasi pengunjung
pH, perubahan  Saring pengunjung terhadap

20
peristaltik) penyakit menular
- Penyakit kronik  Partahankan teknik aspesis
pada pasien yang beresiko
 Pertahankan teknik isolasi k/p
 Berikan perawatan kuliat pada
area epidema
 Inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap kemerahan,
panas, drainase
 Ispeksi kondisi luka / insisi
bedah
 Dorong masukkan nutrisi yang
cukup
 Dorong masukan cairan
 Dorong istirahat
 Instruksikan pasien untuk
minum antibiotik sesuai rese
 Ajarkan pasien dan keluarga
tanda dan gejala infeksi
 Ajarkan cara menghindari
infeksi
 Laporkan kecurigaan infeksi
· Laporkan kultur
positif

4. Kerusakan integritas kulit Tissue Integrity : Skin and Pressure Management


Definisi : Perubahan pada Mucous Membranes Aktivitas:
epidermis dan dermis Hasil yang diharapkan:  Anjurkan pasien untuk
Batasan karakteristik :  Integritas kulit yang menggunakan pakaian yang
1. Gangguan pada baik bisa longgar
bagian tubuh dipertahankan  Hindari kerutan padaa tempat
2. Kerusakan lapisa (sensasi, elastisitas, tidur

21
kulit (dermis) temperatur, hidrasi,  Jaga kebersihan kulit agar
3. Gangguan pigmentasi) tetap bersih dan kering
permukaan kulit  Tidak ada luka/lesi  Mobilisasi pasien (ubah posisi
(epidermis pada kulit pasien) setiap dua jam sekali
Faktor yang berhubungan  Perfusi jaringan baik  Monitor kulit akan adanya
:  Menunjukkan kemerahan
Eksternal : pemahaman dalam  Oleskan lotion atau
1. Hipertermia atau proses perbaikan minyak/baby oil pada derah
hipotermia kulit dan mencegah yang tertekan
2. Substansi kimia terjadinya sedera  Monitor aktivitas dan
3. Kelembaban udara berulang mobilisasi pasien
4. Faktor mekanik  Mampu melindungi  Monitor status nutrisi pasien
(misalnya : alat yang kulit dan  Memandikan pasien dengan
dapat menimbulkan mempertahankan sabun dan air hangat
luka, tekanan, kelembaban kulit dan
restraint) perawatan alami
5. Immobilitas fisik
6. Radiasi
7. Usia yang ekstrim
8. Kelembaban kulit
9. Obat-obatan
Internal :
1. Perubahan status
metabolik
2. Tulang menonjol
3. Defisit imunologi
4. Faktor yang
berhubungan dengan
perkembangan
5. Perubahan sensasi
6. Perubahan status
nutrisi (obesitas,

22
kekurusan)
7. Perubahan status
cairan
8. Perubahan
pigmentasi
9. Perubahan sirkulasi
10. Perubahan turgor
(elastisitas kulit)

5. Nyeri 1. Pain Level, Manajemen Nyeri


Definisi : Sensori yang tidak 2. Pain control,
Aktivitas:
menyenangkan dan 3. Comfort level
pengalaman emosional yang Hasil yang diharapkan:
 Lakukan pengkajian nyeri
muncul secara aktual atau  Mampu mengontrol
secara komprehensif termasuk
potensial kerusakan jaringan nyeri (tahu penyebab
lokasi, karakteristik, durasi,
atau menggambarkan adanya nyeri, mampu
frekuensi, kualitas dan faktor
kerusakan (Asosiasi Studi menggunakan tehnik
presipitasi
Nyeri Internasional): nonfarmakologi untuk
 Observasi reaksi nonverbal
serangan mendadak atau mengurangi nyeri,
dari ketidaknyamanan
pelan intensitasnya dari mencari bantuan)
 Gunakan teknik komunikasi
ringan sampai berat yang  Melaporkan bahwa nyeri
terapeutik untuk mengetahui
dapat diantisipasi dengan berkurang dengan
pengalaman nyeri pasien
akhir yang dapat diprediksi menggunakan
 Kaji kultur yang
dan dengan durasi kurang manajemen nyeri
mempengaruhi respon nyeri
dari 6 bulan.  Mampu mengenali nyeri
 Evaluasi pengalaman nyeri
Batasan karakteristik (skala, intensitas,
masa lampau
1. Laporan secara frekuensi dan tanda
 Evaluasi bersama pasien dan
verbal atau non nyeri)
tim kesehatan lain tentang
verbal  Menyatakan rasa nyaman
ketidakefektifan kontrol nyeri
2. Fakta dari observasi setelah nyeri berkurang
masa lampau
3. Posisi antalgic untuk  Tanda vital dalam rentang
 Bantu pasien dan keluarga
menghindari nyeri normal
untuk mencari dan

23
4. Gerakan melindungi menemukan dukungan
5. Tingkah laku berhati-  Kontrol lingkungan yang
hati dapat mempengaruhi nyeri
6. Muka topeng seperti suhu ruangan,
Gangguan tidur pencahayaan dan kebisingan
(mata sayu, tampak  Kurangi faktor presipitasi
capek, sulit atau nyeri
gerakan kacau,  Pilih dan lakukan penanganan
menyeringai) nyeri (farmakologi, non
7. Terfokus pada diri farmakologi dan inter
sendiri personal)
8. Fokus menyempit  Kaji tipe dan sumber nyeri
(penurunan persepsi untuk menentukan intervensi
waktu, kerusakan  Ajarkan tentang teknik non
proses berpikir, farmakologi
penurunan interaksi  Berikan analgetik untuk
dengan orang dan mengurangi nyeri
lingkungan)  Evaluasi keefektifan kontrol
9. Tingkah laku nyeri
distraksi, contoh :  Tingkatkan istirahat
jalan-jalan, menemui  Kolaborasikan dengan dokter
orang lain dan/atau jika ada keluhan dan tindakan
aktivitas, aktivitas nyeri tidak berhasil
berulang-ulang)  Monitor penerimaan pasien
10. Respon autonom tentang manajemen nyer
(seperti diaphoresis,  Analgesic Administration
perubahan tekanan  Tentukan lokasi, karakteristik,
darah, perubahan kualitas, dan derajat nyeri
nafas, nadi dan sebelum pemberian obat
dilatasi pupil)  Cek instruksi dokter tentang
11. Perubahan autonomic jenis obat, dosis, dan frekuensi
dalam tonus otot  Cek riwayat alergi

24
(mungkin dalam  Pilih analgesik yang
rentang dari lemah ke diperlukan atau kombinasi
kaku) dari analgesik ketika
12. Tingkah laku pemberian lebih dari satu
ekspresif (contoh :  Tentukan pilihan analgesik
gelisah, merintih, tergantung tipe dan beratnya
menangis, waspada, nyeri
iritabel, nafas  Tentukan analgesik pilihan,
panjang/berkeluh rute pemberian, dan dosis
kesah) optimal
13. Perubahan dalam  Pilih rute pemberian secara
nafsu makan dan IV, IM untuk pengobatan
minum nyeri secara teratur
Faktor yang berhubungan :  Monitor vital sign sebelum
Agen injuri (biologi, kimia, dan sesudah pemberian
fisik, psikologis) analgesik pertama kali
 Berikan analgesik tepat waktu
terutama saat nyeri hebat
 Evaluasi efektivitas analgesik,
tanda dan gejala (efek
samping)

25
BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Sindrom nefrotik merupakan gangguan klinis ditandai oleh peningkatan


protein dalam urin secara bermakna (proteinuria), penurunan albumin dalam
darah, edema, dan serum cholesterol yang tinggi (hiperlipidemia).

Sindroma nefrotik ditandai dengan gangguan selektif permeabilitas kapiler


glomerulus sehingga terjadi kehilangan protein melalui urin. Proteinuria pada
anak SN relatif selektif yang terdiri atas albumin dengan kisaran nefrotik
proteinuria mencapai 1000 mg/m 2 per hari atau rasio protein kreatinin pada
random (spot) urin mencapai 2 mg/mg (Bagga dan Mantan, 2005).

Penyebab sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini


dianggap sebagai suatu penyakit autoimun, yaitu suatu reaksi antigen – antibodi.
Umumnya etiologi dibagi menjadi :
1. Sindrom nefrotik bawaan

2. Sindrom nefrotik sekunder

3. Sindrom nefrotik idiopatik

4. Glomerulosklerosis fokal segmental

4.2 Saran

Setelah membaca makalah ini penulis menyarankan agar pembaca dapat


memahami tentang gejala, penyebab sindrom nefrotik sehingga dapat membuat
kita lebih hati-hati dalam bekerja ataupun melakukan aktifitas sehari-hari serta
dapat membantu pasien sindrom nefrotik.

26
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif Sari, Kumala. 2014. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem


Perkemihan . Jakarta ; Salemba Medika.

Haryono, Arif. 2013. Keperawatan Medikal Bedah Sistem Perkemihan. Ed. 1.


Yogyakarta: Rapha Publishing

Saputra, Lyndon. 2014. Visual Nursing Genitouinaria Organ System. Tanggerang


Selatan; Binapura Aksara.

Gloria, howard, joanne, Cheryl. 2013. Nursing Intervension Classification ( NIC).


Edition 6. Elsivier.

Herdman, T. Heather. (2012). Nursing Diagnosis : Defenitions and Clasification


2012 -2014. Jakarta : EGC.

Soomor head, marions J.dkk. 2013. Nursing Outcomes Classification ( NOC ).


Edition 5. Elsevier.

Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UI. 2006. diakses pada tanggal 22
Februari 2016 dari
http://www.repository.ui.ac.id/sindromnefrotik/Chapter%2006.pdf

Mahendra, Dwi. 2014. Asuhan keperawatan pada pasien syndrom nefrotik. Di


akses pada tanggal 22 februari 2016 dari
http://www.academia.edu/8384915/ASUHAN_KEPERAWATAN_PA
DA_PASIEN_SYNDROM_NEFROTIK

Anynonim. 2013. Askep sindrom nefrotik. Diakses pada tanggal 22 februari 205
dari http://nursingbegin.com/askep-sindrom-nefrotik/

27

Вам также может понравиться

  • Pengurusan Surat Izin Pengambilan Data Fika
    Pengurusan Surat Izin Pengambilan Data Fika
    Документ2 страницы
    Pengurusan Surat Izin Pengambilan Data Fika
    Husni Fadhilah
    Оценок пока нет
  • LP Penyakit CHF
    LP Penyakit CHF
    Документ7 страниц
    LP Penyakit CHF
    Irwansyah SHI
    Оценок пока нет
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Документ5 страниц
    Daftar Isi
    Husni Fadhilah
    Оценок пока нет
  • ISBD
    ISBD
    Документ1 страница
    ISBD
    Husni Fadhilah
    Оценок пока нет
  • BAB 1 Oke
    BAB 1 Oke
    Документ9 страниц
    BAB 1 Oke
    Husni Fadhilah
    Оценок пока нет
  • Cover
    Cover
    Документ2 страницы
    Cover
    Husni Fadhilah
    Оценок пока нет
  • ASUHAN KEPERAWATAN Keluarga
    ASUHAN KEPERAWATAN Keluarga
    Документ8 страниц
    ASUHAN KEPERAWATAN Keluarga
    Husni Fadhilah
    Оценок пока нет
  • Latihan ROM
    Latihan ROM
    Документ9 страниц
    Latihan ROM
    Husni Fadhilah
    Оценок пока нет
  • Abs Trak
    Abs Trak
    Документ2 страницы
    Abs Trak
    Husni Fadhilah
    Оценок пока нет
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Документ14 страниц
    Bab Ii
    Husni Fadhilah
    Оценок пока нет
  • Latihan ROM
    Latihan ROM
    Документ9 страниц
    Latihan ROM
    Husni Fadhilah
    Оценок пока нет
  • Lembar Balik Diet DM
    Lembar Balik Diet DM
    Документ24 страницы
    Lembar Balik Diet DM
    Husni Fadhilah
    Оценок пока нет
  • Analisa Jurnal 2
    Analisa Jurnal 2
    Документ7 страниц
    Analisa Jurnal 2
    Husni Fadhilah
    Оценок пока нет
  • Bab I
    Bab I
    Документ5 страниц
    Bab I
    Husni Fadhilah
    Оценок пока нет
  • Leaflet Latihan Otot
    Leaflet Latihan Otot
    Документ2 страницы
    Leaflet Latihan Otot
    Husni Fadhilah
    Оценок пока нет
  • Makalah Reproduksi Asuhan Keperawatan Pada Masalah Kanker Serviks
    Makalah Reproduksi Asuhan Keperawatan Pada Masalah Kanker Serviks
    Документ21 страница
    Makalah Reproduksi Asuhan Keperawatan Pada Masalah Kanker Serviks
    Husni Fadhilah
    Оценок пока нет
  • Leaflet Dieet Jantung Sehat
    Leaflet Dieet Jantung Sehat
    Документ8 страниц
    Leaflet Dieet Jantung Sehat
    Husni Fadhilah
    Оценок пока нет
  • Materi Sap Sherly
    Materi Sap Sherly
    Документ2 страницы
    Materi Sap Sherly
    Husni Fadhilah
    Оценок пока нет
  • Laporan Pendahuluan Rara
    Laporan Pendahuluan Rara
    Документ16 страниц
    Laporan Pendahuluan Rara
    Husni Fadhilah
    Оценок пока нет
  • Daftar Pelajaran 2013 New
    Daftar Pelajaran 2013 New
    Документ2 страницы
    Daftar Pelajaran 2013 New
    Husni Fadhilah
    Оценок пока нет
  • Aporan Pendahuluan CHF
    Aporan Pendahuluan CHF
    Документ20 страниц
    Aporan Pendahuluan CHF
    Husni Fadhilah
    Оценок пока нет
  • Jurnal Handayani DS SADARI
    Jurnal Handayani DS SADARI
    Документ12 страниц
    Jurnal Handayani DS SADARI
    Muhammad Alfian
    Оценок пока нет
  • MAT Penyln Bhy MRKK
    MAT Penyln Bhy MRKK
    Документ12 страниц
    MAT Penyln Bhy MRKK
    Daniel Ruscianto
    Оценок пока нет