Вы находитесь на странице: 1из 36

LAPORAN

MATA KULIAH TEKNOLOGI PAKAN UNGGAS


Pengenalan Alat Pembuat Pakan Unggas

Oleh :

Dita Apsari C41150250


Golongan A

PROGRAM STUDI MANAGEMEN BISNIS UNGGAS


JURUSAN PETERNAKAN
POLITEKNIK NEGERI JEMBER
TAHUN 2017

1
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pengolaan pakan merupakan suatu kegiatan untuk mengubah pakan tunggal
atau campuran menjadi bahan pakan baru atau pakan olahan. Bahan pakan baru yang
dihasilkan dari proses pengolahan diharapkan mengalami peningkatan kualitas
(Amrullah, 2011).
Pakan merupakan setiap bahan yang dapat dimakan, disukai, dicerna dan tidak
membahayakan bagi kesehatran ternak. Agar bahan dapat disebut dengan pakan maka
harus memenuhi persyaratan tersebut. Pakan adalah bahan yang dapat dimakan,
dicerna dan diserap baik secara keseluruhan atau sebagian dan tidak menimbulkan
keracuan atau tidak mengganggu kesehatan ternak yang mengkonsumsinya
(Amrullah, 2011).
Pengolahan dan pengawetan bahan pakan dapat dilakukan dengan cara fisik
atau mekanik, kimiawi, biologis dan kombinasinya. Perlakuan secara fisik dapat
dilakukan dengan cara penjemuran, pencacah atau pemotongan, penggilingan,
penghancuran serta pembuatan pellet (Wahyono, 2014).
Mhas, crambel dan pellet merupakan bentuk bahan pakan yang dipadatkan
sedemikian rupa dari bahan konsentrat atau hijauan dengan tujuan untuk mengurangi
sifat keambaan pakan, keuntungan pakan bentuk pellet adalah meningkatkan
konsumsi dan efisiensi pakan, meningkatkan kadar energi metabolis pakan,
membunuh bakteri patogen, menurunkan jumlah pakan yang tercecer,
memperpanjang lama penyimpanan, menjamin keseimbangan zat-zat nutrrisi pakan
dan mencegah oksidasi vitamin (Wahyono, 2014).
Mash (tepung) adalah suatu bahan atau campuran bahan yang bentuknya
tepung, Crumble (berbentuk pecah/butiran) Bentuk ini merupakan perkembangan
lebih lanjut dari bentuk pellet. Pellet (berbentuk bulat panjang) Bentuk ini merupakan
perkembangan dari bentuk tepung. Kelemahan dari bentuk ini adalah memungkinkan
terjadinya kanibalisme, kurang cocok untuk anak ayam (Rasyaf, 2011).

2
Hal tersebut diatas yang melatarbelakangi diadakannya praktikum industri
pakan mengenai pengolahan bahan pakan untuk unggas sehingga dalam
pembuatannya menjadi lebih efektif dan efisien.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dari latar belakang penulisan laporan ini adalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana cara penyusunan ransum untuk pakan mash, crumble dan pellet?

2. Bagaimana proses pembuatan pakan dalam bentuk mash, crumble, dan pellet?

3. Apa saja alat-alat yang digunakan dalam pembuatan?

1.3 Tujuan
Penulisan laporan ini bertujuan untuk mengetahui alat-alat yang digunakan
dalam pembuatan pakan bentuk Mash, Crumble, dan Pelet dan fungsi dari alat-
alat tersebut.

3
BAB 2. METODELOGI

2.1 Waktu dan Tempat


Praktikum Teknologi Pakan Unggas ini dilaksanakan pada tanggal 24 dan 29
November 2017 Pada pukul 15.00-selesai dan bertempat di UPT pakan Politeknik
Negeri Jember.

2.2 Alat dan Bahan


Alat-alat pengolahan pakan : mesin grinder, hammer mill, mixer vertikal,
mixer horizontal, pelleter, crumbler

4
BAB 3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil
Adapun hasil pengamatan pada praktikum ini yaitu:

Tabel 1. Hasil Pengamatan Pembuatan Mash


No. Klasifikasi Keterangan
1. Warna Krem
2. Rasa Asin
3. Aroma Amis
4. Tekstur Lembut

Tabel 2. Hasil Pengamatan Pembuatan Crumble


No. Klasifikasi Sebelum Sesudah
1. Warna Coklat kekuningan Coklat kekuningan
2. Rasa Hambar Hambar
3. Aroma Khas dedak Khas pakan
4. Tekstur Kasar Kasar

Tabel 3. Hasil Pengamatan Pembuatan Pellet


No. Klasifikasi Sebelum Sesudah
1. Warna Coklat kekuningan Coklat kekuningan
2. Rasa Hambar Hambar
3. Aroma Khas dedak Khas pellet
4. Tekstur Kasar Kasar

5
3.2 Pembahasan
A. Mash

1. Gambaran Umum Mash

Mash (tepung) adalah suatu bahan atau campuran bahan yang bentuknya

tepung. Pembuatan tepung ini dilakukan secara mekanis yaitu dengan cara

dihancurkan dengan alat penghancur. Ukuran partikel dapat disesuaikan dengan

menggunakan saringan (Rasyaf, 2011).

Tepung ikan merupakan salah satu komponen pakan ternak yang sangat

penting karena mengandung senyawa dan unsur-unsur yang diperlukan untuk

pertumbuhan ternak. Beberapa hasil penelitian menyimpulkan bahwa tepung ikan

mengandung unidentified growth factor yang dapat merangsang pertumbuhan ternak.

(Zalniati, 2015).

Tepung ikan merupakan salah satu bahan baku pakan yang banyak

mengandung protein. Protein ikan dibutuhkan karena selain mudah dicerna, juga

mengandung asam amino dengan pola yang hampir sama dengan pola asam amino

yang terdapat dalam tubuh ternak. Pada umumnya, para peternak menambahkan

tepung ikan dalam formula pakan ternak untuk merangsang pertumbuhan daging

ternak mereka (Zalniati, 2015).

Protein tepung ikan mengandung 10 macam asam amino essensial yang

dibutuhkan oleh ikan, dimana umumnya mengandung Lysine yang relatif tinggi.

Asam amino tersebut antara lain, Arginine 4,10, Threonine 6,00, Leucine 5,40, Iso-

Leucine 3,39, Valine 3,81, Tryptophan 0,81, Histidine 1,73, Lysine 5,46. Methionine

6
2,16, Phenylalanine 3,04. Tepung ikan mengandung beberapa vitamin B komplek

seperti B12, Ribolflavin, Niacin, Pantothenic acid dan choline.Selain itu, tepung ikan

juga mengandung mineral seperti kalsium dan fosfor, besi, tembaga, serta beberapa

trace mineral lainnya (Hidayat dkk, 2013).

Namun mutu tepung ikan yang ada di pasar sangat beragam.Adanya

keragaman mutu ini disebabkan oleh perbedaan jenis dan kesegaran ikan yang diolah,

juga disebabkan oleh teknik dan cara-cara pengolahannya (Zalniati, 2015).

2. Cara Pembuatan Mash

Pengolahan tepung ikan pada prinsipnya adalah perubahan bentuk dari ikan

utuh menjadi tepung ikan melalui tahap-tahap pemasakan, pengepresan, pengeringan

dan penggilingan. Sedangkan teknologi pengolahannya dapat ditentukan berdasarkan

ketersediaan bahan mentah yang akan diolah. Jika bahan mentah yang akan diolah

menjadi tepung ikan terdapat dalam jumlah yang besar dan teratur pengadaanya,

maka dapat dipilih cara konvensional yang lazim digunakan dalam industri tepung

ikan. Sebaliknya jika bahan mentah yang akan diolah menjadi tepung ikan terdapat

dalam jumlah yang kecil dan tidak teratur pengadaanya, maka hasil tangkapan

tersebut dapat diolah dalam skala kecil dengan menggunakan metode sederhana

(Zalniati, 2015).

Metode pengolahan tepung ikan yang banyak dilakukan adalah metode

tradisional dan konvensional. Selain metode tersebut tepung ikan juga dapat diolah

dengan metode semi konvensional, kelebihan pengolahan tepung ikan secara

konvensional adalah dilakukan secara mekanis dan tahap-tahap pengolahannya

7
merupakan suatu rangkaian yang kontinyu.Bahan mentah masuk kedalam unit

pengolahan dan keluar sudah dalam bentuk produk akhir (tepung ikan).Sistem

pengolahannya telah diterapkan oleh beberapa pabrik tepung ikan.Mutu tepung ikan

mudah untuk dikontrol, karena semua tahap-tahap pengolahan dan kondisinya dapat

diatur dengan baik (Mulki, 2014).

B. Crumble

1. Gambaran Umum Crumbel

Pakan crumble banyak digunakan dalam budidaya ternak unggas khususnya

ayam, karena ukuranya yang dinilai cocok sesuai ukuran paruh ayam. Untuk

menghasilkan crumble berkualitas, pengemasan merupakan salah satu aspek yang

menentukan baik tidaknya crumble. Karena dengan pengemasan yang baik maka

dihasilkan pula crumble yang berkualitas. Crumble merupakan tipe ransum yang

dihasilkan dari campuran bahan pakan pada mesin pellet dan kemudian pellet tersebut

dihancurkan dengan ukuran lebih kasar daripada mash. Pemberian pakan dalam

bentuk crumble diharapkan dapat lebih menjamin campuran bahan pakan, termasuk

bioaktif di dalam pakan lebih homogen. Dengan demikian, bioaktif yang diberikan

dalam pakan dapat dikonsumsi oleh ternak seluruhnya. Ransum bentuk crumble

memberi hasil yang lebih baik karena bioaktif dapat tercampur secara homogen di

dalam pakan yang dikonsumsi (Retnani, 2011).

Menurut Kartadisastra (2013), crumble memiliki spesifikasi sebagai berikut:

a. Pakan tidak berdebu dan mudah untuk dikonsumsi.

b. Kehilangan pakan yang disebabkan oleh angin sangat sedikit.

8
c. Bahan-bahan pakan penyusunya sangat kompak dan tercampur merata.

d. Meningkatkan konsumsi pakan.

e. Relatif tidak mengandung bakteri membahayakan.

f. Pemborosan pakan (akibat hilang) dapat ditekan.

g. Formula pakan menjadi lebih efisien.

Ransum dalam bentuk crumble menghasilkan produksi lebih baik daripada

ransum bentuk mash dan pellet pada broiler komersil selama umur 21-56 hari, selain

itu ransum dalam bentuk crumble dan pellet juga lebih efisien dari pada ransum mash

ukuran partikel bahan baku akan menyebabkan crumble semakin kuat karena semakin

halus partikel tersebut maka akan semakin luas permukaan kontak antar partikel,

sehingga ikatan antar partikel kuat. Serat kasar yang tinggi pada bahan dapat

menjadikan crumble menjadi kurang kokoh dan mudah rapuh (Retnani, 2013).

Bentuk ini merupakan perkembangan dari bentuk tepung. Kelemahan dari

bentuk ini adalah memungkinkan terjadinya kanibalisme, kurang cocok untuk anak

ayam.

2. Cara Pembuatan Crumble

Menurut Retnani (2013), menyatakan bahwa proses pembuatan crumble

sangatlah mudah diantaranya:

a. Pengeringan ( Drying)

Pengeringan bahan pakan dilakukan dengan tujuan untuk menurangi kadar

air sehingga dalam proses penggilingan diperoleh tepung yang baik. Pada

umumnya pengeringan dilakukan hingga memperoleh kadar air sampai 20%

9
b. Penggilingan (Milling)

Proses penggilingan dilakukan terhadap bahan baku berbentuk butiran,

yaitu jagung, bungkil kelapa dan bungkil kacang kedelai untuk diolah menjadi

tepung halus. Sebelum digiling bahan disaring dengan scanner yang di dalamnya

dipasang magnet untukmemisahkan bahan dari benda-benda logam halus yang

dapat mengakibatkan rusaknya mesin giling. Bahan-bahan halus hasil

penggilingan kemudian disimpan sementara di dalam Bin (chamber) dengan

conveyor dan elevator untuk proses selanjutnya

c. Pencampuran (Mixing)

Pencampuran bertujuan untuk mencampur semua bahan baku dan bahan

tambahan dengan komposisi tertentu untuk menjadi pakan.Pencampuran

dilakukan berdasarkan formula atau ramuan pakan ternak yang akan diproduksi.

Sebelum dicampur semua bahan ditimbang dengan timbangan otomatis yang

terdapat diatas mesin pencampur dan kemudian dicurahkan ke dalam mesin

pencampur (mixer) untuk dicampur dan diaduk dengan CPO (Crude Palm Oil),

obat-obatan, vitamin dan mineral.

d. Pembutiran (Pelleting)

Pembutiran bertujuan untuk membetuk hasil pencampuran menjadi

bentuk pellet, hasil pencampuran terlebih dahulu dipanaskan dengan uap panas

bersuhu 980 yang dialirkan ke dalam chamber pellet sehingga bentuk bahan

tersebut menajadi bubur panas. Bubur panas ini kemudian dialirkan menuju

hygieneseryang suhunya 920 dan bertujuan untuk menghigieniskan pakan,

10
kemudian dialirkan menuju cetakan berbentuk lingkaran dengan saringan

berdiameter 3-5 mm disisinya yang terdapat di ujung mesin pellet dan

ditekan/dipress keluar melalui saringan tersebut.Hasil pengepresan adalah pakan

berbentuk bulat memanjang dengan diameter yang sesuai dengan diameter

saringan pellet.Selanjutnya, pakan dipotong sesuai ukuran oleh pisau-pisau yang

bergerak secara otomatis. Hasil dari proses ini berbentuk butiran-butiran yang

disebut pellet. Pellet kemudian dialirkan melalui pipa ke mesin pendinginan

(cooler).

e. Pendinginan (Cooler)

Pendinginan bertujuan untuk mendinginkan pelletdan mengurangi

kelembaban pada pellet akibat dipanaskan dengan uap panas di chamber pellet.

Karena pellet yang masih panas dan mengandung kadar air tinggi akan mudah

terserang jamur sehingga produk tidak tahan lama.Pelletdidinginkan di mesin

pendingin (Cooler) dengan bantuan dua blower, blower pertama mengalirkan

udara dingin ke pellet, sedangkan blower kedua menghisap dan mengalirkan

udara panas ke udara bebas.

f. Penghancuran (Crumbling)

Proses ini khusus digunakan untuk produk crumble. Penghancuran

bertujuan untuk menghancurkan pellet menjadi butiran-butiran yang lebih kecil

dan halus yang disebut crumble.

11
C. Pellet

1. Gambaran Umum Pellet

Pellet adalah bentuk masa bahan atau pakan yang dibentuk dengan cara ditekan

dan dipadatkan melalui lubang cetakan secara mekanis. Pelleting merupakan salah

satu metode pengolahan pakan secara mekanik yang banyak diterapkan di industri

pakan unggas, khususnya ayam. Ayam merupakan ternak yang bersifat selektif

terhadap pakan, yaitu cenderung memilih bahan pakan yang disukai. Ayam menyukai

pakan berbentuk biji-bijian (grains) terkait dengan morfologi sistem pencernaannya,

yaitu memiliki paruh untuk mematuk dan gizzard sebagai lokasi pencernaan secara

mekanik (Syamsu, 2014).

Pellet merupakan bentuk bahan pakan yang dipadatkan sedemikian rupa dari

bahan konsentrat atau hijauan dengan tujuan untuk mengurangi sifat keambaan

pakan. Keambaan pakan yang diolah menjadi pellet berkurang karena densitasnya

meningkat. Pellet yang memiliki densitas tinggi akan meningkatkan konsumsi pakan

dan mengurangi pakan yang tercecer, serta mencegah de-mixing yaitu peruraian

kembali komponen penyusun pellet sehingga konsumsi pakan sesuai dengan

kebutuhan standar (Fani,2012).

Kualitas pellet merupakan aspek yang penting baik bagi produsen pakan

maupun peternak. Kualitas pellet ditentukan dengan durabilitas, kekerasan

(Hardness) dan ukuran. Kualitas pellet yang baik membutuhkan konsekuensi bagi

produsen pakan, yaitu berupa tingginya biaya produksi, tingginya energi dan modal

yang dibutuhkan. Bagi peternak unggas, kualitas pellet yang baik akan menghasilkan

12
konversi pakan yang rendah, pertambahan bobot badan yang tinggi, dan

meminimalkan pakan yang terbuang. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas

pellet adalah formulasi (pengaruhnya sebesar 40%), Conditioning (20%), ukuran

partikel (20%), spesifikasi Die (cetakan) dari mesin pellet (15%), dan pendinginan

(5%) (Rasyaf, 2011).

Menurut hasil sejumlah penelitian, manfaat pelleting adalah untuk

memudahkan penanganan pakan dan meningkatkan performans ternak. Pelleting men

ingkatkan kepadatan dan daya alir, mencegah pakan tercecer dan diterbangkan angin,

serta meningkatkan konversi ransum.Peningkatan performans terjadi karena terjadi

peningkatan kecernaan, penurunan pemisahan bahan penyusun ransum, lebih sedikit

energi untuk mencerna pakan, serta peningkatan palatabilitas (Rasyaf, 2011).

2. Cara pembuatan Pellet

Yang dapat ditempuh dalam pembuatan pakan berbentuk pellet, yaitu secara

manual dan atau dengan menggunakan mesin (Feedmill). Pembuatan pakan secara

manual dilakukan dengan menggunakan alat-alat yang sederhana. Alat yang

dipergunakan adalah sekop (Paddle) atau drum yang dirancang dengan mengunakan

prinsip kerja mixer. Cara yang kedua dengan menggunakan mesin. Mesin pembuat

pakan ini terdiri atas mesin-mesin penggiling (Hammer mill), mesin penimbang

(Weigher), mesin pemusing (Cyclone), mesin pengangkat/pemindah bahan (Auger,

Elevator), mesin penghembus (Blower), mesin pencampur (Mixer), dan mesin

pembuat pellet. Untuk pembuatan pellet menggunakan alat blower, boiler, mash bin,

cooler, die, screw conveyor, mixer, vibrator dan transporter (Syamsu ,2014).

13
Menurut Syamsu (2014), Proses pengolahan pellet terdiri dari 3 tahap, yaitu

pengolahan pendahuluan, pembuatan pellet dan perlakuan akhir.

a. Proses pendahuluan

Proses pendahuluan bertujuan untuk pemecahan dan pemisahan bahan-

bahan pencemar atau kotoran dari bahan yang akan digunakan. Setelah seluruh

bahan baku disiapkan, tahap selanjutnya adalah menggiling bahan baku tersebut.

Tujuannya adalah untuk mendapatkan ukuran partikel yang seragam--berbentuk

tepung (mash). Peralatan yang digunakan adalah mesin penggiling atau penghalus

yang bisa digerakkan motor listrik atau motor bakar yang bahan bakarnya bisa

berupa bensin atau solar. Alat ini dikenal dengan nama disk milldan hammer mill.

Seluruh bahan yang telah digiling ditimbang dengan menggunakan

timbangan duduk.Selanjutnya, bahan–bahan tersebut dicampurkan. Pencampuran

bisa menggunakan berbagai macam mesin pengaduk (mixer), tipe vertikal, tipe

horisontal, drum mixer dan mixer yang biasa digunakan untuk mengaduk beton

atau beton molen. Pencampuran bahan – bahan baku pakan bisa juga digunakan

secara manual dengan menggunakan cangkul atau sekop dan beralaskan papan.

Untuk bahan baku dengan jumlah sedikit, terlebih dahulu dilakukan pre-

mixing atau pencampuran awal. Bahan yang dicampur pada tahap awal meliputi

vitamin, mineral, kalsium karbonat, asam amino kristal, pemacu pertumbuhan,

koksidiostat dan antioksidan. Penimbangan bahan – bahan ini harus dilakukan

dengan timbangan yang mempunyai tingkat ketelitian tinggi.

14
Minimal diperlukan waktu 15 menit untuk mencampur bahan pakan

dengan menggunakan mesin pencampur jenis beton molen supaya diperoleh

campuran yang merata.Apabila digunakanmixer horisontal, diperlukan waktu

pencampuran lebih singkat.

Tahap akhir pencampuran adalah menambahkan bahan baku cairan, yaitu

minyak kelapa dengan menggunakan sprayer atau penyemprot sambil terus

dilakukan pengadukan. Jika dalam formula pakan diperlukan bahan bakucair,

sebaiknya alat yang digunakan berupa beton molen. Beton molen ini umumnya

mempunyai dua kapasitas volume. Ini berbeda halnya dengan mixer jenis lain yang

mempunyai kapasitas beragam, hingga 1.000 kg campuran pakan setiap kali

pengadukan.

b. Pembuatan pellet

Pembuatan pellet terdiri dari proses pencetakan, pendinginan dan

pengeringan. Perlakuan akhir terdiri dari proses sortasi, pengepakan dan

pergudangan. Proses penting dalam pembuatan pellet adalah pencampuran

(mixing), pengaliran uap (conditioning), pencetakan (extruding) dan pendinginan

(cooling).

Proses conditioning dilakukan dengan bantuan steam boiler yang uapnya

diarahkan ke dalam campuran pakan. Apabila penguapan dilakukan

dengan mixer jenis beton molen, proses penguapan dilakukan sambil mengaduk

campuran pakan tersebut. Penguapan tidak boleh dilakukan di atas suhu yang

diizinkan, yaitu sekitar 80°C. Pengukusan dengan suhu terlalu tinggi dalam waktu

15
yang lama akan merusak atau setidaknya mengurangi kandungan beberapa nutrisi

dalam pakan, khususnya vitamin dan asam amino. Dalam proses pembuatan

pakan ayam ras pedaging, penguapan tidak mutlak diperlukan. Selama proses

kondisioning terjadi penurunan kandungan bahan kering sampai 20% akibat

peningkatan kadar air bahan dan menguapnya sebagian bahan organik. Proses

kondisioning akan optimal bila kadar air bahan berkisar 15 – 18%.

Sistem kerja mesin pencetak sederhana adalah dengan mendorong bahan

campuran pakan di dalam sebuah tabung besi atau baja dengan menggunakan ulir

(Screw) menuju cetakan (Die) berupa pelat berbentuk lingkaran dengan lubang –

lubang berdiameter 2 – 3 mm, sehingga pakan akan keluar dari cetakan tersebut

dalam bentuk pellet. Kelemahan sistem ini adalah diperlukannya tambahan air

sebanyak 10 – 20% ke dalam campuran pakan, sehingga diperlukan pengeringan

setelah proses pencetakan tersebut. Penambahan air dimaksudkan untuk membuat

campuran atau adonan pakan menjadi lunak, sehingga bisa keluar melalui

cetakan. Jika dipaksakan tanpa menambahkan air ke dalam campuran, mesin akan

macet. Di samping itu, pellet yang keluar dari mesin pencetak biasanya kurang

padat.

Pengeringan pada intinya adalah mengeluarkan kandungan air di dalam

pakan menjadi kurang dari 14%, sesuai dengan syarat mutu pakan ternak pada

umumnya. Proses pengeringan perlu dilakukan apabila pencetakan dilakukan

dengan mesin sederhana. Jika pencetakan dilakukan dengan mesin pellet sistem

16
kering, cukup dikering anginkan saja hingga uap panasnya hilang, sehingga pellet

menjadi kering dan tidak mudah berubah kembali ke bentuk tepung.

Proses pengeringan bisa dilakukan dengan penjemuran di bawah terik

sinar matahari atau menggunakan mesin. Keduanya memiliki kelebihan dan

kekurangan. Penjemuran secara alami tentu sangat tergantung kepada cuaca,

higienitas atau kebersihan pakan harus dijaga dengan baik, jangan sampai

tercemar debu atau kotoran dan gangguan hewan atau unggas yang dikhawatirkan

akan membawa penyakit. Jika alat yang digunakan mesin pengering, tentu akan

memerlukan biaya investasi dan biaya operasional yang cukup tinggi.

c. Perlakuan akhir

Penentuan ukuran pellet disesuaikan dengan jenis ternak.

Dari praktikum yang dilakukan dapat diidentifikasi beberapa peralatan yang


digunakan dalam pembuatan pakan dengan mesin dimana peralatan pembuat pakan
tersebut terdiri dari peralatan langsung dan tidak langsung.
Peralatan langsung dalam proses pembuatan pakan berupa:
a. Discmill dan Hammer mill

17
Discmill dan Hammer mill merupakan alat yang digunakan pertama kali dalam
proses pembuatan pakan. Fungsi Discmill dan Hammer mill Discmill sama
digunakan untuk menggiling atau penghalus yang bisa digerakkan motor listrik atau
motor bakar yang bahan bakarnya bisa berupa bensin atau solar. Tujuannya adalah
untuk memperluas permukaan bahan pakan dan memperkecil ukuran partikel bahan
pakan agar pada proses pencampuran bahan dapat dihasilkan pakan yang homogen.
Tetapi yang membedakan kedua alat ini yaitu kapasitas produksi. Hammer mill
digunakan untuk kapasitas produksi yang lebih besar sedangkan Discmill untuk
kapasitas produksi kecil.
b. Mixer
Mixer merupakan alat yang digunakan untuk mencampur bahan pakan.
Pencampuran bahan pakan tersebut dapat menggunakan berbagai macam mesin
pencampur (mixer), yaitu mixer vertical maupun mixer horizontal.
1. Mixer Vertical

Mixer vertical merupakan mesin pencampur pakan yang berbentuk vertical.


Berikut ini kelebihan dan kelemahan dari mesin mixer vertical:
Ø Kelebihan:

18
o Kapasitas pencampuran lebih fleksibel
o Memerlukan daya lebih kecil dan
o Investasi lebih kecil
Ø Kelemahan:
o Waktu pencampuran lama
o Waktu pengisian lama
o Waktu pengosongan lama

2. Mixer Horizontal

Mixer horizontal merupakan mesin pengaduk dalam pengolahan bahan pakan


berbentuk horizontal. Berikut kelebihan serta kelemahan dari mixer horizontal:
Ø Kelebihan:
o Mixing time relatif lebih singkat
o Waktu Pengisian relatif cepat
o Waktu pengosongan relatif cepat
o Memungkinkan mencampur bahan pakan cair
Ø Kelemahan:
o Menempati ruangan yang lebih besar
o Investasi lebih besar

19
o Kapasitas pencampuran kurang
o Fleksibel (minimum 80% dari kapasitas
Perbandingan Mixer Horizontal dan Mixer Vertical
Spesifikasi Horizontal Vertical
Motor 10 Kw 4 Kw
Pencampuran 6 menit 15 menit
Kapasitas 10 ton 4 ton
Kw Per Ton 1Kw 1 Kw
c. Pelleter
Pelleter merupakan mesin yang digunakan untuk membentuk bahan pakan yang
dipadatkan sedemikian rupa dari bahan pakan dengan tujuan untuk mengurangi sifat
keambaan pakan.
Pelleting meningkatkan kepadatan dan daya alir, mencegah pakan tercecer dan
diterbangkan angin, serta meningkatkan konversi ransum.

20
21
BAB 4. PENUTUP

Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum dan pembahasan pada laporan ini maka dapat
disimpulkan bahwa :

Pembuatan pakan ternak dalam bentuk mash yaitu dengan cara menimbang bahan

yang akan digunakan kemudian mengeringkannya, selanjutnya menggiling bahan

sampai halus menggunakan blender. Pembuatan pakan ternak dalam bentuk

crumble dan pellet yaitu dengan cara menimbang bahan yang akan digunakan

kemudian mencampur semua bahan tersebut sampai homogen, menambahkan air

secukupnya hingga membentuk adonan kemudian memasak adonan tersebut

sampai berwarna kecoklatan sambil sesekali diaduk, setelah masak adonan

diangkat dan siap dicetak. Khusus crumble cukup diayak menggunakan ayakan

dan untuk pellet dicetak menggunakan mesin pelleting. Terakhir mengeringkan

crumble dan pellet tadi menggunakan oven bersuhu 60°C selama 72 jam.

Daftar Pustaka

Fani, Fanya. 2012.Kriteria Pakan Berkualitas. Jakarta: Universitas Indonesiaa Press.

Johan, Alian. 2015. Mutu dan Kualitas Pakan.Jakarta: UI Press.

Retnani, Yuli. 2013. Alur Industri Pakan dan Mekanisme Kerja.Laporan Penelitian
Litbang.ac.id.(Tanggal 25 Desember 2017).

22
LAPORAN
MATA KULIAH TEKNOLOGI PAKAN UNGGAS
Pencampuran (Mixing) Pakan Secara Manual dan Otomatis

Oleh :

Dita Apsari C41150250


Golongan A

PROGRAM STUDI MANAGEMEN BISNIS UNGGAS


JURUSAN PETERNAKAN
POLITEKNIK NEGERI JEMBER
TAHUN 2017

23
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam suatu industri terdapat satu atau beberapa tahap proses pengolahan
produk hasil pertanian. Diantaranya adalah proses pengecilan ukuran, pemisahan,
pencampuran, pengeringan dan proses-proses lainnya. Dengan perkembangan
teknologi, proses pengolahan produk hasil pertanian seperti pengecilan ukuran,
pemisahan, pencampuran dan proses lainnya dapat dilakukan dengan menggunakan
peralatan industri dengan demikian efisiensinya dapat ditingkatkan dalam hal tenaga
kerja maupun biaya produksi lainnya.
Proses penacampuran atau yang biasa kita kenal dengan mixing bertujuan
untuk menggabungkan bahan menjadi suatu campuran yang menyebar secara
sempurna. Secara fisik bahan – bahan yang ada dialam terdiri dari berbagai bentuk
dan fase, oleh karena itu proses pencampuranpun terdiri dari berbagai variasi sesuai
dengan jenis bahan yang akan dicampur.
Jenis atau bentuk bahan yang akan dicampur menentukan jenis blade atau
impeler yang akan digunakan. Ada bermacam-macam blade dengan bentuk yang
beragam sesuai bentuk bahan. Pengadukan bahan cair pada umumnya dilakukan
dalam suatu bejana, biasa berbentuk silinder yang memiliki sumbu vertikal. Bagian
atas dari bejana dapat terbuka terhadap udara atau boleh juga ditutup. Selain dari
bentuk bejana tersebut, perlu ditambahkan perlengkapan-perlengkapan yang
mendukung proses pengadukan, seperti impeler dimana Ada bermacam-macam
impler dengan bentuk yang beraneka ragam sesuai dengan pola pengadukan yang
dibutuhkan.
Laporan praktikum ini menjelaskan tentang perbandingan apabila bahan
pakan dicampur menggunakan mesin mixing otomatis dan manual.Perbandingan
dapat dilihat dari tekstur pakan, waktu yang dibutuhkan mesin dalam mencampur
pakan, dll.

24
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari latar belakang penulisan laporan ini adalah
sebagai berikut:
1. Apa saja jenis peralatan pencampur dan bagian – bagiannya?
2. Apa fungsi dan spesifikasi peralatan pencampur?
3. Bagaimana hasil dan perbandingan pakan yang dicampur meggunakan
mixing manual dan otomatis?

1.3 Tujuan
Penulisan laporan ini bertujuan agar mahasiswa dapat mengetahui jenis mesin
pencampur pakan dan dapat membedakan kelebihan dan kekurangan dari mesin
otomatis dan manual.

25
BAB 2. METODELOGI

2.1 Waktu dan Tempat


Praktikum Teknologi Pakan Unggas ini dilaksanakan pada tanggal 24 dan 29
November 2017 Pada pukul 15.00-selesai dan bertempat di UPT pakan Politeknik
Negeri Jember.

2.2 Alat dan Bahan


 Sekop
 Alat tulis
 Jagung
 Bekatul
 Kosentrat
 Dan bahan tambahan premix
 Karung

2.3 Prosedur Kerja


 Untuk pencampuran bahan pakan (mixing)
- Semua bahan jagung 250 kg, bekatul 50 kg dan konsentart 200 kg, dicampur
menjadi 1. Kemudian diaduk rata dengan menggunakan sekop sebelum
dimasukkan kedalam mixer
- Kemudian ditambahkan premix dan mineral 1% dari keselurah bahan.
- Diaduk kembali hingga rata dan kemudian barulah dimasukkan kedalam
mesin pencampur (mixer).

26
BAB 3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Mixer merupakan salah satu alat pencampur dalam sistem emulsi sehingga
menghasilkan suatu dispersi yang seragam atau homogen. Terdapat dua jenis mixer
yang berdasarkan jumlah propeler-nya (turbin), yaitu mixer dengan satu propeller
dan mixer dengan dua proeiller. Mixer dengan satu propeller adalah mixer yang
biasanya digunakan untuk cairan dengan viskositas rendah. Sedangkan mixer dengan
dua propiller umumnya diigunakan pada cairan dengan viskositas tinggi. Hal ini
karena satu propeller tidak mampu mensirkulasikan keseluruhan massa dari bahan
pencampur (emulsi), selain itu ketinggi emulsi bervariasi dari waktu ke waktu
(Suryani, dkk., 2002).
Mencampur adalah suatu proses operasi yang menggabungkan dua macam
atau lebih komponen bahan yang berbeda hingga tercapai suatu keseragaman. Teori
tentang pencampuran bahan yang sistematik dan kuantitatif masih sulit dan kompleks
tetapi secara empiris telah berkembang dan umumnya sederhana (Leniger, 1975
dalam Handoko, 1992).
Perangkat mesin diawali dengan alat pencampur atau mixer yang digunakan
untuk mencampur bahan. Menurut Wirakartakusumah et al. (1992) dalam Kusdarini
(1997), proses pencampuran dimaksudkan untuk membuat suatu bentuk uniform dari
beberapa konstituen baik likuid-solid (pasta), atau solid-solid dan kadang-kadang
likuid-gas.
Menurut Wirakartakusumah et al. (1992) dalam Kusdarini (1997), prinsip
pencampuran didasarkan pada peningkatan pengacakan dan distribusi dua atau lebih
komponen yang mempunyai sifat yang berbeda. Derajat pencampuran dapat
dikarakterisasi dari waktu yang dibutuhkan, keadaan produk atau bahkan jumlah
tenaga yang dibutuhkan untuk melakukan pencampuran.
Prinsip pencampuran bahan banyak diturunkan dari prinsip mekanika fluida
dan perpindahan bahan, karena pencampuran bahan akan ada bila terjadi gerakan atau
perpindahan bahan yang akan dicampur baik secara horisontal ataupun vertikal. Ada

27
dua jenis pencampuran, yaitu (1) pencampuran sebagai proses terminal sehingga
hasilnya merupakan suatu bahan jadi yang siap pakai, dan (2) pencampuran
merupakan proses pelengkap atau proses yang mempercepat proses lainnya seperti
pemanasan, pendinginan atau reaksi kimia (Raymond dan Donald, 1962, dalam
Handoko 1992).
Menurut Kusdarini (1997), tujuan pencampuran dengan menggunakan alat
pencampur adonan (mixer) adalah untuk memperoleh adonan yang elastis dan
menghasilkan pengembangan gluten yang diinginkan. Alat pencampur ini terdiri dari
tempat untuk menampung bahan dan as stainless steel. As stainless steel yang
bercabang tegak lurus berfungsi untuk mencampurkan bahan baku yang berputar
akibat adanya puli penggerak. Batang-batang pengaduk tersebut akan memecah dan
mengaduk bahan dengan meningkatkan pengacakan dan distribusi bahan, sehingga
terjadi pencampuran. Campuran tersebut akan membentuk adonan yang kompak dan
uniform.
Secara fisik bahan-bahan yang ada di alam tersedia dalam berbagai bentuk
fasa, maka secara teoritis banyak sekali variasi pencampuran bahan yang mungkin
timbul. Karena adanya kesamaan dalam beberapa hal maka secara sederhana berbagai
jenis pencampuran bahan itu dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu : pengadukan
pada bahan cair termasuk suspensi bahan padat didalamnya, pencampuran bahan
bersifat viskous dan pencampuran bahan partikel padat.
Menurut Raymond dan Donald (1962) dalam Handoko (1992), prinsip
pencampuran bahan banyak diturunkan dari prinsip mekanika fluida dan perpindahan
bahan, karena pencampuran bahan akan ada bila terjadi gerakan atau perpindahan
bahan yang akan dicampur baik secara horisontal ataupun vertikal. Ada dua jenis
pencampuran, yaitu (1) pencampuran sebagai proses terminal sehingga hasilnya
merupakan suatu bahan jadi yang siap pakai, dan (2) pencampuran merupakan proses
pelengkap atau proses yang mempercepat proses lainnya seperti pemanasan,
pendinginan atau reaksi kimia. Pada proses pencampuran diharapkan tercapai suatu
derajat keseragaman tertentu. Derajat keseragaman ini berbeda-beda tergantung pada

28
tujuan pencampuran yaitu keseragaman dalam konsentrasi satu macam bahan atau
lebih, keseragaman suhu, atau keseragaman fisik tepung. Pencampuran ini dapat
terjadi antara bahan solid-solid, solid-likuid, solid-gas, likuid-likuid, likuid-gas, dan
gas-gas (Handoko, 1992).
Beberapa contoh pencampuran antar suspensi ini misalnya pencampuran dua
atau lebih dari bahan padat banyak dijumpai yang akan menghasilkan produk
komersial industri kimia seperti pencampuran bahan pewarna dengan bahan pewarna
lainnya atau dengan bahan penolong untuk menghasilkan nuansa warna tertentu atau
warna yang cemerlang. Untuk pencampuran bahan cair dan gas misalnya pada proses
kimia dan fisika tertentu gas harus dimasukkan ke dalam cairan, artinya cairan
dicampur secara sempurna dengan bahan-bahan berbentuk gas seperti proses
hidrogenasi, khorinasi dan fosfogensi, oksidasi cairan oleh udara (fermentasi,
memasukkan udara kedalam lumpur dalam instalasi penjernih biologis),
meningkatkan kadar (melarutkan) gas dalam cairan (misalnya HCL dalam air,
oksigen dalam cairan-cairan), dan membangkitkan basa (misalnya busa pemadam
api).
Menurut Clarke (1955) dalam Handoko (1992), alat pencampur ada dua
macam yaitu (1) tipe alat pencampur dengan pengaduknya bergerak dan wadah diam,
sedangkan (2) tipe alat pencampur dengan pengaduknya diam dan wadahnya
bergerak. Raymond dan Donald (1962) dalam Handoko (1992) menambahkan bahwa
ada satu tipe lagi yaitu gabungan antara kedua macam cara tersebut.
Raymond dan Donald (1962) dalam Handoko (1992) membedakan alat
pencampur berdasarkan jenis bahan yang akan dicampurkan yaitu:
1. pencampur kering – proses tunggal berputar, tipe drum
2. pencampur kering – pengaduk berputar, tipe drum
3. pencampur sentrifugal – kontinyu
4. pencampur horisontal – tipe pita, pisau spiral
5. pencampur kerucut – tipe ganda
6. pencampur vertikal – tipe elevator

29
7. pencampur vertikal – tipe elevator spiral
8. pencampur vertikal – tipe sentrifugal
9. pencampur panci – tipe roda
10. pencampur panci – tipe bajak

Handoko (1992) menyatakan bahwa satu prinsip penerapan untuk mencampur


bahan dengan viskositas yang tinggi dan berbentuk pasta adalah kinerja yang
tergantung pada kntak langsung antara material pencampur dengan bahan yang akan
dicampur. Untuk bahan dengan viskositas tinggi dan berbentuk pasta ini banyak
menggunakan model pencampur seperti:
1. pencampur tipe panci
2. pencampur dengan pisau berbentuk z
Menurut Syarif (1981) pengaduk berfungsi untuk mengalirkan bahan dalam
alat pengaduk bergerak dan wadah diam. Aliran yang terjadi di dalam bahan
diperkirakan berupa seperti pada gambar berikut sehingga pencampuran akan terjadi
dengan cepat dan teratur.
Jenis-jenis pengaduk yang biasa digunakan yakni pengaduk baling-baling
(propeller), pengaduk turbin (turbine), pengaduk dayung (paddle) dan pengaduk
helical ribbon.
1. Pengaduk Baling-baling
Pengaduk jenis ini digunakan pada kecepatan berkisar antara 400 hingga 1750
rpm (revolution per minute) dan digunakan untuk bahan berupa cairan dengan
viskositas rendah. Terdapat 3 jenis pengaduk baling-baling yang sering digunakan
yaitu Marine propeller, hydrofoil propeller, dan high flow propeller.

2. Pengaduk Dayung (Paddle)

30
Pengaduk jenis ini digunakan pada kecepatan rendah diantaranya 20 hingga
200 rpm. Pengaduk jenis ini sebaiknya tidak digunakan untuk bahan dengan
viskositas tinggi seperti padatan. Terdapat beberapa jenis pengaduk dayung yaitu
Paddle anchor, paddle flat beam-basic, paddle double-motion, paddle gate, paddle
horseshoe, paddle glassed steel, paddle finger, paddle helix, dan multi helix.

3. Pengaduk Turbin

Pengaduk turbin memiliki bentuk dasar yang sama dengan pengaduk dayung
hanya saja pengaduk turbin memiliki daun yang lebih banyak dan pendek. Pengaduk
jenis ini dapat digunakan untuk bahan kering maupun basah. Pengaduk turbin
dengan daun berbentuk datar memberikan aliran yang radial. Pengaduk turbin jenis
ini baik digunakan untuk mendispersi gas sebab gas akan dialirkan dari bagian
bawah pengadukan dan akan menuju bagian daun pengaduk lalu terpotong-potong
menjadi gelembung gas.
Ada pun beberapa jenis pengaduk turbin adalah sebagai berikut: turbine disc
flat blade, turbine hub mounted curved blade, turbine pitched blade, turbine bar,
danturbine shrouded. Pengaduk turbin dengan daun berbentuk miring 450 banyak
digunakan untuk bahan dengan viskositas tinggi / padatan, hal ini karena pengaduk
jenis ini menghasilkan pergerakan fluida yang lebih besar.

4. Pengaduk Helical- Ribbon


Pengaduk jenis Helical- Ribbon memiliki bentuks eperti pita (ribbon) yang
dibentuk dalam sebuah bagian yang bentuknya seperti baling- baling helicopter dan
ditempelkan kepusat sumbu pengaduk (helical). Pengaduk jenis ini memiliki rpm
yang rendah dan digunakan untuk bahan-bahan dengan viskositas tinggi. Ada pun
beberapa jenis pengaduk helical-ribbon adalah sebagai berikut: ribbon impeller,
double ribbon impeller, helical screw impleller, sigma impleller, dan z-blades.

31
Praktikum Peralatan Industri ini dilaksanakan di Seafast Center IPB Dramaga
Bogor. Materi praktikum adalah pencampuran. Pada praktikum ini praktikan
didampingi oleh tiga orang asisten praktikum dan seorang operator dari Seafast
Center. Praktikum dilakukan dengan cara memperkenalkan peralatan pencampuran
yang ada secara langsung dan penjelasan dari operator. Ada pun peralatan yang
diperkenalkan adalah Planetary Mixer, Ribbon Mixer, Molen Mixer, Mixer Ulir, dan
Alexanderwerk Mixer.
Planetary Mixer yang diperkenalkan pada praktikum ini berkapasitas 20 kg.
Planetary Mixer ini mempunyai dua jenis pengaduk yakni pengaduk model keranjang
dan model lempeng. Pengaduk model keranjang digunakan untuk mencampur bahan-
bahan basah sedangkan pengaduk model lempengan untuk bahan- bahan kering.
Mixer ini dilengkapi dengan reducer, reducer berfungsi untuk mengatur kecepatan
putaran pengaduk. Keberadaan reducer ini membuat kecepatan pengaduk menjadi
lebih lambat dibanding dengan tanpa reducer tetapi campuran yang dihasilkan
menjadi lebih halus, dan lebih homogen.
Alat pengaduk kedua yang diperkenalkan yakni Ribbon Mixer. Terdapat 3
jenis Ribbon Mixer yang diperkenalkan pada praktikum ini yakni Ribbon Mixer
dengan kapasitas 100 kg, 15 kg, dan 15 kg dengan model pengaduk yang berbeda
dengan yang 15 kg pertama. Ribbon Mixer ini tidak dilengkapi dengan reducer.
Mixer jenis ini digunakan untuk bahan-bahan kering dan basah. Ribbon Mixer
kapasitas 100 kg hanya dijelaskan secara sepintas oleh operator. Bagian dalam tidak
diperlihatkan karena ukuran mesin yang terlalu besar. Ribbon Mixer kapasitas 15 kg
yang pertama memiliki pengaduk yang berbentuk lempengan dengan beberapa
bulatan berlubang pada ujungnya. Bulatan berlubang ini bertujuan untuk
memudahkan pengadukan saat mengaduk bahan. Ribbon Mixer kapasitas 15 kg yang
kedua memiliki bentuk pengaduk yang berbedadengan Ribbon Mixer kapasitas 15 kg
yang pertama. Mixer jenis ini dapat digunakan untuk membuat adonan mie.

32
Alat pengaduk ketiga yang diperkenalkan yakni Molen Mixer. Molen mixer
ini memiliki kapasitas 50 kg digunakan untuk bahan-bahan kering. Mixer jenis ini
tidak dilengkapi dengan reducer. Kecepatan perputaran pengaduk diatur dengan
mengubah ukuran pulley pada mesin. Pulley berbentuk silinder.
Alat pengaduk keempat yang diperkenalkan adalah Mixer Ulir. Mixer Ulir ini
berkapasitas 15 kg digunakan baik untuk bahan kering maupun basah. Mixer jenis ini
dilengkapi dengan reducer sehingga putaran pengaduk lebih lambat. Pengaduk pada
mixer ini berbentuk ulir. Mixer jenis ini biasa digunakan untuk membuat adonan roti
maupun pastry.
Alat pengaduk terakhir yang diperkenalkan adalah Mixer Alexanderwerk yang
berkapasitas 5 kg. Mixer ini tidak memiliki reducer walauipun demikian perputaran
pengaduk relative lebih lambat disbanding alat pengaduklainnya. Pada praktikum ini
dilakukan juga pencampuran bahan berupa tepung terigu, telur, dan air pada alat
pencampur Alexanderwerk. Pertama-tama tepung terigu dimasukkan kemudian telur,
setelah itu air dimasukkan secara perlahan-lahan. Hasil akhir dari pencampuran
tersebut didapat adonan tepung yang memiliki viskositas yang lebih tinggi.
Mesin pengaduk memiliki aplikasi yang luas dalam bidang industri. Banyak
industri yang bergerak di bidang agroindustri, pertambangan mapupun industri
lainnya yang menggunakan mesin pengaduk dalam proses pembuatan produk mereka.
Salah satu penggunaanya adalah dalam industri pembuatan dodol, selai, saus, jenang,
dan sop kental. Mesin pengaduk yang digunakan adalah jenis Gas Cooking Mixer
atau Double Layer Stove Base. Mesin pengaduk jenis ini dilengkapi dengan kompor
untuk memanaskan bahan yang sedang di aduk. Selain itu mesin pengaduk juga
digunakan dalam industri pembuatan mie, roti, dan lain- lain.
Pencampuran pakan yang pencampurannya menggunakan mesin mixer lebih
bagus dibandingkan yang pencampuran secara manual. Pencampuran dengan
menggunakan mesin lebih cepat dan hasil pakan yang dicampur juga homogen, serta
merata partikel-partikel pakan menyatu dengan pakan yang lainnya hingga
pencampuran antara satu bahan dengan bahan lainnya sudah tidak terlihat. Hal ini

33
dikarenakan kerja mesin sangat bagus dalam sistem pencampurannya. Dan waktu
yang dibutuhkan juga sangat singkat sekali untuk mencampur hingga homogen,
kemudian tidak banyak membutuhkan tenaga kerja.
Sedangkan, pencampuran secara manual membutuhkan waktu yang lama dan
banyak membutuhkan tenaga kerja dan menguras tenaga. Pencampuran secara
manual sendiri homgennya tidak sama dengan yang dicampur dengan mesin, ikatan
antara pakan yang satu dengan yang lainnya masih bisa terlihat dan masih bisa
dibedakan secara kasat mata. Hal ini karena kerja manusia sangat minim untuk
mencampur hingga sedemikian rupa karena alat yaang digunakan hanya dengan
sekop, sehingga hasil yang terjadi juga sangat minim sekali tidak semaksimal seperti
menggunakan alat mixer.
Untuk kualitas pakan tentunya lebih baik mixer dengan mengunakan mesin,
karena faktor homogennya sangat mempengaruhi kualitas. Terlihat dari ikatan pakan
yang sudah dijabarkan kemudian dikorelasikan dengan palatabilitas bahwasanya sifat
ayam jika makan cenderung memilih yang berwarna kuning, maka dari itu jika pakan
tesebut homogen maka ayam tidak bisa memilih dan paka yang diberikan
memungkinkan ayam tidak bisa memilih lagi. Keuntungan yang kedua ialah, pakan
yang dicampur secara manual memiliki daya simpan lebih pendek daripada pakan
yang dicampur dengan mixer, karena disini ada jamur dan mikroba yang lain yang
dapat menyerang paan tersebut.

34
Hasil Pengamatan :
Kanan = otomatis
Kiri = manual
Bisa dilihat dari tingkat homogenitasnya, yang mana secara otomatis warna
lebih mencolok (coklat tua), sedangkan yang secara manual warna lebih cerah (coklat
krem). Hal ini karena kosentrat pada bahan pakan tersebut lebih tercampur, dan
tingkat homogenitasnya secara otomatis lebih tingi daripada secara manual.

BAB 4. PENUTUP

Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum dan pembahasan pada laporan ini maka dapat
disimpulkan bahwa :

Dari hasil praktikum dapat dilihat bahwa sistem pencampuran akan mempengaruhi
kualitas bahan pakan tersebut. Pencampuran yang paling bagus dan homogen adalah
menggunakan mesin otomatis daripada secara manual. Pencampuran pakan secara
otomatis lebih tinggi tingkat homogenitasnya dibandingkan secara manual. Karena
bahan pakan yang dicampurkan lebih merata/homogen, serta memiliki daya simpan
yang lebih lama dibandingkan secara manual. Pencampuran pakan secara otomatis
lebih cepat pengerjaannya dan tidak membutuhkan tenaga kerja yang banyak,
sedangkan pencampuran secara manual membutuhkan waktu yang lebih lama serta
banyak membutuhkan tenaga kerja

35
Daftar Pustaka

Handoko, Djarot. 1992. Perancangan dan Pengujian Performansi Prototipe Alat


Pengaduk Dodol. Skripsi. FATETA, IPB, Bogor.
Kusdarini, Endang. 1997. Kajian Kinerja Mesin Pengolah Kue Bawang. Skripsi.
FATETA, IPB, Bogor.
Syarif, Achid. 1981. Desain Dan Uji Performansi Alat Pencampuran Tepung Tenaga
Pedal. Skripsi. FATETA, IPB, Bogor.
Wiranatakusumah, Aman et al. 1992. Petunjuk Peralatan dan Unit Proses Industri
Pangan. Depdikbud. Direktorat jendral Pendidikan tinggi PAU pangan dan gizi. IPB, Bogor.
Ma’ sum,M. 2011. Pedoman Umum Pengembangan Alat Mesin Pengolahan
Pakan Integrasi Tenak Sapi. Diakses pada 25 Desember 2017. Jember

Pujiningsih,R.I. 2011. Teknologi Pengolahan Pakan. Modul Kuliah, Unversitas


Diponegoro. Semarang

36

Вам также может понравиться