Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Oleh :
1
BAB 1. PENDAHULUAN
2
Hal tersebut diatas yang melatarbelakangi diadakannya praktikum industri
pakan mengenai pengolahan bahan pakan untuk unggas sehingga dalam
pembuatannya menjadi lebih efektif dan efisien.
2. Bagaimana proses pembuatan pakan dalam bentuk mash, crumble, dan pellet?
1.3 Tujuan
Penulisan laporan ini bertujuan untuk mengetahui alat-alat yang digunakan
dalam pembuatan pakan bentuk Mash, Crumble, dan Pelet dan fungsi dari alat-
alat tersebut.
3
BAB 2. METODELOGI
4
BAB 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Adapun hasil pengamatan pada praktikum ini yaitu:
5
3.2 Pembahasan
A. Mash
Mash (tepung) adalah suatu bahan atau campuran bahan yang bentuknya
tepung. Pembuatan tepung ini dilakukan secara mekanis yaitu dengan cara
Tepung ikan merupakan salah satu komponen pakan ternak yang sangat
(Zalniati, 2015).
Tepung ikan merupakan salah satu bahan baku pakan yang banyak
mengandung protein. Protein ikan dibutuhkan karena selain mudah dicerna, juga
mengandung asam amino dengan pola yang hampir sama dengan pola asam amino
yang terdapat dalam tubuh ternak. Pada umumnya, para peternak menambahkan
tepung ikan dalam formula pakan ternak untuk merangsang pertumbuhan daging
dibutuhkan oleh ikan, dimana umumnya mengandung Lysine yang relatif tinggi.
Asam amino tersebut antara lain, Arginine 4,10, Threonine 6,00, Leucine 5,40, Iso-
Leucine 3,39, Valine 3,81, Tryptophan 0,81, Histidine 1,73, Lysine 5,46. Methionine
6
2,16, Phenylalanine 3,04. Tepung ikan mengandung beberapa vitamin B komplek
seperti B12, Ribolflavin, Niacin, Pantothenic acid dan choline.Selain itu, tepung ikan
juga mengandung mineral seperti kalsium dan fosfor, besi, tembaga, serta beberapa
keragaman mutu ini disebabkan oleh perbedaan jenis dan kesegaran ikan yang diolah,
Pengolahan tepung ikan pada prinsipnya adalah perubahan bentuk dari ikan
ketersediaan bahan mentah yang akan diolah. Jika bahan mentah yang akan diolah
menjadi tepung ikan terdapat dalam jumlah yang besar dan teratur pengadaanya,
maka dapat dipilih cara konvensional yang lazim digunakan dalam industri tepung
ikan. Sebaliknya jika bahan mentah yang akan diolah menjadi tepung ikan terdapat
dalam jumlah yang kecil dan tidak teratur pengadaanya, maka hasil tangkapan
tersebut dapat diolah dalam skala kecil dengan menggunakan metode sederhana
(Zalniati, 2015).
tradisional dan konvensional. Selain metode tersebut tepung ikan juga dapat diolah
7
merupakan suatu rangkaian yang kontinyu.Bahan mentah masuk kedalam unit
pengolahan dan keluar sudah dalam bentuk produk akhir (tepung ikan).Sistem
pengolahannya telah diterapkan oleh beberapa pabrik tepung ikan.Mutu tepung ikan
mudah untuk dikontrol, karena semua tahap-tahap pengolahan dan kondisinya dapat
B. Crumble
ayam, karena ukuranya yang dinilai cocok sesuai ukuran paruh ayam. Untuk
menentukan baik tidaknya crumble. Karena dengan pengemasan yang baik maka
dihasilkan pula crumble yang berkualitas. Crumble merupakan tipe ransum yang
dihasilkan dari campuran bahan pakan pada mesin pellet dan kemudian pellet tersebut
dihancurkan dengan ukuran lebih kasar daripada mash. Pemberian pakan dalam
bentuk crumble diharapkan dapat lebih menjamin campuran bahan pakan, termasuk
bioaktif di dalam pakan lebih homogen. Dengan demikian, bioaktif yang diberikan
dalam pakan dapat dikonsumsi oleh ternak seluruhnya. Ransum bentuk crumble
memberi hasil yang lebih baik karena bioaktif dapat tercampur secara homogen di
8
c. Bahan-bahan pakan penyusunya sangat kompak dan tercampur merata.
ransum bentuk mash dan pellet pada broiler komersil selama umur 21-56 hari, selain
itu ransum dalam bentuk crumble dan pellet juga lebih efisien dari pada ransum mash
ukuran partikel bahan baku akan menyebabkan crumble semakin kuat karena semakin
halus partikel tersebut maka akan semakin luas permukaan kontak antar partikel,
sehingga ikatan antar partikel kuat. Serat kasar yang tinggi pada bahan dapat
menjadikan crumble menjadi kurang kokoh dan mudah rapuh (Retnani, 2013).
bentuk ini adalah memungkinkan terjadinya kanibalisme, kurang cocok untuk anak
ayam.
a. Pengeringan ( Drying)
air sehingga dalam proses penggilingan diperoleh tepung yang baik. Pada
9
b. Penggilingan (Milling)
yaitu jagung, bungkil kelapa dan bungkil kacang kedelai untuk diolah menjadi
tepung halus. Sebelum digiling bahan disaring dengan scanner yang di dalamnya
c. Pencampuran (Mixing)
dilakukan berdasarkan formula atau ramuan pakan ternak yang akan diproduksi.
pencampur (mixer) untuk dicampur dan diaduk dengan CPO (Crude Palm Oil),
d. Pembutiran (Pelleting)
bentuk pellet, hasil pencampuran terlebih dahulu dipanaskan dengan uap panas
bersuhu 980 yang dialirkan ke dalam chamber pellet sehingga bentuk bahan
tersebut menajadi bubur panas. Bubur panas ini kemudian dialirkan menuju
10
kemudian dialirkan menuju cetakan berbentuk lingkaran dengan saringan
bergerak secara otomatis. Hasil dari proses ini berbentuk butiran-butiran yang
(cooler).
e. Pendinginan (Cooler)
kelembaban pada pellet akibat dipanaskan dengan uap panas di chamber pellet.
Karena pellet yang masih panas dan mengandung kadar air tinggi akan mudah
f. Penghancuran (Crumbling)
11
C. Pellet
Pellet adalah bentuk masa bahan atau pakan yang dibentuk dengan cara ditekan
dan dipadatkan melalui lubang cetakan secara mekanis. Pelleting merupakan salah
satu metode pengolahan pakan secara mekanik yang banyak diterapkan di industri
pakan unggas, khususnya ayam. Ayam merupakan ternak yang bersifat selektif
terhadap pakan, yaitu cenderung memilih bahan pakan yang disukai. Ayam menyukai
yaitu memiliki paruh untuk mematuk dan gizzard sebagai lokasi pencernaan secara
Pellet merupakan bentuk bahan pakan yang dipadatkan sedemikian rupa dari
bahan konsentrat atau hijauan dengan tujuan untuk mengurangi sifat keambaan
pakan. Keambaan pakan yang diolah menjadi pellet berkurang karena densitasnya
meningkat. Pellet yang memiliki densitas tinggi akan meningkatkan konsumsi pakan
dan mengurangi pakan yang tercecer, serta mencegah de-mixing yaitu peruraian
Kualitas pellet merupakan aspek yang penting baik bagi produsen pakan
(Hardness) dan ukuran. Kualitas pellet yang baik membutuhkan konsekuensi bagi
produsen pakan, yaitu berupa tingginya biaya produksi, tingginya energi dan modal
yang dibutuhkan. Bagi peternak unggas, kualitas pellet yang baik akan menghasilkan
12
konversi pakan yang rendah, pertambahan bobot badan yang tinggi, dan
partikel (20%), spesifikasi Die (cetakan) dari mesin pellet (15%), dan pendinginan
ingkatkan kepadatan dan daya alir, mencegah pakan tercecer dan diterbangkan angin,
Yang dapat ditempuh dalam pembuatan pakan berbentuk pellet, yaitu secara
manual dan atau dengan menggunakan mesin (Feedmill). Pembuatan pakan secara
dipergunakan adalah sekop (Paddle) atau drum yang dirancang dengan mengunakan
prinsip kerja mixer. Cara yang kedua dengan menggunakan mesin. Mesin pembuat
pakan ini terdiri atas mesin-mesin penggiling (Hammer mill), mesin penimbang
pembuat pellet. Untuk pembuatan pellet menggunakan alat blower, boiler, mash bin,
cooler, die, screw conveyor, mixer, vibrator dan transporter (Syamsu ,2014).
13
Menurut Syamsu (2014), Proses pengolahan pellet terdiri dari 3 tahap, yaitu
a. Proses pendahuluan
bahan pencemar atau kotoran dari bahan yang akan digunakan. Setelah seluruh
bahan baku disiapkan, tahap selanjutnya adalah menggiling bahan baku tersebut.
tepung (mash). Peralatan yang digunakan adalah mesin penggiling atau penghalus
yang bisa digerakkan motor listrik atau motor bakar yang bahan bakarnya bisa
berupa bensin atau solar. Alat ini dikenal dengan nama disk milldan hammer mill.
bisa menggunakan berbagai macam mesin pengaduk (mixer), tipe vertikal, tipe
horisontal, drum mixer dan mixer yang biasa digunakan untuk mengaduk beton
atau beton molen. Pencampuran bahan – bahan baku pakan bisa juga digunakan
secara manual dengan menggunakan cangkul atau sekop dan beralaskan papan.
Untuk bahan baku dengan jumlah sedikit, terlebih dahulu dilakukan pre-
mixing atau pencampuran awal. Bahan yang dicampur pada tahap awal meliputi
14
Minimal diperlukan waktu 15 menit untuk mencampur bahan pakan
sebaiknya alat yang digunakan berupa beton molen. Beton molen ini umumnya
mempunyai dua kapasitas volume. Ini berbeda halnya dengan mixer jenis lain yang
pengadukan.
b. Pembuatan pellet
(cooling).
dengan mixer jenis beton molen, proses penguapan dilakukan sambil mengaduk
campuran pakan tersebut. Penguapan tidak boleh dilakukan di atas suhu yang
diizinkan, yaitu sekitar 80°C. Pengukusan dengan suhu terlalu tinggi dalam waktu
15
yang lama akan merusak atau setidaknya mengurangi kandungan beberapa nutrisi
dalam pakan, khususnya vitamin dan asam amino. Dalam proses pembuatan
pakan ayam ras pedaging, penguapan tidak mutlak diperlukan. Selama proses
peningkatan kadar air bahan dan menguapnya sebagian bahan organik. Proses
campuran pakan di dalam sebuah tabung besi atau baja dengan menggunakan ulir
(Screw) menuju cetakan (Die) berupa pelat berbentuk lingkaran dengan lubang –
lubang berdiameter 2 – 3 mm, sehingga pakan akan keluar dari cetakan tersebut
dalam bentuk pellet. Kelemahan sistem ini adalah diperlukannya tambahan air
campuran atau adonan pakan menjadi lunak, sehingga bisa keluar melalui
cetakan. Jika dipaksakan tanpa menambahkan air ke dalam campuran, mesin akan
macet. Di samping itu, pellet yang keluar dari mesin pencetak biasanya kurang
padat.
pakan menjadi kurang dari 14%, sesuai dengan syarat mutu pakan ternak pada
dengan mesin sederhana. Jika pencetakan dilakukan dengan mesin pellet sistem
16
kering, cukup dikering anginkan saja hingga uap panasnya hilang, sehingga pellet
higienitas atau kebersihan pakan harus dijaga dengan baik, jangan sampai
tercemar debu atau kotoran dan gangguan hewan atau unggas yang dikhawatirkan
akan membawa penyakit. Jika alat yang digunakan mesin pengering, tentu akan
c. Perlakuan akhir
17
Discmill dan Hammer mill merupakan alat yang digunakan pertama kali dalam
proses pembuatan pakan. Fungsi Discmill dan Hammer mill Discmill sama
digunakan untuk menggiling atau penghalus yang bisa digerakkan motor listrik atau
motor bakar yang bahan bakarnya bisa berupa bensin atau solar. Tujuannya adalah
untuk memperluas permukaan bahan pakan dan memperkecil ukuran partikel bahan
pakan agar pada proses pencampuran bahan dapat dihasilkan pakan yang homogen.
Tetapi yang membedakan kedua alat ini yaitu kapasitas produksi. Hammer mill
digunakan untuk kapasitas produksi yang lebih besar sedangkan Discmill untuk
kapasitas produksi kecil.
b. Mixer
Mixer merupakan alat yang digunakan untuk mencampur bahan pakan.
Pencampuran bahan pakan tersebut dapat menggunakan berbagai macam mesin
pencampur (mixer), yaitu mixer vertical maupun mixer horizontal.
1. Mixer Vertical
18
o Kapasitas pencampuran lebih fleksibel
o Memerlukan daya lebih kecil dan
o Investasi lebih kecil
Ø Kelemahan:
o Waktu pencampuran lama
o Waktu pengisian lama
o Waktu pengosongan lama
2. Mixer Horizontal
19
o Kapasitas pencampuran kurang
o Fleksibel (minimum 80% dari kapasitas
Perbandingan Mixer Horizontal dan Mixer Vertical
Spesifikasi Horizontal Vertical
Motor 10 Kw 4 Kw
Pencampuran 6 menit 15 menit
Kapasitas 10 ton 4 ton
Kw Per Ton 1Kw 1 Kw
c. Pelleter
Pelleter merupakan mesin yang digunakan untuk membentuk bahan pakan yang
dipadatkan sedemikian rupa dari bahan pakan dengan tujuan untuk mengurangi sifat
keambaan pakan.
Pelleting meningkatkan kepadatan dan daya alir, mencegah pakan tercecer dan
diterbangkan angin, serta meningkatkan konversi ransum.
20
21
BAB 4. PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum dan pembahasan pada laporan ini maka dapat
disimpulkan bahwa :
Pembuatan pakan ternak dalam bentuk mash yaitu dengan cara menimbang bahan
crumble dan pellet yaitu dengan cara menimbang bahan yang akan digunakan
diangkat dan siap dicetak. Khusus crumble cukup diayak menggunakan ayakan
crumble dan pellet tadi menggunakan oven bersuhu 60°C selama 72 jam.
Daftar Pustaka
Retnani, Yuli. 2013. Alur Industri Pakan dan Mekanisme Kerja.Laporan Penelitian
Litbang.ac.id.(Tanggal 25 Desember 2017).
22
LAPORAN
MATA KULIAH TEKNOLOGI PAKAN UNGGAS
Pencampuran (Mixing) Pakan Secara Manual dan Otomatis
Oleh :
23
BAB 1. PENDAHULUAN
24
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari latar belakang penulisan laporan ini adalah
sebagai berikut:
1. Apa saja jenis peralatan pencampur dan bagian – bagiannya?
2. Apa fungsi dan spesifikasi peralatan pencampur?
3. Bagaimana hasil dan perbandingan pakan yang dicampur meggunakan
mixing manual dan otomatis?
1.3 Tujuan
Penulisan laporan ini bertujuan agar mahasiswa dapat mengetahui jenis mesin
pencampur pakan dan dapat membedakan kelebihan dan kekurangan dari mesin
otomatis dan manual.
25
BAB 2. METODELOGI
26
BAB 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Mixer merupakan salah satu alat pencampur dalam sistem emulsi sehingga
menghasilkan suatu dispersi yang seragam atau homogen. Terdapat dua jenis mixer
yang berdasarkan jumlah propeler-nya (turbin), yaitu mixer dengan satu propeller
dan mixer dengan dua proeiller. Mixer dengan satu propeller adalah mixer yang
biasanya digunakan untuk cairan dengan viskositas rendah. Sedangkan mixer dengan
dua propiller umumnya diigunakan pada cairan dengan viskositas tinggi. Hal ini
karena satu propeller tidak mampu mensirkulasikan keseluruhan massa dari bahan
pencampur (emulsi), selain itu ketinggi emulsi bervariasi dari waktu ke waktu
(Suryani, dkk., 2002).
Mencampur adalah suatu proses operasi yang menggabungkan dua macam
atau lebih komponen bahan yang berbeda hingga tercapai suatu keseragaman. Teori
tentang pencampuran bahan yang sistematik dan kuantitatif masih sulit dan kompleks
tetapi secara empiris telah berkembang dan umumnya sederhana (Leniger, 1975
dalam Handoko, 1992).
Perangkat mesin diawali dengan alat pencampur atau mixer yang digunakan
untuk mencampur bahan. Menurut Wirakartakusumah et al. (1992) dalam Kusdarini
(1997), proses pencampuran dimaksudkan untuk membuat suatu bentuk uniform dari
beberapa konstituen baik likuid-solid (pasta), atau solid-solid dan kadang-kadang
likuid-gas.
Menurut Wirakartakusumah et al. (1992) dalam Kusdarini (1997), prinsip
pencampuran didasarkan pada peningkatan pengacakan dan distribusi dua atau lebih
komponen yang mempunyai sifat yang berbeda. Derajat pencampuran dapat
dikarakterisasi dari waktu yang dibutuhkan, keadaan produk atau bahkan jumlah
tenaga yang dibutuhkan untuk melakukan pencampuran.
Prinsip pencampuran bahan banyak diturunkan dari prinsip mekanika fluida
dan perpindahan bahan, karena pencampuran bahan akan ada bila terjadi gerakan atau
perpindahan bahan yang akan dicampur baik secara horisontal ataupun vertikal. Ada
27
dua jenis pencampuran, yaitu (1) pencampuran sebagai proses terminal sehingga
hasilnya merupakan suatu bahan jadi yang siap pakai, dan (2) pencampuran
merupakan proses pelengkap atau proses yang mempercepat proses lainnya seperti
pemanasan, pendinginan atau reaksi kimia (Raymond dan Donald, 1962, dalam
Handoko 1992).
Menurut Kusdarini (1997), tujuan pencampuran dengan menggunakan alat
pencampur adonan (mixer) adalah untuk memperoleh adonan yang elastis dan
menghasilkan pengembangan gluten yang diinginkan. Alat pencampur ini terdiri dari
tempat untuk menampung bahan dan as stainless steel. As stainless steel yang
bercabang tegak lurus berfungsi untuk mencampurkan bahan baku yang berputar
akibat adanya puli penggerak. Batang-batang pengaduk tersebut akan memecah dan
mengaduk bahan dengan meningkatkan pengacakan dan distribusi bahan, sehingga
terjadi pencampuran. Campuran tersebut akan membentuk adonan yang kompak dan
uniform.
Secara fisik bahan-bahan yang ada di alam tersedia dalam berbagai bentuk
fasa, maka secara teoritis banyak sekali variasi pencampuran bahan yang mungkin
timbul. Karena adanya kesamaan dalam beberapa hal maka secara sederhana berbagai
jenis pencampuran bahan itu dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu : pengadukan
pada bahan cair termasuk suspensi bahan padat didalamnya, pencampuran bahan
bersifat viskous dan pencampuran bahan partikel padat.
Menurut Raymond dan Donald (1962) dalam Handoko (1992), prinsip
pencampuran bahan banyak diturunkan dari prinsip mekanika fluida dan perpindahan
bahan, karena pencampuran bahan akan ada bila terjadi gerakan atau perpindahan
bahan yang akan dicampur baik secara horisontal ataupun vertikal. Ada dua jenis
pencampuran, yaitu (1) pencampuran sebagai proses terminal sehingga hasilnya
merupakan suatu bahan jadi yang siap pakai, dan (2) pencampuran merupakan proses
pelengkap atau proses yang mempercepat proses lainnya seperti pemanasan,
pendinginan atau reaksi kimia. Pada proses pencampuran diharapkan tercapai suatu
derajat keseragaman tertentu. Derajat keseragaman ini berbeda-beda tergantung pada
28
tujuan pencampuran yaitu keseragaman dalam konsentrasi satu macam bahan atau
lebih, keseragaman suhu, atau keseragaman fisik tepung. Pencampuran ini dapat
terjadi antara bahan solid-solid, solid-likuid, solid-gas, likuid-likuid, likuid-gas, dan
gas-gas (Handoko, 1992).
Beberapa contoh pencampuran antar suspensi ini misalnya pencampuran dua
atau lebih dari bahan padat banyak dijumpai yang akan menghasilkan produk
komersial industri kimia seperti pencampuran bahan pewarna dengan bahan pewarna
lainnya atau dengan bahan penolong untuk menghasilkan nuansa warna tertentu atau
warna yang cemerlang. Untuk pencampuran bahan cair dan gas misalnya pada proses
kimia dan fisika tertentu gas harus dimasukkan ke dalam cairan, artinya cairan
dicampur secara sempurna dengan bahan-bahan berbentuk gas seperti proses
hidrogenasi, khorinasi dan fosfogensi, oksidasi cairan oleh udara (fermentasi,
memasukkan udara kedalam lumpur dalam instalasi penjernih biologis),
meningkatkan kadar (melarutkan) gas dalam cairan (misalnya HCL dalam air,
oksigen dalam cairan-cairan), dan membangkitkan basa (misalnya busa pemadam
api).
Menurut Clarke (1955) dalam Handoko (1992), alat pencampur ada dua
macam yaitu (1) tipe alat pencampur dengan pengaduknya bergerak dan wadah diam,
sedangkan (2) tipe alat pencampur dengan pengaduknya diam dan wadahnya
bergerak. Raymond dan Donald (1962) dalam Handoko (1992) menambahkan bahwa
ada satu tipe lagi yaitu gabungan antara kedua macam cara tersebut.
Raymond dan Donald (1962) dalam Handoko (1992) membedakan alat
pencampur berdasarkan jenis bahan yang akan dicampurkan yaitu:
1. pencampur kering – proses tunggal berputar, tipe drum
2. pencampur kering – pengaduk berputar, tipe drum
3. pencampur sentrifugal – kontinyu
4. pencampur horisontal – tipe pita, pisau spiral
5. pencampur kerucut – tipe ganda
6. pencampur vertikal – tipe elevator
29
7. pencampur vertikal – tipe elevator spiral
8. pencampur vertikal – tipe sentrifugal
9. pencampur panci – tipe roda
10. pencampur panci – tipe bajak
30
Pengaduk jenis ini digunakan pada kecepatan rendah diantaranya 20 hingga
200 rpm. Pengaduk jenis ini sebaiknya tidak digunakan untuk bahan dengan
viskositas tinggi seperti padatan. Terdapat beberapa jenis pengaduk dayung yaitu
Paddle anchor, paddle flat beam-basic, paddle double-motion, paddle gate, paddle
horseshoe, paddle glassed steel, paddle finger, paddle helix, dan multi helix.
3. Pengaduk Turbin
Pengaduk turbin memiliki bentuk dasar yang sama dengan pengaduk dayung
hanya saja pengaduk turbin memiliki daun yang lebih banyak dan pendek. Pengaduk
jenis ini dapat digunakan untuk bahan kering maupun basah. Pengaduk turbin
dengan daun berbentuk datar memberikan aliran yang radial. Pengaduk turbin jenis
ini baik digunakan untuk mendispersi gas sebab gas akan dialirkan dari bagian
bawah pengadukan dan akan menuju bagian daun pengaduk lalu terpotong-potong
menjadi gelembung gas.
Ada pun beberapa jenis pengaduk turbin adalah sebagai berikut: turbine disc
flat blade, turbine hub mounted curved blade, turbine pitched blade, turbine bar,
danturbine shrouded. Pengaduk turbin dengan daun berbentuk miring 450 banyak
digunakan untuk bahan dengan viskositas tinggi / padatan, hal ini karena pengaduk
jenis ini menghasilkan pergerakan fluida yang lebih besar.
31
Praktikum Peralatan Industri ini dilaksanakan di Seafast Center IPB Dramaga
Bogor. Materi praktikum adalah pencampuran. Pada praktikum ini praktikan
didampingi oleh tiga orang asisten praktikum dan seorang operator dari Seafast
Center. Praktikum dilakukan dengan cara memperkenalkan peralatan pencampuran
yang ada secara langsung dan penjelasan dari operator. Ada pun peralatan yang
diperkenalkan adalah Planetary Mixer, Ribbon Mixer, Molen Mixer, Mixer Ulir, dan
Alexanderwerk Mixer.
Planetary Mixer yang diperkenalkan pada praktikum ini berkapasitas 20 kg.
Planetary Mixer ini mempunyai dua jenis pengaduk yakni pengaduk model keranjang
dan model lempeng. Pengaduk model keranjang digunakan untuk mencampur bahan-
bahan basah sedangkan pengaduk model lempengan untuk bahan- bahan kering.
Mixer ini dilengkapi dengan reducer, reducer berfungsi untuk mengatur kecepatan
putaran pengaduk. Keberadaan reducer ini membuat kecepatan pengaduk menjadi
lebih lambat dibanding dengan tanpa reducer tetapi campuran yang dihasilkan
menjadi lebih halus, dan lebih homogen.
Alat pengaduk kedua yang diperkenalkan yakni Ribbon Mixer. Terdapat 3
jenis Ribbon Mixer yang diperkenalkan pada praktikum ini yakni Ribbon Mixer
dengan kapasitas 100 kg, 15 kg, dan 15 kg dengan model pengaduk yang berbeda
dengan yang 15 kg pertama. Ribbon Mixer ini tidak dilengkapi dengan reducer.
Mixer jenis ini digunakan untuk bahan-bahan kering dan basah. Ribbon Mixer
kapasitas 100 kg hanya dijelaskan secara sepintas oleh operator. Bagian dalam tidak
diperlihatkan karena ukuran mesin yang terlalu besar. Ribbon Mixer kapasitas 15 kg
yang pertama memiliki pengaduk yang berbentuk lempengan dengan beberapa
bulatan berlubang pada ujungnya. Bulatan berlubang ini bertujuan untuk
memudahkan pengadukan saat mengaduk bahan. Ribbon Mixer kapasitas 15 kg yang
kedua memiliki bentuk pengaduk yang berbedadengan Ribbon Mixer kapasitas 15 kg
yang pertama. Mixer jenis ini dapat digunakan untuk membuat adonan mie.
32
Alat pengaduk ketiga yang diperkenalkan yakni Molen Mixer. Molen mixer
ini memiliki kapasitas 50 kg digunakan untuk bahan-bahan kering. Mixer jenis ini
tidak dilengkapi dengan reducer. Kecepatan perputaran pengaduk diatur dengan
mengubah ukuran pulley pada mesin. Pulley berbentuk silinder.
Alat pengaduk keempat yang diperkenalkan adalah Mixer Ulir. Mixer Ulir ini
berkapasitas 15 kg digunakan baik untuk bahan kering maupun basah. Mixer jenis ini
dilengkapi dengan reducer sehingga putaran pengaduk lebih lambat. Pengaduk pada
mixer ini berbentuk ulir. Mixer jenis ini biasa digunakan untuk membuat adonan roti
maupun pastry.
Alat pengaduk terakhir yang diperkenalkan adalah Mixer Alexanderwerk yang
berkapasitas 5 kg. Mixer ini tidak memiliki reducer walauipun demikian perputaran
pengaduk relative lebih lambat disbanding alat pengaduklainnya. Pada praktikum ini
dilakukan juga pencampuran bahan berupa tepung terigu, telur, dan air pada alat
pencampur Alexanderwerk. Pertama-tama tepung terigu dimasukkan kemudian telur,
setelah itu air dimasukkan secara perlahan-lahan. Hasil akhir dari pencampuran
tersebut didapat adonan tepung yang memiliki viskositas yang lebih tinggi.
Mesin pengaduk memiliki aplikasi yang luas dalam bidang industri. Banyak
industri yang bergerak di bidang agroindustri, pertambangan mapupun industri
lainnya yang menggunakan mesin pengaduk dalam proses pembuatan produk mereka.
Salah satu penggunaanya adalah dalam industri pembuatan dodol, selai, saus, jenang,
dan sop kental. Mesin pengaduk yang digunakan adalah jenis Gas Cooking Mixer
atau Double Layer Stove Base. Mesin pengaduk jenis ini dilengkapi dengan kompor
untuk memanaskan bahan yang sedang di aduk. Selain itu mesin pengaduk juga
digunakan dalam industri pembuatan mie, roti, dan lain- lain.
Pencampuran pakan yang pencampurannya menggunakan mesin mixer lebih
bagus dibandingkan yang pencampuran secara manual. Pencampuran dengan
menggunakan mesin lebih cepat dan hasil pakan yang dicampur juga homogen, serta
merata partikel-partikel pakan menyatu dengan pakan yang lainnya hingga
pencampuran antara satu bahan dengan bahan lainnya sudah tidak terlihat. Hal ini
33
dikarenakan kerja mesin sangat bagus dalam sistem pencampurannya. Dan waktu
yang dibutuhkan juga sangat singkat sekali untuk mencampur hingga homogen,
kemudian tidak banyak membutuhkan tenaga kerja.
Sedangkan, pencampuran secara manual membutuhkan waktu yang lama dan
banyak membutuhkan tenaga kerja dan menguras tenaga. Pencampuran secara
manual sendiri homgennya tidak sama dengan yang dicampur dengan mesin, ikatan
antara pakan yang satu dengan yang lainnya masih bisa terlihat dan masih bisa
dibedakan secara kasat mata. Hal ini karena kerja manusia sangat minim untuk
mencampur hingga sedemikian rupa karena alat yaang digunakan hanya dengan
sekop, sehingga hasil yang terjadi juga sangat minim sekali tidak semaksimal seperti
menggunakan alat mixer.
Untuk kualitas pakan tentunya lebih baik mixer dengan mengunakan mesin,
karena faktor homogennya sangat mempengaruhi kualitas. Terlihat dari ikatan pakan
yang sudah dijabarkan kemudian dikorelasikan dengan palatabilitas bahwasanya sifat
ayam jika makan cenderung memilih yang berwarna kuning, maka dari itu jika pakan
tesebut homogen maka ayam tidak bisa memilih dan paka yang diberikan
memungkinkan ayam tidak bisa memilih lagi. Keuntungan yang kedua ialah, pakan
yang dicampur secara manual memiliki daya simpan lebih pendek daripada pakan
yang dicampur dengan mixer, karena disini ada jamur dan mikroba yang lain yang
dapat menyerang paan tersebut.
34
Hasil Pengamatan :
Kanan = otomatis
Kiri = manual
Bisa dilihat dari tingkat homogenitasnya, yang mana secara otomatis warna
lebih mencolok (coklat tua), sedangkan yang secara manual warna lebih cerah (coklat
krem). Hal ini karena kosentrat pada bahan pakan tersebut lebih tercampur, dan
tingkat homogenitasnya secara otomatis lebih tingi daripada secara manual.
BAB 4. PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum dan pembahasan pada laporan ini maka dapat
disimpulkan bahwa :
Dari hasil praktikum dapat dilihat bahwa sistem pencampuran akan mempengaruhi
kualitas bahan pakan tersebut. Pencampuran yang paling bagus dan homogen adalah
menggunakan mesin otomatis daripada secara manual. Pencampuran pakan secara
otomatis lebih tinggi tingkat homogenitasnya dibandingkan secara manual. Karena
bahan pakan yang dicampurkan lebih merata/homogen, serta memiliki daya simpan
yang lebih lama dibandingkan secara manual. Pencampuran pakan secara otomatis
lebih cepat pengerjaannya dan tidak membutuhkan tenaga kerja yang banyak,
sedangkan pencampuran secara manual membutuhkan waktu yang lebih lama serta
banyak membutuhkan tenaga kerja
35
Daftar Pustaka
36