Вы находитесь на странице: 1из 9

LAPORAN PENDAHULUAN “FRAKTUR”

DI RUANG IGD RSUD R.A KARTINI JEPARA

Disusun Oleh Kelompok 6:


1. Fifi Rofiatun Ni’mah
2. Heni Rahmawati
3. Puji Nikmatul Inayah
4. Ainun Fitriyah
5. Fatmala Eva
6. Wiji Wijayanti
7. Laela
8. Maulana Idrus

PROGRAM PROFESI NERS


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS
2018/2019
A. PENGERTIAN
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang
bersifat total maupun sebagian (Helmi, 2012). Fraktur adalah terputusnya
kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya ( Bruner& Suddart,
2013 ).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan
tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa
(Sjamsuhidayat, 2010). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan
tulang, yang biasanya disertai dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan
otot, rupture tendon, kerusakan pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh
dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadinya fraktur jika tulang dikenai
stress yang lebih besar dari yang besar dari yang dapat diabsorbsinya
(Smeltzer, 2014).
Kesimpulan, Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang
disebabkan trauma langsung ataupun trauma tidak langsung.

B. ETIOLOGI
1. Trauma langsung : benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur di
tempat itu. Misal benturan pada lengan bawah yang menyebabkan patah
tulang radius dan ulna.
2. Trauma tidak langsung : bila mana titik tumpu benturan dengan terjadinya
fraktur berjauhan.
3. Trauma ringan pun dapat menyebabkan terjadinya fraktur bila tulang itu
sendiri rapuh/ ada resiko terjadinya penyakit yang mendasari dan hal ini
disebut dengan fraktur patologis.
4. Kekerasan akibat tarikan otot : patah tulang akibat tarikan otot sangat
jarang terjadi.Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan
dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.

(Sjamsuhidajat, 2010)

C. KLASIFIKASI
 Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan) :
1. Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena
kulit masih utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup ada
klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar
trauma, yaitu:
 Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera
jaringan lunak sekitarnya.
 Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan
jaringan subkutan.
 Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan
lunak bagian dalam dan pembengkakan.
 Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang
nyata ddan ancaman sindroma kompartement.
2. Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya
perlukaan kulit. Fraktur terbuka dibedakan menjadi beberapa grade
yaitu :
 Grade I : luka bersih, panjangnya kurang dari 1 cm
 Grade II : luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang
ekstensif.
 Grade III : sangat terkontaminasi, dan mengalami kerusakan
jaringan lunak ekstensif
 Berdasarkan jumlah garis
1. Simple fraktur : terdapat satu garis fraktur
2. Multiple fraktur : terdapat lebih dari satu garis fraktur
3. Comminutive fraktur : lebih banyak garis fraktur dan patah menjadi
fragmen kecil
 Berdasarkan luas garis fraktur
1. Fraktur inkomplit : tulang tidak terpotong secara total
2. Fraktur komplikasi : tulang terpotong total
3. Hairline fraktur : garis fraktur tidak tampak
(Nanda, Nic-Noc 2013)

D. TANDA DAN GEJALA


Menurut Mansjoer, Arif (2014) tanda dan gejala fraktur sebagai berikut :
1. Deformitas (perubahan struktur dan bentuk) disebabkan oleh
ketergantungan fungsional otot pada kesetabilan otot.
2. Bengkak atau penumpukan cairan/darah karena kerusakan pembuluh
darah, berasal dari proses vasodilatasi, eksudasi plasma dan adanya
peningkatan leukosit pada jaringan di sekitar tulang.
3. Spasme otot karena tingkat kecacatan, kekuatan otot yang sering
disebabkan karena tulang menekan otot.
4. Nyeri karena kerusakan jaringan dan perubahan struktur yang meningkat
karena penekanan sisi-sisi fraktur dan pergerakan bagian fraktur.
5. Kurangnya sensasi yang dapat terjadi karena adanya gangguan saraf,
dimana saraf ini dapat terjepit atau terputus oleh fragmen tulang
6. Pergerakan abnormal.
7. Krepitasi, sering terjadi karena pergerakan bagian fraktur sehingga
menyebabkan kerusakan jaringan sekitarnya.

E. PATOFISIOLOGI
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya
pegas untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih
besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang
yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah
terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks,
marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan
terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga
medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang
patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon
inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit,
dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari
proses penyembuhan tulang nantinya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
1. Faktor Ekstrinsik : adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang
yang tergantung terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat
menyebabkan fraktur.
2. Faktor Intrinsik : beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang
menentukan daya tahan untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas
absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau
kekerasan tulang.

(Sjamsuhidajat, 2010)
F. PATHWAY

Disfungsi Miokard (AMI) Beban tekanan Beban volume


Miokarditis berlebihan berlebihan

Kontraktilitas Beban sistole

Preload
Kontraktilitas

Hambatan pengosongan
Ventrikel

Cop

Beban jantung Gagal jantung kanan

CHF

Gagal pompa ventrikel kiri Gagal pompa ventrikel kanan

Tekanan diastole
Suplai darah Suplai O2 ke Otak LVED naik
jaringan

Sinkop Tekanan vena Bendungan atrium kanan


pulmonalis
Metabolisme Anaerob
Penurunan
Asidosi Metabolik Perfusi Tekanan kaplier paru Bendungan vena sistemik
Jaringan
ATP Edema paru
Lien Hepar

Ronkhi basah
Fatigue Splenomegali
Hepatomegali

Iritasi mukosa paru

Intoleransi
Aktivitas Reflek batuk Mendesak Diafragma

Penumpukan sekret Sesak nafas

Bersihan jalan Pola Nafas Tidak


nafas tidak efektif Efektif

(Nanda, Nic-Noc 2013)


F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. X.Ray dilakukan untuk melihat bentuk patahan atau keadaan tulang yang
cedera.
2. Bone scans, Tomogram, atau MRI Scan
3. Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler
4. Pemeriksaan darah lengkap : leukosit turun/meningkat, Eritrosit dan
Albumin turun, Hb, hematokrit sering rendah akibat perdarahan, Laju
Endap Darah (LED) meningkat bila kerusakan jaringan lunak sangat luas,
Pada masa penyembuhan Ca meningkat di dalam darah, traumaa otot
meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal. Profil koagulasi: perubahan
dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi multiple, atau cederah hati.

(Sjamsuhidajat, 2010)

H. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN (POLA FUNGSI KESEHATAN)
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan,
suku/bangsa, agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah
sakit, nomor register dan diagnosa medik.
b. Pengkajian primer (Airway, Breathing, Circulation, Dissability)
c. Pengkajian sekunder
 Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
2) Tingkat kesadaran
3) Kepala : bentuk kebersihan kulit kepala, dan warna
rambut
4) Wajah
5) Mata : ada tidaknya konjungtivitis dan ikterik pada
sclera
6) Telinga : ada tidaknya gangguan pendengaran,
kebersihan, kesimetrisan
7) Hidung : kebersihan, atau kelainan lain
8) Mulut : kebersihan, ada tidaknya caries, dan infeksi
mulut lainnya
9) Leher : JVP meningkat atau tidak, ada tidaknya
pergerakan yang terganggu
10) Dada : kesimetrisan ekspansi dada normal, ada atau
tidak ada nyeri tekan
11) Paru-paru : ekspansi paru terlihat jelas
12) Abdomen : datar, simetris, tidak teraba massa, tidak
terdapat nyeri saat dipalpasi, tidak terdapat rasa mual
maupun muntah
13) Genetalia : ada tidaknya kelalinan pada daerah genitalia
14) Anus dan rectum : ada tidaknya kelainan seperti
terdapat hemoroid
15) Ekstrimitas : kelengkapan ekstermitas atas dan bawah,
ada tidaknya oedema, akral, dan ada tidaknya
penurunan fungsi pergerakan.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
3. INTERVENSI KEPERAWATAN

DX Tujuan dan KH Intervensi Rasional


DAFTAR PUSTAKA

.
Brunner & Suddarth, (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi
8 volume 2.Jakarta EGC
Helmi, Zairin N. (2012). Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta:
Salemba medika
Sjamsuhidajat. (2010). Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi II. Jakarta : EGC
Smeltzer S, Brenda G. (2014). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah
Brunner & Suddarth. Vol 2. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
NANDA NIC-NOC Jilid 1. (2013). Yogyakarta : Media Action Publishing.
NANDA NIC-NOC Jilid 2. (2013). Yogyakarta : Media Action Publishing

Вам также может понравиться