Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
B. ETIOLOGI
1. Trauma langsung : benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur di
tempat itu. Misal benturan pada lengan bawah yang menyebabkan patah
tulang radius dan ulna.
2. Trauma tidak langsung : bila mana titik tumpu benturan dengan terjadinya
fraktur berjauhan.
3. Trauma ringan pun dapat menyebabkan terjadinya fraktur bila tulang itu
sendiri rapuh/ ada resiko terjadinya penyakit yang mendasari dan hal ini
disebut dengan fraktur patologis.
4. Kekerasan akibat tarikan otot : patah tulang akibat tarikan otot sangat
jarang terjadi.Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan
dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.
(Sjamsuhidajat, 2010)
C. KLASIFIKASI
Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan) :
1. Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena
kulit masih utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup ada
klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar
trauma, yaitu:
Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera
jaringan lunak sekitarnya.
Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan
jaringan subkutan.
Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan
lunak bagian dalam dan pembengkakan.
Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang
nyata ddan ancaman sindroma kompartement.
2. Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya
perlukaan kulit. Fraktur terbuka dibedakan menjadi beberapa grade
yaitu :
Grade I : luka bersih, panjangnya kurang dari 1 cm
Grade II : luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang
ekstensif.
Grade III : sangat terkontaminasi, dan mengalami kerusakan
jaringan lunak ekstensif
Berdasarkan jumlah garis
1. Simple fraktur : terdapat satu garis fraktur
2. Multiple fraktur : terdapat lebih dari satu garis fraktur
3. Comminutive fraktur : lebih banyak garis fraktur dan patah menjadi
fragmen kecil
Berdasarkan luas garis fraktur
1. Fraktur inkomplit : tulang tidak terpotong secara total
2. Fraktur komplikasi : tulang terpotong total
3. Hairline fraktur : garis fraktur tidak tampak
(Nanda, Nic-Noc 2013)
E. PATOFISIOLOGI
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya
pegas untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih
besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang
yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah
terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks,
marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan
terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga
medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang
patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon
inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit,
dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari
proses penyembuhan tulang nantinya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
1. Faktor Ekstrinsik : adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang
yang tergantung terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat
menyebabkan fraktur.
2. Faktor Intrinsik : beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang
menentukan daya tahan untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas
absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau
kekerasan tulang.
(Sjamsuhidajat, 2010)
F. PATHWAY
Preload
Kontraktilitas
Hambatan pengosongan
Ventrikel
Cop
CHF
Tekanan diastole
Suplai darah Suplai O2 ke Otak LVED naik
jaringan
Ronkhi basah
Fatigue Splenomegali
Hepatomegali
Intoleransi
Aktivitas Reflek batuk Mendesak Diafragma
(Sjamsuhidajat, 2010)
H. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN (POLA FUNGSI KESEHATAN)
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan,
suku/bangsa, agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah
sakit, nomor register dan diagnosa medik.
b. Pengkajian primer (Airway, Breathing, Circulation, Dissability)
c. Pengkajian sekunder
Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
2) Tingkat kesadaran
3) Kepala : bentuk kebersihan kulit kepala, dan warna
rambut
4) Wajah
5) Mata : ada tidaknya konjungtivitis dan ikterik pada
sclera
6) Telinga : ada tidaknya gangguan pendengaran,
kebersihan, kesimetrisan
7) Hidung : kebersihan, atau kelainan lain
8) Mulut : kebersihan, ada tidaknya caries, dan infeksi
mulut lainnya
9) Leher : JVP meningkat atau tidak, ada tidaknya
pergerakan yang terganggu
10) Dada : kesimetrisan ekspansi dada normal, ada atau
tidak ada nyeri tekan
11) Paru-paru : ekspansi paru terlihat jelas
12) Abdomen : datar, simetris, tidak teraba massa, tidak
terdapat nyeri saat dipalpasi, tidak terdapat rasa mual
maupun muntah
13) Genetalia : ada tidaknya kelalinan pada daerah genitalia
14) Anus dan rectum : ada tidaknya kelainan seperti
terdapat hemoroid
15) Ekstrimitas : kelengkapan ekstermitas atas dan bawah,
ada tidaknya oedema, akral, dan ada tidaknya
penurunan fungsi pergerakan.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
.
Brunner & Suddarth, (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi
8 volume 2.Jakarta EGC
Helmi, Zairin N. (2012). Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta:
Salemba medika
Sjamsuhidajat. (2010). Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi II. Jakarta : EGC
Smeltzer S, Brenda G. (2014). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah
Brunner & Suddarth. Vol 2. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
NANDA NIC-NOC Jilid 1. (2013). Yogyakarta : Media Action Publishing.
NANDA NIC-NOC Jilid 2. (2013). Yogyakarta : Media Action Publishing